makalah an or.docx

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikatan kimia tidak hanya terjadi dengan cara pembentukan persekutuan pasangan elektron antara atom – atom yang bergabung seperti halnya pada ikatan kovalen, melainkan dapat juga terjadi dengan cara perpindahan elektron yang menghasilkan ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Gaya tarik elektrostatik antara kedua ion yang berbeda muatan inilah yang memelihara kestabilan ikatan dalam spesies yang terjadi. Ikatan demikian ini dikatakan sebagai ikatan ionik : kenyataannya, hanya ada sedikit saja senyawa ionik murni. Satu percobaan yang paling sederhana yaitu pemasangan alat uji hantaran jenis (konduktivitas) di dalam air murni. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bohlam tidak menyala, yang berarti air tidak menghantar listrik. Tetapi jika ke dalam air dilarutkan garam NaCl, ternyata bohlam menyala. Pada tahun 1884, Svante Arrhenius mengajukan teori disosiasi elektrolit untuk menjelaskan hasil percobaan tersebut, dan pada waktu itu hampir tidak ada seorang pun menerima usulan teori tersebut. Namun demikian, mulai tahun 1891 terdapat banyak dukungan terhadap usulan teori bahwa partikel – partilel dalam larutan mengalami disosiasi menjadi ion – ion. Akhirnya pada tahun 1903 setelah signifikasi hasil kerjanya disadari oleh banyak ahli, Arrhenius diusulkan untuk mendapatkan hadiah nobel dalam

Upload: hery-karistiana

Post on 19-Jan-2016

27 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah An Or.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikatan kimia tidak hanya terjadi dengan cara pembentukan persekutuan

pasangan elektron antara atom – atom yang bergabung seperti halnya pada ikatan

kovalen, melainkan dapat juga terjadi dengan cara perpindahan elektron yang

menghasilkan ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Gaya tarik elektrostatik antara

kedua ion yang berbeda muatan inilah yang memelihara kestabilan ikatan dalam spesies

yang terjadi. Ikatan demikian ini dikatakan sebagai ikatan ionik : kenyataannya, hanya

ada sedikit saja senyawa ionik murni.

Satu percobaan yang paling sederhana yaitu pemasangan alat uji hantaran jenis

(konduktivitas) di dalam air murni. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bohlam

tidak menyala, yang berarti air tidak menghantar listrik. Tetapi jika ke dalam air

dilarutkan garam NaCl, ternyata bohlam menyala. Pada tahun 1884, Svante Arrhenius

mengajukan teori disosiasi elektrolit untuk menjelaskan hasil percobaan tersebut, dan

pada waktu itu hampir tidak ada seorang pun menerima usulan teori tersebut. Namun

demikian, mulai tahun 1891 terdapat banyak dukungan terhadap usulan teori bahwa

partikel – partilel dalam larutan mengalami disosiasi menjadi ion – ion. Akhirnya pada

tahun 1903 setelah signifikasi hasil kerjanya disadari oleh banyak ahli, Arrhenius

diusulkan untuk mendapatkan hadiah nobel dalam bidang kimia dan fisika; namun,

karena para fisikawan menolaknya, ia memerima hadiah nobel tersebut hanya dalam

bidang kimia. Pada waktu itu, masyarakat ilmumuwan (saintis) terbagi menjadi dua

kelompok, yaitu mereka yang percaya bahwa atom tak dapat terbagi dan mereka yang

tidak. Arrhenius melawan keduanya, dan ia menjelaskan bahwa garam dapur terpecah

menjadi ion – ion natrium dan ion klorida dalam larutan tetapi ion – ion ini tidak sama

dengan atom – atom natrium dan atom – atom klorin. Tak diragukan lagi bahwa ide

tersebut ditolak sehingga abad penemuan elektron (tahun 1895) oleh J. J Thomson

(yang mendapat hadiah nobel pada tahun 1906).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah yang dapat

dirumuskan adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah proses terbentuknya ikatan ionik?

Page 2: Makalah An Or.docx

2. Bagaimanakah karakteristik senyawa ionik?

3. Bagaimanakah struktur kristal senyawa ionik?

4. Bagaimanakah kisi kristal senyawa ionik?

1.3. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, adapun tujuan dari penulisan makalah ini

adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui bagaimanakah pross terbentuknya ikatan ionik.

2. Untuk mengetahui karakteristik senyawa ionik.

3. Untuk mengetahui struktur kristal senyawa ionik.

4. Untuk mengetahui kisi kristal senyawa ionik.

1.4. Manfaat Penulisan

Tulisan ini diharapkan bermanfaat bagi semua pihak antara lain sebagai berikut.

1. Bagi penulis adalah untuk memperdalam disiplin ilmu kimia, khususnya tentang

proses pembentukan senyawa ionik, karakteristik senyawa ionik, polarisasi dan

kovalensi senyawa ionik, struktur kristal senyawa ionik serta kisi kristal

senyawa ionik.

2. Bagi pembaca adalah untuk menambah wawasan tentang senyawa ionik dan

memperoleh pengetahuan mengenai proses pembentukan senyawa ionik,

karakteristik senyawa ionik, polarisasi dan kovalensi senyawa ionik, struktur

kristal senyawa ionik serta kisi kristal senyawa ionik.

