presentasi gua
DESCRIPTION
Presentasi GuaTRANSCRIPT
GAMBARAN UJI KULTUR DAN RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA FRAKTUR TERBUKA DI BANGSAL BEDAH
RSUD RADEN MATTAHER JAMBI PERIODE OKTOBER 2011-OKTOBER 2012
Oleh :Andrill Vazhary
NIM : G1A108087
Bab IPendahuluan
1.1 Latar Belakang Fraktur
Fraktur Terbuka Fraktur Tertutup
Dari hasil penelitian Cininta A, di RSUD A.W. Sjahranie Samarinda Periode 2008-2010 sebanyak 794 kasus 204 kasus patah tulang terbuka
Dari hasil penelitian Hamid Rochanan di RS Dr. Kariadi Semarang Jumlah sampel 102 pasien, kejadian infeksi pada fraktur terbuka sekitar 29,4%.
Jenis kuman pada pasien fraktur terbuka dilakukan Kultur dan tes Resistensinya terhadap AB
Dari hasil penelitian Patzakis dkk, 65%-70% terkontaminasi kuman potensial patogen, yang secara berurut terdiri dari :
Staphylococus aureus, Klebsiela species, Pseudomonas aeruginosa, Escheria Coli, Proteus species dan Enterobacter species
Dari hasil penelitian Gopal dkk, ±70% Staphylococus Epidermidis, Propriobacterium aureus, corynebacterium
species dan micrococcus
Dari hasil penelitian Yishak, Dari sampel 200, yang terjadi infeksi sebanyak 162 selama periode November 2007
dan Mei 2008. Bakteri yang teridentifikasi adalah Staphylococcus aureus (14,8%), Acinebacter spp
(11,4%).
51% dari jumlah kasus fraktur terbuka yang terinfeksi gram negatif sering terjadi MDR (Multiple Drug Resistans).
Gentamisin, ciprofloxaxin dan norfloxasin adalah antibiotik yang cukup efektif untuk bakteri gram postif dan gram negatif.
Berdasarkan data rekam medik tahun 2011 di RSUD Raden Mattaher, Jumlah fraktur sebesar 233 kasus yang terdiri dari Fraktur tulang dan muka 15 kasus, Fraktur leher, toraks atau panggul 15 kasus, Fraktur paha 163, dan fraktur tulang lainnya 90 kasus.
Pemberian antibiotik broad spectrum yang biasa diberikan adalah jenis sefalosporin generasi III yaitu cefotaxim, atau ceftriaxon.
Pada penelitian yang ada belum mengemukakan gambaran jenis kuman dan hasil uji resistensi terhadap antibiotik khususnya cefotaxim pada fraktur terbuka.
1.2 Rumusan Masalah “Bagaimana Gambaran Uji Kultur dan Resistensi Kuman pada Fraktur Terbuka di Bangsal
Bedah RSUD Raden Mattaher Jambi periode Oktober 2011-Oktober 2012”
1.3 Tujuan Penelitian1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui gambaran uji kultur dan resistensi kuman pada fraktur terbuka di bangsal bedah
RSUD Raden Mattaher Jambi periode Oktober 2011-Oktober 2012.
1.3.2 Tujuan Khusus Derajat fraktur Rentang Waktu saat kejadian fraktur sampai debridement Jenis kuman dari hasil kultur Resistensi kuman terhadap antibiotik Cefotaxim
1.4 Manfaat Penelitian1.4.1 Manfaat Ilmiah
Informasi dan pengetahuan kedokteran tentang jenis dan resistensi kuman pada fraktur terbuka.
Dasar penelitian selanjutnya.
1.4.2 Manfaat Praktis Tindakan preventif pada fraktur terbuka. Perencanaan tindakan pemberian antibiotik sesuai hasil kultur dan resistensinya pada
fraktur terbuka. Mengurangi biaya dan tingkat morbiditas pada penderita fraktur terbuka
1.4.3 Manfaat Bagi Peneliti Sebagai sarana penerapan ilmu yang telah dipelajari khususnya ilmu bedah orthopedi. Mengimplementasikan ilmu yang didapatkan terhadap permasalahan yang ada.
