macam dan fungsi gua
DESCRIPTION
Macam dan Fungsi GuaTRANSCRIPT
MACAM DAN FUNGSI GUA
Pengertian gua adalah "suatu lorong bentukan alamiah di bawah tanah yang bisa
dilalui oleh manusia, yang hanya bisa dilalui hewan saja disebut gua mikro". Dalam
hal ini yang dimaksud adalah gua alam, namun ada juga gua buatan manusia
seperti tempat perlindungan perang dan lain-lain. Gua alam dibagi dalam beberapa
jenis berdasarkan letak dan batuan pembentuknya, yaitu:
Gua lava : terbentuk akibat pergeseran permukaan tanah akibat gejala keaktifan
vulkanologi, biasanya sangat rapuh karena terbentuk dari batuan muda (endapan
lahar) dan tidak memiliki ornamen batuan yang khas
Gua litoral : sesuai namanya terdapat di daerah pantai, palung laut ataupun di
tebing muara sungai, terbentuk akibat terpaan air laut (abrasi)
Gua batu gamping (karst) : adalah fenomena bentukan gua terbesar (70% dari
seluruh gua di dunia). Terbentuk akibat terjadinya peristiwa karst (pelarutan
batuan kapur akibat aktifitas air) sehingga tercipta lorong-lorong dan bentukan
batuan yang sangat menarik akibat proses kristalisasi dan pelarutan gamping.
Diperkirakan wilayah sebaran karst Indonesia adalah yang terbesar di dunia
Gua pasir, gua batu halit, gua es dsb : adalah bentukan gua yang sangat jarang
dijumpai di dunia, hanya meliputi 5% dari seluruh jumlah gua didunia.
FUNGSI GUA.
Tempat berlindung (primitif) manusia dan hewan
Tempat penambangan mineral (kalsit/gamping, guano) - tempat perburuan (walet,
sriti, kelelawar)
Obyek wisata alam bebas dan minat khusus
Obyek sosial budaya (legenda, mistik) - gudang air tanah potensial sepanjang tahun
Laboratorium ilmiah yang peka, lengkap dan langka
Indikator perubahan lingkungan paling sensitif
Fasilitas penyangga mikro ekosistem yang sangat peka dan vital bagi kehidupan
makro ekosistem di luar gua
ETIKA PENELUSURAN GUA
Moto Speleologi dari NSS USA
Jangan MENGAMBIL sesuatu, kecuali mengambil GAMBAR
Jangan MENINGGALKAN sesuatu, kecuali meninggalkan JEJAK
Jangan MEMBUNUH sesuatu, kecuali membunuh WAKTU
Bertindak WAJAR.
Tidak sok pamer atau menutup-nutupi kepandaian (merasa minder atau malu) Jika
tidak sanggup maka tidak memaksakan kehendaknya. Tunjukkan RESPEK
Kepada Sesama Penelusur Gua.
Tidak menggunakan peralatan atau bahan-bahan yang disediakan oleh rombongan
lain tanpa persetujuan. Membahayakan penelusur gua yang lain, misalnya :
Mengambil atau memutuskan tali yang terpasang
Memindahkan peralatan ketempat lain
Menimpuk batu jika ada penelusur lain didalam gua
Menghasut penduduk disekitar gua agar menghalang-halangi atau melarang
rombongan lain masuk gua karena tidak satu orang/kelompok pun boleh merasa
memiliki kekuasaan/hak terhadap sebuah gua bahkan bila dia itu seorang ahli yang
menemukan gua tersebut pertama kali kecuali pemilik tanah di mana gua itu
berada
Jangan melakukan penelitian yang sama jika ada rombongan penelusur lain yang
sedang mengerjakannya DAN BELUM DIPUBLIKASIKAN (kecuali mendapatkan
ijin)
Jangan gegabah sebagai penemu sesuatu sebelum mendapat konfirmasi dari
kelompok2 resmi yang lain
Jangan melaporkan hal-hal yang tidak benar demi sensasi atau ambisi pribadi
Setiap usaha penelusuran gua adalah USAHA BERSAMA dan hasil publikasi tidak
boleh menonjolkan DIRI SENDIRI tanpa mengingat jasa SESAMA PENELUSUR
Jangan menjelek-jelekkan penelusur lain dalam publikasi walau penelusur itu
mungkin melakukan hal-hal yang bersifat negatif. Setiap publikasi negatif tentang
sesama penelusur maka akan memberikan gambaran negatif terhadap semua
penelusur gua.
Self rescue
Dalam penelusuran goa sering kali terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan, seperti
kecelakaan, pingsan karena kehabisan oksigen atau banyak lagi yang bisa terjadi.
Tentunya untuk menyelamatkan korban yang mengalami kecelakaan ini akan sangat sulit
sekali dilakukan, apalagi jika kecelakaan itu terjadi di dalam goa vertikal.
Untuk itu diperlukan suatu teknik untuk dapat membawa korban keluar dari dalam goa,
teknik itu dinamakan Self Rescue. Self Rescue sendiri terbagi menjadi bermacam-macam
teknik (Crol to Croll, Power System, Counter Balance dan masih banyak lagi teknik
lainnya).
Berikut ini akan saya jelaskan salah satu teknik dalam Self Rescue yaitu Croll to Croll
1. Pasang Cowstail penolong ke MR bagian bawah korban
2. Buka jumar penolong
3. Dekatkan Croll penolong dengan Croll korban sampai
4. Balikkan arah dari descender korban sehingga descender korban menghadap
penolong
5. Lepas Croll korban
6. Lepas Croll penolong, pasang connector ke MR korban bagian bawah
7. Lepas jumar korban
8. Lepas kunci descender lalu turun dengan perlahan
Catatan:
- Waktu pasang Cowstail pasang juga carabiner connector biar mudah
- Connector tidak harus dua
- Alat-alat yang tidak terpakai diletakkan disamping
Dalam caving dikenal dua jenis goa yaitu goa horizontal dan goa vertikal. Perbedaan
keduanya hanya terletak pada lintasan goa, dimana goa horizontal lintasannya lurus
mendatar sedangkan goa vertikal lintasannya turun ke bawah/vertikal.
