lp cva

47
LAPORAN PENDAHULUAN CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA) EMBOLI DI RUANG 26 STROKE RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG DEPARTEMEN MEDIKAL Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Departemen Medikal Oleh : Mohammad Alfi Fahmi 135070209111079 JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015

Upload: mohammad-alfi-fahmi

Post on 15-Dec-2015

127 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

laporan pendahuluan CVA Emboli

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN

CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA) EMBOLI

DI RUANG 26 STROKE RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG

DEPARTEMEN MEDIKAL

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Departemen Medikal

Oleh :

Mohammad Alfi Fahmi

135070209111079

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

CEREBROVASCULER ATTACK

(CVA)

I. DEFINISI

Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA), adalah sindrom klinis yang awal

timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa defisit neurologi fokal dan/global, yang

berlangsung dalam 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-

mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Bila gangguan

peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga beberapa jam

(kebanyakan 10-20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai serangan iskemia

otak sepintas (Transient Ischaemia Attack = TIA) (Mansjoer, 2007)

Stroke adalah kehilangan fungsi otak secara mendadak yang diakibatkan oleh

gangguan supalai darah ke bagian otak. (Brunner & Sudarth, 2002)

Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya supalai

darah kebagian otak. (Brunner & Sudarth, 2010)

Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak.

(Elizabeth J. Corwin, 2002)

II. INSIDENS

Stroke adalah masalah neurologik primer di Amerika Serikat dan di dunia.

Berdasarkan penelitian epidemiologi dan survei di beberapa negara menunjukkan bahwa

insidens stroke berada pada kisaran 59 – 449 per 100.000 penduduk. Di Amerika Serikat

tercatat 700.000 penderita stroke, 500 orang diantaranya merupakan penderita stroke baru

dan 300 orang mengalami serangan kedua. Sedangkan di Thailand menunjukkan angka

460 per 100.000 penduduk. Di Indonesia sekitar 800 – 1000 kasus stroke baru tiap tahun.

Diperkirakan mulai tahun 1983 – 2023 angka kejadian stroke meningkat 30% setiap

tahun.

Meskipun upaya pencegahan telah menimbulkan penurunan pada insiden dalam

beberapa waktu terakhir ini, stroke tetap menjadi penyebab kematian ketiga, dengan laju

mortalitas 18-37% untuk stroke pertama dan sebesar 62% untuk stroke selanjutnya.

Terdapat kira-kira 2 juta orang bertahan hidup dengan stroke dan memiliki beberapa

kecacatan dari angka ini, 40% memerlukan bantuan dalam aktivitas kehidupan sehari-

hari. Di Indonesia, meskipun angka kejadian stroke belum diketahui secara pasti, namun

stroke perlu mendapat perhatian khusus karena merupakan penyebab kematian tertinggi

setelah jantung dan kanker.

III. FAKTOR RISIKO

Terkontrol (factor yang dapat di kendalikan)

• Obesity

• High blood pressure

• DM

• Dehidrasi

• High cholesterol

• Arterial fibrillations

• Smoking

• Physical inactivity

Uncontrollable (Faktor yang tidak dapat di kendalikan)

• Age

• Sex

• Race

• Genetics

• Prior medical history

IV. ETIOLOGI

Stroke biasanya diakibatkan oleh beberapa kejadian berikut:

a. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).

Trombosis serebral merupakan penyebab tersering, dimana adanya trombosis

menyebabkan perlambatan sirkulasi serebral. Tanda-tanda dari trombosis serebral

sangat bervariasi, mulai dari pusing, perubahan kognitif, atau kejang. Secara

umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba. Akan terjadi kehilangan

bicara sementara, hemiplegia atau parasthesia akan mendahului sebelum terjadinya

paralisis yang lebih berat.

b. Emboli Serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian

tubuh yang lain).

Adanya abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endokarditis, penyakit

jantung reumatik, IMA, kegagalan pacu jantung, fibrilasi atrium adalah

kemungkinan penyebab dari emboli serebral dan stroke. Embolus biasanya

menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang dapat merusak

sirkulasi serebral.

c. Iskemia Serebral

Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi

akibat ateroma pada arteri yang menyuplai aliran darah ke otak.

d. Hemoragi serebral

Hemoragi serebral terjadi akibat pecahnya pembuluh darah serebral dengan

perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Perdarahan dapat terjadi

di luar dura meter (hemoragi ekstradural atau epidural), di bawah dura meter

(hemoragi subdural), atau di dalam substansi otak (hemoragi intraserebral).

