makalah pbl blok 18 pertusis

16
Pertusis Jessica Susanto 102011032 Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 Telp: 021 569 42061, Fax: 021 563 1731 Email: [email protected] ________________________________________________________________________ ______ PENDAHULUAN Pertusis adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut yang banyak menyerang anak balita dengan angka kematian yang tertinggi pada anak usia di bawah satu tahun. Pertusis disebabkan oleh infeksi Bordetella pertusis. Seperti halnya penyakit infeksi saluran pernafasan akut lainnya, pertusis sangat mudah dan cepat penularannya, melalui droplet aerosol. Di negara berkembang termasuk Indonesia, insidens penyakit ini masih tinggi. Pertusis dapat menyerang semua umur, dari bayi sampai dewasa. Tindakan penanggulangan penyakit ini antara lain dilakukan dengan pemberian imunisasi. Meskipun angka morbiditas dan mortalitas telah menurun setelah program imunisasi, penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan apabila mengenai bayi-bayi. 1

Upload: jess

Post on 21-Nov-2015

97 views

Category:

Documents


26 download

DESCRIPTION

makalah pertusis blok 18

TRANSCRIPT

Pertusis Jessica Susanto 102011032Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510Telp: 021 569 42061, Fax: 021 563 1731Email: [email protected]______________________________________________________________________________

PENDAHULUANPertusis adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut yang banyak menyerang anak balita dengan angka kematian yang tertinggi pada anak usia di bawah satu tahun. Pertusis disebabkan oleh infeksi Bordetella pertusis. Seperti halnya penyakit infeksi saluran pernafasan akut lainnya, pertusis sangat mudah dan cepat penularannya, melalui droplet aerosol.Di negara berkembang termasuk Indonesia, insidens penyakit ini masih tinggi. Pertusis dapat menyerang semua umur, dari bayi sampai dewasa. Tindakan penanggulangan penyakit ini antara lain dilakukan dengan pemberian imunisasi. Meskipun angka morbiditas dan mortalitas telah menurun setelah program imunisasi, penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan apabila mengenai bayi-bayi.

ISIAnamnesis Anamnesis memain peran yang sangat penting dalam mendiagnosis sesuatu penyakit. Yang ditanyakan pada anamnesis meliputi identitas pasien, keluhan pasien, riwayat penyakit yang diderita dan sebagainya. Berikut adalah sistematika dari anamnesis:Identitas pasien Nama pasien Jenis kelamin Pekerjaan Pendidikan Agama Status pernikahan Tanggal lahir

Keluhan dan riwayat penyakitKeluhan utama adalah keluhan yang membawa pasien ke dokter. Keluhan tambahan yaitu keluhan-keluhan yang lain disamping keluhan utama. Riwayat penyakit sekarang adalah penjabaran dari keluhan utama. Riwayat penyakit dahulu terutama yang berkaitan dengan keluhan/penyakit yang diderita saat ini. Riwayat penyakit keluarga untuk menandai adanya faktor herediter atau penularan.Pada kasus didapatkan seorang anak laki-laki usia 5 tahun, datang dengan keluhan batuk sejak 2 minggu yang lalu. Anak tampak sakit ringan, tidak disertai keluhan lain. Terdapat conjuctive hemorrhage pada kedua mata. Perkara penting yang harus ditanyakan pada kasus ini adalah riwayat imunisasi anak, riwayat kontak dengan penderita pertusis, dan sifat dari batuknya sendiriapakah disertai bunyi yang khas seperti wheezing atau whooping.

Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik paru-paru harus meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pada inspeksi, yang harus dilihat apakah terdapat kelainan patologis atau hanya fisiologis dengan melihat pengembangan paru-paru saat bernapas.Palpasi dapat menilai hal-hal seperti berikut: Simetri atau asimetri dada, yang dapat diperoleh dari adanya benjolan yang abnormal, pembesaran kelenjar limfe pada aksila dan lain-lain. Adanya fremitus suara, merupakan getaran pada daerah toraks pada saat anak bicara atau menangis yang sama dalam kedua sisi toraks. Apabila suaranya meninggi, maka terjadi konsolidasi seperti pada pneumonia.1 Apabila menurun, maka terjadi obstruksi, atelektaksis, pleuritis, efusi pleura, dan tumor pada paru-paru.1 Caranya dengan meletakkan telapak tangan kanan dan kiri pada daerah dada atau punggung.Perkusi dapat dilakukan dengan cara langsung atau tidak langsung. Cara langsung dapat dilakukan dengan mengetukkan ujung jari atau jari telunjuk langsung ke dinding dada. Sedangkan cara tidak langsung dapat dilakukan dengan cara meletakkan satu jari pada dinding dada dan mengetuknya dengan jari tangan lainnya yang dimulai dari atas ke bawah atau dari kanan ke kiri dengan membandingkannya. Hasil dari pemeriksaan ini adalah : Sonor merupakan suara paru-paru normal. Redup atau pekak merupakan suara perkusi yang berkurang normalnya pada daerah scapula, diafragma, hati dan jantung. Suara pekak atau redup ini biasanya terdapat konsolidasi jaringan paru-paru seperti pada atelektasi, pneumonia lobaris dan lain-lain.1 Hipersonor atau timpani yang terjadi apabila udara dalam paru-paru atau pleura bertambah, seperti pada emfisema paru-paru atau pneumotoraks.1Auskultasi berguna untuk menilai suara nafas dasar dan suara nafas tambahan, yang dilakukan pada seluruh dada dan punggung. Bandingkan suara napas dari kanan ke kiri, kemudian dari bagian atas ke bawah, dan tekan daerah stestoskop yang kuat. Khusus pada bayi, suara napasnya akan lebih keras karena dinding dadanya masih tipis.Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih. Berikut merupakan suara nafas normal:a) Bronchial : sering juga disebut dengan Tubular sound karena suara ini dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya terdengar keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut. Fase ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi, dan tidak ada henti diantara kedua fase tersebut. Normal terdengar di atas trachea atau daerah suprasternal notch.b) Bronchovesikular : merupakan gabungan dari suara nafas bronchial dan vesikular. Suaranya terdengar nyaring dan dengan intensitas yang sedang. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi. Suara ini terdengar di daerah thoraks dimana bronchi tertutup oleh dinding dada.c) Vesikular : terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.Bunyi nafas tambahan atau abnormal pula adalah seperti berikut:a) Wheezing : Adalah bunyi seperti bersiul, kontinu, yang durasinya lebih lama dari krekels. Terdengar selama : inspirasi dan ekspirasi, secara klinis lebih jelas pada saat ekspirasi. Penyebabnya adalah akibat udara melewati jalan napas yang menyempit/tersumbat sebagian. Dapat dihilangkan dengan batuk. Dengan karakter suara nyaring, suara terus menerus yang berhubungan dengan aliran udara melalui jalan nafas yang menyempit (seperti pada asma dan bronchitis kronik). Wheezing dapat terjadi oleh karena perubahan temperature, allergen, latihan jasmani, dan bahan iritan terhadap bronkus.b) Ronchi : Adalah bunyi tambahan yang terdengar selama ekspirasi. Penyebabnya adalah karena gerakan udara melewati jalan napas yang menyempit akibat obstruksi napas, dapat berupa sumbatan akibat sekresi, odema, atau tumor.1Ronchi kering : suatu bunyi tambahan yang terdengar kontinyu terutama waktu ekspirasi disertai adanya mucus/secret pada bronkus. Ada yang high pitch misalnya pada asma dan low pitch oleh karena secret yang meningkat pada bronkus yang besar yang dapat juga terdengar waktu inspirasi.Ronchi basah (krepitasi) : bunyi tambahan yang terdengar tidak kontinyu pada waktu inspirasi seperti bunyi ranting kering yang terbakar, disebabkan oleh secret di dalam alveoli atau bronkiolus. Ronki basah dapat halus, sedang, dan kasar. Ronki halus dan sedang dapat disebabkan cairan di alveoli misalnya pada pneumonia dan edema paru, sedangkan ronki kasar misalnya pada bronkiekstatis.1Perbedaan ronchi dan mengi adalah, mengi berasal dari bronkus dan bronkiolus yang lebih kecil salurannya, terdengar bersuara tinggi dan bersiul. Biasanya terdengar jelas pada pasien asma. Ronchi pula berasal dari bronki dan bronkiolus yang lebih besar salurannya, mempunyai suara yang rendah, sonor. c) Pleural friction rub : Adalah suara tambahan yang timbul akibat terjadinya peradangan pada pleura sehingga permukaan pleura menjadi kasar. Karakter suara adalah kasar, berciut, disertai keluhan nyeri pleura. Terdengar selama akhir inspirasi dan permulaan ekspirasi. Tidak dapat dihilangkan dengan dibatukkan. Terdengar sangat baik pada permukaan anterior lateral bawah toraks. Terdengar seperti bunyi gesekan jari tangan dengan kuat di dekat telinga, jelas terdengar pada akhir inspirasi dan permulaan ekspirasi, dan biasanya disertai juga dengan keluhan nyeri pleura. Bunyi ini dapat menghilang ketika nafas ditahan. Sering didapatkan pada pneumonia, infark paru, dan tuberculosis.1

