lpj k2n ui 2011 titik palu'e - program khusus pendidikan dan pelayanan khusus

65
[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011 K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 1 Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kepada tuhan Yang Maha Esa karena berkat-Nya Penulis, yang tergabung dalam Kelompok Rufus Taku Sanu, dapat menyelesaikan Program Pendidikan dan Pelayanan Khusus di Pulau Palue dalam rangka melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Universitas Indonesia tahun 2011 dan dapat menyelesaikan laporan ini sebagai bentuk tanggung jawab atas program yang telah dilaksanakan. Pendidikan dan pelayanan khusus adalah salah satu program kelompok yang dibawakan dalam rangkaian kegiatan K2N UI 2011. Program pendidikan dan pelayanan khusus ini ditujukan untuk orang atau anak-anak berkebutuhan khusus yang selama ini di’nomor dua’kan di tengah-tengah masyarakat Palue maupun hampir di seluruh tempat di Indonesia. Minimnya fasilitas dan sumber daya manusia yang terdapat di Palue untuk menangani anak-anak atau orang berkebutuhan khusus ini semakin menguatkan motivasi untuk menjalankan program ini. Pasalnya, sekolah-sekolah dasar yang terdapat di Palue tidak selamanya mau dan mampu menampung anak- anak berkebutuhan khusus ini. Padahal hak-hak mereka untuk mendapatkan pendidikan bahkan sudah diatur dalam konstitusi negara Indonesia, yaitu Undang-Undang dasar 1945. Memberikan pendidikan dan pelayanan kepada orang berkebutuhan khusus tidaklah mudah. Program ini juga tidak dapat dilakukan dalam waktu yang singkat. Sebelum berangkat ke Palue untuk mengemban misi ini, penulis sempat bertandang ke salah satu sekolah luar biasa di daerah Depok, Jawa Barat. Karena keterbatasan ilmu dalam menangani anak-anak atau orang berkebutuhan khusus, para guru di SLB tersebut memberikan beberapa metode yang dapat dipakai untuk mendidik dan melayani ABK. Salah satu caranya adalah mengajari mereka bermain musik, yang secara langsung kami lihat di sekolah tersebut bagaimana anak-anak tuna rungu memainkan alat musik angklung. Semua latihan ini dilakukan dalam kurun waktu dua tahun. Waktu satu bulan yang kami miliki harus disiasati dengan berbagai agenda yang fleksibel dan efisien untuk dilaksanakan di Palue setibanya kami di sana. Laporan ini adalah rangkuman jalannya kegiatan K2N UI 2011 yang telah dilaksanakan pada 20 Juni s.d. 26 Juli 2011, bertempat di Pulau Palue, Kecamatan Palue, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Laporan ini disusun atas beberapa hasil kajian selama satu minggu awal di Palue, data

Upload: margaretha-quina

Post on 07-Dec-2014

84 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Laporan akhir Kuliah Kerja Nyata Universitas Indonesia Kelompok Rufus Taku Sane, Titik Palu'e, Sikka, Nusa Tenggara Timur. Palu'e adalah pulau kecil di sebelah utara Flores, di mana secara mengejutkan terdapat begitu banyak orang yang berkebutuhan khusus, atau terminologi yang umum digunakan: cacat - baik fisik maupun mental. Sangat jauh dari keadaan di kota-kota besar, pulau ini sama sekali tidak memiliki fasilitas yang menangani, apalagi mendidik orang-orang berkebutuhan khusus tersebut, mulai dari kesadaran keluarga untuk mendidik sendiri hingga fasilitas formal seperti SLB. Selama satu bulan, lima mahasiswa UI dihadapkan pada permasalahan ini - untuk menemukan bagaimana konstribusi nyata yang dapat menjawab kebutuhan warga.

TRANSCRIPT

Page 1: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 1

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada tuhan Yang Maha Esa karena

berkat-Nya Penulis, yang tergabung dalam Kelompok Rufus Taku Sanu, dapat

menyelesaikan Program Pendidikan dan Pelayanan Khusus di Pulau Palue

dalam rangka melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Universitas Indonesia tahun

2011 dan dapat menyelesaikan laporan ini sebagai bentuk tanggung jawab

atas program yang telah dilaksanakan.

Pendidikan dan pelayanan khusus adalah salah satu program

kelompok yang dibawakan dalam rangkaian kegiatan K2N UI 2011. Program

pendidikan dan pelayanan khusus ini ditujukan untuk orang atau anak-anak

berkebutuhan khusus yang selama ini di’nomor dua’kan di tengah-tengah

masyarakat Palue maupun hampir di seluruh tempat di Indonesia. Minimnya

fasilitas dan sumber daya manusia yang terdapat di Palue untuk menangani

anak-anak atau orang berkebutuhan khusus ini semakin menguatkan

motivasi untuk menjalankan program ini. Pasalnya, sekolah-sekolah dasar

yang terdapat di Palue tidak selamanya mau dan mampu menampung anak-

anak berkebutuhan khusus ini. Padahal hak-hak mereka untuk mendapatkan

pendidikan bahkan sudah diatur dalam konstitusi negara Indonesia, yaitu

Undang-Undang dasar 1945.

Memberikan pendidikan dan pelayanan kepada orang berkebutuhan

khusus tidaklah mudah. Program ini juga tidak dapat dilakukan dalam waktu

yang singkat. Sebelum berangkat ke Palue untuk mengemban misi ini, penulis

sempat bertandang ke salah satu sekolah luar biasa di daerah Depok, Jawa

Barat. Karena keterbatasan ilmu dalam menangani anak-anak atau orang

berkebutuhan khusus, para guru di SLB tersebut memberikan beberapa

metode yang dapat dipakai untuk mendidik dan melayani ABK. Salah satu

caranya adalah mengajari mereka bermain musik, yang secara langsung kami

lihat di sekolah tersebut bagaimana anak-anak tuna rungu memainkan alat

musik angklung. Semua latihan ini dilakukan dalam kurun waktu dua tahun.

Waktu satu bulan yang kami miliki harus disiasati dengan berbagai agenda

yang fleksibel dan efisien untuk dilaksanakan di Palue setibanya kami di

sana.

Laporan ini adalah rangkuman jalannya kegiatan K2N UI 2011 yang

telah dilaksanakan pada 20 Juni s.d. 26 Juli 2011, bertempat di Pulau Palue,

Kecamatan Palue, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Laporan ini

disusun atas beberapa hasil kajian selama satu minggu awal di Palue, data

Page 2: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 2

lapangan yang diperoleh selama program berlangsung, kendala, serta

analisis-analisis yang digunakan untuk membedah data-data yang diperoleh.

Data-data yang dihimpun dan media pembelajaran dalam K2N UI

2011 ini berasal dari lima orang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang

bertempat tinggal di Desa Rokirole, sehingga sudah sepatutnya penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada mereka, disertai

harapan agar program-program yang sudah dijalankan dapat berguna dan

terus berlanjut khususnya bagi kelima ABK dan masyarakat Palue pada

umumnya.

Pada kesempatan ini juga kami ingin mengucapkan terima kasih

sebesar-besarnya kepada Panitia K2N UI 2011 dan berbagai pihak yang turut

membantu dalam pelaksanaan program-program ini, terutama warga Desa

Tuanggeo dan Rokirole yang telah mendukung, berpartisipasi, dan

meneruskan program-program kerja ini sehingga K2N UI 2011 di Pulau

Palue dapat berjalan dengan baik dari awal hingga akhir.

Akhir kata, kami menyadari bahwa penulisan laporan

pertanggungjawaban ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis

membuka peluang untuk menerima kritik dan masuknya saran dari berbagai

pihak untuk perbaikan di masa mendatang. Terima kasih dan salam

sejahtera.

Depok, September 2011.

Page 3: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 3

BAB I PENDAHULUAN

I.1. GAMBARAN UMUM

Pulau Palue merupakan sebuah pulau yang berada di utara Pulau

Flores dengan luas wilayah 41 km2 dan wilayah perairannya 345.45 km2.

Palue merupakan sebuah kecamatan yang masuk dalam Kabupaten Sikka di

Provinsi Nusa Tenggara Timur. Terletak di sebelah barat Kabupaten Sikka ±

93 km dari Ibukota Maumere, dan merupakan sebuah pulau tropis yang

berada dalam sebuah gugusan kepulauan dalam perairan Lautan Flores,

berada dalam posisi geografis 8º 17’ 31,54-8º 21’15,65 lintang selatan dan

121º4’36,00 – 121º 44’47,03 Bujur Timur.

Gambar 1.1 Peta Pulau Palue (Sumber : http.www.kabsikka.co.id)

Keadaan tropografis sebagian bergunung-gunung dan berbukit-bukit

dengan tingkat kemiringan ± 70-80º, untuk topografi datarnya pada

umumnya terletak di daerah pantai, dan sedikit di daerah pegunungan

dengan persentase ±0,7 dari total keseluruhan luas daerah Kecamatan Palue.

Page 4: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 4

Kecamatan Palue beriklim tropis, suhu berkisar antara 27ºC-29ºC pada

musim panas suhu maksimum 29oC dan pada musim hujan 23,8ºC atau rata-

rata 27,2ºC, kelembaban udara rata-rata 78% pertahun. Kecepatan angin

pada musim panas 12-13 knots. Musim panas 7-8 bulan (April/Mei-

Oktober/November) dan musim hujan yang lebih dari 4 bulan (November-

Desember, Maret-April). Curah hujan pertahun antara 1.000 mm-1.500 mm,

dengan jumlah hari hujan sebesar 60-120 hari pertahun. Penggunaan tanah

di Kecamatan Palue didominasi lahan pertanian yaitu 1.703 ha, sedangkan

penggunaannya lainnya yaitu kawasan hutan dan gunung Rokatenda seluas

352 ha atau sekitar 8,94 %, semak belukar dan lereng atau perbukitan seluas

2.65 ha atau sekitar 66,28 %. Secara administrasi pemerintahan Kecamatan

Palue terdiri dari 8 buah desa dan 24 dusun.

Di Pulau Palue terdapat beberapa kelompok suku bangsa yang

tersebar dari berbagai wilayah yang ada di sekitarnya. Adapun bebrapa

kelompok suku bangsa itu terdiri dari, Suku bangsa Maung, Muhang, Sikka, .

Suku bangsa Maung merupakan penduduk asli wilayah kabupaten Ngada,

provinsi NTT dengan bahasa kelompoknya yang disebut Ngada-Lio termasuk

ke dalam rumpun bahasa Bima-Sumba. Kemudian Suku bangsa Muhang yang

merupakan penduduk asal dalam wilayah kabupaten Sikka dengan

bahasanya yang disebut bahasa Muhang tergolong ke dalam rumpun bahasa

Ambon Timur. Suku bangsa selanjutnya adalah Sikka merupakan penduduk

asli dari dalam kabupaten Sikka yang berasal dari kata sikh yakni nama

sebuah kelompok yang terdapat di India.

I.2. POTENSI WILAYAH

a. Sumber Daya manusia

Berdasarkan sensus penduduk 2011, penduduk Kecamatan Palue

berjumlah 9939 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,25%.

Mayoritas penduduk Pulau Palue berada pada garis kemiskinan. Menurut

data dari Pemerintahan Kabupaten Sikka Kecamatan Palue, jumlah Kepala

Keluarga (KK) miskin sebanyak 1996 KK dari 2691 KK. Dapat dikatakan

pulau ini merupakan pulau yang tertinggal atau orang Palue biasa

mengatakan “Pulau yang Terlupakan”. Tingkat pendidikan pada tahun 2010

didominasi tidak tamat SD sebesar 23%, tamat SD sebesar 10,18%, tamat

SLTP sebesar 3,25%, tamat SLTA sebesar 1.6%, dan tamat PT/Akademi

0,38%. Jumlah sarana pendidikan sebanyak 12 unit meliputi SD sebanyak 10

unit dan SLTP sebanyak 2 unit. Puskesmas sebanyak 2 unit.

Page 5: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 5

b. Sumber Daya Alam

Pada sub sektor pertanian, Kecamatan Palue memiliki lahan kering

yang potensial, yang cukup subur karena merupakan jenis tanah vulkanik.

Pertanian seluas 1.078,21 ha atau 21,10%. Secara umum, petani Kecamatan

palue adalah petani subsistem yakni mengerjakan jenis tanaman umbi-

umbian, kacang-kacangan dan jagung, untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

Sub sektor perkebunan seluas 2.267, 32 ha atau 57,99% terdiri dari kelapa,

kakao, dan mete. Sektor perternakan yang dominan di Kecamatan Palue

adalah kambing, babi, ayam, dan anjing. Sub sektor perikanan di Kecamatan

Palue belum dikelola secara maksimal. Nelayan Palue masih menggunakan

alat tangkapnya yang sederhana seperti pukat, pancing bahkan sebagian

masih menggunakan alat tangkap tradisional seperti bubu. Cara-cara

tersebut yang kemudian mempengaruhi jumlah hasil tangkapnya. Potensi

wisata di Kecamatan Palue dibedakan atas 2 yaitu: wisata alam dan wisata

budaya. Untuk wisata alam seperti, sumber air panas di Desa Kesokoja,

Rokirole, Nitunglea dan Reruwairere, juga potensi bahari di perairan seputar

Pulau Palue. Sedangkan wisata Budaya seperti Pati Karapau, yang terdapat di

Desa Nitunglea, Rokirole, Tuanggeo, dan Ladolaka, yaitu upacara

pemotongan hewan kurban berupa kerbau arwah leluhur yang terjadi pada

ritus lima tahunan, dan upacara Tu Teu atau usir tikus, yang terjadi di Desa

Maruriwu dan Reruwairere. Wisata alam seperti yang kami sampaikan di

atas dapat dijelaskan sesuai spesifikasi sebagai Gunung Api Rokatenda,

penyulingan uap bumi di Desa Reruwairere, mata air panas dan pantai pasir

putih.

I.3. SARANA DAN PRASARANA

Selain fasilitas pendidikan dan kesehatan yang telah disampaikan,

terdapat pula beberapa fasilitas lainnya seperti fasilitas peribadatan. Fasilitas

peribadatan yang ada di kecamataan Palue antara lain dua buah Gereja dan

tiga buah Kapela, seluruh masyarakat Kecamatan Palue 100% Katolik, yang

tersebar di dua paroki yaitu Paroki Keluarga Kudus Lei dan Paroki Ave Maria

Bintang Laut Uwa, yang akan merayakan pesta usia emasnya pada tahun

2012 mendatang. Fasilitas Perekomomian masyarakat Palue dari luar Palue

(Pasar Ropa, Kecamatan Maurole Kabupaten Ende) yang berlangsung setiap

Rabu atau dari Kota Maumere melalui pengangkutan kapal motor. Ada dua

pasar desa yaitu Pasar Desa Reruwairere dan Pasar Desa Tuanggeo yang

terjadi pada hari Sabtu, keberadaan pasar ini belum terlalu nampak

aktivitasnnya. Fasilitas perkantoran dimaksudkan untuk memberikan

pelayanan bagi kepentingan masyarakat Palue, antara lain berupa kantor

pemerintahan seperti kantor camat, kantor kepala desa, dan pos polisi.

Page 6: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 6

Bagunan rumah yang ada di Kecamatan Palue s.d. tahun 2011 berjumlah

2.497 buah yang terdiri dari 281 atau 11,67% rumah permanen, 673 unit

atau 23,51% rumah semi permanen dan sisanya 1.543 atau 64,52% rumah

temporer.

I.4. FASILITAS UMUM

Kebutuhan air bersih untuk keperluan masyarakat palue diperoleh

dari PAH (Penampung Air Hujan) yang ada pada masing-masing rumah.

Keberadaan PAH ini sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan air

bersih masyarakat. Jumlah PAH yang ada di Kecamatan Palue sampai dengan

tahun 2009 berjumlah 795 buah yang tersebar di seluruh Desa yang ada di

Kecamatan Palue. Pemenuhan kebutuhan daya listrik penduduk Kecamatan

Palue diperoleh dari tenaga generator yang menggunakan bahan bakar

minyak bumi berupa solar dan panel surya. Panel surya diperkenalkan di

Kecamatan Palue pada tahun 1999 untuk desa Nitunglea sebanyak 100

rumah tangga dan pada tahun 2003 dilanjutkan pada desa-desa lain yakni

Desa Maluriwu 401 KK, Desa Tuanggeo 301 KK, Desa Rokirole 225 KK, Desa

Nitunglea 204 KK, Desa Kesokoja 219 KK, dan Desa Lidi 193 KK. Untuk

fasilitas telekomunikasi telah ada tiang pemancar sinyal, namun belum

menjangkau seluruh desa, baru dua desa yang terjangkau. Sedangkan

transportasinya, jaringan transportasi darat yang ada di Kecamatan Palue

adalah jalan desa. Mobilisasi masyarakat mengunakan kendaraan roda dua.

Sarana transportasi laut adalah kapal motor, sebanyak ±10 unit yang

melayani jasa angkutan dari Palue ke Maumere maupun sebaliknya.

I.5. PERMASALAHAN

Permasalahan-permasalah saat ini yang dialami tiap sektor di

Kecamatan Palue seperti aksesbilitas ke kota Maumere sebagai ibukota

Kabupatren Sikka masih rendah hal ini dikarenakan kapal/perahu motor

terbatas, kapal/perahu motor dengan fasilitas tidak memadai dan motor

yang belum layak untuk mengangkut penumpang karena fasilitas yang tidak

memadai. Aksesbilitas antar desa belum dibangun infrastruktur jalan, jalan

yang dibangun baru enam desa, dua desa belum dibangun. Dibidang

pendidikan angka drop out sebesar 3, 17% dan mengulang kelas atau tinggal

kelas 5,9 %. Selain itu jumlah tenaga guru PNS maupun bukan PNS sangat

tidak memadai. Selain itu prasarana sekolah seperti buku pegangan siswa,

ruang perpustakaan masih kurang pula. Di bidang kesehatan, cakupan

pelayanan Kesehatan Ibu Bayi dan Balita dan pelayanan imunisasi masih

Page 7: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 7

kurang, polindes tidak memiliki tenaga kesehatan, status gizi buruk dan gizi

kurang masih tinggi serta jenis penyakit menular seperti kusta dan frambusia

masih ada untuk Kecamatan Palue. Potensi laut belum dimanfaatkan secara

maksimal karena pengetahuan dan keterampilan nelayan masih rendah serta

fasilitas penangkapan masih kurang. Di bidang pertanian, produksi pertanian

masih rendah karena luas kepemilikan lahan rata-rata 0,20 ha serta topografi

yang relatif terjal sehingga usaha pertanian pangan menjadi tidak efisien.

Dalam kualitas SDM, masih banyak pengangguran serta motivasi dan etos

kerja rendah. Sehingga akumulasi dari permasalahan di atas menyebabkan

kemiskinan.

Page 8: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 8

BAB II DESKRIPSI PROGRAM

II.1. PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELAYANAN KHUSUS

Sejalan dengan tujuan Bangsa Indonesia yang tertuang dalam Alinea

keempat Undang-Undang Dasar 1945 mengenai memajukan kesejahteraan

umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam pelaksanaan visi ini,

diharapkan setiap individu yang merupakan Warga Negara Indonesia (WNI)

dapat menikmati terlaksananya pembangunan dan memberikan kontribusi

positif bagi pembangunan itu sendiri. Pembangunan tidak hanya dinikmati

bagi kelompok tertentu saja, namun diharapkan dapat menjangkau setiap

pihak, baik yang berkecukupan maupun tidak, yang berada di pusat ataupun

di daerah, tanpa memandang perbedaan-perbedaan yang ada dengan

berasaskan kesetaraan.

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat vital dan begitu erat

kaitannya dengan pembangunan serta visi yang ingin dicapai, karena dengan

pendidikanlah kualitas sumber daya manusia dapat ditingkatkan, dan dengan

sumber daya manusia yang berkualitaslah suatu bangsa dapat melakukan

pembangunannya dengan maksimal dan merata. Pendidikan adalah usaha

sadar dan sistematis untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik (Prof.

Imam Barnadib, 1998). John Dewey menyata-kan bahwa tujuan pendidikan

sebagai suatu tempat untuk mendapatkan content knowledge dan sebagai

tempat untuk belajar bagaimana untuk hidup. Tujuan dari pendidikan

seharusnya tidak berkisar diantara penguasaan seperangkat kemampuan

yang telah ditentukan terlebih dahulu, tetapi lebih kepada realisasi potensi

sepenuhnya dari seseorang dan kemampuan untuk menggunakan skill

tersebut untuk kebaikan yang lebih besar. Untuk menyiapkan seorang murid

bagi kehidupan di masa depan berarti memberikan kepada dirinya komando

atas dirinya sendiri, yang berarti pula untuk melatihnya sehingga ia akan

memiliki kemampuan sepenuhnya atas kapasitasnya dan siap untuk

menggunakannya (Dewey, 1897).

Dalam pasal 31 ayat (1) UUD 1945 pun telah menjamin setiap warga

negara untuk mendapatkan pendidikan. Pemerataan akses terhadap

pendidikan merupakan suatu hal yang hingga saat ini masih terus menerus

diperjuangkan oleh Pemerintah, dan pemerataan terhadap pendidikan

merupakan hak dari setiap warga negara Indonesia, baik di pusat keramaian

Page 9: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 9

maupun area yang terpencil, baik muda maupun dewasa, dan terutama baik

berkebutuhan khusus maupun normal.