Pada goa horizontal tidak ada kesulitan untuk untuk melintasinya karena memang bentuk
lintasannya yang lurus mendatar, tapi bagaimana dengan goa vertikal? Jelas tidak
mungkin kita langsung terjun ke dalamnya. Untuk itu diperlukan suatu teknik khusus
untuk masuk maupun keluar dari dalam goa vertikal. Bagi para caver teknik itu dikenal
dengan nama Single Rope Technique (SRT).
Bagi orang yang ingin masuk ke dalam goa vertikal SRT ini mutlak dikuasai karena jika
tidak maka akan sulit untuk dapat masuk maupun keluar dengan keadaan selamat.
Sebelum kita bicara soal bagaimana teknis dari
SRT itu sendiri tentu saja kita harus tau alat apa saja yang diperlukan pada saat kita akan
melakukan SRT. Alat-alat tersebut mutlak kita bawa sebagai alat bantu dan pengaman
kita untuk dapat masuk dan keluar dari goa vertikal selain alat-alat susur goa lainnya
yang pernah saya jabarkan di tulisan saya yang berjudul Caving (Susur Goa). Alat-alat itu
antara lain:
1. Sit Harness, harness ini adalah harness yang didesain secara khusus untuk
kegiatan susur goa berbeda dengan harness yang biasa dipakai untuk panjat
tebing/panjat dinding. Macamnya pun beragam, seperti Croll, rapide, Avanti,
super Avanti, fractio dll.
2. Ascender, adalah peralatn yang digunakan untuk naik meniti tali, seperti Hand
Jammer, Croll, Gibs, Basic Jammer, Jummar dan lain sebagainya.
3. Descender, merupakan peralatan yang digunakan untuk turun tali. Macam-macam
discender antara lain Capstand ( ada dua jenis, simple dan auto stop), whale tail,
Rack (ada dua jenis, yang open dan close rack), Figure of Eight dan lain
sebagainya.
4. Millon Rapid (MR), ada tiga jenis yaitu Delta MR (sering untuk menyambung
loop sit harness); Semi Circular MR (juga untuk menyambung loop harness) dan
Oval MR (untuk menyambung chest ascender dengan delta atau semi circular
MR).
5. Chest harness berfungsi untuk mengikat chest ascender pada dada.
6. Cowstail dibuat dengan tali dinamis yang disimpul salah satu tali lebih pendek.
Tali yang lebih pendek (satu lengan siku) sebagai pengaman dan tali yang lebih
panjang (sejangkauan tangan) dihubungkan dengan hand ascender.
7. Foot Loop digunakan sebagai pijakan kaki dan dihubungkan dengan hand
ascender. Foot Loop ini dapat dibuat dari tali Carmentel dinamis yang disimpul
bowling
Setelah kita mengetahui alat-alat apa saja yang diperlukan untuk melakukan SRT,
berikutnya akan saya jelaskan cara melakukan SRT. Sebelum kita melakukan SRT, kita
pasang terlebih dahulu satu set perlengkapan SRT dan personal equipment yang
diperlukan untuk penelusuran goa. Setelah itu lakukan langkah-langkah seperti berikut:
Naik:
1. Pasang Ascender (jumar dan croll) pada tali
2. Tarik jumar ke atas sampai setinggi yang kita mampu
3. Injak Foot Loop lalu berdiri tegak dengan tangan bertumpu pada jumar
Lakukan poin 2 dan 3 sampai kita mencapai ketinggian yang kita inginkan.
Turun:
1. Pasang carabineer pengaman yang terdapat pada cowstail pendek ke atas jumar
2. Pasang descender lalu kunci (unuk simple kunci 2 kali dan auto stop dikunci 2
kali)
3. Lepas croll
4. Lepas jumar
5. Lepas kunci descender lalu turun dengan perlahan
Terjadinya Gua Dan Jenisnya
Dua unsur penting yang memegang peran terjadinya gua, yaitu rekahan dan cairan.
Rekahan atau lebih tepat disebut sebagai “zona lemah”, merupakan sasaran bagi suatu
cairan yang mempunyai potensi bergerak keluar. Cairan ini dapat berupa larutan magma
atau air. Larutan magma menerobos ke luar karena kegiatan magmatis dan mengikis
sebagian daerah yang dilaluinya. Apabila kegiatan ini berhenti, maka bekas jejaknya
(penyusutan magma cair) akan meninggalkan bentuk gua, lorong, celah atau bentuk lain
semacamnya. Ini sering disebut gua lava, biasanya di daerah gunung berapi.
Proses yang terjadi terhadap batuan yang dilaluinya, tidak hanya proses mekanis, tetapi
juga proses kimiawi. Karenanya, dinding celah atau gua, biasanya mempunyai
permukaan yang halus dan licin.
