makalah sistem gua

Upload: ichank-bramakumbara

Post on 09-Oct-2015

111 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

sistem gua bawah tanah

TRANSCRIPT

LINGKUNGAN GUALingkungan gua merupakan sebuah lingkungan yang unik dan khas dengan kondisi gelap total sepanjang masa. Lingkungan gua lazim dibagi menjadi 4 zona yaitu mulut gua, zona peralihan (Zona remang-remang), zona gelap dan zona gelap total/zona stagnant, Masing-zona mempunyai karakteristik lingkungan (abiotik) yang berbeda-beda begitu juga kehidupan faunanya (biotik) (Howarth 1983, Howarth and Stone 1990, Howarth 1991).Mulut gua merupakan daerah yang menghubungkan luar gua dengan lingkungan gua dan masih mendapatkan cahaya matahari dan kondisi lingkungannya masih sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan luar gua. Temperatur dan kelembaban berfluktuasi tergantung kondisi luar gua. Mulut gua mempunyai komposisi fauna yang mirip dengan komposisi fauna di luar gua. Kondisi iklim mikro di mulut gua masih sangat dipengaruhi oleh perubahan kondisi di luar gua.Zona berikutnya adalah zona peralihan atau zona remang-remang yang dicirikan dengan kondisi yang sudah gelap namun masih dapat terlihat berkas cahaya yang memantul dinding gua yang tergantung tipe gua. Di zona peralihan kondisi lingkungan masih dipengaruhi oleh luar gua yaitu masih ditemukan aliran udara. Temperatur dan kelembaban masih dipengaruhi lingkungan luar gua. Komposisi fauna mulai berbeda baik jumlah jenis maupun individu. Kemelimpahan jenis dan individu lebih sedikit dibandingkan di daerah mulut gua.Zona gelap adalah daerah yang gelap total sepanjang masa, kondisi temperatur dan kelembaban mempunyai fluktuasi yang sangat kecil sekali. Jenis fauna yang ditemukan sudah sangat khas dan telah teradaptasi pada kondisi gelap total. Fauna yang ditemukan biasanya mempunyai jumlah individu yang kecil namun mempunyai jumlah jenis yang besar (Deharveng and Bedos 2000).Zona yang terakhir adalah zona stagnant dimana sama sekali tidak terdapat aliran udara kondisi temperatur dan kelembaban mempunyai fluktuasi yang sangat kecil. Biasanya mempunyai kandungan karbondioksida yang sangat tinggi. Zona ini biasanya terdapat pada sebuah ruangan yang lorongnya sempit dan berkelok-kelok.Berdasarkan keberadaan aliran sungai di dalam gua terdapat beberapa istilah gua fosil dan gua aktif. Gua fosil adalah gua yang sudah tidak mempunyai aliran sungai di dalam gua sehingga sepanjang lorong gua sama sekali tidak ditemukan aliran sungai yang berasal dari permukaan gua. Air di dalam gua biasanya berasal dari air perkolasi yang berasal dari permukaan tanah yang mengalir ke dalam gua melalui sistem celah rekahan dalam batu gamping. Air ini menetes dan membentuk ornamen gua seperti stalagtit dan stalagmit serta kolam-kolam air kecil yang sangat menarik. Sedangkan gua aktif adalah gua yang terdapat aliran sungai di dalam gua yang berasal dari luar gua baik besar maupun kecil. Gua tipe ini sangat dipengaruhi kondisi luar gua seperti terjadinya banjir pada saat musim hujan.Gua tidak hanya merupakan satau lorong tunggal saja namun juga dapat terdiri dari berbagai macam lorong yang bercabang-cabang dan berkelok-kelok yang ditentukan oleh proses speleogenesisnya. Lorong gua yang bercabang-cabang, berkelok-kelok dan bahkan bertingkat sehingga membentuk satu sistem biasanya disebuk dengan sistem gua.Dalam sistem gua ini biasanya terdapat lorong aktif, lorong vadose dan lorong fosil yang ditentukan berdasarkan keberadaan aliran air. Lorong aktif sama dengan gua aktif dimana ditemukan aliran air dan pembentukan ornamen gua masih berjalan. Lorong vadose adalah lorong gua yang seluruh lorongnya dipenuhi oleh air dan untuk melewatinya memerlukan teknik khusus. Sedangkan lorong fosil adalah lorong yang biasanya berada bagian atas lorong aktif dan lorong vadose. Lorong ini sudah tidak mempunyai aliran air karena turunnya permukaan air. Kondisi lorong yang berbeda-beda sangat menentukan kekayaan fauna di dalam gua karena variasi habitat berkorelasi positif dengan keanekaragaman fauna gua (Poulson and White 1967).

A. PENDAHULUAN

Membicarakan tentang karst tidak dapat dilepaskan dari apa yang disebut batu gamping (limestone). Perlu kiranya memahami bagaimana batu gamping itu terbentuk, tekstur, struktur, mineral penyusun, bidang perlapisan, porositas dan permeabilitas.

KARST berasal dari bahasa daerah Yugoslavia yang merupakan nama suatu kawasan diperbatasan Italia Utara dan Yugoslavia sekitar kota Trieste. Istilah Karst ini kemudian dipakai untuk menyebut semua kawasan batu gamping yang telah mengalami suatu proses pelarutan, bahkan berlaku juga untuk fenomena pelarutan batuan lain, seperti gypsum dan batu garam.

Kawasan karst sering menunjukkan penampakan (ciri-ciri) khas seperti :

1. Terdapatnya sejumlah cekungan (depresi) dengan bentuk dan ukuran yang bervariasi, cekungan tersebut digenangi air atau tanpa air dengan kedalaman dan jarak yang berbeda-beda.

2. Bukit-bukit kecil dalam jumlah banyak yang merupakan sisi-sisi erosi akibat pelarutan kimia pada batu gamping, sehingga terbentuk bukit-bukit (conical hills).

3. Sungai-sungai tidak mengalami perkembangan pada permukaan. Sungai pada daerah karst umumnya terputus-putus, hilang kedalam tanah dan begitu saja muncul dari dalam tanah.

4. Terdapatnya sungai-sungai di bawah permukaan, adanya gua-gua kapur pada permukaan atau di atas permukaan.

5. Terdapatnya endapan sedimen lumpur berwarna merah (terrarosa) yang merupakan endapat resedual akibat pelapukan batu gamping.

6. Permukaan yang terbuka mempunyai kenampakan yang kasar, pecah-pecah atau lubang-lubang mapun runcing-runcing (lapies)

Tidak semua batu gamping akan mengalami proses karstifikasi, proses ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah sifat dari batuan karbonat (batu gamping) itu sendiri yang meliputi : biota penyusun, kemurnian/ pengotoran mineral lain maupun porositas.

Proses yang dipelajari di dalam karstologi tidak bisa dipisahkan dengan masalah eksokarst (segala fenomena yang dijumpai di atas permukaan tanah kawasan karst) dan endokarst (segala fenomena yang dijumpai di bawah permukaan tanah kawasan karst termasuk gua), keduanya merupakan bahasan satu kesatuan yang saling berkaitan.

Fenomena karst telah diteliti di Eropa sejak abad ke-19 oleh para ahli geologi Slovenia, Hongaria, Jerman, dan Australia. Eksplorasi gua dan usaha mempelajari aneka ilmu terkait mulai ditekuni abad lalu. Dimulai ketika ditemukannya aneka fosil hewan dan manusia purba (homo erectus dan homo sapiens neanderthalensis). Sejak tahun 1925 mulai ditekuni geomorfologi dan hidrologi karst, biospleologi, speleogenesis, speleokhronologi. Mulai tahun 1960 ditekuni ekosistem karst.

B. KEANEKARAGAMAN HAYATI KAWASAN KARST DAN GUA SERTA PERMASALAHANNYA.

Pendayagunaan kawasan karst secara optimal dan berkelanjutan hanya berhasil bila melibatkan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Seluruh penduduk Indonesia perlu diberi informasi, bahwa formasi batuan karbonat yang telah mengalami proses pelarutan oleh air hujan dinamakan kawasan KARST. Karst merupakan aset nasional, bahkan beberapa diantaranya aset internasional atau aset dunia yang tidak terbaharui dan tinggi nilainya dari :

1. Segi sains-khususnya geomorfologi, speleologi, karstologi, biospeleologi, ekologi, paleontology dan arkeologi.2. Segi ekonomi, khususnya kandungan air bawah tanah, dan keindahan alam, baik di atas maupun di bawah tanah (gua) yang dapat dijual sebagai obyek wisata alam dan sifatnya berkelanjutan. Sebagai bahan galian yang akan habis bila dieksploitasi (batu gamping, kalsit, dolomit, guano, fosfat, marmer).3. Segi budaya, khususnya peninggalan penghuni gua dari zaman prasejarah, legenda atau dongeng rakyat dari beberapa gua dan sumber air karst, tempat pertapaan dan peziarahan.