Pemeriksaan penunjangHasil isolasi B.pertussis tertinggi diperoleh pada stadium kataral, dan biasanya tidak dapat ditemukan lagi setelah 4 minggu pertama sakit.2 Bahan pemeriksaan berupa usapan nasofaring penderita atau dengan menampung batuk secara langsung pada perbenihan. Pemeriksaan serologi, direct fluorescent antibody (DFA) lebih cepat dari biakan kuman tetapi jarang dipakai karena memerlukan keahlian.Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin meliputi hemoglobin, hematokrit, leukosit, dan thrombosit. Selain itu, pemeriksaan radiologi, biakan sputum atau bilas lambung juga boleh dilakukan. Karena kasus tuberkulosis masih banyak di Indonesia, dianjurkan untuk melakukan uji tuberkulin pada anak. Pertusis ditandai dengan leukositosis (15.000-100.000 sel/mm3) dengan limfositosis yang dominan terutama pada stadium paroksismal.2 Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk melihat kelainan pada volume dan struktur paru, serta untuk mendeteksi apakah terdapat infiltrat pada paru.

Gambar 1. Hasil uji diagnostik laboratorium pada pertusis memperlihatkan leukositosis dan limfositosisSumber: Krugmans infectious diseases of children. 11th ed.

Pemeriksaan laboratorium memberikan hasil seperti berikut: Hb: 12g/dL Ht: 38% Leukosit: 35.000 dan limfositosis Thrombosit: 250.000Dari pemeriksaan radiologi, ditemukan infiltrat perihilar.

Working diagnosisPada kasus didapatkan seorang anak laki-laki usia 5 tahun, dengan keluhan batuk sejak 2 minggu yang lalu. Anak tampak sakit ringan, tidak disertai keluhan lain. Suhu 37,2oC, frekuensi nafas dan nadi normal. Terdapat conjuctive hemorrhage pada kedua mata. Dari hasil laboratorium, didapatkan leukositosis pada anak tersebut. Foto thoraks memberikan hasil infiltrat perihilar. Dari anamnesis dan pemeriksaan di atas, working diagnosis untuk kasus ini adalah pertusis.

Differential diagnosisInfeksi Bordetella parapertussisGejala yang ditimbulkan oleh B.parapertussis adalah sama dengan yang ditimbulkan oleh B.pertussis, cuma lebih ringan dan dengan durasi yang lebih pendek. Selain itu, infeksi ini tidak mengakibatkan lekositosis dan limfositosis.2 Bakteri ini dapat diidentifikasi secara khusus dengan tes aglutinasi. Kira-kira 5% daripada kasus pertusis diakibatkan oleh bakteri ini.2