Pembentukan gua lebih sering terjadi pada jenis batuan gamping, karst, dengan
komposisi dominan Kalsium Karbonat (CaCO3), disebut gua batu gamping. Batuan ini
sangat mudah larut dalam air, bisa air hujan atau air tanah. Oleh karenanya, reaksi
kimiawi dan pelarutan dapat terjadi di permukaan dan di bawah permukaan. Tetapi sering
kali ditemukan juga mineral-mineral hasil reaksi yang tidak larut di dalam air, misalnya
kuarsa dan mineral ‘lempung’. Lazimnya bahan-bahan ini akan membentuk endapan
tersendiri. Sedangkan larutan jenuh kalsium, di tempat yang tidak terpengaruh oleh
tenaga mekanis, diendapkan dalam bentuk kristalin, antara lain berupa stalagtit dan
stalagmit, yang tersusun dari mineral kalsit, dan variasi-variasai ornamen gua lainnya
yang menarik untuk dilihat.
Air cenderung bergerak ke tampat yang lebih rendah. Sama dengan yang terjadi di bawah
permukaan. Sama dengan yang terjadi di bawah permukaan. Hal ini berakibat daya reaksi
dan pengikisan bersifat kumulatif. Tidak heran betapapun kecilnya sebuah celah tempat
masuknya air di permukaan dapat menyebabkan hasil pengikisan berupa rongga yang
besar, bahkan lebih besar di tempat yang lebih dalam. Rongga yang terbentuk mestinya
berhubungan pula, hal ini mungkin karena sifat air yang mudah menyusup ke dalam celah
yang kecil dan sempit sekalipun.
Ukuran besarnya gua tidak hanya tergantung pada intensitas proses kimiawi dan
pengikisan yang berlangsung, akan tetapi juga ditentukan oleh jangka waktu proses itu
berlangsung. Sedangkan pola rongga yang terjadi di bawah permukaan tidak menentu.
Seandainya ditemukan pola rongga yang spesifik (mengikuti arah tertentu) maka dapat
diperkirakan faktor geologi ikut berperan, misalnya adanya sistim patahan atau aspek
geologis lainnya.
Selain jenis lava dan batu gamping yang dapat menyebabkan terjadinya gua, jenis batu
pasir juga kadang-kadang memungkinkan terjadinya gua, demikian pula batuan yang
membentuk lereng curam di tepi pantai. Kedua jenis batuan yang terakhir ini, biasanya
mengakibatkan terjadinya gua yang tidak begitu dalam. Tenaga yang mempengaruhinya
adalah tenaga mekanis berupa hantaman air atau hempasan ombak. Gua yang terjadi di
sini disebut gua laut.
Di dalam proses pembentukan lorong ada banyak sekali kemungkinan bentuk, termasuk
juga pembentukan apa yang kemudian kita sebut sebagai ornamen gua atau speleothem,
beberapa ornamen yang memiliki sifat sama diberi nama; diantaranya;
gambar : stalaktit dan straw
1. Aragonite : Crystalline / cristal yang terbentuk dari CaCO3, jarang dijumpai.
2. Flow Stone : Kalsit (Calsite) yang terdeposisi (diendapkan) pada dinding lorong
gua.
3. Gours : Kumpulan kalsit yang terbentuk di dalam aliran air atau kemiringan
tanah. Aliran ini mengandung banyak CO2. Semakin CO2 memuai (menguap),
kalsit yang terbentuk semakin banyak.
4. Helectite : Formasi gua yang timbul dengan sudut yang berlawanan dari gaya
tarik bumi. Biasanya melingkar.
5. Marble : Batu gamping yang mengalami perubahan bentuk dimetamorfasekan
oleh panas dan tekanan sehingga merubah struktur yang unik dari batu tersebut.
6. Stalactite : Formasi kalsit yang menggantung
7. Stalacmite : Formasi kalsit yang tumbuh ke atas, di bawah atap stalactite.
8. Straw : seperti stalactite tapi diameternya kecil, sebesar tetasan air.
9. Styalalite : Garis gelombang yang terdapat pada potongan batu gamping.
10. Pearls : Kumpulan batu kalsit yang berkembang di dalam kolam di bawah tetesan
air. Disebut pearls karena bentuknya mirip mutiara.
11. Curtain : Endapan yang berbentuk seperti lembaran yang terlipat, menggantung
di langit-langit gua atau di dinding gua.
12. Column
13. Couli Flower
14. Rimstone Pool : Berbentuk seperti bendungan yang berbentuk ketika terjadi
pengendapan air, CO2-nya menghilang dan menyisakan kalsit yang bersusun-
susun.
