lp dispnea

25
BAB I KONSEP MEDIS A. DEFINISI Dyspnea atau sesak nafas adalah perasaan sulit bernapas yang terjadi ketika melakukan aktivitas fisik. Sesak napas merupakan gejala dari beberapa penyakit dan dapat bersifat akut atau kronis. Sesak napas dikenal juga dengan istilah “Shortness Of Breath”. Dyspnea atau sesak nafas di bedakan menjadi 2 yaitu : 1. Dyspnea akut dengan awal yang tiba-tiba merupakan penyebab umum kunjungan ke ruang gawat darurat. Penyebab dyspnea akut diantaranya penyakit pernapasan (paru-paru dan pernapasan), penyakit jantung atau trauma dada. 2. Dyspnea kronis (menahun) dapat disebabkan oleh asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), emfisema, inflamasi paru-paru, tumor, kelainan pita suara. B. ETIOLOGI Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika ruang fisiologi meningkat maka akan dapat menyebab kan gangguan pada pertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga

Upload: mila-chanist

Post on 26-Jan-2016

680 views

Category:

Documents


141 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lp Dispnea

BAB I

KONSEP MEDIS

A. DEFINISI

Dyspnea atau sesak nafas adalah perasaan sulit bernapas yang terjadi

ketika melakukan aktivitas fisik. Sesak napas merupakan gejala dari beberapa

penyakit dan dapat bersifat akut atau kronis. Sesak napas dikenal juga dengan

istilah “Shortness Of Breath”.

Dyspnea atau sesak nafas di bedakan menjadi 2 yaitu :

1. Dyspnea akut dengan awal yang tiba-tiba merupakan penyebab umum

kunjungan ke ruang gawat darurat. Penyebab dyspnea akut diantaranya

penyakit pernapasan (paru-paru dan pernapasan), penyakit jantung atau

trauma dada.

2. Dyspnea kronis (menahun) dapat disebabkan oleh asma, Penyakit Paru

Obstruktif Kronis (PPOK), emfisema, inflamasi paru-paru, tumor,

kelainan pita suara.

B. ETIOLOGI

Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika

ruang fisiologi meningkat maka akan dapat menyebab kan gangguan pada

pertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi

makin meningkat sehingga terjadi sesak napas. Pada orang normal ruang mati

ini hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu penting, namun pada orang dalam

keadaan patologis pada saluran pernapasn maka ruang mati akan meningkat.

Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas

juga akan terganggu dan juga dapat menebab kan dispnea.

Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami penurnan terhadap

compliance paru, semakin rendah kemampuan terhadap compliance paru maka

makinbesar gradien tekanan transmural yang harusdibentuk selama inspirasi

untuk menghasilkan pengembangan paru yang normal. Penyebab menurunnya

Page 2: Lp Dispnea

compliance paru bisa bermacam salah satu nya adalah digantinya jaringan

paru dengan jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi asbston atau iritan yang sama.

C. MANIFESTASI KLINIK

Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan

napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat

ditemukan pada penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru

interstisial atau alveolar, gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru

(emfisema, bronkitis, asma), kecemasan (Price dan Wilson, 2006).

Parenkim paru tidak sensitif terhadap nyeri, dan sebagian besar penyakit

paru tidak menyebabkan nyeri. Pleura parietalis bersifat sensitif, dan penyakit

peradangan pada pleura parietalis menimbulkan nyeri dada.

Batuk adalah gejala umum penyakit pernapasan.

Hal ini disebabkan oleh :

Stimulasi refleks batuk oleh benda asing yang masuk ke dalam

larink, Akumulasi sekret pada saluran pernapasan bawah.

Bronkitis kronik, asma, tuberkulosis, dan pneumonia merupakan

penyakit dengan gejala batuk yang mencolok (Chandrasoma,

2006).

Pemeriksaan sputum/ dahak sangat berguna untuk mengevaluasi

penyakit paru. Sediaan apusan gram dan biakan sputum berguna

untuk menilai adanya infeksi. Pemeriksaan sitologi untuk sel-sel

ganas. Selain itu, dari warna, volum, konsistensi, dan sumber

sputum dapat diidentifikasi jenis penyakitnya.

Hemoptisis adalah batuk darah atau sputum dengan sedikit darah.

Hemoptisis berulang biasanya terdapat pada bronkitis akut atau

kronik, pneumonia, karsinoma bronkogenik, tuberkulosis,

bronkiektasis, dan emboli paru.

Jari tabuh adalah perubahan bentuk normal falanx distal dan kuku

tangan dan kaki, ditandai dengan kehilangan sudut kuku, rasa

halus berongga pada dasar kuku, dan ujung jari menjadi besar.

