lp typoid
DESCRIPTION
penyakit pada anakTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN APENDISITIS
Oleh: Myla Alisa Novita Sari
1. Kasus/ Diagnosis Medis
Demam Thypoid
2. Proses terjadinya masalah
a. Pengertian
Demam thypoid adalah penyakit menular yang disebabkan Salmonella typhi yang
ditularkan lewat air, susu atau makanan lain, khususnya kerang-kerangan yang telah
terkontaminasi. Pada demam tifoid akan terjadi panas yang tinggi, ruam yang berwarna merah,
derilium dan kadang-kadang perdarahan usus. Orang yang pernah menderita demam tifoid akan
memperoleh kekebalan darinya tetapi juga bisa menjadi karier. Meskipun kesehatannya tampak
baik, tubuhnya dapat mengandung bakteri dan mengeluarkannya lewat feses atau urinenya.
Kuman Salmonella typhi kerap kali bersarang di kandung empedu karier infeksi ini (Weller,
2005:685). Pada demam tifoid akan terjadi bakteremia dan inflamasi jaringan limfoid usus
(plak Peyeri) yang kemudian akan mengalami ulserasi dan dapat menimbulkan perforasi serta
perdarahan. Awitannya ditandai oleh kenaikan suhu tubuh yang kurvanya berbentuk anak
tangga, denyut nadi lambat, sakit kepala, letargis, dan batuk. Selanjutnya akan timbul bercak
kemerahan pada kulit abdomen yang dinamakan rose spot, splenomegali dan diare mirip sup
kacang (pea soup diarrhea) yang tipikal dengan nyeri tekan abdomen, delerium, serta bronkitis
(Brooker, 2001:436).
b. Penyebab
Kuman penyebab demam tifoid adalah Salmonella typhi (Basil gram negatif) yang
memasuki tubuh melalui mulut dengan perantara makanan dan minuman yang telah
terkontaminasi. Singkatnya kuman ini terdapat dalam tinja, kemih, atau darah. Masa
inkubasinya sekitar 10 hari. Salah satu sebab mengapa pasien tifus dianjurkan dirawat di rumah
sakit adalah karena relatif mudah menular kepala anggota keluarga lain (Tambayong,
2000:143).
c. Patofisiologi
Pada anak yang lebih muda, perubahan morfologi infeksi Salmonella typhi kurang
mencolok dari pada pada anak lebih tua atau dewasa. Hiperplasia lempengan Peyer dengan
nekrosis dan pengelupasan epitel yang menutupi, yang menimbulkan ulkus adalah khas.
Jaringan mukosa dan lifatik saluran usus teradang dan nekrosis berat. Lazimnya terjadi ulserasi
menyembuh tanpa jaringan parut. Striktur dan penumbatan usus sebenarnya tidak pernah terjadi
sesudah demam tifoid. Dapat terjadi perdarahan. Lesi radang kadang dapat menembus tunika
muskularis dan serosa usus dan menyebabkan perforasi. Limfonodi mesenterika, hati dan limpa
hiperemia dan biasanya menunjukkan daerah nekrosis setempat. Hiperplasia jaringan endotelial
dengan proliferasi sel mononuklear merupakan penemuan dominan. Respon mononuklear dapat
ditemukan pada sumsum tulang yang disertai dengan daerah nekrosis fokal. Radang vesika
felea tidak tetap. Radang juga dapat ditemukan dalam berntuk abses terlokalisasi, pneumonia,
artritis septik, osteomielitis, pielonefritis, endoftalmitis, dan meningitis. (Behrman, 2000:182).
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks yang mengikuti ingesti organism,
yaitu sebagai berikut.
a. Penempelan dan invasi sel- sel pada Peyer Patch.
b. Bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag Peyer Patch, nodus
limfatikus mesenterica, dan organ- organ extra intestinal sistem retikuloendotelial.
c. Bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah.
d. Produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan
meningkatkan permeabilitas membrane usus sehingga menyebabkan keluarnya
elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal. Masuknya kuman Salmonella typhi dan
Salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang
terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung karena suasana
asam di lambung (pH < 2) banyak yang mati namun sebagian lolos masuk ke dalam
usus dan berkembang biak dalam peyer patch dalam usus. Untuk diketahui, jumlah
kuman yang masuk dan dapat menyebabkan infeksi minimal berjumlah 105 dan jumlah
bisa saja meningkat bila keadaan lokal pada lambung yang menurun seperti aklorhidria,
post gastrektomi, penggunaan obat- obatan seperti antasida, H2-bloker, dan Proton
Pump Inhibitor. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus tepatnya di jejnum
dan ileum. Bila respon imunitas humoral mukosa usus (IgA) kurang baik maka kuman
akan menembus sel- sel epitel (sel-M merupakan selnepitel khusus yang yang melapisi
Peyer Patch, merupakan port de entry dari kuman ini) dan selanjutnya ke lamina
propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel- sel fagosit
terutama makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan
selanjutnya dibawa ke peyer patch di ileum distal dan kemudian kelenjar getah bening
mesenterika.