Bab IITinjauan Pustaka
2.1 Struktur Tulang Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada bagian intra seluler. Tulang berasal dari embryonic hyaline cartilage yang melalui proses osteogenesis menjadi
tulang. Proses ini dilakukan oleh sel–sel yang di sebut osteoblast, proses mengerasnya tulang akibat
penimbunan garam kalsium.
• 30% bahan organik (hidup) dan 70% endapan garam. • Bahan organik disebut matriks, dan terdiri lebih dari 90% serat kolagen dan kurang dari 10%
proteoglikan (protein plus sakarida).• Deposit garam utama adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium, kalium karbonat, dan
ion magnesium.
2.2 Fraktur2.2.1 Definisi Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuinitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa atau trauma
2.2.2 Etiologi Trauma langsung Trauma tidak langsung Patologis Stress
2.2.3 Klasifikasi patah tulang Lokasi Luasnya Bentuk Hubungan antara patahan tulang Hubungan patahan tulang dengan lingkungan luar Ada atau tidaknya komplikasi
2.3 Fraktur terbuka2.3.1 Definisi Terputusnya kontinuitas struktur jaringan tulang/tulang rawan disebabkan oleh trauma, baik
langsung/tidak langsung, berhubungan dengan dunia luar atau rongga tubuh yang tidak steril, mudah terkontaminasi bakteri dan dapat menyebabkan komplikasi infeksi.
Pada patah tulang terbuka, kerusakan yang menyebabkan tulang berhubungan dengan lingkungan luar dapat terjadi 2 cara yaitu out in dan in out
2.3.3 Waktu dan lama pajanan patah tulang terbuka 2,4±0,76 jam. Selama waktu tersebut digunakan untuk tindakan awal penanganan penderita,
stabilitas penderita, pemeriksaan laboratorium, penjelasan dan persetujuan tindakan medis.
Kejadian infeksi pada patah tulang terbuka mengalami peningkatan setelah dilakukan tindakan debridemen lebih dari 5 jam sejak kejadian trauma.
2.3.4 Penanganan patah tulang terbuka Pembersihan kulit Debridement Pencucian yang bersih Penutupan luka Stabilisasi tulang (fiksasi eksterna) Pengobatan lanjutan terhadap fraktur Obat antibiotika dan antitetanus
Gram (+) Gram (-)
MRSA/S. aureus/S.epidermidis/S.pneumoniae H. Influenza/E. Coli/Proteus sp/S. marcescens/Pseudomonas
Penisilin
Ampisilin, Amoksisilin
Cefalothin, Cefalozin (Sefalosporin Gen I)
Vancomisin Cefoxitin, Cefotiam (Gen II)
Ceftriaxon (Gen III)
Ceftazidin (Gen III)
(Gen IV) Cefepime
Debridement Operasi/debridemen adalah pengangkatan jaringan yang rusak dan mati sehingga luka menjadi bersih.
Grade I diperlukan cairan yang bejumlah 1-2 liter, Sedangkan grade II dan grade III diperlukan cairan sebanyak 5-10 liter, menggunakan
cairan normal saline.
Penutupan luka Dapat dilakukan pada patah tulang derajat I dan tidak terkontaminasi sebagai penutupan primer.
Stabilisasi tulang Gips sebagai temporary splinting dianjurkan sampai dicapai penanganan luka yang adekuat, kemudian bisa dilanjutkan dengan pemasangan gips sirkuler atau diganti fiksasi dalam dengan plate and screw, intermedullary nail atau external fixator devices sebagai terapi stabilisasi definitive.
Perawatan lanjut dan rehabiltasi patah tulang Menghilangkan nyeri, Mempertahankan posisi, Mengharapkan dan mengusahakan union , Mengembalikan fungsi otot, mencegah atrofi, adhesi dan kekakuan sendi, mencegah komplikasi
seperti dekubitus, thrombosis vena, infeksi saluran kencing serta pembentukan batu ginjal.
