lp - post sc + cpd.docx

33
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN IBU HAMIL DENGAN SC INDIKASI CPD Di Ruang NIFAS RSUD H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin Tanggal 9 s/d 20 Maret 2015 Oleh : Resvia Arwinda, S. Kep NIM. I1B110014 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Upload: resvia-arwinda

Post on 23-Dec-2015

558 views

Category:

Documents


73 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN IBU HAMIL DENGAN SC INDIKASI CPD

Di Ruang NIFAS RSUD H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin

Tanggal 9 s/d 20 Maret 2015

Oleh :

Resvia Arwinda, S. Kep

NIM. I1B110014

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2015

A. Pengertian Sectio Caesaria

Seksio sesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding

perut dan dinding uterus. ( Prawirohardjo, 1999)

Seksio sesarea adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen dan

dinding uterus. (Cunningham dkk, 1990)

Seksio sesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan sebuah

irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus untuk

mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui

vagina akan mengarah pada komplikasi-komplikasi, kendati cara ini semakin umum

sebagai pengganti kelahiran normal. (Yusmiati, 2007)

Cephalopelvic Disproportion ( CPD ) adalah tidak ada kesesuaian antara kepala janin

dengan bentuk dan ukuran panggul. Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang

menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak

dapat keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang

menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak

dapat keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit,

janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.

Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah diagnosa medis digunakan ketika kepala

bayi dinyatakan terlalu besar untuk muat melewati panggul ibu. Sering kali, diagnosis ini

dibuat setelah wanita telah bekerja keras selama beberapa waktu, tetapi lain kali, itu

dimasukkan ke dalam catatan medis wanita sebelum ia bahkan buruh. Sebuah misdiagnosis

of CPD account untuk banyak yang tidak perlu dilakukan bedah caesar di Amerika Utara

dan di seluruh dunia setiap tahunnya. Diagnosis ini tidak harus berdampak masa depan

seorang wanita melahirkan keputusan. Banyak tindakan dapat diambil oleh ibu hamil untuk

meningkatkan peluangnya untuk melahirkan melalui vagina.

B. Jenis Sectio Caesarea Berdasarkan Teknik Penyayatan

a. Seksio sesarea klasik atau corporal

Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.

Kelebihannya antara lain : mengeluarkan janin dengan cepat, tidak mengakibatkan

komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bisa diperpanjang proksimal dan

distal. Sedangkan kekurangannya adalah infeksi mudah menyebar secara intraabdominal

karena tidak ada peritonealis yang baik, untuk persalinan yang berikutnya lebih sering

terjadi ruptur uteri spontan.

b. Seksio sesarea ismika atau profundal.

Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim

(low servikal transversal) kira-kira 10 cm. Kelebihan dari sectio caesarea ismika, antara

lain : penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik,

tumpang tindih dari peritoneal flop baik untuk menahan penyebaran isi uterus ke

rongga peritoneum, dan kemungkinan ruptur uteri spontan berkurang atau lebih kecil.

Sedangkan kekurangannya adalah luka melebar sehingga menyebabkan uteri pecah dan

menyebabkan perdarahan banyak, keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.

c. Seksio sesarea ekstra peritonealis

Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dan tidak membuka cavum abdominal.

C. Klasifikasi Sectio Caesarea

a. Seksio Sesarea Primer  : Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan

dilahirkan secara seksio sesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada

panggul sempit.

b. Seksio Sesarea Sekunder : Dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran

biasa, bila tidak ada kemajuan persalinan, baru dilakukan seksio sesarea.

c. Seksio Sesarea Ulang : Ibu pada kehamilan lalu mengalami seksio sesarea dan

pada kehamilan selanjutnya dilakukan seksio sesarea ulang.

d. Seksio Sesarea Postmortem : Seksio sesarea yang dilakukan segera pada ibu hamil

cukup bulan yang meninggal tiba-tiba sedangkan janin masih hidup.