gambar : curtain, rimestone pool, pearl cave
SEJARAH PENELUSURAN GUA
Tidak ada catatan resmi kapan manusia menelusuri gua. Berdasarkan peninggalan-
peninggalan berupa sisa-sisa makanan, tulang belulang, dan juga lukisan-lukisan yang
dapat disimpulkan bahwa manusia sudah mengenal gua sejak puluhan tahun silam yang
tersebar dibenua Eropa, afrika, dan Amerika. Menurutcatatan yang ada, penulusuran gua
dimulai oleh JOHN BEAUMOUNT, ahli bedah dari Somerest, England (1674). Ia ahli
tambang dan Geologi amatir, tercatat orang pertama yang menulusuri gua sumuran
(Potholing) sedalam 20 meter dan menemukan ruangan sebesar 80 meter serta ketinggian
plafon 10 meter, dengan menggunakan penerangan lilin. Menurut catatan, Beamount
merangkak sejauh seratus meter dan menemukan jurang (Internal Pitch). Ia mengikat
tambang pada tubuhnya dan minta diulur sedalam 25 meter dan mengukur ruangan dalam
gua tersebut. Ia melaporkan penemuan ini pada Royal Socioty, Lembaga Pengetahuan
Inggris orang yang paling berjasa mendiskripsikan gua-gua antara tahun 1670-1680
adalah BARON JOHAN SALSAVOR dari Selvenia. Ia mengunjungi 70 gua, membuat
peta sketsa, dan melahirkan empat buku setebal 2800 halaman. JOSEPH NAGEL, pada
tahun 747 mendapat tugas dari istana memetakan system perguaan dikerajaan Austro-
Hongaria
II. MACAM DAN JENIS GUA
Yang dimaksud gua adalah suatu celah yang terjadi akibat adanya suatu kekuatan alam
Gua memiliki 2 macam yaitu
1. Gua Horisontal
2. Gua vertical
Gua Vertikal
Gua Horisontal
Adapun jenis gua yaitu :
1. Gua batu Gamping
Adapun gua yang terjadi dari batuan gamping yaitu pada gunung-gunung kapur dan gua
inilah umumnya banyak terdapat di Indonesia. Adapun terjadinya adalah akibat
terjadinya celah atau rekahan dari batu gamping akibat adanya gaya endogen dari dalam
bumi, celah yang telah terbentuk ini lama kelamaan semakin membesar akibat gaya
mekanis yang terjadi dari tetesan air hujan dengan adanya proses kimiawi yang terjadi
dan berlangsung terus menerus, maka akibatnya celah tersebut semakin dalam, akhirnya
celah tersebut menjadi suatu lobang yang besar dan dalam, inilah yang disebut gua
vertical atau potho, sedangkan kegiatan penelusuran gua tersebut biasanya disebut
potholing
2. Gua Batu Pasir
Gua ini biasanya hanya terjadi pada daerah yang berpasir, dan karena sifat dari pasir yang
tidak kompak, maka mengakibatkan gua yang terbentuk tidaklah tahan lama.
3. GUA LAVA
Gua ini terbentuk akibat adanya letusan gunung berapi yang mengeluarkan lava. Gua ini
terbentuk karena lava yang mengalir akibat letusan gunung berapi yang membeku pada
bagian atasnya terlebih dahulu, akibat kontak langsung dengan udara bebas, sehingga
pada bagian bawahnya masih berbentuk cair,kalau cairanlva tersebut terus mengalir maka
maka akan membentu suatu celah atau gua. gua inilah yang disebut gua lava dan akibat
gunung meletus tidak satu kali maka kemungkinan gua lava tersebut dapat bertingkat –
tingkat.
4. GUA OMBAK LAUT/ABYSAL
Sesuai denan namanya maka gua hanya terjadi didaerah antai, adapun terjadinya yaitu
akibat adanya proses erosi dan pengikisan dari air laut terhadap batuan yang berada
dipantai yaitu pada tebing pantai yang curam, akibat adanya gaya mekanisme air laut
maka lama – kelamaan batuan tersebut akan membentuk celah maka terjadilah gua.
namun pada saat sekarang ini kemungkinan gua tersebut tidak dijumpai didaerah pantai,
akibat adanya proses geologi, misalnya pengangkatan daratan yang seolah olah menjadi
turun, namun pada umumnya gua tersebut tidak terlalu panjang/ dalam.
5. GUA BUATAN
Yaitu gua yang terjadi karena dibuat manusia.
III. ORNAMEN GUA
Beberapa ornamen gua yang kita jumpai didalam gua, antara lain :
1. Stalaktit : ornamen yang tumbuh diatas gua / atap gua
2. Sodastraw : calon pembentuk stalaktit
3. Helektit : stalaktit yang bercabang/Ornamen gua yang berlawanan
dengan grafitasi bumi.
4. Stalakmit : ornamen yang tumbuh dari bawah ( kebalikan dari stalaktit )
5. Pilar : ornamen stalaktit dan stalakmit yang menyatu
6. Flow stone : aliran air melalui retakan atau bidang antar lapisan dinding
bagian gua
7. Gourdam : ornamen yang berada dilantai gua yang bangunannya
menyerupai pematang sawah
8. Mutiara gua : ornamen gua yang berasal dari hablur-ulang kalsit yang
melingkupi sebuah butiran pasir yang terdapat dibagian inti.
9. Draperties : aliran air melalui retakan atau bidang antar lapisan batuan
diatap gua
10.Canopy : ornamen gua yang dibentuk oleh air vadose yang mengalir
datas bongkahan batu.
[center][img]http://unting.t35.com/cavingor.jpg[/img][/center]
[center][b]Salah satu ornamen gua[/b][/center]
IV. ETIKA MORAL PENELUSURAN GUA
Koordinasi itu penting
Kelestarian lingkungan baik diluar maupun didalam gua merupakan
tanggung jawab kita. Kondisi dalam gua murni dan konstan udaranya. Saat para
caver melakukan exsplorasi gua tanpa disadari mereka telah memiliki andil dalam
upaya pengrusakan ekosistem hayati maupun non hayati dalam gua. Karena dengan
masuknya para penelusur masuk pula berbagai virus, bakteri, jamur,
maupun parasit lainnya yang menempel pada mereka. Banyak hal yang dapat diupayakan
untuk meminimalkan tindak pengrusakangua seperti :
1. Harus selalu kita camkan Motto :
Tidak mengambil sesuatu kecuali gambar ( TAKE NOTHING BUT PICTURE )
Tidak meninggalkan sesuatu kecuali jejak ( LEAVE NOTHING BUT FOOTPRINT)
Tidak membunuh sesuatu kecuali waktu ( KILL NOTHING BUT TIME )
2. Setiap penelusur gua sadar, bahwa setiap pembentukan alam didalam gua dibentuk
dalam kurun waktu ribuan tahun.
3. Setiap penelusuran dan penelitian gua dilakukan dengan penuh RESPEK, tanpa
mengganggu dan mengusir kehidupan Biota dalam gua.
4. Setiap penelusur gua menyadari bahwa kegiatan speleologibaik dari segi olah
raga atau ilmiahnya BUKAN USAHA YANG PERLU DIPERTONTONKAN DAN
TIDAK BUTUH PENONTON.
