lp typoid

19
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN APENDISITIS Oleh: Myla Alisa Novita Sari 1. Kasus/ Diagnosis Medis Demam Thypoid 2. Proses terjadinya masalah a. Pengertian Demam thypoid adalah penyakit menular yang disebabkan Salmonella typhi yang ditularkan lewat air, susu atau makanan lain, khususnya kerang-kerangan yang telah terkontaminasi. Pada demam tifoid akan terjadi panas yang tinggi, ruam yang berwarna merah, derilium dan kadang-kadang perdarahan usus. Orang yang pernah menderita demam tifoid akan memperoleh kekebalan darinya tetapi juga bisa menjadi karier. Meskipun kesehatannya tampak baik, tubuhnya dapat mengandung bakteri dan mengeluarkannya lewat feses atau urinenya. Kuman Salmonella typhi kerap kali bersarang di kandung empedu karier infeksi ini (Weller, 2005:685). Pada demam tifoid akan terjadi bakteremia dan inflamasi jaringan limfoid usus (plak Peyeri) yang kemudian akan mengalami ulserasi dan dapat menimbulkan perforasi serta perdarahan. Awitannya ditandai oleh kenaikan suhu tubuh yang kurvanya berbentuk anak tangga, denyut nadi lambat, sakit kepala, letargis, dan batuk. Selanjutnya akan timbul bercak kemerahan pada kulit abdomen yang dinamakan rose spot, splenomegali dan diare mirip sup kacang (pea soup diarrhea) yang tipikal dengan nyeri tekan abdomen, delerium, serta bronkitis (Brooker, 2001:436).

Upload: retno-utami

Post on 16-Jan-2016

42 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

penyakit pada anak

TRANSCRIPT

Page 1: LP typoid

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN APENDISITIS

Oleh: Myla Alisa Novita Sari

1. Kasus/ Diagnosis Medis

Demam Thypoid

2. Proses terjadinya masalah

a. Pengertian

Demam thypoid adalah penyakit menular yang disebabkan Salmonella typhi yang

ditularkan lewat air, susu atau makanan lain, khususnya kerang-kerangan yang telah

terkontaminasi. Pada demam tifoid akan terjadi panas yang tinggi, ruam yang berwarna merah,

derilium dan kadang-kadang perdarahan usus. Orang yang pernah menderita demam tifoid akan

memperoleh kekebalan darinya tetapi juga bisa menjadi karier. Meskipun kesehatannya tampak

baik, tubuhnya dapat mengandung bakteri dan mengeluarkannya lewat feses atau urinenya.

Kuman Salmonella typhi kerap kali bersarang di kandung empedu karier infeksi ini (Weller,

2005:685). Pada demam tifoid akan terjadi bakteremia dan inflamasi jaringan limfoid usus

(plak Peyeri) yang kemudian akan mengalami ulserasi dan dapat menimbulkan perforasi serta

perdarahan. Awitannya ditandai oleh kenaikan suhu tubuh yang kurvanya berbentuk anak

tangga, denyut nadi lambat, sakit kepala, letargis, dan batuk. Selanjutnya akan timbul bercak

kemerahan pada kulit abdomen yang dinamakan rose spot, splenomegali dan diare mirip sup

kacang (pea soup diarrhea) yang tipikal dengan nyeri tekan abdomen, delerium, serta bronkitis

(Brooker, 2001:436).

b. Penyebab

Kuman penyebab demam tifoid adalah Salmonella typhi (Basil gram negatif) yang

memasuki tubuh melalui mulut dengan perantara makanan dan minuman yang telah

terkontaminasi. Singkatnya kuman ini terdapat dalam tinja, kemih, atau darah. Masa

inkubasinya sekitar 10 hari. Salah satu sebab mengapa pasien tifus dianjurkan dirawat di rumah

sakit adalah karena relatif mudah menular kepala anggota keluarga lain (Tambayong,

2000:143).

c. Patofisiologi

Pada anak yang lebih muda, perubahan morfologi infeksi Salmonella typhi kurang

mencolok dari pada pada anak lebih tua atau dewasa. Hiperplasia lempengan Peyer dengan

nekrosis dan pengelupasan epitel yang menutupi, yang menimbulkan ulkus adalah khas.

