eksplor gua-gua pacitan

Upload: mirza-ahmadhevicko

Post on 03-Jun-2018

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    1/46

    PALAWA UNPAD

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    2/46

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    3/46

    Eksplor Pacitan

    palawa unpad

    a hm a d h e v i c k o

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    4/46

    Penulis:

    Ahmadhevicko

    14,8 x 21 cm | xii + 37 hlm.

    Cetakan Pertama, 2014

    Diterbitkan oleh

    Angsana PressJalan Raya Bandung Sumedang km.21Kompleks UKM Barat, Kampus Unpad,Jatinangor.45363palawaunpad.com

    Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

    Silakan mengutip sebagian atau keseluruhan

    isi buku untuk keperluan pendidikan dan ilmu

    pengetahuan, atau sebatas senang-senang, kecuali

    untuk urusan komersial.

    Eksplor Pacitan

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    5/46

    P a l a w a U n p a d | v

    KATA PENGANTAR

    Perjalanan penelusuran gua kali ini dilakukan di KabupatenPacitan, Provinsi jawa Timur. Berbagai aktivitas yangdilakukan selama di lapangan kemudian dicatatkan oleh personal

    yang tergabung dalam tim penelusuran dan kelak akan dijadikan

    bahan untuk penulisan laporan kegiatan. selain itu penulisan

    aktivitas lapangan juga akan bermanfaat sebagai bahan jika kelak

    dalam waktu yang selanjutnya gagasan untuk menyusun sebuah

    buku jadi dilaksanakan. Berbagai catatan yang dikumpulkan dalam

    buku ini tidak akan banyak membicarakan petualangan selama

    di Pacitan, melainkan hanya sebatas rangkaian aktivitas-aktivitas

    lapangan, baik yang termasuk petualangan maupun yang non-

    petualangan.

    Banyak hal yang mungkin luput dari perhatian dan belum

    sempat masuk dalam catatan. Dikumpulkannya catatan ke dalam

    bundel jilid ini tidak lebih hanyalah usaha yang boleh jadi disebutsebagai ikhtiar dari anggota. Jika kelak dewan pengurus merasa

    usaha ini kurang memadai, kami tentu harus selalu siap untuk

    membuat revisi.

    Berbagai catatan pada kenyataannya tidak dapat dimasukkan

    semua karena saat pengumpulan ini dilakukan masih terdapat

    personal tim yang belum mengumpulkannya, kepada mereka kami

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    6/46

    vi| Eksplor Pacitan

    memohon maaf, semoga kelak pada revisi jilid ini berbagai catatan

    yang mereka buat dapat disertakan ke dalam kumpulan catatan ini.

    Adapun catatan yang berhasil dihimpun dalam jilid ini bukanlah

    tulisan yang sudah "jadi" sehingga jika ditemukan berbagaikekeliruan tentu semua menjadi tanggungjawab penulisnya.

    Semoga usaha yang dilakukan ini sedikitnya dapat menjadi

    manfaat dan turut meramaikan aktualitas dari berbagai gagasan

    yang tidak jarang saling silang dan bersahut-sahutan. Kepada

    pembaca, selamat menggali.

    Redaksi

    Jatinangor, Mei 2014

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    7/46

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    8/46

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    9/46

    P a l a w a U n p a d | 1

    bagian 1.1

    Kereta mulai bergerak keluar stasiun Bandung tepat pukul08.00 WIB. Permulaan yang bagus. Setengah jam sebelumnyakami sudah tiba di stasiun setelah bermalam bersama di Bandung.

    Jarak panjang Jatinangor - Stasiun Hall menjadi pertimbangan

    penting, kami kuatir telat. Itulah sebab sehingga sejak awal Kamis(30/4) malam kami yang terdiri dari empat orang anggota PLW:

    Ronald Agusta yang biasa dipanggil Kang Onath, Baihaqi atau

    Baw, Fuadi Sejahtera atau Nanang NK, dan saya sendiri, yang

    sekarang mencatatkan ini, mulai bergerak ke Bandung, berusaha

    mendekat ke stasiun. Kebetulan sekali, di antara semua, kediaman

    Kang Onath yang terletak di kompleks Muarasari, menjadi pilihan

    yang paling cocok sehingga pantas diutamakan. Kemarin kami

    semua sudah masuk Bandung.

    Nanang NK langsung duduk di hadapan layar komputer

    setelah kami sampai di Muarasari. Dia bertugas mengecek

    kembali penampang lanskap geogras Pacitan. Koordinat

    geogras dua buah gua yang akan kami telusuri sudah dicatat

    pada selembar kertas kuarto. Mengenai gua-gua di Pacitan, kami

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    10/46

    2| Eksplor Pacitan

    banyak memperoleh informasi yang memudahkan perencanaan

    perjalanan ini dari laporan yang disusun oleh Tim Pacitan 2008,

    selain beberapa bahan lain. Tim Pacitan 2008 tersebut terdiri dari

    empat orang anggota muda Palawa yang menjalankan salah satusyarat wajib pemerolehan Nomor Pokok Palawa atau yang lazim

    disingkat NPP. Tim yang terdiri dari Jaya, Maggie, Rina, dan Indra

    kali itu menelusuri 6 buah gua, dua di antaranya akan kembali

    kami telusuri pada trip kali ini. Nanang memasukkan koordinat

    geogras Gua Jebulan dan Gua Perak ke dalam kolom kosong yang

    disediakan oleh peranti lunak Google Earth. Setelah titik lokasi

    lubang gua diketahui kemudian ditarik garis hubung ke titik pusat

    kota Pacitan. Kami berencana akan menjadikan hotel Srikandi yangterletak di pusat kota Pacitan sebagai tempat bermalam.

    Ketepat-waktuan menjadi preseden baik pada pagi hari ini.

    Kereta pergi sesuai dengan jadwal. Matahari cerah, sinarnya

    menerobos masuk gerbong yang ditarik lokomotif yang bergerak

    cepat ke arah timur. Tadi di stasiun kami berempat bertemu dengan

    Bu Vera, orang Badan Geologi, yang juga akan melakukan survey.

    Berbeda dengan kami yang akan mendatangi Pacitan, Bu Vera

    kali ini akan ke Solo. Kami mendengar cerita, katanya beberapa

    waktu yang akan datang akan digelar sebuah perhelatan berwujud

    simposium internasional tentang kegunung-apian. Para vulkanolog

    sedunia akan datang dan bertemu di Jogja. Sebagai persiapan awal

    acara tersebut, Bu Vera ditugasi menyurvei beberapa hal yang

    berkenaan dengan akomodasi dan lain sebagainya.

    Mula cerita rencana perjalanan caving kali ini diawali dengan

    sandek yang dikirimkan oleh Kang Onath. Dua minggu ke depankita akan mendokumentasikan kawasan karstt Pacitan. Begitu

    katanya. Berbeda dengan perjalanan sebelumnya, yaitu trip caving

    ke Cikatomas dan Gombong Selatan, kali ini Palawa hanya akan

    mengirimkan tim kecil yang cuma empat personil saja. Saya pun

    segera meresponnya, kami pun segera berbalas sandek. Langkah

    awal, untuk penentuan gua mana saja yang akan kami datangi,

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    11/46

    P a l a w a U n p a d | 3

    laporan Pengembaraan 2008 pun segera dibuka-buka, dibaca-

    baca. Kami membutuhkan informasi, maka kami pun berusaha

    mencari informasi. Dorongan untuk segera memenuhi kebutuhan

    tidak bisa ditahan-tahan. Apakah ada alasan sehingga pemenuhanperlu tertahan? Segala alasan yang tumbuh dan berkembang segera

    bertumbangan saat diuji secara rasional. Peribahasa al-waktu

    asmanu mina al-zahaabi atau time better than money berdengung

    di pendengaran. Tentu saja sigap berbeda dengan grusa-grusu. Gua

    Perak dan Gua Jebulan menjadi titik destinasi.

    Berbagai deskripsi menarik dituliskan oleh Tim 2008. Bagi

    kami semua itu inspiratif. Memang beberapa kali kami temukan

    typo atau gramatika yang kurang efektif, meski demikian semuaitu tidak terlalu mengganggu penggambaran sehingga kami

    dapat segera menyusun pemaknaan secara holistik. Berikut kami

    kutipkan secara utuh beberapa bagiannya.

    *

    Tim bangun pukul 05.00 WIB, hari itu Indra yang

    membangunkan tim semua yang kelelahan dan terlalu malam tidur.Sementara Rina dan Jaya menyiapkan sarapan, Maggie dan Indra

    menyiapkan peralatan dan perbekalan. Tim sarapan pukul 06.45

    WIB dan berangkat menuju Gua Jebulan pukul 08.15 WIB dan

    sampai di lokasi 08.45 WIB Hari itu tim melakukan pergerakan

    berempat saja tanpa para pendamping.

    Tim langsung menuju tempat di mana lorong bertingkat berada.

    Tim pun menaiki dinding gua dengan hati-hati untuk sampai

    ke lorong itu. Saat itu pergantian tugas, Maggie sebagai leader,

    Jaya sebagai shooter, Indra sebagai stationer, dan Rina sebagai

    descriptor.

    Selesai mengambil data di lorong bertingkat, Tim meneruskan

    pengambilan data di lorong sebelah kiri, yaitu dimulai dengan

    stasiun 54a. Sepeti halnya kemarin, lorong di sebelah kiri ini juga

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    12/46

    4| Eksplor Pacitan

    mengharuskan beragam posisi shooter dan stationer dilakukan.

    Descriptor kali ini, berbekal pengalaman descriptor sebelumnya,

    lebih hati-hati dengan worksheet yang dibawanya dengan selalu

    mengecek klip pada map yang dibawanya.Tim istirahat untuk makan siang di mulut gua pada pukul 12.15

    WIB, lalu tim memasak air untuk bekal di Gua Dadali nanti. Pukul

    13.00 WIB Tim bergerak menuju Gua Dadali, dan sampai pada

    pukul 13.15 WIB.

    Kali ini Indra menjadi leader, Maggie shooter, Rina Stationer,

    dan Jaya descriptor. Gua ini memiliki beberapa chamber yang tim

    ambil datanya dengan poligon terbuka.