V. KLASIFIKASI

A. Pembagian Stroke Berdasarkan Penyebabnya

Iskemik/infark otak.

Lebih kurang 70% disebabkan oleh penyempitan atau penyumbatan pembuluh

darah atau disebut infark iskemik.

- Trombosis, akibat proses arterosklerosis, yaitu mengerasnya pembuluh

darah yang mengakibatkan penebalan dan menurunnya kelenturan

pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan. Stroke iskemik biasanya

terjadi pada waktu tidur atau dalam keadaan santai.

- Emboli, akibat embolus dari jantung dan pembuluh darah besar leher.

- Arteritis, akibat radang pada otak.

Peredaran darah otak, akibat pecahnya pembuluh darah karena tekanan darah

tinggi (hipertensi).

- Perdarahan Intraserebral (PIS) : biasanya akibat hipertensi berat.

- Perdarahan Subarachnoid (PSA) : biasanya akibat aneurisme

B. Pembagian Stroke Berdasarkan Perjalanan Klinis

TIA (Transient Ischemic Attack)

Serangan akut defisit neurologis fokal yang berlangsung singkat, 24 jam

dan sembuh tanpa gejala sisa. Stroke ini terjadi karena aliran darah ke otak

terhambat untuk sementara waktu. TIA dapat menyebabkan gangguan

penglihatan atau gangguan di otak, tapi tidak seperti stroke sebenarnya. Sakit

kepala mendadak, pusing, bingung, gelisah, penglihatan kabur, kehilangan

keseimbangan, rasa baal/ kesemutan pd sisi tbh. Gangguan ini akan hilang

dalam 24 jam.

Ischemic disebabkan oleh adanya plaque pada pembuluh darah di otak.

Plaque akan berjalan ke pembuluh darah otak dan jika berhenti akan

menyebabkan kematian sel otak disekitarnya karena tidak mendapatkan asupan

nutrisi dan oksigen.

80% stroke adalah ischemic:

– Thrombotic

• Occurs during rest, progresses slowly over 1-2 day period (stroke

in evolution)

• 50 % of strokes are this type

– Embolic

• May begin from thrombus in left side of heart

• Occurs sudenly and causes immediate deficit

Gambar 1. Process of Transient Ischemic Attack

Gambar 2. Blood clot of TIA

Hemorrhagic stroke terjadi perdarahan di otak sehingga mengganggu

aliran darah di sekitarnya. Perdarahan yang tidak terkontrol dapat membunuh sel

otak. Hal ini bisa disebabkan oleh aneurisma. Sekitar 20% stroke adalah

hemorrhagic.

– Intracerebral

• Terjadi bersamaan dengan aktivitas

• Kadang kadang ditandai dengan nyeri kepala berat

• Berhubungan dengan aneurysm, trauma

– Subarachnoid

• Terjadi perdarahan di dura

• Menyebabkan gejala coma, focal neuro deficit

Gambar 3. Process of Hemoragic Stroke

Perbedaan antara Transient Ischemic Attack dan Hemoragic Stroke

Gambar 4. Different of Transient Ischemic Attack and Hemoragic Stroke

PATOFISIOLOGI ATEROSKLEROSIS

• Dimulai pd masa kanak2 à ada lesi awal (fatty streak)à lesi lanjutan (pd

dewasa ) berupa fibrous plaque à lesion complicated ( Atherosklerosis )

• Atherosklerosis mengenai arteri berukuran sedang misal : A. Coronaria, A.

basillaris, A. vertebralis, arteri2 pada extremitas.

Timbunan lemak ( ß- lipoprotein )pd Lapisan tunika intima & media dalam

Lesi dg jaringan fibrosa

Plak fibrosa

Atheroma ( complek plak fibrosa )

Perub. Degeneratif dinding arteri

Penyempitan lumen progresif krn plak besar

Perdarahan plak Atheroma

Agregasi trombosit

Terbentuk thrombus

Embolisasi trombus/ fraghmen plak

Spasme A. coronaria

Oklusi

RIND (Residual Ischemic Neurological Defisit)

Sama dengan TIA ditambah kelemahan tgn & kaki, bicara tidak jelas.

Berlangsung lebih dari 24 jam dan sembuh sempurna dalam waktu kurang dari

3 minggu.