Page 3: Makalah An Or.docx

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. PEMBENTUKAN IKATAN IONIK

Perkembangan munculnya teori ionisasi mendorong pemahaman adanya

senyawa ionik dan senyawa kovalen atau non ionik. Senyawa ionik sederhana terbentuk

hanya antara unsur – unsur metalik dan nonmetalik yang keduanya sangat aktif. Dua

persyaratan penting yaitu, energi ionisasi untuk membentuk kation dan afinitas elektron

untuk membentuk anion harus lebih unggul (favourable) ditinjau dari pertimbangan

energi. Ini bukan berarti kedua reaksi pemebentukan ion – ion tersebut harus

eksotermik, tetapi lebih berarti bahwa reaksi tidak membutuhkan energi yang terlalu

besar. Jadi, persyaratan untuk terjadi ikatan ionik yaitu pertama, salah satu atom unsur

harus mampu melepas satu atau dua elektron (jarang tiga elektron) tanpa memerlukan

banyak energi, dan kedua, atom unsur lain harus mampu menerima satu atau dua

elektron (hampir tidak pernah tiga elektron) tanpa memerlukan banyak energi. Oleh

karena itu, ikatan ionik banyak dijumpai pada senyawa dari logam golongan 1, 2,

sebagian tiga, dan beberapa logam transisi dengan bilangan oksidasi rendah, dan

nonlogam golongan halogen, oksigen, dan nitrogen. Semua energi ionisasi adalah

endotermik; afinitas elektron adalah eksotermik hanya bagi halogen, tetapi endotermik

tidak berlebihan bagi oksigen dan nitrogen.

2.2. KARAKTERISTIKA SENYAWA IONIK

Pada temperatur kamar, senyawa kovalen dapat berwujud padat, cair, dan gas,

tetapi senyawa ionik berwujud padat dan mempunyai sifat – sifat sebagai berikut.

1. Senyawa ionik cenderung mempunyai konduktivitas listrik sangat rendah seperti

padatan, tetapi manghantar listrik sangat baik pada keadaan leburannya. Daya hantar

listrik ini diasosiasikan dengan adanya ion – ion positif atau negatif yang bergerak

bebas karena pengaruh medan listrik. Dalam keadaan padat, ion – ion ini diikat kuat

dalam kisi, tidak mengalami migrasi atau perpindahan, dan juga tidak membawa

arus listrik. Sebagai catatan, sesungguhnya tidak ada bukti yang mutlak adanya

adanya ion – ion dalam padatan, misalnya NaCl,. Kenyataan bahwa ion – ion

didapat dalam larutan (air) bukan merupakan bukti bahwa ion – ion yang

bersangkutan juga ada dalam kristal padatannya. Keberadaan ion – ion dala padatan

Page 4: Makalah An Or.docx

hanyalah merupakan asumsi saja berdasarkan sifat – sifat yang diinterpretasikan

dengan gaya tarik – menarik elektrostasik.

2. Senyawa ionik cenderung mempunyai titik leleh tinggi; ikatan ionik biasanya sangat

kuat dan terarah ke segala arah. Ini bukan berarti bahwa ikatan ionik sangat lebih

kuat daripada ikatan kovalen, melainkan karena sebaran arah ikatan ke segala arah

inilah yang merupakan faktor penting kaitannya dengan tingginya titik leleh.

3. Senyawa ionik biasanya sangat keras tetapi rapuh. Kekerasan senyawa ionik

mengikuti konsekuensi argumen di atas sekalipum perlakuannya melalui pemisahan

secara mekanik daripada pemisahan secara termal terhadap gaya tarik – menarik

antar ion. Jika cukup gaya untuk menggeser sedikit ion – ion (misalnya dalam unit

sel NaCl, panjang ikatan menjadi memendek separohnya), maka gaya tarik –

menarik mula – mula akan berubah menjadi gaya tolak – menolak karena kontak

antar anion dan antar kation menjadi lebih signifikan..

4. Senyawa ionik biasanya larut dalam pelarut polar dengan permitivitas (tetapan

dielektrikum) tinggi.

a. Model Ionik Dan Ukuran Ion

Berdasarkan elektronegativitas Pauling, jika perbedaan elektronegativitas antara

dua atom yang berikatan kovalen membesar, sifat ikatan menjadi semakin polar.

Akhirnya, jika perbedaan tersebut sedemikian besarnya sehingga pasangan elektron

sekutu menjadi terabaikan karena lebih mendekat kepada salah satu pihak, maka ikatan

yang terjadi dapat dikatakan sebagai ikatan ionik. Dengan demikian, ikatan ionik secara

sederhana adalah gaya atraksi (tarik – menarik) elektrostatik antara ion positif dengan

ion negatif.

Pauling melukiskan bahwa kenaikan perubahan perbedaan elektronegativitas

akan mengakibatkan kenaikan sifat ionik secara kontinu, perlahan. Perbedaan

elektronegativitas nol merupakan titik ekstrim sifat kovalen murni, perbedaan berkisar

1,7 merupakan pertengahan sifat kovalen – ionik, dan perbedaan lebih besar 3,4

merupakan titik ekstrem sifat ionik murni. Jadi, sesungguhnya tidak ada garis pembatas

yang tegas antara karakter kovalen dan ionik, dan kenyataannya banyak ditemui

senyawa yang termasuk kategori “intermediate” (antara), yaitu kovalen polar artinya

bersifat ionik parsial, dan ionik yang bersifat kovalen parsial.

