bab ii tinjauan pustaka a. eliminasi urin 1. defenisi ...berupa kekakuan leher vesika, fimosis,...

21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Eliminasi Urin 1. Defenisi Eliminasi Urin Eliminasi urin normalnya adalah pengeluaran cairan sebagai hasil filtrasi dari plasma darah di glomerulus. Dari 180 liter darah yang masuk ke ginjal untuk difiltrasi, hanya 1-2 liter saja yang dapat berupa urin. Sebagian besar hasil filtrasi akan diserap kembali di tubulus ginjal untuk dimanfaatkan oleh tubuh (Tarwoto & Wartonah, 2010). 2. Organ Tubuh yang Berperan Dalam Eliminasi Urin a) Ginjal Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis, berwarna coklat agak kemerahan, yang terdapat di kedua sisi kolumna vertebral posterior terhadap peritoneum dan terletak pada otot punggung bagian dalam. Ginjal terbentang dari vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena posisi hati yang berada diatasnya (Potter & Perry, 2005). Ginjal menyaring zat sisa metabolisme yang terkumpul dalam darah. Darah mencapai ginjal melalui arteri renalis yang merupakan cabang aorta abdominalis. Sekitar 20% sampai 25% curah jantung bersirkulasi setiap hari melalui ginjal. Setiap ginjal berisi 1 juta nefron. Nefron, yang merupakan unit fungsional ginjal, membentuk urin (Potter & Perry, 2010). Universitas Sumatera Utara

Upload: ngonguyet

Post on 30-Jan-2018

235 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Eliminasi Urin 1. Defenisi ...Berupa kekakuan leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder

  

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Eliminasi Urin

1. Defenisi Eliminasi Urin

Eliminasi urin normalnya adalah pengeluaran cairan sebagai hasil filtrasi

dari plasma darah di glomerulus. Dari 180 liter darah yang masuk ke ginjal

untuk difiltrasi, hanya 1-2 liter saja yang dapat berupa urin. Sebagian besar

hasil filtrasi akan diserap kembali di tubulus ginjal untuk dimanfaatkan oleh

tubuh (Tarwoto & Wartonah, 2010).

2. Organ Tubuh yang Berperan Dalam Eliminasi Urin

a) Ginjal

Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis,

berwarna coklat agak kemerahan, yang terdapat di kedua sisi kolumna

vertebral posterior terhadap peritoneum dan terletak pada otot punggung

bagian dalam. Ginjal terbentang dari vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan

terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena posisi hati yang berada diatasnya

(Potter & Perry, 2005).

Ginjal menyaring zat sisa metabolisme yang terkumpul dalam darah.

Darah mencapai ginjal melalui arteri renalis yang merupakan cabang aorta

abdominalis. Sekitar 20% sampai 25% curah jantung bersirkulasi setiap hari

melalui ginjal. Setiap ginjal berisi 1 juta nefron. Nefron, yang merupakan

unit fungsional ginjal, membentuk urin (Potter & Perry, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Eliminasi Urin 1. Defenisi ...Berupa kekakuan leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder

  

 

Darah masuk ke nefron melalui arteriola aferen. Sekelompok

pembuluh darah ini membentuk jaringan kapiler glomerulus, yang

merupakan tempat pertama filtrasi darah dan tempat awal pembentukan

urin. Tidak semua filtrat glomerulus akan dibuang sebagai urin. Sekitar 90%

filtrat diabsorpsi kembali kedalam plasma, dan 1% sisanya dieksresikan

sebagai urin (Potter & Perry, 2005).

b) Ureter

Ureter meninggalkan tubulus dan memasuki duktus pengumpul yang

akan mentranspor urin ke pelvis renalis. Sebuah ureter bergabung dengan

setiap pelvis renalis sebagai rute keluar pertama pembuangan urin. Ureter

merupakan struktur tubular yang memiliki panjang 25-30 cm dan

berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa. Ureter membentang pada posisi

retroperitoneum untuk memasuki kandung kemih di dalam rongga panggul

(pelvis) pada sambungan ureterovesikalis. Urin keluar dari ureter ke

kandung kemih umumnya steril (Potter & Perry, 2005).

Gerakan peristaltik menyebabkan urin masuk ke dalam kandung

kemih dalam bentuk semburan, bukan dalam bentuk aliran yang tetap.