    Pukul 16.30 WIB, tim telah selesai mengambil data di

    Gua Dadali. Informasi tentang panjang gua ini juga terdapat

    kesalahan, ternyata panjang lorongnya tidak sampai 60 m. Tim

    pun beristirahat di depan mulut gua sambil menyantap snack dan

    mengobrol panjang lebar karena hari masih sore. Sinar matahari

    terasa begitu lembut membelai tim karena berpadu dengan angin

    sepoi, sedangkan alam menyuguhkan pemandangan indah termasuk

    langit yang kala itu memadu warna jingga, merah muda, putih danbiru muda pada wajahnya.

    Pukul 17.20 WIB, Kang Dayat dan Kang Mukhtar datang

    dengan perlengkapan caving, namun mereka terlambat karena

    tim telah selesai sejak tadi. Pukul 17.40 WIB tim kembali ke

    basecamp.

    *Setelah membaca, kami mengetahui bahwa tim 2008

    membutuhkan waktu dua hari penelusuran untuk memetakan

    lorong Gua Jebulan. Gua Jebulan berada di Dusun Dasri, Desa

    Kluwih, Kecamatan Tulakan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.

    Lubang masuk gua berkarakter horizontal dan dari dalam gua

    mengalir ke luar sebuah aliran sungai. Fenomena keluarnya air

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    13/46

    P a l a w a U n p a d | 5

    dari dalam gua menjadi pertimbangan sehingga akhirnya penduduk

    menamakan gua tersebut dengan nama Gua Jebulan. Kata /jebul/

    dalam bahasa Jawa berarti /keluar/, maksudnya keluar air dari

    dalam gua. Lokasi gua terletak di dasar kaki bukit. Untuk mencapailokasi lubang masuk gua, penelusur harus menuruni sebuah doline

    besar. Perlu waktu setidaknya setengah jam untuk sampai di dasar

    doline. Lubang gua berada di tengah hutan Jati milik warga.

    Gua Jebulan memiliki lorong bertingkat, terdiri dari lorong

    bawah dan lorong atas. Lorong tersebut dipetakan oleh Tim

    2008. Di akhir penelusuran lorong bercabang dan membentuk

    sump sehingga memerlukan teknik penyelaman. Di bagian itulah

    penelusuran dan pemetaan terhenti.

    Selain Gua Jebulan, gua lainnya yang juga kami pilih yaitu

    Gua Perak. Berbagai informasi dasar kembali kami gali dari

    dalam buku laporan. Secara administratif Gua Perak berada di

    Dusun Kaliwaru, Desa Sidomulyo, Kecamatan Kebonagung,

    Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Mengenai gua ini, Tim 2008 juga

    menuliskan deskripsinya. Karakter gua berlorong horizontal, meski

    di dua bagian terdapat medan yang mengaharuskan penelusurchimneying. Melalui Google Earth kami memperoleh gambaran

    yang membenarkan deskripsi yang disusun oleh Tim 2008 bahwa

    lokasi lubang masuk Gua Perak sejarak 200 m dari jalan raya.

    Setelah penentuan gua dan personil, rencana operasi harian (ROH)

    pun segera disusun dan dari sana rencana anggaran biaya (RAB)

    pun dapat segera dibuat. Bagian menarik dari laporan Tim 2008

    yang kami kutip di bawah ini layak mendapat perhatian.

    Pak RW yang ternyata merangkap Kepala Dusun Sementaratidak keberatan mengizinkan tim berkegiatan di Gua Perak, dan

    menurut keterangannya, tidak ada mitos apapun ataupun adat yang

    harus dilaksanakan untuk kegiatan ini, asal hati-hati dan menjaga

    apa yang ada di gua. Saat itu tim memang agak was-was karena

    mendengar kisah dari tuan rumah dan teman MAHIPA UNMUH

    Ponorogo bahwa pada tahun 2003 pernah ada 3 orang anggota

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    14/46

    6| Eksplor Pacitan

    MAHIPA UNMUH Ponorogo yang tewas di Gua Perak karena

    terbawa arus air, bahkan 2 diantaranya tidak ditemukan hingga

    sekarang.

    Jaya dan timnya juga melaporkan bahwa teman-teman MahipaUnmuh, Ponorogo, juga membuat prasasti in memoriam untuk

    saudara mereka yang meninggal dalam sebuah penelusuran di

    tahun 2003. April dengan hujannya yang pril-pril baru saja berlalu,

    sekarang 1 Mei. Kereta terus bergerak cepat. Berulang kali speker

    yang tertanam di atap kabin gerbong mengeluarkan pemberitahuan

    bahwa perjalanan ini merupakan perjalanan bebas asap rokok.

    Penumpang dilarang merokok di dalam kabin gerbong, restorasi,

    di dalam bordes, maupun di dalam toilet kereta. Para perokok tentukecewa dengan aturan tersebut meski tidak dapat berbuat apa-

    apa selain menaati aturan yang berlaku. Penumpang yang nakal

    diancam akan diturunkan pada stasiun terdekat. Tentu itu ancaman

    yang berat. Kepada Nanang saya ucapkan sedikit nasihat yang

    menguatkannya, Sabar bro, anggap aja puasa.

    Kami menumpang KA Argo Wilis dari Stasiun Kota Bandung

    sampai dengan Stasiun Kota Jogjakarta yang lazim disebut StasiunTugu. Puluhan stasiun akan kami lintasi sebelum akhirnya turun

    dan berganti moda transportasi di Jogja nanti. Di sana kami

    akan menyewa sebuah mobil yang akan mengantarkan dan juga

    menemani petualangan kami selama di Pacitan nanti. Selain itu,

    di Jogja nanti kami pun akan bertemu dengan seorang peneliti

    bernama Harry Cahyono dari BPPTG, salah satu UPT di dalam

    lingkungan Badan Geologi, yang juga akan turut caving bersama

    kami. Kereta api kami melintasi Rancaekek. Ada informasi bahwapemberhentian pertama kereta api ini di Stasiun Cipendeuy, Garut.

    Di Cipendeuy kereta api akan dicek kondisinya oleh para teknisi

    yang memerlukan waktu setidaknya sepuluh menit. Inilah waktu

    bagi para ahli hisap untuk menunaikan aktivitasnya. Benar, tidak

    lama kemudian kereta pun berhenti. Kami turun dari gerbong dan

    berdiri rileks di areal bebas merokok, menikmati pagi yang mulai

    beranjak tinggi.

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    15/46

    P a l a w a U n p a d | 7

    bagian 1.2

    Perjalanan sejauh 396 km ditempuh dalam waktu kurang lebih7 jam oleh KA Argo Wilis dan selama dalam perjalanan keretahanya berhenti di Stasiun Cipeundeuy, Tasikmalaya, Banjar,

    Kroya, dan Kutoarjo, sebelum sampai di Yogyakarta.

    Di perjalanan sempat ada obrolan. Baw melempar tanya

    kepada saya, Kapan lu terakhir bepergian dengan kereta api?

    Lalu saya berusaha mengingat-ingat kembali, kapan ya? Sudah

    lama sekali sepertinya sehingga tidak mudah bagi saya untuk

    segera mengingatnya. Kemungkinan di pertengahan 2001. Saat itu

    saya menjadi anggota tim ekspedisi Palawa, satu ekspedisi yang

    bertajuk OSTS alias Operasi Selatan Tenggara Sulawesi yang

    dilaksanakan di tahun 2001. Sekembalinya dari lokasi ekspedisidi Sulawesi Tenggara, saya bersama seluruh tim melanjutkan

    perjalanan pulang ke Bandung menggunakan kereta api dari

    Surabaya Gubeng sampai dengan Stasiun Hall Bandung, setelah

    sebelumnya menumpang KM Bukit Siguntang dari Pelabuhan

    Bau-Bau, Buton. Bukan soal berkereta itu sendiri yang menarik

    sebetulnya, tetapi transit di Surabaya menjadi penting karena di

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    16/46

    8| Eksplor Pacitan

    sana tim ekspedisi akan bertemu dengan seorang anggota Palawa

    yang kebetulan menetap di Surabaya. Dia bernama Deden,

    lengkapnya Deden Setianandika, dan kami biasa memanggilnya

    Kang Deden SH. Meski beberapa senior Palawa memberinickname lain terhadapnya, yaitu Deden Iblis, tetapi saya dan

    para junior lain tidak turut mengikutinya. Hampir tiga belas tahun

    yang lalu, sebuah rentang waktu. Dan sekarang, saya kembali

    berkesempatan untuk menikmati perjalanan di dalam kereta api.

    Sudah lupa lagi rasanya bagaimana cara nyaman menikmati

    perjalanan berkereta api. Selepas Cipendeuy saya kembali

    mengingat-ingat nama beberapa stasiun di depan. Tadi kami diberi

    kabar oleh salah seorang teknisi yang sedang memeriksa kondisisik kereta. Katanya kereta akan kembali berhenti di Stasiun

    Tasikmalaya, Banjar, Kroya, dan Kutoarjo sebelum masuk di

    Stasiun Tugu. Informasi itu penting bagi kami. Selesai memberi

    keterangan penting kepada kami, sang teknisi tadi masih sempat

    melempar gurau renyah khas orang kita. Saat Nanang bertanya

    bagian-bagian apa saja dari kereta yang harus diperiksa olehnya,

    segera dia menjawab dalam seloroh ringan, Di antara semua, yang

    paling penting, saya harus memastikan tidak ada ban yang kempes

    karena bocor. Ggrrrr hahaha, sebagai penghormatan atas

    usahanya melucu, saya tertawa dengan sedikit ngakak mengikuti

    Nanang.