Page 5: Makalah An Or.docx

Karena logam umumnya mempunyai sifat elektronegatifitas rendah dan

nonlogam bersifat elektronegativitas tinggi, senyawa yang dibentuk dari keduanya

sering termasuk kategori ionik. Menurut model ionik murni, beberapa elektron valensi

telah berpindah dari atom berelektronegativitas rendah ke atom berelektronegativitas

tinggi.

Ukuran atom dalam periode semakin kecil dengan naiknya nomor atom (dari kiri

ke kanan) sebagai akibat naiknya muatan inti efektif, Zef. Tetapi, perubahan atom

menjadi ion mengakibatkan perubahan yang komparatif besar pada ukurannya.

Pembentukan ion logam (kation) dari atomnya biasanya melibatkan pelepasan semua

elektron valensi, sehingga ukuran kation akan menjadi jauh lebih kecil daripada ukuran

atom induknya. Sebagai contoh, jari – jari atom natrium yaitu 186 pm, tetapi jari – jari

ionnya, Na+, hanya 116 pm. Dengan demikian terjadi penyusutan ukuran yang sangat

dramatik. Volume bola (atom/ion), yaitu V = 4/3 π r3, maka penyusutan jari – jari kation

tersebut mengakibatkan penyusutan ukuran ion Na+ menjadi kira –kira hanya ¼ ukuran

atom induknya, Na.

Untuk anion berlaku sebaliknya; ukuran ion negatif lebih besar daripada atom

induknya. Sebagai contoh, jari – jari kovalen atom oksigen adalah 74 pm, tetapi jari –

jari ion oksidanya (O2-) adalah 124 pm; dalam hal ini terdapat kurang lebih lima kali

lipat kenaikan ukuran anion dari atom induknya. Kenaikan jari – jari anion ini dapat

dijelaskan bahwa, dengan penangkapan elektron (tambahan) mengakibatkan

mengecilnya muatan inti efektif, Zef, terhadap individu elektron terluar; akibatnya, gaya

tarik inti melemah sehingga ukuran anion menjadi lebih besar daripada atom induknya.

b. Kecenderungan Pada Jari – Jari Ionik

Jari – jari kation semakin lebih menyusut untuk sederet spesies isoelektronik

dalam satu periode dengan naiknya muatan ion. Sebagai contoh, 11Na+, 12Mg2+, dan

13Al3+, secara berurutan mempunyai jari – jari ionik 116, 86, dan 68 pm; ketiga – tiganya

isoelektronik, mempunyai 10 elektron dengan konfigurasi elektronik 1s2 2s2 2p6. Satu –

satunya perbedaan adalah jumlah proton didalam intinya; makin besar jumlah proton

atau muatan inti makin besar muatan inti efektifnya, Zef, dan oleh karena itu makin kuat

gaya tariknya terhadap elektron sehingga makin kecil ukuran dan jari – jari ionnya.

Sebaliknya, jari – jari anion menjadi lebih menyusut untuk sederet spesies isoelektronik

dalam satu periode dengan menyusutnya muatan ion. Sebagai contoh, 7N3-, 8O2-, dan 9F-,

Page 6: Makalah An Or.docx

secara berurutan mempunyai jari – jari ionik 132, 124, dan 117 pm. Ketiga spesies

anionik ini adalah isoelektronik (10 elektron) dan dengan argumentasi yang sama

seperti tersebut di atas dapat dijelaskan menyusutnya ukuran anion ini. Kedua contoh

seri kation (Na+, Mg2+, Al3+) dan anion (N3-, O2-, F-) tersebut juga isoelektronik, dan

dengan demikian menunjukkan begitu lebih besarnya ukuran anion daripada kation;

secara umum memang benar bahwa kation logam lebih kecil ukurannya daripada anion

nonlogam.

Dalam golongan, ukuran atom semakin besar dengan naiknya nomor atom (dari

atas ke bawah), demikian juga ukuran ionnya. Sebagai contoh, anion halogenida, F -, Cl-,

Br--, dan I, secara berurutan mampunyai jari – jari ionik 117, 167, 182, dan 206 pm.

c. Kecenderungan pada Titik Leleh

Ikatan ionik adalah hasil dari gaya tarik – menarik satu ion dengan ion – ion

lawan muatan disekelilingnya dalam kisi kristal. Proses pelelehen melibatkan

pemutusan parsial gaya tarik – menarik tersebut dan mengijinkan ion – ion bergerak

bebas ddalam fase cairnya. Titik leleh yang tinggi bagi senyawa ionik menandakan

bahwa ikatan ionik tentulah sangat kuat. Semakin kecil ukuran ion berarti semakin

terpusat muatannya sehingga semakin kuat pula ikatan ioniknya, dan dengan demikian

semakin tinggi titik lelehnya. Hal ini ditunjukkan oleh contoh sederet senyawa halida,

KF, KCl, KBr, dan KI, yang secara berurutan mempunyai titik leleh 857, 772, 735, dan

6850C.