2.3.5 Komplikasi patah tulang terbuka Komplikasi langsung dapat berupa kehilangan darah, syok, fat embolism, dan
kegagalan kardiovaskular.
2.3.5.1 Komplikasi dini Sindroma kompartemen Infeksi Gas gangren Tetanus Trauma multipel Syok hemorargik
2.3.5.2 Komplikasi lambat Penyembuhan terlambat - Kekakuan sendi yang menetap Non-union - Infeksi Malunion - Osteoporosis Gangguan pertumbuhan - Batu ginjal dan Neurosis
2.3.6 Faktor yang berpengaruh dengan kejadian infeksi pada fraktur terbuka Jumlah, virulensi bakteri yang mengkontaminasi luka dan daya tahan penderita. Faktor penderita, faktor lokal, faktor lingkungan, faktor prosedur, faktor operator
dan faktor perawatan.
Faktor penderita diantaranya : Usia Gizi Trauma mayor Faktor lokal Faktor lingkungan Faktor prosedur Faktor operator Faktor perawatan
2.3 Kultur dan resistensi kuman Metode pembenihan mikroorganisme terhadap sediaan (bahan) dalam suatu medium yang
sesuai untuk pertumbuhan. Medium tersebut harus mempunyai semua zat yang dibutuhkan, hingga mikroorganisme dapat dibiakan.
Bakteri gram positif aerob patogen yang umum menyebabkan infeksi adalah Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus, sedangkan
gram negatif adalah Escherichia coli, Klebsiella sp , Enterobacter sp, Citrobacter sp, Proteus vulgaris, Proteus mirabilis dan Pseudomonas aeroginosa.
Penelitian yang sudah dilakukan di Indonesia khususnya di kota Semarang menunjukkan kuman yang ditemukan dari hasil kultur pada patah tulang terbuka yang terinfeksi adalah kuman Escheria Coli, Pseudomonas dan Stafilokokus
Resistensi adalah mikroba yang kebal terhadap antibiotik tertentu yang dapat berupa resistensi alamiah, resistensi karena adanya mutasi spontan (resistensi kromosomal) dan resistensi karena adanya faktor R pada siloplasma (resistensi ekstrakromosomal) atau
resistensi karena pemindahan gen yang resistensi atau faktor R atau plasmid (resistensi silang).
2.4 Kerangka teoriPasien dengan fraktur terbuka
# Terbuka·Derajat
·Rentang waktu
Masuk RS IGD dan Bangsal bedah
Penanganan pada Fraktur Terbuka
·Pembersihan kullit
·Pencucian yang bersih
·Pengobatan terhadap fraktur (fiksasi eksterna)
·Antibiotik broad spectrum
·Anti-tetanus
·Debridement
Hasil Kultur dan Resistensi Kuman
Uji Kultur dan Resistensi Kuman
Pemberian AB sesuai hasil Uji kultur
Infeksi ↓↓
2.5 Kerangka konsep
Uji Kultur dan resistensi kuman
Patah Tulang Terbuka·Derajat
·Rentang Waktu
Hasil kultur dan resistensi kuman terhadap AB cefotaxim
Bab IIIMetodologi Penelitian3.1 Jenis dan rancangan penelitian Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di IGD, bangsal bedah RSUD Raden Mattaher Jambi dan Rekam
medik serta Laboratorium kesehatan Jambi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2011-Oktober 2012.
3.3 Subjek penelitian3.3.1 Populasi Semua penderita fraktur terbuka di RSUD Raden Mattaher Jambi selama bulan
Oktober 2011-Oktober 2012.
3.3.2 Sampel Teknik pengambilan sampel penelitian ini adalah nonprobability sampling.
Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik total sampling Pada penelitian ini sampel yang diambil adalah semua penderita patah tulang
terbuka yang memenuhi kriteria inklusi
Z21-a/2.P (1-P).N
d2. (N-1).+ Z21-a/2.P (1-P)
n =
3.4 Kriteria inklusi dan eksklusi Kriteria inklusi
Derajat fraktur Rentang waktu serta Uji kultur dan resistensi kuman terhadap AB cefotaxim
Kriteria eksklusi Sepsis APS/tidak mau dioperasi Trauma mayor lain dengan tanda-tanda infeksi Kortikosteroid. Telah dilakukan debridement di rumah sakit lain sebelum dirujuk.