Ureter masuk ke dalam dinding posterior kandung kemih dengan posisi

miring. Pengaturan ini dalam kondisi normal mencegah refluks urin dari

kandung kemih ke dalam ureter selama mikturisi (proses berkemih)

dengan menekan ureter pada sambungan ureterovesikalis (sambungan

ureter dengan kandung kemih) (Potter & Perry, 2005).

c) Kandung Kemih

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Eliminasi Urin 1. Defenisi ...Berupa kekakuan leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder

  

 

Kandung kemih merupakan suatu organ cekung yang dapat

berdistensi, tersusun atas jaringan otot serta merupakan wadah tempat urin

dan merupakan organ eksresi. Apabila kosong, kandung kemih berada di

dalam rongga panggul di belakang simfisis pubis (Potter & Perry, 2005).

Bentuk kandung kemih berubah saat ia terisi dengan urin. Tekanan

di dalam kandung kemih biasanya rendah walaupun sedang terisi

sebagian, sehingga hal ini melindungi dari bahaya infeksi (Potter & Perry,

2005).

Dalam keadaan penuh, kandung kemih membesar dan membentang

sampai ke atas simfisis pubis. Kandung kemih yang mengalami distensi

maksimal dapat mencapai umbilikus. Pada waktu hamil, janin mendorong

kandung kemih sehingga menimbulkan perasaan penuh dan mengurangi

daya tampung kandung kemih. Hal ini dapat terjadi baik pada trimester

pertama maupun trimester ketiga (Potter & Perry, 2005).

d) Uretra

Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh

melalui meatus uretra. Dalam kondisi normal, aliran urin yang mengalami

turbulansi membuat urin bebas dari bakteri. Membran mukosa melapisi

uretra, dan kelenjar uretra mensekresi lendir ke dalam saluran uretra.

Lendir dianggap bersifat bakteriostatis dan membentuk plak mukosa untuk

mencegah masuknya bakteri. Lapisan otot polos yang tebal mengelilingi

uretra (Potter & Perry, 2005).

Uretra pada wanita memiliki panjang sekitar 4-6,5 cm. Sfingter

uretra eksterna yang terletak di sekitar setengah bagian bawah uretra,

memungkinkan aliran volunter urin. Panjang uretra yang pendek pada

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Eliminasi Urin 1. Defenisi ...Berupa kekakuan leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder

  

 

wanita menjadi faktor predisposisi untuk mengalami infeksi. Bakteri dapat

dengan mudah masuk ke dalam uretra dari daerah perineum. Pada wanita

meatus uretra urinarius (lubang) terletak di antara labia minora, diatas

vagina dan dibawah klitoris (Potter & Perry, 2005).

3. Miksi (Berkemih)

Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih

terisi. Proses ini terdiri dari dua langkah utama:

1. Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya

meningkat di atas nilai ambang batas.

2. Timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang

berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-

tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih (Guyton

& Hall, 1997).

4. Anatomi Fisiologi Dan Hubungan Saraf Pada Kandung Kemih

Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang terdiri dari

dua bagian besar; (1) badan (korpus), merupakan bagian utama kandung

kemih dimana urin terkumpul, dan (2) leher (kollum), merupakan lanjutan

dari badan yang berbentuk corong, berjalan secara inferior dan anterior ke

dalam daerah segitiga urogenital dan berhubungan dengan uretra. Bagian

yang lebih rendah dari leher kandung kemih disebut uretra posterior karena

hubungannya dengan uretra (Guyton & Hall, 1997).

Otot polos kandung kemih disebut otot destrusor. Serat-serat ototnya

meluas ke segala arah dan bila berkontraksi dapat meningkatkan tekanan dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Eliminasi Urin 1. Defenisi ...Berupa kekakuan leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder

  

 

kandung kemih. Dengan demikian, kontraksi otot detrusor adalah langkah

terpenting untuk mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot

destrusor terangkai satu sama lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan

rendah dari satu sel otot ke sel otot lain. Oleh karena itu, potensial aksi dapat

menyebar ke seluruh otot destrusor, dari satu sel otot ke sel otot berikutnya

sehingga terjadi kontraksi seluruh kandung kemih dengan segera (Guyton &

Hall, 1997).

