makalah blok 18
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Paru-paru merupakan unsur elastis yang akan mengempis seperti balon dan
mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk
mempertahankan pengembangannya. Paru-paru sebenarnya mengapung dalam rongga
toraks, dikelilingi oleh suatu lapisan tipis cairan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan
paru-paru di dalam rongga. Jadi pada keadaan normal rongga pleura berisi sedikit cairan
dengan tekanan negatif yang ringan. Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau
gas dalam rongga pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan
menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang
dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas. Pneumotoraks dapat terjadi baik
secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer
dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non
iatrogenik. Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak
diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa
pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun.
Laki-laki lebih sering daripada wanita, dengan perbandingan 5 : 1. Sesuai perkembangan di
bidang pulmonologi telah banyak dikerjakan pendekatan baru berupa tindakan torakostomi
disertai video (VATS = video assisted thoracoscopy surgery), ternyata memberikan banyak
keuntungan pada pasien-pasien yang mengalami pneumotoraks relaps dan dapat mengurangi
lama rawat inap di rumah sakit.
B. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui definisi dari
pneumotoraks, serta cara menegakkan diagnosa pneumotoraks secara tepat sesuai jenis dan
luasnya pneumotoraks, karena hal tersebut akan berpengaruh pada penanganannya.
PEMBAHASAN
ANAMNESIS
Identitas
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama orang tua atau suami atau istri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah memang benar pasien yang dimaksud.1
Keluhan Utama (Chief Complaint)
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama, harus disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut.1
Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terperinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat.1
Riwayat Penyakit Dahulu
Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang.1
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit infeksi.1
Riwayat Pribadi
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan dan kebiasaan.
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan:
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit(hiper ekspansi dinding dada)
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat2
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif.1,2
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Rontgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus pneumotoraks antara lain:
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak
garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk
garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.2
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada
di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps
paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan
jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi
pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.1
d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai berikut:
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari
basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah mendekati
hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit. Hal ini
biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang tadinya
terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi,
yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang mudah
ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka
dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan
belakang.2
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan
cairan sebagai garis datar di atas diafragma.
Gambar 1. Foto rontgen pneumotoraks
2. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada kebanyakan
pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara signifikan
meningkatkan mortalitas sebesar 10%.3
3. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk
membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.
Gambar 2. CT-scan thorax
4. Pemeriksaan endoskopi merupakan pemeriksaan invasif, tetapi memiliki sensitivitas yang
lebih besar daripada pemeriksaan CT-scan. Menurut swierenga dan vanderschueren,
berdasarkan analisa dari 126 kasus pada tahun 1990 hasil pemeriksaan endoskopi dapat
dibagimenjadi 4 derajat yaitu
Derajat 1 : pneumotoraks dengan gambaran paru mendekati normal( 40 % )
Derajat 2: pneumotoraks dengan perlengketan disertai hemotoraks (12%)
Derajat 3 : pneumotoraks dengan diameter bleb atau bulla < 2 cm (31%)
Derajat 4 : neumotoraks dengan banyak bulla yang besar, diameter > 2 cm (17%).4
ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:2,3
1. Pneumotoraks spontan yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba.
Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba tanpa
diketahui sebabnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan didasari oleh
riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit
paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.
2. Pneumotoraks traumatik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik
trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun
paru. Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena jejas
kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.2
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat komplikasi
dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental adalah suatu pneumotoraks yang terjadi
akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya
pada parasentesis dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial(deliberate) adalah suatu pneumotoraks
yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya
tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis
sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.
Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke dalam tiga
jenis, yaitu:4
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax). Pada tipe ini, pleura dalam
keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada
hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin
positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru
disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga
masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada
waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax), yaitu pneumotoraks dimana terdapat
hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia
luar (terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama
dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar
nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh
gerakan pernapasan. Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu
ekspirasi tekanan menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam
keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding
dada yang terluka(sucking wound).2,4
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax) adalah pneumotoraks dengan
tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada
fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk
melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura
melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat
keluar. Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan
melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat
menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas.2,4
Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:4
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru (<
50% volume paru).
2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (>
50% volume paru).
Gambar 3. Pneumothoraks partial dan pneumothoraks total
C. Penghitungan Luas Pneumotoraks
Penghitungan luas pneumotoraks ini berguna terutama dalam penentuan jenis kolaps,
apakah bersifat parsialis ataukah totalis. Ada beberapa cara yang bisa dipakai dalam
menentukan luasnya kolaps paru, antara lain :
1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana masing-
masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus. Misalnya: diameter
kubus rata-rata hemitoraks adalah 10 cm dan diameter kubus rata-rata paru-paru yang
kolaps adalah 8 cm, maka rasio diameter kubus adalah:2
83 512______ = ________ = ± 50 % 103 10002. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal, ditambah dengan
jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal, ditambah dengan jarak terdekat
antara celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh %
luas pneumotoraks
A + B + C (cm) = __________________ x 10 33. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas hemitoraks
(L) hemitorak – (L) kolaps paru.2
(AxB) - (axb)_______________ x 100 % AxB
Gambar 4: Menghitung Volume Collaps Paru
EPIDEMIOLOGI
Insiden pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak diketahui,
pria lebih banyak dari wanita dengan perbandingan 5:1. Pneumotoraks spontan primer (PSP)
sering dijumpai pada pria dengan usia antara dekade 3 dan 4, salah satu penelitian
menyebutkan sekitar 81% kasus PSP berusia kurang dari 45 tahun. Seaton dkk, melaporkan
bahwa pasien tuberkulosis aktif mengalami komplikasi pneumotoraks sekitar 1,4% dan jika
terdapat kavitas paru komplikasi pneumotoraks meningkat lebih dari 90%.2,3
Di Olmested County, Minnesota Amerika, melton et al melakukan penelitian selama
25 tahun (tahun 1950-1974) pada pasien terdiagnosis sebagai pneumotoraks atau
pneumomediastinum didapatkan 75 pasien karena trauma, 102 pasien karena iatrogenik dan
sisanya 141 pasien karena pneumotoraks spontan. Dari 141 pasien pneumotoraks tersebut 77
pasien PSP dan 64 pasien PSS. Pada pasien –pasien pneumotoraks spontan didapatkan
insidensi sebagai berikut: PSP terjadi pada 7,4-8,6/100.000 pertahun untuk pria dan
1,2/100.000 pertahun untuk wanita, sedangkan insidensi PSS 6,3/100.000 pertahun untuk
pria dan 2,0/100.000 pertahun untuk wanita. Pneumotoraks lebih sering ditemukan pada
hemitoraks kanan daripada hemitoraks kiri. Pneumotoraks bilateral kira-kira 2% dari seluruh
pneumotoraks spontan. Kekerapan pneumotoraks ventil 3-5% dari pneumotoraks spontan.
