eksplor gua-gua pacitan
TRANSCRIPT
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
1/46
PALAWA UNPAD
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
2/46
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
3/46
Eksplor Pacitan
palawa unpad
a hm a d h e v i c k o
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
4/46
Penulis:
Ahmadhevicko
14,8 x 21 cm | xii + 37 hlm.
Cetakan Pertama, 2014
Diterbitkan oleh
Angsana PressJalan Raya Bandung Sumedang km.21Kompleks UKM Barat, Kampus Unpad,Jatinangor.45363palawaunpad.com
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.
Silakan mengutip sebagian atau keseluruhan
isi buku untuk keperluan pendidikan dan ilmu
pengetahuan, atau sebatas senang-senang, kecuali
untuk urusan komersial.
Eksplor Pacitan
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
5/46
P a l a w a U n p a d | v
KATA PENGANTAR
Perjalanan penelusuran gua kali ini dilakukan di KabupatenPacitan, Provinsi jawa Timur. Berbagai aktivitas yangdilakukan selama di lapangan kemudian dicatatkan oleh personal
yang tergabung dalam tim penelusuran dan kelak akan dijadikan
bahan untuk penulisan laporan kegiatan. selain itu penulisan
aktivitas lapangan juga akan bermanfaat sebagai bahan jika kelak
dalam waktu yang selanjutnya gagasan untuk menyusun sebuah
buku jadi dilaksanakan. Berbagai catatan yang dikumpulkan dalam
buku ini tidak akan banyak membicarakan petualangan selama
di Pacitan, melainkan hanya sebatas rangkaian aktivitas-aktivitas
lapangan, baik yang termasuk petualangan maupun yang non-
petualangan.
Banyak hal yang mungkin luput dari perhatian dan belum
sempat masuk dalam catatan. Dikumpulkannya catatan ke dalam
bundel jilid ini tidak lebih hanyalah usaha yang boleh jadi disebutsebagai ikhtiar dari anggota. Jika kelak dewan pengurus merasa
usaha ini kurang memadai, kami tentu harus selalu siap untuk
membuat revisi.
Berbagai catatan pada kenyataannya tidak dapat dimasukkan
semua karena saat pengumpulan ini dilakukan masih terdapat
personal tim yang belum mengumpulkannya, kepada mereka kami
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
6/46
vi| Eksplor Pacitan
memohon maaf, semoga kelak pada revisi jilid ini berbagai catatan
yang mereka buat dapat disertakan ke dalam kumpulan catatan ini.
Adapun catatan yang berhasil dihimpun dalam jilid ini bukanlah
tulisan yang sudah "jadi" sehingga jika ditemukan berbagaikekeliruan tentu semua menjadi tanggungjawab penulisnya.
Semoga usaha yang dilakukan ini sedikitnya dapat menjadi
manfaat dan turut meramaikan aktualitas dari berbagai gagasan
yang tidak jarang saling silang dan bersahut-sahutan. Kepada
pembaca, selamat menggali.
Redaksi
Jatinangor, Mei 2014
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
7/46
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
8/46
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
9/46
P a l a w a U n p a d | 1
bagian 1.1
Kereta mulai bergerak keluar stasiun Bandung tepat pukul08.00 WIB. Permulaan yang bagus. Setengah jam sebelumnyakami sudah tiba di stasiun setelah bermalam bersama di Bandung.
Jarak panjang Jatinangor - Stasiun Hall menjadi pertimbangan
penting, kami kuatir telat. Itulah sebab sehingga sejak awal Kamis(30/4) malam kami yang terdiri dari empat orang anggota PLW:
Ronald Agusta yang biasa dipanggil Kang Onath, Baihaqi atau
Baw, Fuadi Sejahtera atau Nanang NK, dan saya sendiri, yang
sekarang mencatatkan ini, mulai bergerak ke Bandung, berusaha
mendekat ke stasiun. Kebetulan sekali, di antara semua, kediaman
Kang Onath yang terletak di kompleks Muarasari, menjadi pilihan
yang paling cocok sehingga pantas diutamakan. Kemarin kami
semua sudah masuk Bandung.
Nanang NK langsung duduk di hadapan layar komputer
setelah kami sampai di Muarasari. Dia bertugas mengecek
kembali penampang lanskap geogras Pacitan. Koordinat
geogras dua buah gua yang akan kami telusuri sudah dicatat
pada selembar kertas kuarto. Mengenai gua-gua di Pacitan, kami
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
10/46
2| Eksplor Pacitan
banyak memperoleh informasi yang memudahkan perencanaan
perjalanan ini dari laporan yang disusun oleh Tim Pacitan 2008,
selain beberapa bahan lain. Tim Pacitan 2008 tersebut terdiri dari
empat orang anggota muda Palawa yang menjalankan salah satusyarat wajib pemerolehan Nomor Pokok Palawa atau yang lazim
disingkat NPP. Tim yang terdiri dari Jaya, Maggie, Rina, dan Indra
kali itu menelusuri 6 buah gua, dua di antaranya akan kembali
kami telusuri pada trip kali ini. Nanang memasukkan koordinat
geogras Gua Jebulan dan Gua Perak ke dalam kolom kosong yang
disediakan oleh peranti lunak Google Earth. Setelah titik lokasi
lubang gua diketahui kemudian ditarik garis hubung ke titik pusat
kota Pacitan. Kami berencana akan menjadikan hotel Srikandi yangterletak di pusat kota Pacitan sebagai tempat bermalam.
Ketepat-waktuan menjadi preseden baik pada pagi hari ini.
Kereta pergi sesuai dengan jadwal. Matahari cerah, sinarnya
menerobos masuk gerbong yang ditarik lokomotif yang bergerak
cepat ke arah timur. Tadi di stasiun kami berempat bertemu dengan
Bu Vera, orang Badan Geologi, yang juga akan melakukan survey.
Berbeda dengan kami yang akan mendatangi Pacitan, Bu Vera
kali ini akan ke Solo. Kami mendengar cerita, katanya beberapa
waktu yang akan datang akan digelar sebuah perhelatan berwujud
simposium internasional tentang kegunung-apian. Para vulkanolog
sedunia akan datang dan bertemu di Jogja. Sebagai persiapan awal
acara tersebut, Bu Vera ditugasi menyurvei beberapa hal yang
berkenaan dengan akomodasi dan lain sebagainya.
Mula cerita rencana perjalanan caving kali ini diawali dengan
sandek yang dikirimkan oleh Kang Onath. Dua minggu ke depankita akan mendokumentasikan kawasan karstt Pacitan. Begitu
katanya. Berbeda dengan perjalanan sebelumnya, yaitu trip caving
ke Cikatomas dan Gombong Selatan, kali ini Palawa hanya akan
mengirimkan tim kecil yang cuma empat personil saja. Saya pun
segera meresponnya, kami pun segera berbalas sandek. Langkah
awal, untuk penentuan gua mana saja yang akan kami datangi,
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
11/46
P a l a w a U n p a d | 3
laporan Pengembaraan 2008 pun segera dibuka-buka, dibaca-
baca. Kami membutuhkan informasi, maka kami pun berusaha
mencari informasi. Dorongan untuk segera memenuhi kebutuhan
tidak bisa ditahan-tahan. Apakah ada alasan sehingga pemenuhanperlu tertahan? Segala alasan yang tumbuh dan berkembang segera
bertumbangan saat diuji secara rasional. Peribahasa al-waktu
asmanu mina al-zahaabi atau time better than money berdengung
di pendengaran. Tentu saja sigap berbeda dengan grusa-grusu. Gua
Perak dan Gua Jebulan menjadi titik destinasi.
Berbagai deskripsi menarik dituliskan oleh Tim 2008. Bagi
kami semua itu inspiratif. Memang beberapa kali kami temukan
typo atau gramatika yang kurang efektif, meski demikian semuaitu tidak terlalu mengganggu penggambaran sehingga kami
dapat segera menyusun pemaknaan secara holistik. Berikut kami
kutipkan secara utuh beberapa bagiannya.
*
Tim bangun pukul 05.00 WIB, hari itu Indra yang
membangunkan tim semua yang kelelahan dan terlalu malam tidur.Sementara Rina dan Jaya menyiapkan sarapan, Maggie dan Indra
menyiapkan peralatan dan perbekalan. Tim sarapan pukul 06.45
WIB dan berangkat menuju Gua Jebulan pukul 08.15 WIB dan
sampai di lokasi 08.45 WIB Hari itu tim melakukan pergerakan
berempat saja tanpa para pendamping.
Tim langsung menuju tempat di mana lorong bertingkat berada.
Tim pun menaiki dinding gua dengan hati-hati untuk sampai
ke lorong itu. Saat itu pergantian tugas, Maggie sebagai leader,
Jaya sebagai shooter, Indra sebagai stationer, dan Rina sebagai
descriptor.
Selesai mengambil data di lorong bertingkat, Tim meneruskan
pengambilan data di lorong sebelah kiri, yaitu dimulai dengan
stasiun 54a. Sepeti halnya kemarin, lorong di sebelah kiri ini juga
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
12/46
4| Eksplor Pacitan
mengharuskan beragam posisi shooter dan stationer dilakukan.
Descriptor kali ini, berbekal pengalaman descriptor sebelumnya,
lebih hati-hati dengan worksheet yang dibawanya dengan selalu
mengecek klip pada map yang dibawanya.Tim istirahat untuk makan siang di mulut gua pada pukul 12.15
WIB, lalu tim memasak air untuk bekal di Gua Dadali nanti. Pukul
13.00 WIB Tim bergerak menuju Gua Dadali, dan sampai pada
pukul 13.15 WIB.
Kali ini Indra menjadi leader, Maggie shooter, Rina Stationer,
dan Jaya descriptor. Gua ini memiliki beberapa chamber yang tim
ambil datanya dengan poligon terbuka.