Pada dinding posterior kandung kemih, tepat di atas bagian leher dari

kandung kemih terdapat daerah segitiga kecil yang disebut trigonum. Bagian

terendah dari apeks trigonum adalah bagian kandung kemih yang membuka

menuju leher masuk kedalam uretra posterior, dan kedua ureter memasuki

kandung kemih dengan sudut tertinggi di trigonum. Trigonum dapat dikenali

dengan melihat mukosanya (lapisan dalam dari kandung kemih) yang berlipa-

lipat membentuk rugae. Masing-masing ureter pada saat memasuki kandung

kemih, melewati 1-2 cm di bawah mukosa kandung kemih berjalan secara

oblik melalui otot destrusor sebelum mengosongkan diri ke dalam kandung

kemih (Guyton & Hall, 1997).

Leher kandung kemih (uretra posterior) panjangnya 2-3 cm, dan

dindingnya terdiri dari otot destrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar

jaringan elastik. Otot pada daerah ini disebut sfingter internal. Sifat tonusnya

secara normal mempertahankan leher kandung kemih dan uretra posterior agar

kosong dari urin dan, oleh karena itu, mencegah pengosongan kandung kemih

sampai tekanan pada daerah utama kandung kemih meningkat diambang kritis

(Guyton & Hall, 1997).

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Eliminasi Urin 1. Defenisi ...Berupa kekakuan leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder

  

 

Setelah uretra posterior, uretra berjalan melewati diafragma urogenital,

yang mengandung lapisan otot yang disebut sfingter eksterna kandung kemih.

Otot ini merupakan otot lurik yang berbeda dengan otot pada badan dan leher

kandung kemih, yang hanya terdiri dari otot polos. Otot sfingter eksterna

bekerja dibawah sistem saraf volunter dan dapat digunakan secara sadar untuk

menahan miksi bahkan bila kendali involunter berusaha untuk mengosongkan

kandung kemih (Guyton & Hall, 1997).

5. Persyarafan Kandung Kemih

Persyarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang

berhubungan dengan medula spinalis melalui pleksus sakralis, terutama

berhubungan dengan medula spinalis segmen S-2 dan S-3. Berjalan melalui

nervus pelvikus ini adalah serat saraf sensorik dan saraf motorik. Serat sensorik

mendeteksi derajat regangan pada dinding kandung kemih. Tanda-tanda

regangan dari uretra posterior sangat kuat dan terutama bertanggung jawab

untuk mencetuskan refleks yang menyebabkan pengosongan kandung kemih

(Guyton & Hall, 1997).

Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat

parasimpatis. Serat ini berakhir pada sel gangglion yang terletak dalam dinding

kandung kemih. Saraf post ganglion pendek kemudian mempersarafi otot

detrusor (Guyton & Hall, 1997).

Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang penting

untuk fungsi kandung kemih yang terpenting adalah serat otot lurik yang

berjalan melalui nervus pupendal menuju sfingter eksternus kandung kemih.

Ini adalah serat saraf somatik yang mempersarafi dan mengontrol otot lurik

pada sfingter. Juga, kandung kemih menerima saraf simpatis dari rangkaian

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Eliminasi Urin 1. Defenisi ...Berupa kekakuan leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder

  

 

simpatis melalui nervus hipogastrikus, terutama berhubungan dengan segmen

L-2 media spinlais. Serat simpatis ini mungkin terutama merangsang pembuluh

darah dan sedikit mempengaruhi kontraksi kandung kemih. Beberapa serat

saraf sensorik juga berjalan melalui saraf simpatis dan mungkin penting dalam

menimbulkan sensasi rasa penuh dan pada beberapa keadaan rasa nyeri

(Guyton & Hall, 1997).

6. Transpor Urin Dari Ginjal Melalui Ureter Dan Masuk Ke Dalam

Kandung Kemih

Urin yang keluar dari kandung kemih mempunyai komposisi utama

yang sama dengan cairan yang keluar dari duktus kolingentes; tidak ada

perubahan yang berarti pada komposisi urin tersebut sejak mengalir melalui

kaliks renalis dan ureter sampai kandung kemih (Guyton & Hall, 1997).

Urin mengalir dari duktus kolingentes masuk ke kaliks renalis,

meregangkan kaliks renalis dan meningkatkan aktivitas pacemakernya, yang

kemudian mencetuskan kontraksi peristaltik yang menyebar ke pelvis renalis

dan kemudian turun sepanjang ureter, dengan demikian mendorong urin dari

pelvis renalis ke arah kandung kemih. Dinding ureter terdiri dari otot polos

dan dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis seperti juga neuron-

neuron pada pleksus intramural dan serat saraf yang meluas di seluruh

panjang ureter. Seperti halnya otot polos pada organ viscera yang lain,

kontraksi peristaltik pada ureter ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis

dan dihambat oleh perangsangan simpatis (Guyton & Hall, 1997).