Page 2: LP typoid

Jaringan mukosa dan lifatik saluran usus teradang dan nekrosis berat. Lazimnya terjadi ulserasi

menyembuh tanpa jaringan parut. Striktur dan penumbatan usus sebenarnya tidak pernah terjadi

sesudah demam tifoid. Dapat terjadi perdarahan. Lesi radang kadang dapat menembus tunika

muskularis dan serosa usus dan menyebabkan perforasi. Limfonodi mesenterika, hati dan limpa

hiperemia dan biasanya menunjukkan daerah nekrosis setempat. Hiperplasia jaringan endotelial

dengan proliferasi sel mononuklear merupakan penemuan dominan. Respon mononuklear dapat

ditemukan pada sumsum tulang yang disertai dengan daerah nekrosis fokal. Radang vesika

felea tidak tetap. Radang juga dapat ditemukan dalam berntuk abses terlokalisasi, pneumonia,

artritis septik, osteomielitis, pielonefritis, endoftalmitis, dan meningitis. (Behrman, 2000:182).

Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks yang mengikuti ingesti organism,

yaitu sebagai berikut.

a. Penempelan dan invasi sel- sel pada Peyer Patch.

b. Bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag Peyer Patch, nodus

limfatikus mesenterica, dan organ- organ extra intestinal sistem retikuloendotelial.

c. Bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah.

d. Produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan

meningkatkan permeabilitas membrane usus sehingga menyebabkan keluarnya

elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal. Masuknya kuman Salmonella typhi dan

Salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang

terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung karena suasana

asam di lambung (pH < 2) banyak yang mati namun sebagian lolos masuk ke dalam

usus dan berkembang biak dalam peyer patch dalam usus. Untuk diketahui, jumlah

kuman yang masuk dan dapat menyebabkan infeksi minimal berjumlah 105 dan jumlah

bisa saja meningkat bila keadaan lokal pada lambung yang menurun seperti aklorhidria,

post gastrektomi, penggunaan obat- obatan seperti antasida, H2-bloker, dan Proton

Pump Inhibitor. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus tepatnya di jejnum

dan ileum. Bila respon imunitas humoral mukosa usus (IgA) kurang baik maka kuman

akan menembus sel- sel epitel (sel-M merupakan selnepitel khusus yang yang melapisi

Peyer Patch, merupakan port de entry dari kuman ini) dan selanjutnya ke lamina

propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel- sel fagosit

terutama makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan

selanjutnya dibawa ke peyer patch di ileum distal dan kemudian kelenjar getah bening

mesenterika.

Selanjutnya melalui ductus thoracicus, kuman yang terdapat dalam makrofag ini masuk ke

dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang sifatnya asimtomatik) dan

Page 3: LP typoid

menyebar ke seluruh organ Retikuloendotelial tubuh terutama hati dan Limpa. Di organ- organ

RES ini kuman meninggalkan sel- sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau

ruang sinusoid dan selanjutnya kembali masuk ke sirkulasi sistemik yang mengakibatkan

bakteremia kedua dengan disertai tanda- tanda dan gejala infeksi sistemik.

Di dalam hepar, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama

cairan empedu diekskresikan secara “intermitten” ke dalam lumen usus. Sebagian kuman

dikeluarkan bersama feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus.

Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka

pada saat fagositosis kuman Salmonella terjadi beberapa pelepasan mediator inflamasi yang

selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise,

mialgia, sakit kepala, sakit perut,diare diselingi konstipasi, sampai gangguan mental dalam hal

ini adalah delirium. Pada anak- anak gangguan mental ini biasanya terjadi sewaktu tidur berupa

mengigau yang terjadi dalam 3 hari berturut- turut.

Dalam Peyer Patch makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasi jaringan (S. typhi

intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan

nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar

peyer patch yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasi akibat akumulasi sel- sel

mononuclear di dinding usus.

Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus,

dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoxin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler

dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskuler,

respirasi, dan gangguan organ lainnya.