    Beberapa saat sebelum masuk Stasiun Tasikmalaya, saya

    melihat puluhan pekerja sedang berusaha menangani tanah longsor

    yang membuat rel kereta anjlok sejak awal bulan yang lalu. Akibat

    tanah longsor, beberapa waktu rel tidak dapat dilintasi. Awal bulanApril kemarin longsoran tersebut menjadi penyebab tergulingnya

    KA Malabar. Tercatat tiga korban tewas dan banyak yang luka-

    luka. Saat melintasi bagian yang longsor, kereta kami berjalan

    sangat pelan, mungkin tidak lebih dari lima km per jam. Lokomotif

    KA Malabar yang terguling masih sempat kami lihat. Ada kabar,

    longsor terjadi karena dipicu oleh maraknya alih fungsi lahan dan

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    17/46

    P a l a w a U n p a d | 9

    perusakan alam. Beberapa saat setelah berhasil melintasi areal

    berbahaya, saya mencari informasi tambahan. Laman Google.

    com saya buka. Berbagai judul berita segera berbaris memanjang.

    Beberapa sempat terbaca. Sesungguhnya longsor yang terjadi diKampung Terung, Desa Mekarsari, Kecamatan Ciawi, Kabupaten

    Tasikmalaya, benar-benar mengejutkan. Sebelumnya lokasi

    tersebut di luar peta rawan longsor meski kenyataannya telah

    terjadi longsor di sana. Kereta kami sedikit terlambat tiba di

    Stasiun Tasikmalaya.

    Belasan kursi kosong di gerbong kami kini telah terisi.

    Sekelompok lelaki setengah baya naik di Stasiun Tasikmalaya.

    Tidak lama setelah duduk mereka memperoleh paket nasi kotakyang dibagikan dari gerbong tiga di belakang kami. Saya menduga

    mereka merupakan satu rombongan yang akan berlibur atau

    berdarma wisata. Kehadiran mereka meramaikan suasana gerbong

    yang sebelumnya sepi. Beberapa kali saya senyum-senyum sendiri

    mendengar lelucon yang saling berlontaran menjadi perintang

    waktu tanpa harus dihajar kebosanan.

    Kereta berhenti di Stasiun Ijo. Nama stasiun ini segeramengingatkan kami pada gua-gua di Gombong Selatan. Ya, stasiun

    inilah yang berada paling dekat dengan kawasan karst di mana

    terdapat gua-gua alami yang indah dan penting bagi masyarakat

    tempatan berada. Kereta berhenti untuk persiapan sebelum masuk

    melintasi terowongan. Seorang petugas berseragam mengatakan,

    kereta tertahan karena dari depan akan melintas sebuah kereta

    dari arah Jogjakarta. Sambil menikmati udara segar di luar kabin,

    terlihat sebuah terowongan hitam. Ke arah selatan terlihat barisanbukit-bukit kerucut khas bentang alam karst agak membiru di

    kejauhan.

    Tiga koran lokal dan sebuah majalah multinasional menjadi

    bekal bacaan di perjalanan. Di Stasiun Bandung pagi tadi semua

    itu saya persiapkan. Kang Onath yang memesan sebuah koran

    nasional terpaksa sedikit kecewa karena liburan menyebabkan

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    18/46

    10| Eksplor Pacitan

    koran yang dimaksud tidak terbit hari ini, maklum tanggal merah.

    Berita utama yang disajikan koran-koran umumnya seputar tema

    Hari Buruh Internasional atau yang lazim dikenal sebagai May

    Day. Mulai tahun 2014 ini, hari buruh dijadikan hari libur nasional.Kebijakan itulah sedikitnya yang saya manfaatkan dengan turut

    bergabung dengan tim caving yang akan mengadakan penelusuran

    ke beberapa gua di Pacitan. Baw meletakkan kembali majalah

    NGI ke bangku kosong di samping tempat duduknya, lalu berucap,

    Jadi soal pangan ini dibikin serial sama NG, nggak tuntas

    dibahas dalam satu edisi, makanya di edisi ini cuma ada sepotong-

    sepotong.

    Ucapannya mengingatkan saya pada pernyataan unik PakMentri Pertanian, beberapa waktu lalu. Pak Sus senang melihat

    banyak para petani yang beralih mata pencaharian. Petani banyak

    yang alih profesi, saya malah senang, Itu diucapkannya dalam

    acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Jawa Timur 2014-

    2019 di Ballroom Grand City Surabaya, Kamis, 6 Maret 2014.

    Persoalan serius kalau sudah begini. Baw banyak bercerita. Ini juga

    soal MP3EI dan Monsanto. Saya senang mendengarkan. Katanya,

    Bioteknologi bukan solusi bagi kelaparan dunia. Josh Castro,

    seorang organiser anti Monsanto di Ekuador mengungkapkan

    bahwa Ekuador, negaranya itu, adalah tempat yang indah, dengan

    keanekaragaman hayati terkaya di dunia. Karena itulah mereka

    tidak mau taman eden milik mereka dirusak oleh perusahaan

    multinasional seperti Monsanto. Bayangin aja, 53 persen pasar

    benih komersial dunia telah dikendalikan oleh hanya tiga

    perusahaan: Monsanto, DuPont, dan Syngenta.Saya juga sudah membaca NGI edisi bulan ini. Seperti biasa,

    lebih dari teks tulisan, foto-foto yang tersaji jauh lebih menarik

    perhatian. Saya kira perlu menjadi catatan, selain teks dan foto,

    NGI sebagaimana NG semakin serius menyajikan info gras

    berpenampilan keren. Setelah membaca selanjutnya giliran tanya

    yang memenuhi beberapa spasi obrolan. Usai membaca, sering

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    19/46

    P a l a w a U n p a d | 11

    kali saya merasa lebih sehat, merasa lebih tahu meski sebenarnya

    lebih sering sok tahu. Sebenarnya sikap yang demikian itu sering

    menyesatkan karena setiap pembacaan selalu menawarkan

    beberapa penafsiran, alternatif, dan penyesatan. Mengenai halitu tentu baiknya dikembalikan ke forum, ke forum kehidupan

    yang mewujud dalam obrolan. Nanang pindah ke barisan depan,

    menempati bangku kosong di sebelah kanan Baw. Di luar

    terhampar pemandangan, bentangan sawah berpayung langit biru

    cerah.

    Kereta terus bergerak cepat. Beberapa stasiun kecil dilewati

    tanpa berhenti: Wates, Sentolo, dan Rewulu. Saat kereta melintasi

    jembatan panjang di atas Sungai Progo, saya mengingat saudara-saudara lain yang besok akan berkegiatan di Citarum. Sejak dulu,

    Mabim Operasional arung jeram selalu dilakukan di Citarum. Apa

    mungkin kegiatan digeser dari Citarum ke Progo? Saya berharap

    kelak tim Palawa dapat mengarungi jeram-jeram di Sungai Progo.

    Menurut saya, sudah saatnya tim arung jeram kita bergerak keluar

    dari Jawa Barat. Apa tidak tertarik? Kalau saya sih tidak.

    Riuh rendah suasana stasiun dan awan mendung yangmenggantung menyambut kami di Jogjakarta. Kang Onath

    segera menghubungi supir yang akan mengantar dan menemani

    perjalanan kami. Tidak jauh dari pintu utara stasiun sebuah Xenia

    putih telah menanti, selanjutkan tinggal menunggu Mas Harry.

    Sebentar lagi jam empat sore dan gerimis pun mulai merintik,

    pelan tapi pasti. Ada sedikit keterlambatan. Beberapa kali nomor

    yang dihubungi oleh Kang Onath tidak merespon panggilan.

    Baw berspekulasi, Mungkin dianya sedang salat Asar sehinggatidak bisa mengangkat henfon. Kang Onath terus berusaha

    menghubungi, berusaha mendapat kepastian. Kami berharap tidak

    terjadi keterlambatan yang dapat mengganggu jelannya rencana

    operasi harian. Di dalam hati saya bergumam, Perjalanan masih

    jauh Tuan-tuan!

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    20/46

    12| Eksplor Pacitan

    bagian 2.1

    Hari ini, 2 Mei 2014. Ini adalah hari pertama penelusuran,setelah semalam kami tiba di penginapan. Sesuai rencana,sejak pagi seluruh anggota tim segera bersiap sedia menyambut

    padatnya jadwal kegiatan. Nasi rawon menjadi menu sarapan

    hari ini. Sedikit lebih pagi, seorang ibu penjual kue menghampiri

    beranda di depan kamar tempat kami bermalam. Sebagai

    pemanasan sebelum sarapan, anekaragam kue menemani kopi dan

    teh kami. Penuh semangat Kang Onath memotret setiap jenisnya

    untuk kemudian diunggah ke laman dinding media sosial facebook

    miliknya. Kopi pahit, jenang jagung; cemplon, arem-arem, dan

    nogosari. Tidak berselang lama segera berdatangan komentar-

    komentar.

    Wah yang ini jajan pasar kesukaanku apalagi dimakan di

    sawah ya. Bunyi salah satu komentar. Tepat sekali, kebetulan

    hotel yang dijadikan basecamp, maksud saya tempat bermalam

    kami, berada di tengah sawah. Dengan kata lain, di sini sawah

    mengepung hotel.

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    21/46

    P a l a w a U n p a d | 13

    Saya mengingat apa yang semalam diutarakan Kang Onath,

    beberapa saat setelah ia memotret dan mengunggah hasilnya ke

    facebook. Katanya, yang kalau di bahasa Indonesiakan kurang

    lebih, Salah satu sisi positif yang lahir dari aktivitas mengunggahfoto adalah didoakan oleh banyak orang. Mungkin benar bahwa

    salah satu manfaat dari sosialisasi adalah menerima kebaikan.

    Hari ini bertepatan dengan hari pendidikan nasional. Siapa yang

    membaca Pancasila? Masihkah delegasi Palawa? Nanang bilang,

    Mungkin Rizky. Entahlah, yang jelas kami sejak pagi sudah

    seuseurian menikmati matahari yang baru saja keluar.

    Sekira jam 8 kami sudah bergerak menuju Kecamatan Tulakan.

    Hari ini tim akan menelusuri Gua Jebulan. Di tengah kota Pacitan,beberapa kali mobil kami berhenti: di depan kantor desa dan

    kelurahan. Saya bersama Mas Harry berusaha mendapatkan

    tanda tangan dan stempel desa di atas surat-surat jalan dan lain

    sebagainya. Semua hal tersebut diperlukan sebagai bukti dan

    implementasi dari berjalannya tertib administrasi. Di dalam

    lingkungan Badan Geologi, hal yang semacam itu lazim disebut

    sebagai visum. Mungkin karena masih terlalu pagi, atau karena

    ini Jumat kejepit sehingga setiap pintu kantor yang kami datangi

    masih tertutup, belum ada seorang pegawai pun yang datang.