5. Menelusuri gua harus disertai kesadaran, bahwa kesanggupan dan ketrampilan pribadi
tidak usah dipamerkan. Namun sebaliknya tidak perlu kita tutupi dengan rasa malu.
6. Menunjukkan respek yang baik kepada sesama penelusur gua.
V. KEWAJIBAN PENELUSUR GUA
pemetaan Gua
Dunia speleologi diberbagai negara meneruskan himbauan kepada semua penelusur gua
agar lingkungan gua tetap terjaga kebersihannya, kelestariannya
dan kemurniannya.
Seruan tersebut berupa :
1. Konservasi lingkungan gua harus menjadi tujuan utama kegiatan speleologi dan
dilaksanakan sebaik baiknya oleh penelusur gua.
2. membersihkan gua dan lingkungannya merupakan kewajiban pertama para penelusur
gua.
3. Apabila sesama penelusur gua membutuhkan pertolongan darurat setiap penelusur gua
wajib memberi pertolongan.
4. setiap penelusur gua wajib menaruh respek terhadap penduduk sekitar gua.
5. Meminta ijin dari instansi yang berwenag dan merasa berkewajiban membuat laporan
dan menyerahkannya pada instansi tersebut.
6. Bagian bagian gua wajib diberitahukan kepada penelusur lain.
7. Diberbagai negara, setiap musibah yang dialami penelusur gua wajib dilaporkan
kepada sesama penelusur melalu media speleologi yang ada. Hal ni perlu supaya jenis
musibah yang sama dapat dihindari.
8. Para penelusur gua wajib memperhatikan cuaca sebelum menelusuri gua.
9. Penelusur gua wajib melengkapi dirinya dengan perlengkapan dan wajib mengetahui
tentang karakteristik, pemakaian, dan manfaat dari peralatan caving.
10.Bila terjadi musibah penelusur wajib bertindak dengan tenang, tidak panik dan patuh
pada instruksi pimpinan penelusur.
VI. BAHAYA PENELUSURAN GUA
Dalam kegiatan speleologi dan penelusuran gua diklasifikasikan menjadi dua :
A. Antroposentrisme
B. Speleosentrisme
Antroposentrisme adalah bahaya yang dapat menimpa manusia sebagai pelaku kegiatan
penelusur gua, terbagi lagi menjadi bahaya yang disebabkan oleh manusia itu sendiri dan
bahaya yang disebabkan oleh gua sebagai media kegiatan penelusuran.
1. Faktor Manusia.
a. Ceroboh, sembrono, nekat
Kurang persiapan
Tidak menguasai tehnik dan peralatan
Terpeleset
Kepala terantuk batu, ornamen, dan atap gua
Tidak mematuhi etika moral dan kewajiban penelusur gua
b. Tersesat
Kurang pengamatan pada waktu masuk
Sumber cahaya habis
Terlalu lelah
Gua labirin dan bertingkat
c. Tenggelam
Tidak dapat berenang
Dapat berenang tapi sembrono
Cave diving
d. Salah dalam pengambilan team penelusur
[b]2. Faktor Peralatan[/b]
a. Berkurangnya kualitas peralatan
Tidak sesuai kemampuan
Pembagian beban tidak merata
Rusak ( terpakai, tersimpan, jatuh )
Friksi pada saat penggunaan
b. Penggunaan tidak semestinya
Terkena beban ungkit, beban bukan pada bidang yang direkomendasikan
Discending terlalu dalam, terlalu cepat
c. Beban berlebihan
Salah pemasangan lintasan
Tranfer barang
d. penyusutan tidak terkontrol
Penyimpanan
Penggunaan
Pencucian
2. Faktor Gua dan Alam
a. Banjir
b. Runtuh
Gempa
Penambangan
Umur gua
c. Gas berbahaya
O2 tipis
CO, CO2 tinggi
Nitrogen
Sulfur (biasanya banyak ditemui di gua vulkanik)
Gas rawa (pembusukan sampah dalam gua)
Asetilin/karbit
Endapan guano (bubuk mesiu karena kotoran kelelawar bereaksi dengan batu gamping)
d. Penyakit akibat virus
Histoplasma capsulatum(gejala seperti TBC disebabkan oleh
viruskelelawar)
Rabies (disebabkan oleh air liur kelelawar)
Weil(gejala demam gangguan hati dan pangkreas, disebabkan urin tikus dan kelelawa)
Mulu’ food(kutu air)
e. Binatang berbahaya
Beracun
Berbisa
Menghisap darah
Menyengat, mengigit
f. Hipotermia(Kedinginan, penurunan suhu tubuh)
Sungai bawah tanah
Angin
Tidak membawa pakaian yang memadai
Kurang kalori
g. Dehidrasi(Kekurangan cairan tubuh)
Haus yang berlebihan
Gua pengap dan panas
Udara tidak mengalir
Speleosentrime adalah bahaya yang dapat menimpa gua akibat dipergunakan sebagai
media penelusur gua.
1. pengaruh terhadap bentukan didalam gua
a. pengotoran lingkungan gua
b. perusakan ornamen gua
c. perusakan oleh penambangan gua
d. perusakan system hidrologi dan kualitas airnya
2. pengaruh terhadap ekosistem gua(akibat kunjungan yang berlebihan,
suara, cahaya berlebihan dan kotoran yang masuk kedalam gua.