Program pendidikan dan pelayanan khusus ini merupakan salah satu

program yang direncanakan untuk dapat diterapkan di dalam masyarakat

pada kegiatan K2N (Kuliah Kerja Nyata) UI tahun 2011. Program ini

ditujukan kepada orang-orang berkebutuhan khusus yang memiliki

keterbatasan untuk memperoleh akses pendidikan pada khususnya dan

kegiatan sehari-hari layaknya manusia normal pada umumnya. Anak

berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus

yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada

ketidakmampuan mental, emosi atau fisik (Mulyono, 1999). Anak dengan

kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan mengalami

kelainan/penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial, dan emosional)

dalam proses pertumbuh-kembangannya dibandingkan dengan anak-anak

lain yang seusia sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus

(Delphie, 2006).

Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus

yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada

ketidakmampuan mental, emosi atau fisik1. Anak dengan kebutuhan khusus

adalah anak yang secara signifikan mengalami kelainan atau penyimpangan

(fisik, mental-intelektual, sosial, dan emosional) dalam proses

pertumbuhkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia

sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus2.

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk

menggantikan kata “Anak Luar Biasa (ALB)” yang menandakan adanya

kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang

berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Karena karakteristik dan

hambatan yang dimiliki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan

khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka,

contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan

menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa

isyarat. Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa

(SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing.SLB bagian A untuk

tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita,

1Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta.), hal 45.

2Delphie dan Bandi. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: Refika Aditama. 2006), hal 73.

Page 10: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 10

SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian

G untuk cacat ganda3.

Pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus membutuhkan suatu

strategi tersendiri sesuai dengan kebutuhan masing – masing.Dalam

penyusunan progam pembelajaran untuk setiap bidang studi hendaknya

guru kelas sudah memiliki data pribadi setiap peserta didiknya.Data pribadi

yakni berkaitan dengan karateristik spesifik, kemampuan dan kelemahannya,

kompetensi yang dimiliki, dan tingkat perkembanganya. Karakteristik

spesifik dari anak berkebutuhan khusus pada umumnya berkaitan dengan

tingkat perkembangan fungsional .Karakteristik spesifik tersebut meliputi

tingkat perkembangan sensoris motor, kognitif, kemampuan berbahasa,

keterampilan diri, konsep diri, kemampuan berinteraksi sosial serta

kreativitasnya.4

Untuk mengetahui secara jelas tentang karakteristik dari setiap siswa,

terlebih dahulu dilakukan skrining atau asessmentagar mengetahui secara

jelas mengenai kompetensi diri peserta didik bersangkutan. Tujuannya agar

saat melakukan program pembelajaran sudah dipikirkan mengenai bentuk

strategi pembelajaran yang di anggap cocok. Asessment di sini adalah proses

kegiatan untuk mengetahui kemampuan dan kelemahan setiap peserta didik

dalam segi perkembangan kognitif dan perkembangan sosial, melalui

pengamatan yang sensitif. Kegiatan ini biasanya memerlukan penggunaan

pelayanan khusus.

II.2 PERENCANAAN PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS

Dalam tahap perencanaan yang akan dilakukan dalam menjalankan

program pendidikan dan pelayanan khusus, kegiatan observasi selama satu

minggu untuk beradaptasi dan melihat gambaran umum yang terkait dengan

pelaksanaan program ini. Lebih spesifik, hal ini terkait dengan:

1. menentukan dan mendata peserta yang relevan untuk ikut serta dalam

kegiatan ini;

2. menemukan karakteristik peserta dan permasalahan-permasalahan yang

ada baik secara kelompok maupun secara individu;

3Frieda Mangunsong. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus,(Jakarta : LPSP3 UI.2006), hal 128-145.

4Frieda Mangunsong. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus,(Jakarta : LPSP3 UI.2006), hal 128-145.

Page 11: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 11

3. menentukan kemampuan peserta dan hambatnnya pada awal program

sebagai tolok ukur;

4. menentukan sosok atau tokoh kunci untuk dijadikan kader seperti, orang

tua, keluarga, dan warga sekitarnya;

5. adaptasi teknis;

6. menentukan tempat yang memungkinkan untuk pelaksanaan program.

Observasi dilakukan dengan mendatangi rumah-rumah warga,

berkunjung, bertanya, dan bekerjasama dengan pemerintah setempat dan

tokoh-tokoh yang dituakan dalam masyarakat, mencoba untuk masuk dan

berinteraksi dengan masyarakat yang merupakan sasaran pendidikan dan

pelayanan khusus.

Waktu pelaksanaan observasi ini adalah minggu pertama dari

keseluruhan periode program (sekitar tanggal 20 Juni s.d. 3 Juli 2011).

Seandainya ditemukan masyarakat yang membutuhkan pelayanan

pendidikan khusus setelah minggu pertama dan kedua tidak menutup

kemungkinan, masyarakat tersebut tetap dilayani sebagai peserta.

Dengan strategi sosialisasi dilakukan dengan melihat adanya dua

kemungkinan, yaitu berkoordinasi dengan sekolah yang ada, pemerintah

desa setempat, tokoh adat, dan/atau mengunjungi dari rumah ke rumah

untuk mencari tahu peserta pendidikan dan pelayanan khusus. Sosialisasi

dilakukan pada saat assessment, yaitu pada satu minggu pertama kehadiran

Peserta K2N di Pulau Palue. Sosialisasi juga tetap dilakukan tanpa menutup

kemungkinan dilakukan sepanjang program K2N berlangsung sambil

program kelompok pendidikan dan pelayanan khusus tetap berlangsung.

Tujuan dari pelaksanaan program pendidikan dan pelayanan khusus

ini adalah:

1. Meningkatkan kepercayaan diri anak-anak berkebutuhan khusus di

Pulau Palue;

2. Membiasakan anak-anak berkebutuhan khusus Pulau Palue

mengekspresikan pemikiran dan harapannya dalam bentuk-bentuk

yang dimengerti oleh orang-orang awam;

3. Memperkenalkan dan mengakrabkan penggunaan metode-metode

pelayanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus; serta

4. Melakukan kaderisasi dan meningkatkan kesadaran keluarga tentang

pentingnya pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus.

Page 12: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 12

II.3. PELAKSANAAN PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS

Berdasarkan penjelasan pada gambaran umum mengenai program

pendidikan dan pelayanan khusus, program dimulai dengan melakukan

assessment sepanjang waktu keberadaan kelompok di pulau Palue,

menentukan sasaran yang dapat memperoleh akses dalam program,

menentukan jadwal pelaksanaan program, dan membentuk kaderisasi

program.

Teknis pelaksanaan program, pada minggu pertama kedatangan

kelompok di Pulau Palue tanggal 22-26 Juni dilakukan pengkajian awal

dengan menggunakan metode pengamatan dan mencari data sekunder baik

melalui kunjungan ke rumah kepala desa dimana kami tinggal, juga

berkunjung langsung ke rumah sasaran dari program untuk dapat melihat

secara nyata kondisi dan keadaan dari sasaran program. Pada minggu

pertama (berkisar tanggal 23-26 Juli) dilakukan di Desa Tuanggeo, hasil dari

pengkajian ini didapatkan tiga orang berkebutuhan khusus yang dapat

dijadikan sebagai sasaran dalam program. Dua dari tiga orang berkebutuhan

khusus sudah lanjut usia dan keseharian mereka disibukkan dengan kegiatan

berkebun dari pagi hingga petang. Sedangkan pada malam harinya dijadikan

sebagai waktu mereka untuk istirahat tidur. Hal ini yang membuat kelompok

cukup sulit untuk menerapkan program pada kedua orang berkebutuhan

khusus yang sudah lanjut usia tersebut. Sedangkan yang satunya lagi

bernama Monalisa, perempuan usia 14 tahun ini mengalami kelainan mental

atau dapat diklasifikasikan ke dalam tuna grahita. Pertemuan pada Monalisa

dilakukan dua kali yakni, pada hari sabtu, 25 Juni 2011 dan hari Senin, 27

Juni 2011. Dari hasil yang diperoleh kelompok dalam memberikan

pendidikan dan pelayanan khusus pada Monalisa, kelompok tidak

menemukan perubahan atau perkembangan. Hal ini dikarenakan kelainan

pada diri Mona yang sudah sangat parah sehingga dirasa oleh kelompok

cukup sulit untuk memperoleh hasil yang memuaskan dari pengaplikasian

program pada Monalisa. Selain itu, dikarenakan faktor keahlian dari setiap

anggota kelompok tidak ada yang berbasis pada penanganan anak

berkebutuhan khusus dan faktor waktu karena dalam menangani kasus

seperti Monalisa ini dibutuhkan pendampingan yang cukup lama dan waktu

yang sangat banyak. Sedangkan ada program-program K2N UI 2011 lainnya

yang harus dijalankan sehingga kelompok memilih untuk melanjutkan

assessment dan mencari orang berkebutuhan khusus lainnya.

Pada minggu kedua, pengkajian kembali dilakukan dengan tujuan

Desa terdekat dari Desa Tuanggeo (tempat tinggal kelompok) yakni Desa

Page 13: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 13

Rokirole. Dengan menggunakan metode yang sama, kelompok mendapatkan

kurang lebih 33 orang berkebutuhan khusus di Desa itu (data terlampir).

Dari hasil data assessment yang diperoleh dari Desa Rokirole, kelompok

mulai menentukan orang yang menjadi sasaran untuk memperoleh akses

program. Dari hasil assessment yang sudah dilakukan, akhirnya kelompok

memutuskan dengan menentukan orang yang menjadi sasaran dalam

program berupa 1 orang berkebutuhan khusus ditangani oleh 1 anggota

kelompok sehingga didapatkan 5 orang berkebutuhan khusus berdasarkan

jumlah anggota dalam kelompok. Untuk dapat melaksanakan dengan baik

antara program pendidikan dan pelayanan khusus dengan program rutin

yang sudah dibentuk selama di Pulau Palue, kelompok mulai membentuk

kesepakatan dan melakukan sinkronisasi jadwal. Dari hasil kesepakatan yang

diperoleh, waktu pendidikan dan pelayanan khusus dilakukan setiap hari

senin dan rabu. Kemudian untuk indikator orang yang menjadi sasaran

dalam program sebagai berikut :

Anak Usia 5-20 tahun yang berkebutuhan khusus seperti, tunarungu,

tunawicara, dan tunagrahita

Karena jumlah sumber daya manusia dalam kelompok dan waktu

pelaksanaan program yang terbatas, ditentukan penanganan hanya

kepada 5 ABK yang ada di Desa Rokirole.

Dalam pelaksanaan program pendidikan dan pelayanan khusus, di

pertemuan akhir pelaksanaan program pendidikan dan pelayanan khusus

masing-masing ABK yang ditangani dan diketahui oleh calon kader dari

masing-masing ABK kelompok akan

memberikan benda kenang-kenangan

berupa alat tulis seperti, Buku, pulpen,

pensil, spidol, penghapus, dan topi K2N

UI 2011 kepada kelima ABK berdasarkan

kesepakatan kelompok yang sudah

direncanakan untuk diberikan. Dan

adapun teknis pelaksanaan program di

lapangan untuk orang berkebutuhan

khusus yang menjadi sasaran dalam

program pendidikan dan pelayanan

khusus terdiri dari:

1. Laurensius Laju Pio

Laurensius Laju Pio atau sering

dipanggil dengan nama Laju adalah Gambar 2.1 Foto Diri Laurensius Lajupio (Sumber : doc. Kelompok rufus taku , 2011)

Page 14: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 14

anak 11 tahun yang kita layani. lahir di kampung Ngaruh, Dusun Cawalo,

Desa Rokirole. Laju tinggal bersama Neneknya sejak dia lahir.Orang tua Laju

pergi untuk merantau ke negeri Malaysia sebagai tenaga kerja upahan di

negeri tersebut.Sehingga Nampak jelas sekali Laju dan Neneknya memiliki

hubungan yang sangat dekat layaknya hubungan seorang ibu dan anaknya.

Selain itu orang-orang di lingkungan laju dapat menerima keadaan Laju, ini

terlihat dengan penerimaan yang hangat dari masyarakat sekitar Laju

selama proses pelaksanaan pendidikan dan pelayanan khusus. Berdasarkan

informasi yang didapatkan dari warga sekitar, kebutuhan khusus Laju telah

muncul sejak lahir .Observasi awal dilakukan oleh Anju Hasiholan dan

Margaretha Quina di desa Rokirole. Anggota kelompok mendatangi kantor

kepala desa Rokirole. Data yang

didapatkan anggota kelompok sangat

mengejutkan dikarenakan Orang

Berkebutuhan Khusus yang tinggal di

desa Rokirole berjumlah 33 orang yang

terdiri dari berbagai usia. Dari hasil

assessment yang dilakukan usia

termuda yang didapatkan adalah tujuh

tahun dan yang tertua adalah 50an

tahun. Karena target awal yang akan

dilayani adalah anak berkebutuhan

khusus dengan rentangan usia 6 sampai

18 tahun, dilakukan observasi lanjutan

dengan mengobservasi anak

berkebutuhan khusus dari usia anak

yang telah tentukan. Metode

observasi yang dilakukan adalah

kelompok dengan mendapatkan data

dari orang-orang yang ada di

lingkungan sekitar Laju Pio yang

dilakukan pada hari Rabu tanggal 29

Juni 2011. Dari hasil observasi awal didapatkan bahwasannya Laju Pio

memiliki keterbutuhan khusus berupa retardasi mental atau tuna

grahita.Tunagrahita merupakan kata lain dari retardasi mental yang berarti

keterbelakangan mental. Suatu batasan yang dikemukakan oleh AAMR

(American Association Mental Retardation) menjelaskan bahwa

keterbelakangan mental menunjukan adanya keterbatasan yang signifikan

dalam berfungsi, baik secara intelektual maupun prilaku adaktif yang

Gambar 2.2 Laju Pio dan neneknya (Sumber : doc. Kelompok Rufus Taku Sanu,2011)

Page 15: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 15

terwujud melalui kemampuan adatif konseptual, sosial, dan praktikal.

Keadaan ini muncul sebelum usia 18 tahun5.

Ada dua poin penting dalam pernyataan tersebut yaitu bahwa

keterbelakangan mental mencangkup tidak hanya fungsi intelektual

melainkan juga tingkah laku adaptif, Serta bagaimana keduanya masih dapat

dikembangkan pada seseorang dengan keterbelakangan mental.Perlu

diketahui juga, bahwa fungsi intelektual ditentukan melalui tes intelegensi

yang menunjukan pada kemampuan yang berhubungan dengan kinerja

konseptual, sosial, dan praktikal yang dipelajari seseorang untuk dapat

berfungsi dalam kehidupannya sehari-hari6. Sebagaimana ketunaan yang

lain, para ahli juga mengklasifikasikan anak tunagrahita berdasarkan tingkat

keparahan masalahnya.

The American Phychological Association (APA), misalnya, membuat

klasifikasi anak tunagrahita yaitu ringan, sedang, berat, dan sangat berat7.

Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tingkat kecerdasan yaitu untuk anak

tunagrahita digolongkan kedalam Ringanmemiliki rentangan IQ 55-70,

Menengah 40-55, Berat 22-40, dan Sangat Berat di bawah 25. Dalam

perkembangannya, penggolongan tidak berdasarkan sekor IQ saja tetapi juga

berdasarkan seberapa besar dukungan/bimbingan yang diperlukan oleh

anak tunagrahita. Tampaknya klasifikasi ini dianggap lebih berarti bagi anak

tunagrahita, karena anak yang mengalami keterbelakangan mental ternyata

dapat menunjukan beberapa kemajuan melalui dukungan maupun

bimbingan yang tepat. Berdasarkan beberapa klasifikasi, tampak bahwa

semakin rendah tingkat kecerdasan anak tunagrahita, maka bimbingan

maupun pendampingan yang diperlukan juga semakin besar.

Dari hasil observasi dan berdasarkan penggolongan tadi walaupun

tidak dilakukan pengukuran IQ secara kuantitatif namun dengan

mengunakan ciri-ciri yang dilihat dari Laju, ia dapat digolongan kedalam

kelasmenengah. Anak-anak golongan menengah menampakan kelainan fisik

yang merupakan gejala bawaan, namun kelainan fisik tersebut tidak seberat

yang dialami anak-anak pada kategori beratdansangat berat. Seringkali

mereka juga mereka memiliki koordinasi fisik yang buruk dan akan

mengalami masalah banyak di situasi social.8 Mereka juga menampakan

5Hallahan D.P dan Kauffman, J.M, Exceptional children : Introduction to special education. 6 th Ed, (Boston : Allyn & Bacon, 1994), hal 76.

6Hallahan D.P. dan Kauffman J.M, Exeptional learner : An introduction to special education. 10 th Ed. (USA : Pearson Education, Inc, 2006), hal 136.

7Hallahan D.P. dan Kauffman J.M, Ibid., hal 137.

8Hallahan D.P dan Kauffman, Op.cit., hal 76.

Page 16: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 16

adanya gangguan pada fungsi bicaranya. Defisit yang dialami anak

tunagrahita mencangkup beberapa area utama yaitu atensi (perhatian)

sangat diperlukan dalam proses belajar. Dari keterangan literatur

diatasseperti kebanyakan anak Tunagrahita diikuti dengan cacat fisik seperti

terhambatnya perkembangan tangan dan kaki serta penampakkan wajah

tidak simetris dan sering kali mengeluarkan air liur. Dari komunikasi awal

didapatkan hasil yang cukup baik. Laju dapat berkomunikasi dengan baik

dandapat dengan dua arah, namun karena Laju hanya dapat berkomunikasi

dengan bahasa Palue (bahasa daerah) setempatdikarenakan Lajutidak dapat

berbahasa Indonesia. Komunikasi kebanyakan dibantu oleh orang-orang

disekitar Laju seperti tante, nenek dan ibu-ibu penenun kain yang ada

disekitaran rumah Laju. Berdasarkan literaturkaraktersistik anak cacat

mental menegah adalah mereka digolongkan sebagai anak yang mampu latih,

dimana dapat dilatih untuk beberapa keterampilaan tertentu. Meski sering

kali berespon lama terhadap pendidikan dan pelatihan tertentu, jika diberi

kesempatan pendidikan yang sesuai Laju Pio dapat dididik untuk melakukan

pekerjaan yang membutuhkan kemampuan-kemampuan tertentu.9 Laju Pio

dapat dilatih untuk mengurus dirinya serta dilatih beberapa kemampuan

membaca (melafalkan alphabet A, B, dan C) dan menulis sederhana seperti

membuat garis dan pola tertentu.Mereka memiliki kekurangan dalam

kemampuan untuk mengingat, menggeneralisasi, bahasa, konseptual, dan

kreativitas, sehingga perlu diberikan tugas yang sederhana singkat,

berurutan, dan dibuat untuk keberhasilan mereka.10

Adapun

pelaksanaan program

dilakukan sebanyak enam

kali pertemuan pada hari

Senin dan Rabu yaitu pada

tanggal 4 Juli 2011, 6 Juli

2011, 11 Juli 2011, 13 Juli

2011, 18 Juli 2011 dan 21

Juli 2011.

Senin, 4 Juli 2011

Pertemuan pertama

dan Pendidikan dan

Pelayanan Khusus bagi

9Hasson & Aller,Journal of Shellfish research.(Chicago : University of Chicago, 1992), hal 165.

10Hasson & Aller, Ibid., hal 166.

Gambar 2.3 Buku pelajaran dan coretan-coretan Laju Pio dalam proses pembelajaran

(Sumber : doc. Kelompok Rufus Taku Sanu, 2011)

Page 17: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 17

Laju dilakukan pada pukul 10.00 sampai 12.00 WITA.Pendidikan pertama

yang dilakukan adalah melakukan assessment lanjutan dan membuat

komunikasi awalan yang baik dengan laju pio.Metode pendidikan yang

digunakan adalah belajar sambil bermain. Dengan pembelajaran ini

diharapkan tujuan dari pendidikan khusus ini dapat tercapai dan mengingat

anak dengan berkebutuhan khusus yang dilayani menurut literatur memiliki

konsentrasi belajar yang rendah sehingga jika diterapkan pembelajaran

anak-anak normal lainya sepertinya akan sangat sulit diterima oleh peserta

didik. Pada pertemuan pertama ini juga melakukan assessment lanjutan

untuk mengetahui metode pembelajaran apa yang dapat diterapkan kepada

Laju, tentunya disesuaikan dengan kapasitas guru yang mendampingi.

Rabu, 6 Juli 2011

Pada pertemuan kedua ini pendidikan yang dilakukan kepada Laju

adalah Membuat garis lurus, lengkung, lingkaran, segitiga dan segi

panjang.Selain itu pada pertemuan ini juga diperkenalkan huruf A, B, C, D, E,

O, dan I serta melatih gerakan tangan dengan tujuan untuk meningkatan

kemampuan motorik Laju. Pertemuan kedua ini dilakukan selama 2 jam dan

dibagi menjadi beberapa sesi, mengingat konsentrasi Laju rata-rata hanya

bertahan selama 15 menit. Dari evaluasi yang didapatkan untuk

pembelajaran hari ini dapat dikatakan bahwasannya Laju belum mengenal

huruf-huruf dasar diatas serta dalam membuat garis lurus masih mengalami

kesulitan, namun daya tangkap Laju lumayan baik, dia dapat mengulang

huruf maupun garis yang telah

dikatakan sebelumnya.Dalam

pembelajaran juga diselingi dengan

nyanyian atau musik-musik

sederhana yang dihasilkan dari

benda-benda sekitar seperti kayu,

besi, atau suara dari handphone.Dari

sini diketahui Laju dapat dibantu

dengan stimulus musik atau lagu

sehingga dapat meningkatkan

konsentrasi dalam mengikuti

pembelajaran.

Senin, 11 Juli 2011

Pada pertemuan ketiga ini

direncanakan akan melanjutkan

pembelajaran yang telah dilakukan.