Infeksi Mycoplasma pneumoniaeM.pneumonia merupakan patogen manusia eksklusif, menyebabkan 40% kasus pneumonia pada anak-anak, dan menyebabkan 12 hingga 25% infeksi saluran pernafasan bawah pada anak-anak di rumah sakit.3 Di seluruh dunia, insidens infeksi oleh bakteri ini terbanyak pada anak-anak berusia 5 hingga 9 tahun. Penelitian di Korea mendapatkan 44% daripada 568 kasus M.pneumonia mengenai anak-anak kurang dari 5 tahun.3 Masa inkubasi sekitar 2-3 minggu.M.pneumonia merupakan patogen paling sering mengakibatkan atypical pneumonia. Gejala ditandai dengan batuk episodik yang berlangsung lama, tetapi disertai demam. Batuk bersifat kering, kemudian berkembang menjadi batuk mukopurulen. Anak yang terinfeksi seringkali mempunyai riwayat demam yang tidak sembuh dengan pemberian antibiotik beta laktam. Gejala lain yang turut menyertai adalah sakit tenggorokan, nyeri kepala, ruam, dan myalgia. Pada anak yang lebih muda, didapatkan rhinorrhea, wheezing, dan muntah.Pada pemeriksaan foto thoraks, didapatkan gambaran konsolidasi lobaris, infiltrat perihilar bilateral, dan limfadenopati hilus.4 Pada infeksi ini, tidak didapatkan limfositosis seperti mana pada B.pertussis.

Bronkitis Bronkitis merupakan inflamasi saluran pernafasan besar yaitu trakea dan bronkus. Bronkitis dapat dibagi menjadi bronkitis akut dan bronkitis kronik. Diagnosa bronkitis sangat sering dalam bidang pediatri. Dari 5489 pasien dengan penyakit saluran pernafasan, 40% didiagnosis dengan bronkitis akut.5 Beberapa penelitian mendapatkan bahwa anak dengan defisiensi IgG mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk menderita bronkitis.Bronkitis akut seringkali disebabkan oleh adenovirus, rhinovirus, virus influenza, dan virus parainfluenza. Selain itu, M.pneumonia dan Chlamydia trachomatis juga dapat mengakibatkan bronkitis akut. Gejala bronkitis akut antara lain adalah batuk kering, suara nafas kasar, ronki basah kasar, demam, kadang disertai wheezing. Gambaran radiologi adalah normal. Bronkitis akut yang berkepanjangan disertai dengan salah satulimfositosis atau whoop diklasifikasikan sebagai pertusis.Bronkitis kronik ditandai dengan gejala batuk yang berlangsung lama, sekurang-kurangnya 2 minggu berturut-turut. Batuk kronik yang berulang menandakan adanya penyakit paru atau penyakit sistemik lain yang mendasari, antara lain adalah asthma, pertusis, TB paru, cystic fibrosis, dan defisisensi IgA dan IgG. Gejala berupa batuk kering, nyeri dada, kadang disertai wheezing. Secara klinis, 90% pasien berumur antara 6 bulan hingga 3 tahun mempunyai gejala dyspnea dan demam ringan.5

Infeksi Mycobacterium tuberculosisPada tahun 2000, 11% daripada 8,3 juta kasus tuberkulosis (TB) adalah TB pada anak.3 Kasus TB pada anak di negara-negara dengan taraf ekonomi rendah adalah sebanyak 15% daripada insiden total TB berbanding 6% di Amerika Syarikat.3 Meningkatnya infeksi TB dan HIV pada orang dewasa memberikan impak yang besar kepada insidens TB pada anak. Infeksi TB boleh mengenai pelbagai organ, 60-80% kasus TB adalah TB paru. Gejala yang timbul pada anak adalah batuk, mengi, dispnea, anoreksia, berat badan turun dalam 2-3 bulan, demam, dan malaise. Gambaran radiologi yang sering ditemukan pada kasus TB pada anak adalah adenofati hilus, sekitar 50% ditemukan pada anak dengan kasus asimtomatik.3 Diagnosis TB ditegakkan dengan uji tuberkulin atau Mantoux test, gambaran radiologis, dan ditemukan basil tahan asam.