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Eliminasi Urin 1. Defenisi ...Berupa kekakuan leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder

  

 

Ureter memasuki kandung kemih menembus otot destrusor di daerah

trigonum kandung kemih. Normalnya, ureter berjalan secara oblik sepanjang

beberapa sentimeter menembus dinding kandung kemih. Tonus normal dari

otot detrusor pada dinding kandung kemih cenderung menekan ureter, dengan

demikian mencegah aliran balik urin dari kandung kemih waktu tekanan di

kandung kemih meningkat selama berkemih atau sewaktu terjadi kompresi

kandung kemih. Setiap gelombang peristaltik yang terjadi di sepanjang ureter

akan meningkatkan tekanan dalam ureter sehingga bagian yang menembus

dinding kandung kemih membuka dan memberi kesempatan urin mengalir ke

dalam kandung kemih (Guyton & Hall, 1997).

7. Refleks Berkemih

Selama kandung kemih terisi, banyak yang menyertai kontraksi berkemih

mulai tampak. Keadaan ini disebabkan oleh refleks peregangan yang dimulai

oleh reseptor regang sensorik pada dinding kandung kemih, khususnya oleh

reseptor pada uretra posterior ketika daerah ini mulai terisi urin pada tekanan

kandung kemih yang lebih tinggi. Sinyal sensorik dari reseptor regang kandung

kemih dihantarkan ke segmen sakral medula spinalis melalui nervus pelvikus

dan kemudian secara refleks kembali lagi ke kandung kemih melalui serat saraf

parasimpatis melalui saraf yang sama ini (Clevo, 2013).

Ketika kandung kemih hanya terisi sebagain, kontraksi berkemih ini

biasanya secara spontan berelaksasi setelah beberapa detik, otot detrusor

berhenti berkontraksi dan tekanan turun kembali ke garis basal. Karena

kandung kemih terus terisi, refleks berkemih menjadi bertambah sering dan

menyebabkan kontraksi otot destrusor lebih kuat (Clevo, 2013).

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Eliminasi Urin 1. Defenisi ...Berupa kekakuan leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder

  

 

Sekali refleks berkemih mulai timbul, refleks ini akan menghilang

sendiri. Artinya kontraksi awal kandung kemih selanjutnya akan mengaktifkan

reseptor regang untuk menyebabkan peningkatan selanjutnya pada impuls

sensorik ke kandung kemih dan uretra posterior yang menimbulkan

peningkatan refleks kontraksi kandung kemih lebih lanjut. Jadi siklus ini terus

berulang sampai kandung kemih mencapai kontraksi yang kuat. Kemudian

lebih dari semenit, refleks yang menghilang sendiri ini mulai melemah dan

siklus regeneratif dari refleks miksi ini berhenti sehingga menyebabkan

kandung kemih berelaksasi (Clevo, 2013).

8. Volume Urin Normal

Pada orang dewasa, volume urin normal per hari adalah 1500-6000 ml

(minimum 30 ml per jam). Proses penyakit dapat mempengaruhinya,

misalnya penyakit ginjal-oliguria, diabetes melitus/ insipidus-poliuria

(Johnson & Taylor, 2004).

Pada ibu yang selesai melahirkan harus berkemih dengan spontan

dalam 6 sampai 8 jam post partum. Dengan urin yang dikeluarkan dari

beberapa perkemihan pertama harus diukur untuk mengetahui apakah

pengosongan kandung kemih adekuat. Diharapkan setiap kali berkemih, urin

yang keluar adalah 150 ml (Ganong, 2000)

B. Retensi Urin

1. Pengertian

Retensi urin adalah kesulitan miksi (berkemih) karena kegagalan

mengeluarkan urin dari vesika urinaria (Kapita Selekta Kedokteran, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Eliminasi Urin 1. Defenisi ...Berupa kekakuan leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder

  

 

Retensi urin adalah disfungsi pengosongan kandung kemih termasuk

untuk memulai buang air kecil, pancaran lemah, pelan atau aliran terputus-

putus, perasaan tidak tuntas berkemih dan perlu usaha keras atau dengan

penekanan pada suprapubik untuk mengosongkannya (Purnomo, 2011).