Pukul 16.30 WIB, tim telah selesai mengambil data di
Gua Dadali. Informasi tentang panjang gua ini juga terdapat
kesalahan, ternyata panjang lorongnya tidak sampai 60 m. Tim
pun beristirahat di depan mulut gua sambil menyantap snack dan
mengobrol panjang lebar karena hari masih sore. Sinar matahari
terasa begitu lembut membelai tim karena berpadu dengan angin
sepoi, sedangkan alam menyuguhkan pemandangan indah termasuk
langit yang kala itu memadu warna jingga, merah muda, putih danbiru muda pada wajahnya.
Pukul 17.20 WIB, Kang Dayat dan Kang Mukhtar datang
dengan perlengkapan caving, namun mereka terlambat karena
tim telah selesai sejak tadi. Pukul 17.40 WIB tim kembali ke
basecamp.
*Setelah membaca, kami mengetahui bahwa tim 2008
membutuhkan waktu dua hari penelusuran untuk memetakan
lorong Gua Jebulan. Gua Jebulan berada di Dusun Dasri, Desa
Kluwih, Kecamatan Tulakan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.
Lubang masuk gua berkarakter horizontal dan dari dalam gua
mengalir ke luar sebuah aliran sungai. Fenomena keluarnya air
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
13/46
P a l a w a U n p a d | 5
dari dalam gua menjadi pertimbangan sehingga akhirnya penduduk
menamakan gua tersebut dengan nama Gua Jebulan. Kata /jebul/
dalam bahasa Jawa berarti /keluar/, maksudnya keluar air dari
dalam gua. Lokasi gua terletak di dasar kaki bukit. Untuk mencapailokasi lubang masuk gua, penelusur harus menuruni sebuah doline
besar. Perlu waktu setidaknya setengah jam untuk sampai di dasar
doline. Lubang gua berada di tengah hutan Jati milik warga.
Gua Jebulan memiliki lorong bertingkat, terdiri dari lorong
bawah dan lorong atas. Lorong tersebut dipetakan oleh Tim
2008. Di akhir penelusuran lorong bercabang dan membentuk
sump sehingga memerlukan teknik penyelaman. Di bagian itulah
penelusuran dan pemetaan terhenti.
Selain Gua Jebulan, gua lainnya yang juga kami pilih yaitu
Gua Perak. Berbagai informasi dasar kembali kami gali dari
dalam buku laporan. Secara administratif Gua Perak berada di
Dusun Kaliwaru, Desa Sidomulyo, Kecamatan Kebonagung,
Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Mengenai gua ini, Tim 2008 juga
menuliskan deskripsinya. Karakter gua berlorong horizontal, meski
di dua bagian terdapat medan yang mengaharuskan penelusurchimneying. Melalui Google Earth kami memperoleh gambaran
yang membenarkan deskripsi yang disusun oleh Tim 2008 bahwa
lokasi lubang masuk Gua Perak sejarak 200 m dari jalan raya.
Setelah penentuan gua dan personil, rencana operasi harian (ROH)
pun segera disusun dan dari sana rencana anggaran biaya (RAB)
pun dapat segera dibuat. Bagian menarik dari laporan Tim 2008
yang kami kutip di bawah ini layak mendapat perhatian.
Pak RW yang ternyata merangkap Kepala Dusun Sementaratidak keberatan mengizinkan tim berkegiatan di Gua Perak, dan
menurut keterangannya, tidak ada mitos apapun ataupun adat yang
harus dilaksanakan untuk kegiatan ini, asal hati-hati dan menjaga
apa yang ada di gua. Saat itu tim memang agak was-was karena
mendengar kisah dari tuan rumah dan teman MAHIPA UNMUH
Ponorogo bahwa pada tahun 2003 pernah ada 3 orang anggota
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
14/46
6| Eksplor Pacitan
MAHIPA UNMUH Ponorogo yang tewas di Gua Perak karena
terbawa arus air, bahkan 2 diantaranya tidak ditemukan hingga
sekarang.
Jaya dan timnya juga melaporkan bahwa teman-teman MahipaUnmuh, Ponorogo, juga membuat prasasti in memoriam untuk
saudara mereka yang meninggal dalam sebuah penelusuran di
tahun 2003. April dengan hujannya yang pril-pril baru saja berlalu,
sekarang 1 Mei. Kereta terus bergerak cepat. Berulang kali speker
yang tertanam di atap kabin gerbong mengeluarkan pemberitahuan
bahwa perjalanan ini merupakan perjalanan bebas asap rokok.
Penumpang dilarang merokok di dalam kabin gerbong, restorasi,
di dalam bordes, maupun di dalam toilet kereta. Para perokok tentukecewa dengan aturan tersebut meski tidak dapat berbuat apa-
apa selain menaati aturan yang berlaku. Penumpang yang nakal
diancam akan diturunkan pada stasiun terdekat. Tentu itu ancaman
yang berat. Kepada Nanang saya ucapkan sedikit nasihat yang
menguatkannya, Sabar bro, anggap aja puasa.
Kami menumpang KA Argo Wilis dari Stasiun Kota Bandung
sampai dengan Stasiun Kota Jogjakarta yang lazim disebut StasiunTugu. Puluhan stasiun akan kami lintasi sebelum akhirnya turun
dan berganti moda transportasi di Jogja nanti. Di sana kami
akan menyewa sebuah mobil yang akan mengantarkan dan juga
menemani petualangan kami selama di Pacitan nanti. Selain itu,
di Jogja nanti kami pun akan bertemu dengan seorang peneliti
bernama Harry Cahyono dari BPPTG, salah satu UPT di dalam
lingkungan Badan Geologi, yang juga akan turut caving bersama
kami. Kereta api kami melintasi Rancaekek. Ada informasi bahwapemberhentian pertama kereta api ini di Stasiun Cipendeuy, Garut.
Di Cipendeuy kereta api akan dicek kondisinya oleh para teknisi
yang memerlukan waktu setidaknya sepuluh menit. Inilah waktu
bagi para ahli hisap untuk menunaikan aktivitasnya. Benar, tidak
lama kemudian kereta pun berhenti. Kami turun dari gerbong dan
berdiri rileks di areal bebas merokok, menikmati pagi yang mulai
beranjak tinggi.
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
15/46
P a l a w a U n p a d | 7
bagian 1.2
Perjalanan sejauh 396 km ditempuh dalam waktu kurang lebih7 jam oleh KA Argo Wilis dan selama dalam perjalanan keretahanya berhenti di Stasiun Cipeundeuy, Tasikmalaya, Banjar,
Kroya, dan Kutoarjo, sebelum sampai di Yogyakarta.
Di perjalanan sempat ada obrolan. Baw melempar tanya
kepada saya, Kapan lu terakhir bepergian dengan kereta api?
Lalu saya berusaha mengingat-ingat kembali, kapan ya? Sudah
lama sekali sepertinya sehingga tidak mudah bagi saya untuk
segera mengingatnya. Kemungkinan di pertengahan 2001. Saat itu
saya menjadi anggota tim ekspedisi Palawa, satu ekspedisi yang
bertajuk OSTS alias Operasi Selatan Tenggara Sulawesi yang
dilaksanakan di tahun 2001. Sekembalinya dari lokasi ekspedisidi Sulawesi Tenggara, saya bersama seluruh tim melanjutkan
perjalanan pulang ke Bandung menggunakan kereta api dari
Surabaya Gubeng sampai dengan Stasiun Hall Bandung, setelah
sebelumnya menumpang KM Bukit Siguntang dari Pelabuhan
Bau-Bau, Buton. Bukan soal berkereta itu sendiri yang menarik
sebetulnya, tetapi transit di Surabaya menjadi penting karena di
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
16/46
8| Eksplor Pacitan
sana tim ekspedisi akan bertemu dengan seorang anggota Palawa
yang kebetulan menetap di Surabaya. Dia bernama Deden,
lengkapnya Deden Setianandika, dan kami biasa memanggilnya
Kang Deden SH. Meski beberapa senior Palawa memberinickname lain terhadapnya, yaitu Deden Iblis, tetapi saya dan
para junior lain tidak turut mengikutinya. Hampir tiga belas tahun
yang lalu, sebuah rentang waktu. Dan sekarang, saya kembali
berkesempatan untuk menikmati perjalanan di dalam kereta api.
Sudah lupa lagi rasanya bagaimana cara nyaman menikmati
perjalanan berkereta api. Selepas Cipendeuy saya kembali
mengingat-ingat nama beberapa stasiun di depan. Tadi kami diberi
kabar oleh salah seorang teknisi yang sedang memeriksa kondisisik kereta. Katanya kereta akan kembali berhenti di Stasiun
Tasikmalaya, Banjar, Kroya, dan Kutoarjo sebelum masuk di
Stasiun Tugu. Informasi itu penting bagi kami. Selesai memberi
keterangan penting kepada kami, sang teknisi tadi masih sempat
melempar gurau renyah khas orang kita. Saat Nanang bertanya
bagian-bagian apa saja dari kereta yang harus diperiksa olehnya,
segera dia menjawab dalam seloroh ringan, Di antara semua, yang
paling penting, saya harus memastikan tidak ada ban yang kempes
karena bocor. Ggrrrr hahaha, sebagai penghormatan atas
usahanya melucu, saya tertawa dengan sedikit ngakak mengikuti
Nanang.