Completed Stroke

Stroke dengan defisit neurologis berat, semua gejala TIA ditambah koma,

parese tgn & kaki, hilang kemampuan bicara, ggn menelan, (-) kontrol BAK &

BAB dan menetap dalam waktu 6 jam dengan penyembuhan sempurna lebih

dari 3 minggu.

Progressive Stroke

Stroke dengan defisit nurologis fokal yang terjadi bertahap dan mencapai

puncaknya dalam waktu 24-48 jam atau 96 jam dengan penyembuhan tidak

sempurna lebih dari 3 minggu.

VI. MANIFESTASI KLINIS

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis fokal, tergantung pada lokasi lesi

(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan

jumlah aliran darah kolateral.

No. Defisit Neurologis Manifestasi

1. Defisit lapang penglihatan

Homonimus hemianopsia

(kehilangan setengah lapang

penglihatan)

- Tidak menyadari orang atau objek.

- Mengabaikan salah satu sisi tubuh.

- Kesulitan menilai jarak.

Kehilangan penglihatan perifer - Kesulitan melihat pada malam hari.

- Tidak menyadari obyek atau batas

obyek.

Diplopia - Penglihatan ganda.

2. Defisit motorik

Hemiparesis - Kelemahan wajah, lengan, dan kaki

pada sisi yang sama (karena lesi pada

hemisfer yang berlawanan).

Hemiplegia - Paralisis wajah, lengan, dan kaki pada

sisi yang sama (karena lesi pada

hemisfer yang berlawanan).

Ataksia - Berjalan tidak mantap.

- Tidak mampu menyatukan kai saat

berdiri, perlu dasar berdiri yang luas.

Disartria - Kesulitan dalam membentuk kata.

Disfagia - Kesulitan dalam menelan.

3. Defisit sensori

Parestesia (terjadi pada sisi

berlawanan dari lesi)

- Kebas dan kesemutan pada bagian

tubuh.

- Kesulitan dalam propriosepsi.

4. Defisit verbal

Afasia ekspresif - Tidak mampu membentuk kata yang

dapat dipahami; mungkin mampu

bicara dalam respon kata tunggal.

Afasia reseptif - Tidak mampu memahami kata yang

dibicarakan; mampu bicara tapi tidak

masuk akal.

Afasia global - Kombinasi antara afasia ekspresif dan

reseptif.

5. Defisit kognitif - Kehilangan memori jangka pendek dan

panjang.

- Penurunan lapang perhatian.

- Kerusakan kemampuan untuk

berkonsentrasi.

- Perubahan penilaian.

6. Defisit emosi - Kehilangan kontrol diri.

- Labilitas emosi.

- Penurunan toleransi pada situasi yang

menimbulkan stres.

- Depresi

- Menarik diri

- Rasa takut, bermusuhan, dan marah.

- Perasaan isolasi.

Gambar 5. Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi pada

hemisfer yang berlawanan).

Gambar 6. Kesulitan membentuk kata (disartria)

Gambar 7. Penglihatan Ganda (Diplopia)

Gambar 8. Nyeri kepala berat

VII. COMMON STROKE PATTERN

• Left Hemisphere Stroke

a. Aphasia : ekspresif (- bicara tp mengerti), reseptif (+ bicara tp tdk

mengerti)

b. Right hemiparesis

c. Right visual field defect

d. Apraxia (menggunakan objek tdk tepat)

e. Dysarthria, disfagia

f. Difficulty reading, writing, or calculating

• Right Hemisphere Stroke

a. Left hemiparesis

b. Left visual field defect

c. Spatial disorientation

d. Proprioresepsi (-): respon ttg posisi bagian tubuh

• Pure Motor (small subcortical hemisphere)

a. Weakness of face and limbs on one side of the body without

abnormalities of higher brain function, sensation, or vision  

• Pure Sensory  (small subcortical hemisphere)

a. Decreased sensation of face and limbs on one side of the body without

abnormalities of higher brain function, motor function, or vision

Gambar 9. Stroke kerusakan biasanya hanya satu sisi otak.

Karena saraf di otak menyeberang ke sisi lain dari tubuh, gejala muncul pada sisi tubuh

yang berlawanan dengan sisi kerusakan otak.