EtiologiBordetella pertussis adalah bakteri yang mengandung beberapa komponen yaitu Pertusis Toxin (PT), Filamentous Hemagglutinin (FHA), aglutinogen, endotoksin, dan protein lainnya. Morfologi bakteri ini adalah coccobasil kecil, gram negatif, mempunyai kapsul, tidak bergerak, dan tidak berspora. Manusia merupakan reservoir tunggal bagi B.pertussis dan B.parapertussis, menyebar melalui droplet dan dengan pewarnaan toluidin biru dapat terlihat granula bipolar metakromatik. Bakteri ini aerob murni dan membentuk asam tapi tidak membentuk gas dari glukosa dan laktosa. Untuk biakan isolasi primer B.pertussis, dapat digunakan medium perbenihan Bordet-Gengou, dengan medium transport Regan-Lowe.2,6 B.pertussis dapat mati dengan pemanasan pada suhu 55oC.6

Patofisiologi Penularan pertusis adalah melalui droplet aerosol yang masuk ke saluran pernapasan. B.pertussis akan mengikat silia sel epitel, kemudian bakteri ini akan bermultiplikasi dan mengeluarkan toksin. Toksin dari bakteri ini akan mengakibatkan proses inflamasi dan nekrosis trakea serta bronkus. Mukosa akan mengalami kongesti dan infiltrasi dari limfosit dan leukosit polimorfonuklear. Di samping itu, terjadi hiperplasia dari jaringan limfoid peribronkial diikuti oleh proses nekrosis pada lapisan basal dan pertengahan epitel bronkus. Lesi ini merupakan tanda khas pada pertusis.6Mekanisme patogenesis infeksi oleh B.pertussis terjadi dalam empat tahap; perlekatan sel bakteri pada sel epitel saluran pernafasan, perlawanan terhadap mekanisme pertahanan host, kerusakan lokal, dan akhirnya timbul penyakit sistemik. Beberapa komponen sel bakteri ini memainkan peran dalam patogenesis pertusis, yang akan dijelaskan di bawah. Pertusis toxin (PT) memainkan peran penting dalam patogenesis pertusis, dimana ia memfasilitasi perlekatan B.pertussis pada silia sel epitel saluran pernafasan. Namun dipercayai PT bukan bekerja sendiri dalam menghasilkan batuk paroksismal, karena B.parapertussis turut menghasilkan gejala klinis yang sama meskipun bakteri tersebut tidak mengekspresi PT.2 Filamentous hemagglutinin (FHA) merupakan komponen dinding sel pada semua species Bordetella, dan turut membantu dalam perlekatan sel bakteri. Adenylate cyclase toxin merupakan enzim selular yang mengganggu metabolisme sel host, dan sangat berperan dalam penghancuran sel bersilia.2 Seperti halnya pada bakteri Gram negatif yang lain, B.pertussis memproduksi lipopolisakharida (LPS; endotoksin). Toksisitas dari endotoksin ini relatif lebih rendah dibanding endotoksin pada basil enterik yang lain. Endotoksin ini bersifat imunogenik, dan merupakan faktor perlekatan sel bakteri. Komponen lain yang ditemukan adalah tracheal cytotoxin dan tracheal colonization factor. B.pertussis tidak memasuki jaringan, sehingga tidak ditemukan dalam darah. Fungsi silia yang terganggu menyebabkan aliran mukus terhambat dan terjadi penggumpalan mukus. Penumpukan mukus ini mengakibatkan obstruksi paru, kemudian terjadi gangguan pertukaran oksigen sehingga menyebabkan hipoksemia dan sianosis.Peran antibodi baik lokal maupun sistemik sangat berhubungan dengan proteksi tubuh terhadap pertussis. Stimulasi antibodi dapat menghalang perlekatan