3.5 Definisi operasional
No. Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala ukur
1 Hasil Uji Kultur dan
Resistensi (Variabel
Dependen)
Penilaian jenis kuman dilakukan
berdasarkan hasil uji kultur kuman
pada patah tulang terbuka
Biakan kuman
dan tes
resistensi
Rekam medik dan
observasi
Jenis mikro-
organisme
Ordinal
2 Derajat fraktur terbuka
(Variabel Independen)
Derajat fraktur terbuka yang dinilai
berdasarkan system Gustillo
Anderson yaitu derajat I, II, dan III
didiagnosis oleh dokter spesialis
orthopedi
Diagnosa
pasien
Rekam medik dan
observasi
Derajat I
Derajat II
Derajat III
Derajat IIIA
Derajat IIIB
Derajat IIIC
Interval
3 Rentang Waktu
(Variabel Independen)
Lamanya kejadian dari saat masuk
RS sampai dilakukan tindakan
debridement oleh dokter spesialis
orthopedi
Diagnosa
pasien
Rekam medik dan
observasi
< 6 jam
> 6 jam
Nominal
3.6 Instrumen penelitian Berupa data primer dan sekunder yang dikumpulkan atau didapat dengan cara
melihat dan mencatat data rekam medik.
3.7 Metode pengumpulan Data3.7.1 Jenis data Data yang dikumpulkan dengan melakukan pencatatan dan observasional di
bangsal dan data rekam medik3.7.2 Sumber data Data Primer Diperoleh melalui data observasional di IGD, bangsal bedah dan
laboratorium kesehatan Jambi. Data sekunder Diperoleh dari data rekam medik RSUD Raden Mattaher.
3.8 Teknik analisa data3.8.1 Pengolahan data Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data, selanjutnya diolah
dengan menggunakan SPSS (Statistical Program Social Science), adapun langkah – langkahnya sebagai berikut : Persiapan tabel Induk Memasukkan Informasi Editing Coding Entry data Tabulasi
3.8.2 Analisa data Data yang diperoleh ditabulasikan menurut distribusi frekuensi dan narasi
3.9 Etika penelitian Mengajukan surat ijin atau permohonan untuk meminta ijin mencari dan mencatat data
rekam medik serta melakukan observasi.
Setelah itu dilakukan pengambilan data dan mencatat semua populasi yang memenuhi kriteria penelitian, yang meliputi data berupa derajat dan rentang waktu serta uji kultur dan resistensi kuman.
3.10 Alur penelitianRekam Medis dan Observasi
Sampel Penelitian
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Analisa Data Peneltian
Gambaran Hasil Kultur dan Resistensi Kuman terhadap AB Cefotaxim
Bab IV Hasil penelitian dan pembahasan• 4.1 Hasil Penelitian
• Tabel 4.1 Distribusi sampel penderita fraktur terbuka
Jenis kelamin a. Laki-laki 28 (93,3%)
b. Perempuan 2 (6,7%)
Penyebab a. KLL 24 (80%)
b. Kecelakaan Kerja 3 (10%)
c. Jatuh dari ketinggian 2 (6,7%)
d. Kecelakaan karena Cidera
Olahraga 1 (3,3%)
Lokasi Fraktur a. Tibia-Fibula 15 (49,6%)
b. Femur 9 (30%)
c. Radius-Ulna 3 (10%)
d. Humerus 3 (10%)
4.1.1 Distribusi frekuensi penderita fraktur terbuka berdasarkan derajat Gustillo-Anderson di bangsal bedah RSUD Raden Mattaher periode Oktober 2011-Oktober 2012
• Tabel 4.1.1 Frekuensi penderita patah tulang terbuka berdasarkan derajat Gustillo-Anderson
Derajat Frekuensi Persentase (%)
Grade I 5 16,7
Grade II 10 33,3
Grade III 10 33,3
Grade IIIA 5 16,7
Jumlah 30 100