Kemungkinan berulangnya pneumotoraks menurut James dan Studdy 20% untuk kedua
kali,dan 50% untuk yang ketiga kali.3
Kematian disebabkan pneumothoraks ± 12 %. Di RSUD Dr. Sutomo terbanyak
disebabkan oleh penyakit dasarnya ± 55 % TB paru aktif, fibrosis, emfisema lokal, bronkhitis
kronik, emfisema, terutama pada orang tua. Pneumothoraks berulang dengan menstruasi pada
wanita oleh karena adanya pelura endometriosis (katamenial Pneumothoraks.5
* ada pula yang mengatakan efek penyakit ini sangat tinggi terutama pada manusia yang
bertubuh kurus kebanyakan pada umur 20-40 tahun, perokok dan keturunan merupakan juga
salah faktor yang penting.5
FAKTOR RESIKO
Pneumothoraks Spontan Primer
80-90% pada PSP adalah merokok meningkatkan risiko pneumothoraks spontan. Hipotesis:
TB mempengaruhi keadaan tubuh yang kurus dan tinggi. Perkembangan bleb subpleural,
mempengaruhi tekanan pleura apical menjadi bleb yang sudah ada menjadi rupture. Lebih
negative. Perubahan pada tekanan atmosfer, adanya suara music yang keras dilaporkan
memiliki hubungan dengan pneumothoraks. Sekitar 10% berhubungan dengan keadaan
familial.1
Pneumothoraks Spontan Sekunder
PPOK, emfisema, asthma, cystic fibrosis, interstitial lung disease, tuberculosis, bronchogenic
atau metastatic carcinoma, pneumonia, collagen vascular disease, catamenial pneumothoraks.
Pneumothoraks Iatrogenik
Prosedur aspirasi jarum (transthoracic needle aspiration procedures), subclavian and
supraclavicular needle sticks, ventilasi mekanik, biopsy pleura, transbronchial lung biopsy,
trakeostomi.3
Bukan Iatrogenik
Jejas kecelakaan (ex: jejas dinding dada baik terbuka maupun tertutup, barotraumas, dll)
PATOFISIOLOGI
Paru-paru dibungkus oleh pleura parietalis dan pleura visceralis. Di antara pleura parietalis dan visceralis
terdapat cavum pleura. Cavum pleura normal berisi sedikit cairan serous jaringan. Tekanan intrapleura selalu
berupa tekanan negatif. Tekanan negatif pada intrapleura membantu dalam proses respirasi. Proses respirasi
terdiri dari 2 tahap: fase inspirasi dan fase eksprasi. Padafase inspirasi tekanan intrapleura : -9 s/d -12 cmH2O;
sedangkan pada fase ekspirasi tekananintrapleura: -3 s/d -6 cmH2O. Pneumotorak adalah adanya udara pada
cavum pleura. Adanya udara pada cavum pleuramenyebabkan tekanan negatif pada intrapleura tidak
terbentuk. Sehingga akan mengganggu pada proses respirasi.
Pneumotorak dapat dibagi berdasarkan penyebabnya :4-6
1. Pneumotorak spontan Oleh karena : primer (ruptur bleb),sekunder (infeksi, keganasan), neonatal
2. Pneumotorak yang di dapat Oleh karena : iatrogenik,barotrauma, trauma
Pneumotorak dapat dibagi juga menurut gejala klinis:
1. Pneumotorak simple : tidak diikuti gejala shock atau pre-shock
2. Tension Pnuemotorak : diikuti gejala shock atau pre-schock
Pneumotorak dapat dibagi berdasarkan ada tidaknya denganhubungan luar menjadi :
1.Open pneumotorak
2.Closed pneumotorak
Secara garis besar ke semua jenis pneumotorak mempunyaidasar patofisiologi yang hampir sama.