Beberapa saat sebelum masuk Stasiun Tasikmalaya, saya
melihat puluhan pekerja sedang berusaha menangani tanah longsor
yang membuat rel kereta anjlok sejak awal bulan yang lalu. Akibat
tanah longsor, beberapa waktu rel tidak dapat dilintasi. Awal bulanApril kemarin longsoran tersebut menjadi penyebab tergulingnya
KA Malabar. Tercatat tiga korban tewas dan banyak yang luka-
luka. Saat melintasi bagian yang longsor, kereta kami berjalan
sangat pelan, mungkin tidak lebih dari lima km per jam. Lokomotif
KA Malabar yang terguling masih sempat kami lihat. Ada kabar,
longsor terjadi karena dipicu oleh maraknya alih fungsi lahan dan
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
17/46
P a l a w a U n p a d | 9
perusakan alam. Beberapa saat setelah berhasil melintasi areal
berbahaya, saya mencari informasi tambahan. Laman Google.
com saya buka. Berbagai judul berita segera berbaris memanjang.
Beberapa sempat terbaca. Sesungguhnya longsor yang terjadi diKampung Terung, Desa Mekarsari, Kecamatan Ciawi, Kabupaten
Tasikmalaya, benar-benar mengejutkan. Sebelumnya lokasi
tersebut di luar peta rawan longsor meski kenyataannya telah
terjadi longsor di sana. Kereta kami sedikit terlambat tiba di
Stasiun Tasikmalaya.
Belasan kursi kosong di gerbong kami kini telah terisi.
Sekelompok lelaki setengah baya naik di Stasiun Tasikmalaya.
Tidak lama setelah duduk mereka memperoleh paket nasi kotakyang dibagikan dari gerbong tiga di belakang kami. Saya menduga
mereka merupakan satu rombongan yang akan berlibur atau
berdarma wisata. Kehadiran mereka meramaikan suasana gerbong
yang sebelumnya sepi. Beberapa kali saya senyum-senyum sendiri
mendengar lelucon yang saling berlontaran menjadi perintang
waktu tanpa harus dihajar kebosanan.
Kereta berhenti di Stasiun Ijo. Nama stasiun ini segeramengingatkan kami pada gua-gua di Gombong Selatan. Ya, stasiun
inilah yang berada paling dekat dengan kawasan karst di mana
terdapat gua-gua alami yang indah dan penting bagi masyarakat
tempatan berada. Kereta berhenti untuk persiapan sebelum masuk
melintasi terowongan. Seorang petugas berseragam mengatakan,
kereta tertahan karena dari depan akan melintas sebuah kereta
dari arah Jogjakarta. Sambil menikmati udara segar di luar kabin,
terlihat sebuah terowongan hitam. Ke arah selatan terlihat barisanbukit-bukit kerucut khas bentang alam karst agak membiru di
kejauhan.
Tiga koran lokal dan sebuah majalah multinasional menjadi
bekal bacaan di perjalanan. Di Stasiun Bandung pagi tadi semua
itu saya persiapkan. Kang Onath yang memesan sebuah koran
nasional terpaksa sedikit kecewa karena liburan menyebabkan
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
18/46
10| Eksplor Pacitan
koran yang dimaksud tidak terbit hari ini, maklum tanggal merah.
Berita utama yang disajikan koran-koran umumnya seputar tema
Hari Buruh Internasional atau yang lazim dikenal sebagai May
Day. Mulai tahun 2014 ini, hari buruh dijadikan hari libur nasional.Kebijakan itulah sedikitnya yang saya manfaatkan dengan turut
bergabung dengan tim caving yang akan mengadakan penelusuran
ke beberapa gua di Pacitan. Baw meletakkan kembali majalah
NGI ke bangku kosong di samping tempat duduknya, lalu berucap,
Jadi soal pangan ini dibikin serial sama NG, nggak tuntas
dibahas dalam satu edisi, makanya di edisi ini cuma ada sepotong-
sepotong.
Ucapannya mengingatkan saya pada pernyataan unik PakMentri Pertanian, beberapa waktu lalu. Pak Sus senang melihat
banyak para petani yang beralih mata pencaharian. Petani banyak
yang alih profesi, saya malah senang, Itu diucapkannya dalam
acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Jawa Timur 2014-
2019 di Ballroom Grand City Surabaya, Kamis, 6 Maret 2014.
Persoalan serius kalau sudah begini. Baw banyak bercerita. Ini juga
soal MP3EI dan Monsanto. Saya senang mendengarkan. Katanya,
Bioteknologi bukan solusi bagi kelaparan dunia. Josh Castro,
seorang organiser anti Monsanto di Ekuador mengungkapkan
bahwa Ekuador, negaranya itu, adalah tempat yang indah, dengan
keanekaragaman hayati terkaya di dunia. Karena itulah mereka
tidak mau taman eden milik mereka dirusak oleh perusahaan
multinasional seperti Monsanto. Bayangin aja, 53 persen pasar
benih komersial dunia telah dikendalikan oleh hanya tiga
perusahaan: Monsanto, DuPont, dan Syngenta.Saya juga sudah membaca NGI edisi bulan ini. Seperti biasa,
lebih dari teks tulisan, foto-foto yang tersaji jauh lebih menarik
perhatian. Saya kira perlu menjadi catatan, selain teks dan foto,
NGI sebagaimana NG semakin serius menyajikan info gras
berpenampilan keren. Setelah membaca selanjutnya giliran tanya
yang memenuhi beberapa spasi obrolan. Usai membaca, sering
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
19/46
P a l a w a U n p a d | 11
kali saya merasa lebih sehat, merasa lebih tahu meski sebenarnya
lebih sering sok tahu. Sebenarnya sikap yang demikian itu sering
menyesatkan karena setiap pembacaan selalu menawarkan
beberapa penafsiran, alternatif, dan penyesatan. Mengenai halitu tentu baiknya dikembalikan ke forum, ke forum kehidupan
yang mewujud dalam obrolan. Nanang pindah ke barisan depan,
menempati bangku kosong di sebelah kanan Baw. Di luar
terhampar pemandangan, bentangan sawah berpayung langit biru
cerah.
Kereta terus bergerak cepat. Beberapa stasiun kecil dilewati
tanpa berhenti: Wates, Sentolo, dan Rewulu. Saat kereta melintasi
jembatan panjang di atas Sungai Progo, saya mengingat saudara-saudara lain yang besok akan berkegiatan di Citarum. Sejak dulu,
Mabim Operasional arung jeram selalu dilakukan di Citarum. Apa
mungkin kegiatan digeser dari Citarum ke Progo? Saya berharap
kelak tim Palawa dapat mengarungi jeram-jeram di Sungai Progo.
Menurut saya, sudah saatnya tim arung jeram kita bergerak keluar
dari Jawa Barat. Apa tidak tertarik? Kalau saya sih tidak.
Riuh rendah suasana stasiun dan awan mendung yangmenggantung menyambut kami di Jogjakarta. Kang Onath
segera menghubungi supir yang akan mengantar dan menemani
perjalanan kami. Tidak jauh dari pintu utara stasiun sebuah Xenia
putih telah menanti, selanjutkan tinggal menunggu Mas Harry.
Sebentar lagi jam empat sore dan gerimis pun mulai merintik,
pelan tapi pasti. Ada sedikit keterlambatan. Beberapa kali nomor
yang dihubungi oleh Kang Onath tidak merespon panggilan.
Baw berspekulasi, Mungkin dianya sedang salat Asar sehinggatidak bisa mengangkat henfon. Kang Onath terus berusaha
menghubungi, berusaha mendapat kepastian. Kami berharap tidak
terjadi keterlambatan yang dapat mengganggu jelannya rencana
operasi harian. Di dalam hati saya bergumam, Perjalanan masih
jauh Tuan-tuan!
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
20/46
12| Eksplor Pacitan
bagian 2.1
Hari ini, 2 Mei 2014. Ini adalah hari pertama penelusuran,setelah semalam kami tiba di penginapan. Sesuai rencana,sejak pagi seluruh anggota tim segera bersiap sedia menyambut
padatnya jadwal kegiatan. Nasi rawon menjadi menu sarapan
hari ini. Sedikit lebih pagi, seorang ibu penjual kue menghampiri
beranda di depan kamar tempat kami bermalam. Sebagai
pemanasan sebelum sarapan, anekaragam kue menemani kopi dan
teh kami. Penuh semangat Kang Onath memotret setiap jenisnya
untuk kemudian diunggah ke laman dinding media sosial facebook
miliknya. Kopi pahit, jenang jagung; cemplon, arem-arem, dan
nogosari. Tidak berselang lama segera berdatangan komentar-
komentar.
Wah yang ini jajan pasar kesukaanku apalagi dimakan di
sawah ya. Bunyi salah satu komentar. Tepat sekali, kebetulan
hotel yang dijadikan basecamp, maksud saya tempat bermalam
kami, berada di tengah sawah. Dengan kata lain, di sini sawah
mengepung hotel.
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
21/46
P a l a w a U n p a d | 13
Saya mengingat apa yang semalam diutarakan Kang Onath,
beberapa saat setelah ia memotret dan mengunggah hasilnya ke
facebook. Katanya, yang kalau di bahasa Indonesiakan kurang
lebih, Salah satu sisi positif yang lahir dari aktivitas mengunggahfoto adalah didoakan oleh banyak orang. Mungkin benar bahwa
salah satu manfaat dari sosialisasi adalah menerima kebaikan.
Hari ini bertepatan dengan hari pendidikan nasional. Siapa yang
membaca Pancasila? Masihkah delegasi Palawa? Nanang bilang,
Mungkin Rizky. Entahlah, yang jelas kami sejak pagi sudah
seuseurian menikmati matahari yang baru saja keluar.
Sekira jam 8 kami sudah bergerak menuju Kecamatan Tulakan.
Hari ini tim akan menelusuri Gua Jebulan. Di tengah kota Pacitan,beberapa kali mobil kami berhenti: di depan kantor desa dan
kelurahan. Saya bersama Mas Harry berusaha mendapatkan
tanda tangan dan stempel desa di atas surat-surat jalan dan lain
sebagainya. Semua hal tersebut diperlukan sebagai bukti dan
implementasi dari berjalannya tertib administrasi. Di dalam
lingkungan Badan Geologi, hal yang semacam itu lazim disebut
sebagai visum. Mungkin karena masih terlalu pagi, atau karena
ini Jumat kejepit sehingga setiap pintu kantor yang kami datangi
masih tertutup, belum ada seorang pegawai pun yang datang.