VIII. Perbedaan Gejala Stroke berdasarkan proses Patologis

Gejala (anamnesa) Infark Perdarahan

- Permulaan- Waktu- Nyeri Kepala- Kejang- Kesadaran Menurun

SubakutBangun pagiTidak adaTidak adaKadang-kadang (sedikit)

Sangat AkutLagi AktifAda+++++ hebat sampai koma

Gejala Objektif

KomaKaku kudukKernign signPapil edemaPerdarahan retina

+/-Tidak adaTidak adaTidak adaTidak ada

++++++

IX. Gambar 2. Gambaran perbedaan perdarahan Intraserebral dan Subarachnoid

Gejala PIS PSA

TimbulnyaNyeri KepalaKejangKesadaranTanda rangsangan

meningenHemipareseGanguan saraf otak

Dalam 1 jamHebatUmum

Menurun+ (tidak ada)

+++

1-2 menitSangat hebatSering fokal

MenurunSementara

++++ (tak ada)

X. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Scan Tomographi (CT Scan)

Bermanfaat dalam membandingkan lesi serebrovaskular dan lesi non vaskular.

MRI

Dapat membantu dalam membandingkan diagnosa stroke. MRI lebih sensitif dari

CT Scan dalam mendeteksi infark serebri dini dan infark batang otak.

Pemeriksaan Ultrasonografi atau Doppler

Merupakan prosedur noninvasif untuk membantu mendiagnosa sumbatan arteri

Pemeriksaan EKG

Dapat menentukan apakah terjadi disritmia yang dapat menyebabkan stroke.

Perubahan EKG lainnya yang dapat ditemukan adalah inversi gelombang T,

depresi ST, kenaikan dan perpanjangan QT

Neurosonografi

Mendeteksi adanya stenosis pembuluh darah ekstrakranial dan intrakranial

didalam membantu evaluasi diagnostik, etiologi, terapi dan prognosis

XI. PENATALAKSANAAN

Terapi yang perlu diberikan untuk pasien dengan stroke meliputi terapi

farmakologis, nonfarmakologis dan tindakan pembedahan bila diperlukan.

a. Terapi Farmakologis

Hipertensi: anti hipertensi seperti penyekat alpha beta (labetalol), penghambat

ACE (kaptopril) dan antagonis kalsium (nifetidin)

Penyakit jantung : anti platelet, anti koagulan dan anti aritmia

Diabetes : OAD (Obat Anti Diabetes)

Hiperlipidemia : Statin

b. Terapi Nonfarmakologis

Diet yang tepat untuk pasien stroke:

Energi cukup 25-45 kkal/kg BB, pada fase akut energi diberikan 1100-

1500 kkal/hari

Protein cukup 0,8-1 gr/kg BB, apabila pasien disertai komplikasi gagal

ginjal kronik (GGK), protein diberikan rendah (0,6gr/kg BB)

Lemak cukup 20-30% dari kebutuhan energi total

Karbohidrat cukup yaitu 60-70% dari energi total

Kolesterol dibatasi kurang dari 300 mg

Vitamin, cairan, serat dan mineral yang cukup

Aktifitas fisik dan olahraga setiap hari secara teratur

Stop merokok, minum alkohol dan kopi

c. Tindakan pembedahan

Asymtomatic Carotid Stenosis : End arterectomy Carotid Stent Angioplasty

AVM : Micro surgery, Gamma knife Radio Surgery

Aneurisme : Endovaskuler Surgery

Selain ketiga terapi diatas, perlu juga dilakukan upaya pemulihan yang meliputi:

1. Rehabilitasi awal : meliputi pengaturan posisi, perawatan kulit, fisioterapi dada,

fungsi menelan, fungsi berkemih, dan gerakan pasif pada semua ekstremitas.

2. Mobilisasi aktif sedini mungkin secara bertahap sesuai toleransi setelah kondisi

neurologis dan hemodinamik stabil.

3. Terapi wicara harus dilakukan sedini mungkin pada pasien afasia dengan

stimulasi sedini mungkin, terapi komunikasi, terapi intonasi, dll.

4. Depresi harus diobati sedini mungkin dengan obat antidepresi yang tidak

mengganggu fungsi kognitif.

XII. KOMPLIKASI

a. Hipoksia serebral

Diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak

bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian O2

suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat yang dapat

diterima akan membantu mempertahankan oksigenasi jaringan.

Gambar 10. Ischemic pada satu jam pertama

Gambar 11. Ischemic 6 jam

Gambar 12. Ischemic 24 jam

Infark

Ischemic Penumbra

Infark

Ischemic Penumbra

Infark

Ischemic Penumbra

b. Penurunan aliran darah serebral

Hal ini terjadi karena aliran darah serebral sangat bergantung pada tekanan darah,

curah jantung dan integritas pembuluh darah serebri. Hidrasi adekuat (cairan

intravena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah

serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk mencegah perubahan

pada aliran darah serebral dan berpotensi terhadap meluasnya cedera.