2. Etiologi Retensi urin dapat dibagi menurut lokasi kerusakan syaraf:

a) Supravesikal

Berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinalis sakralis

S2–S4 setinggi Th1- L1. Kerusakan terjadi pada saraf simpatis dan

parasimpatis baik sebagian atau seluruhnya.

b) Vesikal

Berupa kelemahan otot destrusor karena lama teregang,

berhubungan dengan masa kehamilan dan proses persalinan (trauma

obstetrik).

c) Infravesikal (distal kandung kemih)

Berupa kekakuan leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra,

trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder neck

sclerosis) (Kapita Selekta Kedokteran, 2000).

3. Klasifikasi

a) Retensi urin akut

Pada retensi urin akut penderita seakan-seakan tidak dapat berkemih

(miksi). Kandung kemih perut disertai rasa sakit yang hebat didaerah

suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai mengejan. Sering

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Eliminasi Urin 1. Defenisi ...Berupa kekakuan leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder

  

 

kali urin keluar menetes atau sedikit-sedikit (Kapita Selekta Kedokteran,

2000).

Pada kasus akut, bila penyebabnya tidak segera ditemukan maka

kerusakan lebih berat yang sifatnya permanen dapat terjadi, karena otot

detrusor atau ganglia parasimpatik pada dinding kandung kemih menjadi

tidak dapat berkompromi (Pribakti, 2011).

b) Retensi urin kronis

Penderita secara perlahan dalam waktu yang lama tidak dapat

berkemih (miksi), merasakan nyeri di daerah suprapubik hanya sedikit

atau tidak sama sekali walaupun kandung kemih penuh (Kapita Selekta

Kedokteran, 2000).

Pada retensi urin kronik, terdapat masalah khusus akibat

peningkatan tekanan intravesikal yang menyebabkan refluks uretra,

infeksi saluran kemih atas dan penurunan fungsi ginjal (Pribakti, 2011).

Retensi urin juga dapat terjadi sebagian atau total

a) Retensi urin sebagian yaitu penderita masih bisa mengeluarkan urin tetapi

terdapat sisa urin yang cukup banyak di dalam kandung kemih.

b) Retensi urin total yaitu penderita sama sekali tidak dapat mengeluarkan

urin.

4. Gambaran klinis

a) Ketidaknyamanan daerah pubis

b) Distensi vesika urinaria

c) Ketidaksanggupan berkemih

d) Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urin (25-50 ml)

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Eliminasi Urin 1. Defenisi ...Berupa kekakuan leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder

  

 

e) Ketidakseimbangan jumlah urin yang dikeluarkan dengan asupannya

f) Meningkat keresahan dan keinginan berkemih

g) Adanya urin sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih.

(Uliyah & Hidayat, 2006).

5. Pemeriksaan retensi urin

a) Pemeriksaan subjektif

Pemeriksaan subjektif dengan mencermati keluhan yang disampaikan oleh

pasien dan yang digali melalui anamnesis yang sistematik.

b) Pemeriksaan objektif

Pemeriksaan objektif yaitu dengan melakukan pemeriksaan fisik

terhadapa pasien untuk mencari data-data yang objektif mengenai keadaan

pasien.

c) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan mampu memilih

berbagai pemeriksaan yang dapat menunjang diagnosis, diantaranya

adalah pemeriksaan laboratorium, pencitraan (imaging). Pada beberapa

keadaan mungkin diperlukan pemeriksaan penunjang yang lebih bersifat

spesialistik, yakni urolometri atau urodinamika, elektromiografi,

endourologi, dan laparoskopi (Purnomo, 2011).

6. Penatalaksanaan

a) Retensi urin akut

Pada pasien dengan retensi akut, terapi segera perlu dilakukan

adalah mendrainase kandung kemih. Karena resiko pendarahan kandung

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Eliminasi Urin 1. Defenisi ...Berupa kekakuan leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder

  

 

kemih, hipotensi, atau drainase pasca obstruktif, dekompresi kandung

kemih secara cepat biasanya dihindari. Pada banyak kasus, drainase terus-

menerus dengan kateter folley atau kateter intermitten, perlu dilakukan

sampai fungsi kandung kemih kembali normal, biasanya 48-72 jam.

Pemberian antibiotik juga perlu dipertimbangkan dalam penanganan

retensi urin ini (Pribakti, 2011).

b) Retensi urin kronik

Pada kasus ini perlu adanya intervensi medis jangka panjang secara

langsung mencegah kerusakan ginjal dan mengkoreksi penyebab yang

mendasari terjadinya retensi urin. Beberapa intervensi terapi spesifik yang

dapat dilakukan diantaranya terapi farmakologik, katerisasi,

neuromodulasi radiks saraf, dan bahkan intervensi bedah (Pribakti, 2011).