Pneumotorak spontan, closed pneumotorak, simple pneumotorak, tension pneumotorak, dan open
pneumotorak. Pneumotorak spontan terjadi karena lemahnya dinding alveolus dan pleura visceralis. Apabila
dinding alveolus dan pleura viceralis yang lemah ini pecah, maka akan ada fistel yang menyebabkan udara
masuk ke dalam cavum pleura. Mekanismenya pada saat inspirasi rongga dada mengembang, disertai
pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut mengembang, seperti balon
yang dihisap. Pengembangan paru menyebabkan tekanan intra alveolar menjadi negatif sehingga udara luar
masuk. Pada pneumotorak spontan, paru-paru kolaps, udara inspirasi ini bocor masuk ke cavum pleura
sehingga tekanan intrapleura tidak negatif. Pada saat inspirasi akan terjadi hiperekspansi cavum pleura
akibatnya menekan mediastinal ke sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal kembali lagi ke posisi
semula. Proses yang terjadi ini dikenal dengan mediastinal flutter.3,4
Pneumotorak ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi sebaliknya masih bisa menerima
udara secara maksimal dan bekerja dengan sempurna. Terjadinya hiperekspansi cavum pleura tanpa disertai
gejala pre-shock atau shock dikenal dengan simple pneumotorak. Berkumpulnya udara pada cavum pleura
dengan tidak adanya hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan closed pneumotorak .Pada saat
ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik secara maksimal karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak
bekerja sempurna. Akibatnya bilamana proses ini semakin berlanjut, hiperekspansi cavum pleura pada saat
inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada paru dan cavum pleura
karena luka yang bersifat katup tertutup terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang
sehat,dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan
vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension pneumotorak.1
Pada open pneumotorak terdapat hubungan antara cavum pleura dengan lingkunga luar. Open pneumotorak
dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan dapat inkomplit (sebatas pleura parietalis) ataukomplit (pleura
parietalis dan visceralis). Bilamana terjadi open pneumotorak inkomplit pada saat inspirasi udara luar akan
masuk kedalam cavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena tekanan intrapleura tidak
negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavum pleura yang menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat.
Saat ekspirasi mediastinal bergeser ke mediastinal yang sehat. Terjadilah mediastinal flutter. Bilamana open
pneumotorak komplit maka saat inspirasi dapat terjadi hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal ke
sisi paru yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka yang bersifat
katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi
jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava.
Kejadian ini dikenal dengan tension pneumotorak.3
GEJALA KLINIS
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah:2,4,5
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan
mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek,
dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi yang
sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada jenis
pneumotoraks spontan primer. Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau
tidur.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:1
- Hidung tampak kemerahan
- Cemas, stres, tegang
- Tekanan darah rendah (hipotensi).
Gejala yang utama adalah berupa rasa sakit yang tiba-tiba dan bersifat unilateral serta
diikuti sesak nafas. Kelainan ini ditemukan pada 80-90% kasus. Gejala-gejala ini lebih
mudah ditemukan bila penderita melakukan aktivitas berat. Tetapi pada sebagian kasus,
gejala-gejala masih gampang ditemukan pada aktivitas biasa atau waktu istirahat.1
Rasa sakit tidak selalu timbul. Rasa sakit ini bisa menghebat atau menetap bila terjadi
perlengketan antara pleura viseralis dan pleura parietalis. Suatu waktu perlengketan ini bisa
sobek pada tekanan kuat dari pneumotoraks, sehingga terjadi perdarahan intrapleura (hemato-
pneumotoraks).1
Kadang-kadang gejala klinis dapat ditemukan walaupun kelainan pneumotoraksnya
sedikit, misalnya perkusi yang hipersonar, fremitus yang melemah sampai menghilang, suara
nafas yang melemah sampai menghilang pada sisi yang sakit.1
Pada lesi yang lebih besar atau pada tension pneumotoraks, trakea dan mediastinum
dapat terdorong ke sisi kontralateral. Diafragma tertekan ke bawah, gerakan pernafasan
tertinggal pada sisi yang sakit. Fungsi respirasi menurun, terjadi hipoksemia arterial dan
curah jantung menurun.
Kebanyakan pneumotoraks terjadi pada sisi kanan (53%), sedangkan sisi kiri (45%)
dan bilateral hanya 2%. Hampir 25% dari pneumotoraks spontan berkembang menjadi
hidropneumotoraks.
Disamping keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis tersebut di atas, diagnosis lebih
meyakinkan lagi dengan pemeriksaan sinar tembus dada.2
DIAGNOSIS
Keluhan Subyektif :1,6
1. Nyeri dada hebat yang tiba-tiba pada sisi paru terkena khususnya pada saat bernafas
dalam atau batuk.
2. Sesak, dapat sampai berat, kadang bisa hilang dalam 24 jam, apabila sebagian paru
yang kolaps sudah mengembang kemabli
3. Mudah lelah pada saat beraktifitas maupun beristirahat.
4. warna kulit yang kebiruan disebabkan karna kurangnya oksigen (cyanosis)
Diagnostik fisik :6
Inspeksi : dapat terjadi pencembungan dan pada waktu pergerakan nafas, tertinggal
pada sisi yang sakit.
Palpasi : Pada sisi yang sakit ruang sela iga dapat normal atau melebar, iktus jantung
terdorong kesisi thoraks yang sehat. Fremitus suara melemah atau
menghilang.
Perkusi : Suara ketok hipersonor samapi tympani dan tidak bergetar, batas jantung
terdorong ke thoraks yang sehat, apabila tekanannya tinggi.
Auskultasi : suara nafas melemah sampai menghilang, nafas dapat amforik apabila ada
fistel yang cukup besar.
Analisa gas darah arteri
Memberi gambaran hipoksemia meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan.