Gambar 14.Gambaran luar penurunan aliran darah cerebral

c. Embolisme serebral

Dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat berasal dari

katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah serebral

sedangkan disritmia dapat menyebabkan embolus serebral.

d. Komplikasi neurologis

• Edema cerebral

• Hidrosefalus

e. Komplikasi nonneurologis

• Hipertensi reaktif

• Hiperglikemia reaktif

f. Efek immobilisasi

• Tromboplebitis

• Kontraktur

• Dekubitus

• UTI

XIII. PROGNOSIS

- Banyak penderita yang mengalami kesembuhan dan kembali menjalankan fungsi

normalnya.

- Penderita lainnya mengalami kelumpuhan fisik dan mental, tidak mampu

bergerak, berbicara atau makan secara normal.

- Sekitar 50% penderita yang mengalami kelumpuhan separuh badan dan gejala

berat lainnya, bisa kembali memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri.

- Sekitar 20% penderita stroke meninggal di rumah sakit.

- Stroke kedua atau lanjutan memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan

stroke awal.

- Kelainan neurologis yang menetap setelah 6 bulan cenderung akan terus menetap,

meskipun beberapa mengalami perbaikan.

POHON MASALAH DAN PATOFISIOLOGI

Hemoragi

CVA

Trombosis

Etiologi

Emboli Iskemia Cerebral

Akibat arteriosclerosis (adanya plak berlemak pada tunika intima)

Terjadi karena ada thrombus dari jantung

Embolus bisa lepasdan ikut peredaran darah ke otak

H. Intrakranial

Pecahnya aneurisme

Menimbulkan

vasospasme dan bekuan

Menyumbat pembuluh darah kecil dan bercabang

Ekstravasasi darah menyebar di otakmenyebabkan penekanan pada jar. otak dan pemb, darah

Adanya konstriksi pada pem. darah arteri yang menyuplai darah ke otak

Dinding pembuluh darah menebal, kaku

H. Subarachnoid

Ruprturnya a. serebri

Perub. Perfusi jarinan serebral

N. Olfaktorius

Kerusakan N. cranialis

N. Optikus N. Oculomoforius

N. Trigeminus

N. Abdusen

N. Fascialis N. VagusN. Auditorius

N. Glosofaring

N. Frochlearis

N. Asesorius

N. N. Hipoglosus

G3 penci-uman

G3 persepsi sensori

G3 gerak bola mata ke samping

G3 pengli-hatan G3 reaksi

Pupil thdcahaya

G3 gerakBola mataKeataskebawah

G3 sensorikulit wajahG3

persepsi sensori

G3 persepsi sensori

G3 persepsi sensori

Resiko tinggi cidera

↓ Kesada ran G3

persepsi sensori

G3 pengecapan dan ekspresi fasial

G3 pengecapan dan refleksmenelan

Kemam puan menelan ↓

G3 pendengaran

G3 pitasuara

G3 posisillidah

G3 komunikasi verbal

G3 komuni-kasi verbal

G3 mobilitasfisik

G3 gerakkepala&bahu

G3 persepsi sensori

Proses desak ruang

Peningkatan TIK

Aliran darah&O2 serebral terhambat

Paralisis, hemiparesis

G3 mobilitas fisik

Defisit perawatan diri

Perub. nutrisi krg dr kebutuhan

XIV. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk

mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan.

Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data,

pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status

kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya,

spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi

dan gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)

1) Identitas klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis

kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal

dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.

2) Keluhan utama

Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan,

bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)

3) Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat

mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya

terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,

disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi

otak yang lain. (Siti Rochani, 2000)

4) Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung,

anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,

penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat

adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)

5) Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun

diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000)

6) Riwayat psikososial

Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk

pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan

keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas

emosi dan pikiran klien dan keluarga.(Harsono, 1996)

7) Pola-pola fungsi kesehatan

a)Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol,

penggunaan obat kontrasepsi oral.

b) Pola nutrisi dan metabolisme

Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,

mual muntah pada fase akut.

c) Pola eliminasi

Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi

biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.

d) Pola aktivitas dan latihan

Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,

kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah

e) Pola tidur dan istirahat

Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena

kejang otot/nyeri otot

f) Pola hubungan dan peran

Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien

mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan

bicara.