    Diperlukan waktu sekira dua jam bagi kami untuk tiba di

    Dusun Dasri. Perjalanan dari kota Pacitan sampai ke dusun yang

    menjadi tujuan kami ditempuh tanpa kemacetan lalu-lintas. Jalan-

    jalan yang kami lalui pun relatif sepi dan dalam kondisi yang

    baik. Meski kami membekali diri dengan GPS (global positioning

    system) namun tetap diperlukan GPS yang lain, alias geroanpenduduk setempat. Hal yang terakhir itu terbukti lebih efektif.

    Setelah memasuki Desa Kluwih, Pak Bond meminta bantuan

    salah seorang temannya yang berhasil ia hubungi melalui henfon.

    Pak Bond meminta sang kawan untuk mengantar. Kepada kami,

    Pak Bond mengaku belum terlalu mengenal seluk-beluk Pacitan

    meski sejak dua bulan ke belakang kerap keliling Pacitan dalam

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    22/46

    14| Eksplor Pacitan

    tugas mengantar juru kampanye Partai Demokrat. Semula kami

    berniat mendatangi Pak Bagyo, sesepuh yang pada tahun 2008

    mengantarkan Tim Palawa menuju lubang Gua Jebulan yang akan

    kembali kami telusuri pada kesempatan ini, namun Pak Bond telahlebih dahulu mengantarkan kami untuk bertemu Pak Tungadi. Dia

    adalah seorang lelaki setengah baya yang sehari-hari berprofesi

    membuat kusen pintu dan jendela. Kepada kami Pak Tungs

    mengatakan bersedia mengantarkan kami, maka segeralah kami

    menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk penelusuran.

    Tidak lama waktu yang diperlukan oleh tim untuk berganti

    pakaian, mengenakan wearpack, pelampung, dan sepatu bot.

    Perbekalan lainnya seperti peralatan dokumentasi, makanan,minuman, dan kotak obat-obatan telah rapi terkemas dalam tiga

    buah drybag. Sebelum memulai gerakan mendekati lokasi lubang

    gua, Pak Tungs menceritakan bahwa selain Gua Jebulan, masih

    terdapat beberapa gua lain yang lokasinya saling berdekatan, di

    antaranya Gua Dadali dan Gua Lintang. Informasi Pak Tungs

    membenarkan apa yang ditulis Tim 2008 dalam laporannya. Tanpa

    berlama-lama kami pun memulai langkah kaki kami mendekati

    lubang gua.

    Perjalanan dimulai dengan mengikuti jalan desa yang dibeton

    seukuran mobil, tidak lama kemudian kami berjalan menurun

    ke arah lembah. Kami sempat melintasi halaman beberapa

    rumah dengan pekarangan yang indah. Sebidang lebar tanah

    hijau ditumbuhi rumput yang menyerupai karpet empuk. Sekira

    seperempat jam berjalan, Pak Tungs menunjuk sebuah arah yang

    disebut sebagai lokasi lubang Gua Jebulan. Letaknya masih jauhdi bawah kami. Sambil mengatur kembali napas yang berantakan,

    saya bertanya di mana letak lubang Gua Dadali. Pak Tungs kembali

    menunjuk sebuah arah. Serta merta kami semua pun sepakat untuk

    terlebih dahulu mendatangi lokasi lubang Gua Dadali, dan kami

    pun mulai melangkah lagi. Beberapa kali Pak Tungs kehilangan

    arah. Sambil terus mencari letak lubang, ia terus bercerita bahwa

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    23/46

    P a l a w a U n p a d | 15

    sudah cukup lama ia tidak mendatangi lokasi yang kami cari.

    Nanang yang berjalan di belakangnya terus mengikuti langkah kaki

    Pak Tungs, sedangkan sisanya agak jauh tertinggal di belakang.

    Selaput pada mata kanan Pak Tungs membuatnya semakin sulitmelihat dengan jelas. Akhirnya Nanang berseru mengabarkan

    temuannya dari arah lembah. Kami pun segera berkumpul setelah

    Nanang kembali naik mendatangi dataran sempit tempat kami

    semua beserta Pak Tungs menunggu. Kepada Pak Tungs, Nanang

    menyampaikan tanya.

    Bentuk mulutnya menyerupai segi tiga kan Pak?

    Iya, benar. Mulut guanya berbentuk segi tiga. Pak Tungs

    membenarkan.

    Di depan lubang Gua Dadali, kami kembali membentuk

    lingkaran dan berdoa. Untuk sampai di depan lubang gua,

    semua anggota tim harus bermandikan keringat. Jam sepuluh

    lebih sedikit, dan matahari terasa sangar memanggang bumi.

    Beruntung, beberapa kali terasa embusan segar angin. Dedaunan

    jati bergemerisik saat bergoyang, keren di pendengaran. Pak Tungs

    berjanji akan menunggu kami di depan lubang sehingga kami pundapat melakukan penelusuran dengan hati tenang.

    Dua meter setelah lubang masuk lorong gua semakin

    menyempit. Untuk melaluinya penelusur harus berjalan jongkok.

    Tidak hanya itu, hal lain yang semakin mempersulit gerakan adalah

    lantai gua berlumpur yang juga terus turun. Tim saling membantu

    dengan mengestafetkan setiap drybag. Setelah terbebas dari lorong

    sempit, kami dihadapkan pada medan miring yang menuntut

    penelusur untuk scrambling. Di bagian ini penelusuran harus

    dilakukan dengan ekstra hati-hati. Pelampung yang dibawa tidak

    kami kenakan dalam peneusuran di gua ini. Kami mempercayai

    informasi yang disampaikan oleh Pak Tungs. Samar-samar

    saya berusaha kembali mengingat deskripsi Gua Dadali yang

    dilaporkan oleh Tim 2008. Gua ini relatif kering, tetapi belum

    dapat digolongkan sebagai gua fosil. Meski membawa webbing

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    24/46

    16| Eksplor Pacitan

    yang dapat digunakan sebagai alat bantu, namun akhirnya seluruh

    anggota tim berhasil meniti dinding ke arah samping dan kemudian

    menuruninya secara free -- tanpa dilindungi oleh pengaman. Lantai

    gua berlumpur tebal dan lengket melekat pada sepatu sehinggamembuat langkah kaki terasa jauh lebih berat.

    Kami berada pada sebuah aula luas beratap tinggi. Cahaya

    boom menerangi ruang, sedangkan headlamp yang kami sorotkan

    menyinari berbagai ornamen menawan yang ada di dalamnya.

    Atap chamber dipenuhi stalagtit berbagai ukuran dan bentuk

    unik, bahkan beberapa terlihat sudah menyatu dengan stalagmit

    dan membentuk pilar. Selain itu juga banyak terlihat varian jenis

    owstone, baik yang menggantung di atap seperti canopy dangordyn, maupun yang menempel di dinding atau terbentuk di lantai

    gua dalam bentuk gours microgours dan macrogours. Banyak

    ornamen yang berwarna putih berkilau, sedangkan sebagian yang

    lain kuning kecokelatan. Pendokumentasian pun terus dilakukan.

    Dua buah lorong yang ada di dalam chamber ini rupanya

    kembali bertemu dan mengarah pada ruang chamber lainnya. Sama

    seperti chamber sebelumnya, chamber 1, pada chamber 2 pun atapgua begitu tinggi. Jika kita mengikuti lorong sebelah kiri, maka

    akan tiba di chamber 2 melalui arah kiri dan bertemu dinding

    setinggi 3 meter yang harus dituruni, sedangkan bila mengikuti

    lorong sebelah kanan dari chamber 1, penelusur akan masuk ke

    chamber 2 langsung di bagian tengah.

    Chamber 2 terlihat sedikit lebih besar dibandingkan dengan

    chamber 1. Penelusur dapat merambati dinding sebelah kiri untuk

    bisa naik menuju lorong yang akan membimbing penelusur padasebuah aven. Udara di dalam gua terasa panas, mungkin karena

    kecilnya kondisi lorong di bagian depan dekat lubang keluar serta

    sebuah aven yang tidak cukup menjadi ventilasi sehingga sirkulasi

    udara tidak lancar.

    Proses karstikasi masih berlangsung di gua ini, hal tersebut

    setidaknya terlihat dari banyaknya tetesan air dari atap gua

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    25/46

    P a l a w a U n p a d | 17

    maupun yang mengalir perlahan di dinding-dinding gua. Selain

    beberapa ekor kelelawar, tidak ada hewan lain yang saya lihat.

    Pada beberapa tumpukan guano pun saya tidak menemukan cacing-

    cacing kecil berwarna putih. Kang Onath, Baw, dan Mas Harryberaksi dengan kameranya, sedangkan saya bersama Nanang

    menjadi model foto dan pemegang lampu ash. Setelah dirasa

    cukup mendokumentasikan berbagai ornamen, bentuk lorong,

    dan berbagai sudut indah gua, kami pun mulai bergerak perlahan

    menuju luar.

    Saya yang berada di urutan paling belakang bertugas

    memastikan kembali tidak ada sesuatu pun yang tertinggal di

    dalam gua. Hal ini merupakan salah satu implementasi dari kodeetik penelusuran yang pertama kali disosialisasikan oleh NSS.

    Take nothing but picture, kill nothing but time, leave nothing but

    footprint. Hampir dua jam kami berada di dalam gua. Sesampai di

    luar kami disambut dengan udara segar. Pak Tungs terlihat duduk

    menunggu kami di bawah kerindangan sebatang pohon. Jam di

    tangan Mas Harry sudah menunjukkan pukul satu siang. Sebagai

    pengganjal perut, berbagai bekal yang kami bawa segera disajikan.

    Sambil menikmati roti tawar berlapis selai cokelat, Nanang

    menjerang air panas untuk menyeduh teh dan kopi hitam. Sambil

    mengudap kami bercakap-cakap. Kepada Pak Tungs kami banyak

    bertanya ihwal Gua Dadali. Saya senang melihat mimik wajahnya

    yang ceria saat menjawab berbagai tanya yang kami lontarkan.