Page 3: Lp Dispnea

Tanda ini ditemukan pada tuberkulosis, abses paru, kanker paru,

penyakit kardiovaskuler, penyakit hati kronik, atau saluran

pencernaan. Sianosis adalah berubahnya warna kulit menjadi

kebiruan akibat meningkatnya jumlah Hb terreduksi dalam kapiler

(Price dan Wilson, 2006).

Ronki basah berupa suara napas diskontinu/ intermiten,

nonmusikal, dan pendek, yang merupakan petunjuk adanya

peningkatan sekresi di saluran napas besar. Terdapat pada

pneumonia, fibrosis, gagal jantung, bronkitis, bronkiektasis.

Wheezing/ mengik berupa suara kontinu, musikal, nada tinggi,

durasi panjang. Wheezing dapat terjadi bila aliran udara secara

cepat melewati saluran napas yang mendatar/ menyempit.

Ditemukan pada asma, bronkitis kronik, CPOD, penyakit jantung.

Stridor adalah wheezing yang terdengar saat inspirasi dan

menyeluruh. Terdengar lebih keras di leher dibanding di dinding

dada. Ini menandakan obstruksi parsial pada larink atau trakea.

Pleural rub adalah suara akibat pleura yang inflamasi. Suara mirip

ronki basah kasar dan banyak (Reviono, dkk, 2008).

D. PATOFISIOLOGI

Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh

infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan

kimia.Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena

memiliki suplai darah sendiri.Sering dengan berkembangnya inflamasi pada

hepar, pola normal pada hepar terganggu.Gangguan terhadap suplai darah

normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel

hepar.Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari

tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang

sehat.Oleh karenanya, sebagian besar klien yang mengalami hepatitis sembuh

dengan fungsi hepar normal.

Page 4: Lp Dispnea

Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan

peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya

perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini

dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.

Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati.Walaupun

jumlah billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap

normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu

intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam

hati.Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi.Akibatnya billirubin

tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi

(akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum

mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah

mengalami konjugasi (bilirubin direk).Jadi ikterus yang timbul disini terutama

disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi

bilirubin.

Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat

(abolis).Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat

dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih

berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai

peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan

gatal-gatal pada ikterus.

Page 5: Lp Dispnea

E. PENYIMPANGAN KDM

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan memantau analisa gas darah

arteri dan pemeriksaan diagnostik foto thorak, EKG

G. PENATALAKSANAAN

1. Penanganan Umum Dispnea

a. Memposisikan pasien pada posisi setengah duduk atau berbaring

dengan bantal yang tinggi

b. Diberikan oksigen sebanyak 2-4 liter per menit tergantung derajat

sesaknya

Page 6: Lp Dispnea

c. Pengobatan selanjutnya diberikan sesuai dengan penyakit yang

diderita

2. Terapi Farmako

a. Olahraga teratur

b. Menghindari alergen

c. Terapi emosi

3. Farmako

a. Quick relief medicine

b. Pengobatan yang digunakan untuk merelaksasi otot-otot saluran

pernapasan, memudahkan pasien bernapas dan digunakan saat

serangan datang. Contoh : bronkodilator

c. Long relief medicine

d. Pengobatan yang digunakan untuk menobati inflamasi pada sesak

nafas, mengurangi odem dan mukus berlebih, memberikan kontrol

untuk jangka waktu yang lama. Contoh : Kortikosteroid bentuk

inhalasi.

Page 7: Lp Dispnea

BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Identitas

Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan diagnosa medis.

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama: klien mengeluh sesak nafas, nyeri dada.

b. Riwayat penyakit sekarang: asma, CHF, AMI, ISPA.

c. Riwayat penyakit dahulu: pernah menderita asma, CHF, AMI, ISPA,

batuk.

d. Riwayat penyakit keluarga: mendapatkan data riwayat kesehatan keluarga

pasien

3. Pola Kesehatan Fungsional

Hal-hal yang dapat dikaji pada gangguan oksigenasi adalah :

a. Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan

Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah kesehatan ,

adanya faktor risiko sehubungan dengan kesehatan yang berkaitan

dengan oksigen.

b. Pola metabolik-nutrisi

Kebiasaan diit buruk seperti obesitas akan mempengaruhi oksigenasi

karena ekspansi paru menjadi pendek. Klien yang kurang gizi,

mengalami kelemahan otot pernafasan.

c. Pola eliminasi

Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat devekasi),

perubahan berkemih (perubahan warna, jumlah, ferkuensi)

d. Aktivitas-latihan

Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang mempengaruhi

kebutuhan oksigenasi  seseorang. Aktivitas berlebih dibutuhkan

Page 8: Lp Dispnea

oksigen yang banyak. Orang yang biasa olahraga, memiliki

peningkatan aktivitas metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen.