Kali ini Laju pio hanya dilayani oleh

satu guru, tidak seperti biasa

Gambar 2.4 Laju Pio dimandikan oleh anggota kelompok

(Sumber : doc. Kelompok Rufus Taku Sanu, 2011)

Page 18: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 18

dikarenakan salah satu guru berhalangan hadir.Kegiatan pertama yang

dilakukan adalah melakukan kebersihan diri yaitu mandi.Laju untuk kegiatan

ini harus dibantu karena secara fisik sulit untuk melakukannya

sendiri.Selanjutnya dilanjutkan dengan pembelajaran huruf dan membuat

garis, melanjutkan pertemuan yang terdahulu serta melakukan gerakan

senam tangan untuk meningkatkan kemampuan motorik.Pada pertemuan ini

juga telah tampak kemampuan motorik Laju semakin baik dengan ditandai

dengan kemampuan laju dalam membuat garis lurus dan bentuk sederhana

semakin baik. Karena dalam pendidikan dan pelayanan khusus dialokasikan

hanya dua kali dalam seminggu, sehingga untuk itu peranan orang-orang

disekitar laju untuk melatih gerakan tangan dan latihan mengenal huruf agar

dilakukan setiap hari sehingga dapat mempercepat dan mendukung proses

pembelajaran. Namun dalam pertemuan ini dipertengahan proses

pembelajaran, tiba-tiba Laju enggan untuk melanjutkan pembelajaran. Telah

dilakukan berbagai macam cara agar laju dapat melanjutkan pembelajaran,

namun tepat saja, Laju enggan untuk melanjutkan proses pembelajaran. Dari

evaluasi pembelaran ini Pendidik merasa kesulitan dalam menjaga

konsentrasi belajar Laju yang mudah sekali terpecah, terutama dalam

memberikan arahan bahan ajar, apa lagi dalam pertemuan sebelumnya laju

dilayani oleh dua orang guru. Untuk evaluasi hari ini laju sebaiknnya dilayani

oleh dua guru untuk menjaga konsentrasi Laju agar tidak mudah terpecah

dan memberikan arahan pembelajaran.

Rabu, 13 Juli 2011

Pada pertemuan

selanjutnya dilakukan

kegiatan alphabet, latihan

motorik dan pengenalan

akan lingkungan sekitar.

Pada kegiatan alphabet

pendidik merasa sangat

senang karena terdapat

kemajuan yang cukup baik

dari Laju sendiri, dia dapat

mengingat huruf dari A

sampai E, kemampuan

motoriknya juga

berkembang dengan baik,

perkembangan ini

ditandai dengan Laju dapat

membuat garis lurus secara konstan dan konsisten serta membuat bentuk

Gambar 2.5 Laju Pio sedang berlatih motorik bersama anggota kelompok (Sumber : doc. Kelompok Rufus Taku Sanu, 2011)

Page 19: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 19

yang sederhana. Perkembangan ini terjadi karena ada bantuan dari nenek

dan orang sekitar untuk melakukan kegiatan yang kita lakukan seperti

mengajarkan huruf A sampai E dan melakukan senam tangan, yang kita

rasakan saya berperan dalam kemajuan kemampuan dari Laju. Pembelajaran

selanjutnya dilakukan pembelajaran pengenalan lingkungan seperti kita

membawa alat atau benda peraga, video, dan gambar sehingga laju dapat

mengetahui nama-nama benda yang terdapat di lingkungannya.Benda-benda

itu seperti hewan-hewan, batu,bunga, gunung, lautan, dll. Kita berharap

dengan kita melakukan kegiatan diatas dapat meningkatkan sense dari Laju

akan lingkungan sekitarnya dan diharapkan dapat meningkatkan kemajuan

dari pendidikan khusus ini. Secara umum dari evaluasi hari ini terjadi

kemajuan yang berarti dan ini membuat kita sebagai guru menjadi sangat

senang dan berharap dengan adanya program pelayanan khusus ini dapat

berguna untuk Laju kelak.

Senin, 18 Juli 2011

Pertemuan ini merupakan pertemuan terakhir kegiatan pembelajaran

untuk Laju pio mengingat peserta K2N UI Palue harus meninggalkan pulau

Palue pada tanggal 22 Juli.Pertemuan ini menitik beratkan pada pelatihan

Kaderisasi yang telah ditetapkan

sebelumnya yaitu nenek dan orang-orang

disekitar Laju Pio.Kelompok Pendidikan

dan Pelayanan Khusus memberikan

pelatihan bagaimana mengajarkan Laju

dengan berbagai media yang efektif dan

sederhana sehingga pendidikan Laju

tidak terhenti setelah kepergian kami

dari Pulau Palue.Dalam pertemuan ini

juga kita memberikan semangat kepada

orang-orang disekitar Laju bahwasannya

kesempatan Laju untuk sukses sangat

terbuka luas, karena banyak orang-orang

yang memiliki keterbatasan fisik dan

mental dapat eksis dan memberikan

teladan kepada orang banyak. Dalam

pembelajaran ini juga dilakukan

pengulangan bahan ajar yang diberikan

kepada Laju Pio.

Kamis, 21 Juli 2011

Hari ini merupakan kunjungan terakhir ke rumah Laju Pio. Hal yang

dilakukan adalah pesan terkhir kepada Laju dan Kader (Nenek Laju) dan

Gambar 2.6 Buku pelajaran dan isinya yang dibuat oleh Laju Pio

(Sumber : doc. Kelompok Rufus Taku Sanu ,2011)

Page 20: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 20

pemberian kenang-kenangan.Kenangan indah yang telah terjadi serta

pembelajaran yang telah dirasakan semoga dapat dijadikan sebagai

pembelajaran dalam hidup agar menjadi manusia yang lebih dewasa dan

terbaik.

2. Yosep Andriano Lengga

Laki-laki kecil bernama lengkap Yosep Andriano Lengga, biasa

dipanggil dengan nama belakangnya

Lengga. Lengga berusia delapan

tahun. Ia anak pertama dari dua

bersaudara dari pasangan Marselus

Pio dan Vinsensia Paku. Pio dan

Paku adalah nama fam atau

keluarga dari kedua orangtuanya.

Keluarga itu tinggal di Dusun

Cawalo, Desa Rokirole. Lengga

tinggal bersama ibu, seorang adik

laki-laki, juga neneknya. Mereka

tinggal di rumah sederhana yang

berdindingkan bambu dan berlantai

tanah. Jumlah air di rumah keluarga

itu amat sedikit. Kegiatan mandi

tidak dilakukan sering-sering,

terutama paska gempa Gunung

Rokatenda yang baru saja meletus

pada Juni 2011 lalu yang

menyebabkan banyak bak PAH

(Penampung Air Hujan) yang retak

atau bocor.

Ayah Lengga (Marselius Pio) bekerja sebagai TKI di Malaysia. Keluarga

itu ereka hidup rukun dan saling membantu dengan tetangga sekitar yang

juga merupakan bagian dari keluarga besarnya. Diantara tetangganya itu

antara lain ada bibi, paman, nenek, dan sepupu-sepupu Lengga.

Lengga bersekolah di SDK Cawalo dan baru saja naik ke kelas dua.

Secara sekilas Lengga terlihat normal seperti anak-anak SDK lainnya. Namun

bila diperhatikan lebih seksama, akan ditemukan bahwa Lengga memiliki

wajah yang asimetris terutama pada wajah sebelah kanan dan matanya.

Ekspresi wajahnya cenderung datar namun kontak mata tetap terjaga. Fungsi

Gambar 2.7 Foto diri Lengga

(Sumber : doc. Kelompok Rufus Taku Sanu, 2011)

Page 21: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 21

tubuh sebelah kanannya juga kurang maksimal, seperti pandangan mata

sebelah kanannya yang agak kabur, juga tangan kanannya yang kurang

lincah, meski begitu Lengga masih dominan menggunakannya. Kondisi

lainnya adalah Lengga memiliki enam jari pada kaki kanannya yang dalam

istilah kedokteran disebut sebagai polydactyls.11 Berdasarkan keterangan

keluarga, keadaan Lengga seperti itu sudah terjadi sejak lahir. Keluarga

belum mengetahui kejadian atau penyebab selainnya.

Dilihat dari kemampuan sosialnya, Lengga adalah seorang anak yang

pemalu seperti kebanyakan anak-anak Palu’e lainnya. Jika bertemu dengan

orang asing atau yang baru dikenalnya Lengga cenderung pendiam. Lengga

memiliki hobi bernyanyi dan lagu favoritnya adalah kasih ibu. Di sekolah

Lengga termasuk anak yang jago berolah raga, terutama sepak bola. Lengga

juga sering melakukannya dengan teman-teman sepermainannya di rumah.

Nilai olah raga Lengga

di kelas, termasuk

diatas rata-rata.

Kedekatan

Lengga dengan ibu dan

adiknya amat baik.

Lengga sering

menceritakan

aktivitasnya sehari-

hari dengan ibunya.

Lengga mampu

mengolah emosinya

dengan baik.

Hubungan dengan

teman-temannya

berlangsung dengan

baik. Mereka selalu

bermain bersama-sama dan tidak ada diskriminasi yang dirasakan karena

kekurangannya itu. Kelompok melihat bahwa anak-anak di Palu’e cenderung

rukun, jarang sekali terlihat perselisihan kecil antara satu dengan lainnya.

Hal ini boleh jadi disebabkan mereka memiliki hubungan kekerabatan yang

dekat sehingga nilai-nilai kerukunan yang diturunkan oleh orangtua mereka

terasa kuat.

11 “Bayi Laki-laki Lahir Dengan 24 Jari”, http://tempointeraktif.com/hg/luarnegeri/ 2009/02/05/brk,20090205-158692,id.html (5 Februari 2009, 20.50 WIB)

Gambar 2.8 Lengga dan temannya pada saat diminta membacakan puisi di depan kelas

(Sumber : doc. Kelompok Rufus Taku Sanu, 2011)

Page 22: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 22

Kekhasan family atau hubungan

keluarga dalam memperlakukan Lengga bisa

dikatakan sangat baik. Tidak hanya ibu

Lengga yang sebagai wali namun juga

keluarga besar berperan aktif dalam

membantu, seperti bibi yang mengajarinya

membaca, menulis, berhitung, juga sepupu-

sepupu seusia yang yang menemani dan

mengajaknya bermain bersama-sama. Bisa

dikatakan nilai-nilai kerukunan dan tolong

menolong sangat terasa sebagai kekhasan

keluarga atau hubungan family ini.

Secara umum, pandangan positif

masyarakat di Palu’e terhadap anak-anak

berkebutuhan khusus masih kurang. Hal

ini disebabkan pengetahuan warga yang

masih sangat minim, sebagai contoh anak yang memiliki penyakit epilepsi

juga dikategorikan sebagai anak-anak berkebutuhan khusus sehingga anak

itu tidak terlalu diperhatikan pendidikannya. Beruntungnya untuk kasus

Lengga tidak terjadi seperti itu. Bisa dikatakan kekhasan nilai-nilai positif

dalam hubungan keluarga atau family mengatasi hal tersebut.

Selain halnya dari keluarga, lingkungan sekolah pun sangat

membantu. Lengga memiliki guru yang amat memahami dan mendukung

kegiatan belajar-mengajar yang dibutuhkan di sekolah. Begitu juga sosialisasi

Lengga dengan teman-teman di sekolah yang berjalan dengan baik. Oleh

karena itu, dari sekolahnya kelompok mendapat laporan bahwa Lengga

tergolong anak yang tidak mengalami masalah di kelas, meski Lengga

digolongkan sebagai anak berkebutuhan khusus oleh masyarakat awam.

Pengkajian terhadap Lengga dilakukan oleh Margaretha Quina dan

Anju Hasiholan D.P. pada tanggal 27 Juni 2011. Sementara anggota tim lain

dibagi untuk pengkajian kepada ABK lainnya. Dari proses tersebut selain

Lengga ditemukan 33 ABK lainnya di Desa Rokirole.

Acara pembukaan rumah kreatif 30 Juni 2011 adalah kesempatan

pertama untuk mengenal sosok Lengga dan mengetahui kemampuannya. Dwi

Susilo mengenalkan Lengga kepada Risa Rizania untuk yang pertama kali.

Dari situlah kemudian Risa Rizania mulai mengakrabkan diri dengan Lengga.

Gambar 2.9 Saat pertemuan pertama di Rumah Kreatif

(Sumber : doc.Pribadi Nathaly Endah Ziletta, 2011)

Page 23: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 23

Pada perkenalan ini anggota kelompok memperhatikan Lengga.

Secara sekilas, Lengga yang pada saat itu hadir di rumah kreatif dengan

penampilan yang bersih dan rapi terlihat seperti anak-anak normal lainnya.

Namun, bila diperhatikan lebih dekat akan tampak wajahnya yang asimetris.

Lengga amat pendiam ketika itu dan agak sulit untuk mengajaknya berbicara.

Bukannya Lengga tidak bisa

berbicara, hanya saja ia

seperti enggan, mungkin

baginya masih terasa asing.

Untuk mengetahui

kemampuan yang telah

dimiliki oleh Lengga,

anggota kelompok

mengajaknya untuk menulis

dan membaca, dan Lengga

tidak menolaknya. Setelah

itu anggota kelompok

meminta Lengga untuk

menuliskan namanya, dari

situ diketahui bahwa

ternyata ia sudah bisa

menulis meskipun pada

beberapa huruf seperti

huruf “e” dan huruf “g” ia memiliki proyeksi yang terbalik. Kemudian Lengga

diberi sebuah buku cerita anak-anak yang berjudul “Perjalanan Para Lobster”

dan meminta ia untuk membaca judulnya. Ia berusaha keras untuk

membacanya, meskipun lama dan terbata-bata tapi hal itu cukup

menyimpulkan bahwa Lengga telah mengenal huruf dan memperoleh

pendidikan atau latihan yang pada pikiran anggota saat itu entah dari orang

tua, teman, atau keluarganya. Selanjutnya, usai kebersamaan Risa Rizania

dengan Lengga, Dwi Susilo menambahkan informasi bahwa ternyata Lengga

memang di sekolahkan oleh orang tuanya dan saat ini ia baru saja menaiki

kelas dua SDK.

Pada rapat kelompok selanjutnya didiskusikan ABK mana yang akan

ditangani oleh seluruh anggota kelompok dan siapa yang akan bertanggung

jawab terhadap ABK tersebut. Untuk Lengga tanggung jawab pelayanan

dipegang oleh Risa Riza

Senin, 4 Juli 2011

Menjadi kali pertama Risa Rizania selaku perwakilan tim dan

penanggung jawab terhadap pelayanan khusus untuk Lengga mengunjungi

Gambar 2.10 Belajar membaca buku di rumah Lengga ( Sumber : doc. Kelompok Rufus Taku Sanu, 2011)

Page 24: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 24

rumah. Setelah minggu sebelumnya anggota kelompok melakukan

pengkajian untuk menentukan ABK yang akan fokus untuk ditangani. Pada

hari itu anggota kelompok melakukan pengamatan lebih mendalam tentang

Lengga termasuk juga wawancara dengan ibunya.

Dari hasil wawancara dan pengamatan itu ditemukan bahwa Lengga

mengalami masalah pada tubuh bagian kanannya. Lengga memiliki enam jari

pada kaki kanannya. Wajahnya asimetris dan hal itu nampak jelas pada

matanya. Meski begitu Lengga masih mampu menulis dengan tangan

kanannya.

Dari kemampuannya, Lengga sesungguhnya bisa membaca meski

masih sulit dalam melafalkannya. Saat membuat tulisan terdapat beberapa

huruf yang proyeksinya masih terbalik. Nilai rata-rata rapotnya di sekolah

cukup baik.

Melihat kemampuan sosialnya, Lengga sesungguhnya adalah anak

yang pemalu. Lengga amat dekat dengan ibu dan adiknya, sedangkan

ayahnya bekerja di Malaysia. Lengga sering menceritakan aktivitas sehari-

hari kepada ibunya. Dengan teman-teman, ia cukup akrab dan berteman

dengan baik namun masih sulit untuk beradaptasi dengan orang-orang baru.

Lengga suka menyanyi. Ia juga mampu mengungkapkan emosinya dengan

baik. “kalo bermain dengan teman, Lengga memang lebih sering mengalah.”

Menurut pengakuan Pepet Tuanoko, guru kelas 1 Lengga di sekolah.

Untuk proses belajarnya, selain dibantu oleh Ibu, Lengga juga sering

dibantu oleh tetangga yang juga masih dalam ikatan saudara dengannya

(bibi). Mereka inilah yang kemudian kelompok pendidikan dan pelayanan

khusus harapkan sebagai kader untuk terus membimbing Lengga. “Mata

sebelah kanannya kabur-kabur. Kalau menulis, tangannya lamban.” Ibu Pepet

yang akrab dengan panggilan Ibu Pet, menerangkan kesulitan Lengga belajar

di kelas. Informasi ini diperoleh melalui wawancara pada kesempatan lain.

“Biasanya dia dan beberapa teman yang masih ketinggalan, saya beri

perhatian khusus. Saya beri pelajaran tambahan tiap sore atau sepulang

sekolah.” Ibu Pet menjelaskan metode yang digunakan terhadap murid-

muridnya. “Namun secara keseluruhan Lengga mampu belajar di kelas.

Makanya ia saya naikkan ke kelas dua, padahal teman-temannya yang lain ada

yang tidak naik kelas. Kalau memang menurut saya Lengga tidak mampu, saya

tidak ingin memaksakan ia untuk naik kelas.” Ibu Pet menegaskan. “Saya yakin

dia akan sukses nantinya.”

Page 25: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 25

Pada pertemuan pertama di rumahnya ini, anggota kelompok juga

memonitor kemampuan menulis Lengga dimana pada saat berkenalan di

rumah kreatif ia diajari menulis namanya dengan baik. Hasilnya, ia mampu

menuliskan namanya dengan benar. Selanjutnya anggota kelompok

mengajaknya membaca namun ia hanya bertahan selama setengah jam saja.

Selanjutnya ia terlihat bosan.

Kemudian anggota kelompok memberikan tugas sebagai PR yang

harus ia kerjakan. Anggota kelompok memintanya menulis kalimat “saya

sangat suka membaca” satu halaman penuh buku tulis bergaris. Tak lupa

anggota kelompok meminjami Lengga buku tulis, penghapus, pensil, dan

buku cerita bergambar “Si Tangan Tak Berkuman” sebagai bahan bacaannya

untuk waktu senggang.

Selama proses ini berlangsung, Lengga masih terkesan menutup diri

dengan kehadiran anggota kelompok. Hal itu bukan masalah, target anggota

kelompok saat itu adalah

perkenalan pada Lengga

tentang apa yang akan

diajarkan padanya. Ketika

anggota kelompok mengajak

adiknya bercanda, terlihat

respon riang pada wajah

Lengga. Pada akhirnya

Lengga memperlihatkan

senyumnya yang pertama

kali hingga anggota

kelompok merasa

memperoleh peluang

kesempatan dan

penerimaan darinya. Tak

lama setelah itu anggota

kelompok pamit dan

berjanji untuk kembali pada

hari rabu.

Rabu, 6 Juli 2011

Seperti pertemuan

sebelumnya, anggota

kelompok disambut oleh

Ibu Lengga. Anggota

kelompok menagih tugas

yang senin kemarin

Gambar 2.11 Nilai raport Lengga

(Sumber : doc.Kelompok Rufus Taku Sanu, 2011)

Page 26: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 26

diberikan. Ternyata, Lengga mengerjakan dengan baik tugas menulis. Ia

menuliskan kalimat “saya sangat suka membaca” satu halaman penuh.

Sebagai penghargaan atas usahanya, anggota kelompok menghadiahi Lengga

minuman kemasan. Ia menyukainya. Hampir setiap pertemuan tiap anggota

kelompok membawa makanan ringan seperti biskuit terkadang juga

minuman kemasan sebagai selingan untuk menjaga semangat dan fokus

belajar.

Kemudian anggota kelompok memberikan Lengga empat buah spidol

berwarna merah, hijau, merah muda, dan ungu. Lengga diminta untuk

menggambar menggambar rumah dan ia melakukannya dengan baik. Bahkan

ia juga menambahkan pot bunga di samping gambar rumah dan menamainya

dengan “taman bunga”. Lengga berkonsentrasi menggambar rumah itu

selama 17 menit dari pukul 10.18 s.d. 10.35 WITA.

Selesai menggambar, kegiatan dilanjutkan dengan membaca puisi

yang ditulis dan dibukukan oleh peserta K2N tahun lalu. Lengga diminta

mendengarkan dan mengikuti ejaannya. Lengga melakukannya cukup baik

dengan sedikit terbata-bata. Anggota kelompok menulis puisi itu dibuku PR

Lengga dan meminta ia membaca puisi itu ketika nanti ia belajar sendiri.

Pada pertemuan

selanjutnya Lengga

diminta untuk

membaca puisi

tersebut dan ia

menyanggupinya.

Untuk melihat

peningkatan

kepercayaan diri

Lengga, ia diminta

untuk menyanyikan

lagu. Pada pertemuan

sebelumnya Lengga

menolak permintaan

ini. Namun kali ini

Lengga mau bernyanyi

tanpa ada kesulitan

sama sekali

memintanya. Ia

menyanyi dengan

keras dua buah lagu

berjudul “kasih ibu”

Gambar 2.12 Tulisan Lengga dalam proses pembelajaran yang menunjukkan kedekatannya dengan Sang Ibu

(Sumber : doc. Kelompok Rufus Taku Sanu, 2011)

Page 27: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 27

yang merupakan lagu favoritnya dan lagu “anjing menggonggong”. Anggota

kelompok menawarkan Lengga apabila ada kesempatan untuk tampil

menyanyikan lagu di depan bersama-sama, apakah ia mau? Dan Lengga

menjawab tawaran itu dengan sebuah anggukan. Anggota kelompok

berharap agar Lengga benar-benar mau melakukannya nanti.