    Selain Mas Harry, tim ini terdiri dari para perokok. Dan siang

    ini rokok pun menjadi salah satu topik yang diperbincangkan. Kang

    Onath menceritakan bahwa kretek yang diisap oleh Pak Tungsmengingatkannya pada kretek yang biasa diisap oleh ayahandanya.

    Obrolan terus berlanjut sampai menjelang pukul 13.30. Tidak lama

    waktu yang diperlukan untuk berkemas. Mungkin karena semangat,

    saya melihat dalam beberapa kejap seluruh makanan, minuman dan

    alat masak sudah masuk dalam drybag. Kami pun kembali bergerak

    mendekati titik berikutnya, yakni lubang Gua Jebulan.

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    26/46

    18| Eksplor Pacitan

    Seperti yang sebelumnya sudah kami ketahui, melalui laporan

    Tim 2008, lubang Gua Jebulan berada di kaki bukit. Untuk

    mencapainya kami tinggal terus mengikuti setapak yang turun

    mendekati aliran sungai. Hampir sepuluh menit waktu tempuhdari lubang ke lubang. Mulut Gua Jebulan berada di dasar bukit.

    Mengalir keluar sebuah sungai dari dalamnya (outlet). Sebuah

    dinding terjal di areal lubang masuk menarik untuk dipanjat.

    Kerimbunan hutan jati milik warga menjadikan suara gemericik air

    sungai semakin terdengar syahdu. Suasana terasa begitu nyaman,

    jauh dari segala bising mesin pabrik dan kendaraan. Terdengar

    beberapa klik dari kamera. Pak Tungs kembali menjadi penjaga

    lubang, dia menunggu di luar.Di bagian mulut, penelusur sudah harus masuk ke dalam

    sungai. Tinggi air sudah melebihi sepatu boot. Setelah melintasi

    sebongkah batu di ambang zona terang, kedalaman air mencapai

    tinggi pinggang saya. Pengukuran yang dilakukan Tim 2008

    menunjukkan lebar mulut sampai Sembilan meter dan titik tertinggi

    mencapai 4 meter. Sebuah bouder di bagian depan menyebabkan

    gua ini tampak memiliki dua lubang masuk yang saling bersisian.

    Lantai gua berbatu dan berair jernih sudah terlihat sejak awal

    perjalanan. Lorong bawah merupakan aliran sungai dengan

    kedalaman bervariasi dalam kisaran 40 cm s.d 200 cm. Lantai gua

    yang serba miring menjadikan kedalaman air semakin bervariasi.

    Sedimen yang mengendap di lantai gua juga bervariasi, mulai dari

    lumpur, pasir, kerikil, dan bongkahan yang lebih besar lagi. Selain

    lorong bertingkat, Gua Jebulan juga memiliki percabangan. Gua ini

    pernah dipetakan oleh Palawa.Berbagai bentukan speleothem tumbuh dan berkembang di sini.

    Hal tersebut menjadi salah satu indikator masih berlangsungnya

    karstikasi. Jenis yang terbentuk karena tetesan maupun aliran

    air sangat beragam. Setidaknya terdapat stalagtit, stalagmite,

    sodastraw, pilar, micro dan macro gours, canopy, rimstone, dan

    cowsmilk.

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    27/46

    P a l a w a U n p a d | 19

    Perjalanan pulang disisi oleh medan tanjakan yang tak

    berkesudahan. Hal tersebut wajar mengingat lokasi lubang Gua

    Jebulan berada. Tidak jauh dari lokasi mobil diparkir, saya dan

    Nanang menyempatkan menengok lokasi Gua Lintang denganditemani oleh Pak Tungs. Lubang masuknya berbentuk sumuran,

    Nanang memperkirakan kedalaman tidak lebih dari dua puluh

    meter. Pak Tungs menerangkan, Gua Lintang memiliki lorong

    horizontal yang bercabang. Lintang merupakan kata dalam bahasa

    Jawa yang jika diindonesiakan dapat diartikan sebagai bintang.

    Penamaan tersebut merujuk pada kemerlap bebatuan ketika

    tersorot sinar. Lain waktu mungkin kami akan kembali datang

    untuk menelusurinya; dan sebagai data awal, tentu titik koordinatdiperlukan. Waktu merambat semakin sore, hampir jam lima.

    *

    Syukurlah, penelusuran hari ini berjalan dengan lancar

    dan menyenangkan, sepertinya maksimal. Kami masih diberi

    keselamatan dan anugerah. Kami masih diberi kesempatan untuk

    menelusuri gua. Sebisa mungkin kami bersikap hati-hati dan penuhperhitungan. Penelusuran gua memang seharusnya hanya dilakukan

    dengan penuh pengertian. Setiap penelusur gua yang baik tentu

    akan terus belajar dan belajar menerapkan segala tertib, mulai dari

    kode etik.

    Di dalam kamar, sambil tidur-tiduran, saya kembali

    membayangkan langkah demi langkah yang telah terayun dalam

    perjalanan hari ini. Kesan ringkas kami terhadap Dusun Dasri

    adalah asri dan rapi, yang di dalamnya sudah termasuk bersih.

    Meski sangat dipengaruhi oleh langgam Jawa, namun bahasa

    Indonesia yang dituturkan oleh Pak Tungs terbilang baik. Kami

    beruntung bertemu dengannya. Meski kami sudah membawa

    GPS, namun kehadiran Pak Tungs lebih dari sekadar penunjuk

    jalan. Jika dengan GPS kita hanya akan memperoleh info yang

    berkaitan dengan navigasi, bersama Pak Tungs segala soal bisa

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    28/46

    20| Eksplor Pacitan

    kami tanyakan. Juga soal /kluwih/, yang menurutnya dipilih

    sebagai nama desa oleh para leluhurnya karena areal di sini banyak

    sekali ditumbuhi pohon kluwih. Pak Tungs memberi gambaran

    tentang pohon kluwih yang buahnya bisa dijadikan sayur. Lanskapberubah, sekarang orang lebih senang menanam pohon jati. Perihal

    pohon kluwih, katanya saat ini sudah semakin jarang ditanam

    orang. Itu sebabnya sore tadi Pak Tungs tidak dapat menunjukkan

    wujud konkret pohon kluwih kepada kami. Nama adalah kenangan,

    kelak boleh jadi generasi mendatang penduduk desa ini tidak lagi

    mengenal pohon kluwih atau bisa juga nama desa sudah diganti

    atau ditiban mengikuti perubahan pemanfaatan lahan, sehingga

    kluwih menjadi tidak relevan untuk dipersoalkan.Hampir jam sembilan. Kang Onath masih mandi, Baw

    membersihkan kamera, Nanang dan Mas Harry ngobrol di depan

    kamar, bertiga bersama Pak Bond. Sawah di sekeliling hotel

    berubah menjadi mega panggung orchestra gelap saratus ribu

    kodok. Sambil meluruskan tulang-tulang, saya membuat dugaan:

    apakah simfoni yang dibawakan oleh para kodok di luar merupakan

    jawaban alam atas konsepsi betapa indahnya kebersamaan?

    Saya keluar mendatangi Nanang untuk meminjam korek api

    dan ikut ngobrol sebentar. Pak Bond kembali memastikan arah

    jalan menuju Kebonagung. Mas Harry bersarung. Di tangannya

    tergenggam GPS yang selalu menemani perjalanannya. Tinggal

    Gua Perak. Kepada Mas Harry, titik koordinat yang dikutip

    dari laporan Tim Pacitan 2008 telah diberikan. Dari dalam Baw

    berteriak, Si John masih di jalan Vik, sampainya kira-kira tengah

    malem. Kabar baik, kemeriahan suasana pun dapat dibayangkanakan bertambah-tambah. Bulan sabit bersinar di langit hitam, polos

    takberbintang. Besok kami punya banyak pantai yang bisa menjadi

    pilihan; dan malam ini akan panjang dengan kedatangan Indera

    dari Blitar.

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    29/46

    P a l a w a U n p a d | 21

    bagian 2.2

    N

    amanya Indra,Indra Putra Irawan. Dikenal sebagai Indra LM.

    Inisial LM di belakang menunjukkan nama angkatannya,Lubra Mahidara. Bersama 17 saudaranya yang lain, ia bergabung

    dengan Palawa sebagai angkatan ke-20, masuk di tahun 2005. Tiga

    tahun kemudian dia bersama timnya melakukan Pengembaraan ke

    Pacitan; dan malam ini ia akan datang.

    Dulu Indra menempuh studi Ilmu Informasi. Itu adalah salah

    satu jurusan di Fakultas Ilmu Komunikasi. Beberapa tahun yang

    lalu, ia mulai meniti karier secara profesional dalam bidang

    asuransi. Indra menemukan pasangan hidupnya di Surabaya, padasuatu hari di bulan Oktober ia melangsungkan pernikahannya.

    Banyak anggota Palawa hadir di dalam acara. Kemarin Baw

    memberi tahu, katanya Indra sekarang sudah tidak lagi di

    Surabaya, ia dipindah-tugaskan ke Blitar. Dan malam ini Indra

    datang.

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    30/46

    22| Eksplor Pacitan

    Sambil menunggu kedatangan Indra, juga karena memang

    sudah lebih dari empat jam waktu makan malam berlalu, kami pun

    keluar mencoba mencari makanan khas dan sekaligus putar-putar

    kota Pacitan. Pak Bond mengajukan tawaran kepada Kang Onathuntuk mencoba mi godog atau yang kalau diindonesiakan menjadi

    mi rebus. Maka kami pun bergerak mencari sang penjual mi godog.

    Pacitan bukan Jakarta atau Bandung. Baru jam sepuluh kota

    sudah tidur. Jalan terasa lebih lebar. Beberapa warung yang kami

    tuju pun sudah tutup. Alhamdulillah, begitu kata Kang Onath,

    berarti kan dagangannya sudah habis laris terjual. Tinggal

    pulang, beristirahat, menghabiskan sisa malam bersama keluarga di

    rumah.