Selanjutnya melalui ductus thoracicus, kuman yang terdapat dalam makrofag ini masuk ke
dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang sifatnya asimtomatik) dan
menyebar ke seluruh organ Retikuloendotelial tubuh terutama hati dan Limpa. Di organ- organ
RES ini kuman meninggalkan sel- sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau
ruang sinusoid dan selanjutnya kembali masuk ke sirkulasi sistemik yang mengakibatkan
bakteremia kedua dengan disertai tanda- tanda dan gejala infeksi sistemik.
Di dalam hepar, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama
cairan empedu diekskresikan secara “intermitten” ke dalam lumen usus. Sebagian kuman
dikeluarkan bersama feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus.
Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka
pada saat fagositosis kuman Salmonella terjadi beberapa pelepasan mediator inflamasi yang
selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise,
mialgia, sakit kepala, sakit perut,diare diselingi konstipasi, sampai gangguan mental dalam hal
ini adalah delirium. Pada anak- anak gangguan mental ini biasanya terjadi sewaktu tidur berupa
mengigau yang terjadi dalam 3 hari berturut- turut.
Dalam Peyer Patch makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasi jaringan (S. typhi
intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan
nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar
peyer patch yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasi akibat akumulasi sel- sel
mononuclear di dinding usus.
Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus,
dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoxin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler
dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskuler,
respirasi, dan gangguan organ lainnya.
Peran endotoksin dalam pathogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan
tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga
endotoksin dari salmonella typhi ini menstimulasi makrofag di dalam hepar, lien, folikel usus
halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat- zat lain. Produk dari
makrofag inilah yang dapat menimbulkan kelainan anatomis seperti nekrosis sel, sistem
vaskuler, yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada darah dan juga
menstimulasi sistem imunologis.
d. Tanda dan gejala
Gejala klinis infeksi demam tifoid berupa demam (biasanya > 5 hari, terutama malam hari,
makin tinggi, rambut pasirn tertentu bisa rontok), menggigil, nyeri/kembung, lidah kotor
dengan tepian merah, sering konstipasi selama beberapa hari (Tambayong, 2000:144). Pada
pemeriksaan klinis didapatkan suhu tubuh tinggi, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa
(Cahyono, 2010:94). Awitan demam tifoid ditandai oleh kenaikan suhu tubuh yang kurvanya
berbentuk anak tangga, denyut nadi lambat, sakit kepala, letargi, dan batuk. Selanjutnya akan
timbul bercak kemerahan pada kulit abdomen yang dinamakan rose spot, splenomegali dan
diare mirip sup kacang (pea soup diarrhea) yang tipikal dengan nyeri tekan abdomen,
delerium, serta bronkitis (Brooker, 2001:436).
e. Penanganan
Penanganan dilakukan dengan pemberian antibikroba. Namun karena semakin
bertambahnya resistensi antibiotik, kloramfenikol peroral dan intravena, ampisilin, amoksisilin,
trimetoprim-sulfametoksazole. Pengobatan pendukung dan rumatan cairan dan keseimbangan
telah disarankan untuk pengobatan trombositopenia yang cukup berat untuk menyebabkan
elektrolit yang cukup sangat penting, bila perdarahan usus berat, tranfusi darah diperlukan.
Intervensi pembedahan dengan antibiotik spektrum luas dianjurkan untuk perforasi usus.
Tranfusi trombosit perdarahan usus pada penderita yang mempertimbangkan pembedahan
(Behrman, 2000: 182).
f. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang sering digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis
demam tifoid adalah uji widal, IDL TUBEX, typidot. Untuk memastikan adanya demam tifoid
perlu dilakukan pemeriksaan biakan darah, biakan feses atau urine (Cahyono, 2010:94).