Perbedaan titik leleh secara mencolok dapat terjadi oleh karena perbedaan

muatan, yaitu semakin tinggi muatan semakin tinggi pula titik lelehnya. Sebagai contoh

yaitu, NaCl (Na+ Cl-) meleleh pada 8010C, sedangkan MgO ( Mg2+ O2-) meleleh pada

temperatur sangat tinggi, 2800 0C.

2.3. POLARISASI DAN KOVALENSI

Walaupun sebagian besar penggabungan logam dan non-logam mempunyai

karakter senyawa ionik, terdapat beberapa kekecualian. Kekecualian ini terjadi apabila

elektron terluar dari anion tertarik begitu kuatnya ke arah kation sehingga

mengakibatkan terbentuknya ikatan kovalen hingga derajat kovalensi tertentu, artinya

rapatan anion terdistorsi ke arah kation. Distorsi (penyimpangan) dari bentuk ideal

anion yaitu speris (bola) ini disebut sebagai polarisasi. Semakin besar sifat polarisasi

Page 7: Makalah An Or.docx

anion semakin besar derajat ikatan kovalensinya. Aturan yang dikemukakan oleh

Kasimir Fajans perihal polarisasi yaitu sebagai berikut.

1. Kation dengan ukuran semakin kecil dan muatan positif semakin tinggi akan

mempunyai daya mempolarisasi semakin tinggi.

2. Anion dengan ukuran semakin besar dan muatan negatir semakin besar akan

semakin mudah terpolarisasi.

3. Kation yang mempunyai konfigurasi elektronik bukan konfigurasi elektronik gas

mulia mempunyai daya mempolarisasi lebih kuat.

Salah satu cara yang paling mudah untuk membedakan sifat ionik dari sifat

kovalen suatu spesies yaitu dengan membandingkan titik lelehnya; senyawa ionik (dan

juga jaringan senyawa kovalen) cenderung mempunyai titik leleh tinggi, dan senyawa

kovalen sederhana mempunyai titk leleh rendah. Sebagai contoh, senyawa AlF3 dan

AlI3, masing – masing mempunyai titik leleh yang sangat berbeda yaitu secara berurutan

1290 dan 1900C. Ion fluorida mempunyai jari – jari ionik 117 pm, jauh lebih kecil

daripada jari – jari ionik iodida, 206. Data jari – jari ini menghasilkan ukuran volume

anion iodida sebesar kira – kira 5 ½ atau 2063/1173 kali volume ion fluorida. Tingginya

titik leleh aluminium fluorida menyarankan bahwa senyawa ini lebih bersifat ionik, dan

ini berarti bahwa ion fluorida karena kecilnya ukuran tidak atau sukar terpolarisasi oleh

ion Al3+, sehingga senyawa yang terbentuk, yaitu AlI3, lebih bersifat kovalen dengan

titik leleh yang jauh lebih rendah. Bandingkan dengan titik leleh senyawa KI (6850C),

demikian pula KF (8570C).

Karena jari – jari ionik dengan sendirinya bergantung pada muatan ionnya, maka

besarnya muatan kation yang sering merupakan petunjuk yang baik untuk menentukan

derajat kovalensi spesies (sederhana) yang bersangkutan. Kation dengan muatan +1 dan

+2, biasanya mendominasi sifat ionik, sedangkan kation dengan muatan +3 membentuk

senyawa ionik hanya dengan anion yang sangat sukar terpolarisasi seperti ion fluorida.

Kation dengan muatan teoritik +4 atau yang lebih tinggi sesungguhnya tidak dikenal

sebagai ion, dan senyawanya sering diperhitungkan sebagai senyawa yang didominasi

oleh sifat kovalen. Sebagai contoh, MnO mempunyai titik leleh 17850C tetapi Mn2O,

berupa cair pada temperatur kamar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mn(II)

membentuk kisi kristal ionik dalam MnO, tetapi Mn(VII) membentuk molekul kovalen

dalam Mn2O7. Perhitungan rapatan muatan menghasilkan harga 84 C mm-3 untuk ion

Page 8: Makalah An Or.docx

Mn2+ dan 1240 C mm-3 untuk ion Mn7+ (andaikata ion ini ada). Ion ini (Mn7+) sangat

tinggi (rapatan) muatan positifnya, demikian juga ukurannya tentu jauh lebih kecil

daripada ukuran ion Mn2+, sehingga mempunyai daya mempolarisasi yang sangat kuat

terhadap anion oksida; akibatnya, senyawaan yang terbentuk bersifat kovalen

sebagaimana ditunjukkan oleh rendahnya titik leleh.

Aturan Fajans yang ke tiga, berkaitan dengan kationn yang mempunyai

konfigurasi elektronik bukan gas mulia. Sebagai contoh yaitu kation Ag+ (dengan

konfigurasi [Ar] 4d10), demikian juga Cu+, Sn2+, dan Pb2+. Senyawaan perak halida, AgF,

AgCl, AgBr, dan AgI, masing – masing mempunyai titik leleh 435, 455, 430, dan

5580C, yang secara berurutan lebih rendah kira – kira 3000C dari pada titik leleh kalium

halida. Dengan demikian, kation perak mempunyai daya mempolarisasi yang lebih kuat

daripada kation K+, sehingga senyawaan perak halida lebih bersifat kovalen dari pada

senyawaan kalium halida. Petunjuk lain perihal sifat kovalensi halida perak yaitu

kenyataannya bahwa halida perak (kecuali fluorida) sukar larut dalam air. Proses

pelatutan dalam pelerut polar disebabkan adanya interaksi antara molekul air (polar)

dengan muatan ion; menurunnya sifat ionik atau naiknya sifat kovalen halida perak

mengakibatkan melemahnya interaksi tersebut hingga cenderung sukar larut. Untuk

perak fluorida, kecilnya ukuran ion fluorida menyebabkan kurangnya sifat terpolarisasi

oleh kation perak hingga senyawa ini paling bersifsat ionik daripada halida perak yang

lain, dan akibatnyad mudah larut dalam air.