Pada sebuah penelitian didapatkan 17% dengan PO2<55mmHg, 16% dengan
PCO2>50mmHg dan 4% dengan PCO2 >60 mmHg. Pda pasien PPOK lebih mudah terjadi
pneumotoraks spontan. Dalam sebuah penelitian 51 dari 171 pasien PPOK(30%) dengan
FEV1<1,0 liter dan 33% dengan FEV1/FVC<40% prediksi. Penelitian lain menyebutkan
bahwa gagal nafas yang berat (PO2<50mmHg dan PCO2>50% mmHg atau disertai dengan
syok ) terdapt pada 16% pasien dan secara signifikan meningkatkan mortalitas sebasar 10%.5
RADIOLOGI
Gambaran radiologis menunjukkan :3
1. Tampak bayangan Hiperlusent baik bersifat lokal maupun general.
2. Pada gambaran Hyperlusent ini tidak tampak jaringan paru, jadi Avaskuler.
3. Bila pneumothoraks hebat sekali dapat menyebabkan terjadinya kolaps dari paru-paru
sekitarnya, sehingga massa jaringan paru yang terdesak ini lebih padat dengan
densitas seperti bayangan Tumor.
4. Biasanya arah kolaps ke medial.
5. Bila Hebat sekali dapat menyebabkan terjadinya perdorongan pada jantung misalnya
pada ventil penumothoraks atau apa yang kita kenal sebagai tension pneumothoraks.
6. Juga medisatinum dan trachea dapat terdorong kesisi yang berlawanan.
Bayangan udara dalam rongga pleura memberikan bayangan Radiolusen yang tanpa struktur
jaringan paru (Avaskuler), biasanya tampak suatu garis putih yang tegas membatasi pleura
viscerale yang membyngkus paru-paru kearah hilus atau ke arah kontralateral. Selain itu sela
iga menjadi lebih lebar.
Bila mana jumlah udara dan tingkat kolaps ringan, maka penumothoraks mungkin
sama sekali tidak dapat dilihat pada foto PA rutin, akan tetapi mungkin lebih baik kelihatan
pada foto waktu ekspirasi dalam, yang akan mempertinggi tekanan intra pleural dan oleh
karna itu akan menambah kolaps dari paru-paru.4
WORKING DIAGNOSIS
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura.
Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan penekanan
terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan maksimal
sebagaimana biasanya ketika bernapas. Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan
maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder.
Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik.5
Dalam kasus ini, yang dialami pasien tersebut adalah Pneumotoraks Traumatik.
Pneumotoraks traumatik adalah pneumotoraks yang terjadi akibat suatu trauma, baik trauma
penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks traumatik diperkiraan 40% dari semua kasus pneumotoraks. Pneumotoraks
traumatik tidak harus disertai dengan fraktur iga maupun luka penetrasi yang terbuka.
Trauma tumpul atau kontusio pada dinding dada juga dapat menimbulkan pneumotoraks.
Beberapa penyebab trauma penetrasi pada dinding dada adalah luka tusuk, luka tembak,
akibat tusukan jarum maupun pada saat dilakukan kanulasi vena sentral
Gambar 5. Pneumotoraks Traumatik (Sumber: Loddenkemper.R, dan Frank, 2003. W, Pleural Disease. dalam
GJ. Gibson, D.M. Geddes, U. Costabel, P.J. Sterk, B. Corrin, Respiratory Medicine, third edition, pg : 1907-
1937. Saunders)
Keterangan gambar:
Trauma jaringan lunak pada region subklavia (emfisema subkutis)
Trauma pada trakea (emfisema mediastinum, emfisema subkutis)
Trauma pada bronkus (emfisema mediastinum, emfisema interstisialis)
Ruptur alveoli (emfisema interstisialis)
Robekan pada pleura viseralis (pneumotoraks)
Ruptur dari bulla maupun bleb (pneumotoraks spontan )
Trauma dinding dada dan pleura parietalis (pneumotoraks, emfisema subkutis)
Ruptur esophagus (emfisema mediastinum, emfisema subkutis)
Robeknya diafragma (emfisema mediastinum, pneumotoraks)
Berdasarkan kejadiannya pneumotoraks traumatik dibagi 2 jenis yaitu:
Pneumotoraks traumatik bukan iatrogenik. Adalah pneumotoraks yang terjadi karena
jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada baik terbuka maupun tertututp,
barotrauma.3
Pneumotoraks traumatik Iatrogenik. Adalah pneumotoraks yang terjadi akibat komplikasi
dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan menjadi 2 yaitu:
Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental, adalah pneumotoraks yang terjadi
akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi tindakan tersebut, misalnya pada
tindakan parasentesis dada, biopsi pleura, biopsi transbronkial, biopsi/aspirasi paru
perkutaneus, kanulasi vena sentral, barotrauma (ventilasi mekanik).
Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate), adalah pneumotoraks yang
sengaja dilakukan dengan cara mengisi udara ke dalam rongga pleura melalui jarum
dengan suatu alat Maxwell box. Biasanya untuk terapi tuberkulosis (sebelum era
antibiotik), atau untuk menilai permukaan paru.7
DIAGNOSIS DEFFERENSIAL
1. EMBOLI PARU AKUT
Pasien dengan emboli paru akut dan infark, biasanya mengalami sesak napas,
takipnea, nyeri dada, takikardia, hipoksia, dan hipokapnia. Mungkin ada demam subfebril,
batuk, hemoptisis dan mengi (wheezing, napas berbunyi). Pada foto toraks tampak infiltrat
paru, kadang-kadang dengan efusi paru.
Pasien dengan emboli paru masif, lebih sering ditemukan nyeri dada anterior hebat,
sesak napas, hipoksia berat, sinkope dan syok.
2. ATELETAKSIS
Ateletaksis paru adalah kolapsnya alveolus yang tidak disebabkan oleh pneumotoraks
atau hidrotoraks. Pada sisi yang terkena gerakan dada berkurang, perkusi pekak, bising napas
melemah atau hilang. Sesak napas, takikardia, dan sianosis mungkin ada. Secara radiologi
kelainan tampak berupa densitas pada paru yang kolaps dengan volume berkurang dari
hemitoraks yang terkena, penyempitan sela iga, hemidiafragma meninggi dan mediatinum
terdorong ke sisi yang terkena.