Keanekaragaman hayati ekosistem karst dan gua sangat spesifik dan terbatas. Spesies yang hidup di kawasan karst telah beradaptasi pada lingkungan tinggi kadar kalsium dan tahan akan kekeringan selama beberapa bulan. Ada pula spesies yang hanya terdapat di beberapa gua saja, bahkan ada beberapa spesies yang ditemukan hanya pada bukit-bukit tertentu atau gua tertentu dari suatu kawasan karst yang luas. Seperti spesies Siput di karst semenanjung Malaysia yang hanya hidup pada satu bukit batu gamping saja. Kelelawar terkecil sedunia ditemukan di Thailand pada tahun 1973. Ternyata binatang ini tergolong famili baru dan dinamakan Craseonycteris Thonglongyai, beratnya hanya dua gram dan panjangnya hanya tiga cm. Binatang ini merupakan mamalia terkecil di dunia, disebut pula Bumblebee Bat. Spesies ini hanya ditemukan di satu sistem perguaan batu gamping di dalam taman nasional Sai Yok Muangthai. Kehilangan beberapa saja spesies langka ini bisa berakibat punahnya seluruh spesies itu.

Ada pula beberapa jenis hewan penghuni gua lainnya yang sudah beradaptasi total pada kegelapan abadi interior gua. Binatang khas gua ini (tergolong troglobit atau troglobio) memiliki nilai ilmiah tinggi karena merupakan obyek studi banding proses evolusi binatang, khususnya dalam gua di daerah tropika yang pernah dianggap tidak mungkin mengevolusi binatang-binatang khas gua ini.

Keunikan keanekaragaman hayati kawasan karst disebabkan karena binatang-binatang maupun tumbuhan-tumbuhan di kawasan karst tersebut persebarannya sangat terbatas dan telah berhasil beradaptasi pada lingkungan batu gamping yang gersang. Karenanya, sekali terganggu, maka mereka tidak dapat beradaptasi kembali pada lingkungan yang berubah. Misalnya hilangnya vegetasi akibat polusi udara atau air, punahnya tanaman endemik yang bernilai ekonomi tinggi seperti kayu jati (tectona gradis), kayu cendana (santalum album), mahoni (swietenia mahagony) yang sering dikorbankan untuk industri semen atau punahnya jenis binatang akuafauna khas karst (ikan, udang, kepiting darat, dsbnya) yang sering punah akibat limbah yang mengotori air karst. (Contoh : pada tahun 1999 di Kawasan Karst Maros telah punah tujuh spesies kupu-kupu unik akibat kunjungan wisatawan yang tidak terkendali).

Hingga kini di Indonesia, kawasan karst masih dianggap oleh sebagian besar masyarakat bahkan oleh sebagian besar ahli tambang dan geologi Indonesia hanya sebagai sumber daya alam yang memiliki nilai ekonomi dari segi tambang. Yang ditambang antara lain adalah batu kapur sebagai bahan baku industri semen, bahan bangunan, untuk dijadikan ubin (batu marmer), sebagai bahan untuk perhiasan, maupun macam-macam industri lainnya. Dolomit dan kalsit (CaCO3 yang telah mengalami proses kristalisasi) juga ditambang untuk aneka industri. Selain itu, fosfat yang terkandung dalam sedimen beberapa gua yang pernah dihuni banyak kelelawar dan burung walet juga ditambang untuk digunakan sebagai pupuk organik.

Di zaman orde baru, analisa dampak lingkungan yang dipersyaratkan sebelum keluar izin tambang, sering dibuat secara tidak benar. Tidak melibatkan pakar-pakar multidisiplin dan lintas sektoral terpadu dengan melibatkan para ahli biologi dan ekologi kawasan karst, ahli speleologi, ahli hidrologi karst, ahli geomorfologi karst, ahli geografi, ahli sosiobudaya, dan kalau perlu dilibatkan pula para ahli dalam bidang kepurbakalaan.Analisis dampak lingkungan sering kali tidak mengikuti persyaratan yang harus dipenuhi, seperti diploma AMDAL A dan B yang wajib dimiliki konsultan pembuat AMDAL. Kursus AMDAL pun tidak ada yang memperhatikan masalah lingkungan karst secara khusus. AMDAL untuk penambangan batu gamping untuk industri semen atau penambangan lainnya dikerjakan secara dangkal dan tidak melibatkan pakar-pakar terkait yang bisa meneliti secara independen dan objektip. Bahkan ada beberapa AMDAL yang dilakukan oleh konsultan yang tidak memiliki diploma AMDAL A atau B yang dipersyaratkan (Contoh : AMDAL Industri Semen Gombong).

DAMPAK NEGATIF AKIBAT PERTAMBANGAN PADA KAWASAN KARST

1. Kemiskinan keanekaragaman hayati pada kawasan karst setempat dan lingkungan nonkarst dalam radius pencemaran udara oleh polutan.2. Punahnya beberapa spesies yang khas.3. Kerusakan bentukan-bentukan alam yang unik4. Rusaknya situs arkeologi dan budaya (Kemungkinan akan dialami pada kawasan karst Batu Buli di Kab. Tabalong yang merupakan situs purbakala yang akan rusak akibat penambangan batu gunung (Eksplore Mapala Stienas Banjarmasin tahun 1996).5. Hancur atau lenyapnya temuan paleontologi.6. Lenyapnya pemandangan yang indah. 7. Rusaknya tatanan air (sumber air karst berkurang dan tercemar).8. Rusaknya lahan pertanian, peternakan dan perikanan.9. Hancurnya tanaman bernilai ekonomi tinggi.10. Hilangnya mata pencaharian dan lahan penduduk setempat.11. Tercemar dan rusaknya obyek wisata alam gua dan karst (Gua Marmer di Plaihari, Eksplore Mapala Stienas Banjarmasin tahun 1994).12. Tercemarnya lingkungan hunian penduduk oleh debu dan suara alat berat.13. Rusaknya sarana dan prasarana seperti jalan aspal, dll.14. Terganggunya kesehatan oleh polutan industri.

Secara internasional kawasan karst dan gua-gua sudah sejak lama diidentifikasikan sebagai sumber daya alam yang memiliki nilai yang jauh lebih penting dari bahan tambang. Sebagai bahan tambang, sumber daya alam ini PASTI akan habis dan tidak mungkin bisa pulih atau tumbuh kembali.

Wajib diidentifikasi aneka nilai non-tambang kawasan karst dan gua-gua melalui disiplin Karstologi dan Speleologi. Hingga kini di Indonesia kedua ilmu penting tersebut belum ditekuni secara merata. Terbukti bahwa nilai dan manfaat kawasan karts dan sistem perguaan hampir tidak dapat dijelaskan oleh para ahli pertambangan dan geologi Indonesia. Mereka belum memahami, bahwa fenomena endokarst erat hubungannya dengan fenomena eksokarst.

Gua alam sebagai obyek wisata sudah sejak lama dikelola di beberapa negara maju, seperti Gua Mammoth dan Gua Carlsbad yang setiap tahunnya dikunjungi satu juta pengunjung dan menghasilkan US $ jutaan setiap tahunnya, gua ini merupakan dua dari puluhan gua komersial yang dikelola sebagai gua untuk turis santai di Amerika Serikat. Di Belgia terkenal dengan Gua Hahn, Perancis dengan Gua Padirac dan Gua Pierre St. Martin, Italia dengan Gua Biru, di Selandia Baru dengan Gua Waitomo, Swis dengan Gua Holloch, Australia dengan Gua Seegrotte dan Gua Eisriesenwelt, Malaysia dengan Gua Mulu, dan di Cina dengan Gua Sembilan Naga. Gua-gua komersial itu merupakan gua kaliber dunia karena memiliki keindahan yang fantastis dan menakjubkan dan semuanya dikelola dengan profesional.