4.1.2 Distribusi frekuensi penderita fraktur terbuka berdasarkan rentang waktu saat kejadian fraktur sampai debridement di bangsal bedah RSUD Raden Mattaher periode Oktober 2011-Oktober 2012
• Tabel 4.2 Frekuensi penderita patah tulang terbuka berdasarkan rentang waktu sampai tindakan devridement
Rentang Waktu Frekuensi Persentasi (%)
< 6 jam 0 0
> 6 jam 30 100
Jumlah 30 100
4.1.3 Distribusi frekuensi penderita fraktur terbuka berdasarkan gambaran uji kultur di bangsal bedah RSUD Raden Mattaher periode Oktober 2011-Oktober 2012
• Tabel 4.3 Frekuensi penderita patah tulang terbuka berdasarkan gambaran jenis kuman
Uji Kultur Jenis Mikroorganisme Frekuensi Persentase
(%)
Gram positif Staphylococcus epidermidis
4 13,3
Gram negatifPseudomonas aeruginosa
Klebsiella ozaenae
Enterobacter aerogenes
Proteus mirabilis
Klebsiella
pneumonia
9
5
4
2
1
70
Tidak dilakukan uji
kultur5 16,7
Jumlah 30 100
4.1.4 Distribusi frekuensi penderita fraktur terbuka berdasarkan resistensi kuman terhadap AB cefotaxim di bangsal bedah RSUD Raden Mattaher periode Oktober 2011-Oktober 2012
• Tabel 4.4 Frekuensi penderita patah tulang terbuka berdasarkan resistensi AB cefotaxim
Uji Resistensi Freekuensi Persentase (%)
Resisten (≤14) 18 60
Sensitif (>23) 7 23,3
Tidak dilakukan uji
resistensi5 16,7
Jumlah 30 100
4.2 Pembahasan
• 4.2.1 Gambaran fraktur terbuka berdasarkan derajat Gustillo-Anderson
• Derajat yang paling banyak adalah derajat II dan III dengan 10 kasus (50%).
• Penelitian Court-Brown, et al (1998) juga menunjukkan hasil yang sama yaitu derajat III sebagai prevalensi yang paling sering terjadi khususnya derajat IIIB.
• Hal senada juga diungkapkan oleh Arruda et al (2009) yang mendapatkan derajat terbanyak adalah derajat III dengan derajat IIIA yang paling sering terjadi.
• Hasil yang sama dengan penelitian ini dapat dilihat pada penelitian Cininta A Savitri, yaitu kebanyakan kejadian fraktur terbuka adalah derajat II dengan jumlah 50 kasus (47,17%).
• Hasil yang sama dengan penelitian Yishak et al, yaitu derajat II sebanyak 83 (41,5%) dari 191 kasus.
Faktor yang mempengaruhi Fraktur terbuka :
• Penduduk banyak • Peraturan lalu-lintas yang kurang tertib akan mendapatkan kasus fraktur terbuka tulang
panjang dengan derajat yang lebih tinggi, • sedangkan pada penelitian di kota kecil atau di tempat dengan lalu lintas yang tertib akan
mendapatkan kasus fraktur terbuka tulang panjang dengan derajat yang lebih rendah.
• 4.2.2 Gambaran fraktur terbuka berdasarkan rentang waktu kejadian sampai tindakan debridement
• Rentang waktu kejadian fraktur sampai tindakan debridement adalah lebih dari 6 jam (100%).
• Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian Budiman M di RSPAD Gatot Soebroto yaitu 8,75 jam.
• Dari hasil penelitian, waktu kejadian fraktur sampai tindakan debridement lebih lama dibandingkan penelitian Alsen M, Rochanan dan Gustillo dkk yaitu sekitar 6,7 jam, 5 jam, dan 3,2 jam.
• Untuk itu sebaiknya tindakan debridement di RSUD Raden Mattaher dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan faktor risiko infeksi pada kasus-kasus fraktur apalagi fraktur terbuka yang langsung berhubungan dengan lingkungan luar.