Anemia normositik normokromik sering ditemukan sesudah sakit beberapa minggu dan
dihubungkan dnegan kehilangan darah usus atau penekanan sumsum tulang. Angkat leukosit
darang sering rendah dalam hubungan dengan demam dan toksisitas, tetapi ada kisaran yang
lebar dalam angkat, leukopeni biasanya tidak di bawah 200 sel/mm3, sering ditemukan sesudah
sakit minggu pertama atau kedua. Bila terjadi abses bernanah, leukositosis dapat mencapai
20.000-25.000/mm3. Trombositopeni dapat mencolok dan menetap selama 1 minggu. Hasil uji
fungsi hati terganggu. Sering ada proteinuria, leukosit tinja dan darah tinja sering ada
(Behrman, 2000:972).
a. Pohon MasalahSalmonella typhi masuk ke saluran cerna
Sebagian dimusnahkan di lambung Sebagian masuk ke usus halus
Pirogen dilepas oleh leukosit pada jaringan yang meradang
Di ileum terminalis membentuk limfoid plak peyeris
Infeksi salmonella typhi dan endotoksin
Hepatomegali dan splenomegali
Masuk dan berdiam di hati dan limpa
Menembus dan masuk aliran darah
Masuk ke kelenjar limfe mesentrial
Sebagian menembus lamina propia
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Gangguan rasa nyaman nyeri
Nyeri tekan
Perforasi
Perdarahan
Sebagian hidup dan menetap
Hipertermi
Demam tifoid
Intake nutrisi kurang
Peningkatan asam lambung
Mual dan muntah
Produksi enterotoksin meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan meningkatkan permeabilitas membran usus
Konstipasi
Diare
Elektrolit dan air dikeluarkan ke dalam lumen intestinal
Kekurangan volume cairan
Penguapan tubuh meningkat
b. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
I. Biodata
Identitas pasien
Identitas orang tua
Identitas saudara kandung
II. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama:
Riwayat keluhan utama
Keluhan pada saat pengkajian
b. Riwayat kesehatan lalu
1. Prenatal care
2. Natal
3. Post natal
c. Riwayat kesehatan keluarga
III. Riwayat Imunisasi
Imunisasi yang umum dilakukan yaitu BCG, DPT, polio, campak, dan hepatitis.
IV. Riwayat Tumbuh Kembang
a. Pertumbuhan fisik
b. Pertumbuhan Setiap Tahap Perkembangan
V. RIWAYAT NUTRISI
a. Pemberian ASI
b. Pemberian susu formula
c. Pola perubahan nutrisi setiap tahap perkembangan
VI. Riwayat Psikososial
VII. Riwayat Spiritual
VIII. Reaksi Hospitalisasi
IX. Aktivitas Sehari-Hari
a. Nutrisi
b. Cairan
c. Eliminasi
d. Istirahat dan tidur
e. Olah raga
f. Personal hygiene
g. Aktivitas/mobilitas fisik
h. Rekreasi
X. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: dapat ditemukan data anak lemah, badan panas.
b. Kesadaran: dapat ditemukan data kesadaran anak komposmentis, somnolen, atau
derilium
c. Tanda vital: RR meningkat, Nadi meningkat, dan suhu meningkat.
d. Berat badan dan tinggi badan: BB anak menurun karena demam tifoid
e. Kepala: teraba hangat, terdapat nyeri kepala, pusing
f. Muka: pucat, warna cokelat kemerahan, teraba hangat
g. Mata: konjungtiva anemis, sklera anikterik, mata cekung
h. Hidung dan sinus
i. Telinga
j. Mulut: lidah kotor dan kering, diolapisi selaput tebal, di bagian belakang tampak lebih
pucat, di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan, bibir kering, pecah-pecah.
k. Tenggorokan
l. Leher
m. Dada: terdapat ruam makulopapular berwarna merah.
n. Abdomen: anoreksia, mual, muntah, nyeri tekan, terdapat pembesaran hati dan limpa,
perut kembung. Terdapat ruam makulopapular berwarna merah
o. Genitalia dan anus
p. Refleks sensori: refleks sensori dapat menurun
q. Status neurologis : status neurologis dapat menurun
XI. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan menggunakan DDST
a. Motorik kasar
b. Motorik halus
c. Bahasa
d. Personal sosial
XII. Tes Diagnostik
a. Laboratorium
1) Pada demam tifoid sering disertai anemia dari yang ringan sampai sedang dengan
peningkatan laju endap darah, gangguan eritrosit normokrom normositer, yang diduga
karena efek toksik supresi sumsum tulang atau perdarahan usus
2) Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dengan
mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. Typhi maupun mendeteksi
antigen itu sendiri
3) Uji widal H, O, Vi positif
4) Uji TUBEX tinggi
XIII. Terapi Saat Ini
a. Per oral
b. Injeksi
3. Diagnosis keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pembesaran organ dan perforasi
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan hipertermi
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah
dan diare.
e. Diare berhubungan dengan peningkatan pengeluaran elektrolit dan air dikeluarkan ke dalam
lumen intestinal
f. Konstipasi berhubungan dengan pembatasan aktivitas fisik karena hipertermi dan nyeri
g.