Diperlukan waktu sekira dua jam bagi kami untuk tiba di
Dusun Dasri. Perjalanan dari kota Pacitan sampai ke dusun yang
menjadi tujuan kami ditempuh tanpa kemacetan lalu-lintas. Jalan-
jalan yang kami lalui pun relatif sepi dan dalam kondisi yang
baik. Meski kami membekali diri dengan GPS (global positioning
system) namun tetap diperlukan GPS yang lain, alias geroanpenduduk setempat. Hal yang terakhir itu terbukti lebih efektif.
Setelah memasuki Desa Kluwih, Pak Bond meminta bantuan
salah seorang temannya yang berhasil ia hubungi melalui henfon.
Pak Bond meminta sang kawan untuk mengantar. Kepada kami,
Pak Bond mengaku belum terlalu mengenal seluk-beluk Pacitan
meski sejak dua bulan ke belakang kerap keliling Pacitan dalam
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
22/46
14| Eksplor Pacitan
tugas mengantar juru kampanye Partai Demokrat. Semula kami
berniat mendatangi Pak Bagyo, sesepuh yang pada tahun 2008
mengantarkan Tim Palawa menuju lubang Gua Jebulan yang akan
kembali kami telusuri pada kesempatan ini, namun Pak Bond telahlebih dahulu mengantarkan kami untuk bertemu Pak Tungadi. Dia
adalah seorang lelaki setengah baya yang sehari-hari berprofesi
membuat kusen pintu dan jendela. Kepada kami Pak Tungs
mengatakan bersedia mengantarkan kami, maka segeralah kami
menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk penelusuran.
Tidak lama waktu yang diperlukan oleh tim untuk berganti
pakaian, mengenakan wearpack, pelampung, dan sepatu bot.
Perbekalan lainnya seperti peralatan dokumentasi, makanan,minuman, dan kotak obat-obatan telah rapi terkemas dalam tiga
buah drybag. Sebelum memulai gerakan mendekati lokasi lubang
gua, Pak Tungs menceritakan bahwa selain Gua Jebulan, masih
terdapat beberapa gua lain yang lokasinya saling berdekatan, di
antaranya Gua Dadali dan Gua Lintang. Informasi Pak Tungs
membenarkan apa yang ditulis Tim 2008 dalam laporannya. Tanpa
berlama-lama kami pun memulai langkah kaki kami mendekati
lubang gua.
Perjalanan dimulai dengan mengikuti jalan desa yang dibeton
seukuran mobil, tidak lama kemudian kami berjalan menurun
ke arah lembah. Kami sempat melintasi halaman beberapa
rumah dengan pekarangan yang indah. Sebidang lebar tanah
hijau ditumbuhi rumput yang menyerupai karpet empuk. Sekira
seperempat jam berjalan, Pak Tungs menunjuk sebuah arah yang
disebut sebagai lokasi lubang Gua Jebulan. Letaknya masih jauhdi bawah kami. Sambil mengatur kembali napas yang berantakan,
saya bertanya di mana letak lubang Gua Dadali. Pak Tungs kembali
menunjuk sebuah arah. Serta merta kami semua pun sepakat untuk
terlebih dahulu mendatangi lokasi lubang Gua Dadali, dan kami
pun mulai melangkah lagi. Beberapa kali Pak Tungs kehilangan
arah. Sambil terus mencari letak lubang, ia terus bercerita bahwa
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
23/46
P a l a w a U n p a d | 15
sudah cukup lama ia tidak mendatangi lokasi yang kami cari.
Nanang yang berjalan di belakangnya terus mengikuti langkah kaki
Pak Tungs, sedangkan sisanya agak jauh tertinggal di belakang.
Selaput pada mata kanan Pak Tungs membuatnya semakin sulitmelihat dengan jelas. Akhirnya Nanang berseru mengabarkan
temuannya dari arah lembah. Kami pun segera berkumpul setelah
Nanang kembali naik mendatangi dataran sempit tempat kami
semua beserta Pak Tungs menunggu. Kepada Pak Tungs, Nanang
menyampaikan tanya.
Bentuk mulutnya menyerupai segi tiga kan Pak?
Iya, benar. Mulut guanya berbentuk segi tiga. Pak Tungs
membenarkan.
Di depan lubang Gua Dadali, kami kembali membentuk
lingkaran dan berdoa. Untuk sampai di depan lubang gua,
semua anggota tim harus bermandikan keringat. Jam sepuluh
lebih sedikit, dan matahari terasa sangar memanggang bumi.
Beruntung, beberapa kali terasa embusan segar angin. Dedaunan
jati bergemerisik saat bergoyang, keren di pendengaran. Pak Tungs
berjanji akan menunggu kami di depan lubang sehingga kami pundapat melakukan penelusuran dengan hati tenang.
Dua meter setelah lubang masuk lorong gua semakin
menyempit. Untuk melaluinya penelusur harus berjalan jongkok.
Tidak hanya itu, hal lain yang semakin mempersulit gerakan adalah
lantai gua berlumpur yang juga terus turun. Tim saling membantu
dengan mengestafetkan setiap drybag. Setelah terbebas dari lorong
sempit, kami dihadapkan pada medan miring yang menuntut
penelusur untuk scrambling. Di bagian ini penelusuran harus
dilakukan dengan ekstra hati-hati. Pelampung yang dibawa tidak
kami kenakan dalam peneusuran di gua ini. Kami mempercayai
informasi yang disampaikan oleh Pak Tungs. Samar-samar
saya berusaha kembali mengingat deskripsi Gua Dadali yang
dilaporkan oleh Tim 2008. Gua ini relatif kering, tetapi belum
dapat digolongkan sebagai gua fosil. Meski membawa webbing
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
24/46
16| Eksplor Pacitan
yang dapat digunakan sebagai alat bantu, namun akhirnya seluruh
anggota tim berhasil meniti dinding ke arah samping dan kemudian
menuruninya secara free -- tanpa dilindungi oleh pengaman. Lantai
gua berlumpur tebal dan lengket melekat pada sepatu sehinggamembuat langkah kaki terasa jauh lebih berat.
Kami berada pada sebuah aula luas beratap tinggi. Cahaya
boom menerangi ruang, sedangkan headlamp yang kami sorotkan
menyinari berbagai ornamen menawan yang ada di dalamnya.
Atap chamber dipenuhi stalagtit berbagai ukuran dan bentuk
unik, bahkan beberapa terlihat sudah menyatu dengan stalagmit
dan membentuk pilar. Selain itu juga banyak terlihat varian jenis
owstone, baik yang menggantung di atap seperti canopy dangordyn, maupun yang menempel di dinding atau terbentuk di lantai
gua dalam bentuk gours microgours dan macrogours. Banyak
ornamen yang berwarna putih berkilau, sedangkan sebagian yang
lain kuning kecokelatan. Pendokumentasian pun terus dilakukan.
Dua buah lorong yang ada di dalam chamber ini rupanya
kembali bertemu dan mengarah pada ruang chamber lainnya. Sama
seperti chamber sebelumnya, chamber 1, pada chamber 2 pun atapgua begitu tinggi. Jika kita mengikuti lorong sebelah kiri, maka
akan tiba di chamber 2 melalui arah kiri dan bertemu dinding
setinggi 3 meter yang harus dituruni, sedangkan bila mengikuti
lorong sebelah kanan dari chamber 1, penelusur akan masuk ke
chamber 2 langsung di bagian tengah.
Chamber 2 terlihat sedikit lebih besar dibandingkan dengan
chamber 1. Penelusur dapat merambati dinding sebelah kiri untuk
bisa naik menuju lorong yang akan membimbing penelusur padasebuah aven. Udara di dalam gua terasa panas, mungkin karena
kecilnya kondisi lorong di bagian depan dekat lubang keluar serta
sebuah aven yang tidak cukup menjadi ventilasi sehingga sirkulasi
udara tidak lancar.
Proses karstikasi masih berlangsung di gua ini, hal tersebut
setidaknya terlihat dari banyaknya tetesan air dari atap gua
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
25/46
P a l a w a U n p a d | 17
maupun yang mengalir perlahan di dinding-dinding gua. Selain
beberapa ekor kelelawar, tidak ada hewan lain yang saya lihat.
Pada beberapa tumpukan guano pun saya tidak menemukan cacing-
cacing kecil berwarna putih. Kang Onath, Baw, dan Mas Harryberaksi dengan kameranya, sedangkan saya bersama Nanang
menjadi model foto dan pemegang lampu ash. Setelah dirasa
cukup mendokumentasikan berbagai ornamen, bentuk lorong,
dan berbagai sudut indah gua, kami pun mulai bergerak perlahan
menuju luar.
Saya yang berada di urutan paling belakang bertugas
memastikan kembali tidak ada sesuatu pun yang tertinggal di
dalam gua. Hal ini merupakan salah satu implementasi dari kodeetik penelusuran yang pertama kali disosialisasikan oleh NSS.
Take nothing but picture, kill nothing but time, leave nothing but
footprint. Hampir dua jam kami berada di dalam gua. Sesampai di
luar kami disambut dengan udara segar. Pak Tungs terlihat duduk
menunggu kami di bawah kerindangan sebatang pohon. Jam di
tangan Mas Harry sudah menunjukkan pukul satu siang. Sebagai
pengganjal perut, berbagai bekal yang kami bawa segera disajikan.
Sambil menikmati roti tawar berlapis selai cokelat, Nanang
menjerang air panas untuk menyeduh teh dan kopi hitam. Sambil
mengudap kami bercakap-cakap. Kepada Pak Tungs kami banyak
bertanya ihwal Gua Dadali. Saya senang melihat mimik wajahnya
yang ceria saat menjawab berbagai tanya yang kami lontarkan.