3. pengruh terhadap ekosistem karst
a. binatang langka terusik dari gua
VII. TEHNIK PENELUSURAN GUA
Tehnik penelusuran gua dibagi menjadi dua :
A. Tehnik Penelusuran Gua Horizontal ( TPGH )
Medan pada gua horizontal sangat bervariasi mulai dari lorong yang kering yang bisa
dengan mudah ditelusuri sampai lorong yang membutuhkan tehnik khusus untuk
melewatinya.
a. LUMPUR
Lorong yang berlumpur dapat dilewati dengan mudah kalau Lumpur tersebut tidak terlalu
tebal, tetapi dalam kondisi ketinggian Lumpur mencapai lutut atau bahkan sampai
setinggi perut, kita tidak dapat melaluinya dengan mudah, kita harus bergerak dengan
posisi seperti berenang. Dengan posisi seperti ini kita lebih mudah untuk bergerakdan
menghemat tenaga.
b. AIR
Untuk kondisi lorong gua yang berair, terutama gua yang belum pernah dimasuki, kita
tidak mengetahui kedalan air dan kondisi dibawah permukaan air, untuk itu harus
mengetahui prosedur dan mempunyai fasilitas mendukung. Syarat utama melewati gua
berair adalah harus bisa berenang dan disini perlu kita ketahui bahwa berenang didalam
gua berbeda dengan berenang dikolam renang. Dan disini kita memakai pakaian lengkap,
sepatu, bahkan membawa beban yang berat. Dalam kondisi tertentu kita juga harus
membawa pelampung dan perahu karet terutama yang berlorong panjang dan berair
dalam.
c. CLIMBING
Dalam suatu penelusuran gua terkadang kita menjumpai adanya waterfall ataupun lorong
yang terletak diatas kita. Untuk dapat meneruskannya penelusuran kita harus
menggunakan tehnik-tehnik climbing. Seperti menggunakan pengaman sisip dan bor
tebing untuk pembuatan lintas. Yang melakukan adalah leader dan kemudian diikuti
anggota yang lain dengan menggunakan SRT.
B. Tehnik Penelusuran Gua Vertikal ( TPGV )
SRT
SRT singkatan dari Single Rope Technique yaitu tehnik melewati lintasan vertical yang
berupa satu lintasan tali. Tehnik ini dalam kegiatan caving biasanya digunakan untuk
penelusuran gua – gua vertical dengan segala variasi lintasan yan disesuaikan dengan
kondisi medan. Keselamatan dan kenyamanan(safety procedure) adalah prinsip utama
dari tehnik ini. Peralatan yang digunakan nantinya menjadi satu kesatuan, yang masing
masing mempunyai fungsi sendiri-sendiri dan saling mendukung. Kenali tiap jenis alat,
cara kerja dan fungsinya terlebih dahulu akan sangat membantu kita dalam penguasaan
tehnik ini.
Peralatan yang digunakan :
1. Seat harnest
2. Ascender
3. Descender
4. Maillon rapid
5. Chest harnest
6. Cowstail
7. Foot loop
8. Kernmantel rope(menggunakan jenis static rope kelenturan 4-8 %)
Berdasarkan kondisi medan gua seperti tersebut diatas dan kondisi gua yang selalu gelap
gulita serta bebatuan yang tajam maka untuk menelusuri gua diperlukan peralatan yang
dapat mendukung penelusuran gua.
Pada dasarnya peralatan dibagi menjadi dua :
1. Personal equipment (pribadi )
a. Helm
b. Boom(Generator Carbide)
c. Alat penerangan
d. Cover all
e. Sepatu
f. Sarung tangan
g. Pelampung
h. SRT set
2. Team equipment(team)
a. Tali
b. Ladders
c. Tali pita(webbing)
d. Padding
e. Carrabiner
f. Pengaman sisip
g. Paku piton
h. Bolts
i. Hanger
“Masuklah kedalam gua dan perlakukanlah seperti museum
Setiap barang yang dipamerkan itu hidupnya amat peka terhadap gangguan.
Kehadiran anda lampu anda, dan suara anda merupakan instruksi yang asing sekali
Pergilah dan jangan tinggalkan apapun sebagai tanda
Bahkan anda pernah memasuki gua itu
Berkatilah gua dan punghuninya agar
Lestari selama-lamanya”
Goa
menurut bentukan alamnya terbagi atas dua jenis, yaitu goa vertikal dan goa horizontal.
Penelusuran goa horizontal dapat dilakukan dengan cara biasa, yaitu berjalan,
merangkak, merayap, berenang, atau bahkan menyelam (cave dive). Sementara dalam
penelusuran goa vertikal, dibutuhkan teknik khusus SRT (Single Rope Technique) yaitu
teknik untuk menuruni kedalaman goa vertikal menggunakan satu tali.
Single Rope Technique (SRT)adalah teknik yang dipergunakan untuk untuk menelusuri
gua-gua vertikal dengan menggunakan satu tali sebagai lintasan untuk naik dan turun
medan-edan vertikal. Berbagai sistem telah berkembang sesuai dengan kondisi medan di
tempat lahirnya masing-masing metode. Namun yang paling banyak dipergunakan adalah
Frog Rig System. Teknik yang lain adalah: Rope walker, Texas Rig, Jumaring, Mitchele
System, Floating cam system.
Sistem Frog Rig menggunakan alat:
1. Seat harness, dipergunakan untuk mengikat tubuh dan alat-alat lain. Dipasang di
pinggang dan pangkal paha. Jenis-jenisnya adalah: Bucklet, Avantee, Croll, Rapid, dan
Fractio.
Seberapa ketat pemakaian seat harness ini tergantung pada kebiasaan
2.Chest Ascender,
dipergunakan untuk memanjat (menaiki) lintasan atau tali dipasang di dada.