g) Pola persepsi dan konsep diri

Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,

tidak kooperatif.

h) Pola sensori dan kognitif

Pada pola sensori klien mengalami gangguan

penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun

pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya

terjadi penurunan memori dan proses berpikir.

i) Pola reproduksi seksual

Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari

beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti

hipertensi, antagonis histamin.

j) Pola penanggulangan stress

Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan

masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan

berkomunikasi.

k) Pola tata nilai dan kepercayaan

Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku

yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi

tubuh. (Marilynn E. Doenges, 2000)

8) Pemeriksaan fisik

a) Keadaan umum

(1) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran

(2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar

dimengerti, kadang tidak bisa bicara

(3) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi

bervariasi

b) Pemeriksaan integumen

(1) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan

jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di

samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama

pada daerah yang menonjol karena klien stroke hemoragik

harus bed rest 2-3 minggu

(2) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis

(3) Rambut : umumnya tidak ada kelainan

c) Pemeriksaan kepala dan leher

(1) Kepala : bentuk normocephalik

(2) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu

sisi

(3) Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)

d) Pemeriksaan dada

Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar

ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak

teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.

e) Pemeriksaan abdomen

Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang

lama, dan kadang terdapat kembung.

f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus

Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine

g) Pemeriksaan ekstremitas

Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

h) Pemeriksaan neurologi

(1) Pemeriksaan nervus cranialis

Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan

XII central.

(2) Pemeriksaan motorik

Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah

satu sisi tubuh.

(3) Pemeriksaan sensorik

Dapat terjadi hemihipestesi.

(4) Pemeriksaan refleks

Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan

menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan

muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf

Misbach, 1999)

9) Pemeriksaan penunjang

a)Pemeriksaan radiologi

(1) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk

ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja,

1993)

(2) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.

(Marilynn E. Doenges, 2000)

(3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti

aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998)

(4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung,

apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah

satu tanda hipertensi kronis pada penderita

stroke. (Jusuf Misbach, 1999)

b) Pemeriksaan laboratorium

(1) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai

pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil

biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari

pertama. (Satyanegara, 1998)

(2) Pemeriksaan darah rutin

(3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi

hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan

kemudian berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999)

(4) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu

sendiri. (Linardi Widjaja, 1993)

b. Analisa data

Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data

tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat

kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien.

(Nasrul Effendy, 1995)

c. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisa dan interpretasi data

yang diperoleh dari pengkajian keperawatan klien. Diagnosa keperawatan

memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata

(aktual) dan kemungkinan akan terjadi (potensial) di mana pemecahannya dapat

dilakukan dalam batas wewenang

perawat. (Nasrul Effendy, 1995)

Adapun diagnosa yang mungkin muncul adalah :

1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan

intracerebral. (Marilynn E. Doenges, 2000)

2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia

(Donna D. Ignativicius, 1995)

3) Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan

pada saraf sensori, penurunan penglihatan (Marilynn E. Doenges, 2000)

4) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah

otak (Donna D. Ignativicius, 1995)

5) Gangguan eliminasi alvi(konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake

cairan yang tidak adekuat (Donna D. Ignativicius, 1995)

6) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah

dan menelan ( Barbara Engram, 1998)

7) Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan

hemiparese/hemiplegi (Donna D. Ignativicius, 1995)

8) Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama

(Barbara Engram, 1998)

9) Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan

penurunan refleks batuk dan menelan.(Lynda Juall Carpenito, 1998)

10) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan

penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi

(Donna D. Ignatavicius, 1995).

2. Perencanaan

Rencana asuhan keperawatan merupakan mata rantai antara penetapan

kebutuhan klien dan pelaksanaan keperawatan. Dengan demikian rencana asuhan

keperawatan adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat mengenai

rencana tindakan yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya

berdasarkan diagnosa keperawatan.