Selain Mas Harry, tim ini terdiri dari para perokok. Dan siang
ini rokok pun menjadi salah satu topik yang diperbincangkan. Kang
Onath menceritakan bahwa kretek yang diisap oleh Pak Tungsmengingatkannya pada kretek yang biasa diisap oleh ayahandanya.
Obrolan terus berlanjut sampai menjelang pukul 13.30. Tidak lama
waktu yang diperlukan untuk berkemas. Mungkin karena semangat,
saya melihat dalam beberapa kejap seluruh makanan, minuman dan
alat masak sudah masuk dalam drybag. Kami pun kembali bergerak
mendekati titik berikutnya, yakni lubang Gua Jebulan.
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
26/46
18| Eksplor Pacitan
Seperti yang sebelumnya sudah kami ketahui, melalui laporan
Tim 2008, lubang Gua Jebulan berada di kaki bukit. Untuk
mencapainya kami tinggal terus mengikuti setapak yang turun
mendekati aliran sungai. Hampir sepuluh menit waktu tempuhdari lubang ke lubang. Mulut Gua Jebulan berada di dasar bukit.
Mengalir keluar sebuah sungai dari dalamnya (outlet). Sebuah
dinding terjal di areal lubang masuk menarik untuk dipanjat.
Kerimbunan hutan jati milik warga menjadikan suara gemericik air
sungai semakin terdengar syahdu. Suasana terasa begitu nyaman,
jauh dari segala bising mesin pabrik dan kendaraan. Terdengar
beberapa klik dari kamera. Pak Tungs kembali menjadi penjaga
lubang, dia menunggu di luar.Di bagian mulut, penelusur sudah harus masuk ke dalam
sungai. Tinggi air sudah melebihi sepatu boot. Setelah melintasi
sebongkah batu di ambang zona terang, kedalaman air mencapai
tinggi pinggang saya. Pengukuran yang dilakukan Tim 2008
menunjukkan lebar mulut sampai Sembilan meter dan titik tertinggi
mencapai 4 meter. Sebuah bouder di bagian depan menyebabkan
gua ini tampak memiliki dua lubang masuk yang saling bersisian.
Lantai gua berbatu dan berair jernih sudah terlihat sejak awal
perjalanan. Lorong bawah merupakan aliran sungai dengan
kedalaman bervariasi dalam kisaran 40 cm s.d 200 cm. Lantai gua
yang serba miring menjadikan kedalaman air semakin bervariasi.
Sedimen yang mengendap di lantai gua juga bervariasi, mulai dari
lumpur, pasir, kerikil, dan bongkahan yang lebih besar lagi. Selain
lorong bertingkat, Gua Jebulan juga memiliki percabangan. Gua ini
pernah dipetakan oleh Palawa.Berbagai bentukan speleothem tumbuh dan berkembang di sini.
Hal tersebut menjadi salah satu indikator masih berlangsungnya
karstikasi. Jenis yang terbentuk karena tetesan maupun aliran
air sangat beragam. Setidaknya terdapat stalagtit, stalagmite,
sodastraw, pilar, micro dan macro gours, canopy, rimstone, dan
cowsmilk.
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
27/46
P a l a w a U n p a d | 19
Perjalanan pulang disisi oleh medan tanjakan yang tak
berkesudahan. Hal tersebut wajar mengingat lokasi lubang Gua
Jebulan berada. Tidak jauh dari lokasi mobil diparkir, saya dan
Nanang menyempatkan menengok lokasi Gua Lintang denganditemani oleh Pak Tungs. Lubang masuknya berbentuk sumuran,
Nanang memperkirakan kedalaman tidak lebih dari dua puluh
meter. Pak Tungs menerangkan, Gua Lintang memiliki lorong
horizontal yang bercabang. Lintang merupakan kata dalam bahasa
Jawa yang jika diindonesiakan dapat diartikan sebagai bintang.
Penamaan tersebut merujuk pada kemerlap bebatuan ketika
tersorot sinar. Lain waktu mungkin kami akan kembali datang
untuk menelusurinya; dan sebagai data awal, tentu titik koordinatdiperlukan. Waktu merambat semakin sore, hampir jam lima.
*
Syukurlah, penelusuran hari ini berjalan dengan lancar
dan menyenangkan, sepertinya maksimal. Kami masih diberi
keselamatan dan anugerah. Kami masih diberi kesempatan untuk
menelusuri gua. Sebisa mungkin kami bersikap hati-hati dan penuhperhitungan. Penelusuran gua memang seharusnya hanya dilakukan
dengan penuh pengertian. Setiap penelusur gua yang baik tentu
akan terus belajar dan belajar menerapkan segala tertib, mulai dari
kode etik.
Di dalam kamar, sambil tidur-tiduran, saya kembali
membayangkan langkah demi langkah yang telah terayun dalam
perjalanan hari ini. Kesan ringkas kami terhadap Dusun Dasri
adalah asri dan rapi, yang di dalamnya sudah termasuk bersih.
Meski sangat dipengaruhi oleh langgam Jawa, namun bahasa
Indonesia yang dituturkan oleh Pak Tungs terbilang baik. Kami
beruntung bertemu dengannya. Meski kami sudah membawa
GPS, namun kehadiran Pak Tungs lebih dari sekadar penunjuk
jalan. Jika dengan GPS kita hanya akan memperoleh info yang
berkaitan dengan navigasi, bersama Pak Tungs segala soal bisa
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
28/46
20| Eksplor Pacitan
kami tanyakan. Juga soal /kluwih/, yang menurutnya dipilih
sebagai nama desa oleh para leluhurnya karena areal di sini banyak
sekali ditumbuhi pohon kluwih. Pak Tungs memberi gambaran
tentang pohon kluwih yang buahnya bisa dijadikan sayur. Lanskapberubah, sekarang orang lebih senang menanam pohon jati. Perihal
pohon kluwih, katanya saat ini sudah semakin jarang ditanam
orang. Itu sebabnya sore tadi Pak Tungs tidak dapat menunjukkan
wujud konkret pohon kluwih kepada kami. Nama adalah kenangan,
kelak boleh jadi generasi mendatang penduduk desa ini tidak lagi
mengenal pohon kluwih atau bisa juga nama desa sudah diganti
atau ditiban mengikuti perubahan pemanfaatan lahan, sehingga
kluwih menjadi tidak relevan untuk dipersoalkan.Hampir jam sembilan. Kang Onath masih mandi, Baw
membersihkan kamera, Nanang dan Mas Harry ngobrol di depan
kamar, bertiga bersama Pak Bond. Sawah di sekeliling hotel
berubah menjadi mega panggung orchestra gelap saratus ribu
kodok. Sambil meluruskan tulang-tulang, saya membuat dugaan:
apakah simfoni yang dibawakan oleh para kodok di luar merupakan
jawaban alam atas konsepsi betapa indahnya kebersamaan?
Saya keluar mendatangi Nanang untuk meminjam korek api
dan ikut ngobrol sebentar. Pak Bond kembali memastikan arah
jalan menuju Kebonagung. Mas Harry bersarung. Di tangannya
tergenggam GPS yang selalu menemani perjalanannya. Tinggal
Gua Perak. Kepada Mas Harry, titik koordinat yang dikutip
dari laporan Tim Pacitan 2008 telah diberikan. Dari dalam Baw
berteriak, Si John masih di jalan Vik, sampainya kira-kira tengah
malem. Kabar baik, kemeriahan suasana pun dapat dibayangkanakan bertambah-tambah. Bulan sabit bersinar di langit hitam, polos
takberbintang. Besok kami punya banyak pantai yang bisa menjadi
pilihan; dan malam ini akan panjang dengan kedatangan Indera
dari Blitar.
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
29/46
P a l a w a U n p a d | 21
bagian 2.2
N
amanya Indra,Indra Putra Irawan. Dikenal sebagai Indra LM.
Inisial LM di belakang menunjukkan nama angkatannya,Lubra Mahidara. Bersama 17 saudaranya yang lain, ia bergabung
dengan Palawa sebagai angkatan ke-20, masuk di tahun 2005. Tiga
tahun kemudian dia bersama timnya melakukan Pengembaraan ke
Pacitan; dan malam ini ia akan datang.
Dulu Indra menempuh studi Ilmu Informasi. Itu adalah salah
satu jurusan di Fakultas Ilmu Komunikasi. Beberapa tahun yang
lalu, ia mulai meniti karier secara profesional dalam bidang
asuransi. Indra menemukan pasangan hidupnya di Surabaya, padasuatu hari di bulan Oktober ia melangsungkan pernikahannya.
Banyak anggota Palawa hadir di dalam acara. Kemarin Baw
memberi tahu, katanya Indra sekarang sudah tidak lagi di
Surabaya, ia dipindah-tugaskan ke Blitar. Dan malam ini Indra
datang.
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
30/46
22| Eksplor Pacitan
Sambil menunggu kedatangan Indra, juga karena memang
sudah lebih dari empat jam waktu makan malam berlalu, kami pun
keluar mencoba mencari makanan khas dan sekaligus putar-putar
kota Pacitan. Pak Bond mengajukan tawaran kepada Kang Onathuntuk mencoba mi godog atau yang kalau diindonesiakan menjadi
mi rebus. Maka kami pun bergerak mencari sang penjual mi godog.
Pacitan bukan Jakarta atau Bandung. Baru jam sepuluh kota
sudah tidur. Jalan terasa lebih lebar. Beberapa warung yang kami
tuju pun sudah tutup. Alhamdulillah, begitu kata Kang Onath,
berarti kan dagangannya sudah habis laris terjual. Tinggal
pulang, beristirahat, menghabiskan sisa malam bersama keluarga di
rumah.