• 4.2.3 Gambaran fraktur terbuka berdasarkan gambaran jenis kuman
• Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa untuk gambaran jenis kuman terbanyak adalah bakteri gram negatif dengan jumlah 21 kasus (70%).
• Untuk jenis mikroorganismenya yang terbanyak adalah Pseudomonas Aeruginosa dengan jumlah 9 kasus.
• Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Yishak dkk di Ethiopia, yaitu jenis kuman terbanyak adalah bakteri positif Staphylococcus aureus dengan jumlah 24 kasus (14,8%) dari 162 kasus.
• Hasil penelitian Seekamp et al dalam jurnal bacterial cultureand bacterial infection in open fractures 2000 juga menyatakan bahwa untuk jenis mikroorganisme terbanyak pada fraktur terbuka adalah Staphylococcus aureus 52,8% diikuti Escheria coli dan Enterobacter 32,5%, Streptococcus 26%, Pseudomonas 17,1%, dan Proteus 1,6%.
• Dengan diketahui jenis mikroorganismenya, untuk jenis pemberian antibiotiknya dapat diberikan secara spesifik serta dapat menekan tingkat kejadian infeksi pada faktur terbuka.
• Pseudomonas aeruginosa adalah gram (-) negatif yang berbentuk batang, lurus atau bengkok, tumbuh mudah pada media biasa, strength aerob, tidak berspora, tidak berkapsul, bergerak aktif dengan flagella polair/ Iopotrich.
• Pseudomonas aeruginosa ini dapat menimbulkan infeksi pada saluran pernafasan, kandung
kemih, telinga, kulit dan pada luka-luka yang disebabkan karena terbakar atau luka operasi. Bakterinya dapat ditemukan didalam sputum, urine, darah, faeces, pus, secret telinga. Dapat juga berada didalam makanan dan minuman/air.
• 4.2.4 Gambaran fraktur terbuka berdasarkan resistensi kuman terhadap AB cefotaxim
• Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa untuk gambaran resistensi kuman terhadap antibiotik cefotaxim dari uji kultur didapatkan 18 (60%) mikroorganisme resistensi terhadap antibiotik, sedangkan 7 (23,3%) mikroorganisme masih sensitif terhadap pemberian antibiotik.
• Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Yishak dkk di Ethiopia, yaitu dengan hasil 53 dari 162 (32%) resistensi terhadap cefotaxim.
• Dengan begitu, pemberian antibiotik jenis cefotaxim dan ceftriaxon di UGD dan Bangsal bedah bukan merupakan pilihan utama antibiotik broad spectrum karena jenis kuman yang ada telah menjadi resisten terhadap jenis antibiotik ini khususnya cefotaxim.
Bab VKesimpulan dan saran• Kesimpulan• Fraktur terbuka berdasarkan derajat Gustillo-Anderson paling banyak ditemukan adalah
derajat II dan III (50%), dan paling sedikit derajat I dan derajat III A (16,7%).
• Rentang waktu fraktur terbuka sampai dilakukan tindakan debridement untuk semua kasus adalah lebih dari 6 jam (100%).
• Gambaran jenis kuman terbanyak adalah bakteri gram negatif (70%), sedangkan gram positif (13,3%) dan sisanya tidak dilakukan uji kultur sebanyak (16,7%) karena merupakan fraktur terbuka derajat I.
• Untuk jenis mikroorganismenya yang terbanyak adalah Pseudomonas Aeruginosa 9, Klebsiella ozaenae dengan jumlah 5 kasus, Staphylococcus epidermidis dengan jumlah 4 kasus, Enterobacter aerogenes 4 kasus, Proteus Mirabilis 2 kasus, dan yang paling jarang Klebsiella Pneumonia 1 kasus.
• Untuk gambaran resistensi kuman terhadap antibiotik cefotaxim dari uji kultur didapatkan (60%) mikroorganisme resisten terhadap antibiotik cefotaxim, sedangkan (23%) mikroorganisme masih sensitif terhadap pemberian antibiotik, dan sisanya tidak dilakukan uji kultur sebanyak (16,7%) karena merupakan fraktur terbuka derajat I
• Saran • Rentang waktu saat kejadian sampai tindakan debridement sebaiknya dilakukan sesegera
mungkin untuk menurunkan faktor risiko kejadian infeksi.