Rencana asuhan keperawatan disusun dengan melibatkan klien secara optimal

agar dalam pelaksanaan asuhan keperawatan terjalin suatu kerjasama yang saling

membantu dalam proses pencapaian tujuan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan

klien. (Nasrul Effendy, 1995)

Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :

a Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra

cerebral

1) Tujuan :

Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal

2) Kriteria hasil :

- Klien tidak gelisah

- Tidak ada keluhan nyeri kepala

- GCS 456

- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7

C, pernafasan 16-20 kali permenit)

3) Rencana tindakan

a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab

gangguan perfusi jaringan otak dan akibatnya

b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total

c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan

intrakranial tiap dua jam

d) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri

bantal tipis)

e) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan

f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung

g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor

4) Rasional

a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan

b) Untuk mencegah perdarahan ulang

c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan

untuk penetapan tindakan yang tepat

d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena

dan memperbaiki sirkulasi serebral

e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan

potensial terjadi perdarahan ulang

f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan

TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk

pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik /

perdarahan lainnya

g) Memperbaiki sel yang masih viabel.

b Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia

1) Tujuan :

Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan

kemampuannya

2) Kriteria hasil

- Tidak terjadi kontraktur sendi

- Bertambahnya kekuatan otot

- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas

3) Rencana tindakan

a) Ubah posisi klien tiap 2 jam

b) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas

yang tidak sakit

c) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit

d) Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya

e) Tinggikan kepala dan tangan

f) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien

4) Rasional

a) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi

darah yang jelek pada daerah yang tertekan

b) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta

memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan

c) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak

dilatih untuk digerakkan.

c Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan

pada saraf sensori

1) Tujuan :

Meningkatnya persepsi sensorik : perabaan secara optimal.

2) Kriteria hasil :

- Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi

- Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan

merasa

- Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap

perubahan sensori

3) Rencana tindakan

a) Tentukan kondisi patologis klien

b) Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin,

tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian

c) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien

suatu benda untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh

dinding atau batas-batas lainnya.

d) Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan

yang berbahaya. Anjurkan pada klien dan keluarga untuk melakukan

pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang normal

e) Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan

menyadari posisi bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan

semua bagian tubuh yang terabaikan seperti stimulasi sensorik pada

daerah yang sakit, latihan yang membawa area yang sakit melewati

garis tengah, ingatkan individu untuk merawata sisi yang sakit.

f) Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.

g) Lakukan validasi terhadap persepsi klien

4) Rasional

a) Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan,

sebagai penetapan rencana tindakan

b) Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik

berpengaruh terhadap keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari

gerakan yang mengganggu ambulasi, meningkatkan resiko terjadinya

trauma.

c) Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan

intepretasi diri. Membantu klien untuk mengorientasikan bagian

dirinya dan kekuatan dari daerah yang terpengaruh.

d) Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko terjadinya

trauma.

e) Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalan

mengintegrasikan sisi yang sakit.

f) Menurunkan ansietas dan respon emosi yang

berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebih.

g) Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan dari

persepsi dan integrasi stimulus.

d Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi

darah otak

1) Tujuan

Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal

2) Kriteria hasil

- Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi

- Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun

isarat

3) Rencana tindakan

a) Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat

b) Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi

c) Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang

jawabannya “ya” atau “tidak”

d) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien

e) Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi

f) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara

4) Rasional

a) Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien

b) Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain

c) Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi

d) Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang

efektif

e) Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan

komunikasi

f) Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar.

e Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi

1) Tujuan

Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi

2) Kriteria hasil

- Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan

kemampuan klien

- Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk

memberikan bantuan sesuai kebutuhan

3) Rencana tindakan

a) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan

perawatan diri

b) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri

bantuan dengan sikap sungguh

c) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien

sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan

d) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang

dilakukannya atau keberhasilannya

e) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi

4) Rasional

a) Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan

kebutuhan secara individual

b) Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-

menerus

c) Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan

meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah

frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak

mungkin untuk diri-sendiri untuk mempertahankan harga diri dan

meningkatkan pemulihan

d) Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta

mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu

e) Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana

terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus.

f Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kelemahan otot mengunyah dan menelan

1) Tujuan

Tidak terjadi gangguan nutrisi

2) Kriteria hasil

- Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan

- Hb dan albumin dalam batas normal

3) Rencana tindakan

a) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek

batuk

b) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah

makan

c) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual

dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan

d) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu

e) Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang

f) Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak

ketika klien dapat menelan air

g) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan

h) Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan

i) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau

makanan melalui selang

4) Rasional

a)Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien

b) Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi

c)Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol

muskuler

d) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat

mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan

e) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya

distraksi/gangguan dari luar

f) Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam

mulut, menurunkan terjadinya aspirasi

g) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko

terjadinya tersedak

h) Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan

nafsu makan

i) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga

makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu

melalui mulut.

g Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake

cairan yang tidak adekuat

1) Tujuan

Klien tidak mengalami kopnstipasi

2) Kriteria hasil

- Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan

obat

- Konsistensi feses lunak

- Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )

- Bising usus normal ( 7-12 kali per menit )

3) Rencana tindakan

a) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab

konstipasi

b) Auskultasi bising usus

c) Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat

d) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada

kontraindikasi

e) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien

f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif,

suppositoria, enema)

4) Rasional

a) Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi

b) Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik

c) Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan

eliminasi reguler

d) Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses

yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler

e) Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus

oto abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik

f) Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang

melunakkan massa feses dan membantu eliminasi.

h Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama

1) Tujuan

Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit

2) Kriteria hasil

- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka

- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka

- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka

3) Rencana tindakan

a) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan

mobilisasi jika mungkin

b) Rubah posisi tiap 2 jam

c) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-

daerah yang menonjol

d) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami

tekanan pada waktu berubah posisi

e) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar

terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi

f) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas

terhadap kulit

4) Rasional

a) Meningkatkan aliran darah kesemua daerah

b) Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah

c) Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol

d) Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler

e) Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan

f) Mempertahankan keutuhan kulit.

i Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan

dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi

1) Tujuan :

Jalan nafas tetap efektif.

2) Kriteria hasil :

- Klien tidak sesak nafas

- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan

- Tidak retraksi otot bantu pernafasan

- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit

3) Rencana tindakan :

a) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan

akibat ketidakefektifan jalan nafas

b) Rubah posisi tiap 2 jam sekali

c) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)

d) Observasi pola dan frekuensi nafas

e) Auskultasi suara nafas

f) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien

4) Rasional :

a) Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya

ketidakefektifan bersihan jalan nafas

b) Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari saluran pernafasan

c) Air yang cukup dapat mengencerkan sekret

d) Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas

e) Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas

f) Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru.

j Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan

penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk

berkomunikasi

1) Tujuan :

Klien mampu mengontrol eliminasi urinya

2) Kriteria hasil :

- Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia

- Tidak ada distensi bladder

3) Rencana tindakan :

a) Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih

sering

b) Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari

c) Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan

kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal)

d) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih

pada jadwal yang telah direncanakan

e) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal

(sedikitnya 2000 cc per hari bila tidak ada kontraindikasi)

4) Rasional :

a) Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi

kandung kemih yang berlebih

b) Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah

enuresis

c) Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih

d) Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk

menampung volume urine sehingga memerlukan untuk lebih

sering berkemih

e) Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran

perkemihan dan batu ginjal.

3. Pelaksanaan

Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah

ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pelaksanaan

adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah di susun pada tahap

pencanaan. (Nasrul Effendy, 1995)

4. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah

kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan

anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang

kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai

apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan

pengkajian ulang. (Lismidar, 1990).

DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. (2003). Heart and stroke facts: 2002 statistical supplement.

Dallas, TX: Author.

Apple, S., & Lindsey, J. (1999). Principles and practices of interventional cardiology.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Bickley, L. S., & Sailaygi, P. G. (2003). Bates’ guide to physical examination(8th ed.).

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Braunwald, E., Libby, P., & Zipes, D. P. (Eds.). (2001). Heart disease:A textbook of

cardiovascular medicine (6th ed.). Philadelphia: W. B.Saunders.

Chernecky, C., & Berger, B. (2001). Laboratory tests and diagnostic procedures (3rd ed.).

Philadelphia: W. B. Saunders.

Darvic, G. (2002). Handbook of hemodynamic monitoring. Invasive and noninvasive clinical

application (3rd ed.). Philadelphia: W. B.Saunders.

Brunner / Suddarth. 2006. Medical Surgical Nursing. JB Lippincot Company, Philadelphia.

Carpenito, Lynda Juall. 2004. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8, EGC, Jakarta

Doengoes, Marylin E. 2004. Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis Company.

Fuller, J., & Schaller-Ayers, J. (2000). Health assessment: A nursing approach (3rd ed.).

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Hudak C.M.,Gallo B.M. 2005. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC.

http://www.gndmoh.com/vb/showthread.php?t=16470

https://foundation.emc.org/body.cfm?

id=60&oTopID=60&action=detail&category=145&ref=540

Mansjoer, Arif.2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

Price, Sylvia Anderson, 2005. Pathofisiologi Konsep klinik proses-proses penyakit, Jakarta:

EGC.

Zerwic, J. (1999). Patient delay in seeking treatment for acute myocardial infarction

symptoms. Journal of Cardiovascular Nursing, 13(3), 21–31.