D. Ukuran Panggul dan Penyebab Terjadinya CPD

Tulang – tulang panggul terdiri dari os koksa, os sakrum, dan os koksigis. Os koksa

dapat dibagi menjadi os ilium, os iskium, dan os pubis. Tulang – tulang ini satu dengan

lainnya berhubungan. Di depan terdapat hubungan antara kedua os pubis kanan dan kiri,

disebut simfisis. Dibelakang terdapat artikulasio sakro- iliaka yang menghubungkan os

sakrum dengan os ilium. Dibawah terdapat artikulasio sakro-koksigea yang

menghubungkan os sakrum (tl panggul) dan os koksigis (tl.tungging). Pada wanita, di luar

kehamilan artikulasio ini hanya memungkinkan pergeseran sedikit, tetapi pada kehamilan

dan waktu persalinan dapat bergeser lebih jauh dan lebih longgar,misalnya ujung koksigis

dapat bergerak kebelakang sampai sejauh lebih kurang 2,5 cm. Hal ini dapat dilakukan bila

ujung os koksigis menonjol ke depan pada saat partus, dan pada pengeluaran kepala janin

dengan cunam ujung os koksigis itu dapat ditekan ke belakang. Secara fungsional, panggul

terdiri dari dua bagian yaitu pelvis mayor dan pelvis minor.

1. Pintu Atas Panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum, linea

innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah jarak dari pinggir

bawah simfisis ke promontorium, Secara klinis, konjugata diagonalis dapat diukur dengan

memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan menyusur naik ke seluruh

permukaan anterior sacrum, promontorium teraba sebagai penonjolan tulang. Dengan jari

tetap menempel pada promontorium, tangan di vagina diangkat sampai menyentuh arcus

pubis dan ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri. Jarak antara ujung jari pada

promontorium sampai titik yang ditandai oleh jari telunjuk merupakan panjang konjugata

diagonalis. Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium yang

dihitung dengan mengurangi konjugata diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11 cm.

Konjugata obstetrika merupakan konjugata yang paling penting yaitu jarak antara bagian

tengah dalam simfisis dengan promontorium, Selisih antara konjugata vera dengan

konjugata obstetrika sedikit sekali.

2. Panggul Tengah (Pelvic Cavity) Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas.

Pengukuran klinis panggul tengah tidak dapat diperoleh secara langsung. Terdapat

penyempitan setinggi spina isciadika, sehingga bermakna penting pada distosia setelah

kepala engagement. Jarak antara kedua spina ini yang biasa disebut distansia interspinarum

merupakan jarak panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi

spina isciadica berukuran 11,5 cm. Diameter sagital posterior, jarak antara sacrum dengan

garis diameter interspinarum berukuran 4,5 cm.3,4 .

3. Pintu Bawah Panggul Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri

dari dua segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan tuber

isciadikum kiri dan kanan. Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh melalui pengukuran

klinis adalah jarak antara kedua tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5 cm), jarak

dari ujung sacrum ke tengah-tengah distensia tuberum atau diameter sagitalis posterior (7,5

cm), dan jarak antara pinggir bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).

E. Indikasi Sectio Caesarea

a. Disproporsi chepalopelvik atau kelainan panggul.

b. Plasenta previa

c. Gawat janin

d. Pernah seksio sesarea sebelumnya

e. Kelainan letak janin

f. Hipertensi

g. Rupture uteri mengancam

h. Partus lama (prolonged labor)

i. Partus tak maju (obstructed labor)

j. Distosia serviks

k. Ketidakmampuan ibu mengejan

l. Malpresentasi janin :

Letak lintang

- Bila ada kesempitan panggul maka secsio sesarea adalah cara yang terbaik dalam

segala letak lintang dengan janin hidup dan besar biasa.

- Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan secsio sesarea walau

tidak ada perkiraan panggul sempit.

- Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara-cara lain.

Letak bokong

Secsio sesarea dianjurkan pada letak bokong bila ada :

- Panggul sempit

- Primigravida

- Janin besar dan berharga

Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dan cara-cara lain tidak berhasil.

Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil.

Gemelli, dianjurkan secsio sesarea bila

- Janin pertama letak lintang atau presentasi bahu

- Bila terjadi interlock

- Distosia oleh karena tumor

- Gawat janin

F. Komplikasi Sectio Caesarea

a. Infeksi puerpuralis (nifas)

Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja

Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi atau perut sedikit

kembung

Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai pada

partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal karena ketuban

yang telah pecah terlalu lama.

b. Perdarahan, disebabkan karena :

Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka

Atonia uteri

Perdarahan pada placenta bed

c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi

terlalu tinggi.

d. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.

G. Etiologi Cephalopelvik Disproporsi

Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan

persalinan. Distosia dapat disebabkan oleh kelainan pada servik, uterus, janin, tulang

panggul ibu atau obstruksi lain di jalan lahir. Kelainan ini dibagi menjadi tiga yaitu :

1) Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus dan upaya ekspulsif ibu.

a. Kelainan his : inersia uteri / kelemahan his

b. Kekuatan mengejan yang kurang misalnya pada hernia atau sesak nafas.

2) Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya letak lintang, letak dahi,

hidrosefalus.

3) Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit, tumor yang mempersempit

jalan lahir.

Panggul dengan ukuran normal tidak akan mengalami kesukaran kelahiran

pervaginam pada janin dengan berat badan yang normal. Ukuran panggul dapat menjadi

lebih kecil karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal lain sehingga menimbulkan kesulitan

pada persalinan pervaginam. Panggul sempit yang penting pada obstetric bukan sempit

secara anatomis namun panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan antara

kepala dan panggul.

Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal, juga terdapat panggul

sempit lainnya.  Panggul ini digolongkan menjadi empat, yaitu :

1) Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine : panggul naegele, panggul

robert, split pelvis, panggul asimilasi.

2) Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia, neoplasma, fraktur,

atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea.

3) Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang : kifosis, skoliosis, spondilolistesis.

4) Kelainan panggul karena kelainan pada kaki : koksitis, luksasio koksa, atrofi atau

kelumpuhan satu kaki.

Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul dapat

menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan dapat terjadi pada pintu atas panggul,

pintu tengah panggul, pintu bawah panggul, atau panggul yang menyempit seluruhnya,

yaitu sebagai berikut :

1) Penyempitan pintu atas panggul

Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter anterioposterior terpendeknya

(konjugata vera) kurang dari 10 cm atau apabila diameter transversal terbesarnya kurang

dari 12 cm. Diameter anteroposterior pintu atas panggul sering diperkirakan dengan

mengukur konjugata diagonal secara manual yang biasanya lebih panjang 1,5 cm. Dengan

demikian, penyempitan pintu atas panggul biasanya didefinisikan sebagai konjugata

diagonal yang kurang dari 11,5 cm.Mengert (1948) dan Kaltreider (1952) membuktikan

bahwa kesulitan persalinan meningkat pada diameter anteroposterior kurang dari 10 cm

atau diameter transversal kurang dari 12 cm.

2) Penyempitan panggul tengah

Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak

berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas, dan spina isciadika tidak menonjol ke

dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi

lewatnya kepala janin. Penyempitan pintu tengah panggul lebih sering dibandingkan pintu

atas panggul. Hal ini menyebabkan terhentunya kepala janin pada bidang transversal

sehingga perlu tindakan forceps tengah atau seksio sesarea. Penyempitan pintu tengah

panggul belum dapat didefinisikan secara pasti seperti penyempitan pada pintu atas

panggul. Kemungkinan penyempitan pintu tengah panggul apabila diameter interspinarum

ditambah diameter sagitalis posterior panggul tangah adalah 13,5 cm atau kurang.

3) Penyempitan pintu bawah panggul

Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua segitiga dengan

diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya. Penyempitan pintu bawah panggul

terjadi bila diameter distantia intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang. Penyempitan

pintu bawah panggul biasanya disertai oleh penyempitan pintu tengah panggul.

4) Perkiraan kapasitas panggul sempit

Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan umum dan anamnesa.

Misalnya padatuberculosis vertebra, poliomyelitis, kifosis. Pada wanita dengan tinggi

badan yang kurang dari normal ada kemungkinan memiliki kapasitas panggul sempit,

namun bukan berarti seorang wanita dengan tinggi badan yang normal tidak dapat

memiliki panggul sempit. Dari anamnesa persalinan terdahulu juga dapat diperkirakan

kapasitas panggul. Apabila pada persalinan terdahulu berjalan lancar dengan bayi berat

badan normal, kemungkinan panggul sempit adalah kecil.

Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara untuk memperoleh keterangan

tentang keadaan panggul. Pelvimetri terdiri dari :

a. Pelvimetri luar

Cara ini dapat ditentukan secara garis besar jenis, bentuk, dan ukuran-ukuran

panggul apabila dilakukan dengan pemeriksaan dalam. Alat-alat yang dipakai

antara lain : jangkar-jangkar panggul Martin, Oseander, Collin, Boudeloque dan

sebagainya. Yang diukur adalah :

Distansia spinarum (± 24-26 cm), jarak anatar kedua spina iliaka anterior superior

sinistra dan dekstra.

Distansia kristarum (± 28-30 cm), jarak yang terpanjang antara dua tempat yang

simetris pada krisna iliaka sinistra dan dekstra.