Selanjutnya, anggota kelompok meraih buku “si tangan tak berkuman”

yang kemarin dipinjamkan kepada Lengga. Ia mengaku bahwa ia sudah

membaca dua halaman dari buku bergambar itu. Mengetahui hal ini tidaklah

mudah karena anggota kelompok berkomunikasi secara bertahap dan

perlahan dengan Lengga yang memang sedikit berbicara. Hal ini ditangkap

ini dari perilakunya dan potongan-potongan kata yang dikeluarkan olehnya

hingga membentuk kesimpulan sebuah kalimat yang mengandung makna

dan arti. Untuk membuktikan perkataannya, anggota kelompok menanyakan

ini kepada ibunya dan beliau membenarkan.

Anggota kelompok meminta Lengga melanjutkan buku itu untuk

dibaca. Anggota kelompok mendengar dan memperbaiki ejaannya yang

masih salah. Dalam usahanya kali ini, Lengga bertahan cukup lama. Nyaris

satu jam saya menemani Lengga membaca, dari pukul 10.35 s.d. 11.21 WITA

dari halaman tiga sampai dengan halaman enam.

Lengga terlihat jenuh membaca ketika para tetangga berdatangan dan

berkumpul di depan pintu rumah. Mereka memperhatikan dan melihat

Lengga yang sedang membaca. Lengga dan anggota kelompok menjadi bahan

tontonan. Inilah salah satu tantangan buat seluruh anggota kelompok ketika

melakukan pelayanan untuk anak-anak ABK. Rasa penasaran warga cukup

merepotkan anggota kelompok ketika mendampingi anak-anak didik. Anak-

anak didik ini menjadi kehilangan konsentrasi. Kelompok menghimbau dan

meminta pengertian kepada warga yang menonton untuk menghentikan

tontonannya. Bersyukur para warga berhenti dan bubar setelah dijelaskan,

namun tidak lama setelah itu mereka datang lagi, kembali menonton.

Kembali pada deskripsi awal, anggota kelompok masih meminta

Lengga untuk bertahan. Sebagai pengalih kejenuhannya, anggota kelompok

mengganti materi dengan mengajaknya berhitung. Tercatat bahwa Lengga

sudah bisa menghitung angka mulai dari satu hingga seratus ke atas. Untuk

kemampuan matematikanya, ternyata Lengga baru menguasai penjumlahan

satuan. Anggota kelompok memberikan lima soal matematika, dari kelima

soal tersebut ia berhasil menjawab tiga soal dengan benar.

Sebelum pamit, anggota kelompok memberi PR dan tugas untuk

Lengga. Diantaranya, sepuluh soal berhitung, kemudian Lengga juga diminta

untuk melanjutkan bacaan “si tangan tak berkuman” dan membaca lagi puisi

Page 28: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 28

yang telah ditulis di bukunya agar memperlancar kemampuan membacanya.

Serta menulis kalimat “aku sangat gemar menulis” sebanyak dua halaman.

Tugas yang diberikan kali ini memang banyak, mengingat jeda untuk

pertemuan selanjutnya yang cukup lama.

Seperti inilah cara yang diterapkan kepada Lengga. Menemani

membaca, menulis, berhitung, dan bernyanyi dari satu pertemuan ke

pertemuan lainnya. Untuk kegiatan mengajar ini biasanya anggota kelompok

hanya ditinggal berdua oleh Lengga untuk menjaga fokus perhatian.

Terkadang terfikir bahwa apa dilakukan ini lebih mirip dengan tugas guru

privat dibandingkan dengan relawan pendidikan khusus. Tidak ada yang

khusus dari metode atau trik yang ditawarkan dalam kasus Lengga. Anggota

kelompok dalam hal ini lebih menawarkan semangat yang ditularkan kepada

Lengga dan orang-orang disekitarnya.

Senin, 11 Juli 2011

Anggota kelompok tiba dirumah Lengga sembari membuka obrolan

ringan dengan Ibu Lengga sebelum memulai aktivitas seperti biasa.

Kemudian anggota kelompok memeriksa tugas yang sebelumnya diberikan

seperti pada biasa. Hasilnya mengecewakan. Lengga tidak sepenuhnya

melakukan perintah yang diberikan. Ia hanya mengerjakan satu dari dua

halaman tugas menulis yang diberikan. Ia memang mengerjakan sepuluh soal

matematikanya, namun diragukan apakah ia mengerjakan sendiri ataukah

dibantu orang lain, misal: ibunya? Selain itu Lengga juga tidak membaca

sama sekali bacaan yang diberikan, entah itu puisi yang dicatat dibukunya

ataupun buku cerita bergambar “Si Tangan Tak Berkuman” dan “Ada Sampah

di Sekolah”. Pada pertemuan kali ini terjadi penurunan. Satu lagi informasi

tambahan, semangat belajar anak itu naik-turun.

Anggota kelompok segera memberikan materi pertama. Lengga diajak

untuk menggambar laut, tapi itu masih sulit olehnya. Kemudian Lengga

dibebaskan Lengga untuk menggambar apapun, sebagai gantinya ia membuat

garis dan bidang yang ia ikuti dari penggaris busur yang ia miliki. Setelah

menggambar, dilanjutkan dengan membaca. Kegiatan membaca masih

menggunakan buku yang sama “Si Tangan Tak Berkuman” yang dibaca dari

halaman tujuh hingga halaman sepuluh. Lengga membaca dari pukul 11.31

sampai dengan 12.00 WITA.

Setelah menggambar dan membaca, selanjutnya anggota kelompok

mengajak Lengga untuk bernyanyi tapi Lengga hanya diam. Anggota

kelompok menyadari Lengga kurang bergairah untuk belajar pada

pertemuan ini. Selanjutnya Lengga ditugaskan untuk menulis dan berhitung

itu pun sebagai PR. Anggota kelompok agak kewalahan hari ini menghadapi

Page 29: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 29

lemahnya semangat Lengga. Anak itu emosi dan semangatnya sering naik-

turun.

Rabu, 13 Juli 2011

Anggota kelompok mempersiapkan rencana berbeda pada pertemuan

kali ini. Ketimbang mendampingi Lengga, anggota kelompok ingin lebih

banyak lagi memperoleh informasi, tentang emosi seorang Lenggga,

bagaimana mereka mengolah dan menjaganya. Hal ini mengingat rententan

kejadian di tiap pertemuan yang menjadi salah satu masalah mendasar untuk

menghadapi Lengga. Informasi ini diharapkan tidak hanya dari keluarganya,

tapi juga dari sekolahnya. Rencana ini menjadi penting terkait program

kaderisasi. Tidak lama lagi waktu yang kelompok miliki untuk berada di

pulau ini. Anggota kelompok ingin mengumpulkan sebanyak-banyaknya

pengetahuan tentang Lengga, mungkin ada yang masih terlewatkan.

Berdasarkan informasi, SDKK Tomu di Tuanggeo hari ini telah aktif

untuk kegiatan belajar-mengajar dimana sebelumnya mereka sedang dalam

masa libur kenaikan kelas. Hal inilah yang kelompok jadikan patokan bahwa

kemungkinan SDK Cawalo tempat Lengga dan Mimi (ABK yang ditangani

Julia) bersekolah juga telah aktif. Kelompok berencana mendatangi sekolah

itu untuk menemui kepala sekolah dan guru yang mengajar Lengga di kelas

satu. Sayangnya, ketika tiba di SDK Cawalo tempat itu sepi. Akhirnya rencana

itu dibatalkan. Ketika bertanya pada penduduk yang sepintas lewat,

kelompok memperoleh informasi bahwa SDK Cawalo kemungkinan akan

aktif kembali dari masa libur pada minggu selanjutnya.

Kelompok tidak berdiam lama di SDK Cawalo dan segera menuju

rumah ABK masing-masing. Rencana selanjutnya, anggota kelompok ingin

berbicara dengan Ibu Lengga, berbagi informasi, cerita, dan menemukan

metode bersama yang bisa digunakan secara lebih efektif untuk membimbing

Lengga. Tadinya anggota kelompok berharap apa yang diperoleh dari

sekolahnya bisa disampaikan kepada Ibu Lengga yang memang sejak dari

awal dibidik sebagai kader dalam program pendidikan khusus untuk Lengga.

Patut disyukuri bahwa Ibu Lengga merupakan ibu yang amat perhatian

terhadap anak-anaknya. Dan sesungguhnya bukan hanya ibunya, Lengga

dikelilingi oleh banyak orang-orang yang mencintainya baik itu adik, bibi,

nenek, guru, juga teman-teman sepermainan yang selalu mendukungnya.

Ketika anggota kelompok tiba di rumah Lengga, didapati bahwa

ibunya juga sedang tidak ada di rumah. Beliau sedang mengurusi sesuatu di

Maumere. Sebagai ganti ibu, anggota kelompok bertemu dengan neneknya

yang malah memiliki kesulitan komunikasi dalam bahasa Indonesia.

Walhasil, rencana berbagi informasi sebagai bagian dari proses kaderisasi

Page 30: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 30

dibatalkan. Kelompok berharap semoga pada pertemuan selanjutnya yang

merupakan pertemuan terakhir dengan Lengga, bisa didapat informasi dari

sekolah dan disampaikan kepada Ibu Lengga.

Kemudian, diputuskan untuk mendampingi Lengga seperti biasa. Pada

hari ini, ia nampak lebih bersemangat dibandingkan pertemuan sebelumnya.

Ketika anggota kelompok tiba, ia segera mengambil buku-bukunya.

Seperti sebelumnya, anggota kelompok memberi materi menulis,

membaca, berhitung, juga menggambar. Anggota kelompok menanyakan,

“setelah membaca Lengga mau apa? Menggambar, berhitung, atau apa?” dan

Lengga menjawab “Menggambar”. Selanjutnya ia dibebaskan Lengga untuk

menggambar apapun yang ia inginkan.

Pada awalnya, Lengga seperti sedang menggambar kepala manusia

seperti dalam tokoh cerita di komik. Ketika gambar itu telah selesai,

nampaklah keseluruhan wujud seorang anak laki-laki dengan gambar buku

dan pensil disampingnya. Ia memberikan gambarnya dengan nama “Yoseph

Andriano Lengga”. Ternyata ia sedang menggambar dirinya sendiri. Pada

bagian bawah namanya ia menambahkan kalimat “terimakasih ibu” sekalipun

ejaannya belum sempurna, tapi maksudnya bisa dipahami. Lengga mampu

mengungkapkan perasaan terima kasih yang merupakan bagian dari

emosinya. Hal ini cukup membuktikan bahwa meskipun pendiam, pemalu,

dan cenderung tanpa ekspresi tapi Lengga mampu mengekspresikan

perasaannya dengan baik.

Senin, 18 Juli 2011

Merupakan jadwal pertemuan terakhir untuk program kelompok

pelayanan dan pendidikan khusus. Kelompok melanjutkan rencana pada hari

rabu kemarin yang sempat tertunda. Kali ini SDK Cawalo telah aktif kembali

secara kehadiran meskipun pembelajarannya belum sepenuhnya dimulai.

Pada awalnya anggota kelompok ingin mengintip Lengga dari luar kelas

untuk mengamati interaksi sosialnya dengan teman-temannya di sekolah.

Sayang, usaha ini gagal karena anak-anak SDK itu sendiri telah heboh dengan

kehadiran kelompok. Anak-anak SDK itu malah berbondong-bondong

menghadapkan Lengga kepada anggota kelompok meskipun tidak diminta.

Maka anggota kelompok menghindar dari anak-anak namun tetap

memperhatikan Lengga. Dari jarak tertentu anggota kelopok melihat Lengga

bermain, kejar-kejaran, bahkan berteriak dan memanggil kawan-kawannya.

Dari sini kelompok menyimpulkan sosialisasi Lengga berjalan dengan baik.

Selanjutnya kelompok menemui kepala sekolah SDK Cawalo untuk

bertanya tentang anak-anak berkebutuhan khusus yang ada di SDK Cawalo

termasuk Lengga dan Mimi yang kelompok tangani. Dari kepala seolah

Page 31: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 31

diperoleh informasi bahwa Lengga, “selama ini tidak ada laporan dari

gurunya tentang anak itu, berarti anak itu baik-baik saja.” Tidak ada masalah

dengan Lengga di sekolah, pun hal nya dengan sosialisasi lingkungannya.

Hingga pertanyaan muncul, masalah sebenarnya dimana? Penelusuran

tentang Lengga tidak hanya berhenti disitu. Anggota kelompok juga menemui

Ibu Pepet Tuanoko, guru SDK yang mengajar Lengga di kelas satu. Saat itu

beliau sedang beristirahat di rumahnya karena sedang sakit gigi, beruntung

Ibu Pet panggilan akrabnya, tidak menolak kunjungan itu.

Saat anggota kelompok bertanya tentang emosi Lengga selama di

kelas, Ibu Pet menjelaskan bahwa tidak ada masalah dengan Lengga terkait

hal itu. Ibu Pet juga menambahkan, “kalo bermain dengan teman-temannya,

Lengga memang lebih sering mengalah.”

Untuk proses belajarnya di kelas memang terdapat kendala,

diantaranya seperti yang dijelaskan Bu Pet, “Mata sebelah kanannya kabur-

kabur makanya ia agak kesulitan membaca. Kalau menulis, tangannya lamban.

Untuk itu memang saya memberikan perhatian khusus di kelas.” Papar Ibu Pet,

“Biasanya dia dan beberapa teman yang masih ketinggalan, saya beri

pelajaran tambahan tiap sore atau sepulang sekolah.” Ibu Pet menjelaskan

metode yang digunakan terhadap murid-muridnya, “Namun secara

keseluruhan Lengga mampu belajar di kelas. Ia juga anak yang rajin. Lengga

mengerjakan PR yang saya berikan. Makanya ia saya naikkan ke kelas dua,

padahal teman-temannya yang lain ada yang tidak naik kelas. Kalau memang

menurut saya Lengga tidak mampu, saya tidak ingin memaksakan ia untuk

naik kelas.” Ibu Pet menegaskan, “Saya yakin dia akan sukses nantinya.”

Dari wawancara dengan Ibu Pet, anggota kelompok mendapat

tambahan informasi baru terutama masalah metode pengajaran yang baik

untuk disampaikan kepada keluarganya. Setelah dari rumah Ibu Pet,

kemudian dilanjutkan menuju rumah Lengga dan ternyata ibu Lengga masih

belum pulang dari Maumere. Dirumah itu yang ada adalah neneknya juga

bibi-bibi yang menghampiri dari rumah sebelah. Kepada mereka anggota

kelompok bercerita dan berbagi informasi yang selama ini diperoleh saat

mendampingi Lengga dan pesan untuk disampaikan kepada ibu Lengga, juga

lebih banyak kalimat motivasi kepada ibu-ibu untuk lebih mendukung anak

mereka agar lebih berani dan bersemangat mengejar pendidikan dan cita-

cita.

Pada hari itu tidak ada rencana untuk mengajari Lengga. Anggota

kelompok datang sekedar untuk memeriksa dan mengambil kembali alat-alat

yang kelompok pinjamkan. Sebagai gantinya, kelompok memberikan buku

dan alat tulis yang masih baru kepada Lengga. Tak lupa pula anggota

kelompok berfoto dengan Lengga sebagai dokumentasi untuk laporan.

Page 32: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 32

Anggota kelompok perlu memastikan apakah Lengga masih ingin untuk

tampil di Ragam Ekspresi Palu’e besok, khawatir anak ini jadi berubah

pikiran, namun ternyata tidak. Lengga bersedia datang dan tampil esok di

Rumah Kreatif. Setelah berbincang-bincang kemudian anggota kelompok

mengucapkan salam perpisahan. Satu hal yang masih disayangkan karena

anggota kelompok belum bertemu dan berpamitan dengan Ibu Lengga yang

merupakan kader utama bagi program yang kelompok pegang ini.

Selasa, 19 Juli 2011

Di Paroki Lei seluruh kelompok menggelar acara bertemakan Ragam

Ekspresi Palu’e. Acara ini merupakan acara penutup dan persembahan yang

kelompok berikan kepada seluruh warga Pulau Palu’e. Diantara isi acara yang

ditampilkan yaitu kelompok mempresentasikan seluruh kegiatan baik itu

program khusus maupun program rutin yang dilakukan selama kurang lebih

satu bulan di Pulau Palu’e.

Untuk kelompok UKM makanan dan minuman, serta kelompok VCO

selain presentasi mereka juga menampilkan contoh makanan dan VCO yang

menjadi karyanya. Untuk kelompok II yaitu pendidikan dan pelayanan

khusus, selain presentasi kelompok juga mengajak beberapa ABK yang

memungkinkan untuk tampil agar memberikan persembahan bersama

kepada seluruh hadirin pada acara itu. ABK yang memungkinkan tampil saat

itu adalah Lengga dan Mimi yang akan bernyanyi, serta Ruti yang ikut

menemani di depan bersama Dwi Susilo, Margaretha Quina, Julia Ikasarana,

dan Risa Rizania.

Adalah hal yang amat penting dan berharga bagi kelompok tatkala

bisa menampilkan Mimi dan Lengga sebagai bentuk apresiasi kepada seluruh

ABK di Palu’e dan ajang pembuktian kepada masyarakat bahwa mereka yang

selama ini berada pada stigma “kurang di mata masyarakat” juga memiliki

kemampuan dan keberanian seperti halnya anak-anak normal lainnya

asalkan masyarakat mau berkerja sama dan memberikan perhatian kepada

mereka. Mereka berhak mendapat kesempatan yang sama seperti anak-anak

normal lainnya. Dan sesungguhnya menunjukan pembuktian ini adalah

sebuah tantangan bagi kelompok.

Usaha ini memang tidak mudah bagi kelompok. Julia Ikasarana telah

berusaha keras untuk membimbing Mimi seorang gadis cilik yang amat

pemalu dan memiliki ketergantungan kepada ibunya agar mau bernyanyi,

menghafal teks lagu selama satu bulan, hingga kemudian ia berani tampil

dihadapan teman-temannya untuk pertama kali termasuk membawa Mimi

pada acara ini. Begitu pula tantangan Risa Rizania dengan Lengga seorang

anak pendiam yang perilakunya cenderung sulit di tebak. Bagi kelompok bisa

Page 33: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 33

membawa mereka tampil sebagai perwakilan dari ABK yang kami tangani

adalah sebagai salah satu parameter keberhasilan dari program ini.

Berdasarkan kesepakatan dengan Lengga dan Mimi, pada awalnya

Mimi akan menyanyikan lagu “Indonesia Pusaka” sementara Lengga akan

membawakan dua buah lagu berjudul “kasih ibu” dan “anjing

menggonggong”. Begitu tiba giliran kelompok pendidikan dan pelayanan

khusus tampil, kelompok menyerahkan mikrofon kepada Lengga sebagai

yang pertama untuk bernyanyi. Tatkala mikrofon ia pegang, Lengga sempat

hening sementara kemudian ia berteriak mengucapkan dua buah kata, “oh

bulan...” kelompok sempat terkejut, sementara Lengga terus melanjutkan

kalimat-kalimatnya, hingga kelompok menahan sorak kegirangan. Sungguh

tak disangka ternyata Lengga yang seharusnya menyanyikan lagu yang telah

disepakati ternyata ia melakukan yang lebih dari itu, ia membaca puisi.

Anggota kelompok yang selama ini mendampingi Lengga tidak menyangka

bagaimana Lengga yang pendiam itu ternyata bisa membacakan puisi. Apa

yang dilakukannya kali itu jauh melebihi ekspektasi kelompok terhadapnya.

Setelah menyelesaikan puisinya, Lengga kemudian bernyanyi “Kasih Ibu” dan

“Anjing Menggonggong” juga dilanjutkan Mimi dengan lagunya “Indonesia

Pusaka”. Hingga kemudian banyak tepuk tangan terdengar sebagai apresiasi

dan kami keluar dari panggung.

Kamis, 21 Juli 2011

Satu hari sebelum kepergian kelompok meninggalkan Pulau Palu’e.

Kelompok menyempatkan diri untuk mengunjungi rumah anak didik untuk

yang terakhir kali. Kelompok berharap semoga bisa bertemu dengan Ibu

Lengga.

Hari itu anggota kelompok mengucapkan salam perpisahan. Tetangga

sekitar pun datang menyaksikan. Isak tangis membersamai dalam

percakapan. Anggota kelompok berbicara dan menyemangati ibu-ibu

terhadap pendidikan anak-anak, tentang masa depan Palu’e. Anggota

kelompok juga menitipkan Lengga dan berusaha meyakinkan bahwa anak

seperti Lengga memiliki banyak kesempatan yang bisa diambil seperti anak-

anak normal lainnya.

Dari percakapan dengan para ibu itu pulalah anggota kelompok

mengetahui hal yang amat mengejutkan. Ternyata sekitar dua minggu dari

hari itu, Ibu Lengga akan pergi ke Malaysia menyusul Bapak Lengga untuk

mengurusi masalah keluarga yang maaf, dalam laporan ini tidak bisa saya

sebutkan. Tidak ada kepastian kapan Ibu Lengga akan kembali.

Selama kepergian beliau nanti Lengga dan adiknya akan tinggal di

rumah itu bersama pengasuhan dari neneknya. Keadaan ini sangat

Page 34: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 34

memprihatinkan. Untuk itulah kelompok memohon kepada bibinya agar

memperhatikan Lengga terutama setelah Ibu Lengga di Malaysia. Maka,

akhirnya kader utama ini kelompok serahkan kepada bibi yang memang

selama ini juga giat mengajari dan

mendampingi Lengga.