Contoh lain yaitu perbandingan sifat oksida- dan sulfida- natrium dengan

tembaga (I). Kedua kation ini mempunyai jari – jari yang hampir sama. Oksida maupun

sulfida natrium bersifat ionik dan larut bereaksi dengan air, tetapi oksida dan sulfida

tembaga (I) tidak larut dalam air. Menurut aturan Fajans ke tiga, kation Cu)I) dengan

konfigurasi elektronik bukan gas mulia mempunyai daya daya mempolarisasi yang lebih

kuat hingga mempunyai kecenderungan lebih kovalen. Hal ini paralel dengan besarnya

perbedaan elektronegativitas yaitu ~2,5 untuk natrium oksida yang berarti lebih bersifat

ionik, dan ~1,5 untuk tembaga (I) oksida yang berarti lebih bersifat kovalen.

Hidrasi Ion

Apabila gaya tarik elektrostatik antara ion – ion merupakan gaya pengikat

senyawa ionik, pertanyaan yang muncul yaitu apa yang sesungguhnya menjadi gaya

penggerak yang melarutkan banyak senyawa ionik dalam air? Jawabnya yaitu

Page 9: Makalah An Or.docx

terbentuknya imteraksi ion-dipol antara senyawa ion dengan molekul air. Molekul air

bersifat polar (terkutub), dipol, dengan muatan negatif lebih terpusat pada atom oksigen

dan positif pada atom hidrogen. Pada proses pelarutan senyawa ionik, kutub negatif

oksigen dari molekul air akan mengepung dan menarik kation, dan kutub positif atom

hidrogen dari molekul air akan mengepung dan menarik anion. Jika interaksi ion-dipol

lebih kuat daripada jumlah dari gaya tarik antarion dan gaya antarmolekul air, maka

proses pelatutan akan berlangsung. Secara sederhana, proses pelarutansenyawa ionik

NaCl dalam air dapat dituliskan sebagai berikut:

Na+ Cl- + 2n H2O → Na+ (H2O)n + Cl- (H2O)n

atau Na+ Cl- + H2O → Na+(aq) + Cl-

(aq)

Hal ini sering dikatakan bahwa ion – ion tersolvasi (artinya terikat oleh pelarut –

solvent) atau terhidrasi dalam pelarut air. Apabila senyawa ionik mengkristal dari

pelarutnya (air), sangat sering molekul air terkorporasi ke dalam kristal, dan hasilnya

sering disebut hidrat.

2.4. STRUKTUR KRISTAL IONIK

Zat padat dapat diklasifikasi atas dasar tipe ikatan, yaitu ionik, kovalen, metalik,

dan vander waals dan atas dasar simetri kristal dalam hal hubungan antar panjang dan

sudut sumbu – sumbu kristal yaitu kubus, tetragonal, ortorombik, heksagonal,

rombohedral, monoklinik, dan triklinik. Klasfikasi kristal atas dasar tipe ikatan

berdasarkan pada amatan terhadap sifat – sifat hantaran listrik, kekerasan, titik leleh,

dan sebagainya dalam kombinasinya dengan pengetahuan kimiawi atom – atom yang

terlibat. Sedangkan, klasifikasi kristal atas dasar sifat simetrinya bergantung pada

penelitian kristal oleh refleksi sinar-X untuk menentukan sudut – sudut antar muka atau

oleh difraksi sinar-X untuk menemukan keteraturan internal.

Untuk melukiskan sifat simetri suatu kristal dipermudah dengan mengenalkan

konsep sumbu – sumbu kristalografi. Sumbu – sumbu ini biasanya menunjuk pada arah

yang penting dalam kristal sebagaimana didefnisikan oleh permukaan – permukaan

kristal yang bersangkutan. Tiga sumbu a,b, dan c dan sudut – sudut α, β, dan γ adalah

cukup untuk melukiskan klas suatu kristal. Dalam banyak hal sumbu c diarahkan sejajar

terhadap kenampakan arahan unik kristal yang bersangkutan, misalnya arah

Page 10: Makalah An Or.docx

pemanjangan atau pemendekan. Sumbu – sumbu a dan b yang keduanya tidak dapat

sebidang dengan sumbu c mewakili arahan terpilih kristal yang bersangkutan. Bidang –

bidang kristal dilukis menurut perpotongannya dengan sumbu – sumbu tersebut. Atas

dasar perbedaan ukuran ketiga sudut dan ulangan jarak ketiga sumbu tersebut terdapat

tujuh klas kristal sebagaimana ditunjukkan dalam tabel berikut.