Distansia oblikua eksterna (ukuran miring luar), jarak antara spina iliaka posterior

sinistra dan spina iliaka anterior superior dekstra dan dari spina iliaka posterior

dekstra dan spina iliaka anterior superior sinistra.

Distansia intertrokanterika, jarak antara kedua trokanter mayor.

Konjugata eksterna (Boudeloque) ± 18 cm, jarak antara bagian atas simfisis ke

profesus spinosus lumbal 5.

Distansia tubernum (± 10,5 cm), jarak antara tuber iskii kanan dan kiri.

b. Pelvimetri dalam

Memasukkan dua jari (telunjuk dan jari tengah) ke jalan lahir hingga menyentuh

bagian tulang belakang/promotorium. Hitung jarak dari tulang kemaluan hingga

promotorium untuk mengetahui ukuran pintu atas panggul dan pintu tengah panggul.

Pemeriksaan ini mendapatkan konjugata diagonal. (Aflah Nur, 2010).

c. Pelvimetri roentgenologik

Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang bentuk panggul dan ditemukan

angka-angka mengenai ukuran-ukuran dalam ketiga bidang panggul.

5) Janin yang besar

Normal berat neonatus pada umumnya 4000 gram dan jarang ada yang melebihi 5000

gram. Berat badan neonatus lebih dari 4000 gram dinamakan bayi besar. Frekuensi berat

badan lahir lebih dari 4000 gram adalah 5,3%, dan berat badan lahir yang melihi 4500

gram adalah 0,4%. Pada panggul normal, biasanya tidak menimbulkan terjadinya kesulitan

dalam proses melahirkan janin yang beratnya kurang dari 4500 gram. Kesulitan dalam

persalinan biasanya terjadi karena kepala janin besar atau kepala keras yang biasanya

terjadi pada postmaturitas tidak dapat memasuki pintu atas panggul, atau karena bahu yang

lebar sulit melalui rongga panggul.

H. Penatalaksanaan Chepalopelvik Disproporsi

1) Persalinan Percobaan

Prognosis persalinan dengan panggul sempit tergantung berbagai faktor, antara

lain : bentuk panggul, ukuran panggul, pergerakan sendi-sendi panggul, besarnya

kepala janin, persentasi dan posisi kepala, serta his. Secara pasti, sebelum persalinan

berlangsung hanya dapat ukuran-ukuran panggul. Oleh karena itu, jika CV < 8 ½ cm

dilakukan sectio caesarea primer sedangkan CV > 8 ½-10 cm dapat dilakukan persalinan

percobaan.

Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak

dilakukan pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak lainnya. Ada 2

macam persalinan percobaan, yaitu :

a. Trial of labor, dimulai pada permulaan persalinan dengan pervaginam secara

spontan atau dibantu dengan ekstraksi (forceps atau vakum) dan anak serta ibu dalam

keadaan baik (dikatakan berhasil).

b. Test of labor, dimulai pada saat pembukaan lengkap dan berakhir 1 jam

sesudahnya. Setelah 1 jamkepala turun sampai H III, test of labor berhasil. Persalinan

percobaan dihentikan jika pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuan, keadaan

ibu atau anak menjadi kurang baik, ada lingkaran retraksi yang patologis, dan

forceps/vakum ekstraksi gagal. Dalam keadaan-keadaan tersebut, dilakukan sectio

caesarea. (Dinan S. Bratakoesoema, 2005).

2) Seksio Sesarea Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat

dengan kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga dapat

dilakukan pada kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi seperti

primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki. Seksio sesarea

sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu) dilakukan karena peralinan

percobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas

mungkin sedangkan syarat persalinan per vaginam belum dipenuhi.

3) Simfisiotomi Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan

pada simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.

4) Kraniotomi dan Kleidotomi Kraniotomi adalah suatu tindakan yang memperkecil

ukuran kepala janin dengan cara melubangi tengkorak janin dan mengeluarkan isi

tengkorak, sehingga janin dapat dengan mudah lahir pervaginam. Kraniotomi, terdiri

atas perforasi kepala janin, yang biasanya diikuti oleh kranioklasi.

5) Kleidotomi Tindakan ini dilakukan setelah janin pada presentasi kepala dilahirkan,

akan tetapi dialami kesulitan untuk melahirkan bahu karena terlalu lebar. Setelah janin

meninggal, tidak ada keberatan untuk melakukan kleidotomi (memotong klavikula)

pada satu atau kedua klavikula.