    Nanang dan Mas Harry tidak ikut keliling-keliling cari makan

    dan lebih memilih tinggal di kamar, menonton tv, menikmati kasur

    hingga tertidur. Kriuk-kriuk menjelang tengah malam pun teratasi.

    Kembali ke hotel dan Indra sudah menunggu. Perjalanan panjang

    yang melelahkan, bahkan seperti terlalu dipaksakan. Istrinya

    membenarkan. Katanya, Indra terlalu menggebu-gebu untuk datang

    ke Pacitan. Padatnya hari Jumat bagai bukan halangan. Mobilyang dikendarainya melesat sepanjang jalan Blitar Pacitan.

    Sebuah jarak panjang, tapi bagi Indra bukan lain kecuali tantangan.

    Mengapa? Palawa, jawabnya.

    Dari jauh tampangnya menyerupai tentara, padahal bukan.

    Cerita Indra tentang Pak Bagyo terasa begitu hidup. Kami

    seharusnya menyesal tidak menyempatkan diri untuk menemuinya.

    Beberapa bagian dari cerita Indra sudah ada di dalam laporan,

    tetapi beberapa penjelas yang disampaikannya menyerupai bumbupenyedap di dalam sayur. Saya kira yang ini adalah penyedap rasa

    dari bahan yang alami, non-kimia. Kita yang tahu bagaimana gaya

    Indra bercerita tentu paham. Bara padam takbisa menyalakan api.

    Indra seperti mengalami trance. Dia sedang on re, malam ini. Jika

    di lapangan basket, mungkin dia berdiri pada posisi center. Tetapi

    melampaui gerakan umum para center, Indra bagai ada di semua

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    31/46

    P a l a w a U n p a d | 23

    lini. Dia berhasil berkali-kali melesakkan tembakan tiga angka,

    melenting lay up dari luar garis three second, rebound, assist, dan

    slamdunk. Bola yang ada di tangannya terus bergerak berpantulan,

    tidak pernah turnover.Seru-seru-seru. So, sang istri, memasang wajah takjub.

    Dia terus mendengarkan cerita demi cerita. Selain Pak Bagyo,

    Indra juga bercerita soal pengalaman-pengalaman saat diklat,

    baik ketika berperan sebagai siswa ataupun menjadi pelatih.

    Jabatan terakhirnya Wakil Komandan Latihan pada Diklatdas

    XXV di tahun 2011. Malam ini berbagai cerita diumbar. Obrolan

    bagai takberkesudahan. Seolah setiap sekuen pengalaman di

    perhimpunan dihadirkan utuh menyerupai realitas. Banyak sekalinama yang disebut, diajak ikut dan menjadi materi perbincangan.

    Di antara semua cerita, saya lebih senang sisi lucu-lucunya. Salah

    satunya kasus dalam sidang proposal pengembaraan.

    Saat itu hampir tengah malam dan penyidang mempertanyakan

    validitas nama sebuah gua yang dinilai agak aneh, Apakah benar

    dinamakan Gua Berak? Menerima pertanyaan maka tim yang

    disidang pun takbisa berbuat selain menjawab, Benar. Iya, benar.Itu info valid dari Mahipa. Selanjutnya penyidang mempercayai

    jawaban para tersidang, meski tetap berpesan agar selalu mengecek

    ulang segala informasi yang diperoleh dari bahan sekunder, nanti

    setelah masuk ke lapangan.

    Di lapangan tim pengembaraan memperoleh fakta bahwa

    telah terjadi sedikit kekeliruan soal penamaan. Keanehan yang

    terendus oleh penyidang ternyata benar. Pihak Mahipa Unmuh

    dan masyarakat yang sempat dijadikan narasumber di lapanganmemberi informasi bahwa gua yang kami sebut sebagai Gua

    Berak sesungguhnya dikenal sebagai Gua Perak. Lebih dari itu,

    gua lain yang juga mengalami kekeliruan penulisan yaitu Gua

    Jebulan yang pada saat sidang proposal masih tertulis sebagai Gua

    Cebulan. Sedikit kekeliruan yang bisa dipahami sesungguhnya

    mengingat kedekatan /p/ dan /b/ atau /c/ dan /j/. Kelompok

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    32/46

    24| Eksplor Pacitan

    pertama, yakni fonem /p/ dan /b/ termasuk jenis konsonan hambat

    letup bilabial, yang dapat terjadi jika artikulator aktifnya bibir

    bawah dan artikulator pasifnya bibir atas. Adapun fonem /c/ dan /j/

    digolongkan sebagai konsonan hambat letup medio-palatal, tengahlidah menjadi artikulator aktif dan langit-langit keras sebagai yang

    pasif. Begitulah sedikit ingatan atas kelas fonologi.

    Semua tertawa-tawa mendengarkan ceritanya, termasuk Indra

    sang pencerita. Jaya the MachoCaver sebagai ketua timnya.

    Fariz, Dayat, Deko sebagai pembimbingnya, pembimbing teknis

    sebutannya. Indra mengingatkan, bahwa Si Baw juga pembimbing,

    pembimbing non-teknis disebutnya. Sepertinya semua stok cerita

    ingin disampaikan semua olehnya jika saja kami tidak segera sadarbahwa beberapa jam ke depan masih ada agenda operasional. Entah

    siapa yang mula-mula mengambil inisiatif bubar, saya lebih dulu

    ke dalam, rebahan sambil menunggu kantuk datang. Tadi Indra

    sudah dapat kamar, adanya di belakang. Tadinya Baw yang mau

    mengantarkannya ke depan untuk memesan kamar, tetapi beberapa

    saat sebelum berangkat dia baru ingat, bukankah lebih praktis tidak

    perlu jalan dan cukup dengan telpon. Indra membenarkan. Tidak

    lama kamar yang dipesan pun datang. Beberapa pencatatan terus

    dilakukan, iseng-iseng nanti mau bikin tulisan, selain laporan yang

    lebih bersifat formal. Kuatir nanti pulang ditanya, oleh-olehnya

    mana?

    Sambil mendengarkan Lou Reed yang sedang menyanyikan

    nomor andalannya, saya berjalan-jalan dari halaman ke halaman,

    lalu berhenti agak lama di facebook. Di dalam grup Masyarakat

    Penelusur Gua Indonesian sedang ramai membahas Karst GnKendeng. Sebagai sesama penelusur, sudah selayaknya kita

    memberi simpati kepada mereka yang sedang berjuang. Di mana-

    mana pabrik semen menjadi ancaman yang nyata. Simpati dan

    dukungan tentulah tidak berlebihan, bukankah yang demikian

    masih dalam batas kewajaran.

    Mengenai Blora, saya teringat pengalaman tur keliling Jawa

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    33/46

    P a l a w a U n p a d | 25

    bersama klub pendidikan alternatif Sokola. Blora juga bisa

    mengingatkan kita kepada Pram, Sastrawan kenamaan, serta wong

    samin atau yang dikenal dengan kaum sedulur sikep. Komunitas

    sedulur sikep ini terus membuat perlawanan dan penolakan ataspenjajahan yang terus ditekankan terhadap mereka dari zaman

    ke zaman. Kepada pihak kolonial mereka selalu membangkang,

    seperti juga sekarang saat berhadapan dengan pemerintah dan

    PT Semen Indonesia. Salah satu problematika karst Blora juga

    sempat dilmkan, beberapa tahun yang lalu, dengan tokoh utama

    diperankan oleh WS Rendra.

    Di dalam lm berjudul Lari dari Blora, Rendra menjadi seorang

    penghayat keyakinan Saminisme suatu kaidah hidup yangdiajarkan oleh Mbah Samin Surosentiko. Di dalam grup PLW,

    Kang Onath kirim foto Indra bersama istrinya dengan dibubuhi

    selarik caption lucu.

    Basecamp The Rolling Doors menerima kunjungan dari

    John Morisson, malam ini. John menempuh 5 jam perjalanan

    dari kota Blitar. Ia pun memperkenalkan istrinya, So, yang

    dinikahinya Oktober 2013. Selamat ya. Ini adalah kejutan. Dan,nuhun pisan. tentu itu bukan sekadar canda-canda, tapi tulus

    dan jujur, meski tetap terbaca jejak-jejak kelucuannya alias bodor.

    Ada beberapa kode yang sengaja dipelesetkan, mungkin itulah

    yang menyebabkannya terasa tambah segar dan orisinal. Kira-kira

    kenapa ya kantuk nggak datang-datang, apa mungkin saya sedang

    terlalu senang?

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    34/46

    26| Eksplor Pacitan

    bagian 2.3

    Hari ini, 3 Mei 2014. Gua Perak. Menuju lokasi lubang tidaklahsegampang yang dibayangkan. Meski sudah membawaGPS yang formal, kami pun tetap mengutamakan GPS informal.

    Beberapa penduduk yang sedang berada di ladang membantu kami

    dengan mengantarkan sampai di depan lubang.

    Kami ngobrol sepanjang perjalanan menuju gua, salah satu

    yang perlu dicatat yaitu saran dari Mas Harry kepada kami (atau

    kita?) mengenai hal-hal navigasi. Menurutnya Palawa sudah

    seharusnya membuat akun di dalam laman www.navigasi.net.Di

    sana Palawa dapat menyimpan dan berbagi berbagai titik menarik

    yang mungkin juga diperlukan oleh para pencinta alam termasukdi dalamnya petualang, peneliti, dan para backpacker. Untuk

    menggunakannya, komputer atau android perlu diinstal aplikasi

    navitel atau papigo terlebih dahulu. Dua aplikasi yang disebutkan

    oleh Mas Harry merupakan tur berbayar, dan sebagai siasat ia

    juga memberi tahu bahwa di forum kaskus ada beberapa thread

    yang dapat diakses secara gratis. Setelah terinstal baru kemudian

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    35/46

    P a l a w a U n p a d | 27

    data dapat diinput ke laman navigasi.net. Apa yang disampaikan

    Mas Harry, tadi, berada dalam ranah saling berbagi, dalam hal ini

    berbagi koordinat geogras.