4. Rencana tindakan keperawatan
a. Hipertermi
Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
Setelah
diberikan
asuhan
keperawatan
selama 1x24
jam, suhu
tubuh pasien
akan turun
dalam
rentang
normal
Suhu antara
35-36I C
Kulit tidak
teraba hangat
Tidak
takikardia
Kulit tidak
kemerahan
RR antara
rentang
normal (20-
30x/menit)
1. Monitor ulang suhu tubuh
pasien
2. Anjurkan keluarga pasien
untuk memberikan pakaian
tipis
3. Pertahankan asupan cairan
yang cukup pagi pasien
anak
4. Jelaskan pentingnya
memenuhi cairan yang
cukup
5. Hindari aktivitas di luar
ruangan pada siang hari
6. Informasikan pada keluarga
tanda-tanda hipertermi pada
anak
7. Kolaborasi pemberian
terapi farmakologis
1. Mengetahui suhu teraktual
pasien
2. Pakaian tipis dapat menyerap
keringat dan mengurangi
penguapan tubuh
3. Peningkatan suhu
menhilangkan banyak cairan
tubuh, sehingga butuh cairan
lebih.
4. Memberikan pengetahuan
mengenai pentingnya asupan
cairan dalam keadaan
hipertermi
5. Aktivitas siang hari dan panas
dapat mengurangi cairan
tubuh dengan keringat
6. Memberikan pengetahuan
pada keluarga untuk tindakan
pertama pada anak
7. Menurunkan suhu tubuh anak
b. Gangguan rasa nyaman nyeri
Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
Setelah
diberikan
asuhan
keperawatan
selama 1x24
jam, pasien
akan dapat
beradaptasi
Tidak ada
keluhan
nyeri
Skalan nyeri
rendah
Pasien tidak
meringis
karena
1. Kaji intensitas nyeri
pasien dengan skala
nyeri
2. Kaji koping pasien
terhadap nyeri
3. Ajarkan pasien teknik
distraksi dan relaksasi
4. Anjurkan memberikan
1. Mengetahui tingkat nyeri
pasien
2. Mengidentifikasi cara pasien
mengatasi nyeri yang timbul
3. Mengurangi nyeri yang
dikeluhkan pasien
4. Mengurangi nyeri yang
dengan rasa
nyerinya
respon nyeri
TTV dalam
rentang
normal
kompres air hangat
5. Kaji respon pasien
6. Anjurkan keluarga
untuk menciptakan
lingkungan sekitar
yang tenang dan
nyaman
7. Kolaborasi pemberian
terapi farmakologis
dikeluhkan pasien
5. Mengetahui keefektifan
tindakan yang telah
dilakukan
6. Lingkungan tenang
membantu mengurangi
keluhan nyeri
7. Terapi farmakologis
analgesik membantu
mengurangi keluhan nyeri
c. Kekurangan volume cairan
Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
Setelah
diberikan
asuhan
keperawatan
selama 2x24
jam, pasien
akan dapat
memenuhi
kebutuhan
cairan
dengan
seimbang
Kulit dan
mukosa tidak
kering
Turgor kulit
elastis.
Urine output
dalam rentang
600-1000cc/h
ari
1. Kaji asupan cairan
yang disukai pasien
2. Jelaskan pentingnya
asupan cairan yang
cukup
3. Rencanakan asupan
cairan secara periodik
4. Pantau asupan dan
keluaran cairan pasien
5. Ukur urin output
6. Timbang BB secara
periodik
7. Pertimbangkan
kehilangan cairan
tambahan yang
berhubungan dengan
muntah, diare, demam.