I. Mobilisasi Dini Post Partum (POST SECTIO CAESAREA)

Mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin

dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis. (Carpenito,

2000) . Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk berjalan bangkit berdiri dan

kembali ke tempat tidur, kursi, kloset duduk, dan sebagianya disamping kemampuan

mengerakkan ekstermitas atas. (Hincliff, 1999). Mobilisasi ibu post partum adalah suatu

pergerakan, posisi atau adanya kegiatan yang dilakukan ibu setelah beberapa jam

melahirkan dengan persalinan Caesar. (Soelaiman, 1993)

Menurut Manuaba (1998), tujuan mobilisasi post partum adalah :

1) Melancarkan pengeluaran lochea, mengurangi infeksi peurperium

2) Mempercepat involusi alat kandungan

3) Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan

4) Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi ASI dan

pengeluaran sisa metabolisme.

Menurut Rambey (2008), manfaat mobilisasi dini adalah :

1) Melancarkan sirkulasi darah

2) Membantu proses pemulihan

3) Mencegah terjadinya infeksi yang timbul karena gangguan pembuluh darah balik serta

menjaga pedarahan lebih lanjut

Menurut Fizari (2009), manfaat lain dari mobilisasi dini adalah :

1) Ibu merasa lebih sehat dan kuat

2) Faal usus dan kandung kencing lebih baik

3) Kesempatan yang baik untuk mengajari merawat atau memelihara anaknya

J. Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi

1) Peningkatan suhu tubuh : Karena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa

darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah satu dari tanda

infeksi adalah peningkatan suhu tubuh.

2) Perdarahan yang abnormal : Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik

sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat

dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka.

3) Involusi uterus yang tidak baik : Tidak dilakukan mobilisasi secara dini akan

menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan

terganggunya kontraksi uterus.

K. Rentang Gerak Dalam Mobilisasi

Menurut Carpenito (2000), dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :

1) Rentang gerak pasif : Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-

otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya

perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.

2) Rentang gerak aktif : Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi

dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif seperti berbaring, menggerakkan

kakinya.

3) Rentang gerak fungsional : Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan

melakukan aktifitas yang diperlukan.

Pathway Sectio Caesarea

INDIKASIKelainan letak janin, Hipertensi, Rupture uteri mengancam, Partus lama, Partus tak maju, Distorsio servik Disproporsi sefalopelvik, Palsenta previa, Gawat janin,

Pernah SC sebelumnya,Ketidakmampuan ibu mengejan

Risko perdarahan

perdarahan

Atonia uteri

Mempengaruhi tonus uteri

Respon mual muntah

Medulla oblongata

Pola napas tak efektif

Gangguan pada pons

Supresi SSP

Efek anestesi

Risko infeksI

Invasi

Luka bekas insisi

Nyeri

Diskontinu itas jaringan

Trauma jaringan

Cemas Pasca operatif

Sectio Caesarea

Adaptasi psikologis

Adaptasi fisiologis

Post partum

Proses laktasi

Produksi ASI sedikit

Isapan bayi Stimulasi Hip. Posterior

Stimulasi Hip.anterior Sekresi oksitosin

Putting inverte

Stimulasi duktus alveoli Kelj. Mamae

Sekresi prolaktin

Taking in Taking hold Letting go

Penerimaan peran baru

Perubahan peran

Cemas

Menghambat sekresi oksitosin

Pressure the ejection of breast feeding

Ineffective breast feedingGg. Mobilitas fisik

Kelemahan fisik

L. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas

Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, alamat rumah, agama atau

kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan

pasien dan suaminya.

b. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan utama

Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau

berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan post operasi sectio caesarea hari

1-3 adalah adanya rasa nyeri.

2. Riwayat kesehatan sekarang

Mulai kapan klien merasakan adanya keluhan, dan usaha apa saja yang telah dilakukan

untuk mengatasi keadaan ini.

3. Riwayat kesehatan dahulu

a) Riwayat kesehatan klien

Menarche pada usia berapa, haid teratur atau tidak, siklus haid berapa hari, lama haid,

warna darah haid, HPHT kapan, terdapat sakit waktu haid atau tidak.

b) Riwayat kehamilan, persalinan dan nipas yang lalu

Hamil dan persalinan berapa kali, anak hidup atau mati, usia, sehat atau tidak, penolong

siapa, nifas normal atau tidak.

c) Riwayat pemakaian alat kontrasepsi

Untuk mengetahui jenis KB yang digunakan oleh klien apakah menggunakan KB

hormonal atau yang lainya.