C. Retensi Urin Post Partum

1. Jenis retensi urin post partum

a) Retensi urin overt (retensi urin akut post partum dengan gejala klinis)

Merupakan retensi urin post partum yang tampak secara klinis,

terjadi ketidakmampuan berkemih secara spontan setelah proses

persalinan.

b) Retensi urin covert (retensi urin post partum tanpa gejala klinis)

Merupakan retensi urin post partum yang tidak terdeteksi oleh

pemeriksa setelah 6 jam post partum (AUCKLAND, 2013).

2. Penyebab retensi urin post partum

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Eliminasi Urin 1. Defenisi ...Berupa kekakuan leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder

  

 

a) Trauma saat persalinan

Retensi urin terjadi akibat penekanan pada pleksus sakrum yang

menyebabkan terjadinya inhibisi impuls oleh bagian terendah janin saat

memasuki rongga panggul dan dapat dipengaruhi pula oleh posisi oksipito

posterior kepala janin.

Kandung kemih penuh tetapi tingkat timbul keinginan untuk berkemih

tidak ada. Hal ini disertai dengan distensi yang menghambat saraf reseptor

pada dinding kandung kemih . Tekanan dari bagian terendah janin terjadi

pada kandung kemih dan uretra, terutama pada daerah pertemuan keduanya.

Tekanan ini mencegah keluarnya urin meskipun ada keinginan untuk

berkemih (Johnson & Taylor, 2004).

b) Refleks kejang (cramp) sfingter uretra

Hal ini terjadi apabila pasien post partum tersebut merasa ketakutan

akan timbul perih dan sakit jika urinnya mengenai luka episiotomi sewaktu

berkemih. Gangguan ini bersifat sementara.

c) Hipotonia selama masa kehamilan dan masa nifas

Tonus otot-otot (otot detrusor) detrusor vesika urinaria sejak hamil

dan post partum terjadi penurunan karena pengaruh hormonal progesteron

dan efek relaksan pada serabut-serabut otot polos menyebabkan terjadinya

dilatasi, pemanjangan dan penekukan ureter.

Penumpukan urin terjadi dalam ureter bagian bawah dan penurunan

tonus kandung kemih dapat menimbulkan pengosongan kandung kemih

yang tidak tuntas dan meningkatkan terjadinya infeksi salurah kemih.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Eliminasi Urin 1. Defenisi ...Berupa kekakuan leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder

  

 

Penggunaan anastesia regional, seperti anestesia epidural, blok

pudendal karena obat-obatan tersebut sering menimbulkan paralisis

temporer pada saraf-saraf yang mempersarafi kandung kemih.

d) Posisi tidur telentang pada masa intrapartum

Kebanyakan penelitian dilakukan selama kehamilan tua dengan

subjek dalam posisi telentang dapat menimbulkan perubahan

hemodinamik sistemik yang menyolok, yang menimbulkan perubahan

pada beberapa aspek fungsi ginjal. Misalnya aliran urin dan eksresi

natrium sangat dipengaruhi oleh postur tubuh. Kecepatan eksresi pada

posisi telentang rata-rata kurang dari separuh dibandingkan dengan posisi

telentang.

3. Penanganan retensi urin post partum

Selama periode post partum awal, diuresis nyata akan terjadi pada satu

atau dua hari pertama setelah melahirkan. Menurut Blackburn & Loper (1992),

ibu post partum diharapkan agar dapat segera berkemih 6-8 jam setelah

persalinan, namun pada kebanyakan wanita terjadi keterlambatan sensasi

berkemih, resiko ketidakmampuan berkemih baik parsial maupun komplet

yang dapat terjadi akibat trauma persalinan (Johnson & Taylor, 2004).