bakteri ini, sehingga akhirnya bakteri ini berangsur-angsur hilang dari saluran pernapasan, sekresi mukus akan berkurang, dan gerak silia akan pulih.Manifestasi klinikManifestasi klinis dari pertusis bergantung kepada beberapa faktor, antara lain umur, status imunisasi atau infeksi, adanya antibodi pasif, dan genetik host. Masa inkubasi untuk rata-rata kasus adalah 7 hingga 10 hari, perjalanan penyakitnya berlangsung sekitar 6 hingga 8 minggu.2 Gejala awal bersifat tidak spesifik, seringkali tidak beserta demam atau demam ringan. Perjalanan klinis penyakit ini berlangsung dalam tiga stadium yaitu stadium kataralis, paroksismal, dan konvalesen.Stadium kataralisTerjadi kongesti dan rhinorrhea, disertai demam, infeksi konjungtiva dan lakrimasi. Saat gejala-gejala ini berkurang, batuk mulai timbul sabagai batuk pendek, kering, dan intermitten. Selama stadium ini, gejala yang timbul seringkali sulit dibedakan dengan common cold. Kuman paling mudah diisolasi pada tahap ini.6 Batuk mula-mula timbul pada malam hari, kemudian turut timbul pada siang hari dan menjadi semakin hebat. Stadium ini berkisar antara 1 hingga 2 minggu.Stadium paroksismal/spasmodikBatuk mulai berkembang menjadi paroksismal yang tidak berhenti-henti, menjadi tanda khas pada pertusis. Batuk juga ditandai dengan whooping yaitu pada akhir serangan batuk, anak menarik nafas dengan cepat sehingga terdengar bunyi melengking, dan bisa diakhiri dengan muntah. Pada anak yang lebih tua, gejala whooping ini mungkin tidak terdengar, sedangkan pada bayi yang lebih muda, gejala yang lebih sering didapatkan adalah apneu, sianosis, dan muntah. Stadium ini berlangsung sekitar 2 hingga 4 minggu.Stadium konvalesensStadium ini ditandai dengan berhentinya whoop dan muntah, serangan paroksismal menurun. Batuk biasanya masih menetap untuk beberapa waktu, dan akan menghilang dalam 2 hingga 3 minggu. Pada beberapa penderita, batuk paroksismal dapat kembali dengan gejala whooping dan muntah. Episode ini bisa berulang-ulang untuk beberapa bulan, dan sering dihubungkan dengan infeksi saluran nafas bagian atas.6EpidemiologiPertusis merupakan penyakit menular dengan tingkat penularan yang tinggi, dengan angka serangan setinggi 100% pada individu rentan yang terpajan pada aerosol droplet pada rentang yang rapat.2 Penularan lebih tinggi terjadi pada kelompok masyarakat yang padat penduduknya. Sumber penularan pertusis adalah orang dewasa karier. Penyakit ini ditularkan melalui aerosol droplet dan memeganag benda-benda yang terkontaminasi sekret nasofaring.Epidemi penyakit ini terjadi di beberapa negara, seperti di Amerika Syarikat selama tahun 1977-1980 terdapat 102.500 penderita pertusis.6 Pada tahun 1983 di Indonesia diperkirakan terdapat 819.500 penderita pertusis dengan angka kematian 23.100 orang.6Penyebaran penyakit ini terdapat di seluruh dunia dan dapat menyerang semua peringkat umur. Penderita terbanyak adalah anak di bawah 1 tahun. Sekitar 35% kasus di Amerika Syarikat terjadi pada bayi berusia kurang dari 6 bulan. Bayi kulit hitam pada usia muda mempunyai insidens lebih tinggi dari bayi kulit putih.2 Pertusis juga lebih sering menyerang anak perempuan berbanding anak laki-laki.