4. Riwayat kesehatan keluarga

Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan

dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan

kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang

penyakit klien dan lain-lain.

c. Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional

1. Tingkat kesadaran

Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang harus dijawab oleh klien

atau di suruh untuk melakukan perintah. Variasi tingkat kesadaran dimulai dari siuman

sampai ngantuk, harus di observasi dan penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala

syok.

2. Sistem pernafasan

Respirasi bias meningkat atau menurun . Pernafasan yang ribut dapat terdengar tanpa

stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh kebelakang atau akibat terdapat secret.

Suara paru yang kasar merupakan gejala terdapat secret pada saluran nafas . Usaha

batuk dan bernafas dalam dilaksalanakan segera pada klien yang memakai anaestesi

general.

3. Sistem perkemihan

Retensi urine paling umum terjadi setelah pembedahan ginekologi, klien yang hidrasinya

baik biasanya kencing setelah 6 sampai 8 jam setelah pembedahan. Jumlah autput

urine yang sedikit akibat kehilangan cairan tubuh saat operasi, muntah akibat anestesi.

4. Sistem pencernaan

Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah pembedahan, tergantung

pada kekuatan efek narkose pada penekanan intestinal. Ambulatori perlu diberikan

untuk menghilangkan gas dalam usus.

5. Integritas ego

Dapat menunjukkan labilitas emosional, dari kegembiraan, sampai ketakutan, marah

atau menarik diri.

Klien/ pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima peran dalam pengalaman

kelahiran, mungkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi situasi

baru.

6. Eliminasi

Kateter urinaris indweiling mungkin terpasang: urine jernih pucat.

Bising usus tidak ada, samar atau jelas.

7. Nutrisi

Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal.

8. Nyeri/ ketidaknyamanan

Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber. Misal: trauma bedah/ insisi,

nyeri penyerta, distensi kandung kemih/ abdomen, efek-efek anestesia, mulut mungkin

kering.

9. Keamanan

Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda kering dan utuh.

Jalur parental bila digunakan paten can sisi bebas eritema, bengkok, nyeri tekan.

10. Seksualitas

Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus.

Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan berlebihan/banyak.

2. Diagnosa Keperawatan

1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi.

2) Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek anestesi, efek hormonal, distensi

kandung kemih.

3) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam

pembedaran.

4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas dan nyeri.

5) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

6) Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh terhadap

bakteri sekunder pembedahan.

7) Kurang pengetahuan berhubungan dengan mengenai perubahan fisiologis, periode

pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan diri.

3. Intervensi Keperawatan

1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ......x 24 jam, bersihan jalan

napas efektif.

Kriteria hasil : Tidak mengalami penumpukan sekret, bunyi nafas bersih, dan dapat

melakukan batuk efektif.

Intervensi :

a. Kaji faktor-faktor penyebab (sekret, penurunan kesadaran, reflek batuk).

Rasional : Penumpukan sekret, penurunan kesadaran dan reflek batuk

menurun dapat menghalangi jalan nafas.

b. Pertahankan klien pada posisi miring, maka sekret dapat mengalir ke bawah.

Rasional : dengan memberikan posisi miring, maka sekret dapat mengalir ke bawah.

c. Kaji posisi lidah, yakinkan tidak jatuh ke belakang dan menghalangi nafas.

Rasional : posisi lidah yang jatuh ke belakang dapat menghalangi jalan nafas.

d. Tinggikan kepala tempat tidur.

Rasional : pengembangan paru lebih maksimal.

e. Ajarkan batuk efektif.

Rasional : untuk pengeluaran sekret dan jalan nafas.

2) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek

anastesi, efek hormonal dan distensi kandung kemih.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ........x 24 jam, klien tidak

mengalami nyeri.

Kriteria hasil : Mampu mengidentifikasikan cara mengurangi nyeri, mengungkapkan

keinginan untuk mengontrol nyerinya, dan mampu untuk tidur/istirahat dengan

tepat.

Intervensi :

a. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas, dan lamanya.

Rasional : memberikan informasi untuk membantu memudahkan tindakan keperawatan.

b. Ajarkan dan catat tipe nyeri serta tindakan untuk mengatasi nyeri.

Rasional : meningkatkan persepsi klien terhadap nyeri yang dialaminya.

c. Ajarkan teknik relaksasi – distraksi

Rasional : meningkatkan kenyamanan klien.

d. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.

Rasional : tirah baring diperlukan pada awal selama fase reteksi akut.

e. Anjurkan menggunakan kompres hangat.