    Indera beserta So, ditambah Pak Bond, menunggu di luar.Melewati mulut gua yang berbentuk setengah lingkaran, badan

    mulai menunduk, penelusur tak bisa berdiri tegak sejarak belasan

    meter di awal lubang yang menyerupai gerbang. Langkah kaki

    kami terus bergerak semakin masuk lebih dalam melawan arus

    sungai yang bergerak keluar. Beragam bentuk dan ukuran stalagtit

    sudah terlihat menghiasi atap gua. Para penelusur harus berhati-

    hati dalam melangkah agar tidak mematahkan atau membuat

    kerusakan-kerusakan lain. Setelah tidak lebih dari lima menitmelintasi permulaan lorong Gua Perak yang merupakan aliran

    sungai bawah tanah yang keluar dan bergabung dengan sungai

    permukaan yang lebih besar. Suara gemericik air menjadi musik

    dalam penelusuran.

    Banyak tetesan air dari stalaktit yang menggantung di atap,

    sebagian terlihat putih bersinar dan tampak seperti batu kristal. Di

    beberapa ceruk kecil di dinding terlihat beberapa jangkrik dan disisi lain dinding juga tampak seekor amblypygi.

    Sejak awal penelusuran kami sudah harus masuk ke dalam

    badan aliran sungai. Sepuluh meter pertama, lantai gua dipenuhi

    endapan lumpur dan dedaunan yang sudah membusuk sehingga

    saat kaki dilangkahkan air menjadi keruh kehitaman. Pada bagian

    lorong selanjutnya lantai sudah tidak berlumpur dan didominasi

    oleh pasir, kerikil dan bebatuan yang lebih besar lagi. Beberapa

    kali penelusur melangkahkan kakinya naik ke pinggir goursdam.Varian ornamen gua (speleothem) terlihat semakin memenuhi

    dinding, lantai, dan atap gua. Keindahan hiasan interior alami

    yang ada di dalam gua itulah yang kerap kali menjadi motif

    dilakukannya penelusuran gua.

    Cahaya senter di kepala Nanang yang berjalan paling depan,

    menyoroti beberapa ornamen yang menarik perhatiannya.

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    36/46

    28| Eksplor Pacitan

    Pendokumentasian sudah dilakukan sejak awal. Hampir satu jam

    penelusuran, kami sampai di bawah air tejun setinggi tiga meteran.

    Bagian ini merupakan lorong yang menghubungkan antara

    lorong bawah dan lorong atas. Nanang dan Baw bergerak ke atas.Kemampuan chimneying mutlak diperlukan. Suara gemuruh air

    yang seolah terdengar semakin membesar sempat menggoyangkan

    nyali.

    Setelah mengambil beberapa gambar, kami memutuskan untuk

    kembali ke permukaan. Air terjun dan telaga mungil mulai kami

    tinggalkan di belakang. Sebentuk studio alam yang elok takterkira

    menjadi latar berlangsungnya ketegangan yang tidak mudah

    dideskripsikan. Air yang meluap dari telaga membentuk arus derasmengikuti lorong gua, berkelok, dan terus menggerus lantai gua.

    Menurut informasi Tim Pacitan 2005, lorong atas Gua Perak masih

    cukup panjang. Saat itu tim mengakhiri penelusuran di depan

    sebuah sump. Perlu satu jam perjalanan untuk kembali tiba di luar.

    Bias cahaya matahari masuk ke dalam zona terang dan temaram.

    Dari balik mulut gua mulai terlihat langit biru di sela rerimbun

    dedaunan.

    Selanjutnya kami harus menempuh perjalanan bermedan curam

    untuk dapat sampai di tepian jalan. Indra menyambut kami dengan

    senyum lebar. Syukurlah semua selamat dalam penelusuran.

    Sambil ngobrol, berbagai peralatan yang basah dijemur di tepian

    jalan yang populer dengan nama JLS, jalur lintas selatan. Jalannya

    lebar dan mulus dan siang ini permukaannya terasa begitu panas

    di telapak kaki. Para pengguna yang melintas hampir selalu

    menyempatkan menoleh ke arah kami. Mungkin kehadiran kamimenarik karena menjadi pemandangan yang jarang terlihat.

    Wearpack, kaos kaki, celana pendek, syal, dan lain sebagainya

    berderet memanjang di tepian. Mungkin kami seperti korban

    kebanjiran, untungnya bukan.

    Pada 12.30 kami bergerak, setelah hampir satu jam ngobrol

    asyik di pinggir jalan. Seru, namun ada juga insiden serius yang

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    37/46

    P a l a w a U n p a d | 29

    terjadi dalam penelusuran. Hal tersebut kami ketahui belakangan.

    Rupanya kamera Mas Harry terendam air padahal sudah diproteksi

    sedemikian rupa. Wajahnya muram, kami pun menjadi ikut

    merasa bersalah. Seharusnya kami lebih keras memberi arahanterhadapnya. Sebetulnya tidak banyak yang perlu dievaluasi. Kalau

    pun ada kesalahan, hal yang utama adalah pertanyaan, mengapa

    kamera dikeluarkan dari drybox? Mengapa gampang percaya

    dengan kekuatan plastik dan drybag-drybagan.

    Di tengah lika-liku perjalanan menuju warung makan siang,

    Pak Bond menjawab pertanyaan iseng Nanang yang tengah didera

    kelaparan. Kata Pak Bond, Pacitan berarti snack atau makanan

    ringan. Rupanya Pak Bond kembali mendatangi warung makanBu Dzakir. Bagi kami, ini yang kedua. Rupanya inilah warung

    favorit Pak Bond setiap masuk ke Pacitan. Di warung Bu Dzakir,

    kami membicarakan objek wisata yang dapat kami kunjungi untuk

    mengisi sisa waktu hari ini.

    Ajakan Kang Onath untuk mendatangi Gua Gong sebelum ke

    Pantai Klayar pun segera disetujui. Maka kami pun meminta Pak

    Bond mengantar ke lokasi. Mungkin Gua Gong menjadi salah satugua terindah yang pernah saya masuki. Mungkin penilaian saya

    banyak dipengaruhi oleh bias cahaya artisial yang dipasang di

    berbagai spot. Di sini, pengunjung dimudahkan dengan adanya

    jalan setapak yang menghubungkan ruang satu dengan ruang-

    ruang lainnya. Di beberapa ruang terdapat untaian owstone yang

    menjulur bagaikan karpet dari singgasana raja. Dibandingkan

    dengan kompleks perguaan lain yang pernah saya masuki,

    setidaknya kompleks perguaan Buniayu dan Gudawang, apayang saya alami dan dapati di Gua Gong masih lebih tinggi lagi.

    Sekelumit ihwal Gua Gong dapat saya ringkaskan.

    Gua ini ditemukan oleh Wakino (30 tahun) sebagai ketua

    rombongan, Suramin (54 tahun), Paino (42 tahun, ketua RT),

    Suparni (38 tahun, petani), Suyadi (39 tahun, petani), Paino (30

    tahun, guru), Suyadi (39 tahun, petani), Paino (30 tahun, guru),

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    38/46

    30| Eksplor Pacitan

    Misno (29 tahun, petani), Suyatno (15 tahun). Pada Minggu Pon, 5

    Maret 1995 mereka mencari keberadaan gua yang kelak dinamakan

    Gua Gong.

    Buku kecil berisi panduan wisata Gua Gong yang ditulisDrs. Wakino, memberikan banyak informasi terkait dengan sisi

    kesejarahan, termasuk ihwal awal mula pencarian gua. Ketika itu

    hari Minggu Pon tanggal 5 Maret 1995 sekitar pukul 09.00 WIB.

    Suramin bercerita kepada Wakino dan anak-anaknya yang lain

    duduk di ruang depan. Sang Bapak, Suramin, bercerita tentang

    kejadian yang dialami oleh sepasang sahabat, Mbah Noyo Semito

    dan Mbah Joyo pada pertengahan dekade 30an. Pada masa itu

    desa mereka kekurangan air, kekeringan mengancam kehidupan,kemarau panjang melanda.

    Dua orang sahabat yang dipanggil Mbah akhirnya menyikapi

    persoalan yang ada dengan memutuskan mencoba masuk ke dalam

    sebuah gua, yang letaknya tidak jauh dari permukiman kami, untuk

    mencari air. Mereka membawa obor yang dibuat dari daun kelapa

    kering yang diikat. Penelusuran sampai menghabiskan tujuh ikat

    obor. Keputusan yang mereka ambil membuahkan hasil. Di tengahpenelusuran mereka menemukan sebuah telaga kecil (sendang).

    Mereka minum-minum dan mandi sebelum keluar kembali untuk

    mengabarkan adanya jalan keluar untuk permasalahan kekeringan.

    Cerita di atas disampaikan secara turun temurun dan tersebar

    hingga menjadi pengetahuan umum. Masyarakat di sekitar gua

    umumnya tetap berusaha mengakses mata air permukaan, mereka

    tetap memegang keyakinan bahwa gua adalah bukan tempat

    manusia dan dianggap wingit.

    Saat pertama kali mendengar cerita itu dari Suramin, maka

    timbulah keinginan Wakino untuk menelusuri gua yang juga

    pernah ditelusuri oleh kakeknya. Keinginan yang disampaikan oleh

    Wakino rupanya memperoleh dukungan dari ayah dan saudara-

    saudara lainnya. Niat spontan itu segera dieksekusi, langsung di

    hari itu juga mereka bergerak.

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    39/46

    P a l a w a U n p a d | 31

    Di saat pencarian, mereka berpatokan pada gerumbul pohon

    kluwih yang menjadi tanda letak lubang gua. Mereka sempat

    dibuat bingung hingga akhirnya sadar bahwa pohon kluwih yang

    dijadikan pegangan rupanya sudah mati. Meski demikian akhirnyamereka menemukan lokasi yang dicari. Mulut gua ditutupi oleh

    semak yang lebat. Tanah dan bebatuan pun menutupi lubang.

    Kali itu penelusuran menggunakan pencahayaan yang lebih

    modern, 7 batere tangan, 2 buah patromax, lilin, dan kamera untuk

    pendokumentasian.