Kelas Kondisi sumbu dan sudut satuan sel

Kubus

Ortorombik

Tetragonal

Monoklinik

Triklinik

Heksagonal

Rombohedral (Trigonal)

a = b = c; α = β = γ= 900C

a ≠ b ≠ c; α = β= γ = 900C

a = b ≠ c; α = β = γ = 900C

a ≠ b ≠ c; α = γ = 900C ≠ β

a ≠ b ≠ c; α ≠ β ≠ γ ≠ 900C

a = b ≠ c; α = β = 900C; γ = 1200C

a = b = c; α = β = γ ≠ 900C

Tabel.1

Struktur kristal dapat dibedakan berdasarkan tipe kisi Bravais atau kisi ruang

yang dibangun berdasarkan pada sifat simetri unit sel dan translasi yang diperlukan

dalam memperoleh titik – titik ekivalen di dalam unit sel yang bersangkutan. Hasilnya

yaitu terdapat empat belas macam bangun geometri kisi Bravais.

Oleh karena adanya translasi titik – titik kisi (translasi nonprimitif) inilah yang

mengakibatkan beberapa kemungkinan kisi ruang menjadi tidak perlu ada karena hal ini

dapat diperoleh dari salah satu dari ke -14 kisi Bravais tersebut. Sebagai contoh, kisi

tetragonal pusat muka (BIJK-FLMN) tidak diperlukan, karena kisi ini dapat diperoleh

dari translasi titik – titik kisi tetragonal pusat badan (ABCD-EFGH) yang mempunyai

sifat simetri lebih tinggi.

2.5. KISI KRISTAL SENYAWA IONIK

Senyawa ionik berupa padatan, oleh karena itu tataan ion – ion dalam kisi

kristalnya dapat diberlakukan seperti halnya kemasan pada logam. Pada umumnya

anion mempunyai ukuran lebih besar daripada kation, sehingga anion – anion akan

membentuk suatu kemasan, sedangkan kation terselip dalam rongga – rongga di

Page 11: Makalah An Or.docx

antaranya yang disebut intertisi. Sebelum pembicaraan kemasan lebih lanjut, prinsip

umum bagi kisi ionik diuraikan sebagai berikut.

1. Ion – ion diasumsikan sebagai bola – bola bermuatan yang tak terkompresi dan tak-

terpolarisasi. Sesungguhnya semua senyawa ionik juga mengandung sifat kovalensi

meskipun hanya dalam persentase kecil, dan kenyataannya model bola keras berlaku

baik bagi hampir semua senyawa ionik.

2. Ion – ion mengatur dirinya sedemikian sehingga dikelilingi oleh ion lawan muatan

sebanyak – banyaknya dan sedekat – dekatnya. Khususnya, hal ini terjadi bagi

kation, dan kemas rapat yang diadopsi ternyata tidak mengakibatkan anion – anion

pengeliling saling bersentuhan.

3. Rasio kation terhadap anion harus menggambarkan komposisi kimiawi senyawa

yang bersangkutan. Misalnya, struktur kristal CaCl2 harus tersusun oleh tataan ion –

ion klorida dan kation kalsium yang banyaknya hanya setengah jumlah ion klorida

dalam kisi kristal.

Beberapa sifat yang membedakan senyawa ionik dari senyawa kovalen, secara

sederhana dapat dilihat dari struktur kristalnya. Kristal ionik dibangun oleh kisi – kisi

yang tersusun oleh ion – ion positif dan ion – ion negatif sedemikian sehingga gaya –

gaya tarik – menarik antara ion – ion yang berlawanan muatan mencapai maksimum

dan gaya tolak – menolak antara ion – ion senama muatan mencapai minimum.

Kemas rapat bola – bola dengan ukuran sama menyisakan dua tipe celah,

lubang, ruan terbuka, atau rongga antara lapis – lapisnya. Satu metode pendekatan untuk

visualisasi struktur kristal senyawa ionik yaitu menggambarkan rakitan (array) kemas

rapat ion – ion, dengan ion – ion yang lebih kecil ukurannya menempati rongga.

Biasanya, anion – anion yang umumnya lebih besar ukurannya membentuk kemas rapat,

dan kation yang lebih kecil ukurannya menempati rongga yaitu rongga tetrahedral dan

atau rongga oktahedral; tetapi dalam beberapa kasus situasi ini dapat terbalik. Suatu

rakitan anion – anion mungkin terbuka total dan agaknya memulai dari kemas rapat

untuk mengakomodasi kation di dalam rongga. Misalnya dalam kristal natrium klorida,

kation Na+ menempati rongga oktahedral dalam rakitan kemas rapat kubus pusat muka

Cl- yang sedikit mengembang. Ada satu rongga oktahedral tiap ion Cl -, dan semua

rongga ditempati oleh ion Na+ sehingga mencapai stoikiometri NaCl = 1:1. Setiap ion

Na+ dalam rongga oktahedron dikelilingi oleh enam ion Cl-, demikian juga

Page 12: Makalah An Or.docx

sesungguhnya tiap ion Cl- dikelilingi oleh enam ion Na+ sehingga masing – masing

mempunyai bilangan koordinasi enam.

Apabila ukuran kation relatif terlalu besar, mungkin kation ini tidak cocok baik

ke dalam rongga tetrahedron ataupun rongga oktahedron dalam kemas rapat anion yang

bersangkutan. Dalam kasus demikian anion – anion membangun rakitan kubus

sederhana yang menyisakan rongga kubus yang menyediakan ruang/celah cukup untuk

kation yang lebih besar. Satu kation di dalam rongga kubus mempunyai bilangan

koordinasi delapan; contoh untuk ini yaitu CsCl.