Peran endotoksin dalam pathogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan

tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga

endotoksin dari salmonella typhi ini menstimulasi makrofag di dalam hepar, lien, folikel usus

halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat- zat lain. Produk dari

makrofag inilah yang dapat menimbulkan kelainan anatomis seperti nekrosis sel, sistem

vaskuler, yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada darah dan juga

menstimulasi sistem imunologis.

d. Tanda dan gejala

Gejala klinis infeksi demam tifoid berupa demam (biasanya > 5 hari, terutama malam hari,

makin tinggi, rambut pasirn tertentu bisa rontok), menggigil, nyeri/kembung, lidah kotor

dengan tepian merah, sering konstipasi selama beberapa hari (Tambayong, 2000:144). Pada

pemeriksaan klinis didapatkan suhu tubuh tinggi, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa

(Cahyono, 2010:94). Awitan demam tifoid ditandai oleh kenaikan suhu tubuh yang kurvanya

Page 4: LP typoid

berbentuk anak tangga, denyut nadi lambat, sakit kepala, letargi, dan batuk. Selanjutnya akan

timbul bercak kemerahan pada kulit abdomen yang dinamakan rose spot, splenomegali dan

diare mirip sup kacang (pea soup diarrhea) yang tipikal dengan nyeri tekan abdomen,

delerium, serta bronkitis (Brooker, 2001:436).

e. Penanganan

Penanganan dilakukan dengan pemberian antibikroba. Namun karena semakin

bertambahnya resistensi antibiotik, kloramfenikol peroral dan intravena, ampisilin, amoksisilin,

trimetoprim-sulfametoksazole. Pengobatan pendukung dan rumatan cairan dan keseimbangan

telah disarankan untuk pengobatan trombositopenia yang cukup berat untuk menyebabkan

elektrolit yang cukup sangat penting, bila perdarahan usus berat, tranfusi darah diperlukan.

Intervensi pembedahan dengan antibiotik spektrum luas dianjurkan untuk perforasi usus.

Tranfusi trombosit perdarahan usus pada penderita yang mempertimbangkan pembedahan

(Behrman, 2000: 182).

f. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang sering digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis

demam tifoid adalah uji widal, IDL TUBEX, typidot. Untuk memastikan adanya demam tifoid

perlu dilakukan pemeriksaan biakan darah, biakan feses atau urine (Cahyono, 2010:94).

Anemia normositik normokromik sering ditemukan sesudah sakit beberapa minggu dan

dihubungkan dnegan kehilangan darah usus atau penekanan sumsum tulang. Angkat leukosit

darang sering rendah dalam hubungan dengan demam dan toksisitas, tetapi ada kisaran yang

lebar dalam angkat, leukopeni biasanya tidak di bawah 200 sel/mm3, sering ditemukan sesudah

sakit minggu pertama atau kedua. Bila terjadi abses bernanah, leukositosis dapat mencapai

20.000-25.000/mm3. Trombositopeni dapat mencolok dan menetap selama 1 minggu. Hasil uji

fungsi hati terganggu. Sering ada proteinuria, leukosit tinja dan darah tinja sering ada

(Behrman, 2000:972).

Page 5: LP typoid

a. Pohon MasalahSalmonella typhi masuk ke saluran cerna

Sebagian dimusnahkan di lambung Sebagian masuk ke usus halus

Pirogen dilepas oleh leukosit pada jaringan yang meradang

Di ileum terminalis membentuk limfoid plak peyeris

Infeksi salmonella typhi dan endotoksin

Hepatomegali dan splenomegali

Masuk dan berdiam di hati dan limpa

Menembus dan masuk aliran darah

Masuk ke kelenjar limfe mesentrial

Sebagian menembus lamina propia

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Gangguan rasa nyaman nyeri

Nyeri tekan

Perforasi

Perdarahan

Sebagian hidup dan menetap

Hipertermi

Demam tifoid

Intake nutrisi kurang

Peningkatan asam lambung

Mual dan muntah

Produksi enterotoksin meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan meningkatkan permeabilitas membran usus