Dihubungkan ke Delta MR oleh Oval MR
3. Hand Ascender,
dipergunakan untuk memanjat (menaiki) lintasan atau tali di tangan. Di bagian bawah
dipasang descender, tempat digantungkannya foot loop dan cows tail.
4. Descender, dipergunakan untuk menuruni tali. Ada beberapa jenis descender: Capstand
(ada dua macam: Simple Stop dan Auto Stop), Whaletale, Raple Rack (ada dua macam:
Close Rack dan Open Rack), Figure of Eight, dan beberapa jenis lagi yang prinsip
kerjanya sama dengan figure of eight.
5. Mailon Rapid,ada dua macam Mailon Rapid (MR), yaitu: Oval MR untuk mengaitkan
Chest Ascender kepada Delta MR. Delta MR sendiri adalah untuk mengkaitkan dua loop
Seat Harness dan tempat mengkaitkan alat lain seperti Descender berikut Carabiner
sebagai friksinya dan Cowstail.
6. Foot loop , dicantolkan ke karabiner yang terhubung ke hand ascender. Berfungsi
sebagai pijakan kaki. Ukuran dari foot loop harus tepat seperti gambar diatas. Hal ini
sangat mengurangi kelelahan pada waktu ascending di pitc-pith yang panjang
7. Cows tail,memiliki dua buah ekor. Satu terkait di Hand Ascender, dan satu lagi bebas,
dipergunakan untuk pengaman saat melewati lintasan-lintasan intermediate, deviasi,
melewati sambungan, tyrolean, dan traverse.
8. Chest harness,
untuk melekatkan Chest Ascender agar lebih merapat ke dada. Sehingga memudahkan
gerakan sewaktu ascending normal, atau pada saat melewati sambungan tali. Chest
harness lebih baik jika dapat diatur panjang pendeknya (adjustable), sehingga
memudahkan pengoperasian, terutama apabila terjadi kasus dimana Chest Ascender
terkunci di sambungan atau simpul, atau pada saat rescue.
Teknik-teknik yang harus dipelajari untuk SRT adalah ascending dan descending dengan
penguasaan melewati jenis-jenis lintasan dan medan.
1. Melewati intermediate anchor
2. Melewati deviation anchor
3. Melewati sambungan tali
4. Melewati lintasan tyrolean, menggunakan satu tali dan dua tali.
5. Meniti tali dengan medan slope (miring).
Ascending
Perhatikan gerakan telapak kaki ketika sedang ascending.
Gerakkan telapak kaki untuk menjepit tali dengan telapak kaki. Cara pertama adalah
menjepit tali menggunakan bagian dalam pergelangan kaki dengan bagian luar telapak
kaki. Cara kedua adalah menjepit tali dengan kedua telapak kaki ketika melakukan
gerakan berdiri. Ketika mengangkat kedua kaki, kedua telapak kaki dibuka
Slamat mencoba………………………………
sumber :http://mapalaighopala.blogspot.com/
January 2nd, 2010 by adhy06
2 Comments »
Teknik penelusuran gua horizontal
Medan pada gua horisontal sangat bervariasi, mulai pada lorong-lorong yang dapat
dengan mudah di telusuri, sampai lorong yang membutuhkan teknik khusus untuk dapat
melewatinya.
a.Lumpur.
Lorong yang berlumpur dapat dengan mudah kalau lumpur tersebut tidak terlalu tebal.
Tapi dalam kondisi lumpur setinggi lutut bahkan sampai setinggi perut, kita tidak mudah
untuk melaluinya.
Untuk melewatinya kita bergerak dengan posisi seperti berenang. Dengan posisi seperti
ini akan lebih mudah bergerak dan menghemat tenaga.
b. Air.
Untuk kondisi lorong gua yang berair. terutama gua yang belum pernah di masuki kita
tidak mengetahui kedalaman air dan kondisi di bawah permukaan air, untuk itu kita harus
mengetahui prosedur dan mempunyai fasilitas pendukung.
Syarat utama untuk melewati lorong yang berair adalah harus bisa berenang. Tetapi
dengan kondisi lorong yang serba terbatas, teknik berenang dalam gua berbeda dengan
berenang di kolam renang. Di sini kita memakai pakaian lengkap, sepatu bahkan
mungkin membawa beban yang cukup berat.
Pembagian team juga harus di sesuaikan, untuk leader ia tidak boleh membawa beban
berat, karena leader harus membuat lintasan dan mempelajari kondisi medan.
Dalam kondisi tertentu kita menggunakan pelampung, perahu karet terutama untuk
lorong yang panjang dan berair dalam.
Ada juga lorong yang hampir semua di penuhi oleh air hanya ada ruangan sedikit yang
tersisa. Untuk melewatinya kita harus melakukan DUCKING ( kepala menengadah).
Kadang-kadang kita harus melepas helm untuk menambah ruang gerak kepala. Dalam
kondisi tertentu kita melakukan ducking dengan jongkok, bahkan dengan berbaring kalau
badan tidak dapat masuk seluruhnya.
Diving, adalah teknik penyelaman dengan alat bantu pernafasan dan pakaian khusus.
Teknik ini di lakukan pada lorong yang seluruh bagiannya tertutup oleh air (sump,
siphon). Untuk perbandingan resiko kematian di cave diving adalah 60% tewas. Sedang
resiko caving 15 %. Dengan melihat perbandingan resiko kematian yang besar ini kita di
tuntut untuk ekstra hati-hati, seyogyanya tidak meneruskan penelusuran jika tanpa alat
pendukung yang standart.
c.Climbing.