3. Maria Clarita Meti (Mimi

Meti)

Mimi Meti atau yang

memiliki nama lengkap Maria

Klarita Meti adalah seorang gadis

kecil yang berusia 11 tahun. Mimi

saat ini masih duduk di kelas 2

sekolah dasar, tepatnya SDK Cawalo

yang terletak di Dusun Cawalo,

dekat Dusun Tudu, tempat Mimi dan

keluarganya tinggal. Untuk

umurannya, Mimi terlalu tua untuk

duduk di kelas 2. Ada beberapa

alasan yang pada akhirnya kami

mengkategorikan Mimi sebagai

anak berkebutuhan khusus.

Pertama, Mimi lahir di Palue dengan

disfungsi hampir di seluruh bagian

tubuh sebelah kanan. Telinga kanan

Mimi sering mengeluarkan darah, dan kaki serta tangan kanan yang tidak

berfungsi dengan sempurna. Kedua, Mimi baru dapat berbicara pada usia 9

tahun dan baru bisa berjalan pada saat usianya menginjak 10 tahun. Ini

menjadi pertimbangan keluarga Mimi untuk menyekolahkannya di usia yang

lebih tua dari teman-teman sebayanya. Dari hasil wawancara kami dengan

mama angkat Mimi (mereka menyebutnya mama tua), Mimi sudah ditinggal

keluarganya pergi ke Malaysia sejak umur 5 tahun dan keberadaan sang ayah

yang tidak pernah diketahui oleh anggota keluarga yang lain. Mimi memiliki

sifat yang sangat pendiam, tidak bisa jauh dari mama angkatnya, cengeng,

pemalu, dan susah mengingat, terutama pelajaran. Data-data tersebut kami

peroleh dari hasil pengkajian yang dilakukan pada kali pertama kelompok

program pendidikan dan pelayanan khusus bertemu dengan Mimi, yaitu

tanggal 29 Juni 2011. Hasil pengkajian ini diperoleh dengan mewawancara

langsung ibu angkat Mimi sebagai sosok yang sangat dekat dan mengetahui

secara jelas kepribadian Mimi.

Gambar 2.13 Mimi Meti dan anggota kelompok (Sumber : doc. Kelompok Rufus Taku Sanu, 2011)

Page 35: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 35

Mimi adalah anak yang manja, ibu angkatnya memberitahukan

bahwa setiap kali ibunya hendak pergi ke ladang, Mimi selalu meminta untuk

ikut. Jika ditinggal oleh ibunya, ia akan menangis. Jika diganggu oleh teman-

teman sebayanya maka dengan mudah ia akan menangis dan mengadu

kepada ibunya. Mimi tinggal di lingkungan keluarga yang berkecukupan.

Rumah yang ditinggali bersama keluarga besar ibunya terbuat dari dinding

semen, lantai

keramik, dan atap

rumah asbes.

Meskipun ditinggal

oleh ayah

kandungnya, Mimi

tidak terlantar. Di

rumah tersebut juga

terdapat seorang

sepupu perempuan

Mimi bernama Nova,

yang juga bersekolah

di SDK Cawalo

namun duduk di

bangku kelas 3 SD.

Meskipun duduk di

kelas yang lebih

senior dari Mimi, Nova justru berumur lebih muda dari Mimi. Nova adalah

orang terdekat dengan Mimi selain ibu angkatnya. Ketika tidak dijemput oleh

ibunya di sekolah, maka Mimi akan pulang sekolah bersama Nova. Meskipun

kemandirian dan keberaniannya kurang, sesekali Mimi terlihat akrab

bermain dengan teman-temannya yang lain. Kemampuan adaptasi Mimi juga

terbilang cukup baik, karena pada kehadiran kami yang kedua kali di

rumahnya, Mimi menyambut dengan wajah senang, walaupun masih sedikit

malu-malu.

Pada saat pengkajian awal dilakukan, Mimi dikategorikan sebagai

salah satu Anak Berkebutuhan Khusus. Penilaian tersebut merekat kepada

Mimi karena pertama, fungsi organ tubuh Mimi yang tidak normal, kedua,

perkembangan psikis (emosional) dan fisik yang lebih lambat dari anak-anak

normal seumurannya. Meskipun mendapat cap ABK, Mimi mendapat

perlakuan yang wajar dari masyarakat, seperti memperlakukan anak-anak

normal lainnya.

Gambar 2.14 Foto diri Mimi Meti (Sumber : doc. Kelompok Rufus Taku Sanu, 2011)

Page 36: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 36

Rabu, 29 Juni 2011 hari pertama bertemu dengan Mimi, kelompok

mencoba mendekatkan diri dengan seorang Mimi yang pemalu dan agak

susah mengakrabkan diri dengan orang baru. Mimi adalah seorang siswa

sekolah dasar yang baru saja naik ke kelas 2. Kondisi ini cukup memudahkan

kelompok karena bisa mendekati Mimi dengan mengajaknya bernyanyi.

Kami menyanyikan beberapa lagu kebangsaan yang diajarkan kepadanya di

sekolah. Tujuan pada pertemuan hari ini bukan hanya untuk mengakrabkan

diri dengan Mimi tetapi juga mendeteksi sejauh mana Mimi dapat mengenal

huruf dan angka, karena berdasarkan laporan dari orang tua angkatnya, Mimi

adalah anak yang pelupa. Setelah kelompok mengujinya untuk mengenali

huruf dan angka, serta menuliskan namanya dalam selembar buku, maka

kelompok menemukan fakta bahwa Mimi tidak dapat mengenali huruf

dengan sempurna, sebagian besar huruf tidak dapat diingat dengan baik.

Mimi hanya bisa menuliskan namanya sendiri. Sebaliknya, dalam mengenali

angka-angka, Mimi memiliki kemampuan yang cukup baik. Mimi dapat

menyebutkan dan mengenali angka 0 sampai 9 dengan baik. Hasil dari

pengkajian ini digunakan sebagai acuan untuk membuat agenda di

pertemuan selanjutnya dengan Mimi Meti. Ada beberapa hambatan yang

ditemukan pada pertemuan pertama ini. Lingkungan tempat tinggal Mimi

yang cukup ramai dengan anak-anak kecil. Mereka berdatangan saat

kelompok mulai mengajar Mimi. Hal ini mempersulit terciptanya suasana

belajar yang nyaman dan membuatnya

fokus pada materi yang kami ajarkan.

Mimi yang pemalu pun tidak susah

untuk mengeluarkan suara saat ditanya

karena semua orang di sekeliling saat

itu menonton kegiatan ini. Kondisi ini

tidak hanya menyulitkan Mimi untuk

belajar, tapi juga mempersulit kelompok

untuk menjaga konsentrasi dalam

menjalankan program. Tetapi ada

beberapa kelebihan yang dimiliki oleh

Mimi, yaitu Mimi dapat mengerti dan

berkomunikasi menggunakan Bahasa

indonesia, karena proses belajar

mengajar di sekolah tetap

menggunakan Bahasa Indonesia. Serta

beberapa ruangan di rumah keluarga

Mimi yang bisa dimanfaatkan untuk

melakukan pelayanan khusus, agar

terbangun suasana belajar yang tenang,

Gambar 2.15 Mimi saat diminta bernyanyi di depan kelas

(Sumber : doc. Kelompok Rufus Taku Sanu, 2011)

Page 37: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 37

yang hanya ada kelompok, Mimi, dan anggota keluarga yang nantinya akan

dijadikan sebagai kader dalam program pendidikan dan pelayanan khusus.

Senin, 4 Juli 2011 dari hasil pengkajian pada pertemuan pertama,

Mimi dikenal sebagai seorang anak yang suka menyanyi, sama seperti anak-

anak kebanyakan di Palue. Maka cara yang efektif untuk mengajarinya

mengenali dan menghafal 26 huruf adalah dengan menuliskan lirik lagu.

Tujuan dari penulisan lirik lagu ini ada dua, pertama, dengan mendiktekan

lirik lagu kepada Mimi diharapkan akan menjadi latihan agar Mimi dapat

dengan mudah mengingat huruf. Setelah satu bait lagu berhasil ditulis, maka

bait tersebut dinyanyikan. Kedua, tidak hanya belajar dan mengingat huruf,

tetapi juga mengajarkan Mimi agar menjadi anak yang lebih berani. Setelah

menuliskan lagu secara lengkap, direncanakan untuk menguji Mimi untuk

tampil di depan teman-teman sekelasnya saat masuk sekolah nanti. Jika Mimi

dapat tampil dengan baik di hadapan teman-teman sekelasnya nanti, ujian

selanjutnya adalah tampil di Pentas Kreatif, dimana Mimi akan dituntut

untuk berani tampil di hadapan banyak orang, bukan hanya anak-anak tetapi

juga orang dewasa. Dua tujuan tersebut adalah indikator keberhasilan yang

akan digunakan untuk membentuk Mimi agar menjadi anak yang lebih

mandiri dan berani.

Pada pertemuan kedua ini dipakai sebuah ruangan di rumah Mimi

agar tidak ada gangguan

seperti pertemuan pada

hari pertama. Memisahkan

Mimi dengan teman-

temannya cukup efektif

dilakukan untuk

menunjang kondisi

jalannya program. Lagu

yang didiktekan kepada

Mimi dapat diselesaikan

setengah lagu. Lagu yang

digunakan untuk kegiatan

belajar kami adalah lagu

“Indonesia Pusaka”.

Durasi yang diperlukan

untuk memberikan

pelayanan kepada Mimi adalah 2 x 60 menit. Pertemuan kedua ini dimulai

pada pukul 11.00 WITA dan selesai tepat pukul 12.00 WITA. Sesuai rencana,

setelah menuliskan lagu dilakukan pengujian kepada Mimi untuk membaca

dan menyanyikan lirik lagu tersebut di hadapan anggota keluarga lainnya.

Gambar 2.16 (01) Mimi saat diminta bernyanyi di depan kelas (Sumber : doc. Kelompok Rufus Taku Sanu, 2011)

Page 38: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 38

Pada pertemuan kedua ini, didapatkan hasil yang cukup memuaskan.

Kelompok berhasil mendekatkan diri dengan Mimi yang membuat dirinya

menjadi lebih terbuka dan bisa diajak berkomunikasi, membicarakan

beberapa hal tentang sekolah dan teman-temannya. Kelompok juga cukup

puas karena Mimi bisa menyanyikan lagu “Indonesia Pusaka” dengan suara

lantang meskipun baru setengah lagu yang selesai dituliskan dan hanya

tampil dihadapan keluarganya. Ini merupakan suatu perkembangan yang

cukup memuaskan jika dibandingkan pertemuan yang lalu. Metode belajar

ini akan dilanjutkan sampai akhir pertemuan dengan Mimi Meti.

Pertemuan ketiga dan keempat seharusnya dilaksanakan pada Rabu,

6 Juli 2011 dan Senin 11 Juli 2011, namun Mimi tidak berada di rumahnya

ketika kelompok datang kesana, karena Mimi dibawa oleh keluarganya ke

Rumah Sakit di Maumere. Setelah dicari tahu penyebabnya ternyata Mimi

sudah beberapa hari mengeluarkan kotoran (feses) yang mengandung darah.

Dari keterangan anggota keluarga lain yang tinggal di rumah Mimi, dia akan

kembali lagi ke Palue pada hari Rabu.

Rabu, 13 Juli 2011 kondisi kesehatan Mimi yang sudah membaik

menambah semangat kelompok untuk belajar. Ini adalah pertemuan terakhir

sebelum menguji Mimi untuk tampil bernyanyi di hadapan teman-teman

sekelasnya. Pada pertemuan kali ini kelompok akan menyelesaikan penulisan

lagu hingga selesai dan menjadi teks yang utuh. Metode yang digunakan

masih sama, yaitu dengan mendiktekan lirik lagu yang harus dituliskan oleh

Mimi. Meskipun masih sulit untuk mengenali dan mengingat huruf dengan

baik, namun kepercayaan diri dan keberaniannya untuk bernyanyi di

hadapan orang-orang baru seperti Romo Budi, membuat kelompok semakin

optimis untuk menampilkan Mimi pada acara Pentas Kreatif nanti. Meskipun

acara belajar hari ini harus molor hingga 45 menit karena harus menunggu

Mimi kembali dari kebun, tetapi proses belajar tetap berjalan dengan lancar.

Setelah selesai menuliskan lagu, kelompok mengajari Mimi

berhitung. Dengan menggunakan standar berhitung siswa kelas 1 SD karena,

proses belajar di kelas 2 baru akan dijalani oleh Mimi pada hari pertama

masuk sekolah yaitu tanggal 18 Juli 2011 mendatang. Kemampuan Mimi

dalam mengenali angka memang lebih baik daripada mengenali 26 huruf,

tetapi pada pertemuan ini ditemukan lagi kelemahan Mimi, yaitu sulit

membedakan simbol tambah (+) dan kali (x). Sedangkan untuk menghitung,

tidak menemukan kesulitan yang berarti. Mimi diajarkan berhitung dengan

bantuan jari-jari tangan seperti yang lazin diajarkan pada murid kelas 1

sekolah dasar. Materi yang diberikan cukup mudah dipahami dan diterapkan

oleh Mimi, meskipun terbatas pada hitung-hitungan yang menghasilkan nilai

atau jumlah 10 (karena menggunakan 10 jari). Materi ini bertujuan agar

Page 39: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 39

dapat membantu Mimi belajar menjumlahkan atau mengurangi bilangan atau

angka-angka saat belajar di sekolah. Sisa pertemuan pada hari ini adalah

dengan memberikan pekerjaan rumah kepada Mimi agar dapat menerapkan

cara berhitung dengan sepuluh jari yang sudah diajarkan.

Senin, 18 Juli 2011 pertemuan ini diadakan tepat pada H-1

dilaksanakannya Pentas Kreatif. Tanggal 18 Juli juga bertepatan dengan hari

pertama masuk sekolah. Kelompok menemui Mimi langsung di sekolahnya,

yaitu SDK Cawalo. Pada hari pertama masuk sekolah ini, kegiatan belajar

mengajar belum intensif dilakukan dan kelompok tidak melihat ada guru di

sekolah tersebut. Hanya ada seorang kepala sekolah. Kelompok mengunjungi

beberapa kelas, termasuk di kelas Mimi yang juga satu kelas dengan ABK

kami yang lain, yaitu Lengga. Di kelas 2 ini rencana kelompok untuk menguji

keberanian Mimi untuk tampil dihadapan teman-teman sekelasnya akan

dilaksanakan. Untuk membangun suasana yang akrab, diajak Mimi dan

teman-teman sekelasnya untuk bernyanyi bersama, setelah itu menawarkan

beberapa kali kesempatan untuk para siswa kelas 2 untuk maju ke depan

kelas dan membawakan sebuah lagu. Setelah beberapa orang teman Mimi

tampil, termasuk Lengga, saatnya mengajak Mimi untuk tampil ke depan.

Tidak ada penolakan sebelumnya oleh Mimi, meskipun suara yang keluar

kurang lantang dan sedikit malu-malu untuk diajak bernyanyi di depan kelas,

akhirnya Mimi berani untuk tampil dihadapan teman-teman sekelasnya.

Selesai bertemu dengan Mimi di sekolahnya, kelompok melanjutkan

proses belajar ini di rumah Mimi. Setelah menunggu Mimi pulang dari

sekolah, sekitar pukul 13.00 WITA kelompok memulai kembali kegiatan

belajar. Agendanya adalah melatih Mimi bernyanyi tanpa melihat catatan

lirik lagu yang sudah ditulis olehnya, menghafal kata demi kata yang terdapat

pada lirik lagu tersebut, dan membahas pekerjaan rumah serta mengulang

kembali pelajaran berhitung yang sudah diajarkan pada pertemuan

sebelumnya. Perkembangannya dalam menghitung dengan sepuluh jari

semakin membaik meskipun masih sulit baginya untuk membedakan tanda

tambah (+) dengan tanda kali (x).

Selasa, 19 Juli 2011 adalah acara puncak dari salah satu program

kelompok di Rumah Kreatif, yaitu Pentas Kreatif-Ragam Ekspresi Palue. Pada

acara yang dihadiri oleh masyarakat berbagai desa, empat kelompok K2N UI

2011 Pulau Palue akan mempresentasikan hasil kerja selama satu bulan di

Palue, termasuk kelompok 2 yang membawakan program Pendidikan dan

Pelayanan Khusus. Kelompok membawa Mimi dan Lengga sebagai

perwakilan dari ABK untuk menunjukkan keberaniannya di depan panggung.

Mimi berhasil bernyanyi dengan suara lantang di panggung, dihadapan

puluhan warga, pejabat desa dan kecamatan, serta disaksikan langsung juga

Page 40: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 40

oleh Wakil Bupati Sikka, Wera Damianus, yang berasal dari Desa Nitunglea.

Melalui keberanian Mimi yang tampil di acara Pentas Kreatif ini, indikator

keberhasilan untuk menjadikan Mimi anak yang lebih berani dan mandiri

sudah tercapai.

4. Tika Mere

Tika Mere adalah seorang gadis berusia 16 tahun yang memiliki

keterbatasan pada fisik yakni, kaki lumpuh, tidak dapat berdiri, dan tangan

kanannya lemah seperti kelainan pada otot dan sarafnya. Selain itu,

keterbatasan pada kemampuan berbicara juga proyeksi dalam menulis

terbalik menjadikan Tika termasuk dalam target sasaran. Secara pendidikan

Tika tidak pernah memperoleh pendidikan baik itu membaca, menulis, dan

menghitung.

Gadis yang tinggal bersama kakek-neneknya di dusun Tudu-Desa

Rokirole ini berkelahiran Malaysia tahun 1994 pada saat kedua orang tuanya

pergi merantau. Dalam kesehariannya, Tika ditinggal kakek-neneknya pergi

berkebun dari pagi sampai dengan sore hari. Sedangkan orang tua Tika,

ayahnya sedang berada di perantauan Malaysia sampai dengan saat ini dan

Ibunya tinggal di rumah yang letaknya tidak jauh dari tempat tinggal Tika.

Dalam memenuhi kebutuhan seperti untuk melakukan buang air dan makan-

minum, Tika melakukannya secara mandiri. Tika dapat melakukan mobilisasi

dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kedua tangannya yang

menyeret anggota badannya yang lain.

Tika adalah anak kedua dari empat bersaudara. Berbeda dengan

Tika, ketiga saudara-saudarinya tinggal dan hidup dalam satu rumah

bersama Ibu kandungnya. Setelah dilakukan pengkajian oleh kelompok pada

minggu pertama, didapatkan data mengenai Tika. Dari data yang diperoleh,

Tika diperkenalkan huruf juga angka. Kemampuan untuk menyebutkan huruf

per huruf dan dari angka 0 sampai dengan 9 serta perkenalan menulis alfabet

sangat sulit dilakukan oleh Tika. Dalam program pendidikan sendiri,

pemberian materi menulis dan menyebutkan huruf dari A-Z, angka 0-9,

penulisan nama lengkap Tika, nama keluarga Tika, beberapa nama hewan,

dan menggambar dilakukan dari pertemuan kedua sampai dengan akhir

program pada tanggal 18 Juli 2011.

Metode dari program yang diterapkan pada Tika dilakukan di luar

rumah tinggal Tika. Kehadiran dari teman dan tetangga dimana Tika tinggal,

ikut serta meramaikan jalannya program. Keberadaan orang-orang disekitar

Tika dalam pelaksanaan program membantu berjalannya program seperti

bernyanyi bersama dan melakukan candaan dalam interaksi antara Tika,

Page 41: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 41

anggota kelompok, dan masyarakat di sekitarnya karena membuat suasana

lebih bermasyarakat dengan keadaan Tika yang tidak pernah mendapatkan

akses pendidikan serta pelayanan yang seharusnya. Tambahan peralatan dan

perlengkapan yang disediakan kelompok berupa pengadaan buku, alat tulis

seperti pensil, pulpen, spidol warna, dan penghapus, juga membawakan

sedikit makanan ringan dalam setiap kali pertemuan seperti, coklat dan

biskuit untuk menambah suasana berjalannya program tidak terlalu formal.

Rabu, 29 Juni 2011 Pada pertemuan pertama ini, kelompok

berkunjung ke rumah Tika, melihat ada Nenek Tika dan sepupunya yang

bernama Ngaji Usia 20 tahun. Pada kegiatan awal ini pelaksanaan pendidikan

dan pelayanan khusus kepada Tika dilaksanakan dengan sepengetahuan dari

Nenek dan sepupunya dimana Tika tinggal bersama di rumah mereka.

Dengan membawa poster berisikan tulisan huruf A-Z dan angka 0-9 menjadi

sarana untuk menguji kemampuan menyebutkan huruf oleh Tika. Dalam

pelafalan huruf alfabet dengan dibantu pelafalan huruf sebelumnya untuk

diikuti oleh Tika, semuanya terdengar samar dan sama, begitu juga dengan

angka 0-9. Program pendidikan yang dilakukan kepada Tika hari ini berupa

latihan memegang alat tulis (pulpen) dan penggunaannya di dalam buku tulis

kosong yang dibawa oleh tim. Kemudian dilanjutkan dengan latihan menulis

huruf A-Z, angka 0-9, dan latihan membaca. Karena proyeksi dalam menulis

terbalik dan kesulitan dalam menulis beberapa huruf juga angka, tim

berusaha terus berupaya untuk dapat membantu Tika dalam menulis.

Contohnya yang sulit dalam penulisan huruf C, G, J, N, P, V, Y, Z untuk angka 4,

6, 7, 9. Sedangka huruf dan angka yang dalam penulisannya terbalik seperti,

K, L, R, S, Z, 2, 3, 5. Selain itu, bersama dengan tetangga-tetangga Tika yang

hadir dalam pelaksanaan program diadakan nyanyi bersama sambil Tika

latihan menepokkan kedua telapak tangannya meski itu dilihat amat sulit.