1. Mengidentifikasi minuman
yang dapat diterima pasien
untuk diminum
2. Memberikan pengetahuan
bahwa asupan cairan cukup
sangat dibutuhkan tubuh
3. Memberikan asupan cairan
yang cukup untuk pasien
4. Mengontrol keseimbangan
cairan yang masuk dan keluar
5. Mengetahui jumlah cairan yang
keluar tubuh
6. Mengetahui adanya
peningkatan BB sebagai salah
satu indikator keseimbangan
cairan
7. Mengontrol faktor lain yang
memengaruhi kehilangan cairan
tubuh
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
Setelah
diberikan
asuhan
keperawatan
selama 2x24
jam, pasien
akan dapat
memenuhi
kebutuhan
nutrisinya
Terjadi
peningkatan
BB
Porsi makan
habis
Tidak ada
mual atau
muntah
Tidak ada
anoreksia
Tidak ada
diare
1. Kaji kebutuhan
kalori pasien
2. Timbang BB pasien
3. Jelaskan pentingnya
nutrisi yang cukup
pada keluarga anak
4. Berikan dorongan
bagi pasien untuk
makan dengan
cukup
5. Modifikasi asupan
nutrisi anak dalam
keadaan menarik
6. Pertahankan
kebersihan mulut
7. Berikan nutrisi
sedikit tapi sering
8. Kolaborasi dengan
ahli gizi
1. Mengetahui kebutuhan kalori
pasien berdasarkan massa tubuh
pasien
2. Mengetahui BB aktual pasien dan
perkembangannya
3. Memberikan pengetahuan agar
pasien termotivasi makan cukup
4. Menumbuhkan kemauan untuk
makan dalam jumlah cukup
5. Menarik motivasi makan anak
6. Memberikan rasa nyaman yang
berpengaruh terhadap nafsu makan
7. Mempertahankan asupan nutri
cukup dan menghindari mual atau
muntah
8. Menentukan asupan nutrisi yang
sesuai bagi pasien
e. Diare
Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
Setelah
diberikan
asuhan
keperawatan
selama 2x24
jam, pasien
akan dapat
BAB dengan
konsistensi
lunak
Pasien buang air
besar 2-3x/hari
Konsistensi feses
tidak cair
Pasien tidak
mengeluhkan
sering BAB
Bising usus
normal
(5-32x/menit)
1. Jelaskan kepada keluarga
tentang penyebab diare
anak
2. Jelaskan pada keluarga
makanan dan minuman
yang berpengaruh
terhadap diare
3. Pertahankan asupan
cairan cukup
4. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk pemberian
1. Memberikan pengetahuan
mengenai penyebab diare
pada keluarga
2. Mengantisipasi keluarga
dalam pemberian
makanan dan minuman
yang mempengaruhi diare
3. Mempertahankan
keseimbnagn cairan tubuh
pasien yang hilang
bersama BAB/ diare
makan rendah serat
5. Auskultasi bising usus
secara periodik
4. Mengurangi asupan serat
untuk mengurangi
frekuensi BAB
5. Mengidentifikasi bising
usus sebagai indikator
penyerapan air di usus
f. Konstipasi
Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
Setelah
diberikan
asuhan
keperawatan
selama 2x24
jam, pasien
akan dapat
BAB dengan
lancar
Pasien BAB 2-
3x/sehari
Konsistensi
luak/tidak keras
Pasien tidak
mengeluhkan
sulit BAB
Bisng usus
positif atau
normal
(5-32x/menit)
1. Jelaskan pada keluarga
tentang penyebab
konstipasi
2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk makanan tinggi
serat
3. Anjurkan keluarga untuk
memberikan asupan sayur
dan buah pada anak
4. Anjurkan minum air putih
yang cukup
5. Auskultasi bising usus
6. Bantu pasien melakukan
aktivitas dan mengurangi
bedrest
1. Memberikan pengetahuan
mengenai penyebab diare
pada keluarga
2. Mengantisipasi keluarga
dalam pemberian makanan
dan minuman yang
mempengaruhi diare
3. Melatih anak menambah
asupan serat yang
mempermudah BAB
4. Meningkatkan jumlah air di
usus yang dapat membantu
mengencerkan feses di usus
5. Mengidentifikasi bising usus
sebagai indikator penyerapan
air.
6. Aktivitas kurang dan bedrest
menyebabkan konstipasi.
5. Daftar pustaka
Behrman, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Jakarta: EGC.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta: EGC.
Cahyono, J. B. 2010. Vaksinasi: Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi. Yogyakarta: Kanisius.
Carpenito, Lynda Juall dan Moyet. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta:
EGC.tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Weller, Barbara F. 2005. Buku Saku Perawat. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7. Jakarta: EGC.
http://id.scribd.com/doc/135162576/referat-demam-tifoid