lp eliminasi urin
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI URIN
Di Ruang Bougenville 2 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
(Minggu Kelima Stase PKD)
Tugas Mandiri
Stase Praktek Keperawatan Dasar
Disusun oleh :
APRILIA PUTRI RAHMADHANI
09/282141/KU/13230
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
I. KONSEP KEBUTUHAN ELIMINASI URIN
A. PENGERTIAN
Miksi (berkemih) adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung
kemih terisi. Proses ini terdiri dari dua langkah utama yaitu : pertama, kandung kemih
secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang,
yang kemudian mencetuskan langkah kedua, timbul refleks saraf yang disebut refleks
miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini
gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih.
Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa
juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.
Faktor yang mempengaruhi kebiasaan berkemih
a. Diet dan intake
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi
output urine, seperti protein dan sodium mempengaruhi jumlah urine yang
keluar, kopi meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan,
akibatnya output urine lebih banyak.
b. Respon keinginan awal untuk berkemih
Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan mengabaikan respon awal untuk
berkemih dan hanya pada akhir keinginan berkemih menjadi lebih kuat.
Akibatnya urine banyak tertahan di kandung kemih. Masyarakat ini
mempunyai kapasitas kandung kemih yang lebih daripada normal
c. Gaya hidup
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi urine.
Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat mempengaruhi frekuensi
eliminasi. Praktek eliminasi keluarga dapat mempengaruhi tingkah laku.
d. Stress psikologi
Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi
keinginan berkemih, hal ini karena meningkatnya sensitive untuk keinginan
berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine yang diproduksi.
e. Tingkat aktifitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi urine
membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus sfingter
internal dan eksternal. Hilangnya tonus otot kandung kemih terjadi pada
masyarakat yang menggunakan kateter untuk periode waktu yang lama.
Karena urine secara terus menerus dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot
itu tidak pernah merenggang dan dapat menjadi tidak berfungsi.
Aktifitas yang lebih berat akan mempengaruhi jumlah urine yang diproduksi,
hal ini disebabkan karena lebih besar metabolisme tubuh.
f. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga akan mempengaruhi pola
berkemih. Pada wanita hamil kapasitas kandung kemihnya menurun karena
adanya tekanan dari fetus atau adanya lebih sering berkemih.
g. Kondisi Patologis.
Demam dapat menurunkan produksi urine (jumlah & karakter)
Obat diuretiik dapat meningkatkan output urine
Analgetik dapat terjadi retensi urine.
Masalah-masalah dalam Eliminasi
Masalah-masalahnya adalah : retensi, inkontinensia urine, enuresis, perubahan
pola urine (frekuensi, keinginan (urgensi), poliurine dan urine suppression).
Penyebab umum masalah ini adalah : Obstruksi, Pertumbuhan jaringan abnormal,
Batu, Infeksi, Masalah-masalah lain.
a. Retensi
Adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan ketidak sanggupan
kandung kemih untuk mengosongkan diri. Menyebabkan distensi kandung
kemih. Normal urine berada di kandung kemih 250 – 450 ml. Urine ini
merangsang refleks untuk berkemih. Dalam keadaan distensi, kandung kemih
dapat menampung urine sebanyak 3000 – 4000 ml urine. Tanda-tanda klinis
retensi :
Ketidaknyamanan daerah pubis.
Distensi kandung kemih
Ketidak sanggupan unutk berkemih.
Sering berkeih dalam kandung kemih yang sedikit (25 – 50 ml)
Ketidak seimbangan jumlah urine yang dikelurakan dengan intakenya.
Meningkatnya keresahan dan keinginan berkemih.
Penyebab
Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, urethra.
Pembesaran kelenjar prostate
Strikture urethra.
Trauma sumsum tulang belakang.
b. Inkontinensi urine
Ketidaksanggupan sementara atau permanen otot sfingter eksterna untuk
mengontrol keluarnya urine dari kandung kemih. Jika kandung kemih
dikosongkan secara total selama inkontinensi —- inkontinensi komplit. Jika
kandung kemih tidak secara total dikosongkan selama inkontinensia —-
inkontinensi sebagian
Penyebab Inkontinensi
Proses ketuaan
Pembesaran kelenjar prostate
Spasme kandung kemih
Menurunnya kesadaran
Menggunakan obat narkotik sedative
Ada beberapa jenis inkontinensi yang dapat dibedakan :
Total inkontinensi
Adalah kelanjutan dan tidak dapat diprediksikan keluarnya urine.
Penyebabnya biasanya adalah injury sfinter eksternal pada laki-laki, injury
otot perinela atau adanya fistula antara kandung kemih dan vagina pada
wanita dan kongenital atau kelainan neurologis.
Stress inkontinensi
Ketidaksanggupan mengontrol keluarnya urine pada waktu tekanan
abdomen meningkat contohnya batuk, tertawa —– karena
ketidaksanggupan sfingter eksternal menutup.