Rasional : membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan klien.

f. Berikan obat sesuai indikasi

Rasional : mengurangi nyeri.

g. Masukan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase.

Rasional : pengaliran kandung kemih menurunkan tegangan.

3) Defisit volume cairan berhubungan dengan pengeluaran integritas pembuluh

darah, perubahan dalam kemampuan pembekuan darah.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x 24 jam, defisit volume

cairan dapat teratasi.

Kriteria hasil : Tanda-tanda vital yang stabil, palpasi denyut nadi dengan kualitas

baik, turgor kulit normal, membran mukosa lembab, dan pengeluaran urine

yang sesuai.

Intervensi :

a. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran. Tinjau ulang catatan

intraoperasi.

Rasional : membantu mengidentifikasi pengeluaran cairan atau kebutuhan penggantian.

b. Kaji pengeluaran urinarius.

Rasional : mengindikasikan malfungsi atau obstruksi sistemurinarius.

c. Awasi TD, nadi, dan tekanan hemodinamik.

Rasional : hipoteksi, takikardia penurunan tekanan hemodinamik menunjukan

kekurangan cairan.

d. Catat munculnya mual/muntah.

Rasional : mual yang terjadi 12-24 jam pascaoperasi dihubungkan dengan anestesi; mual

lebih dari tiga hari pascaoperasi dihubungkan dengan narkotik untuk mengontrol

rasa sakit atau terapi obat- obatan lainnya.

e. Periksa pembalut atau drain pada interval reguler. Kaji luka untuk

terjadinya pembengkakan.

Rasional : pendarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hipovolemia/hemoragi.

Pembengkakan lokal mengindikasikan formasi hematoma/pendarahan.

f. Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.

Rasional : kulit dingin/lembab, denyut lemah mengindikasikan penurunan sirkulasi perifer.

g. Pasang kateter urinarius sesuai kebutuhan.

Rasional : memberikan mekanisme untuk memantau pengeluaran urinarius yang adekuat.

h. Berikan cairan parental, produksi darah dan/ atau plasma ekspander sesuai petunjuk.

Rasional : gantikan kehilangan cairan. Catat waktu penggunaan volume sirkulasi yang

potensial bagi penurunan komplikasi.

i. Awasi pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.

Hb/Ht

Rasional : menurun karena anemia atau kehilangan darah aktual.

Elektrolit serumdan pH.

Rasional : ketidakseimbangan dapat memerlukan perubahan dalamcairan atau

tambahan pengganti untuk mencapai keseimbangan.

j. Berikan darah atau kemasan SDM bila diperlukan sesuai indikasi.

Rasional : kehilangan pendarahan, penurunan produksi SDM dapat mengakibatkan

anemia berat atau progresif.

4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas dan nyeri.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...... x 24 jam, gangguan

mobilitas fisik teratasi.

Kriteria hasil : Tidak adanya kontraktur, meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang

sakit/kompensasi dan mendemonstrasikan teknik atau perilaku yang memungkinkan

melakukan kembali aktivitas.

Intervensi :

a. Kaji fungsi motorik dengan menginstruksikan pasien untuk melakukan gerakan.

Rasional : mengevaluasi keadaan khusus.pada beberapa lokasi trauma mempengaruhi

tipe dan pemilihan intervensi.

b. Catat tipe anestesi yang diberikan pada saat intra partus pada waktu klien sadar.

Rasional : pengaruh anestesi dapat mempengaruhi aktifitas klien.

c. Berikan suatu alat agar pasien mampu untuk meminta pertolongan, seperti bel atau

lampu pemanggil.

Rasional : Membuat pasien memiliki rasa aman, dapat mengatur diri dan mengurangi

ketakutan karena ditinggal sendiri.

d. Bantu / lakukan latihan ROM pada semua ekstremitas dan sendi, pakailah gerakan

perlahan dan lembut.

Rasional : meningkatkan sirkulasi, meningkatkan mobilisasi sendi dan mencegah

kontraktur dan atrofi otot.

e. Anjurkan klien istirahat.

Rasional : mencegah kelelahan.

f. Tingkatkan aktifitas secara bertahap.

Rasional : aktifitas sedikit demi sedikit dapat dilakukan oleh klien sesuai yang

diinginkan, memberikan rasa tenang dan aman pada klien emosional.

5) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x 24 jam, defisit perawatan

diri teratasi

Kriteria hasil : Mampu mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhan

perawatan diri, dan mengidentifikasi/menggunakan sumber-sumber yang tersedia.