Konstipasi

Diare

Elektrolit dan air dikeluarkan ke dalam lumen intestinal

Kekurangan volume cairan

Penguapan tubuh meningkat

Page 6: LP typoid

b. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji

I. Biodata

Identitas pasien

Identitas orang tua

Identitas saudara kandung

II. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

Keluhan utama:

Riwayat keluhan utama

Keluhan pada saat pengkajian

b. Riwayat kesehatan lalu

1. Prenatal care

2. Natal

3. Post natal

c. Riwayat kesehatan keluarga

III. Riwayat Imunisasi

Imunisasi yang umum dilakukan yaitu BCG, DPT, polio, campak, dan hepatitis.

IV. Riwayat Tumbuh Kembang

a. Pertumbuhan fisik

b. Pertumbuhan Setiap Tahap Perkembangan

V. RIWAYAT NUTRISI

a. Pemberian ASI

b. Pemberian susu formula

c. Pola perubahan nutrisi setiap tahap perkembangan

VI. Riwayat Psikososial

VII. Riwayat Spiritual

VIII. Reaksi Hospitalisasi

IX. Aktivitas Sehari-Hari

a. Nutrisi

b. Cairan

c. Eliminasi

d. Istirahat dan tidur

e. Olah raga

f. Personal hygiene

g. Aktivitas/mobilitas fisik

Page 7: LP typoid

h. Rekreasi

X. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum: dapat ditemukan data anak lemah, badan panas.

b. Kesadaran: dapat ditemukan data kesadaran anak komposmentis, somnolen, atau

derilium

c. Tanda vital: RR meningkat, Nadi meningkat, dan suhu meningkat.

d. Berat badan dan tinggi badan: BB anak menurun karena demam tifoid

e. Kepala: teraba hangat, terdapat nyeri kepala, pusing

f. Muka: pucat, warna cokelat kemerahan, teraba hangat

g. Mata: konjungtiva anemis, sklera anikterik, mata cekung

h. Hidung dan sinus

i. Telinga

j. Mulut: lidah kotor dan kering, diolapisi selaput tebal, di bagian belakang tampak lebih

pucat, di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan, bibir kering, pecah-pecah.

k. Tenggorokan

l. Leher

m. Dada: terdapat ruam makulopapular berwarna merah.

n. Abdomen: anoreksia, mual, muntah, nyeri tekan, terdapat pembesaran hati dan limpa,

perut kembung. Terdapat ruam makulopapular berwarna merah

o. Genitalia dan anus

p. Refleks sensori: refleks sensori dapat menurun

q. Status neurologis : status neurologis dapat menurun

XI. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan menggunakan DDST

a. Motorik kasar

b. Motorik halus

c. Bahasa

d. Personal sosial

XII. Tes Diagnostik

a. Laboratorium

1) Pada demam tifoid sering disertai anemia dari yang ringan sampai sedang dengan

peningkatan laju endap darah, gangguan eritrosit normokrom normositer, yang diduga

karena efek toksik supresi sumsum tulang atau perdarahan usus

2) Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dengan

mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. Typhi maupun mendeteksi

antigen itu sendiri

Page 8: LP typoid

3) Uji widal H, O, Vi positif

4) Uji TUBEX tinggi

XIII. Terapi Saat Ini

a. Per oral

b. Injeksi

3. Diagnosis keperawatan

a. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan

b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pembesaran organ dan perforasi

c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan hipertermi

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah

dan diare.

e. Diare berhubungan dengan peningkatan pengeluaran elektrolit dan air dikeluarkan ke dalam

lumen intestinal

f. Konstipasi berhubungan dengan pembatasan aktivitas fisik karena hipertermi dan nyeri

g.