Tindakan yang paling sering dilakukan oleh tenaga kesehatan termasuk

bidan dalam menangani masalah kemih ini adalah dengan penggunaan kateter,

yaitu suatu tindakan memasukkan selang lateks atau plastik mellaui uretra ke

dalam kandung kemih. Yang sebenarnya menurut Getliffe (2003), tindakan ini

yang menyebabkan resiko infeksi, sumbatan, dan trauma uretra dan sebaiknya

dilakukan penanganan lain dalam hal ini (Potter & Perry, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Eliminasi Urin 1. Defenisi ...Berupa kekakuan leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder

  

 

Dalam hal inilah menurut United Kingdom Central Council (1998),

pentingnya peran dan tanggung jawab bidan melakukan pencatatan. Khususnya

bila ibu mengalami kesulitan berkemih (disuria). Dan perlunya tindakan non

invasif sehingga penggunaan kateter dapat diminimalisir sebagai upaya

pencegahan infeksi (Johnson & Taylor, 2004).

Ada tiga area utama yang harus diperhatikan bidan saat berupaya

meningkatkan urinasi normal:

a. Menstimulasi refleks urinasi

1. Posisi

Posisi tegak, condong ke depan dapat memfasilitasi kontraksi otot panggul

dan intra abdomen, mengejan, kontraksi kandung kemih, dan kontrol

sfingter. Hal ini sulit dilakukan di tempat tidur, dianjurkan untuk

menggunakan pispot atau commode di samping tempat tidur atau untuk

pergi ke toilet (Johnson & Taylor, 2004).

2. Kurangi ansietas

Ansietas dapat menyebabkan urgensi dan frekuensi, menyebabkan

keluarnya sedikit urin dan pengosongan kandung kemih yang tidak

sempurna karena otot abdomen dan perineum serta sfingter uretra

eksternal tidak rileks. Ansietas dapat terjadi akibat privasi yang kurang,

rasa malu, ketakutan untuk berkemih dan penggunaan pispot yang dingin.

Berada di dekat ibu saat ibu akan berkemih dapat menghambat urinasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Eliminasi Urin 1. Defenisi ...Berupa kekakuan leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder

  

 

Bila ibu merasa tidak tenang, ia mungkin memerlukan seseorang berada di

dekatnya; kebutuhan ibu harus dipenuhi. Penggunana toilet akan

meningkatkan privasi. Memberikan cukup waktu untuk rileks dan

berkemih juga merupakan hal yang penting. Menggunakan cukup waktu

untuk rileks dan berkemih juga merupakan hal yang penting.

Mengguyurkan air hangat ke daerah perineum juga dapat membantu

relaksasi (Johnson & Taylor, 2004).

3. Gunakan stimulus sensorik

a) Posisi

Dengan menggunakan kekuatan sugesti, Kilpatrick (1997)

menganjurkan digunakannya bunyi air mengalir. Bila ibu merasa malu

dengan bunyi yang terjadi ketika berkemih, terutama bila ada orang lain di

dekatnya, maka suara air yang mengalir dapat menyamarkan bunyi

tersebut. Usapan di bagian dalam paha, menyelupkan tangan ibu ke air

hangat atau memberikan banyak minum akan menstimulasi saraf sensorik

yang akhirnya akan menstimulasi refleks urinasi (Johnson & Taylor,

2004).

b) Kurangi kekuatan terhadap nyeri

Nyeri atau ketakutan terhadap nyeri, sering menimbulkan efek inhibisi

urinasi. Hal ini biasanya terjadi setelah perslianan dengan trauma

perineum. Urin yang pekat dapat meningkatkan nyeri, dianjurkan untuk

memberikan asupan cairan tambahan. Strategi untuk mengurangi nyeri

aktual harus dilakukan, misalnya dengan memberikan analgesia (Johnson

& Taylor, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Eliminasi Urin 1. Defenisi ...Berupa kekakuan leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder

  

 

c) Anjurkan pengosongan kandung kemih secara teratur

Hal ini penting terutama pada kondisi tidak adanya keinginan

berkemih (akibat penggunaan kateter menetap yang terlalu lama,

kerusakan persarafan, setelah pembedahan, penggunaan obat-obatan dan

sebagainya) (Johnson & Taylor, 2004).

d) Stimulasi tonus otot

Lemahnya otot-otot dasar panggul, misalnya setelah persalinan per

vaginam, pemasangan kateter menetap atau konstipasi yang terlalu lama

dapat mempengaruhi urinasi. Dolman (1997) merekomendasikan

dilakukannya latihan otot dasar panggul secara teratur agar volume otot

meningkat. Hal ini meningkatkan tekanan maksimal penutupan uretra,

meningkatkan kontraksi refleks yang lebih kuat yang diikuti dengan

peningkatan tekanan maksimal penutupan uretra, meningkatkan

kontraksi refleks yang lebih kuat yang diikuti dengan peningkatan

tekanan intra abdomen (Johnson & Taylor, 2004).