3. EDEMA PARU
Pasien dengan edema paru mengalami sesak napas, pada kasus berat sering terdapat
batuk dengan sputum berbusa berwarna merah muda. Pada pemeriksaan terdapat ronki, dan
selalu terdapat infiltrate bilateral pada foto toraks.
4. EMFISEMA PULMONUM
Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi)
saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan
mengalami kerusakan yang luas. emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang
melibatkan kerusakan pada kantung udara (alveoli) di paru-paru. Akibatnya, tubuh tidak
mendapatkan oksigen yang diperlukan. Emfisema membuat penderita sulit bernafas.4,5
Gejala Klinik
Gejala-gejala emfisema antara lain: Sesak napas, Mengi, Batuk kronis, Kehilangan nafsu
makan dan Kelelahan.5
PROGNOSIS
Lebih dari 50 % pasien dengan pneumothorak dapat kambuh kembali. Kekambuhan jarang
terjadi pada pasien-pasien pneumothorak yang dilakukan torakotomi terbuka. Pasien-pasien
yang penatalaksanaannya cukup baik, umumnya tidak dijumpai komplikasi. Pasien dengan
pneumotoraks spontan hampir separuhnya akan mengalami kekambuhan, setelah sembuh dari
observasi maupun setelah pemasangan tube thoracostomy. Pasien pneumotoraks spontan
sekunder tergantung penyakit yang mendasarinya.7
PENATALAKSANAAN
Tindakan pengobatan pneumotoraks tergantung dari luasnya pneumotoraks. Tujuan dari
penatalaksanaan tersebut yaitu untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura dan
menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. British Thoracic Society dan American
Gambar 5. Aspirasi udara dari rongga pleura (Sumber : Netter, 1979. Respiratory system, The Ciba Collection of Medical Illustration, vol. 7.
College of Chest Physicians telah memberikan rekomendasi untuk penanganan
pneumotoraks. Prinsip-prinsip penanganan pneumotoraks adalah:4
Observasi dan pemberian tambahan oksigen
Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi dengan atau
tanpa pleurodesis
Torakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya bleb atau bulla
Torakotomi
Aspirasi dengan Jarum dan Tube Torakostomi
Tindakan ini dilakukan seawal mungkin pada pasien pneumotoraks yang luasnya > 15%.
Tindakan ini bertujuan mengeluarkan udara dari rongga pleura (dekompresi). Tindakan
dekompresi dapat dilakukan dengan cara : 1). Menusukkan jarum melalui dinding dada
sampai masuk rongga pleura, sehingga tekanan udara positif akan keluar melalui jarum
tersebut. 2).Membuat hubungan dengan udara luar melalui saluran kontra ventil, yaitu
dengan:6
Jarum infus set ditusukkan ke dinding dada sampai masuk rongga pleura, kemudian ujung
pipa plastik di pangkal saringan tetesan dipotong dan dimasukkan ke dalam botol berisi air
kemudian klem dibuka, maka akan timbul gelembung-gelembung udara di dalam botol.
Jarum abbocath no. 14 ditusukkan ke rongga pleura dan setelah mandrin dicabut,
dihubungkan dengan pipa infuse set, selanjutnya dikerjakan.
Water Sealed Drainage (WSD); pipa khusus (kateter urine) yang steril dimasukkan ke
rongga pleura dengan perantaraan trokar atau klem penjepit. Sebelum trokar
dimasukkan ke rongga pleura, terlebih dahulu dilakukan insisi kulit pada ruang antar
iga ke enam pada linea aksilaris media. Insisi kulit juga bias dilakukan pada ruang
antar iga kedua pada linea midklavikula. Sebelum melakukan insisi kulit, daerah
tersebut harus diberikan cairan disinfektan dan dilakukan injeksi anestesi lokal dengan
xilokain atau prokain 2% dan kemudian ditutup dengan kain duk steril. Setelah trokar
masuk ke dalam rongga pleura, pipa khusus (kateter urine) segera dimasukkan ke
rongga pleura dan kemudian trokar dicabut sehingga hanya pipa khusus tersebut yang
masih tertinggal di ruang pleura. Pemasukan pipa khusus tersebut diarahkan ke atas
apabila lubang insisi kulit di ruang antar iga keenam dan diarahkan ke bawah jika
lubang insisi kulitnya ada di ruang antar iga kedua. Pipa khusus atau kateter tersebut
kemudian dihubungkan dengan pipa yang lebih panjang dan terakhir dengan pipa
kaca yang dimasukkan ke dalam air di dalam botol. Masuknya pipa kaca ke dalam air
sebaiknya 2 cm dari permukaan air, supaya gelembung udara mudah keluar. Apabila
tekanan rongga pleura masih tetap positif, perlu dilakukan penghisapan udara secara
aktif (continuous suction) dengan memberikan tekanan -10 cm sampai 20 cm H20
agar supaya paru cepat mengembang. Apabila paru sudah mengembang penuh dan
tekanan rongga pleura sudah negatif, maka sebelum dicabut dilakukan uji coba
dengan menjepit pipa tersebut selama 24 jam. Tindakan selanjutnya adalah
melakukan evaluasi dengan foto dada, apakah paru mengembang dan tidak
mengempis lagi atau tekanan rongga pleura menjadi positif lagi. Apabila tekanan di
dalam rongga pleura menjadi positif lagi maka pipa tersebut belum dapat dicabut. Di
RS Persahabatan, setelah WSD diklem selama 1-3 hari dibuat foto dada. Bila paru
sudah mengembang maka WSD dicabut. Pencabutan WSD dilakukan waktu pasien
dalam keadaan ekspirasi maksimal. Pada wanita muda dengan alasan kosmetika maka
insisi kulit dapat dilakukan pada ruang antar iga empat atau lima linea mid-klavikula.