Keindahan gua-gua dan pemandangan beberapa kawasan karst di Indonesia tidak ada yang bertingkat nasional, namun cukup menarik untuk kunjungan wisata gua minat khusus. Seperti Gua Jatijajar, Gua Donan dan Gua Petruk di Jawa Barat, Gua Lawa, Gua Seplawan dan Gua Kiskendo di Jawa Tengah, Gua Sripit, Gua Terus, Gua Tuk Embul di Jawa Timur, Gua Losan di Kalimantan Timur, serta Gua Tamputuk, Gua Beramban, Gua Kelok Sembilan dan Gua-gua di kawasan Batu Hapu di Kalimantan Selatan.

Sejak puluhan tahun yang lalu masyarakat kita sudah mengenal keberadaan gua dan sebagian masyarakat kita beranggapan bahwa gua memiliki unsur magis. Hal ini erat hubungannya dengan pandangan masyarakat terhadap gua sebagai tempat pemujaan, tempat meletakkan sesajen, tempat pertapaan dan kuburan yang dikeramatkan. Sehingga masyarakat setempat percaya akan legenda atau mendapatkan sesuatu di gua tersebut (mendapat berkah, wangsit, terhindar dari musibah, dll). Hal ini merupakan daya tarik tersendiri yang mampu menarik minat orang untuk berkunjung dan ingin mengetahui sejarah dari gua tersebut.

Di negara kita cukup banyak terdapat gua-gua yang memiliki nilai budaya, diantaranya Gua Pamijahan, Gua Sang Hyang Sirah di Jawa Barat, Gua Langsa, Gua Semar, Gua Selarong di Jawa Tengah, Gua Selomangleng di Jawa Timur, Gua Tengkorak di Kal-Tim, Gua Batu Teluwungan di Kal-Teng, Gua Pahajatan di Kal-Sel (Eksplore Mapala Stienas Banjarmasin tahun 1999). Semua gua-gua tersebut memiliki legenda unik yang memiliki nilai budaya yang tinggi.

Pada jaman prahistory, manusia sudah memanfaatkan gua sebagai tempat tinggal karena gua memiliki ruangan (chamber) yang mampu menampung orang lebih banyak dan mempunyai sifat yang khas dalam mengatur suhu di dalamnya. Sifat tersebut yang menyebabkan gua digunakan sebagai tempat berlindung, baik oleh manusia atau oleh binatang.

Pada Perang Dunia II, gua sering digunakan sebagai tempat pertahanan/perlindungan (Survival) dan persembunyian dari serangan musuh. Hal ini karena pertahanan gua sangat sulit ditembus masuk. Di Indonesia terdapat gua-gua buatan maupun gua alam peninggalan pada masa penjajahan yang digunakan sebagai tempat pertahanan. Gua-gua itu pada umumnya dijumpai di lokasi strategis untuk perang defensip, seperti dijumpai di Pangendaran, Pelabuhan Ratu, Cilacap, Ceram, Banda yang dikenal dengan Gua Jepang, Gua Portugis, Gua Belanda dan Gua Babi di Kal-Sel (Eksplore Mapala Stienas Banjarmasin tahun 1996).

Di abad nuklir sekarang gua-gua digunakan bukan saja sebagai tempat pertahanan tetapi juga untuk menghindari efek radiasi, hal ini terbukti sampai 20 tahun negara-negara maju seperti Amerika Serikat, RRC, dan Swedia giat membangun gua sebagai markas maupun gudang makanan, bahkan di Rusia, Bulgaria, Hongaria, dan Jerman gua digunakan sebagai tempat terapi (Speleoterapi) untuk penderita alergi berat asma berkepanjangan dan bronkhitis menahun.

Banyak gua di pulau Jawa, Maros, Pulau-pulau Muna, Flores, Sumbawa, maupun di Kalimantan pernah dihuni oleh manusia purba. Ada yang pernah membuat lukisan-lukisan pada dinding gua. Biasanya lukisan di dinding merupakan gambar telapak tangan, binatang, maupun perahu. Seperti di Gua Lascaux (Perancis) terdapat lukisan yang menakjubkan dari jaman Prahistory, di flores terdapat lukisan telapak tangan yang kehilangan satu jarinya dimana lukisan ini diasumsikan dari upacara ceremonial dalam memperingati kematian. Baru-baru ini di Kal-Tim telah ditemukan gua kaliber dunia dengan lukisan jaman purba dan masih dalam tahap penelitian para ilmuwan luar negeri. Selain berupa lukisan di dinding peninggalan arkeologi dapat juga berupa barang pecah belah, patung (artefak), kapak batu yang dapat disebut sebagai art mobilier maupun berupa tulang belulang (fosil) seperti yang telah ditemukan di Gua Babi, Gua Tengkorak Kab. Tabalong (Ekskavasi Balai Arkeologi Kal-Sel tahun 1996 dan 2000) dan Gua Haruk Kab. HSS (Eksplore Mapala Stienas Banjarmasin tahun 1999).

Di Indonesia, keindahan kawasan karst dan gua-guanya belum digarap secara profesional. Terbukti sejak sepuluh tahun terakhir dibuka gua-gua sebagai obyek wisata untuk umum tidak ada yang dikelola sesuai standar internasional dalam bidang manajemen gua wisata dan tanpa didahului oleh AMDAL yang dipersyaratkan dan tidak melibatkan para ahli terkait (ahli karstospeleologi, geologi, arkelogi, paleontologi, tanah, biologi endokarst, vegetasi, ekonomi pariwisata, konservasi kawasan karst dan arsitek) untuk mengidentifikasi aneka nilai yang terkandung dalam suatu gua sebelum dijadikan obyek wisata, seperti menghitung daya dukung dinamis gua, merencanakan sirkulasi pengunjung dan akses, menghitung dana yang dibutuhkan dan kapan break even point tercapai, merencanakan strategi pemasarannya, melakukan reboisasi dan membuat desain lansekap maupun bangunan fisik, mengidentifikasi biota gua, mikro-ekosistem biota gua dan makro-ekosistem hewan terbang penghuni gua, sistem perguaan tak pernah dipetakan, meneliti kualitas dan kuantitas air bersih yang dibutuhkan, menentukan zonasi dan bila ada indikasi menutup sebagian gua untuk tujuan ilmiah.

Pembangunan fisik gua untuk obyek wisata, seperti pemasangan lampu-lampu dalam gua akan merusak lingkungan alamiah gua yang sunyi dan gelap abadi. Aneka tanaman yang berasal dari luar gua akan tumbuh di dalam gua akibat adanya sumber cahaya yang memungkinkan terjadinya proses fotosintesa. Aneka lumut (algae) yang dikenal dengan sebutan lampenflora dipelajari efeknya terhadap lingkungan fisik gua. Perubahan suhu di dalam gua oleh panas badan para pengunjung dan sumber cahaya akan mempengaruhi mikroklimatologi. Hal ini akan memfasilitasi pertumbuhan flora-fauna yang berasal dari eksokarst, akibatnya mikro-ekosistem khas gua akan terganggu. Kunjungan orang ke dalam interior gua juga akan menambah kandungan CO2, mengurangi kandungan O2, meningkatkan kelembaban interior gua, memadatkan tanah di atas lantai yang diinjak. Sering pula mengintroduksi algae, spora dan bakteri eksokarst ke dalam endokarst. Pengunjung yang membuang sisa makanan atau buang hajat dalam gua akan merubah mikro-ekosistem gua. Demikian pula kalau membuang sisa karbit atau baterai dalam gua.Berbagai dekorasi alamiah gua (Speleotem) seperti stalaktit, stalagmit, gourdams, drapery, dsbnya selain indah dipandang juga sangat penting untuk menentukan umurnya (speleochronologi). Gua-gua di Indonesia dengan speleotem yang umurnya ratusan ribu tahun, pada saat dikunjungi wisatawan, sering ada yang mematahkanya tanpa alasan yang jelas atau untuk dibawa pulang sebagai cindera mata (Contoh kasus ini terjadi di Gua Kering Kab.Tapin, salah satu stalaktit pada gua tersebut sengaja dipatahkan oleh pengunjung yang tidak bertanggung jawab (Eksplore Mapala Stienas Banjarmasin tahun 2004). Hal ini disebabkan karena tidak ada petugas yang senantiasa mendampingi dan mengawasi pengunjung atau penelusur gua seperti di negara maju. Pemandu wisata gua di Eropa, Australia dan AS, biasanya merupakan orang yang sarat akan pengetahuan tentang speleologi, dan berfungsi sebagai pendidik dalam bidang etika, kebersihan lingkungan dan konservasi alam.