Sepanjang kegiatan bersama Tika berlangsung, kelompok sedikit banyak

berbincang-bincang dengan Nenek dan sepupu Tika. Tika memang masih

mempunyai orang tua, Ayahnya sedang merantau di Malaysia dan belum

kembali ke Palue, sedangkan Ibu dan kakak juga adik-adik Tika tinggal di

rumah yang berbeda tempatnya namun lokasi antara rumah Nenek dan Ibu

kandungnya Tika dapat terlihat jelas karena tidak berjauhan. Menurut

Neneknya Ibu kandung Tika tidak pernah mau menyapa Tika sekalipun

mereka papasan bertemu dan hal ini menjadi faktor salah satu yang

membuat Tika tidak mau tinggal di rumah Ibu kandungnya.

Senin, 4 Juli 2011 pada hari ini belajar mengajar dilakukan dengan

mengulang cara menulis atas huruf dan angka yang sudah diajarkan pada

pertemuan sebelumnya. Penulisan A-Z dan 0-9 belum dapat dilakukan Tika

secara mandiri, dibutuhkan bantuan instruksi untuk mengikuti kelompok

Page 42: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 42

yang memberikan pengajaran dalam menuliskan huruf juga angka.

Pembelajaran pada hari ini ditambahkan juga dengan menuliskan nama

“TIKA” pada buku kosong yang dibawakan kelompok khusus sebagai buku

belajarnya Tika. Penulisan rangkaian huruf untuk menjadi nama TIKA sulit

sekali dilakukan sehingga bantuan seperti contoh dan instruksi terus

dilakukan kelompok dalam memberikan pelayanan belajar menulis kepada

Tika. Dalam menulis nama TIKA sendiri terbentuk tulisan AKIT atau tulisan

dimulai T dan huruf I, K dan A nya berada disebelah kiri dari huruf T sampai

seterusnya. Hal ini membuat tim mengupayakan Tika untuk dapat

menuliskan tulisan TIKA dengan baik. Setelah kegiatan bersama Tika selesai

kurang lebih pukul 14.45 WITA, kelompok mengunjungi Ibu kandung Tika di

rumahnya yang berbeda dengan tempat Tika tinggal. Saat berjumpa dengan

Ibu kandungnya, pembelaannya kalau Tika dulu pernah tinggal bersama Ibu

kandungnya sekitar 2 hari namun, setelah itu Tika sendiri yang memilih

untuk keluar dari rumah Ibu kandungnya dan memilih untuk kembali tinggal

bersama Neneknya.

Rabu, 6 Juli 2011 mengawali pertemuan bersama Tika di tempat

tinggalnya bersama biskuit coklat yang dibawa oleh kelompok untuk

memulai pelaksanaan program. Pukul 10.30-12.30 belajar mengajar

dilakukan bersama Tika secara privat di sekitar rumahnya. Pada hari ini

dilakukan pengajaran dengan mengulas kembali menulis huruf A-Z, angka 0-

9, dan tulisan “TIKA”. Kemudian satu halaman kosong buku diinstruksikan

kepada Tika untuk menulis tulisan “TIKA MERE” (nama lengkapnya Tika)

dari bagian atas halaman buku sampai bawah yang didapatkan sebanyak 7

tulisan “TIKA MERE” meskipun dalam satu tulisan yang pertama mengalami

proyeksi terbalik, tulisan “TIKA MERE” yang ke-2 diberikan contoh oleh

anggota kelompok yang kemudian diikuti oleh Tika, dan tulisan ke-3 sampai

dengan yang ke-7 Tika menulis tulisan “TIKA MERE” sendiri melalui contoh

pada tulisan TIKA yang ke-2. Pengajaran dilanjutkan dengan menggambar

oleh Tika tanpa diberikan contoh seperti, gambar boneka, bunga, dan pohon

kelapa (nio).

Senin, 11 Juli 2011 pukul 11.00 WITA di depan tempat tinggal Tika.

Dari hasil 3 kali pertemuan sebelumnya dengan Tika, dimana sudah

dilakukan pengajaran berupa perkenalan mengeja dan menulis huruf, angka,

dan menggambar, Tika sudah mampu menulis “TIKA MERE” secara mandiri

di halaman buku yang bawa oleh kelompok tanpa instruksi petunjuk contoh

tulisan sebelumnya dan menulisnya dengan baik dari arah kiri ke kanan

setiap rangkaian hurufnya. Meskipun begitu, ada beberapa huruf alfabet dan

angka yang masih sama seperti diawal, sulit untuk ditulis oleh Tika. Sehingga

Page 43: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 43

masih membutuhkan petunjuk contoh dan instruksi untuk menulis beberapa

huruf dan angka itu serta bantuan untuk melafalkannya.

Rabu, 13 Juli 2011 setibanya di tempat tinggal Tika sekitar pukul

10.45 WITA, Tika sedang bermain bersama 3 anak perempuan, usianya

sekitar dibawah 10 tahun. Kelompok langsung ikut bergabung bersama

mereka dan berkenalan juga bercanda bersama lalu dilanjutkan dengan

mengajak Tika kembali untuk belajar, mau atau tidak? Tika bilang mau.

Diawal pengajaran diinstruksikan Tika untuk menulis nama lengkapnya dan

hasilnya pun cukup baik. Tulisan “TIKA MERE” terbentuk di satu halaman

kosong buku belajar Tika tanpa ada contoh dan petunjuk tulisan “TIKA

MERE” yang dilihatnya. Kemudian anggota kelompok melanjutkan dengan

menginstruksikan Tika menulis huruf alfabet sampai dua kali, yang pertama

penulisan dilakukan dengan menggunakan petunjuk tangan mengarah ke

huruf dalam lembar contoh huruf alfabet yang akan ditulis Tika dan yang

kedua menggunakan lembar contoh huruf alfabet tadi tanpa digunakan

tangan fasilitator dalam menunjuk ke arah huruf alfabet. Dari hasil yang

diperoleh, masih ada beberapa huruf yang sulit ditulis oleh Tika seperti,

huruf G, J, V, dan Y juga angka 5, 6 , 7, dan 9. Dalam sela-sela menulis nama

dan huruf juga angka, Tika bersama teman-temannya diinstruksikan untuk

bernyanyi bersama sambil bertepuk tangan. Pertemuan hari ini diakhiri

dengan menggambar rumah, pohon kelapa (nio), boneka, dan bunga bersama

dengan potnya.

Senin, 18 Juli 2011 pelaksanaan program pendidikan dan pelayanan

khusus hari ini mendampingi Tika dilaksanakan setelah kegiatan kunjungan

ke SD Cawalo dimana Mimi (ABK yang dipegang oleh Julia Ikasarana) dan

Lengga (ABK yang dipegang oleh Risa Rizania) bersekolah. Kegiatan belajar-

mengajar hari ini diawali dengan menulis nama lengkap Tika dan terus

mengulas pelajaran pada pertemuan-pertemuan selanjutnya dengan menulis

huruf A-Z, angka 0-9, menggambar, dan menyanyi. Kebetulan kegiatan

bersama Tika hari ini didampingi oleh sepupunya yang bernama Ngaji yang

sudah tidak lagi mengenyam bangku sekolah. Sepupu Tika ini ditargetkan

akan menjadi kader dari perjalanan program pendidikan dan pelayanan

khusus pada Tika yang sudah dilakukan selama 6 kali pertemuan termasuk

hari ini. Hal ini menjadi pertimbangan karena Ngaji adalah orang yang paling

dekat dengan Tika selain antara Tika dengan Neneknya. Ngaji sudah

mengetahui bentuk program pendidikan dan pelayanan khusus yang

dilaksanakan dalam program karena sudah dijelaskan di awal pertemuan

pertama program ini dijalankan dan dibawakan kepada Tika. Ngaji pernah

duduk di bangku sekolah sampai dengan kelas 3 SMP sehingga dapat

membantu dan mendukung program yang telah disampaikan kepada Tika

Page 44: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 44

untuk dapat terus dilanjutkan. Pelaksanaan program pendidikan dan

pelayanan khusus kepada Tika hari ini selesai kurang lebih sampai dengan

pukul 15.20 WITA yang kemudian dilanjutkan dengan memberikan sedikit

kenang-kenangan yang sudah disepakti oleh kelompok berupa buku, pensil,

pulpen, spidol, dan topi K2N UI 2011 kepada Tika yang disampaikan melalui

sepupunya Ngaji untuk dapat membantu program terus berkesinambungan.

5. Ruti

Ruti adalah seorang anak laki-laki berusia 9 (sembilan) tahun yang

bertempat tinggal di Dusun Tudu, Desa Rokirole. Ia tinggal bersama Ibunya

dalam sebuah rumah sederhana di perkampungan yang padat dengan jarak

yang berdekatan dengan tetangga-tetangga lainnya, sementara ayahnya

sudah meninggal. Ia memiliki seorang kakak berumur 20 tahun, namun

menurut keterangan tetangga-tetangganya, kakaknya enggan terlihat

bersama Ruti dan tidak ingin diketahui beradikkan Ruti. Ruti menderita

Cereberal palsy; ia mengalami lumpuh pada sebagian tubuh sebelah kirinya

dan tingkat kecerdasannya di bawah rata-rata. Wajah Ruti tampak normal

seperti anak-anak lainnya, hanya saja terdapat permasalahan dengan

kelenjar liurnya sehingga saliva terus

menerus mengalir dan bibirnya tampak

sulit untuk mengatup. Ia tidak dapat

berbicara dengan sempurna (biasa

disebut gagu) terutama untuk

pengucapan beberapa konsonan tertentu.

Namun, ia dapat berkomunikasi baik

dengan orang-orang di sekitarnya.

Berawal dari periode pengkajian

pada Ruti yang dilakukan sesuai metode

yang digunakan oleh kelompok, yakni

pengamatan dan wawancara secara

langsung kepada tetangga-tetangganya

pada hari Rabu, 29 Juni 2011 oleh

margaretha Quina dan Anju Hasiholan.

Pada saat dilakukan assessment, Ibu Ruti

sedang berkebun sehingga tanya-jawab

secara mendalam dengan Ibu Ruti tidak

dapat dilakukan. Selain itu, terhadap Ruti

dilakukan pula beberapa tes sederhana

untuk mengetahui kemampuan awal Ruti,

diantaranya adalah meminta Ruti untuk

Gambar 2.20 Ruti menangis saat Anggota kelompok berpamitan

(Sumber : doc. Kelompok Rufus Taku Sanu, 2011)

Page 45: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 45

menyebutkan angka 1-10, meminta Ruti untuk menggambar orang secara

lengkap, menunjukkan huruf-huruf dan mencari tahu pengenalan Ruti

terhadap huruf, mencari tahu kemampuan Ruti untuk melafalkan bunyi dan

kepekaannya terhadap nada, mencari tahu kemampuan dan preferensi

motorik tangan, serta mencari tahu kemampuan komunikasi dan sosial Ruti.

Dari hasil pengkajian, diketahui bahwa Ruti belum pernah

mengenyam pendidikan formal sama sekali. Berdasarkan penuturan dari

Kepala Desa Rokirole, Bapak Yoseph Tekka, pernah terdapat suatu wacana

untuk memasukkan Ruti ke sekolah normal, namun pada akhirnya tidak

terlaksana karena faktor kenyamanan kegiatan belajar mengajar dimana

para guru khawatir bahwa

keberadaan Ruti di kelas akan

menyebabkan anak-anak dan

guru-guru lainnya merasa

jijik12. Ruti tidak mengenal

bahasa Indonesia, sehingga

komunikasi dengan Ruti

membutuhkan penerjemah, di

samping fasilitator berusaha

untuk menyesuaikan dengan

menggunakan bahasa Palu’e

sederhana. Ruti memiliki

keinginan untuk belajar, yang

diakui sendiri olehnya dan

juga diperkuat dengan keterangan dari para tetangganya. Belakangan,

neneknya juga menceritakan bahwa terkadang Ruti kerap diajari pelajaran

sekolah sederhana oleh anak-anak seusianya. Ruti mengaku gemar bermain

bola kaki dan bermain oto13 di waktu senggangnya bersama anak-anak lain di

dusun Tudu.

Selain itu, dari assessment pula diketahui bahwa Ruti tidak mengenal

huruf, baik untuk membaca maupun menulis. Huruf yang ia kenal sebatas A

dan B, dan ia tidak dapat menuliskan namanya. Ruti juga memiliki

keterbatasan dalam mengucapkan huruf tertentu semisal C, J, G dilafalkan ‘Je’,

dan daya tangkapnya tergolong lebih lambat dibandingkan anak rata-rata

12 Berdasarkan hasil bincang-bincang dengan Bapak Thomas Tekka (Kepala Desa Rokirole)

13 Mainan anak-anak di pulau Palue yang berupa ban bekas yang digelindingkan. Dibuat dari ban sepeda dan sebuah tongkat untuk menjaga perputaran ban tersebut, anak-anak biasa memainkannya dengan menggiring ban tersebut bersama-sama beberapa anak lainnya yang melakukan hal yang sama.

Gambar 2.21 Keadaan Dusun Tudu

(Sumber : doc. Kelompok Rufus Taku Sanu, 2011)

Page 46: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 46

yang disimpulkan dari tes sederhana terhadap penghafalan huruf AIUEO dan

beberapa tes sederhana lainnya. Namun Ruti memiliki pengenalan yang

cukup baik terhadap angka. Sebelum pendidikan dan pelayanan khusus

diberikan, ia telah mengetahui angka 1-10 dalam bahasa Indonesia dan cara

penulisannya. Ia juga telah dapat menjawab pertanyaan sederhana terkait

penjumlahan dan pengurangan dengan alat bantu14. Ia dapat menirukan

tulisan atau gambar dengan cukup baik pula, meskipun ia belum tentu dapat

mengingat penamaan atau penyebutan dari hal yang digambar/ditulis

tersebut. Dari hasil assessment pula, diketahui bahwa Ruti memiliki preferensi

motorik tangan kanan, dan kemampuan

motorik kanan yang cukup baik dilihat

dari kemampuannya untuk melakukan

kombinasi tepuk tangan.

Pelaksanaan program yang

dilakukan pada Ruti 5 kali pertemuan,

yaitu pada Selasa (5/7/2011), Rabu

(6/7/2011), Senin (11/7/2011), Rabu

(13/7/2011), dan Kamis (21/7/2011).

Terdapat 2 pertemuan yang terpaksa

disesuaikan karena Ruti turun ke pantai,

yaitu pada hari Senin (4/7/2011) yang

digeser menjadi hari Selasa; dan hari

Senin (18/7/2011).

Selasa, 5 Juli 2011 Pertemuan

pertama untuk Pendidikan dan

Pelayanan Khusus bagi Ruti ini

dilaksanakan mulai pukul 14.30 s.d.

16.30, bertempat di dalam rumah Ruti.

Aktivitas bersama Ruti pada pertemuan pertama adalah memperkenalkan

huruf A-Z kepada Ruti, melatih mengucapkan alfabet dan membetulkan

ucapan-ucapan yang salah. Pengenalan huruf A-Z dilaksanakan dalam dua

termin, yang pertama adalah A-J dan dilanjutkan K-Z, dengan

menggambarkan tulisan A-Z dan membacakannya, lalu meminta Ruti untuk

mengulangi pelafalan A-Z tersebut. Setelah itu, Ruti diajak mengenali dan

menjelajahi bentuk huruf dengan cara mengikuti garis huruf yang telah saya

buat dengan menimpa langsung garis tersebut di atasnya.

14 Pada saat dilakukan assessment pada Rabu, 29 Juni 2011, Ruti ditanyai operasional ringan berupa penjumlahan dan pengurangan di bawah sepuluh. Ia dapat menjawab dengan baik dengan bantuan peraga tangan. Namun, ketika tidak ada alat bantu atau penjumlahan telah lebih dari sepuluh, Ruti belum dapat menjawab.

Gambar 2.22 Warga yang mengerumun pada saat dilakukan assessment di Dusun Tudu

(Sumber : doc. Kelompok Rufus Taku Sanu, 2011)

Page 47: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 47

Selain itu, Ruti juga belajar menuliskan angka 1-30. Pembelajaran

dilakukan dengan

meminta Ruti menulis 1-

10, dan kemudian

mengajarkan dengan

contoh untuk menulis

angka belasan.

Fasilitator hanya

mencontohkan beberapa

angka pertama seperti

11 dan 12, selanjutnya

memberanikan Ruti

untuk menulis sendiri

angka 13-19. Demikian

pula dengan angka 20

dan 21 yang dilanjutkan

Ruti sampai dengan 30.

Rabu, 6 Juli 2011 Kegiatan belajar mengajar berjalan pukul 12.00

s.d. pukul 13.45, bertempat di balai-bali rumah Ruti. Cukup banyak anak-

anak yang turut serta memperhatikan pada saat kegiatan pembelajaran

berlangsung. Dengan kegiatan pada hari ini, Ruti belajar menghafalkan

alfabet dan membetulkan pengucapan yang salah. Pembelajaran dilakukan

dengan mengucapkan alfabet secara berulang-ulang. Pada hari ini, alfabet

yang dicoba untuk dihafalkan adalah A-J. Target pembelajaran adalah Ruti

dapat mengingat bentuk dan pengucapan alfabet tersebut.

Pada hari itu, anggota kelompok juga mengajarkan Ruti untuk

menulis AIUEO dan menulis namanya sendiri yaitu RUTI. Pembelajaran

dilakukan dengan menuliskan terlebih dahulu huruf tertentu kemudian

meminta Ruti untuk menuliskannya kembali. Pada awalnya, Ruti diminta juga

untuk melafalkan huruf tersebut sambil menulis. Hal ini dilakukan berkali-

kali hingga Ruti menunjukkan perkembangan. Setelah itu, anggota kelompok

memberikan tes bagi Ruti dengan menyebutkan huruf tertentu dan meminta

Ruti untuk menuliskannya, atau menunjuk tulisan huruf tertentu dan

meminta Ruti untuk melafalkannya. Kemudian dilanjutkan daengan

menuliskan angka 31-50. Pembelajaran hari ini di tempat Ruti dengan

memberikannya pekerjaan rumah untuk menuliskan namanya.

Senin, 11 Juli 2011 program dijalankan lebih lambat dari biasanya

dikarenakan anggota kelompok terlebih dahulu belanja di Pantai Uwa

sehingga aktivitas belajar mengajar baru dimulai pukul 11.00 dan berakhir

pukul 12.30 sesuai ketahanan ABK. Aktivitas yang dilakukan pada hari ini

Gambar 2.23 Anggota kelompok saat memberikan pendidikan dan pelayanan khusus bagi Ruti

(Sumber : doc. Rufus Taku Sanu, 2011)

Page 48: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 48

adalah mengulang materi membaca dan melafalkan huruf A-Z. Pada setiap

pertemuan, materi ini diulang terlebih dahulu sebelum melanjutkan ke

materi selanjutnya. Hal ini bertujuan agar Ruti dapat meningkatkan

kemampuannya mengenali huruf. Kemudian juga menulis angka 51-150, dan

mengenal angka puluhan serta ratusan

Rabu, 13 Juli 2011

Kegiatan Ruti berpusat pada

mengulangi huruf AIUEO,

mengulangi angka puluhan

dan melanjutkan pengenalan

atas bentuk. Program

dilaksanakan pukul 12.00 s.d.

pukul 13.30, dengan durasi

1,5 jam dan istirahat sekitar

15 menit dengan deskripsi

aktivitas pada hari ini

meliputi review penulisan

huruf A-J. Hal ini merupakan

pengulangan materi yang

dipelajari sebelumnya yang

dilakukan oleh pendidik dengan mendiktekan huruf secara berurutan dan

Ruti menuliskan huruf tersebut. Secara umum, pendidik tidak memberikan

contoh kepada Ruti sehingga Ruti tidak mengkopi dari manapun namun

harus mengingat hasil pembelajaran. Namun, pada huruf tertentu pendidik

masih memberitahukan bantuan dengan menggerakkan jari untuk

merangsang ingatan Ruti. Serta me-review AIUEO dan BaBiBuBeBo dilakukan

dengan menuliskan huruf tersebut dan melakukan tes secara acak dengan

meminta Ruti untuk mendengar dan menuliskan. Setelah itu, memeriksa

pekerjaan rumah Ruti yaitu angka 51-150, review angka puluhan s.d. 150 dan

melanjutkan s.d. 200.

Pengenalan bentuk dengan memasangkan bentuk-bentuk tertentu.

Di sini, pendidik menggambarkan bentuk-bentuk tertentu pada dua lajur, dan

meminta ABK untuk memasangkan bentuk-bentuk yang sama dari lajur kiri

terhadap lajur kanan. Tujuannya adalah agar ABK mengenal bentuk-bentuk

dan melatih intelegensi ABK. Untuk gerakan motorik, pendidik melatih

tepukan tangan dan tepuk silang, dengan pendidik sebagai pasangan

melakukan tepukan. Dilanjutkan dengan berlatih menuliskan kata-kata

sederhana seperti nama-nama binatang, yaitu SAU, WIDI, WAWI, MANU,

KOLO, ULE, dan bahasa Indonesianya. Pendidik menuliskan terlebih dahulu

tulisan tersebut untuk kemudian ditulis kembali oleh Ruti.