Tabel 2. Beberapa senyawa dengan struktur kristal khusus

Struktur Kristal Contoh Senyawa

Rock-salt NaCl, LiCl, KBr, RbI, AgCl, AgBr, MgO,

CaO, TiO, FeO, NiO, SnAs, UC, ScN

Sesium klorida CsCl, CaS, CuZn, TlSb

Sfalerit (zink blende) ZnS, CuCl, CdS, HgS, GaP, InAs

Wurtzit ZnS, ZnO, BeO, MnS, AgI, AlN, SiC,

Fluorit CaF2, HgF2, BaCl2, PbO2, UO2

Antifluorit K2O, Na2O, Li2O, K2S, Na2S, Na2Se

Rutil TiO2, MnO2, SnO2, WO2, MgF2, NiF2

Perovskit CaTiO3, BaTiO3, SrTiO3

Nikel arsenida NiAs, NiS, FeS, CoS, PtSn

*) Senyawa yang dicetak tebal memberi nama struktur kristal kelompoknya

Struktur kristal ion dipengaruhi oleh muatan relatif dan ukuran relatif ion – ion

yang bersangkutan. Suatu kristal ion bersifat stabil apabila setiap kation tepat

menyinggung anion – anion disekelilingnya demikian pula sebaliknya. Kation yang

lebih kecil membuat singgungan terbaik apabila dengan empat anion tetangga terdekat

membentuk bilangan koordinasi empat, dan menempati rongga tetrahedron yang lebih

kecil daripada rongga oktahedron. Ada dua rongga tetrahedron tiap anion dalam satu

rakitan kemas rapat anion. Dalam senyawa dengan stoikiometri 2:1 seperti Li2O dan

Na2S misalnya, setiap rongga tetrahedron ditempati oleh suatu kation.

Senyawa – senyawa yang mempunyai struktur kristal sama dikatakan isomorfis.

Beberapa senyawa ini dapat mengkristal secara bersamaan menghasilkan campuran

Page 13: Makalah An Or.docx

kristal. Misalnya, campuran NaNO3 dan CaCO3 membentuk kristal campuran, walaupun

sifat – sifat fisik dan semua sifat kimiawi keduanya berbeda satu sama lain.

Semua struktur kristal ion dapat dikenali menurut sistem kristal yang telah

dibicarakan sebelumnya, dan kerakteristika padatan ionik ditunjukkan Tabel 2.2. Untuk

mempermudah visualisasi, bangun kisi kristal sering dilukiskan menurut model kemas

rapat stick and ball, sehingga baik bangun geometri, jumlah atom atau ion maupun

bilangan koordinasi dapat ditentukan dengan mudah. Senyawa sederhana dengan rasio

formula kation /anion 1:1, 1:2, 2:1, dan 2:2 akan dijelaskan secara ringkas seperti

berikut ini.

a. Struktur natrium klorida

Natrium klorida mengkristal dalam bentuk kubus pusat muka (face centered

cube, fcc). Untuk membayangkan bentuk ini perhatikan saja posisi salah satu ion –

ion yang sama, ion – ion Na+ saja atau ion – ion Cl- saja pada sistem satu unit sel

kristal. Delapan ion Cl- (lingkaran terang-besar) menempati kedelapan sudut suatu

kubus, enam ion Cl- yang lain (lingkaran berbintik-besar) menempati keenam pusat

muka kubus ini. Jika kubus tersebtu diperluas/diperpanjang dengan tambahan

masing – masing satu muka lagi ke arah horizontal (kiri-kanan, muka-belakang) dan

vertikal (atas-bawah), maka akan terlihat bahwa tiap ion Na+ sesungguhnya

menempati pusat setiap bangun oktahedron ion Cl-. Dengan demikian kristal NaCl

dapat dikatakan mempunyai bangun kemas rapat kubus pusat muka ion Cl - dengan

ion Na+ yang lebih kecil menempati rongga oktahedral. Selain itu, perluasan bangun

ini juag akan memperlihatkan adanya bentuk kubus pusat muak yang dibangun oleh

ion – ion Cl-. Oleh karena itu, kisi kristal natrium klorida merupakan dua kisi kubus

pusat muka yang saling tertanam di dalamnya (interpenetrasi).

Maka, masing – masing ion mempunyai bilangan koordinasi enam. Dalam

satu unit sel, jumlah masing – masing ion/atom dengan mudah dapat ditentukan

yaitu empat, sehingga memenuhi stoikiometri 1:1 dengan formula NaCl.

b. Struktur sesium klorida

Berbeda dari NaCl, sesium klorida, CsCl, mengkristal dalam bentuk kubus

sederhana atau kubus primitif , jadi bukan termasuk kemas rapat. Hal ini berkaitan

dengan ukuran Cs+ yang relatif lebih besar sehingga memerlukan rongga yang lebih

besar daripada rongga oktahedron. Di dalam kisi kristalnya ion – ion Cl- menempati

Page 14: Makalah An Or.docx

kedelapan titik sudut kubus dan ion-pasangannya, Cs+ menempati pusat badan kubus

ini. Dengan demikian, bilangan koordinasi ion Cs+ dapat ditentukan dengan mudah,

yaitu delapan karena dihubungkan dengan delapan ion Cl-. Kedelapan ion Cl-

masing – masing menempati posisi yang ekivalen dengan nilai yang sama dalam

satu unit sel-nya yaitu 1/8, dan mempunyai “satu stick” penghubung sebagai

bilangan koordinasi. Dengan kata lain tiap ion Cl- tentu mempunyai “delapan stick”

penghubung atau bilangan koordinasi delapan.

c. Struktur zink blende dan wurtzit

Zink sulfida, ZnS, merupakan satu contoh senyawa polimorf, mengkristal

dalam dua macam bentuk kisi yang sangat berbeda yaitu zink blende dan wurtzit.