Urge inkontinensi
Terjadi pada waktu kebutuhan berkemih yang baik, tetapi tidak dapat
ketoilet tepat pada waktunya. Disebabkan infeksi saluran kemih bagian
bawah atau spasme kandung kemih.
Fungisonal inkontinensi
Adalah involunter yang tidak dapat diprediksi keluarnya urine. Biasa
didefinisikan sebagai inkontinensi persists karena secara fisik dan mental
mengalami gangguan atau beberapa faktor lingkungan dalam persiapan
untuk buang air kecil di kamar mandi.
Refleks inkontinensi
Adalah involunter keluarnya urine yang diprediksi intervalnya ketika ada
reaksi volume kandung kemih penuh. Klien tidak dapat merasakan
pengosongan kandung kemihnya penuh.
c. Enuresis
Sering terjadi pada anak-anak. Umumnya terjadi pada malam hari — nocturnal
enuresis. Dapat terjadi satu kali atau lebih dalam semalam.
Penyebab Enuresis
Kapasitas kandung kemih lebih besar dari normalnya.
Anak-anak yang tidurnya bersuara dan tanda-tanda dari indikasi dari
keinginan berkemih tidak diketahui, yang mengakibatkan terlambatnya
bagun tidur untuk kekamar mandi.
Kandung kemih irritable dan seterusnya tidak dapat menampung urine
dalam jumlah besar.
Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah (misalnya
persaingan dengan saudara kandung, ceksok dengan orang tua). Orang tua
yang mempunyai pendapat bahwa anaknya akan mengatasi kebiasaannya
tanpa dibantu untuk mendidiknya.
Infeksi saluran kemih atau perubahan fisik atau neurologi sistem
perkemihan.
Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral atau makanan
pemedas.
Anak yang takut jalan pada gang gelap untuk kekamar mandi.
d. Perubahan pola berkemih
Frekuensi
Normal, meningkatnya frekuensi berkemih, karena meningkatnya cairan.
Frekuensi tinggi tanpa suatu tekanan intake cairan dapat diakibatkan
karena cystitis. Frekuensi tinggi pada orang stress dan orang hamil.
Canture / nokturia — meningkatnya frekuensi berkemih pada malam hari,
tetapi ini tidak akibat meningkatnya intake cairan.
Urgency
Adalah perasaan seseorang untuk berkemih. Sering seseorang tergesa-gesa
ke toilet takut mengalami inkontinensi jika tidak berkemih. Pada umumnya
anak kecil masih buruk kemampuan mengontrol sfingter eksternal.
Dysuria
Adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih. Dapat terjadi karena :
striktura urethra, infeksi perkemihan, trauma pada kandung kemih dan
urethra.
Polyuria
Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti 2.500
ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan. Dapat terjadi karena :
DM, defisiensi ADH, penyakit ginjal kronik. Tanda-tanda lain adalah :
polydipsi, dehidrasi dan hilangnya berat badan.
Urinari suppresi
Adalah berhenti mendadak produksi urine. Secara normnal urine
diproduksi oleh ginjal secara terus menerus pada kecepatan 60 – 120
ml/jam (720 – 1440 ml/hari) dewasa
Keadaan dimana ginjal tidak memproduksi urine kurang dari 100 ml/hari
disanuria. Produksi urine abnormal dalam jumlah sedikit oleh ginjal
disebut oliguria misalnya 100 – 500 ml/hari. Penyebab anuria dan
oliguria : penyakit ginjal, kegagalan jantung, luka bakar dan shock.
B. NILAI – NILAI NORMAL
a. Warna :
Normal urine berwarna kekuning-kuningan. Obat-obatan dapat mengubah
warna urine seperti orange gelap. Warna urine merah, kuning, coklat
merupakan indikasi adanya penyakit.
b. Bau :
Normal urine berbau aromatik yang memusingkan. Bau yang merupakan
indikasi adanya masalah seperti infeksi atau mencerna obat-obatan tertentu.
c. Berat jenis :
Adalah berat atau derajat konsentrasi bahan (zat) dibandingkan dengan suatu
volume yang sama dari yang lain seperti air yang disuling sebagai standar.
Berat jenis air suling adalah 1, 009 ml. Normal berat jenis : 1010 – 1025.
d. Kejernihan :
Normal urine terang dan transparan. Urine dapat menjadi keruh karena ada
mukus atau pus.
e. pH :
Normal pH urine sedikit asam (4,5 – 7,5). Urine yang telah melewati
temperatur ruangan untuk beberapa jam dapat menjadi alkali karena aktifitas
bakteri. Vegetarian urinennya sedikit alkali.
f. Protein :
Normal : molekul-molekul protein yang besar seperti : albumin, fibrinogen,
globulin, tidak tersaring melalui ginjal —- urine. Pada keadaan kerusakan
ginjal, molekul-molekul tersebut dapat tersaring —- urine. Adanya protein
didalam urine —- proteinuria, adanya albumin dalam urine —- albuminuria.
g. Glukosa :
Normal : adanya sejumlah glukosa dalam urine tidak berarti bila hanya bersifat
sementara, misalnya pada seseorang yang makan gula banyak —- menetap
pada pasien DM. Adanya gula dalam urine —- glukosa.
h. Volume
Secara normnal urine diproduksi oleh ginjal secara terus menerus pada
kecepatan 60 – 120 ml/jam (720 – 1440 ml/hari) dewasa.