e. Pola istirahat-tidur

Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola istirahat.

f. Pola persepsi-kognitif

Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien

terganggu atau tidak, penggunaaan alat bantu dalam penginderaan

pasien.

g. Pola konsep diri-persepsi diri

Keadaan social yang mempengaruhi oksigenasi seseorang (pekerjaan,

situasi keluarga, kelompok sosial), penilaian terhadap diri sendiri

(gemuk/ kurus).

h. Pola hubungan dan peran

Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang terdekat yang memiliki

kebiasaan merokok sehingga mengganggu oksigenasi seseorang.

i. Pola reproduksi-seksual

Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi dikaji

j. Pola toleransi koping-stress

Adanya stress yang memengaruhi status oksigenasi pasien.

k. Keyakinan dan nilai

Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi, adanya

pantangan atau larangan minuman tertentu dalam agama pasien.

4. Pemeriksaan Fisik

a. Kesadaran: kesadaran menurun

b. TTV: peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi

c. Head to toe

1) Mata: Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva sianosis

(karena hipoksemia), konjungtiva terdapat petechie ( karena emboli

atau endokarditis)

2) Mulut dan bibir: Membran mukosa sianosis, bernafas dengan

mengerutkan mulut

Page 9: Lp Dispnea

3) Hidung : Pernafasan dengan cuping hidung

4) Dada: Retraksi otot bantu nafas, pergerakan tidak simetris antara

dada kanan dan kiri, suara nafas tidak normal.

5) Pola pernafasan: pernafasan normal (apneu), pernafasan cepat

(tacypnea), pernafasan lambat (bradypnea)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan oksigenasi

adalah:

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus

banyak.

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi atau

hiperventilasi

3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

perfusi ventilasi.

Page 10: Lp Dispnea

C. INTERVENSI KEPERAWATANNO DX

TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

I Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, klien dapat mencapai bersihan jalan napas yang efektif, dengan kriteria hasil:

Respiratory Status: Airway patencyNo

Indikator AwalTujuan

1 2 3 4 51. Pengeluaran sputum

pada jalan napas2 √

2. Irama napas sesuai yang diharapkan

2 √

3. Frekuensi pernapasan sesuai yang diharapkan

2 √

Keterangan:1. Keluhan ekstrim2. Keluhan berat3. Keluhan sedang4. Keluhan ringan5. Tidak ada keluhan

a. Manajemen Jalan Napas1) Buka jalan napas pasien2) Posisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi.3) Identifikasi Pasien untuk

perlunya pemasangan alat jalan napas buatan

4) Keluarkan secret dengan suction

5) Auskultasi suara napas, catat bila ada suara napas tambahan

6) Monitor rata-rata respirasi setiap pergantian shift dan setelah dilakuakan tidakan suction

b. Suksion Jalan Napas1) Auskultasi jalan napas

sebelum dan sesudah suction

2) Informasikan keluarga tentang prosedur suction

3) Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakheal

4) Hentikan suksion dan berikan oksigen bila Pasien menunjukkan bradikardi peningkatan

1. Ventilasi maksimal membuka area atelectasis.2. Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan.3. Mencegah obstruksi/aspirasi.4. Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis. Ronki menunjukan akumulasi secret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesoris pernafasan dan peningkatan kerja pernafasan.

1. Mencegah obstruksi/aspirasi. Penghisapan dapat diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan secret. 2. Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis.3.Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan secret kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan.4.Mencegah pengeringan mukosa, membantu pengenceran sekret

Page 11: Lp Dispnea

saturasi oksigen5) Atur intake untuk cairan

mengoptimalkan keseimbangan.

6) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan peralatan : O2, Suction, Inhalasi.

6. Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret, membuatnya mudah dikeluarkan.

II Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, klien dapat mencapai napas efektif, dengan kriteria hasil:

Respiratory Status: VentilationNo

Indikator AwalTujuan

1 2 3 4 51. Auskultasi suara

napas sesuai 2 √

2. Bernapas mudah 2 √3. Tidak didapatkan

penggunaan otot tambahan

2 √

Vital sign StatusNo

Indikator AwalTujuan

1 2 3 4 51. Tanda Tanda vital

dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

2 √

a. Manajemen Jalan Napas1) Buka jalan napas Pasien2) Posisikan Pasien untuk

memaksimalkan ventilasi.3) Identifikasi Pasien untuk

perlunya pemasangan alat jalan napas buatan

4) Keluarkan secret dengan suction

5) Auskultasi suara napas, catat bila ada suara napas tambahan

6) Monitor penggunaan otot bantu pernapasan

7) Monitor rata-rata respirasi setiap pergantian shift dan setelah dilakuakan tidakan suction