Nanang dan Mas Harry tidak ikut keliling-keliling cari makan
dan lebih memilih tinggal di kamar, menonton tv, menikmati kasur
hingga tertidur. Kriuk-kriuk menjelang tengah malam pun teratasi.
Kembali ke hotel dan Indra sudah menunggu. Perjalanan panjang
yang melelahkan, bahkan seperti terlalu dipaksakan. Istrinya
membenarkan. Katanya, Indra terlalu menggebu-gebu untuk datang
ke Pacitan. Padatnya hari Jumat bagai bukan halangan. Mobilyang dikendarainya melesat sepanjang jalan Blitar Pacitan.
Sebuah jarak panjang, tapi bagi Indra bukan lain kecuali tantangan.
Mengapa? Palawa, jawabnya.
Dari jauh tampangnya menyerupai tentara, padahal bukan.
Cerita Indra tentang Pak Bagyo terasa begitu hidup. Kami
seharusnya menyesal tidak menyempatkan diri untuk menemuinya.
Beberapa bagian dari cerita Indra sudah ada di dalam laporan,
tetapi beberapa penjelas yang disampaikannya menyerupai bumbupenyedap di dalam sayur. Saya kira yang ini adalah penyedap rasa
dari bahan yang alami, non-kimia. Kita yang tahu bagaimana gaya
Indra bercerita tentu paham. Bara padam takbisa menyalakan api.
Indra seperti mengalami trance. Dia sedang on re, malam ini. Jika
di lapangan basket, mungkin dia berdiri pada posisi center. Tetapi
melampaui gerakan umum para center, Indra bagai ada di semua
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
31/46
P a l a w a U n p a d | 23
lini. Dia berhasil berkali-kali melesakkan tembakan tiga angka,
melenting lay up dari luar garis three second, rebound, assist, dan
slamdunk. Bola yang ada di tangannya terus bergerak berpantulan,
tidak pernah turnover.Seru-seru-seru. So, sang istri, memasang wajah takjub.
Dia terus mendengarkan cerita demi cerita. Selain Pak Bagyo,
Indra juga bercerita soal pengalaman-pengalaman saat diklat,
baik ketika berperan sebagai siswa ataupun menjadi pelatih.
Jabatan terakhirnya Wakil Komandan Latihan pada Diklatdas
XXV di tahun 2011. Malam ini berbagai cerita diumbar. Obrolan
bagai takberkesudahan. Seolah setiap sekuen pengalaman di
perhimpunan dihadirkan utuh menyerupai realitas. Banyak sekalinama yang disebut, diajak ikut dan menjadi materi perbincangan.
Di antara semua cerita, saya lebih senang sisi lucu-lucunya. Salah
satunya kasus dalam sidang proposal pengembaraan.
Saat itu hampir tengah malam dan penyidang mempertanyakan
validitas nama sebuah gua yang dinilai agak aneh, Apakah benar
dinamakan Gua Berak? Menerima pertanyaan maka tim yang
disidang pun takbisa berbuat selain menjawab, Benar. Iya, benar.Itu info valid dari Mahipa. Selanjutnya penyidang mempercayai
jawaban para tersidang, meski tetap berpesan agar selalu mengecek
ulang segala informasi yang diperoleh dari bahan sekunder, nanti
setelah masuk ke lapangan.
Di lapangan tim pengembaraan memperoleh fakta bahwa
telah terjadi sedikit kekeliruan soal penamaan. Keanehan yang
terendus oleh penyidang ternyata benar. Pihak Mahipa Unmuh
dan masyarakat yang sempat dijadikan narasumber di lapanganmemberi informasi bahwa gua yang kami sebut sebagai Gua
Berak sesungguhnya dikenal sebagai Gua Perak. Lebih dari itu,
gua lain yang juga mengalami kekeliruan penulisan yaitu Gua
Jebulan yang pada saat sidang proposal masih tertulis sebagai Gua
Cebulan. Sedikit kekeliruan yang bisa dipahami sesungguhnya
mengingat kedekatan /p/ dan /b/ atau /c/ dan /j/. Kelompok
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
32/46
24| Eksplor Pacitan
pertama, yakni fonem /p/ dan /b/ termasuk jenis konsonan hambat
letup bilabial, yang dapat terjadi jika artikulator aktifnya bibir
bawah dan artikulator pasifnya bibir atas. Adapun fonem /c/ dan /j/
digolongkan sebagai konsonan hambat letup medio-palatal, tengahlidah menjadi artikulator aktif dan langit-langit keras sebagai yang
pasif. Begitulah sedikit ingatan atas kelas fonologi.
Semua tertawa-tawa mendengarkan ceritanya, termasuk Indra
sang pencerita. Jaya the MachoCaver sebagai ketua timnya.
Fariz, Dayat, Deko sebagai pembimbingnya, pembimbing teknis
sebutannya. Indra mengingatkan, bahwa Si Baw juga pembimbing,
pembimbing non-teknis disebutnya. Sepertinya semua stok cerita
ingin disampaikan semua olehnya jika saja kami tidak segera sadarbahwa beberapa jam ke depan masih ada agenda operasional. Entah
siapa yang mula-mula mengambil inisiatif bubar, saya lebih dulu
ke dalam, rebahan sambil menunggu kantuk datang. Tadi Indra
sudah dapat kamar, adanya di belakang. Tadinya Baw yang mau
mengantarkannya ke depan untuk memesan kamar, tetapi beberapa
saat sebelum berangkat dia baru ingat, bukankah lebih praktis tidak
perlu jalan dan cukup dengan telpon. Indra membenarkan. Tidak
lama kamar yang dipesan pun datang. Beberapa pencatatan terus
dilakukan, iseng-iseng nanti mau bikin tulisan, selain laporan yang
lebih bersifat formal. Kuatir nanti pulang ditanya, oleh-olehnya
mana?
Sambil mendengarkan Lou Reed yang sedang menyanyikan
nomor andalannya, saya berjalan-jalan dari halaman ke halaman,
lalu berhenti agak lama di facebook. Di dalam grup Masyarakat
Penelusur Gua Indonesian sedang ramai membahas Karst GnKendeng. Sebagai sesama penelusur, sudah selayaknya kita
memberi simpati kepada mereka yang sedang berjuang. Di mana-
mana pabrik semen menjadi ancaman yang nyata. Simpati dan
dukungan tentulah tidak berlebihan, bukankah yang demikian
masih dalam batas kewajaran.
Mengenai Blora, saya teringat pengalaman tur keliling Jawa
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
33/46
P a l a w a U n p a d | 25
bersama klub pendidikan alternatif Sokola. Blora juga bisa
mengingatkan kita kepada Pram, Sastrawan kenamaan, serta wong
samin atau yang dikenal dengan kaum sedulur sikep. Komunitas
sedulur sikep ini terus membuat perlawanan dan penolakan ataspenjajahan yang terus ditekankan terhadap mereka dari zaman
ke zaman. Kepada pihak kolonial mereka selalu membangkang,
seperti juga sekarang saat berhadapan dengan pemerintah dan
PT Semen Indonesia. Salah satu problematika karst Blora juga
sempat dilmkan, beberapa tahun yang lalu, dengan tokoh utama
diperankan oleh WS Rendra.
Di dalam lm berjudul Lari dari Blora, Rendra menjadi seorang
penghayat keyakinan Saminisme suatu kaidah hidup yangdiajarkan oleh Mbah Samin Surosentiko. Di dalam grup PLW,
Kang Onath kirim foto Indra bersama istrinya dengan dibubuhi
selarik caption lucu.
Basecamp The Rolling Doors menerima kunjungan dari
John Morisson, malam ini. John menempuh 5 jam perjalanan
dari kota Blitar. Ia pun memperkenalkan istrinya, So, yang
dinikahinya Oktober 2013. Selamat ya. Ini adalah kejutan. Dan,nuhun pisan. tentu itu bukan sekadar canda-canda, tapi tulus
dan jujur, meski tetap terbaca jejak-jejak kelucuannya alias bodor.
Ada beberapa kode yang sengaja dipelesetkan, mungkin itulah
yang menyebabkannya terasa tambah segar dan orisinal. Kira-kira
kenapa ya kantuk nggak datang-datang, apa mungkin saya sedang
terlalu senang?
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
34/46
26| Eksplor Pacitan
bagian 2.3
Hari ini, 3 Mei 2014. Gua Perak. Menuju lokasi lubang tidaklahsegampang yang dibayangkan. Meski sudah membawaGPS yang formal, kami pun tetap mengutamakan GPS informal.
Beberapa penduduk yang sedang berada di ladang membantu kami
dengan mengantarkan sampai di depan lubang.
Kami ngobrol sepanjang perjalanan menuju gua, salah satu
yang perlu dicatat yaitu saran dari Mas Harry kepada kami (atau
kita?) mengenai hal-hal navigasi. Menurutnya Palawa sudah
seharusnya membuat akun di dalam laman www.navigasi.net.Di
sana Palawa dapat menyimpan dan berbagi berbagai titik menarik
yang mungkin juga diperlukan oleh para pencinta alam termasukdi dalamnya petualang, peneliti, dan para backpacker. Untuk
menggunakannya, komputer atau android perlu diinstal aplikasi
navitel atau papigo terlebih dahulu. Dua aplikasi yang disebutkan
oleh Mas Harry merupakan tur berbayar, dan sebagai siasat ia
juga memberi tahu bahwa di forum kaskus ada beberapa thread
yang dapat diakses secara gratis. Setelah terinstal baru kemudian
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
35/46
P a l a w a U n p a d | 27
data dapat diinput ke laman navigasi.net. Apa yang disampaikan
Mas Harry, tadi, berada dalam ranah saling berbagi, dalam hal ini
berbagi koordinat geogras.