Pemasangan WSD tersebut bisa dengan sistem 2 botol atau 3 botol (Gambar 5).
Apabila akan dilakukan pleurodesis, dari pipa tersebut dapat diinjeksikan suatu
derivate dari tetrasiklin sehingga risiko untuk kambuh dapat dikurangi. Pada sebuah
penelitian secara random pada 229 PSP, ternyata tingkat kekambuhan pada kelompok
yang dilakukan pleurodesis sebesar 25%, sedangkan pada kelompok control
tingkat kekambuhannya 41 %.3,5
Pemasangan WSD:7
1) Pasien dalam keadaan posisi ½ duduk (+ 45 °).
2) Dilakukan desinfeksi dan penutupan lapangan operasi dengan doek steril.
3) Dilakukan anestesi setempat dengan lidocain 2% secara infiltrasi pada daerah kulit
sampai pleura.
4) Tempat yang akan dipasang drain adalah :- Linea axillaris depan, pada ICS IX-X
(Buelau). Dapat lebih proximal, bila perlu. Terutama pada anak- anak karena letak
diafragma tinggi.- linea medio-clavicularis (MCL) pada ICS II-III (Monaldi)
5) Dibuat sayatan kulit sepanjang 2 cm sampai jaringan bawah kulit(Gambar. A).
6) Dipasang jahitan penahan secara matras vertikal miring dengan side 0.1.
7) Dengan gunting berujung lengkung atau klem tumpul lengkung, jaringan bawah
kulit dibebaskan sampai pleura, dengan secara pelan pleura ditembus hingga
terdengar suara hisapan, berarti pleura parietalis sudah terbuka (Gambar. C dan
D).
Catatan : pada hematothoraks akan segera menyemprot darah keluar, pada
pneumothoraks, udara yang keluar.
Gambar A
Gambar B
Gambar C
Gambar D
Gambar 7: Cara Pemasangan Selang WSD
Menurut Asril penatalaksanaan pneumotoraks spontan dibagi dalam:3
PSP, yang terjadi pada usia muda dengan fungsi paru normal, maka akan sembuh
sendiri. Evaluasi selanjutnya perlu berhati-hati sampai pengembangan paru sempurna.
PSP ukuran besar, bila pada aspirasi pipa kecil tidak mengembang dalam 24-48 jam,
perlu dipasang pipa interkostal besar, dengan Water Sealed Drainage (WSD) atau
pengisapan secara perlahan-lahan memakai katup flutter {continuous suction). Bila
paru sudah mengembang, biarkan pipa rongga pleura di tempatnya dengan diklem
alirannya dan dievaluasi selama 24 jam. Apabila udara masih menetap dalam rongga
pleura selama 1 minggu, perlu dilakukan torakotomi.
PSS : sebelum melakukan pemasangan pipa rongga pleura, perlu diyakini lagi adanya
pneumotoraks pada pasien-pasien emfisema, karena tindakan tersebut dapat berakibat
fatal. Pengeluaran udara biasanya secara terus-menerus (continuous suction) sampai
beberapa hari hingga fístula bronkopleura (Broncho Pleural Fistel = BPF)
menghilang. Bila gagal mengembang sempurna, dapat dipasang pipa rongga pleura
kedua dan bila gagal juga mengembang setelah 1 minggu, perlu operasi torakotomi.
Untuk mengetahui adanya BPF dapat dilakukan cara-cara sebagai berikut:
- Mengukur P02 dan PC02 gas yang berpindah. Bila P02 > 50 torr dan PC02 <
40 torr, tersangka ada BPF persisten. Bila P02 < 40 torr dan PC02 > 45 torr,
BPF menghilang.
- Mengukur tekanan udara intrapleura. Pada keadaan normal tekanan udara pada
rongga pleura adalah negatif dan pada akhir ekspirasi tekanan udaranya masih
di bawah atmosfir. Bila ada BPF artinya tekanan intrapleura pada akhir
ekspirasi sama dengan tekanan dalam alveolar yang berarti sama dengan
tekanan atmosfir.
- Mengukur jumlah udara yang dikeluarkan selama aspirasi. Pada keadaan
normal BPF negatif artinya udara yang keluar jumlahnya terbatas, BPS positif
artinya udara yang keluar jumlahnya tidak terbatas.3
Torakoskopi
Torakoskopi adalah suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks
dengan alat bantu torakoskop. Torakoskopi dilakukan pertama kali oleh Dr. Hans Christian
Jacobeus dari Stockholm Swedia pada tahun 1919, dengan menggunakan alat sistoskop. Pada
waktu itu torakoskopi dilakukan untuk memotong adhesi pleura (pneumolisis) dan
menghasilkan pneumotoraks artificial pada pasien tuberkulosis paru oleh karena belum ada
obat antituberkulosis (Embran, 2001).5
Torakoskopi yang dipandu dengan video (Video Assisted Thoracoscopy Surgery = VATS)
memberikan kenyamanan dan keamanan baik bagi operator maupun pasiennya karena akan
diperoleh lapangan pandang yang lebih luas dan gambar yang lebih bagus. Tindakan ini
sangat efektif dalam penanganan PSP dan mencegah berulangnya kembali. Dengan prosedur
ini dapat dilakukan reseksi bulla atau bleb dan juga bisa dilakukan untuk pleurodesis.