• Sebaiknya dilakukan kultur terlebih dahulu pada fraktur terbuka derajat II dan III untuk memastikan jenis kuman untuk menurunkan faktor risiko kejadian infeksi.
• Pemberian antibiotik cefotaxim bukan merupakan pilihan antibiotik broad spectrum karena sering terjadi resistensi dan tidak sesuai dengan jenis kuman yang terdapat pada fraktur terbuka.
• Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih banyak agar mendapatkan gambaran yang lebih jelas serta mendalam dan mendapatkan data secara lengkap.
Daftar pustaka• De jong W. Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : EGC. 2004.• Subroto S. Fraktur dan Dislokasi. Dalam buku : Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI. Tanggerang : Binarupa
Aksara. 2010• American college of surgeons. ATLS, ed 7. Komisi Trauma IKABI. 2004. 238• Chairuddin R. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Ed 3. Cetakan ke-6. Jakarta : Yarsif Watampone. 2009.• Bedah UGM. Fraktur Terbuka. 2009. Retrieved from http:/www. bedahugm. net/tag/fraktur-terbuka/.• Thomas AD. Open Fractures and Osteomyelitis. In Book Surgical Infections Edited by Donald E Fry. United
States of America. 1995. • Cininta AS. Pola Distribusi Patah Tulang Panjang Terbuka Berdasarkan Derajat dan Lokasi Patah Tulang
Terbuka serta Usia Pasien Di RSUD A.W. Sjahranie periode 2008-2010.Universitas Mulawarman Samarinda. 2011
• Rochanan AH. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Kejadian Infeksi pada Patah Tulang Terbuka. Lab. Ilmu Bedah FK UNDIP Semarang. 2003.
• Court-Brown, C. M., McQueen, M.M., Tornetta, P. Open Fractures in P. Tornetta (Eds) Trauma. Baltimore: Lipincott Williams & Wilkins. 2006.
• Gustillo, R. B., Merkow, R. L., Templeman, D. The Management of Open Fractures. The Journal of Bone and Joints Surgery. 1990. 72-A(2). 299-304 Fractures. Indian Journal of Orthopaedics. 42(4). 377-386
• Salter RB. Treatment for open fractures. In : Textbook of disorders and injuries of the musculoskeletal system. Third ed. Baltimore : The williams & wilkins Co. 1999, 460-44
• Solomon, Luis. Apley’s System of orthopaedics and fractures. 8th edition. London : Arnold. 2001. • Russel TA. General principles of fracture treatment. In : Campbell’s operative orthopaedics. Eight ed. Mosby-
Year Book, Inc. 1992, 725-84.
• Yishak A, Biruk L. Microbial Susceptibility of Bacteria Isolated from Open Fract ure Wounds Presenting to The Err of Black-lion Hospital, Addis Ababa University. Ethiopia. 2009. African Journal of Microbiology Research Vol. 3(12) pp. 939-951. Available online http://www.academicjournals.org/ajmr.
• Chapman, M. W. Open Fractures in M. W. Chapman (Eds) Chapman’s Orthopaedic Surgery 3 rd Edition. Baltimore: Lipincott Williams & Wilkins. 2001.
• Chapman, M. W., Madison, M. & Martin, R. B. Fracture Healing and Closed Treatment of Fractures and Dislocations in M. W. Chapman, (Eds) Chapman’s Orthopaedic Surgery 3rdEdition. Baltimore: Lipincott Williams & Wilkins. 2001.