Intervensi :

a. Pastikan berat / durasi ketidaknyamanan.

Rasional : nyeri dapat mempengaruhi respons emosi dan perilaku, sehingga klien

mungkin tidak mampu berfokus pada perawatan diri sampai kebutuhan fisik.

b. Tentukan tipe-tipe anastesi.

Rasional : Klien yang telah menjalani anestesia spinal dapat diarahkan untuk

berbaring datar.

c. Ubah posisi klien setiap 1-2 jam.

Rasional : membantu mencegah komplikasi bedah seperti flebitis.

d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan (perawatan mulut, mandi, gosokan punggung

dan perawatan perineal).

Rasional : memperbaiki harga diri, meningkatkan perasaan kesejahteraan bantuan

profesional

e. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi.

Rasional : menurunkan ketidaknyamanan, yang dapat mempengaruhi kemampuan

untuk melaksanakan perawatan diri.

6) Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kerusakan kulit,

pemajanan pada patogen.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...... x 24 jam, klien tidak

mengalami infeksi.

Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, tumor dan fungsio

laesa), tanda-tanda vital normal terutama suhu (36-37 C), dan pencapaian tepat

waktu dalam pemulihan luka tanpa komplikasi.

Intervensi :

a. Monitor tanda-tanda vital.

Rasional : suhu yang meningkat, dapat menunjukkan terjadinya infeksi (color).

b. Kaji luka pada abdomen dan balutan.

Rasional : mengidentifikasi apakah ada tanda-tanda infeksi adanya pus.

c. Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan klien, rawat luka dengan teknik

aseptik.

Rasional : mencegah kontaminasi silang/penyebaran organisme infeksius.

d. Dapatkan kultur darah, vagina, dan plasenta sesuai indikasi.

Rasional : mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan tingkat keterlibatan.

e. Catat hemoglobin dan hematokrit. Catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur

pembedahan.

Rasional : risiko infeksi pasca melahirkan dan penyembuhan buruk meningkat bila

kadar hemoglobin rendah dan kehilangan darah berlebihan.

f. Berikan antibiotik pada praoperasi

Rasional : mencegah terjadinya proses infeksi

7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai

perubahan fisiologis, periode pemulihan, dan kebutuhan perawatan diri.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x 24 jam, klien menunjukan

pengetahuan mengenai perubahan fisiologis, periode pemulihan, dan kebutuhan

perawatan diri.

Kriteria hasil : Mampu mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis,

kebutuhan-kebutuhan individu, hasil yang diharapkan.

Intervensi :

a. Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar

Rasional : penyuluhan diberikan untuk membantu mengembangkan pengetahuan

ibu, maturasi dan kompetensi.

b. Kaji keadaan fisik klien.

Rasional : ketidaknyamanan dapat mempengaruhi konsentrasi dalam menerima

penyuluhan.

c. Berikan informasi tentang perubahan fisiologis dan psikologis yang normal.

Rasional : membantu klien mengenali perubahan normal.

d. Diskusikan program latihan yang tepat, sesuai ketentuan.

Rasional : program latihan dapat membantu tonus otot-otot, meningkatkan sirkulasi,

menghasilkan gambaran keseimbangan tubuh dan meningkatkan perasaan sejahtera

DAFTAR PUSTAKA

1. Carpenito. Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Pasien Klinis. Jakarta : EGC., Ed.9. 2009.

2. Doengoes, M. Rencana Perawatan Maternitas / Bayi, EGC : jakarta. 2001.

3. Fizari, S. Perubahan Fisiologi pada Masa Nifas, From Http://sekuracity/blogspot.com. 2013

4. Hincliff, S. Kamus Keperawatan, Jakarta: EGC. 1999.

5. Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC; 2005.

6. Mansjoer, A. Dasar-dasar Keperwatan Maternitas, EGC : jakarta. 1995.

7. Manuaba, I. B. G. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta: EGC. 1998.

8. Manuaba, I. B. G. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Arcan : Jakarta. 2000.

9. Mochtar, R. Sinopsis obstetri : obstetri operatif, obstetri sosial, jilid 2. EGC : Jakarta. 2002.

10. Prawirohardjo, S. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2002.

11. Syaifudin, Abdul Bari, Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Bina Pustaka : Jakarta. 2002.

12. Winkjosastro, H. Dkk. Ilmu kebidanan, Bina Pustaka : Jakarta. 2002.