Di Indonesia hampir tidak ada seorang pemandu wisata gua yang di persyaratkan. Pemandu wisata gua kebanyakan hanya masyarakat setempat yang tidak mengerti apa-apa tentang pengetahuan gua (Speleologi), bahkan ironisnya ada anak kecil yang menjadi pemandu wisata gua. Di Indonesia hanya Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia (HIKESPI) yang dikelola oleh Yayasan Speleologi Indonesia yang telah diakui oleh kelompok-kelompok Pecinta Alam dan banyak instansi pemerintah Indonesia bahkan diakui oleh International Union Of Speleology (Austria) sebagai Pusat Pendidikan dan Pelatihan Eksplorasi Karst dan Gua maupun sebagai Pusat Pendidikan Pengelolaan Obyek Wisata Gua dan Pemandu Wisata Gua.

Sebelum suatu gua alam dikembangkan secara fisik, wajib diidentifikasi dulu aneka nilai yang terkandung dalam gua tersebut. Identifikasi secara dini dan terpadu oleh tim multidisiplin ini penting sekali agar pembenaran (justifikasi) pengembangan suatu gua alam untuk dijadikan obyek wisata dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Hal ini juga perlu untuk memberikan masukan pada tim AMDAL yang wajib membuat penelitian sebagai syarat perizinan.Di negara maju, dibutuhkan paling tidak tiga sampai lima tahun sebelum suatu gua komersial dibuka untuk kunjungan umum. Penelitiannya terfokus pada sedimen gua, karena merupakan struktur penting sekali yang mempreservasi sisa aneka flora dan fauna masa lalu. Dengan demikian dapat dianalisa iklim dan ekologi masa lalu, yaitu melalui ilmu palinologi yang meneliti spora dalam sedimen gua, ilmu paleontologi yang meneliti aneka fosil hewan purba yang telah lama punah, dan ahli arkeologi yang meneliti aneka artefak peninggalan manusia penghuni gua dan peradaban zaman prasejarah. Di Indonesia, sedimen gua kurang diperhatikan sama sekali dan dianggap tidak memiliki nilai apapun.

C. PENYELESAIAN MASALAH

Guna menyelesaikan berbagai macam aneka permasalahan yang terjadi pada kawasan karst dan gua, maka penyelesaian masalah harus berdasarkan :

1. Identifikasi secara holistik aneka permasalahan karst yang dilakukan oleh suatu tim terpadu, karena masing-masing kawasan karst memiliki permasalahan berbeda.

2. Menganut pola manajemen kawasan karst secara profesional. Pola manajemen kawasan karst harus disusun, dimengerti, difahami, dipartisipasi oleh dan dikoordinasi antar instansi terkait dengan senantiasa melibatkan penduduk setempat.

3. Menyediakan sumber daya manusia yang tepat dan terdidik untuk melakukan manajemen.

Oleh karena itu, segala jenis kegiatan eksploitatif di kawasan karst khususnya untuk segala jenis pertambangan wajib didahului oleh suatu proses AMDAL terpadu yang dilaksanakan oleh tim ilmuwan yang memahami segala permasalahan kawasan karst.

ARAHAN UNTUK EKSPLOITASI KAWASAN KARST

1. Harus sangat berhati-hati memilih lokasi eksploitasi, sehingga dampak negatif terhadap keanekaragaman hayati, kebudayaan dan nilai arkelogi dapat diminimalisasi.

2. Wajib melakukan penelitian secara profesional, obyektip, independen oleh suatu tim terpadu terdiri dari para ahli terkait di lokasi penambangan maupun daerah sekitarnya.

3. Harus ada rencana komprehensip untuk memantau dampak negatip selama penambangan

4. Memindahkan seluruh peralatan, bangunan, sisa-sisa penambangan setelah eksploitasi selesai.

5. Melakukan rehabilitasi lingkungan atau relandscaping, replanting dan reshaping lokasi penambangan untuk regenerasi vegetasi dengan pemantauan secara berkala.

REKOMENDASI EKSPLOITASI KAWASAN KARST

1. Sebaiknya menambang kawasan batu gamping yang belum terkarstifikasi.

2. Jangan membongkar bukit-bukit batu gamping yang terisolasi yang letaknya berjauhan dari deretan bukit batu gamping lainnya karena memiliki keanekaragaman hayati yang lebih unik.

3. Pilih lokasi kawasan batu gamping yang paling luas, namun jangan sampai merusak seluruh kawasan dan sisakan sebagian yang cukup besar dari kawasan itu tanpa disentuh.

4. Kalau melakukan penambangan di suatu areal yang luas, sebaiknya eksploitasi dibatasi pada satu bagian dari kawasan tersebut. Jangan menambang pada banyak bagian dari kawasan tersebut.

5. Jangan menambang kawasan yang terdapat gua-gua.

6. Jangan melakukan penambangan pada kawasan batu gamping yang menunjukkan sistem percelahan-rekahan yang lebarnya dalam hitungan milimeter dan centimeter.

7. Jangan menggali lokasi sumber air karst dan aliran sungai bawah tanah serta kawasan tadah hujannya.

8. Tidak boleh melakukan penambangan dalam radius 45 km bila kawasan batu gamping terdapat gua yang dihuni kelelawar dan burung wallet (Gua Temu Luang di Kota Baru-KalSel).

9. Jangan mengadakan penambangan pada lokasi hunian binatang yang dilindungi.

10. Bentangan alam dengan geomorfologi unik tidak boleh ditambang.

11. Jangan mengeksploitasi kawasan batu gamping yang dekat kota atau desa yang banyak penghuninya, apalagi kalau menggunakan atau mengurangi debit sumber air.

12. Hanya boleh diizinkan industri semen yang menggunakan metoda kering. Metoda basah yang menimbulkan emisi CO2 tinggi dan tidak efisien harus dilarang. (Metoda basah sangat memerlukan banyak air sehingga sumber air karts cenderung tercemar dan berkurang).

13. Jangan melakukan penambangan dekat kawasan wisata, Taman Nasional dan Cagar Alam.

14. Bila motivasi penanam modal hanya karena sudah tersedia sarana-prasarana yang memadai seperti jalan aspal, dekat pelabuhan, tersedia banyak air untuk metoda basah, dekat stasiun kereta api, dsbnya tanpa kesediaannya untuk mengeluarkan modal untuk membangun dan memelihara sarana-prasarana itu, sebaiknya izin ditolak karena sarana-prasarana yang sudah ada pasti rusak yang diakibatkan pemakaian secara berlebihan,

15. Penanam modal wajib menyerahkan DEPOSITO yang cukup besar sebagai jaminan rehabilitasi / rekonstruksi / relandscaping pasca penambangan.

Pemeliharaan dan pengelolaan karst secara bijaksana merupakan tanggung jawab bersama, bukan hanya dari salah satu pihak atau instansi saja, tetapi dari berbagai instansi terkait (pertambangan, kehutanan, pertanian, pengairan, pencagaran, pariwisata, dinas sosioekonomi dan sosiobudaya, dinas pendidikan dan para ilmuwan dari LIPI, perguruan tinggi, serta LSM). Dasar dari pemanfaatan harus diprioritaskan yang sifatnya berkelanjutan dan dirasakan secara langsung atau tidak langsung oleh masyarakat setempat.

Ada beberapa alternatif pemanfaatan kawasan karst yang sifatnya berkelanjutan, yaitu konservasi sumber daya alam dan pariwisata, yaitu :

1. Konservasi Sumber Daya Alam.Kawasan karst ada yang memiliki nilai estetika dan nilai wisata alam (keindahan bukit-bukit karst dan keindahan gua), nilai ilmiah, nilai budaya, dan nilai ekonomi (tanaman endemis, sumber air, wisata alam dan budaya). Semua nilai ini akan lenyap dalam waktu singkat apabila kawasan karst itu ditambang. Proses dan gangguan maupun tekanan terhadap kawasan karst akan semakin cepat dengan hadirnya para pengusaha yang mengeksploitasi kawasan karst dalam skala besar. Keadaan ini juga didukung dengan adanya slogan yang sering digunakan oleh pemerintah dalam memberdayakan masyarakat, yaitu dari, oleh dan untuk rakyat, bila tidak diikuti dengan suatu penjelasan, mengingat bahwa rakyat yang dimaksud adalah rakyat yang heterogen, dan pada umumnya berpendidikan rendah, belum sadar lingkungan dan hanya berorientasi pada peningkatan penghasilan semata.