C. HAL – HAL YANG PERLU DIKAJI PADA KLIEN YANG MENGALAMI
GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI URIN
Riwayat keperawatan :
Ketidaknyamanan (nyeri) saat berkemih
Pola berkemih.
Frekuensi
Volume
Warna
Bau
Distensi kandung kemih.
Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan specimen urine.
Pengambilan: steril, random, midstream.
Pengambilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, KEton, Nitrit.
Sistoskopy, IVP.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
a. Retensi urin
b. Kerusakan eliminasi urin
c. Nyeri akut
d. Resiko infeksi
III. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
a. Retensi urin
NOC :
Kontinensia urin
Kriteria hasil :
Klien menyadari keinginan untuk mengosongkan kandung kemih.
Klien mampu memulai dan menghentikan pancaran urin.
Klien mampu mengosongkan kandung kemih > 150 cc setiap masing-masing
waktu.
Klien tidak mengalami infeksi saluran kemih.
Klien mendapatkan intake cairan dalam rentang yang diharapkan.
Eliminasi urin
Kriteria hasil :
Klien mempunyai pola eliminasi dalam rentang yang diharapkan.
Bau, volume, warna, kejernihan urin dalam rentangyang diharapkan.
Urin bebas dari partikel.
Keseimbangan intake dan output cairan.
Klien tidak mengalami nyeri saat eliminasi urin.
Hasil pemeriksaan laboratorium urin dalam rentang normal.
NIC :
Kateterasi urin :
Menjaga teknik aseptic selama pemasangan kateter.
Menggunakan kateter ukuran kecil.
Menghubungkan kateter retensi dengan kantong drainase di samping tempat
tidur.
Menjaga system drainase tertutup.
Memonitor intake dan output.
Perawatan retensi urin :
Melakukan pengkajian urinary secara komprehensif.
Menganjurkan kepada keluarga untuk mencatat output urin.
Memonitor derajat distensi kandung kemih.
b. Kerusakan eliminasi urin
NOC :
Kontinensia urin
Kriteria hasil :
Klien menyadari keinginan untuk mengosongkan kandung kemih.
Klien mampu memulai dan menghentikan pancaran urin.
Klien mampu mengosongkan kandung kemih > 150 cc setiap masing-masing
waktu.
Klien tidak mengalami infeksi saluran kemih.
Klien mendapatkan intake cairan dalam rentang yang diharapkan.
Eliminasi urin
Kriteria hasil :
Klien mempunyai pola eliminasi dalam rentang yang diharapkan.
Bau, volume, warna, kejernihan urin dalam rentangyang diharapkan.
Urin bebas dari partikel.
Keseimbangan intake dan output cairan.
Klien tidak mengalami nyeri saat eliminasi urin.
Hasil pemeriksaan laboratorium urin dalam rentang normal.
NIC :
Manajemen eliminasi urin
Memonitor eliminasi urin meliputi frekuensi, bau, volume, dan warna.
Memonitor tanda dan gejala retensi urin.
Menginstruksikan kepada keluarga untuk mencatat keluaran urin.
Menganjurkan kepada klien untuk memperbanyak minum.
c. Nyeri akut
NOC :
Tingkat nyeri
Kontrol nyeri
Kriteria Hasil :
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
NIC :
Manajemen nyeri
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa lampau
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
d. Resiko infeksi
NOC :
Kontrol resiko
Kriteria hasil :
Klien bebas dari tanda – tanda infeksi
Klien mampu menjelakan tanda dan gejala infeksi
Klien menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.
NIC :
Kontrol infeksi
Menjaga kebersihan lingkungan.
Mencuci tangan sebelum dan sesudah memberi perawatan dan pengobatan.
Menggunakan sarung tangan saat melakukan perawatan.
Membatasi pengunjung bila perlu.
Mendorong keluarga untuk mencuci tangan saat masuk dan meninggalkan
ruangan.
Mendorong klien untuk meningkatkan intake nutrisi, cairan dan istirahat.
Menekankan memperbanyak intake protein untuk pembentukan system imun.
Mengajarkan kepada klien dan keluarga tentang cara mencegah infeksi dan
tanda gejala infeksi.
Mengkaji suhu klien, dan melaporkan jika suhu lebih dari 38° C.
Memonitor nilai laboratorium.
Mengkaji warna kulit, tekstur dan turgor.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Tarwoto dan Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika
NANDA Nursing Diagnosis: Definition and Classification 2009-2011
Nursing Outcomes Classification
McCloskey, J and Gloria, M.B. (1996). Nursing Interventions Classification, 2nd ed. St. Louis: Mosby-Year Book
Potter, P.A & Perry, Ag. (2005).Fundamental Keperawatan 4thed.Jakarta: EGC