Indera beserta So, ditambah Pak Bond, menunggu di luar.Melewati mulut gua yang berbentuk setengah lingkaran, badan
mulai menunduk, penelusur tak bisa berdiri tegak sejarak belasan
meter di awal lubang yang menyerupai gerbang. Langkah kaki
kami terus bergerak semakin masuk lebih dalam melawan arus
sungai yang bergerak keluar. Beragam bentuk dan ukuran stalagtit
sudah terlihat menghiasi atap gua. Para penelusur harus berhati-
hati dalam melangkah agar tidak mematahkan atau membuat
kerusakan-kerusakan lain. Setelah tidak lebih dari lima menitmelintasi permulaan lorong Gua Perak yang merupakan aliran
sungai bawah tanah yang keluar dan bergabung dengan sungai
permukaan yang lebih besar. Suara gemericik air menjadi musik
dalam penelusuran.
Banyak tetesan air dari stalaktit yang menggantung di atap,
sebagian terlihat putih bersinar dan tampak seperti batu kristal. Di
beberapa ceruk kecil di dinding terlihat beberapa jangkrik dan disisi lain dinding juga tampak seekor amblypygi.
Sejak awal penelusuran kami sudah harus masuk ke dalam
badan aliran sungai. Sepuluh meter pertama, lantai gua dipenuhi
endapan lumpur dan dedaunan yang sudah membusuk sehingga
saat kaki dilangkahkan air menjadi keruh kehitaman. Pada bagian
lorong selanjutnya lantai sudah tidak berlumpur dan didominasi
oleh pasir, kerikil dan bebatuan yang lebih besar lagi. Beberapa
kali penelusur melangkahkan kakinya naik ke pinggir goursdam.Varian ornamen gua (speleothem) terlihat semakin memenuhi
dinding, lantai, dan atap gua. Keindahan hiasan interior alami
yang ada di dalam gua itulah yang kerap kali menjadi motif
dilakukannya penelusuran gua.
Cahaya senter di kepala Nanang yang berjalan paling depan,
menyoroti beberapa ornamen yang menarik perhatiannya.
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
36/46
28| Eksplor Pacitan
Pendokumentasian sudah dilakukan sejak awal. Hampir satu jam
penelusuran, kami sampai di bawah air tejun setinggi tiga meteran.
Bagian ini merupakan lorong yang menghubungkan antara
lorong bawah dan lorong atas. Nanang dan Baw bergerak ke atas.Kemampuan chimneying mutlak diperlukan. Suara gemuruh air
yang seolah terdengar semakin membesar sempat menggoyangkan
nyali.
Setelah mengambil beberapa gambar, kami memutuskan untuk
kembali ke permukaan. Air terjun dan telaga mungil mulai kami
tinggalkan di belakang. Sebentuk studio alam yang elok takterkira
menjadi latar berlangsungnya ketegangan yang tidak mudah
dideskripsikan. Air yang meluap dari telaga membentuk arus derasmengikuti lorong gua, berkelok, dan terus menggerus lantai gua.
Menurut informasi Tim Pacitan 2005, lorong atas Gua Perak masih
cukup panjang. Saat itu tim mengakhiri penelusuran di depan
sebuah sump. Perlu satu jam perjalanan untuk kembali tiba di luar.
Bias cahaya matahari masuk ke dalam zona terang dan temaram.
Dari balik mulut gua mulai terlihat langit biru di sela rerimbun
dedaunan.
Selanjutnya kami harus menempuh perjalanan bermedan curam
untuk dapat sampai di tepian jalan. Indra menyambut kami dengan
senyum lebar. Syukurlah semua selamat dalam penelusuran.
Sambil ngobrol, berbagai peralatan yang basah dijemur di tepian
jalan yang populer dengan nama JLS, jalur lintas selatan. Jalannya
lebar dan mulus dan siang ini permukaannya terasa begitu panas
di telapak kaki. Para pengguna yang melintas hampir selalu
menyempatkan menoleh ke arah kami. Mungkin kehadiran kamimenarik karena menjadi pemandangan yang jarang terlihat.
Wearpack, kaos kaki, celana pendek, syal, dan lain sebagainya
berderet memanjang di tepian. Mungkin kami seperti korban
kebanjiran, untungnya bukan.
Pada 12.30 kami bergerak, setelah hampir satu jam ngobrol
asyik di pinggir jalan. Seru, namun ada juga insiden serius yang
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
37/46
P a l a w a U n p a d | 29
terjadi dalam penelusuran. Hal tersebut kami ketahui belakangan.
Rupanya kamera Mas Harry terendam air padahal sudah diproteksi
sedemikian rupa. Wajahnya muram, kami pun menjadi ikut
merasa bersalah. Seharusnya kami lebih keras memberi arahanterhadapnya. Sebetulnya tidak banyak yang perlu dievaluasi. Kalau
pun ada kesalahan, hal yang utama adalah pertanyaan, mengapa
kamera dikeluarkan dari drybox? Mengapa gampang percaya
dengan kekuatan plastik dan drybag-drybagan.
Di tengah lika-liku perjalanan menuju warung makan siang,
Pak Bond menjawab pertanyaan iseng Nanang yang tengah didera
kelaparan. Kata Pak Bond, Pacitan berarti snack atau makanan
ringan. Rupanya Pak Bond kembali mendatangi warung makanBu Dzakir. Bagi kami, ini yang kedua. Rupanya inilah warung
favorit Pak Bond setiap masuk ke Pacitan. Di warung Bu Dzakir,
kami membicarakan objek wisata yang dapat kami kunjungi untuk
mengisi sisa waktu hari ini.
Ajakan Kang Onath untuk mendatangi Gua Gong sebelum ke
Pantai Klayar pun segera disetujui. Maka kami pun meminta Pak
Bond mengantar ke lokasi. Mungkin Gua Gong menjadi salah satugua terindah yang pernah saya masuki. Mungkin penilaian saya
banyak dipengaruhi oleh bias cahaya artisial yang dipasang di
berbagai spot. Di sini, pengunjung dimudahkan dengan adanya
jalan setapak yang menghubungkan ruang satu dengan ruang-
ruang lainnya. Di beberapa ruang terdapat untaian owstone yang
menjulur bagaikan karpet dari singgasana raja. Dibandingkan
dengan kompleks perguaan lain yang pernah saya masuki,
setidaknya kompleks perguaan Buniayu dan Gudawang, apayang saya alami dan dapati di Gua Gong masih lebih tinggi lagi.
Sekelumit ihwal Gua Gong dapat saya ringkaskan.
Gua ini ditemukan oleh Wakino (30 tahun) sebagai ketua
rombongan, Suramin (54 tahun), Paino (42 tahun, ketua RT),
Suparni (38 tahun, petani), Suyadi (39 tahun, petani), Paino (30
tahun, guru), Suyadi (39 tahun, petani), Paino (30 tahun, guru),
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
38/46
30| Eksplor Pacitan
Misno (29 tahun, petani), Suyatno (15 tahun). Pada Minggu Pon, 5
Maret 1995 mereka mencari keberadaan gua yang kelak dinamakan
Gua Gong.
Buku kecil berisi panduan wisata Gua Gong yang ditulisDrs. Wakino, memberikan banyak informasi terkait dengan sisi
kesejarahan, termasuk ihwal awal mula pencarian gua. Ketika itu
hari Minggu Pon tanggal 5 Maret 1995 sekitar pukul 09.00 WIB.
Suramin bercerita kepada Wakino dan anak-anaknya yang lain
duduk di ruang depan. Sang Bapak, Suramin, bercerita tentang
kejadian yang dialami oleh sepasang sahabat, Mbah Noyo Semito
dan Mbah Joyo pada pertengahan dekade 30an. Pada masa itu
desa mereka kekurangan air, kekeringan mengancam kehidupan,kemarau panjang melanda.
Dua orang sahabat yang dipanggil Mbah akhirnya menyikapi
persoalan yang ada dengan memutuskan mencoba masuk ke dalam
sebuah gua, yang letaknya tidak jauh dari permukiman kami, untuk
mencari air. Mereka membawa obor yang dibuat dari daun kelapa
kering yang diikat. Penelusuran sampai menghabiskan tujuh ikat
obor. Keputusan yang mereka ambil membuahkan hasil. Di tengahpenelusuran mereka menemukan sebuah telaga kecil (sendang).
Mereka minum-minum dan mandi sebelum keluar kembali untuk
mengabarkan adanya jalan keluar untuk permasalahan kekeringan.
Cerita di atas disampaikan secara turun temurun dan tersebar
hingga menjadi pengetahuan umum. Masyarakat di sekitar gua
umumnya tetap berusaha mengakses mata air permukaan, mereka
tetap memegang keyakinan bahwa gua adalah bukan tempat
manusia dan dianggap wingit.
Saat pertama kali mendengar cerita itu dari Suramin, maka
timbulah keinginan Wakino untuk menelusuri gua yang juga
pernah ditelusuri oleh kakeknya. Keinginan yang disampaikan oleh
Wakino rupanya memperoleh dukungan dari ayah dan saudara-
saudara lainnya. Niat spontan itu segera dieksekusi, langsung di
hari itu juga mereka bergerak.
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
39/46
P a l a w a U n p a d | 31
Di saat pencarian, mereka berpatokan pada gerumbul pohon
kluwih yang menjadi tanda letak lubang gua. Mereka sempat
dibuat bingung hingga akhirnya sadar bahwa pohon kluwih yang
dijadikan pegangan rupanya sudah mati. Meski demikian akhirnyamereka menemukan lokasi yang dicari. Mulut gua ditutupi oleh
semak yang lebat. Tanah dan bebatuan pun menutupi lubang.
Kali itu penelusuran menggunakan pencahayaan yang lebih
modern, 7 batere tangan, 2 buah patromax, lilin, dan kamera untuk
pendokumentasian.