Penatalaksanaan Penatalaksanaan pertusis meliputi tindakan suportif non spesifik dan terapi antibiotik. Tindakan suportif adalah penjagaan nutrisi, penyediaan oksigen, dan ventilasi jika diperlukan. Hindari makanan yang sulit ditelan, sebaiknya diberikan makanan cair. Sekiranya anak muntah, berikan nutrisi parenteral. Oksigen diberikan pada serangan batuk hebat dan sianosis. Terapi antibiotik yang paling efektif untuk kasus pertusis adalah eritromisin 50mg/kgBB/hari dalam 4 dosis sehari, selama 14 hari.2 Namun kini pengobatannya hanya diberikan selama 7 hari. Pengobatan alternatif adalah 8mg dari trimethoprin, 40 mg dari sulfamethoxazole/kgBB/hari dalam 2 dosis sehari, juga selama 14 hari.2

Komplikasi Terdapat tiga komplikasi major dari pertusis yaitu pada saluran pernafasan, pada sistem saraf pusat, dan malnutrisi. Pada saluran pernafasan, komplikasi yang dapat timbul adalah bronkopneumonia. Komplikasi ini paling sering terjadi dan menyebabkan kematian terutama pada bayi kurang dari 1 tahun. Lendir kental dapat menyumbat bronkiolus, sehingga dapat menyebabkan atelektasis. Selain itu, emfisema turut dapat terjadi, karena batuk yang hebat sehingga alveolus pecah. Komplikasi yang dapat terjadi pada sistem saraf pusat antara lain adalah anoksia, ensefalopati, perdarahan cerebral, di mana semua ini dapat mengakibatkan kejang. Komplikasi sistem saraf pusat sering terjadi pada bayi lebih muda.2 Komplikasi malnutrisi terjadi akibat muntah yang berterusan, terutama pada bayi. Gangguan elektrolit yang terjadi juga dapat mengakibatkan kejang.Komplikasi minor yang dapat terjadi adalah otitis media, karena batuk hebat, kuman masuk melalui tuba eustachius ke telinga tengah.6 Selain itu, fenomena haemorrhagic dapat terjadi seperti petechiae dan perdarahan subconjunctiva. Hernia juga dapat menjadi komplikasi karena peningkatan tekanan abdominal ketika serangan batuk. Apnea seringkali terjadi pada neonatus dan bisa menyebabkan kematian.2

PrognosisPrognosis bergantung pada usia. Anak yang lebih tua mempunyai prognosis yang lebih baik. Bayi mempunyai risiko kematian sebesar 0,5-1,0% akibat komplikasi ensefalopati.6 Dengan berkembangnya program imunisasi, angka mortalitas akibat pertusis telah menurun dengan signifikan.

PencegahanIsolasi: Anak yang diduga menderita pertusis harus dipisahkan dari anak yang lain sekiranya dirawat di rumah sakit. Mereka juga tidak boleh dibenarkan ke sekolah atau pusat penjagaan anak sehingga mereka menerima terapi selama 5 hari.Profilaksis: Kontak di rumah harus diprofilaksis dengan eritromisin. Imunisasi: Pemberian imunisasi merupakan cara terbaik dalam mengontrol pertusis. Anak diberikan vaksin pertusis yang terdiri dari B.pertussis yang telah dimatikan untuk menginduksi imunitas aktif. Vaksinasi diberikan bersama-sama dengan vaksin diphteri dan pertusis, tiga kali sejak umur 2 bulan, dengan jarak 8 minggu.6

Gambar 2. Jumlah kasus pertusis setelah program imunisasi diperkenalkan mulai tahun 1980 sehingga 2008Sumber: Elzouki AY et al. Textbook of clinical pediatrics. 2nd ed. Volume 1

PENUTUPPertusis merupakan penyakit yang sangat cepat menular melalui inhalasi droplet, tersebar di seluruh dunia. Meskipun penyakit ini dapat menginfeksi semua peringkat umur, anak-anak yang lebih muda yang terinfeksi B.pertussis lebih rentan mengalami komplikasi dari kuman tersebut. Program imunisasi yang direncanakan untuk bayi adalah cara terbaik untuk mencegah bayi dari terinfeksi oleh kuman B.pertussis.

DAFTAR PUSTAKA1. Rudolph CD, Rudolph AM. The respiratory system. In: Rudolphs pediatrics. 21st ed. New York: McGraw-Hill, Medical Pub. Division; 2003.p.1910-88.2. Gershon AA, Hotez PJ, Katz SL. Krugmans infectious diseases of children. 11th ed. USA: Mosby, Inc; 2004.p.443-60.3. Elzouki AY et al. Textbook of clinical pediatrics. 2nd ed. Volume 1. Heidelberg: Springer; 2012.p.1005-20, 1053-60.4. Smyth A. Pneumonia due to viral and atypical organisms and their sequelae. Br Med Bull (2002); 61(1):247-262.5. Fisher RG, Boyce TG. Moffets pediatric infectious disease. 4th ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2005.p.132-234.6. Rampengan TH. Penyakit infeksi tropic pada anak. Ed.2. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2005.h.19-29.15