Airway management1) Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.2) Memposisikan pasien semi fowler supaya dapat bernafas optimal.3) Deteksi terhadap pertukaran gas dan bunyi tambahan serta kesulitan bernafas (ada tidaknya dispneu) untuk memonitor intervensi.4) Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia5) Memberikan rasa nyamandan mempermudah pernapasan6) Deteksi status respirasi

Page 12: Lp Dispnea

Keterangan:1. Keluhan ekstrim2. Keluhan berat3. Keluhan sedang4. Keluhan ringan5. Tidak ada keluhan

Vital sign monitoring1) Observasi adanya tanda

tanda hipoventilasi2) Monitor adanya

kecemasan pasien terhadap oksigenasi

3) Monitor vital sign4) Informasikan pada pasien

dan keluarga tentang tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola nafas.

5) Ajarkan bagaimana batuk efektif

6) Monitor pola nafas

Vital sign monitoring1) Manifestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum2) Takikardia biasanya ada sebagai akibat demam/dehidrasi tetapi dapat sebagai respons terhadap hipoksemia3) Selama periode waktu ini, potensial komplikasi fatal (hipotensi/syok) dapat terjadi.4) Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami pasien mengalami nyeri, khusunya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat.

III Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam kerusakan pertukaran pasien teratasi dengan kriteria hasil:Respiratory Status : Gas exchangeKeseimbangan asam Basa, ElektrolitRespiratory Status : ventilationVital Sign Status

No

Indikator AwalTujuan

1 2 3 4 51. Mendemonstrasikan

peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat

2 √

1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

2) Pasang mayo bila perlu3) Lakukan fisioterapi dada

jika perlu4) Keluarkan sekret dengan

batuk atau suction5) Auskultasi suara nafas,

catat adanya suara tambahan

6) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan

1. Ventilasi maksimal membuka

area atelectasis.

2. Posisi membantu

memaksimalkan ekspansi paru

dan menurunkan upaya

pernafasan.

3.Mencegah obstruksi/aspirasi.

4. Penurunan bunyi nafas dapat

menunjukan atelektasis. Ronki

Page 13: Lp Dispnea

2. Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan

2 √

3. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

2 √

4. AGD dalam batas normal

2 √

5. Status neurologis dalam batas normal

2 √

Keterangan:1. Keluhan ekstrim2. Keluhan berat3. Keluhan sedang4. Keluhan ringan5. Tidak ada keluhan

keseimbangan.7) Monitor respirasi dan

status O28) Catat pergerakan

dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal

9) Monitor suara nafas, seperti dengkur

10) Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot

11) Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan

12) Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental

13) Observasi sianosis khususnya membran mukosa

menunjukan akumulasi

secret/ketidakmampuan untuk

membersihkan jalan nafas yang

dapat menimbulkan penggunaan

otot aksesoris pernafasan dan

peningkatan kerja pernafasan.

5. Pemasukan cairan yang banyak

membantu mengencerkan sekret,

membuatnya mudah dikeluarkan.

Page 14: Lp Dispnea

IV. EVALUASIPada tahap akhir dari proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien

terhadap yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang di berikan untuk

memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi yang merupakan

proses terus menerus, diperlukan untuk menentukan seberapa baik rencana perawatan

yang dilaksanakan.

Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinu, karena setiap tindakan

keperawatan dilakukan, respon pasien di catat dan evaluasi dalam hubungannya dengan

hasil yang di harapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi intervensi

keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada

tujuanyang telah ditetapkan.

Page 15: Lp Dispnea

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2002). Keperawatan medikal bedah.Jakarta: EGC.

Harahap. (2005). Oksigenasi dalam suatu asuhan keperawatan. Jurnal Keperwatan Rufaidah Sumatera Utara Volume 1 hal 1-7. Medan: USU.

Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. (2000). Nursing outcome classification (NOC). Philadelphia: Mosby.

McCloskey & Gloria M Bulechek. (1996). Nursing intervention classification (NIC). USA:Mosby.

Muttaqin. (2005). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan pernafasan. Salemba Medika: Jakarta.

NANDA. (2012). NANDA Internasional: Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi. Jakarta: EGC.

Wartonah & Tarwoto. 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Page 16: Lp Dispnea

Rumah Sakit : Ibnu Sina

Ruangan : Ar – Rahman

LAPORAN PENDAHULUAN

“DYSPNEA”

Oleh:

Nama : Karmila

No. Stb : 14220130024

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIAMAKASSAR

2015