Gambar 2.24 Ruti saat sedang berusaha menirukan tulisan yang dibuat oleh anggota kelompok

(Sumber : doc. Kelompok Rufus Taku Sanu, 2011)

Page 49: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 49

BAB III

PEMBAHASAN PROGRAM KELOMPOK

III.1 Mimi Meti

Berdasarkan hasil temuan yang kami lihat hari ini, Mimi dapat

digolongkan sebagai anak berkesulitan belajar spesifik (ABBS). Salah satu

definisi ABBS tertera dalam Federal Law atau hukum federal (IDEA,1997)

bahwa, Istilah “kesulitan belajar spesifik” menerangkan semua anak yang

mengalami gangguan pada satu atau lebih proses psikologis dasar yang

melibatkan pemahaman atau penggunaan bahasa, lisan atau tulisan dimana

gangguan yang terjadi dapat termanifestasikan menjadi kemampuan yang

tidak sempurna untuk mendengar, berpikir, berbicara, membaca, menulis,

mengeja, atau mengerjakan perhitungan matematika. Yang termasuk di

dalam istilah ini diantaranya gangguan perseptual, cedera otak, disfungsi

minimal otak, disleksia, dan afasia perkembangan. Istilah ini tidak termasuk

kondisi-kondisi seperti permasalahan belajar yang penyebab utamanya

adalah gangguan penglihatan, pendengaran atau motorik, retardasi mental,

gangguan emosional, atau ketidakberuntungan lingkungan, budaya atau

ekonomi.15

Berdasarkan pengertian tersebut, ada beberapa karakteristik ABBS.

Pertama pada masa kanak-kanak, antara lain:

Kesulitan mengekspresikan diri, membicarakan sesuatu tidak berarti,

sulit mencari kata-kata yang tepat.

Lambat dalam mengerjakan tugas seperti mnegikat sepatu dan

menyebutkan waktu. Mengikat sepatu menjadi sulit bukan disebabkan

karena motorik yang lemah namun karena kebingungan arah.

Tidak perhatian, mudah terganggu

Ketidakmampuan mengikuti arahan karena ketidakmampuan memahami

instruksi lisan.

Kebingungan kanan-kiri.

Kesulitan dalam belajar huruf, waktu, kata-kata dan irama dalam lagu.hal

ini karena urutan huruf tidak bersifat tidak logis sehingga sulit

memahami ABBS.

15 Pujianingsih, M. Pd. “Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar Spesifik”, diakses dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/materi%20untuk%20diklat%20dinas% 20dikpora%20DIY.pdf. Pada 10 September 2011, pukul 09:34 WIB.

Page 50: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 50

Lemah dalam keterampilan bermain di lapangan.permasalahan

perseptualberdampak pada moto planning (perencanaan gerak motorik)

sehingga tampak tidak lincah saat bermain.

Kesulitan membaca.

Campur aduk dalam mengatur urutan huruf atau angka ketika menulis.

Anak tidak paham mengapa harus diurutkan I-B-U bukan B-U-I.

Berbagai permasalahan perilaku dan kesulitan belajar muncul

sebagai rangkaian masalah yang saling terkait satu sama lain. Disamping itu,

motivasi belajar yang rendah juga muncul dlam rangkaian masalah tersebut.

Pada anak dengan hambatan membaca maka ia akan memepunyai

kecenderungan untuk enggan dan bahkan menolak untuk belajar membaca.

Kegagalan-kegagalan yang dialami oleh anak dengan metode pembelajaran

konvensional menjadi pemicu ketakutan dan penolakan tersebut.16

III.2. Laurensius Lajupio

Karaktersistik anak cacat mental tingkat menengah adalah mereka

digolongkan sebagai anak yang mampu latih, dimana mereka dapat dilatih

untuk beberapa keterampilaan tertentu. Meski sering kali merespon lama

terhadap pendidikan dan pelatihan tertentu, jika diberi kesempatan

pendidikan yang sesuai Laju Pio dapat dididik untuk melakukan pekerjaan

yang membutuhkan kemampuan-kemampuan tertentu.17 Laju Pio dapat

dilatih untuk mengurus dirinya serta dilatih beberapa kemampuan membaca

(melafalkan alphabet A, B, dan C) dan menulis sederhana.Mereka memiliki

kekurangan dalam kemampuan untuk mengingat, menggeneralisasi, bahasa,

konseptual, dan kreativitas, sehinga perlu diberikan tugas yang sederhana,

singkat, berurutan, dan dibuat untuk keberhasilan mereka.Anak-anak

golongan menengah menampakan kelainan fisik yang merupakan gejala

bawaan, namun kelainan fisik tersebut tidak seberat yang dialami anak-anak

pada kategori beratdansangat berat. Seringkali mereka juga memiliki

koordinasi fisik yang buruk dan akan mengalami masalah dibanyak di situasi

sosial.Mereka juga menampakan adanya gangguan pada fungsi bicaranya.

Defisit yang dialami anak tunagrahita mencangkup beberapa area utama

yaitu atensi (perhatian) sangat diperlukan dalam proses belajar. Seseorang

harus dapat memusatkan perhatiannya sebelum ia mempelajari sesuatu.

16 Ibid.

17Hasson & Aller,Journal of shellfish research.(Chicago : University of Chicago, 1992), hal 165.

Page 51: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 51

Selama bertahun-tahun, banyak penelitian menunjukan bahwa

kesulitan belajar pada mereka yang mengalami keterbelakangan mental,

lebih disebabkan karena masalah dalam memusatkan perhatian pada benda

yang salah, serta sulit mengalokasikan perhatian mereka dengan tepat.Lalu

selanjutnya adalah kemampuan daya ingat.Kebanyakan mereka yang

menderita keterbelakangan mental mengalami kesulitan dalam mengingat

suatu informasi. Masalah ingatan yang dialami adalah yang berkaitan dengan

kemampuan untuk mengingat, yaitu kemampuan menyimpan informasi

tertentu, sementara melakukan tugas konigtif lain. Perkembangan bahasa

oleh mengungkapkan bahwa secara umum, anak tunagrahita mengalami

perkembangan bahasa yang sama dengan anak normal, tetapi perkembangan

bahasa mereka biasa terlambat muncul, lambat mengalami kemajuan, dan

berakhir pada tingkat perkembangan yang lebih rendah. Mereka juga

mengalami masalah dalam memahami dan menghasilkan bahasa18.Lalu

pengontrolan diri salah satu alasan yang utama mengapa penderita

keterbelakanganmental memiliki masalah dalam daya ingatnya adalah

mereka mengalami kesulitan dalam mengontrol diri sendiri, yaitu

kemampuan seseorang untuk mengatur tingkah lakunya sendiri. Jadi bila

Laju Pio diberikan sejumlah daftar kata-kata yang perlu diingat, kebanyakan

diaakan mengulangi dengan cara menghafal dan menyimpannya dalam

ingatan. Keadaan ini menunjukan bahwa Laju Pio secara aktif mengatur

tingkah lakunya untuk menentukan strategi pengontrolan diri-nya, seperti

pengulangan dalam suatu materi.Mereka yang keterbelakangan mental juga

mengalami kesulitan dalam metakognisi yang berhubungan erat dangan

kemampuan regulasi diri.Perkembangan bahasa yang buruk dan masalah

dalam mengontrol diri saling berhubungan. Karena banyak stategi

pengontrolan diri berdasarkan pada dasar-dasar ilmu bahasa, anak yang

buruk keterampilan bahasanya akan terhambat dalam menggunakan taktik

pengontrolan diri-nya. Perkembangan anak tunagrahita cenderung sulit

mendapatkan teman dan mempertahankan pertemanan tersebut karena

setidaknya dua alasan yaitu bahwa mulai usia prasekolah, mereka tidak tahu

bagaimana memulai interaksi sosial dengan orang lain, mereka mungkin

menampilkan tingkah laku yang membuat teman-teman mereka menjauh,

misalnya karena perhatian yang tidak fokus dan menggangu. Selain itu,

konsep diri anak tunagrahita buruk dan kemungkinan besar mereka tidak

mendapatkan kesempatan untuk bersosialisasi dengan orang lain. Dengan

demikian peranan orang tua dan orang terdekat anak tunagrahita sangatlah

besar dalam pembentukan konsep diri dari anak tunagrahita tersebut.

18Hallahan D.P dan Kauffman, J.M, Exceptional children : Introduction to special education. 6 th Ed, (Boston : Allyn & Bacon, 1994), hal 146.

Page 52: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 52

III.3. Yosep Andriano Lengga

Yosep Andriano Lengga atau biasa dipanggil dengan Lengga adalah

seorang anak yang menurut stigma masyarakat Palue memiliki kebutuhan

khusus. Lengga memiliki kelainan berupa wajah asimetris yang nampak jelas

pada mata sebelah kanannya. Ekspresi wajah yang dimiliki Lengga cenderung

datar. Meski begitu kontak mata yang terjadi antara Lengga dengan lawan

bicaranya cukup baik. Fungsi tubuh sebelah kanan Lengga kurang maksimal

dan ia memiliki enam jari pada kakinya. Kelainan tubuh dengan memiliki

enam jari atau lebih ini dalam istilah kedokteran disebut sebagai

polydactyls.19

Secara fisik, Lengga memang memiliki keterbatasan “Mata sebelah

kanannya kabur-kabur. Kalau menulis, tangannya lamban.” Menurut

pengakuan Pepet Tuanoko, guru kelas satu Lengga di sekolah menjelaskan

kondisi Lengga dalam sebuah wawancara.

Secara psikologis Lengga memang cenderung sebagai anak yang

pemalu terutama untuk bertemu dengan orang baru. Meskipun begitu

Lengga mampu mengolah dengan baik informasi yang ia terima kemudian

memberikan respon balik. Selama ini Lengga dapat memahami dan

melaksanakan dengan baik perintah-perintah yang diajukan kelompok

selama masa pelayanan. Kedekatan emosional Lengga dengan ibu dan

adiknya amat baik. Menurut pengakuan ibunya, Lengga sering menceritakan

aktivitasnya sehari-hari. Itu artinya, Lengga tidak mempunyai masalah dalam

berkomunikasi.

Jika dilihat dari kemampuan sosialnya, Lengga mampu bersosialisasi

baik dengan teman-temannya. “Lengga akrab dengan kawan-kawannya,

kalau bermain dengan teman, Lengga memang lebih sering mengalah.” Ibu

Pepet yang juga akrab dipanggil Bu Pet menjelaskan.

“Sama temannya dia main, kalau sudah sore biasanya dia baru

pulang.” Ibu Vinsensia, ibunya Lengga menjelaskan kedekatan Lengga dengan

temannya dalam bermain.

Meski memiliki keterbatasan fisik, namun itu bukanlah penghalang

yang besar bagi Lengga dalam menempuh pendidikan. “Biasanya dia dan

19 “Bayi Laki-laki Lahir Dengan 24 Jari”, http://tempointeraktif.com/hg/luarneger i/2009/02/05/brk,20090205-158692,id.html (5 Februari 2009 pukul 20.50 WIB.)

Page 53: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 53

beberapa teman yang masih ketinggalan, saya beri perhatian khusus. Saya

beri pelajaran tambahan tiap sore atau sepulang sekolah.” Ibu Pet

menjelaskan metode yang digunakan terhadap murid-muridnya. “Namun

secara keseluruhan Lengga mampu belajar di kelas. Makanya ia saya naikkan

ke kelas dua, padahal teman-temannya yang lain ada yang tidak naik kelas.

Kalau memang menurut saya Lengga tidak mampu, saya tidak ingin

memaksakan ia untuk naik kelas.” Ibu Pet menegaskan. “Saya yakin dia akan

sukses nantinya.”

Jika dilihat dari wawancara diatas, maka dapat diketahui bahwa

sekalipun memiliki keterbatasan namun Lengga memiliki kesempatan cukup

besar untuk berprestasi seperti anak normal lainnya. Hal inilah yang

mendorong kami untuk memilih Lengga sebagai anak yang kami berikan

pendampingan agar bisa dijadikan contoh oleh ABK lain dan masyarakat

Palu’e pada umumnya. Hal lain yang bisa dijadikan pertimbangan adalah

fakta bahwa Lengga menempuh pendidikan formal di sekolah umum dimana

hal ini tidak banyak didapatkan oleh ABK Palu’e lainnya.

Adapun kelainan yang terjadi pada tubuh Lengga bagian kanan, hal

ini bisa dikaitkan dengan fungsi otak besar (cerebrum). Otak besar

(cerebrum) terdiri dari dua belahan, yaitu belahan kiri dan kanan. Setiap

belahan mengatur dan melayani tubuh yang berlawanan, belahan kiri

mengatur tubuh bagian kanan dan sebaliknya. Jika otak belahan kiri

mengalami gangguan maka tubuh bagian kanan akan mengalami gangguan,

bahkan kelumpuhan.

Dukungan keluarga dan lingkungan sekitar memang menjadi faktor

utama yang mendorong setiap anak untuk terus berprestasi. Hal ini pulalah

yang diterima Lengga dari Lingkungannya, baik itu ibunya sendiri, bibi,

tetangga, teman sepermainan, juga guru di sekolah. Seperti dikemukakan

Johnstone & Jiono (Aldita, 2004) yang mengemukakan bahwa dimensi proses

dari latar belakang keluarga ternyata memberikan kontribusi yang paling

besar terhadap motivasi dan prestasi belajar anak yang berpengaruh

terhadap aspek psikologis seperti aspirasi, motivasi, dan sikap anak.20

Jika dilihat secara keseluruhan, maka kasus yang dialami Lengga bisa

disimpulkan sebagai kasus kelainan biologis yang terjadi pada otaknya yang

kemudian berpengaruh pada peranan atau fungsi fisiknya saja. Namun hal itu

20 Yanwar Pamungkas, Motivasi Belajar Ditinjau Dari Dukungan Orang Tua Pada Siswa SMA (skripsi), (Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2010), hlm. 4

Page 54: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 54

tidak mempengaruhi perkembangan Lengga dalam hal kejiwaan (psikologis),

sosial, dan kemampuannya untuk berkomunikasi.

III.4. Tika Mere

Terdapat beberapa istilah yang sering digunakan mereka yang

mengalami keterbelakangan mental antara lain feeble mindedness (lemah

pikiran), mental subnormality, cacat mental, bodoh, dungu, pandir (imbecile),

dan sebagainya (Ashman dalam Ashman & Elkins, ed., 1998; Tunagrahita,

n.d.). Dalam penanganan kasus Tika Mere didapatkan kemampuan dalam

menulis, membaca, dan diisntruksikan mengenai suatu hal dirasa lambat

untuk dapat diterima dan dipahami olehnya. Karena ada dua poin penting

mengenai tunagrahita yaitu bahwa keterbelakangan mental mencakup tidak

hanya fungsi intelektual melainkan juga tingkah laku adaptif, serta

bagaimana keduanya masih dapat dikembangkan pada seorang dengan

keterbelakngan mental.

Pendampingan Tika melalui metode pengajaran sebagai umumnya

anak yang belum pernah mengenyam bangku pendidikan menjadi satu hal

yang mampu memberikan perubahan besar dikemudian hari. Sehingga

belajar dan berkembang dapat terjadi seumur hidup bagi semua orang

begitupundengan anak tuna grahita juga dapat belajar dan berkembang. Hal

ini dikarenakan anak berkebutuhan khusus dalam klasifikasi tunagrahita

harus belajar lebih keras dan lebih baik untuk dapat berintegrasi secara

intelektual dengan anak normal lainnya.

III.5. Ruti

Baik keluarga dan

masyarakat sekitar secara

umum cukup menerima Ruti

sebagai bagian dari mereka

tanpa merasa terganggu

dengan kecacatannya.

Sehari-hari, Ibu Ruti

berkebun seperti wanita

Palu’e pada umumnya, pergi

dari rumah pada pukul 6-7

pagi dan kembali ke rumah

petang, sekitar pukul 4-5

Gambar 3.2 Rumah Ruti (Sumber : doc. Kelompok Rufus Taku Sanu, 2011)

Page 55: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 55

sore. Pada awalnya, Ibu Ruti merasa malu karena anaknya cacat,

sebagaimana pula anggota keluarga Ruti yang lainnya. Namun seiring dengan

tumbuh dan bersosialisasinya Ruti, anggota keluarga mulai menerima

keadaan Ruti. Dalam hal ini penerimaan masyarakat juga memiliki kaitan

yang sangat erat dengan penerimaan keluarganya, di mana keluarga Ruti

sendiri lebih terbuka menerima keadaan Ruti juga karena tidak ada stereotip

atau desas-desus negatif di masyarakat. Dibandingkan dengan Ibunya, Ruti

justru lebih dekat dengan neneknya karena waktu yang lebih banyak

dihabiskan dengan sang Nenek dibandingkan dengan Ibunya. Nenek Ruti

tidak lagi bekerja di ladang setiap hari, hanya terkadang saja ia berladang

bersama Ibu Ruti. Anggota kelompok pun lebih banyak memperoleh

informasi dari Nenek Ruti dibandingkan dari Ibu Ruti, yang disebabkan jam

yang tersedia untuk pendidikan dan pelayanan khusus merupakan saat Ibu

Ruti sedang berkebun. Sayang sekali Nenek Ruti tidak dapat berbicara

bahasa Indonesia dengan lancar, sehingga komunikasi yang dibangun antara

tim dengan sang Nenek tidak dapat dilakukan secara mendalam.

Hanya ada satu anggota

keluarga inti Ruti yang tidak

ingin terlihat bersama-sama

dengan Ruti karena malu,

yaitu kakak kandungnya.

Bahkan, saat tim melakukan

assessment, warga sekitar

memberitahukan bahwa

kakak kandung Ruti

sebenarnya berada di sekitar

lokasi, namun lari karena

malu. Ketika anggota

kelompok meminta tolong

agar kakak Ruti dipanggilkan,

ia pun tidak muncul. Hingga

berakhirnya masa tugas

Kelompok Pendidikan dan

Pelayanan Khusus di Pulau

Palu’e, kakak Ruti tidak juga

berhasil ditemui.

Keluarga Ruti

memperlakukan anaknya

selayaknya memperlakukan

anak normal. Dibandingkan

Gambar 3.3 Ruti dan Pele berjanji kepada anggota kelompok bahwa mereka akan tetap belajar

(Sumber : doc. Kelompok Rufus Taku Sanu, 2011)

Page 56: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 56

anak-anak lainnya, tidak ada perbedaan perlakuan yang mencolok bagi Ruti

selain penampilannya yang kotor. Tidak ada perlakuan menghalang-halangi

Ruti untuk bermain, yang terlihat dari bebasnya Ruti bermain setiap hari

dengan anak-anak seusianya. Bahkan, Ruti kerap bermain ke pantai bersama

pamannya atau teman-temannya yang lain, yang notabene jaraknya cukup

jauh (sekitar 2 km menuruni bukit yang masih dipenuhi pepohonan) dari

tempat Ruti tinggal. Hanya saja, tidak dapat diketahui dengan pasti apakah

hal ini merupakan indikator negatif akan kurangnya keperdulian orangtua

terhadap Ruti ataukah indikator positif sebagai bentuk kepercayaan kepada

Ruti untuk dapat tumbuh berkembang seperti anak normal lainnya.

Membiarkan anaknya bermain seharian hingga ke tempat yang jauh tanpa

pengawasan yang terlalu ketat sebenarnya adalah kebiasaan masyarakat

Palu’e. Yang membedakan, Ruti terlihat jauh lebih kotor dibandingkan

dengan anak-anak lainnya. Selain liurnya yang terus menetes, secara kasat

mata memang tampak bahwa Ruti diselimuti debu, menggunakan pakaian

yang warnanya usang atau berlubang, berambut gondrong, serta kotor baik

di tangan, wajah, maupun sekujur tubuhnya. Mengenai rambutnya yang

panjang, keluarganya memang mengakui bahwa Ruti sendirilah yang enggan

setiap kali disuruh memotong rambut, tanpa alasan yang jelas. Telah begitu

sering keluarganya, bahkan tetangganya, mengingatkan bahkan

menghardiknya dengan bentakan untuk memotong rambutnya; karena pria

berambut panjang dinilai kewanita-wanitaan oleh masyarakat Palu’e. Ketika

ditanyakan pada Ruti, ia pun hanya senyum-senyum saja. Namun pada hari

terakhir sebelum kepulangan tim, selain memotong rambutnya Ruti pun juga

berpakaian rapih dan bersih. Sementara mengenai frekuensi mandi dari Ruti,

keluarganya enggan memaksa Ruti untuk mandi, karena cukup sulit

menyuruh Ruti mandi dan bersih-bersih.

Di usianya yang kesembilan, Ruti termasuk anak yang cukup mandiri.

Pada saat ibunya bekerja, rumahnya biasanya tertutup dan ia bermain

bersama teman-teman atau duduk di luar bersama neneknya. Ketika

melakukan pendidikan dan pelayanan khusus, Ruti sendirilah yang

membukakan pintu rumah. Jika mandi, maka ia menimba air dan mandi

sendiri. Ia juga makan sendiri, namun tampaknya belum mampu untuk

menyiapkan makan sendiri selain mengambil air putih. Semua itu

dilakukannya dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya tidak

dapat menggenggam atau menarik, lemas sama sekali. Ia pun dapat bermain

oto, di mana anak-anak mengendalikan roda yang digelindingkan dengan

sebilah kayu sepanjang jalan.

Page 57: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 57

Rumah Ruti sederhana, berukuran kira-kira 6m x 6m, dengan sebuah

kamar, sebuah dapur, dan sebuah ruang keluarga. Material dindingnya

terbuat dari anyaman bambu, begitu pula dengan pintunya; sementara

atapnya dari daun-daun yang dikeringkan. Di dusun Tudu, masih banyak tipe

rumah seperti ini

dibandingkan dengan

rumah berdinding beton

yang biasa ditemui di

wilayah Tuanggeo.

Kegiatan pendidikan dan

pelayanan khusus biasa

dilakukan di ruang

keluarga yang terdiri

dari satu kursi (seperti

bale-bale) bambu yang

menempel dengan

dinding tepat di sebelah

pintu masuk dan diapit

oleh dapur dan kamar.

Terkadang, pendidikan

dan pelayanan khusus dilakukan di bale-bale luar rumah Ruti yang berada di

pelataran sebelah kanan pintu masuknya, menghadap langsung ke lereng

terjal berhutan yang mengarah ke dusun Ko’a dan pantai.