Page 9: LP typoid

4. Rencana tindakan keperawatan

a. Hipertermi

Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional

Setelah

diberikan

asuhan

keperawatan

selama 1x24

jam, suhu

tubuh pasien

akan turun

dalam

rentang

normal

Suhu antara

35-36I C

Kulit tidak

teraba hangat

Tidak

takikardia

Kulit tidak

kemerahan

RR antara

rentang

normal (20-

30x/menit)

1. Monitor ulang suhu tubuh

pasien

2. Anjurkan keluarga pasien

untuk memberikan pakaian

tipis

3. Pertahankan asupan cairan

yang cukup pagi pasien

anak

4. Jelaskan pentingnya

memenuhi cairan yang

cukup

5. Hindari aktivitas di luar

ruangan pada siang hari

6. Informasikan pada keluarga

tanda-tanda hipertermi pada

anak

7. Kolaborasi pemberian

terapi farmakologis

1. Mengetahui suhu teraktual

pasien

2. Pakaian tipis dapat menyerap

keringat dan mengurangi

penguapan tubuh

3. Peningkatan suhu

menhilangkan banyak cairan

tubuh, sehingga butuh cairan

lebih.

4. Memberikan pengetahuan

mengenai pentingnya asupan

cairan dalam keadaan

hipertermi

5. Aktivitas siang hari dan panas

dapat mengurangi cairan

tubuh dengan keringat

6. Memberikan pengetahuan

pada keluarga untuk tindakan

pertama pada anak

7. Menurunkan suhu tubuh anak

b. Gangguan rasa nyaman nyeri

Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional

Setelah

diberikan

asuhan

keperawatan

selama 1x24

jam, pasien

akan dapat

beradaptasi

Tidak ada

keluhan

nyeri

Skalan nyeri

rendah

Pasien tidak

meringis

karena

1. Kaji intensitas nyeri

pasien dengan skala

nyeri

2. Kaji koping pasien

terhadap nyeri

3. Ajarkan pasien teknik

distraksi dan relaksasi

4. Anjurkan memberikan

1. Mengetahui tingkat nyeri

pasien

2. Mengidentifikasi cara pasien

mengatasi nyeri yang timbul

3. Mengurangi nyeri yang

dikeluhkan pasien

4. Mengurangi nyeri yang

Page 10: LP typoid

dengan rasa

nyerinya

respon nyeri

TTV dalam

rentang

normal

kompres air hangat

5. Kaji respon pasien

6. Anjurkan keluarga

untuk menciptakan

lingkungan sekitar

yang tenang dan

nyaman

7. Kolaborasi pemberian

terapi farmakologis

dikeluhkan pasien

5. Mengetahui keefektifan

tindakan yang telah

dilakukan

6. Lingkungan tenang

membantu mengurangi

keluhan nyeri

7. Terapi farmakologis

analgesik membantu

mengurangi keluhan nyeri

c. Kekurangan volume cairan

Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional

Setelah

diberikan

asuhan

keperawatan

selama 2x24

jam, pasien

akan dapat

memenuhi

kebutuhan

cairan

dengan

seimbang

Kulit dan

mukosa tidak

kering

Turgor kulit

elastis.

Urine output

dalam rentang

600-1000cc/h

ari

1. Kaji asupan cairan

yang disukai pasien

2. Jelaskan pentingnya

asupan cairan yang

cukup

3. Rencanakan asupan

cairan secara periodik

4. Pantau asupan dan

keluaran cairan pasien

5. Ukur urin output

6. Timbang BB secara

periodik

7. Pertimbangkan

kehilangan cairan

tambahan yang

berhubungan dengan

muntah, diare, demam.