• Puja. Asuhan keperawatan pasien dengan patah tulang terbuka. 2006. Retrieved from http:/wayanpuja.blinxer.com/?page_id=231
• Cross & Swiontkowski. Treatment Principles in the Management of Open Fractures. Indian Journal of Orthopaedics. 2008. 42(4). 377-386
• Keating J. Fractures in B. W. Ellis & S. Patterson-Brown (Eds.) Hamilton & Bailey’s Emergency Surgery 13 th Edition.London : Arnold. 2000
• Springfield, D.Orthopaedics in F. C. Brunicardi (Eds.) Schwartz Principles of Surgery 8 th Edition.New York : McGraw Hill. 2005
• Michael JP, Charalampos Z. Infection. In : Orthopaedic knowledge update. Eight ed. Edited by Alexander R Vaccaro. American Academy of Orthopaedic surgeons. 2005
• Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran (Clinical anatomy for medical student)/ Richard S Snell; alih bahasa Adji Dharma. Edisi ke-3. Jakarta: EGC. 1997
• Juni F. Identifikasi Drugs Related Problems pada Pasien Fraktur Terbuka Grade IIIA yang Diterapi dengan Antibiotika Dirawat di Ruang Trauma Centre RSUP Dr M Djamil Padang. Pascasarjana UNAN Padang. 2011.
• Esterhai JL Jr, Quennan J. Management of soft tisuue wounds associated with type III open fractures. Orthopedic Clinic of North America, Vol 22, No. 3, July 1991 : 427-32.
• Geroulanos S, Hell K. Table of risk factors of surgery. In : Risk factors in surgery. Basel, Ediones Roche, 1994 : 225-8.
• Howard RJ. Surgical Infection. In : Shwartz, Shires and Spencer : Principles of surgery. Sixth ed. New York : Mc Graw-Hill Inc. 1994 : 147-73.
• Hicket MS, Arbeit JM, Way LW. Surgical metabolism and nutrition. In : Current Surgical diagnosis and treatment. Tenth ed. Appleton and Lange, 1994 : 143-71.
• Dellinger EP. Surgical Infection. In : Sabiston textbook of surgery. Fifteenth ed. WB Saunders, 1997 : 264-5. • Palatrick, Grierson. Trauma triage. • URL:http://www.umanitoba.ca/faculties/medicine/units/emergency_medicine/archive/rounds/trauma_tr.../
tsld015.ht • Jawetz E. Penisilin & sefalosporin, Aminoglikosida & polimiksin. Dalam : Katzung BG : Farmakologi dasar
dan klinik. Edisi 6. Jakarta. 1998. EGC : 708-21, 729-36 • Simpson AHRW, Deakin M, Latham JM. Chronic osteomyelitis : the effect of the extent of surgical resection
on infection-free survival. 2001. J Bone Joint Sug (Br) 83-B:403-7.• Reidy D, Murray P. Open fracture and fractures with soft tissue injuries, classification and principle of
management. Beaumont Hospital, Dublin. 1997. Irish J of Orthopaedic Surgery an Trauma : 1-18.• Wahab A, Prayoga B, Heyder F. Pemakaian sefotiam dihidroklorida untuk profilaksis bedah pada patah tulang
terbuka. Bandung : PIT VI IKABI, Juli. 1989.• Jeeves. Practice management guideline parameters for prophylactic antibiotics in open fracture. J. 1998.
Eastern Association for the Surgery of Trauma : 1-18.
• Mandell GL, Sande MA. Antimicrobial agents : penicillins, cephalosporins, and other beta–lactam antibiotics. In : The pharmacological basis of therapeutics. Eight ed. Vol 2. 1991. McGraw-Hill Inc : 1065-97.
• Seekamp A, Kontopp H, Schandelmaier P, et al. Bacterial culture and bacterial infection in open fractures. European J of Trauma. Volume 26 issue 3. 2000.
• Soelarto R. Kedaruratan Ortopaedi Akibat Trauma (Pedoman Orhopaedi Untuk IGD). Dalam buku : Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI. Tanggerang : Binarupa Aksara. 2010.
• Muzakkie, Nur R L, dkk. Orthopaedi : Fraktur. Dalam buku Standar Pelayanan Medis Bedah. RSUP DR. Mohammad Hoesin Palembang. 2007.
• Wattimena, J. R. Farmakodinami dan Terapi Antibiotik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 1991.• Lemeshow, S. et al. (1997). Besar Sample Dalam Penelitian Kesehatan. Jogyakarta : Gadjah Mada
Universitas Press.