Kawasan karst dengan isinya berupa komponen biotik dan abiotik memberikan potensi sebagai penyangga kehidupan bagi insan yang berada di bumi ini. Dalam melaksanakan fungsi ini secara optimal, diperlukan suatu upaya perlindungan, dimana pada akhirnya kawasan karst mampu memberikan kontribusi yang besar secara ekonomi namun tetap lestari. Salah satu tindakan yang perlu dilaksanakan adalah tindakan pencagaran berdasarkan konsep upaya perlindungan kawasan karst dari gangguan dan atau tekanan-tekanan akibat salah kelola dan pemanfaatan secara tidak berkesinambungan. Agar misi tersebut dapat diterapkan secara tepat dan terarah, maka diperlukan perangkat hukum, berupa peraturan dan perundang-undangan yang nantinya menjadi dasar pelaksanaan pengelolaan.Kaitannya dengan permasalahan di atas, dibutuhkan koordinasi dan kerjasama antar berbagai pihak terkait, seperti pemerintah, para akademisi, pemerhati lingkungan seperti LSM dan kelompok-kelompok pecinta alam, masyarakat, serta pengusaha, yang dapat dijadikan pengelola yang harus mempunyai persepsi dan aspirasi yang sama dalam memandang keberadaan kawasan karst.

Koordinasi dalam bentuk kerja sama yang terpadu antar berbagai pihak sangat diperlukan, seperti :

a. Pihak Pemerintah Daerah sebagai pihak yang mempunyai otoritas wilayah, perlu lebih proaktif dalam mengendalikan eksploitasi kawasan karst.

b. Peran Departemen Kehutanan, khususnya Ditjen PKA (Perlindungan dan Konservasi Alam) dalam upaya konservasi kawasan karst dan gua, dapat dipertegas tugasnya dalam perlindungan bentukan alam ini. Antara lain dengan diberi wewenang melakukan identifikasi aneka nilai yang terkandung dalam suatu kawasan karst, baik di dalam maupun di luar wilayah konservasi alam.

c. LSM / Kelompok Pecinta Alam sebagai pemerhati lingkungan, memiliki fungsi kontrol terhadap aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan pemanfaatan kawasan karst. Agar disponsori untuk mendidik/ menyiapkan SDM yang mengerti akan pentingnya pengkonservasian kawasan karst.

d. Peran perguruan tinggi (pihak akademisi) sangat penting, mengingat perguruan tinggi berfungsi sebagai lembaga ilmiah, konsultasi dan pengembangan SDM. Lembaga ini diharapkan mampu memberikan kontribusi yang optimal bagi pengelolaan dan pemanfaatan kawasan karst secara berkelanjutan.

e. Pengusaha diharapkan ikut memberdayakan masyarakat di sekitar kawasan karst, dan menggunakan teknologi yang tepat guna, sehingga mampu menghasilkan produk yang ramah lingkungan dan tetap mengacu pada aspek-aspek konservasi alam.

f. Deptamben, Industri, Depdagri (otonomi daerah), Pekerjaan Umum, Kebudayaan dan Pariwisata, Kehutanan, Perikanan dan Pertanian, serta LIPI, dalam menjalankan wewenang dan tanggung jawabnya perlu melakukan koordinasi antar departemen terkait, yang dilakukan secara integrativ lintas sektoral, sehingga tidak ditempuh kebijaksanaan tumpang tindih, yang kadangkala menjadi pemicu munculnya permasalahan dalam pengelolaan karst.

2. Pariwisata.Permasalahan kawasan karst dengan keterpaduan ekosistemnya, belum mendapat perhatian optimal dari Pemerintah Pusat maupun Daerah, maupun dari kelompok ilmuwan dari Universitas Pemerintah/Swasta dalam upaya mengidentifikasi aneka nilai yang terkandung di dalamnya secara kuantitatif dan kualitatif, serta pemanfaatannya. Antara lain sebagai obyek penelitian ilmiah mendampingi Pemerintah Daerah untuk mencari sumber-sumber yang dapat meningkatkan PAD secara berkelanjutan, dan terutama dalam upaya memandang kawasan karst sebagai aset alam yang bernilai strategis.

Kawasan karst ada yang memiliki potensi besar sebagai obyek wisata alam. Sejak dini wajib diteliti, apakah ada kesediaan dan kesanggupan masyarakat setempat untuk berpartisipasi secara aktif dan positif dalam pengembangan dan pemeliharaannya. Masyarakat setempat harus dibina agar siap untuk dilibatkan dalam pengembangan, pengelolaan dan pemeliharaan obyek wisata tersebut, sebagai partisipasi aktif bukan sebagai penonton pasif. Rakyat yang bakal kehilangan lahan garapan, terutama status kepemilikan tanah, sering tidak merasa puas dengan hanya penggantian uang. Identifikasi kesiapan masyarakat setempat untuk melibatkan diri dalam kegiatan wisata alam perlu diprioritaskan sebagai bahan pertimbangan utama.

Selain aspek kesiapan masyarakat untuk didayagunakan, dipersyaratkan pula pola manajemen profesional, sebagai landasan pemanfaatan kawasan karst untuk obyek wisata. Keberadaan obyek wisata dan tata layanan yang baik, akan semakin menarik wisatawan bila dilandasi pola manajemen yang profesional. Pengembangannya harus berorientasi pada kebutuhan pasar (market demand) lokal, regional dan nasional, bahkan internasional. Khususnya untuk memenuhi kebutuhan obyek wisata minat khusus.

Kawasan karst merupakan kawasan yang spesifik. Obyek wisatanya dapat berupa wisata gua (obyek wisata endokarst) dan wisata panjat tebing, trekking, wana wisata, observasi flora dan fauna (obyek wisata eksokarst). Untuk itulah wajib diidentifikasi secara terpadu aneka nilai yang terkandung dalam gua tersebut.

Beberapa nilai yang dapat dijumpai pada gua-gua alam, yaitu :

1. Nilai estetika yang tinggi. Gua dengan banyak ornamen (speleotem) indah dipandang. Gua ini mungkin potensial dibuka untuk umum. Dekorasi gua tersebut harus terlindung dari jamahan tangan pengunjung.

2. Gua yang dialiri sungai bawah tanah yang telah dimanfaatkan atau dapat dimanfaatkan sebagai sumber air bersih oleh penduduk setempat atau penduduk di kawasan karst tersebut. Gua demikian tidak boleh dibuka untuk wisata, karena pengunjung akan mencemari air bersih yang ada pada gua itu.

3. Gua yang dihuni oleh ratusan sampai ribuan kelelawar dan atau burung walet maupun banyak biota gua lainnya yang memegang peran penting dalam menjaga keseimbangan ekologi, penting pula untuk sains. Gua demikian tidak boleh dikunjungi oleh umum, karena akan mengganggu keberadaan makhluk bermanfaat itu. Bila dibuka untuk gua wisata, maka lorong-lorong dengan biota gua tersebut harus ditutup untuk pengunjung gua.

4. Gua dengan sedimen yang memiliki nilai ilmiah tinggi, karena mengandung serbuk bunga atau spora yang bisa dipakai untuk menganalisa vegetasi dan iklim masa lampau di sekitar gua, bahkan mungkin mengandung artefak bernilai ilmiah, seperti fosil atau aneka temuan arkeologi. Gua atau lorong bawah tanah demikian tidak boleh dikunjungi wisatawan penelusur gua.

5. Gua dengan peninggalan sejarah dengan kuburan yang dikeramatkan yang bernilai mistik, pernah atau masih dipakai sebagai situs pertapaan. Gua demikian hanya boleh dikembangkan sebagai cagar budaya.

6. Gua yang memiliki nilai strategis dalam keadaan perang, juga ditutup untuk umum.

7. Gua yang memiliki nilai ekonomis dari segi pertambangan (fosfat,dsbnya), gua demikian tidak boleh dikunjungi dan hanya boleh untuk ditambang.