Dalam suatu penelusuran gua terkadang kita menjumpai adanya water fall ataupun lorong
yang terletak di atas kita. Untuk dapat meneruskan penelusuran kita harus menggunakan
teknik-teknik Rock Climbing. Seperti memasang pengaman sisip dan bor tebing untuk
pembuatan lintasan, yang melakukan adalah leader dan kemudian anggota yang lain
melewatinya dengan SRT. Teknik rock climbing harus bisa di lakukan pada kondisi
medan seperti :
• Aliran air yang deras dan kita tidak mengetahui kedalamannya.
• Gua yang berbentuk celah dan menyempit bagian dasarnya
• Sungai besar atau danau yang dalam.
• Pemasangan rigging pada waterfall.
• Menghindari calcite floor atau oolith floor.
Single Rope Technique (SRT) adalah teknik yang dipergunakan untuk untuk menelusuri
gua-gua vertikal dengan menggunakan satu tali sebagai lintasan untuk naik dan turun
medan-medan vertikal. Berbagai sistem telah berkembang sesuai dengan kondisi medan
di tempat lahirnya masing-masing metode. Namun yang paling banyak dipergunakan
adalah Frog Rig System.
Teknik yang lain adalah: rope walker, Texas Rig, jumaring, Mitchele System, floating
cam system.
Sistem frog rig menggunakan alat:
1. Seat harness, dipergunakan untuk mengikat tubuh dan alat-alat lain. Dipasang di
pinggang dan pangkal paha. Jenis-jenisnya adalah: bucklet, avantee, croll, rapid,
dan fractio.
2. Chest ascender, dipergunakan untuk memanjat (menaiki) lintasan atau tali
dipasang di dada. Dihubungkan ke Delta MR oleh Oval MR.
3. Hand ascender, dipergunakan untuk memanjat (menaiki) lintasan atau tali di
tangan. Di bagian bawah dipasang descender, tempat digantungkannya foot loop
dan cows tail.
4. Descender, dipergunakan untuk menuruni tali. Ada beberapa jenis descender:
Capstand (ada dua macam: simple stop dan auto stop), whaletale, raple rack (ada
dua macam: close rack dan open rack), figure of eight, dan beberapa jenis lagi
yang prinsip kerjanya sama dengan figure of eight.
5. Mailon rapid,ada dua macam Mailon Rapid (MR), yaitu: Oval MR untuk
mengaitkan Chest Ascender kepada Delta MR. Delta MR sendiri adalah untuk
mengkaitkan dua loop seat harness dan tempat mengkaitkan alat lain seperti
descender berikut karabiner friksinya dan cowstail.
6. Foot loop , dicantolkan ke karabiner yang terhubung ke hand ascender. Berfungsi
sebagai pijakan kaki. Ukuran dari foot loop harus tepat seperti gambar diatas. Hal
ini sangat mengurangi kelelahan pada waktu ascending di pitc-pith yang panjang
7. Cows tail, memiliki dua buat ekor. Satu terkait di hand ascender, dan satu lagi
bebas, dipergunakan untuk pengaman saat melewati lintasan-lintasan
intermediate, deviasi, melewati sambungan, tyrolean, dan traverse.
8. Chest harness,untuk melekatkan chest ascender agar lebih merapat ke dada.
Sehingga memudahkan gerakan sewaktu ascending normal, atau pada saat
melewati sambungan tali. Chest harness lebih baik jika dapat diatur panjang
pendeknya (adjustable), sehingga memudahkan pengoperasian, terutama apabila
terjadi kasus dimana chest ascender terkunci di sambungan atau simpul, atau pada
saat rescue.
(Gambar dari katalog Petzl )
Teknik-teknik yang harus dipelajari untuk SRT adalah ascending dan descending dengan
penguasaan melewati jenis-jenis lintasan dan medan.
Melewati intermediate anchor
Melewati deviation anchor
Melewati sambungan tali
Melewati lintasan tyrolean, menggunakan satu tali dan dua tali.
Meniti tali dengan medan slope (miring)
Ascending
((Gambar dari katalog Petzl)
Gerakkan telapak kaki untuk menjepit tali dengan telapak kaki. Cara pertama adalah
menjepit tali menggunakan bagian dalam pergelangan kaki dengan bagian luar telapak
kaki. Cara kedua adalah menjepit tali dengan kedua telapak kaki ketika melakukan
gerakan berdiri. Ketika mengangkat kedua kaki, kedua telapak kaki dibuka.
Descending
(Gambar dari katalog Petzl )
PERHATIAN:
Latihan ini harus dilakukan mengunakan peralatan yang mutu dan kekuatannya
memenuhi standar
Latihan harus dibawah pengawasan oleh ahli.
Berlatihlah pada ketinggian yang tidak terlalu tinggi.
Cegahlah latihan yang dapat merusakkan alat: membebani alat melebihi beban
normal, beban dengan arah abnormal, menggunakan alat tidak sesuai dengan manual
book-nya.
Latihan yang dilakukan dengan menggunakan alat-alat alternatif, harus masih dalam
tingkat aman.
Pernah melakukan latihan teknik tertentu bukanlah jaminan bahwa kita sudah
menguasai teknik tersebut.
Berlatihlah satu teknik sampai lancar tanpa hambatan dan kesalahan sebelum berlatih
teknik yang lain.
Berlatihlah dengan selalu ditemani oleh orang lain yang juga memahami SRT.
Berniatlah berlatih untuk menolong orang lain dan diri sendiri.
Hindarilah terjadinya kecelakaan di gua untuk orang lain maupun diri sendiri.
Saya mempunyai teman yang takut ketinggian, namun akhirnya dapat mengalahkan
rasa takut itu, dia sudah berani menuruni medan-medan vertikal dengan kedalaman 50
meter dalam berbagai medan. Namun harus dengan penyesuaian diri yang intensif dan
sungguh-sungguh.