e) Cegah konstipasi berat yang dapat menghambat pengeluaran urin.

b. Mempertahankan pola eliminasi

Memberikan dukungan kepada ibu untuk mengadapatsi posisi dan rutinitas

(termasuk di dalamnya kebiasaan, seperti membaca) yang ia gunakan untuk

membantu urinasi.

c. Mempertahankan asupan cairan yang adekuat

Untuk dapat berfungsi normal, ginjal memerlukan 2000-2500 ml

per hari, meskipun Kilpatrick (1997) menyatakan bahwa 1200-1500 ml

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Eliminasi Urin 1. Defenisi ...Berupa kekakuan leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder

  

 

saja sudah memadai dan bidan harus mendorong asupan cairan secara

teratur (Johnson & Taylor, 2004).

D. Bladder training

1. Pengertian

Bladder training adalah latihan kandung kemih yang bertujuan untuk

mengembangkan tonus otot dan spingter kandung kemih agar berfungsi

optimal (Suharyanto & Madjid, 2009).

Menurut African Charter on Human adn People’s Rights (1992),

Bladder training adalah kegiatan melatih kandung kemih untuk

mengembalikan pola normal berkemih dengan menghambat atau

menstimulasi pengeluaran urin (Potter & Perry, 2005).

2. Metode

Terdapat tiga macam metode bladder training, yaitu:

a) Kegel exercises (latihan pengencangan atau penguatan otot-otot dasar

panggul)

b) Delay urination (menunda berkemih)

c) Scheduled bathroom trips (jadwal berkemih).

3. Cara kerja

a) Memperpanjang waktu untuk berkemih.

b) Meningkatkan jumlah urin yang ditampung dalam kandung kemih.

c) Memperbaiki kontrol terhadap pengeluaran urin.

4. Tujuan

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Eliminasi Urin 1. Defenisi ...Berupa kekakuan leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder

  

 

Secara umum bladder training bertujuan untuk mengembalikan pola

normal berkemih dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air

kemih.

Tujuan khusus:

a) Mengembangkan tonus otot kandung kemih sehingga dapat mencegah

inkotinensia yang dapat juga menyebabkan retensi urin.

b) Mencegah proses terjadinya batu urin.

c) Melatih kandung kemih untuk mengeluarkan urin secara periodik.

d) Membantu pasien/klien untuk mendapatkan pola berkemih rutin.

e) Mengontrol faktor-faktor yang mungkin meningkatkan jumlah episode

inkontinensia dan retensi.(Suharyanto & Madjid, 2009).

5. Prosedur

Dalam Ermiati, dkk (2008), prosedur intervensi yang diberikan adalah

sebagai berikut:

a) Memberikan edukasi pada klien tentang pentingnya eliminasi buang air

kecil spontan setelah persalinan. Lalu menjelaskan pada klien bahwa

keberhasilan bladder training didukung oleh kemauan dan kesadaran klien

dalam pelaksanaannya

b) Memberikan minum air sebanyak 200 ml.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Eliminasi Urin 1. Defenisi ...Berupa kekakuan leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder

  

 

c) Mengukur tanda vital untuk mengetahui kondisi klien, apakah kondisi klien

memungkinkan untuk dilakukan bladder training. Bladder training dimulai

pertama kali pada 2 jam postpartum.

d) Bladder training dilakukan dengan membawa klien ke toilet untuk buang air

kecil dengan posisi duduk pada kloset duduk. Klien diminta untuk

menyiram perineum dengan air hangat sebanyak 500 ml yang disediakan

untuk merangsang pengeluaran urin.

e) Kran air dibuka maksimal 15 menit dimulai semenjak klien berada di toilet.

f) Mengobservasi apakah klien buang air kecil.

g) Bila belum buang air kecil, bladder training diulang setiap 2 jam.

h) Melakukan evaluasi setelah dilakukan intervensi, dari 2 jam postpartum

sampai 6 jam post-partum, yang dievaluasi adalah kemampuan responden

buang air kecil secara spontan baik pada kelompok perlakuan maupun

kelompok kontrol.

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah gambaran sederhana (ringkas dan jelas yang

menunjukkan jenis serta hubungan antar variabel yang diteliti dari variabel yang

terkait (Sudigdo, 2013). Variabel independen dalam penelitian ini adalah bladder

Universitas Sumatera Utara