8. Gua yang memiliki nilai pendidikan untuk konservasi alam dan ekowisata, hanya boleh untuk obyek penelitian.

Pengelolaan gua sebagai obyek wisata untuk umum, memerlukan perhatian khusus dan seimbang terhadap keselamatan objek wisata (jangan sampai dicorat-coreti, dirusak, dicemari, diambil bentukan alam atau flora faunanya) dan keselamatan bagi pelaku wisata itu sendiri. Karenanya untuk obyek wisata minat khusus kawasan karst (menelusuri gua belantara, observasi flora dan fauna karst), diperlukan suatu sistem perizinan. Untuk mendukung sistem perizinan ini diperlukan sumber daya manusia terdidik antara lain pemandu wisata gua dan pengelola wilayah karst dan gua.

D. KESIMPULAN

1. Kawasan karst merupakan suatu ekosistem yang unik, komplek dan rentan. Pengelolaan dan pemanfaatannya harus berdasarkan konsep holistik dan komprehensip, disusun oleh pakar inter- dan multidisiplin, dilaksanakan secara lintas sektoral terpadu dengan melibatkan berbagai departemen atau instansi terkait.

2. Guna melakukan identifikasi nilai dan pemanfaatan serta pengelolaannya secara profesional, maka hal ini wajib dilakukan oleh suatu tim terpadu yang terdiri dari para ilmuwan terkait yang memiliki visi ke depan, tidak berorientasi proyek tetapi berorientasi program jangka panjang.

3. Sebelum suatu gua alam dijadikan obyek wisata, harus diidentifikasi dulu oleh suatu tim terpadu lintas sektoral multidisiplin, apakah tepat atau tidak rencana tersebut, karena mungkin saja gua tersebut mengandung nilai-nilai lain yang lebih penting. Hasil penelitian tim tersebut penting untuk digunakan sebagai acuan tim AMDAL.

4. Sebelum suatu obyek wisata gua dibuka untuk umum, diwajibkan pemandu wisata gua di didik secara terarah agar dapat mengawasi, memberikan penyuluhan dan menanamkan motivasi konservasi (pencagaran) alam pada pengunjung gua komersial.

5. Perlu segera dipilih satu gua untuk dijadikan gua komersial percontohan.

6. Pemerintah daerah wajib mendata gua alam dan berusaha mengidentifikasi aneka nilai yang terkandung di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Aristiyanto, I. Hari, 1996. Karstologi. Makalah Pada Gladian Nasional Pecinta Alam ke 11, Yogyakarta.

Irawan, Haris, 2003. Ekowisata Kawasan Karst dan Aneka Permasalahannya. Radar Banjar, 27 Februari 2003.

-------------------------, 2003. Aneka Nilai Sebuah Gua. Radar Banjar, 18 Desember 2003.

R.K.T. Ko, 1999. Dampak Penambangan Terhadap Ekosistem Karst. Makalah Pada Lokakarya Kawasan Karst (Pengelolaan Sumber Daya Kawasan Karst Berwawasan Lingkungan), Departemen Pertambangan dan Energi Direktorat Jendral Geologi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.

- - - - - - -, 2000. Aneka Nilai Kawasan Karst dan Peran Penduduk Setempat. Makalah Pada Seminar Nasional Karst, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Universitas 11 Maret, Surakarta.

- - - - - - -, 2000. Azas Pengelolaan Wisata Gua. Makalah Pada Rakornas VII KKPO Wisata Alam, Balikpapan.

- - - - - - -, 2002. Identifikasi Aneka Nilai Yang Terkandung Dalam Kawasan Batu Gamping dan Strategi Pendayagunaan Secara Berkelanjutan Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Makalah Sosialisasi dan Pelatihan Identifikasi Aneka Nilai dan Permasalahan Kawasan Karst, Ditjend Bangda Depdagri, Jakarta.

(By : Haris Irawan)

" TERBENTUKNYA GUA DAN SISTEM GUA "

Kalau kita tinjau bagaimana gua itu terbentuk, gua adalah lubang alamiah di tanah atau lorong di bawah tanah yang dapat dimasuki orang (Definisi dari International Union Of Speleologi di Wina Austria).Proses terjadinya gua membutuhkan waktu ribuan tahun bahkan jutaan tahun lamanya, dimulai ketika air dipermukaan menetes ke bawah melalui celah-celah kecil di batu. Air yang mengandung gas yang disebut karbon dioksida yang terserap dari udara, dan ini membentuk asam lunak menggerogoti batu gamping. Pada saat air mengalir terus ke bawah tanah, air itupun terus menggerogoti sebagian batuan sehingga terbentuklah lubang/gua.Selama ribuan bahkan jutaan tahun, akibat dari air bisa menciptakan seluruh sistem gua yang berhubungan satu sama lain dengan ajringan terowongan dan lorong. Jauh di bawah tanah terdapat bagian yang disebut sebagai air bawah tanah. Pada bagian ini tidak ada lagi batuan gamping melainkan jenis batuan lain yang disebut batuan telap air dan batuan ini tidak bisa menyerap lebih banyak air lagi. Jadi air dari permukaan mulai mengalir disepanjang air bawah tanah yang membentuk sungai kecil di bawah tanah. Permukaan air bawah tanah biasanya berubah dalam periode ratusan, ribuan bahkan jutaan tahun. Setiap kali perubahan itu terjadi, sungai itu harus membuka jalan baru dan udara mengisi lubang dan bilik terdahulu, dengan demikian maka terbentuklah sistem gua.Ternyata keindahan panorama bukan hanya milik dan didominasi di permukaan bumi saja. Perut bumipun menyimpan misteri dan pesona keindahan yang fantastis. Berbeda dengan keindahan panorama di permukaan bumi yang senantiasa memperlihatkan dengan nyata objek yang menjadi sasaran keindahan. Jauh di dalam perut bumi kita selalu menghadapi ketidakpastian mengenai apa yang bakal kita jumpai. Pemandangan bawah tanah yang ganjil ini sering kali luar biasa indahnya dan mengingatkan kita pada dua seniman alam yaitu AIR dan WAKTU.Formasi batuan yang menakjubkan tampak dalam tiap belokan. Seperti air terjun bawah tanah, danau bawah tanah yang tenang, dsbnya. Tidak heran kalau beberapa sistem gua di dunia sekarang menjadi daya tarik wisata yang populer. Terbentunya formasi batuan ini diakibatkan oleh air pada saat merembes melalui celah-celah di batu gamping. Air yang melarutkan mineral yang disebut Kalsit di batuan. Setelah menggerogoti batu gamping dan melubangi gua, air tersebut terus menetes ke dalam dinding gua tapi sebagian lagi menguap dan lapisan tipis Kalsit tadi tertinggal di batuan dan selama bertahun-tahun lapisan Kalsit tersebut menumpuk dibeberapa tempat sehingga Kalsit ini membentuk lapisan halus di dinding gua. Sedangkan Kalsit yang ada di tempat lain menjadi formasi batu yang berbentuk unik yang disebut Speleotem (ornamen gua). Speleotem yang terkenal adalah Stalaktit dan Stalagmit.Gua yang dijumpai pada umumnya merupakan gua batu gamping (90% dari semua gua di dunia), tapi tidak semua gua berasal dari batuan gamping yang dilubangi oleh air. Beberapa gua yang bukan berasal dari batuan gamping, diantaranya seperti :a. Gua Lava. Gua ini terbentuk dalam aliran lava basalt jenis pahoehoe atau terbentuk oleh lava merah membara yang mengalir dari gunung api. Saat lava mengalir menuruni lereng gunung dan permukaan luarnya mendingin dan mengeras sehingga menjadi batu. Namun di bawahnya lava tersebut tetap mencari dan terus mengalir dan akhirnya habis dan meninggalkan tabung kosong. Gua seperti ini sering kali memiliki sisi yang sangat licin dan bentuknya pun beraturan. Gua ini biasanya dekat dengan permukaan dan mungkin memiliki banyak lubang di atap tipisnya.b. Gua Es. Gua ini biasanya terbentuk di dalam gletser. Saat gletser mendekati daerah yang lebih hangat, es mulai mencair. Sungai air yang terbentuk di bawah es dan ini bergabung dengan udara hangat dan melubangi dinding-dinding es.c. Gua Littoral. Biasanya gua jenis ini terdapat di tepi danau atau tepi pantai laut yang dangkal. Gua ini terjadi akibat dari kikisan air atau hantaman ombak dan angin yang mengkikis daerah batuan yang rapuh.d. Gua Bawah Air. Terbentuknya gua ini bukan oleh lautan (air), akan tetapi gua ini merupakan jenis gua batu gamping (karst) yang telah tenggelam di bawah samudera.e. Gua Garam. Terbentuk pada batuan jenis batuan halit (NaCL dan KCL)f. Gua Gipsum. Terbentuk dari jenis batuan gipsumg. Gua Rekahan. Terbentuk dari jenis batuan granith. Gua Pasir. Terbentuk di lapisan batuan pasir.