Dalam kedua macam bentuk ini kedua ion masing – masing mempunyai bilangan

koordinasi empat. Zink blende mempunyai struktur kemas rapat kubus pusat muka

anion dengan kation mengisi setengah rongga tetrahedron. Dalam satu unt sel,

masing – masing atom/ion dapat dihitung dengan mudah yaitu empat untuk kubus

pusat muka atom S dan empat untuk atom Zn interior sehingga dipenuhi rasio

stoikiometri 1:1.

Wurtzit mempunyai struktur kemas rapat heksagonal anion dengan kation

mengisi setengah rongga tetrahedron yang menunjukkan lapis A-B-A untuk atom s.

Dalam satu unit sel, terdapat enam atom Zn yang terdiri dari empat atom interior,

dan 1/3 x 6 atom sudut heksagonal “tengah”; demikian juga terdapat enam atom S

yang terdiri atas tiga atom interior 2 x 1/6 x 6 atom muka, dan ½ x 2 atom “pusat”

muka. Dengan demikian, bangun ini memenuhi rasio stoikiometri 1:1. Pada kedua

bentuk ini, masing – masing kation dan anion mempunyai bilangan koordinasi

empat.

d. Struktur fluorit

Kalsium fluorida, CaF2, mengkristal dalam bentuk struktur fluorit. Struktur

ini merupakan kemas rapat kubus pusat muka kation (Ca2+) dan anion (F-)

menempati semua (delapan) rongga tetrahedral. Dengan demikian, dalam satu unit

sel terdapat empat atom Ca dan delapan atom F sehingga dipenuhi rasio stoikiometri

1:2. Bilangan koordinasi anion F- dengan mudah dapat dikenali yaitu empat, sesuai

dengan posisinya sebagai atom interior yang menempati rongga tetrahedral dengan

empat “stick” penghubung. Bola kation menempati dua macam posisi yaitu posisi

Page 15: Makalah An Or.docx

sudut kubus dan pusat muka kubus. Untuk posisi sudut kubus (1/8 atom)

dihubungkan dengan satu “stick” penghubung dan ini ekivalen dengan posisi pusat

muka kubus (1/2 atom) yang dihubungkan dengan empat “stick” penghubung.

Kedua posisi ini menghasilkan bilangan koordinasi delapan untuk kation. Jika baik

posisi maupun jumlah kation dan anion dibalik, hasilnya yaitu struktur antifluorit,

misalnya Li2O dan Na2O.

e. Struktur rutil

Titanium dioksida, TiO2 bersifat polimorf, mengkristal dalam dua macam

bentuk, yaitu rutil dan anatase. Rutil merupakan bangun kemas rapat heksagon

anion (O2-) dan kation (Ti4+) menempati hanya setengah rongga oktahedral. Susunan

demikian ini menghasilkan struktur tetragon dengan kation menempati pusat badan

dan kedelapan sudutnya, sehingga memberikan nilai dua kation dalam satu unit

selnya. Sedangkan keenam anion oksida yang mengakomodasi rongga oktahedral-

isi, dua menempati posisi interior dan empat yang lain dua-dua menempati posisi

dua bidang muka tetragon sehingga memberikan total nilai empat anion. Dengan

demikian, struktur ini menghasilkan rasio stoikiometri kation/anion 1:2. Bilangan

koordinasi kation adalah enam yaitu enam anion oksida yang tertata secara

oktahedral dan bilangan koordinasi anionnya adalah tiga, yaitu tiga kation Ti4+ yang

tertata secara trigonal.

Dalam anatase, TiO2, anion – anion oksida membentuk rakitan kemas rapat

kubus dan kation Ti4+ menempati hanya setengah rongga oktahedral tetapi dengan

pola yang berbeda dari pola dalam rutil.

f. Struktur β – kristobalit

Silikon dioksida, SiO2 mengkristal dalam bermacam – macam bentuk;

beberapa di antaranya distabilkan oleh kehadiran atom – atom asing. Salah satunya

adalah β – kristobalit yang mirip dengan struktur zink blende; atom – atom silikon

menempati semua posisi atom Zn dan S di dalam struktur zink blende, dan atom –

atom oksigen menempati posisi di antara atom – atom silikon. Bentuk lain yaitu

tridimit yang mirip dengan struktur wurtzit. Dalam kedua macam struktur ini

bilangan koordinasinya yaitu empat untuk silikon dan dua untuk oksigen.

Page 16: Makalah An Or.docx

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan makalah diatas, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu:

1.

Page 17: Makalah An Or.docx

DAFTAR PUSTAKA