Tindakan ini dilakukan apabila:6
tindakan aspirasi maupun WSD gagal
paru tidak mengembang setelah 3 hari pemasangan tube torakostomi
terjadinya fístula bronkopleura
timbulnya kembali pneumotoraks setelah tindakan pleurodesis
pada pasien yang berkaitan dengan pekerjaannya agar tidak mudah kambuh kembali
seperti pada pilot dan penyelam (Light, 2003).
Tindakan torakoskopi yang dikerjakan pada 25 pasien pneumotoraks spontan yang
berulang, menunjukkan di parunya terdapat bleb di daerah apek paru serta pernah dilakukan
pleurektomi apical, setelah dievaluasi lebih dari 2,5 tahun ternyata hanya didapatkan angka
komplikasi 3% dan hanya terbatas sekitar luka tersebut.1,5
Pengambilan bleb atau bulla dengan torakoskopi disertai pleurodesis pada 82 pasien
pneumotoraks spontan yang berulang atau persisten, ternyata yang mengalami komplikasi
hanya 6 pasien (7,3%), terdiri 3 pasien (4%) dengan kelainan paru berupa bulla yang merata
dan mengalami intubasi yang cukup lama (berturut-turut 9,11 dan 12 hari), 2 pasien (3%)
mengalami kebocoran udara yang menetap berlangsung sekitar 10-14 hari, dan 1 pasien
mengalami kerusakan parenkim paru setelah batuk kuat 2 hari. Pada 69 pasien (83%) ternyata
pada parunya didapatkan bleb atau bulla. Hasil tindakan tersebut menunjukkan
pengembangan paru yang cukup baik setelah operasi dan setelah 22 bulan pengamatan tidak
mengalami kekambuhan. Video Assisted Thoracoscopy Surgery (VATS) masih merupakan
pilihan yang tepat untuk pneumotoraks spontan, lamanya operasi sekitar 45 menit, rasa tak
enak setelah operasi sangat minimal dan lamanya rawat inap di rumah sakit setelah operasi
rata-rata 4-6 hari. Rata-rata rawat inap pasien pneumotoraks spontan di rumah sakit setelah
dilakukan torakoskopi video dengan pleurodesis talk sekitar 5,7 hari dan jika dengan
bullektomi sekitar 6 hari.2
Pasien dengan luas pneumotoraks > 20% biasanya membutuhkan waktu > 10 hari
untuk berkembangnya paru kembali. Pada pasien PSP sekitar 50% akan mengalami
kekambuhan. Tindakan torakoskopi atau torakostomi yang disertai dengan abrasi pleura akan
mencegah kekambuhan hampir 100%. Pada hampir semua pasien PSS akhirnya diterapi
dengan torakostomi disertai pemberian obat sklerosing. Pasien-pasien PSP maupun PSS yang
diketahui ada udara yang persisten di rongga pleura dan parunya belum mengembang setelah
6 hari pemasangan pipa torakostomi, maka diharuskan torakotomi terbuka.
Jika didapatkan adanya bleb atau bulla, maka yang bisa dilakukan adalah:3
lesi ukuran kecil, bleb atau bulla < 2 cm, dikoagulasi dengan pleurodesis talk.
Bleb atau bulla > 2 cm, reseksi torakoskopi dengan suatu alat EndoGIA. kemudian
diikuti skarifikasi (electroco-agulation) pada pleura parietalis. Pada 43 pasien yang
dikerjakan tersebut ternyata didapatkan 15 kasus (34%) tidak dijumpai bleb/bulla, 6
kasus (14%) hanya bleb < 2 cm, 23 kasus (52%) dijumpai bleb/bulla > 2 cm. Pada 44
kasus tersebut, 21 kasus (48%) dikerjakan pleurodesis talk dan 23 kasus (52%)
dikerjakan bullektomi. Hasil semua tindakan di atas sebagian besar tanpa komplikasi.
Torakotomi
Tindakan pembedahan ini indikasinya hampir sama dengan torakoskopi. Tindakan ini
dilakukan jika dengan torakoskopi gagal atau jika bleb atau bulla terdapat di apek paru, maka
tindakan torakotomi ini efektif untuk reseksi bleb atau bulla tersebut. Selain itu, torakotomi
dapat dilakukan bila pneumotoraks yang kambuh, pneumotoraks satu sisi, sisi lain sudah
pernah pneumotaraks spontan, paru tidak mau mengembang setelah 5-7 hari, gagal dengan
WSD dan hemopneumotoraks yang masif.7
KOMPLIKASI
1. Tension Pneumothoraks atau Pneumothoraks Ventiel : komplikasi ini terjadi karena
tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis lebih hebat, mediastinum
tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran darah vena ke atrium kanan. Pada foto sinar
tembus dada terlihat mediastinum terdorong kearah kontralateral dan diafragma tertekan
kebawah sehingga menimbulkan rasa sakit. Keadaan ini dapat mengakibatkan fungsi
pernafasan sangat terganggu yang harus segera ditangani kalau tidak akan berakibat fatal.2,3
2. Pio-pneumothoraks : terdapatnya pneumothoraks disertai empiema secara bersamaan pada
satu sisi paru. Infeksinya berasal dari mikro-organisme yang membentuk gas atau dari
robekan septik jaringan paru atau esofagus kearah rongga pleura.
3. Hidro-pneumothoraks/hemo-pneumothoraks: pada kurang lebih 25% penderita
pneumothoraks ditemukan juga sedikit cairan dalam pleuranya. Cairan ini biasanya bersifat
serosa, serosanguinea atau kemerahan (berdarah). Hidrothorak dapat timbul dengan cepat
setelah terjadinya pneumothoraks pada kasus-kasus trauma/perdarahan intrapleura atau
perfosari esofagus (cairan lambung masuk kedalam rongga pleura).