    Pemberian nama Gua Gong erat berkaitan dengan salah satu

    perangkat gamelan Jawa. Konon pada saat-saat tertentu, di

    gunung yang ada guanya sering terdengar bunyi-bunyian. Semuamemercayai, itu bunyi dari makhluk halus yang menyaru gamelan

    Jawa. Selain bunyi gong, juga kerap terdengar bunyi terbangan

    (nama sebuah seni musik lokal), bahkan ada pula suara tangisan

    orang yang sangat memilukan.

    Merujuk pada sering didengarnya bunyi-bunyian, nenek

    moyang dan para leluhur menamakan gunung yang ada guanya

    dengan nama Gunung Gong-gongan. Kisah itulah yang mendorongDrs. Wakino mengusulkan nama Gua Gong bagi gua yang terdapat

    di atas Gunung Gong-gongan.

    Gua Gong terletak di pesisir di pantai selatan Pulau Jawa,

    tepatnya di Dusun Pule, Desa Bomo, Kec. Punung, Kab. Pacitan,

    37 km, arah barat kota Pacitan. Gua ini dikelilingi sederetan

    gunung di antaranya: Di utara Gunung Manyar, sebelah timur

    Gunung Gede, sebelah selatan Gunung Karang Pulut, dan sebelah

    barat Gunung Grugah. Deretan gunung yang mengelilingi GuaGong, sebagian besar ditanami pohon jati, pisang, kelapa, dan

    pada musim penghujan juga ditanami ketela, cabe, padi, jagung

    dan tanaman tumpang sari lainnya, sehingga dari kejauhan nampak

    kehijauan yang dapat menambah keindahan dan keasrian suasana

    sekitar Gua Gong.

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    40/46

    32| Eksplor Pacitan

    Melihat matahari terbenam dari Pantai Klayar. Mas Harry sudah

    pernah ke sini dua kali. Pada kesempatan ketiga ini keadaannya

    berbeda. Ia mengaku kehilangan mood setelah mendapati kamera

    D6 yang dibawanya mengalami rusak parah. Saya tidak dapatberbuat lebih.

    Agak terlambat saya mengetahui peristiwa tas milik Indra yang

    hanyut terhempas ombak, sore tadi. Sesaat sebelum senja benar-

    benar tenggelam, saya melihat sebagian tim berkerumun di depan

    mobil Indra. Rupanya terjadi insiden yang sedang dicarikan jalan

    keluarnya. Remote alarm mobil Indra menolak macet, soalnya

    tadi kunci dan remote mobil ada di dalam tas yang sempat hanyut

    ditelan ombak laut selatan. Kang Onath memberi saran yang segeraditerima oleh Indra. Kunci dibuka paksa, alarm bekerja, suasana

    menjadi meriah. Pak Bond maju mendekat sambil menyarankan

    agar kabel dipotong.

    Mendapat persetujuan Indra, tangannya pun bergerak memilah

    beberapa kabel yang di mata awam seperti saya semua tidak ada

    bedanya. Perlu pengetahuan untuk dapat memilih yang benar.

    Segera suara sirine padam. Seperti yang sudah dikatakan PakBond, setelah kontak terpotong maka lampu hazard akan menyala

    secara otomatis. Kejadian ini menjadi penutup yang terbilang

    unik. Perjalanan dari Pantai Klayar menuju hotel di kota Pacitan

    memakan waktu dua jam. Kang Onath dan Baw yang semula

    menumpang Xenia, pada perjalanan ini bergabung bersama Indra

    dan So di dalam Soluna.

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    41/46

    P a l a w a U n p a d | 33

    bagian 2.4

    Hari ini, 4 Mei 2014. Pacitan, Wonogiri, Jogja, dan Bandung.Akhirnya kami pun harus pulang. Sebetulnya masih kerasandi Pacitan. Masih banyak gua dan tempat menarik lain yang bias

    bahkan perlu dikunjungi. Jika mengikuti keinginan hati, tentu saya

    akan melupakan kenyataan bahwasannya besok adalah hari Senin.

    Kami pun bersalam-salaman. Indra berencana checkout agak

    siang sedangkan kami harus sejak pagi keluar dan bergerak,

    mengingat kereta yang akan kami tumpangi jadwalnya sudah

    masuk Jogja pada siang hari. Perlu tiga jam perjalanan untuk

    sampai di Jogja. Maka, mengikuti penyair Sapardi, kami pun

    bergerak ke barat waktu pagi matahari mengikuti di belakang. Dibalik kemudi, Pak Bond terlihat menikmati perjalanan. Pedal gas

    terus ditekan dan mobil pun bergerak cepat di atas aspal mulus

    penuh kelokan tajam. Pada Jumat kemarin, lintasan yang sama

    kami lalui saat hari sudah malam, selain itu juga hujan. Bentang

    alam karst yang begitu khas terhampar memenuhi pandangan. Saya

    duduk di kursi paling belakang. Barisan tengah diisi oleh Baw,

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    42/46

    34| Eksplor Pacitan

    Nanang, dan Mas Harry. Kang Onath duduk di samping pak supir.

    Di bawah terang matahari semua kelihatan. Satu jam kemudian

    mobil sudah melintasi perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah.

    Sebuah gapura menjadi penanda. Perjalanan banyak melintasikiri kanan bukit karst dengan bentuknya yang unik. Kami tiba di

    Wonogiri. Sepertinya Palawa belum pernah melakukan eksplorasi

    gua di wilayah ini. Keadaan aspal mulai berubah. Mulai terasa

    permukaannya yang geradakan di Jawa Timur. Nanang menyalin

    empat koordinat gua yang telah kami telusuri dan dokumentasikan,

    dua koordinat gua di antaranya pernah dicatat oleh Tim 2008,

    namun ada sedikit perbedaan. Menurut Mas Harry sedikit

    perbedaan yang terjadi antara lain disebabkan faktor satelit. Selaintitik gua, Nanang juga menyalin titik koordinat Pantai Klayar.

    Kabar baik hari ini, kamera Mas Harry mulai membaik, embun

    yang berkumpul di LCD-nya mulai bubar pelan-pelan. Satu insiden

    yang harus menjadi pelajaran. Aktivitas di hari Sabtu kemarin bagi

    saya cukup seru. Kami dapat mengunjungi tiga situs meski di luar

    rencana semula: Gua Perak, Gua Gong, dan Pantai Klayar. Sampai

    malam dan semua baru tidur menjelang tengah malam. Kemarinsempat diobrolkan betapa efektifnya pergerakan jika tim tidak

    terlalu besar.

    Kini kami sudah di dalam perjalanan pulang. Bayangan

    peristiwa berkelebatan, di dalam hati saya membatin: apa

    kira-kira yang bias dicatat? Hutan jati dan atap-atap rendah

    rumah penduduk, joglo. Nama-nama wilayah, entah desa atau

    kecamatan, nanti perlu dicek belakangan: Bayemharjo, Giritontro,

    Pracimantoro. Masih karst.

    Pada sebuah simpang terbaca penanda arah yang menunjukkan

    lokasi Museum Karst. Sayang sekali kami tidak bisa

    mendatanginya meski hanya sekadar mampir sebentar. Saya ingat,

    Nanang, Aulia, dan Adun pernah masuk ke sana saat sekolah

    caving di Hikespi 2012 yang lalu.

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    43/46

    P a l a w a U n p a d | 35

    Jam 11 masuk ke Stasiun Tugu. Makan siang, gudeg. Kereta

    jam 11.55, masih ada waktu sebentar seperokoan dan sepeminum-

    kopian sambil menunggu kereta datang dan perjalanan pulang yang

    akan segera menjelang.Pukul 19.15 kareta kami masuk Stasiun Bandung. Dari kejauhan

    terlihat putri dan istri Kang Onath melambaikan tangan. Kami

    bertiga dan Kang Onath pun berpisah. Kini kami kembali ke tengah

    keramaian kota Bandung. Perjalanan ke DU juga menarik dicatat.

    Supir taksi yang mengantarkan kami ternyata mengaku asli Jogja.

    Mulanya saya meragukannya, bukankah hal semacam itu lazim

    sebagai trick mengelabui. Bisa saja dengan mengaku asli dari Jogja

    setelah mengetahui kami baru kembali dari Jogja tidak lebih hanyaakal-akalan.

    Mulanya memang seperti itu, saya curiga ini hanya tipu-tipu,

    namun setelah mendengar gaya tertawanya yang keras dan lepas,

    saya segera diyakinkan bahwa si mas supir memang asli orang

    Jogja. Tawa yang dilepaskannya kontan mengingatkan saya pada

    beberapa atau banyak teman yang asli Jogja. Semua memiliki cara

    tertawa yang sama. Menyadari hal itu saya merasa malu sendiri.Seharusnya saya tidak perlu terlalu mencurigainya, bukankah

    akhirnya kecurigaan itu gugur dengan telak oleh tawa yang

    terbahak?

    Seusai tawa maka sampailah kami di DU. Baru setengah

    delapan, sedangkan jadwal pemberangkatan ke Jatinangor jam

    sembilan, maka kami pun harus menunggu. Sambil duduk saya

    mencatat dua nomor pengeluaran terakhir: taksi limapuluh ribu, elf

    Geulis limabelas ribu.

    Di sekretariat keadaan ramai. Belum lama tim Mabim ORAD

    juga baru datang. Mereka sedang melangsungkan evaluasi

    kegiatan. Kami pun segera melakukan evaluasi global. Wacana

    pendataan dengan menghasilkan laporan deskriptif, foto, dan

    lm perlu terus digalakkan. Ke depan Palawa harus lebih banyak

    memproduksi, memproduksi, memproduksi, lebih dari itu Palawa

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    44/46

    36| Eksplor Pacitan

    juga harus terus melakukan penguatan-penguatan. Palawa dalam

    posisi tertentu dapatlah dilihat sebagai lembaga penyedia konten

    petualangan dan penelitian, meski banyak juga yang melihatnya

    sebatas sebagai kelompok bermain. Nggak tahu saya, mungkinkarena salah asuhan.

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    45/46

    P a l a w a U n p a d | 37

  • 8/12/2019 Eksplor Gua-Gua Pacitan

    46/46

    PALAWA UNPAD