Pemberian nama Gua Gong erat berkaitan dengan salah satu
perangkat gamelan Jawa. Konon pada saat-saat tertentu, di
gunung yang ada guanya sering terdengar bunyi-bunyian. Semuamemercayai, itu bunyi dari makhluk halus yang menyaru gamelan
Jawa. Selain bunyi gong, juga kerap terdengar bunyi terbangan
(nama sebuah seni musik lokal), bahkan ada pula suara tangisan
orang yang sangat memilukan.
Merujuk pada sering didengarnya bunyi-bunyian, nenek
moyang dan para leluhur menamakan gunung yang ada guanya
dengan nama Gunung Gong-gongan. Kisah itulah yang mendorongDrs. Wakino mengusulkan nama Gua Gong bagi gua yang terdapat
di atas Gunung Gong-gongan.
Gua Gong terletak di pesisir di pantai selatan Pulau Jawa,
tepatnya di Dusun Pule, Desa Bomo, Kec. Punung, Kab. Pacitan,
37 km, arah barat kota Pacitan. Gua ini dikelilingi sederetan
gunung di antaranya: Di utara Gunung Manyar, sebelah timur
Gunung Gede, sebelah selatan Gunung Karang Pulut, dan sebelah
barat Gunung Grugah. Deretan gunung yang mengelilingi GuaGong, sebagian besar ditanami pohon jati, pisang, kelapa, dan
pada musim penghujan juga ditanami ketela, cabe, padi, jagung
dan tanaman tumpang sari lainnya, sehingga dari kejauhan nampak
kehijauan yang dapat menambah keindahan dan keasrian suasana
sekitar Gua Gong.
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
40/46
32| Eksplor Pacitan
Melihat matahari terbenam dari Pantai Klayar. Mas Harry sudah
pernah ke sini dua kali. Pada kesempatan ketiga ini keadaannya
berbeda. Ia mengaku kehilangan mood setelah mendapati kamera
D6 yang dibawanya mengalami rusak parah. Saya tidak dapatberbuat lebih.
Agak terlambat saya mengetahui peristiwa tas milik Indra yang
hanyut terhempas ombak, sore tadi. Sesaat sebelum senja benar-
benar tenggelam, saya melihat sebagian tim berkerumun di depan
mobil Indra. Rupanya terjadi insiden yang sedang dicarikan jalan
keluarnya. Remote alarm mobil Indra menolak macet, soalnya
tadi kunci dan remote mobil ada di dalam tas yang sempat hanyut
ditelan ombak laut selatan. Kang Onath memberi saran yang segeraditerima oleh Indra. Kunci dibuka paksa, alarm bekerja, suasana
menjadi meriah. Pak Bond maju mendekat sambil menyarankan
agar kabel dipotong.
Mendapat persetujuan Indra, tangannya pun bergerak memilah
beberapa kabel yang di mata awam seperti saya semua tidak ada
bedanya. Perlu pengetahuan untuk dapat memilih yang benar.
Segera suara sirine padam. Seperti yang sudah dikatakan PakBond, setelah kontak terpotong maka lampu hazard akan menyala
secara otomatis. Kejadian ini menjadi penutup yang terbilang
unik. Perjalanan dari Pantai Klayar menuju hotel di kota Pacitan
memakan waktu dua jam. Kang Onath dan Baw yang semula
menumpang Xenia, pada perjalanan ini bergabung bersama Indra
dan So di dalam Soluna.
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
41/46
P a l a w a U n p a d | 33
bagian 2.4
Hari ini, 4 Mei 2014. Pacitan, Wonogiri, Jogja, dan Bandung.Akhirnya kami pun harus pulang. Sebetulnya masih kerasandi Pacitan. Masih banyak gua dan tempat menarik lain yang bias
bahkan perlu dikunjungi. Jika mengikuti keinginan hati, tentu saya
akan melupakan kenyataan bahwasannya besok adalah hari Senin.
Kami pun bersalam-salaman. Indra berencana checkout agak
siang sedangkan kami harus sejak pagi keluar dan bergerak,
mengingat kereta yang akan kami tumpangi jadwalnya sudah
masuk Jogja pada siang hari. Perlu tiga jam perjalanan untuk
sampai di Jogja. Maka, mengikuti penyair Sapardi, kami pun
bergerak ke barat waktu pagi matahari mengikuti di belakang. Dibalik kemudi, Pak Bond terlihat menikmati perjalanan. Pedal gas
terus ditekan dan mobil pun bergerak cepat di atas aspal mulus
penuh kelokan tajam. Pada Jumat kemarin, lintasan yang sama
kami lalui saat hari sudah malam, selain itu juga hujan. Bentang
alam karst yang begitu khas terhampar memenuhi pandangan. Saya
duduk di kursi paling belakang. Barisan tengah diisi oleh Baw,
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
42/46
34| Eksplor Pacitan
Nanang, dan Mas Harry. Kang Onath duduk di samping pak supir.
Di bawah terang matahari semua kelihatan. Satu jam kemudian
mobil sudah melintasi perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Sebuah gapura menjadi penanda. Perjalanan banyak melintasikiri kanan bukit karst dengan bentuknya yang unik. Kami tiba di
Wonogiri. Sepertinya Palawa belum pernah melakukan eksplorasi
gua di wilayah ini. Keadaan aspal mulai berubah. Mulai terasa
permukaannya yang geradakan di Jawa Timur. Nanang menyalin
empat koordinat gua yang telah kami telusuri dan dokumentasikan,
dua koordinat gua di antaranya pernah dicatat oleh Tim 2008,
namun ada sedikit perbedaan. Menurut Mas Harry sedikit
perbedaan yang terjadi antara lain disebabkan faktor satelit. Selaintitik gua, Nanang juga menyalin titik koordinat Pantai Klayar.
Kabar baik hari ini, kamera Mas Harry mulai membaik, embun
yang berkumpul di LCD-nya mulai bubar pelan-pelan. Satu insiden
yang harus menjadi pelajaran. Aktivitas di hari Sabtu kemarin bagi
saya cukup seru. Kami dapat mengunjungi tiga situs meski di luar
rencana semula: Gua Perak, Gua Gong, dan Pantai Klayar. Sampai
malam dan semua baru tidur menjelang tengah malam. Kemarinsempat diobrolkan betapa efektifnya pergerakan jika tim tidak
terlalu besar.
Kini kami sudah di dalam perjalanan pulang. Bayangan
peristiwa berkelebatan, di dalam hati saya membatin: apa
kira-kira yang bias dicatat? Hutan jati dan atap-atap rendah
rumah penduduk, joglo. Nama-nama wilayah, entah desa atau
kecamatan, nanti perlu dicek belakangan: Bayemharjo, Giritontro,
Pracimantoro. Masih karst.
Pada sebuah simpang terbaca penanda arah yang menunjukkan
lokasi Museum Karst. Sayang sekali kami tidak bisa
mendatanginya meski hanya sekadar mampir sebentar. Saya ingat,
Nanang, Aulia, dan Adun pernah masuk ke sana saat sekolah
caving di Hikespi 2012 yang lalu.
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
43/46
P a l a w a U n p a d | 35
Jam 11 masuk ke Stasiun Tugu. Makan siang, gudeg. Kereta
jam 11.55, masih ada waktu sebentar seperokoan dan sepeminum-
kopian sambil menunggu kereta datang dan perjalanan pulang yang
akan segera menjelang.Pukul 19.15 kareta kami masuk Stasiun Bandung. Dari kejauhan
terlihat putri dan istri Kang Onath melambaikan tangan. Kami
bertiga dan Kang Onath pun berpisah. Kini kami kembali ke tengah
keramaian kota Bandung. Perjalanan ke DU juga menarik dicatat.
Supir taksi yang mengantarkan kami ternyata mengaku asli Jogja.
Mulanya saya meragukannya, bukankah hal semacam itu lazim
sebagai trick mengelabui. Bisa saja dengan mengaku asli dari Jogja
setelah mengetahui kami baru kembali dari Jogja tidak lebih hanyaakal-akalan.
Mulanya memang seperti itu, saya curiga ini hanya tipu-tipu,
namun setelah mendengar gaya tertawanya yang keras dan lepas,
saya segera diyakinkan bahwa si mas supir memang asli orang
Jogja. Tawa yang dilepaskannya kontan mengingatkan saya pada
beberapa atau banyak teman yang asli Jogja. Semua memiliki cara
tertawa yang sama. Menyadari hal itu saya merasa malu sendiri.Seharusnya saya tidak perlu terlalu mencurigainya, bukankah
akhirnya kecurigaan itu gugur dengan telak oleh tawa yang
terbahak?
Seusai tawa maka sampailah kami di DU. Baru setengah
delapan, sedangkan jadwal pemberangkatan ke Jatinangor jam
sembilan, maka kami pun harus menunggu. Sambil duduk saya
mencatat dua nomor pengeluaran terakhir: taksi limapuluh ribu, elf
Geulis limabelas ribu.
Di sekretariat keadaan ramai. Belum lama tim Mabim ORAD
juga baru datang. Mereka sedang melangsungkan evaluasi
kegiatan. Kami pun segera melakukan evaluasi global. Wacana
pendataan dengan menghasilkan laporan deskriptif, foto, dan
lm perlu terus digalakkan. Ke depan Palawa harus lebih banyak
memproduksi, memproduksi, memproduksi, lebih dari itu Palawa
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
44/46
36| Eksplor Pacitan
juga harus terus melakukan penguatan-penguatan. Palawa dalam
posisi tertentu dapatlah dilihat sebagai lembaga penyedia konten
petualangan dan penelitian, meski banyak juga yang melihatnya
sebatas sebagai kelompok bermain. Nggak tahu saya, mungkinkarena salah asuhan.
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
45/46
P a l a w a U n p a d | 37
-
8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan
46/46
PALAWA UNPAD