4. Pneumomediastinum dan emfisema subkutan : Pneumomediastinum dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan foto dada. Insidennya adalah 15 dari seluruh pneumothoraks. Kelainan
ini dimulai robeknya alveoli kedalam jaringan interstitium paru dan kemungkinan diikuti oleh
pergerakan udara yang progresif ke arah mediastinum (menimbulkan pneumomediastinum)
dan kearah lapisan fasia otot-otot leher (menimbulkan emfisema subkutan).
5. Pneumothoraks simultan bilateral: Pneumothoraks yang terjadi pada kedua paru secara
serentak ini terdapat pada 2% dari seluruh pneumothoraks. Keadaan ini timbul sebagai
lanjutan pneumomediastinum yang secara sekunder berasal dari emfisem jaringan enterstitiel
paru. Sebab lain bisa juga dari emfisem mediastinum yang berasal dari perforasi esofagus.
6. Pneumothoraks kronik: Menetap selama lebih dari 3 bulan. Terjadi bila fistula bronko-
pleura tetap membuka. Insidensi pneumothoraks kronik dengan fistula bronkopleura ini
adalah 5 % dari seluruh pneumothoraks. Faktor penyebab antara lain adanya perlengketan
pleura yang menyebabkan robekan paru tetap terbuka, adanya fistula bronkopelura yang
melalui bulla atau kista, adanya fistula bronko-pleura yang melalui lesi penyakit seperti nodul
reumatoid atau tuberkuloma.
Pneumotoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura yang diagnosis diyakinkan dengan
pemeriksaan sinar tembus dada. Dimana diagnosis pneumotoraks tergantung kepada garis
yang dibentuk pleura pada tepi paru-paru yang memisahkan dengan dinding dada,
mediastinum atau diafragma oleh udara, dan juga tidak adanya bayangan di luar garis ini.1,5
Pneumotoraks berhubungan dengan berbagai macam kelainan paru meliputi emfisema,
trauma, tuberculosis.5
KESIMPULAN
Paru merupakan organ penting bagi tubuh yang mempunyai fungsiutama sebagai alat
pernafasan (respirasi). Paru berada dalam rongga pleura yangtekanannya selalu negatif
selama siklus nafas (tekanan udara di luar dianggap = 0)Paru mengembang sampai menempel
pleura. Bila tekanan rongga pleura jadipositif, paru-paru akan collaps. Hal ini terjadi pada
pneumothorax karena lukatusuk dari luar, pneumothorax karena pecahnya blebs, caverne tbc
atau pccahnyabronkus pada trauma dan pada hidro/hemato-thoraks atau Pleural
effusion.Beberapa karakteristik pada pneumotoraks antara lain: laki-laki lebih seringdaripada
wanita (4: 1); paling sering pada usia 20–30 tahun Pneumotoraksspontan yang timbul pada
umur lebih dan 40 tahun sering disebabkan oleh adanyabronkitis kronik dan empisema. Lebih
sering pada orang orang dengan bentuk tubuh kurus dan tinggi (astenikus) terutama pada
mereka yang mempunyaikebiasaan merokok. Pneumotoraks lebih sering ditemukan pada
hemitoraks kanandaripada hemitoraks kiri. Pneumotoraks bilateral kira-kira 2% dari
seluruhpneumotoraks spontan. Insiden dan prevalensi pneumotoraks ventil 3 — 5%
daripneumotoraks spontan.Pneumothoraks didefinisikan sebagai udara yang berada dalam
ronggapleura. Pneumothoraks yang terjadi pada orang sehat tanpa adanya penyakit
parudisebut sebagai pneumothoraks primer. Sedangkan pneumothoraks yangdiebabkan
oleh penyakit paru disebut sebagai pneumothoraks sekunder.Pneumothoraks dapat
terjadi bila terjadi ruptur pada dinding paru, yangmenyebabkan udara keluar dari paru
dan masuk ke dalam rongga pleura.
Pada manusia normal tekanan dalam rongga pleura adalah negatif.Tekanan negative
disebabkan karena kecenderungan paru untuk kolaps(elasticrecoil)dan dinding dada yang
cenderung mengembang. Bilamana terjadi hubungan antara alveol atau ruangudara
intrapulmoner lainnya (kavitas, bulla)dengan rongga pleura oleh sebab apapun, maka udara
akan mengalir dari alveolke rongga pleura sampai terjadi keseimbangan tekanan atau
hubungan tersebuttertutup. Serupa dengan mekanisme di atas, maka bila ada hubungan antara
udaraluar dengan rongga pleura melaluidinding dada; udara akan masuk ke ronggapleura
sampai perbedaantekanan menghilang atau hubunganmenutup.Penatalaksanaan
pneumothorax dapat dilakukan dengan metode aspirasidan pemasangan water seal drainage
(WSD)
DAFTAR PUSTAKA
1. Hisyam B, Agoestono B,. Pneuomothoraks Spontan dalam Buku ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid II, Edisi Ke 3, Editor Suyono S, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2001
2. Asagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga
University Press, 2009.
3. Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Pustaka Cendikia Press,
2007.
4. R. Syamsuhidayat, Wim De Jong. Dinding Toraks dan Pleura. Buku ajar ilmu bedah. Edisi
2. Jakarta: EGC, 2004.
5. Masyita Dewi, Lestiana. 2009. Pneumotoraks. Diunduh dari: http://www.slideshare.net/syita/referat-pneumothorax. 19 Juli 2011
6. Sudoyo, Aru W. Pneumotoraks Spontan. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 2. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2006.
7. Amin. 2004. Pneumotoraks. Diunduh dari: http://www.scribd.com/doc/44675379/BAB-I. 19 Juli 2011.