*KEPUSTAKAAN *- Irawan, Haris, 1999. Gua Cagar Alam Yang Perlu Dilindungi. Banjarmasin Post, 7 Februari 1999.

- R.K.T. Ko, 1998. Introduksi Speleologi. Makalah Pada Temu Wicara dan Kenal Medan ke-X Mahasiswa Pecinta Alam Se-Indonesia di Yogyakarta, 7 15 Nopember 1998. Diposkan oleh Hariez Om'Cing di 20.26 1 komentar:

Gua Mulu (Taman Nasional Gunung Mulu, Serawak-Malaysia), memiliki bilik gua terbesar di dunia yang mampu menampung 7.500 bus.

Formasi stalagmit terindah di dunia pada Gua Carlsbad

Stalagmit yang menakjubkan di Gua Carlsbad ini diberi nama "The Klansman"

Canopy, salah satu dari sekian banyak speleotem yang dibentuk oleh dua seniman alam yakni air dan waktu

Gua Batu di Balangan (KalSel) salah satu fenomena endokarst yang cukup berpotensi dikembangkan menjadi objek wisata umum bila berdasarkan manajemen gua wisata secara profesional (Eksplore Mapala Stienas Banjarmasin Th. 2006)

Salah satu mulut samping Gua Batu di Balangan,KalSel. (Eksplore Mapala Stienas Banjarmasin Th. 2006)

Kawasan karts Gunung Batu di Balangan (KalSel) yang memiliki aneka fungsi bila dimanfaatkan secara arif dan bijaksana, salah satunya dapat berfungsi sebagai reservoir. (Eksplore Gua Batu Mapala Stienas Banjarmasin Th. 2006)

Ornamen gua (speleotem) yang mirip Hajar Aswat (Eksplore Gua Batu Mapala Stienas Banjarmasin Th. 2006)

Kelelawar, salah satu binatang dari kelompok Trogloxen Habitual yang memanfaatkan gua sebagai tempat tinggal. Kelelawar ini jenis kelelawar Mariyanna (kelelawar pirang) pemakan buah (frugivorous bats) dari Sub Ordo Megachiroptera yang sangat membantu dalam menyebarkan biji buah yang ada di kawasan hutan. (Eksplore Gua Batu Mapala Stienas Banjarmasin Th. 2006)

Para pengunjung yang cukup banyak bebas lepas berjalan-jalan menikmati panorama Gua Batu Hapu Kab. Tapin, KalSel. Foto diambil pada hari ketiga Idul Fitri Tahun 2005. (Survei Mapala Stienas Banjarmasin)

Para pedagangan yang tidak teratur turut memperparah keadaan panorama lokasi Gua Batu Hapu Kab. Tapin, KalSel. Foto diambil pada hari ketiga Idul Fitri Tahun 2005. (Survei Mapala Stienas Banjarmasin)

Para pengunjung berbondong-bondong untuk memasuki pintu utama Gua Batu Hapu Kab. Tapin, KalSel. Foto diambil pada hari ketiga Idul Fitri Tahun 2005. (Survei Mapala Stienas Banjarmasin)

Salah satu dinding Gua Batu Hapu Kab. Tapin, KalSel yang penuh coretan akibat ulah para pengunjung. Foto diambil pada hari ketiga Idul Fitri Tahun 2005. (Survei Mapala Stienas Banjarmasin)

Kunjungan yang tak terkendali yang berada di zona inti kunjungan sehingga tidak lagi memperhatikan keselamatan lingkungan gua dan keselamatan para pengunjung. Foto diambil pada hari ketiga Idul Fitri Tahun 2005 di Gua Batu Hapu Kab. Tapin, KalSel (Survei Mapala Stienas Banjarmasin)

Gua Air di Kawasan Karst Telungin Kab. Tapin (KalSel), tidak layak untuk kunjungan umum karena gua ini sering banjir bila musim penghujan (Eksplore Mapala Stienas Banjarmasin Th. 2004)

Salah satu ornamen di Gua Pahajatan Kab. Hulu Sungai Selatan (KalSel), konon gua ini sering dijadikan tempat untuk meminta hajat dan tempat pertapaan (Eksplore Mapala Stienas Banjarmasin Th. 1999)

Gua Babi berada di kawasan karst Batu Buli Kab. Tabalong (KalSel). Gua ini memiliki nilai arkeologi, terbukti telah ditemukannya beberapa artefak (Hasil ekskavasi Balai Arkeologi Kal-Sel tahun 1995-1996) . Selain itu gua ini juga memiliki nilai sejarah karena pada jaman penjajahan dulu Gua ini digunakan sebagai tempat persembunyian/perlindungan bagi para pejuang dari serangan penjajah. (Eksplore Mapala Stienas Banjarmasin Th. 1996)

Batuan sedimen batu gamping disusun dari sisa-sisa tumbuhan dan binatang yang menghasilkan kalsium karbonat sebagai bagian dari metabolismenya membentuk bagian utama dari batu gamping. Komponen lainnya adalah dari pengendapan secara kimiawi atau oleh proses biokimia. Secara bersama-sama tersedimentasi pada dasar laut; dan hal ini tidak memilki karakter yang seragam diseluruh bagiannya, jadi batu gamping bukan merupakan komposisi yang seragam.

Jenis dari batu gamping ini sangat tidak terbatas. Sederetan sejarah dari jenis sedimentasi adalah litifikasi, formasi batuan dari bentuk yang khusus. Hal ini melibatkan perubahan kimia yang komplek seperti halnya adalah sementasi dan rekristalisasi, silikafikasi dan dolomitasi: secara bersama-sama biasa disebut dengan istilah diagenesis. Gua-gua hanya dapat dibentuk dari batuan yang ter-litifikasi, dan jelas bahwa karakter sedimen semula dan sejarah diagenetik adalah faktor-faktor yang mengontrol lokasi sebuah gua.

Proses kelahiran sebuah gua biasa disebut dengan speleogenesis, dan fitur dari geologi sangat besar pengaruhnya disini.Ada beberapa sistem pengklasifikasian batugamping (limestone). Sebagian tergantung kepada komponen perbedaan lingkungan formasi, perbedaan material komponen, perbedaan ukuran butir, perbedaan matrix, dan perbedaan perubahan diagenesisnya. Berbagai sistem klasifikasi tersebut memungkinkan untuk adanya derajat gradasi antar klasifikasi dan ada beberapa kelengkapan tambahan.

Adapun mineral dari batugamping adalah:CalciteCaCO3 Material strukturnya sebagian besar dari invertebrata laut dan merupakan komponen utama dari limestone. Mengkristal dalm sistem trigonal.

AragoniteCaCO3Material strukturnya dari moluska laut; terkadang terendapkan dalam air dangkal yang hangat. Mengkristal dalam sistem orthorhombic. Dibandingkan dengan kalsit, kestabilannya lebih rendah dan lebih mudah larut; seringkali merngkristal menjadi kalsit.

DolomiteCaMg(CO3)2 Diketahui sebagai mineral sedimen primer, tetapi lazimnya hasil dari invasi sedimen kalsit oleh air asin yang kaya dengan magnesium yang menyebabkan rekristalisasi dimana dolomite menggantikan kalsit.

ChalchedonySiO2 Material struktur mengadung silika dari sedikit invertebrata laut, khususnya Radiolaria. Keberadaan di batugamping biasanya sebagai flint dan nodul chert.

Kalsit diendapkan oleh suatu organisme yang secara umum memiliki kadar magnesium yang kecil terbatasi didalam kisi-kisi kristal. Kalsit yang mengandung besi dan mangaan pada umumny adalah berasal dari diagenetik dan much less common.