1. Mengidentifikasi minuman

yang dapat diterima pasien

untuk diminum

2. Memberikan pengetahuan

bahwa asupan cairan cukup

sangat dibutuhkan tubuh

3. Memberikan asupan cairan

yang cukup untuk pasien

4. Mengontrol keseimbangan

cairan yang masuk dan keluar

5. Mengetahui jumlah cairan yang

keluar tubuh

6. Mengetahui adanya

peningkatan BB sebagai salah

satu indikator keseimbangan

cairan

7. Mengontrol faktor lain yang

memengaruhi kehilangan cairan

tubuh

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Page 11: LP typoid

Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional

Setelah

diberikan

asuhan

keperawatan

selama 2x24

jam, pasien

akan dapat

memenuhi

kebutuhan

nutrisinya

Terjadi

peningkatan

BB

Porsi makan

habis

Tidak ada

mual atau

muntah

Tidak ada

anoreksia

Tidak ada

diare

1. Kaji kebutuhan

kalori pasien

2. Timbang BB pasien

3. Jelaskan pentingnya

nutrisi yang cukup

pada keluarga anak

4. Berikan dorongan

bagi pasien untuk

makan dengan

cukup

5. Modifikasi asupan

nutrisi anak dalam

keadaan menarik

6. Pertahankan

kebersihan mulut

7. Berikan nutrisi

sedikit tapi sering

8. Kolaborasi dengan

ahli gizi

1. Mengetahui kebutuhan kalori

pasien berdasarkan massa tubuh

pasien

2. Mengetahui BB aktual pasien dan

perkembangannya

3. Memberikan pengetahuan agar

pasien termotivasi makan cukup

4. Menumbuhkan kemauan untuk

makan dalam jumlah cukup

5. Menarik motivasi makan anak

6. Memberikan rasa nyaman yang

berpengaruh terhadap nafsu makan

7. Mempertahankan asupan nutri

cukup dan menghindari mual atau

muntah

8. Menentukan asupan nutrisi yang

sesuai bagi pasien

e. Diare

Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional

Setelah

diberikan

asuhan

keperawatan

selama 2x24

jam, pasien

akan dapat

BAB dengan

konsistensi

lunak

Pasien buang air

besar 2-3x/hari

Konsistensi feses

tidak cair

Pasien tidak

mengeluhkan

sering BAB

Bising usus

normal

(5-32x/menit)

1. Jelaskan kepada keluarga

tentang penyebab diare

anak

2. Jelaskan pada keluarga

makanan dan minuman

yang berpengaruh

terhadap diare

3. Pertahankan asupan

cairan cukup

4. Kolaborasi dengan ahli

gizi untuk pemberian

1. Memberikan pengetahuan

mengenai penyebab diare

pada keluarga

2. Mengantisipasi keluarga

dalam pemberian

makanan dan minuman

yang mempengaruhi diare

3. Mempertahankan

keseimbnagn cairan tubuh

pasien yang hilang

bersama BAB/ diare

Page 12: LP typoid

makan rendah serat

5. Auskultasi bising usus

secara periodik

4. Mengurangi asupan serat

untuk mengurangi

frekuensi BAB

5. Mengidentifikasi bising

usus sebagai indikator

penyerapan air di usus

f. Konstipasi

Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional

Setelah

diberikan

asuhan

keperawatan

selama 2x24

jam, pasien

akan dapat

BAB dengan

lancar

Pasien BAB 2-

3x/sehari

Konsistensi

luak/tidak keras

Pasien tidak

mengeluhkan

sulit BAB

Bisng usus

positif atau

normal

(5-32x/menit)

1. Jelaskan pada keluarga

tentang penyebab

konstipasi

2. Kolaborasi dengan ahli

gizi untuk makanan tinggi

serat

3. Anjurkan keluarga untuk

memberikan asupan sayur

dan buah pada anak

4. Anjurkan minum air putih

yang cukup

5. Auskultasi bising usus

6. Bantu pasien melakukan

aktivitas dan mengurangi

bedrest

1. Memberikan pengetahuan

mengenai penyebab diare

pada keluarga

2. Mengantisipasi keluarga

dalam pemberian makanan

dan minuman yang

mempengaruhi diare

3. Melatih anak menambah

asupan serat yang

mempermudah BAB

4. Meningkatkan jumlah air di

usus yang dapat membantu

mengencerkan feses di usus

5. Mengidentifikasi bising usus

sebagai indikator penyerapan

air.

6. Aktivitas kurang dan bedrest

menyebabkan konstipasi.

Page 13: LP typoid

5. Daftar pustaka

Behrman, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Jakarta: EGC.

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta: EGC.

Cahyono, J. B. 2010. Vaksinasi: Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi. Yogyakarta: Kanisius.

Carpenito, Lynda Juall dan Moyet. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta:

EGC.tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Weller, Barbara F. 2005. Buku Saku Perawat. Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7. Jakarta: EGC.

http://id.scribd.com/doc/135162576/referat-demam-tifoid