Di mata masyarakat sekitar, Ruti merupakan pribadi yang rajin dan

kalem. Selain itu tetangga-tetangga Ruti juga berhubungan intens dan akrab

dengan Ruti dan keluarganya. Bahkan tak jarang tetangganya

memperhatikan dan mengkomunikasikan hal-hal detail kepada Ruti seperti

untuk memotong rambut, untuk mandi, dan sebagainya. Para tetangga pun

sangat penasaran dengan pendidikan dan pelayanan khusus yang diberikan

Kelompok kepada Ruti, bahkan hampir setiap kali pendidikan dan pelayanan

khusus dilaksanakan, baik di dalam maupun di luar rumah Ruti, masyarakat

pasti mengerubung ingin tahu. Hal ini cukup dimanfaatkan anggota

kelompok untuk membuat kaderisasi agar program ini dapat berjalan secara

berkesinambungan. Dalam proses belajar, anak-anak yang menonton

pembelajaran diberi kesempatan dan turut dilibatkan untuk mengajari Ruti

ataupun sekedar menerjemahkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Palu’e.

Seorang gadis kelas 4 SD bernama Cinde, yang merupakan tetangga Ruti,

bahkan dapat memberikan instruksi dalam menulis lebih baik daripada yang

diberikan oleh anggota kelompok. Misalnya untuk instruksi mengguratkan

garis miring, meneruskan garus, berhenti membuat garis, atau meniru

sebuah garis; yang merupakan rangkaian pembelajaran dalam menulis huruf.

Gambar 3.4 Anak-anak yang kerap mengikuti proses pembelajaran Ruti

(Sumber : doc. KelompokRufus Taku Sanu, 2011)

Page 58: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 58

Dengan instruksi dalam bahasa Palu’e, Ruti lebih cepat menyerap dan

mempraktekkannya. Untuk kaderisasi, anggota kelompok menyusun catatan

dalam bahasa sederhana mengenai keadaan awal, analisis kebutuhan khusus

yang diderita Ruti, pendidikan dan pelayanan yang diberikan (baik

kurikulum maupun metode), serta target-target yang diharapkan dapat

dicapai Ruti di kemudian hari. Turut diberikan pula saran mengenai

kurikulum dan metode yang diperkirakan akan cocok digunakan dalam

pengajaran bagi Ruti, serta beberapa materi pembelajaran bagi Ruti dalam

jangka pendek masa mendatang.

Di Tudu, kontrol sosial dan intensitas hubungan masyarakat memang

cukup erat. Salah satu faktornya adalah lokasi dusun yang cukup jauh dari

wilayah lainnya, dan rumah warga yang mengelompok dan berdekatan satu

dengan lainnya. Tudu merupakan dusun yang baru berkembang, dilihat dari

tipe rumah yang tergolong tradisional diiringi cukup banyaknya proyek yang

baru dibangun. Penerimaan masyarakat satu dengan lainnya juga cukup baik

termasuk pula untuk golongan minoritas seperti anak berkebutuhan khusus

dan juga trangender. Selain anak berkebutuhan khusus, ditemui juga seorang

transgender bernama Mbak Yuyun yang juga diterima masyarakat secara

baik.

Latihan yang diberikan bagi Ruti adalah pembiasaan agar Ruti secara

mandiri dapat melakukan

gerakan-gerakan tertentu

seperti cara memegang

ballpoint, cara membuka

tutup ballpoint dengan

satu tangan, latihan

gerakan motorik berupa

ketepatan dan kecepatan

respon tangan, serta

latihan pengucapan dan

penyempurnaan vokal

dan konsonan.

Pendidikan yang

diberikan bagi Ruti meliputi pembelajaran mengenal huruf, angka, dan

bentuk. Dalam penyampaian materi latihan maupun pendidikan, kurikulum

disesuaikan dengan progress dari Ruti pada akhir pertemuan dengan

menggunakan fasilitas seadanya yang dapat ditemukan di lapangan.

Gambar 3.5 Ruti dan Anak Berkebutuhan Khusus lainnya di Dusun Tudu

(Sumber : doc. Kelompok Rufus Taku Sanu, 2011)

Page 59: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 59

Pada hari pertama, masih terdapat beberapa pengucapan yang salah,

yaitu huruf D, F, G, N, Q, R, S, V, X, Z. Beberapa huruf lainnya pada awalnya

diucapkan secara salah, namun mengalami perbaikan setelah dilatih

berulang-ulang walaupun pelafalannya juga tidak sempurna, yaitu huruf C, K,

L, M, O, P, T, W. Ruti memiliki keterbatasan dalam mengucapkan vokal

maupun konsonan, baik

alfabet maupun dalam

rangkaian kata atau kalimat.

Perlu diselidiki lebih lanjut

apakah memang huruf-huruf

tersebut tidak dapat

dilafalkan atau dapat namun

perlu latihan. Dalam

‘mengkopi’ huruf A-Z, Ruti

dapat melakukannya dengan

baik dengan keadaan

terdapat contoh yang ditiru

tepat di bawah garis yang Ruti

buat. Mengenai angka,

ternyata Ruti telah belajar sendiri menulis angka 1-20, sehingga ia dapat

lebih mudah mengikuti pembelajaran. Terdapat beberapa penulisan yang

terbalik, misalnya angka 9 dan 6 yang tertukar. Namun setelah fasilitator

memberitahukan cara penulisan yang benar, Ruti segera mengingat dan

menuliskan angka-angka tersebut secara benar. Ruti memiliki ketertarikan

yang lebih besar terhadap angka dari pada terhadap huruf, di mana

antusiasmenya dan kecepatan belajarnya sedikit meningkat ketika belajar

angka dibandingkan ketika belajar huruf.

Terkait dengan lokasi pembelajaran, sedari awal kelompok telah

mencoba untuk melakukan pembelajaran di rumah secara privat agar

suasana dapat kondusif, namun anak-anak lain bahkan orang-orang dewasa

di Dusun Tudu sangat ingin tahu dengan kegiatan pembelajaran tersebut.

Pada akhirnya, walaupun kegiatan belajar dilakukan di dalam rumah, namun

pintu terbuka dan para tetangga menonton sepanjang kegiatan. Hal ini

menyebabkan anggota kelompok harus bekerja keras untuk mengontrol

kerumunan serta Ruti dan Pele, agar konsentrasi belajar ABK tidak

terganggu.

Dari hari kedua pembelajaran, diketahui Ruti mengalami kesulitan

untuk menghafalkan alfabet, terutama untuk mengingat pasangan bentuk-

pengucapan alfabet tersebut. Dalam pertemuan kali ini, anggota kelompok

berusaha untuk mengulangi kembali pembelajaran di pertemuan

Gambar 3.6 Ruti sedang bermain dengan Pele, temannya di dekat rumahnya

(Sumber : doc. Rufus Taku Sanu, 2011)

Page 60: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 60

sebelumnya. Ternyata, Ruti masih belum mampu untuk mengingat bentuk

dan pelafalan alfabet baik dari A-J maupun K-Z. Untuk melafalkan sendiri,

terdapat beberapa huruf yang harus diulang dari awal, misalnya pelafalan C

sebagai ‘Je’. Biasanya, dalam metode pembelajaran baca tulis, seseorang

diperkenalkan terlebih dahulu untuk dapat membaca huruf. Namun,

tampaknya Ruti mengalami kesulitan untuk mengenali huruf secara tepat.

Diperlukan latihan berulang-ulang agar Ruti dapat secara lancar dan tepat

mengenali huruf. Dengan mempertimbangkan bahwa Ruti memiliki

ketertarikan dan kemampuan yang cukup baik dalam menirukan bentuk,

maka pendidik mencoba mengkombinasikan pelafalan dengan penulisan

dalam mempelajari huruf. Selain agar Ruti tidak bosan, kombinasi metode ini

juga diharapkan dapat memudahkan Ruti dalam mengingat huruf. Ruti dapat

mengikuti dengan baik dalam menirukan bentuk tulisan AIUEO maupun

RUTI, dan ia dapat melakukannya secara berulang-ulang meskipun diacak.

Namun, untuk membaca huruf tertentu ketika ditunjuk secara acak,

terkadang Ruti masih mengalami kesalahan. Dalam menulis dan membaca

angka, Ruti jauh lebih baik dibandingkan menulis dan membaca huruf. Ruti

tidak memerlukan contoh dalam menuliskan angka, dan cenderung lebih

tepat dalam membaca angka.

Dari pertemuan ketiga, anggota kelompok menemui fakta bahwa Ruti

masih mengalami kesulitan untuk mengenali huruf tertentu, terutama setelah

huruf E. Ketika diminta mengenali huruf secara mandiri, kemampuan Ruti

sangat terbatas sampai dengan ABCDE, sedangkan huruf-huruf lainnya sulit

sekali diingat. Hal ini mungkin berhubungan dengan kemampuan intelegensi

Ruti. Dalam hal pelafalan, Ruti mengalami kemajuan yang sangat sedikit;

ketika ditunjukkan suatu huruf dan diminta mengulangi pelafalan, ia dapat

melakukan dengan benar untuk huruf-huruf tertentu saja karena

permasalahan pada organ berbicaranya. Dalam menulis AIUEO serta Ba-Bi-

Bu-Be-Bo, juga ABCDEFGHIJ, Ruti dapat menirukan dengan baik selama ada

contoh. Namun ketika tidak diberikan contoh atau dilakukan tes secara acak,

Ruti belum dapat menuliskan atau membaca huruf-huruf tersebut dengan

benar. Di sisi lain, Ruti mengalami kemajuan yang cukup baik dalam hal

menulis, yaitu ia telah dapat menuliskan namanya dengan baik meskipun

belum rapih. Dalam menuliskan nama, perkembangan yang dibuat jauh lebih

cepat dibandingkan dibandingkan penulisan huruf-huruf lainnya. Sementara

itu untuk ejaan Ba-Bi-Bu-Be-Bo, Ruti sangat lambat dalam memahami.

Dibutuhkan pengulangan yang terus menerus namun sampai dengan akhir

pembelajaran Ruti masih belum dapat mengenali huruf-huruf ejaan tersebut.

Terkadang ia dapat ‘menebak’ dengan benar, namun ketika diacak, seringkali

ia salah ‘menebak’ angka yang dimaksud. Sementara, terkait dengan angka,

Page 61: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 61

kemajuan yang dibuat Ruti cukup baik, di mana ia telah berhasil menuliskan

angka 51-80 dengan baik, namun Ruti memiliki masalah dalam mengisi

angka-angka yang dikosongkan secara acak, misalnya ketika pendidik

memberikan soal 80 __ 82 __ __ 85 __ 87 88 89 __. Namun, pada hari ini Ruti

telah selangkah lebih maju dalam mengenali angka puluhan dan ratusan.

Sebelumnya ia tidak tahu cara membaca bilangan di atas 100, namun setelah

diperkenalkan untuk membaca 100-150, Ruti segera dapat mengingat

dengan benar. Ia tergolong cukup cepat dalam menyerap pembelajaran

tentang angka, walaupun aktivitasnya baru sekedar mengenali angka.

Dari pertemuan pada hari ini, didapatkan tambahan fakta yang

memperkuat analisa penulis bahwa ia cenderung meniru tulisan atau gambar

(visual-kinetik) dibandingkan audio/bicara . Namun, Ruti memiliki

keterbatasan atau mungkin belum mampu untuk menuliskan secara acak

huruf yang diminta dengan kemampuannya sendiri. Pendidik masih harus

memberikan sedikit bantuan untuk mengingatkan Ruti terkait bentuk dan

lafal. Selain itu, pada hari ini dilaksanakan lagi ‘tes bermain bola’ untuk

melatih motorik Ruti, yaitu suatu permainan sederhana dengan memegang

pensil mencoba untuk memasukan dan menghalau bola buatan yang terbuat

dari kertas yang diremas berbentuk bundar. Ruti memiliki gerakan motorik

yang cukup lincah dan refleksnya baik, serta gerakannya cukup terarah.

Pada pertemuan keempat, mengingat pula bahwa dalam pertemuan

belakangan, pengenalan huruf ditekankan pada cara tertulis dibandingkan

verbal bagi Ruti, salah satunya dikarenakan keterbatasan kemampuan Ruti

untuk melafalkan huruf tertentu. Dalam pertemuan ini, Ruti dapat

menuliskan A-J secara benar tanpa mengkopi tulisan pendidik. Ini

merupakan progress yang sangat baik karena sebelumnya ia tidak dapat

sama sekali secara mandiri mengingat huruf di luar RUTI, ABC, dan AIUEO.

Perlu pengulangan dulu sebelum Ruti kembali ingat AIUEO dan BaBiBuBeBo,

namun frekuensi pengulangan semakin rendah dan pengenalan AIUEO sudah

mulai teratur. Pekerjaan rumah kali ini tidak dikerjakan sama sekali.

Sepertinya karena Ruti tidak memahami instruksi pendidik, sehingga yang

dikerjakan justru yang tidak diinstruksikan yaitu angka 20-an. Sementara itu,

Ruti masih mengingat bilangan 20 s.d. 150 dengan baik, dan dapat

melanjutkan s.d. 200. Selain itu juga dilakukan pembelajaran angka 101, 102,

dst, dan 201, 202 dst s.d. 210. Dalam hal ini pembelajaran mengenai bentuk,

Ruti dapat memasangkan bentuk-bentuk tersebut secara benar dengan

kecepatan yang hampir mendekati anak normal. Ketika diminta untuk

menggambarkan bentuk-bentuk tersebut, ia pun dapat meniru bentuk-

bentuk tersebut dengan baik. Selain itu, dalam hal menulis, Ruti dapat

menuliskan kata-kata tersebut dengan baik selama ada contoh, namun

Page 62: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 62

pendidik tidak mengetahui apakah Ruti dapat menuliskan kata tersebut

secara mandiri dan mengerti cara penulisan huruf per huruf.

Dari fakta-fakta dalam diri Ruti, maka tim menyimpulkan bahwa Ruti

termasuk dalam kategori mampu latih dan mampu didik. Hal ini menjadi

salah satu pertimbangan dipilihnya Ruti sebagai subjek pembelajaran

pendidikan dan pelayanan khusus di Pulau Palue, yaitu agar masyarakat

dapat melihat bahwa terdapat anak-anak yang selama ini diberi stereotype

bodoh dan tidak akan dapat diajari sesungguhnya dapat dilatih, dididik,

menerima pembelajaran tersebut, dan mengalami perkembangan baik secara

intelektual maupun dari segi kepribadiannya sebagai manusia. Pertimbangan

lainnya adalah umur Ruti yang masih belia sehingga ia masih memiliki jalan

yang sangat panjang dalam kehidupannya, sehingga diharapkan dengan

dilakukannya pendidikan dan pelayanan khusus terhadap Ruti dapat

mengarahkan masa depannya ke arah yang lebih baik. Selain itu, Ruti

memiliki kehidupan sosial serta kemampuan berinteraksi yang cukup baik

dengan teman-teman sebayanya, sehingga membuka kesempatan bagi

teman-temannya untuk terlibat dalam pendidikan dan pelayanan khusus

yang diberikan kepada Ruti. Lebih dari semua itu, Ruti diharapkan dapat

menjadi contoh dan acuan bagi pendidikan dan pelayanan khusus di Palue.

Page 63: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 63

BAB IV PENUTUP

Seringkali anak berkebutuhan khsusus dipandang tidak dapat

menjalin kerjasama atau bersaing dengan anak normal, maka ada anggapan

bahwa pendidikan anak berkebutuhan khusus perlu dipisahkan dari

pendidikan untuk anak normal. Untuk keperluan pendidikan sedapat

mungkin anak berkebutuhan khusus dididik terintegrasi dengan anak

normal, kecuali jika pengintegrasian dapat membahayakan anak

berkebutuhan khusus dengan anak normal. Sebab, pemisahan antara anak

berkebutuhan khusus dengan anak normal dalam pendidikan dapat

dipandang mengingkari hakikat penciptaan manusia.

Pada program penididkan dan pelayanan khusus yang diadakan di

Pulau Palue dalam rangka Kuliah Kerja Nyata Universitas Indonesia tahun

2011 ini, terdapat lima anak berkebutuhan khusus yang menjadi target

program. Mereka adalah Mimi Meti (11 tahun), Lajupio (11 tahun), Lengga (8

tahun), Tika mere (16 tahun), dan Ruti (9 tahun). Lima anak berkebutuhan

khusus ini ditemukan di Desa Rokirole. Kekurangan fisik dan psikis yang

diderita oleh para ABK ini bermacam-macam, sehingga penanganan terhadap

mereka dilakukan secara khusus. Selain itu, agar program ini tetap dapat

berjalan dan berkesinambungan, dilakukan pula kaderisasi yang target

utamanya adalah keluarga ABK itu sendiri.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pelaksanaan program

pendidikan dan pelayanan khusus selama satu bulan, di dapatkan sebuah

hasil analisis singkat terhadap kelima ABK. Pertama, Mimi Meti yang dapat

dikategorikan sebagai Anak Berkesulitan Belajar Spesifik (ABBS) karena

kesulitannya mengenali huruf dan membedakan simbol, meskipun saat ini ia

duduk di bangku kelas 2 SD. Kemudian Lajupio yang memenuhi karakteristik

cacat mental moderate (menengah) karena kelainan fisik yang dideritanya

sejak lahir ditambah dengan kemampuannya yang kurang dalam hal

mengingat, menggeneralisasi, bahasa, konseptual dan kreatifitas. Ketiga

adalah Lengga, meskipun sedang duduk di bangku kelas 2 SD, namun

kemandirian dan kepercayaan dirinya perlu dilatih kembali agar kecacatan

fisik tidak menghalanginya untuk berkarya. Keempat, tika Mere yang kurang

diperhatikan oleh keluarganya karena menderita keterbelakangan mental

sejak lahir dan feeble mindedness. Meskipun perkembangannya sangat

lambat, Tima Mere masih dapat digolongkan sebagai anak berkebutuhan

Page 64: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 64

khusus yang mampu didik. Terakhir adalah Ruti, penderita Celeberal palsy

yang dapat dikategorikan sebagai anak yang mampu didik dan mampu latih.

Penyelenggaraan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus ditujukan

untuk membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan mental,

perilaku, dan sosial, agar mampu mengembangkan kelainan fisik dan atau

mental, perilaku dan sosial, agar mampu mengembangkan sikap,

pengetahuan, dan keterampilan, sebagai pribadi maupun anggota

masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik. Perlu dipahami

bahwa pendidikan anak berkebutuhan khusus bukan pendidikan yang secara

menyeluruh berbeda dari pendidikan untuk anak-anak pada umumnya.

Pendidikan anak berkebutuhan khusus menunjukan hanya pada aspek-aspek

pendidikan yang unik dan/atau dalam penembahan program-program

pembelajaran untuk anak. Pendidikan Bekebutuhan Khusus adalah bagian

terpadu dari sistem pendidikan nasional yang secara khusus diselenggarakan

di taman kanak-kanak, sekolah dasar luar biasa, sekolah lanjutan tingkatan

tingkat pertama, dan sekolah menengah luar biasa.

Pendidikan berkebutuhan khusus diselenggarakan ke arah cipta

yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan

dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya sesuai dengan

tingkat kelaianan serta memperoleh kesiapan fisik, mental, perilaku,dan

sosial. Pengolahan pendidikan Berkebutuhan khusus di Indonesia khususnya

di daerah terpencil seperti di kecamatan Palue nampakknya harus

dikembangkan dan disempurnakan secara makro (global nasional dan

regional), tingkat meso (kelembagaan) maupun secara makro (dalam proses

belajar mengajar). Untuk mengatasi keadaan ini tidak mungkin diselesaikan

secara pragmentaris tradisional dalam waktu yang singkat, tetapi

memerlukan suatu pendekatan perpektif terpadu secara intergalistik

longitudinal yaitu pendekatan yang bertitik tolak pada keadaan saat ini,

memperhatikan pengalaman masa silam dan berorienasi ke masa depan,

dalam berbagai dimensi dengan skala tertentu.

Page 65: LPJ K2N UI 2011 Titik Palu'e - Program Khusus Pendidikan Dan Pelayanan Khusus

[LPJ PROGRAM PENDIDIKAN & PELAYANAN KHUSUS] Palu’e, Juni - Juli 2011

K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 65

Daftar Pustaka

1. Abdurrahman, Mulyono. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.

Jakarta: Rineka Cipta.

2. Delphie, Bandi. 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung:

Refika Aditama.

3. Hallahan, D.P. & Kauffman, J.M. 1994. Exceptional children : Introduction to

special education. 6 th Ed. Boston : Allyn & Bacon.

4. _________. 2006. Exeptional Learner : An introduction to special education. 10

th Ed. USA : Pearson Education, Inc.

5. Mangunsong, Frieda. 2009. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan

Khusus. Jakarta : LPSP3 UI.128-145.

6. Melalatoa, M. Junus. 1995. Ensiklopedi Suku bangsa Di Indonesia.

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI.

7. Pamungkas, Yanwar. 2010. Motivasi Belajar Ditinjau Dari Dukungan

Orang Tua Pada Siswa SMA (skripsi). Surakarta: Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sumber Internet

1. “Bayi Laki-laki Lahir Dengan 24 Jari”, diaskes dari

http://tempointeraktif.com/hg/luarnegeri/2009/02/05/brk,20090205-

158692,id.html pada 9 September 2011 pukul 20.50 WIB

2. Pujianingsih, M. Pd. “Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar Spesifik”,

diakses dari

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/materi%20untuk%20dikla

t%20dinas%20dikpora%20DIY.pdf. Pada 10 September 2011, pukul

09:34 WIB.