Apabila kita melakukan penelusuran dalam gua, kita tidak asing lagi dengn bentukan khas dan mempunyai daya tarik tersendiri karena bentuknya yang bermacam-macam dan unik. Biasanya adanya rekahan-rekahan yang terbuka menyebabkan air mudah meresap ke dalam lapisan batugamping, kemudian muncul pada langit-langit, dinding, serta lantai gua membentuk ornamen gua (speleothem) yang paling terkenal adalah stalactite dan stalagmite.LITIFIKASIProses litifikasi adalah perubahan dari sedimen yang lentur menjadi batuan, pada kasus ini adalah batugamping yang normalnya dari kalsium karbonat terendapkan dalam ruang pori. Dan terbawa ke tempat terjadinya sementasi oleh pelarutan baik oleh air connate, yaitu air laut yang terjebak di sedimen awal, dan air tanah yang ada diwaktu belakangan.

Sementasi kalsium karbonat dapat diendapkan oleh salah satu dari tiga bentuk ini: coarsely crystalline spar, elongate fibres, atau sebagai micrite yang terbutirkan yang baik.DIAGENESISDiagenesis memiliki arti yang lebih luas daripada litifikasi, juga termasuk perubahannya yang mengambil tempat dalam batuan yang menerima perpindahan magnesium dan silika, dll.POROSITAS DAN PERMEABILITASPorositas didefinisikan sebagai total volume dari ruang udara antar partikel dalam massa; biasanya dinyatakan dalam prosen. Permeabilitas adalah kemampuan batuan untuk meluluskan air melalui batuan tersebut, biasanya dinyatakan dalam darcy (1 darcy adalah 1 cc cairan dengan kecepatan 1 centipoise melalui 1 cm2 luas bidang, sejauh 1 cm dalam 1 detik dengan perbedaan tekanan 1 atm antar unjungnya).

Permeabilitas primer adalah melalui pori dai batuan,sedangkan permeabilitas sekunder melalui kekar, sesar, atai gua hasil pelarutan (solution cavity).

Porositas dan permeabilitas di daerah batugamping sangat besar pengaruhnya terhadap pada proses bentukan gua. Untuk itu perlu sekali dipahami.LAPISAN (BED) DAN BIDANG LAPISAN (BEDDING PLANE)Bentuk dan keteabalan bed adalah faktor-faktor dalam speleogenesis. Lapisan tipis dengan ketebalan tidak lebih dari 25-50 cm, mengadakan banyak bidang perlapisan, sedikit konsentrasi aliran, sehingga pengembangan gua menjadi terhalangi. Lapisan yang tebal memiliki bidang lapisan lebih sedikit sehingga jumlah alirannya terbatas, dan bisa menyebabkan perkembangan gua dengan ukuran lebih panjang.STYLOLITEBanyak bedding plane pada batugamping yang menampakkan ciri-ciri pelarutan tekanan yang dikenal sebagai stylolite. Jika sebuah material yang tidak dapat terlarutkan tersebar sepanjang bedding plane, pengaruh dari berat lapisan yang lebih muda adalah menekan lapisan bersama-sama. Dibawah tekanan yang demikian itu kalsium karbonat yang kontak dengan butiran kwarsa dapat terlarutkan, dan pelarutan yang semacam itu secara istimewa diatas puncak butiran dan dibawah satu sama lain. Hasil jaringan adalah sebuah serupa dengan bentuk tiga dimensional zig-zag. Dilihat dalam se uah muka joint , terlihat seperti jejak dari pen recorder, sehingga disebut stylolite.STRUKTURSaat terlitifikasi, massa batugamping mengalami tekanan dan regangan dari apa yang disebut gaya tektonik, didalam Bumi. Tekanan dapat menyebabkan mengalami kemiringan atau lipatan, sehingga menyebabkan llapisan batugamping terinklinasi dan bagian lemah dari perlekatan terinklinasi kearah yang sama. Tekanan juga menyebabkan terjadinya retakan pada batugamping, menyebabkan terjadinya kekar dan sesar.

Di banyak kejadian, seharusnya surveyor gua dapat mem-plot disposisi dari kekar, sesar, dan dip dari kemiringan lapisan sesuai dengan kemajuan survey. Hal ini akan sangat membantu interpretasi dari asal muasal gua di kemudian hari dan dapat menghilangkan beberapa rangkaian survai geologi yang diperlukan bahaya kesalahan lokasi.KEKAR (JOINT)Kekar dan sesar, keduanya adalah fracture (retakan), namun kekar tidak ada displacement, sedangkan sesar, definisinya adalah bidang displacement. Keduanya dihasilkan oleh kompresi, tensi, dan torsi, dengan berbagai kemungkinan arah.Ada beberapa jenis kekar (joint): conjugate joint, adalah joint yang hanya melalui satu bed saja, atau paling banyak hanya dua atau tiga lapisan. master joint, adalah joint yang melalui bed yang lebih tebal daripada joint yang lain. oblique jointConjugate joint yang melalui beberapa bed sehingga menjadi tempat yang cocok untuk awal dari tapak jejak speleogenetik yang mengatur arah vertikal, dan berkembang menjadi "pot" atau "pitch". Perkembangan sepanjang joint tunggal biasanya disebut "rift". Joint ini memungkin adanya perkembangan gua.

Batu gamping yang terlipat memiliki normal joint yang kemudian menjadi bedding yang mana berkembang basik saat bed dalam posisi horisontal, sehingga sampai dirotasikan dengan lapisan tertutup, atau mungkin memiliki oblique joint yang ter impose oleh tegangan berikutnya ke lipatan.LIPATANLipatan di batugamping, dan lapisan yang berdekatan, dapat menghasilkan sebuah struktur yang sangat beragam; lipatan dapat berupa arch yang mulus atau sebuha pembalikan lapisan yang sempit, dapat simetris maupun asimetris; dapat isoclinal, dengan dua cabang yang memiliki dip sama; atau tergulingkan, dengan satu cabang memiliki lapisan yang merupakan kebalikannya. Ukurannya dapat beberapa feet dan dapat pla luasnya berkilometer dan ribuan meter. Inklinasi dari lapisan batugaping dapat memberikan sumbangan distribusi beberapa joint dan sesar serta berbagai bentuk zona lemah batuan lainnya.SESARSesar ada tiga jenis; normal, wrench atau tear, dan reverse atau thrust. Sesar adalah fracture yang mengalami dislokasi. Hal ini juga memungkinkan awal terjadinya spelegenesis sepanjang sesar. Salah satu pengaruh utama dari sesar adalah displacement lapisan yang memiliki karakter speleogenesis, berjauhan satu sama lain. Selain itu sesar dapat menghasilkan bed yang berbeda, bersamaan dengan karakter speleogenetik yang sama, posisi yang berlawanan; gua hasilnya dapat ditandai dengan perubahan ukuran detail potongan dan ciri-cirinya ditempat lintasan sesar.

Pergerakan sesar seringkali berkesudahan dalam sebuah fragmen batuan yang ter-crush atau ter-grind membentuk sebuah zona atau sebuah pita breksi daripada sebuah bidang sesar clean-cut. Breksi semacam itu biasanya merupakan sementasi dari kalsit, tetapi cukup permeable sehingga menjadi faktor yang cukup penting dalam perkembangan gua.

Berbagai macam hipotesis tentang asal muasal gua telah dibuat yang mana titik awalnya adalah sebuah masa homogen batugamping yang kemudian terangkat dari muka air laut. Dengan asumsi bahwa batugamping adalah homogen, maka variabel sedimen gamping dan tekstur diagenesis menjadi diabaikan. Padahal tringkah laku dari; ukuran butir dan pori, permeabilitas yang berbeda; sifat dasar bedding plane, stylolite, kekar, sesar, lapisan mineral, karst yang terkubur, semuanya memiliki arti yang sangat penting dalam mengontrol tempat, waktu, dan tingkatan speleogenesis. Tidak ada sistem gua yang dapat dipahami secara penuh jika faktor-faktor tersebut tidak dianalisa.

Pada teori awal, mulanya semua pathway dari speleogenetik adalah dalam zona phreatic. Faktor geologi yang kemudian mengontrol pathway berkembang menjadi gua. Studi yang mutakhir menunjukkan, bahwa pathway dapat berkembang menjadi gua sistem vadose, dan juga, gua ada juga yang berkembang langsung ketika pada zona vadose.