lp aml

20
LAPORAN PENDAHULUAN LEUKIMIA MIELOBLASTIK AKUT (LMA) A. KONSEP DASAR I. Definisi Leukemia adalah penyakit akibat terjadinya proliferasi sel darah putih yang abnormal dan ganas yang disertai dengan adanya leukosit dalam jumlah yang berlebihan sehingga menimbulkan anemia dan trombositopenia (Reeves, 2001). Acute Nonlymphoid (myelogenous) Leukemia (ANLL atau AML) adalah salah satu jenis leukemia; dimana terjadi proliferasi neoplastik dari sel mieloid (ditemukannnya sel mieloid : granulosit, monosit imatur yang berlebihan). AML meliputi leukemia mieloblastik akut, leukemia monoblastik akut, leukemia mielositik akut, leukemia monomieloblastik, dan leukemia granulositik akut (Wong, 2000). Leukimia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid. LMA merupakan jenis leukemia; dimana terjadi proliferasi neoplastik dari sel mieloid (ditemukannnya sel mieloid : granulosit, monosit imatur yang berlebihan). Leukemia mieloid adalah kelompok penyakit heterogen ditandai dengan infiltrasi sel neoplastik sistem hemopoitik pada darah, sumsum tulang, dan jaringan lain oleh. II. Anatomi Fisiologi Leukosit

Upload: rendhut

Post on 01-Dec-2015

171 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

lporan pendahuluan dan konsep accute myeloid leukimia dan tinjauannya dari aspek keperawatan

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN

LEUKIMIA MIELOBLASTIK AKUT (LMA)

A. KONSEP DASAR

I. Definisi

Leukemia adalah penyakit akibat terjadinya proliferasi sel darah putih yang

abnormal dan ganas yang disertai dengan adanya leukosit dalam jumlah yang

berlebihan sehingga menimbulkan anemia dan trombositopenia (Reeves, 2001).

Acute Nonlymphoid (myelogenous) Leukemia (ANLL atau AML) adalah salah

satu jenis leukemia; dimana terjadi proliferasi neoplastik dari sel mieloid

(ditemukannnya sel mieloid : granulosit, monosit imatur yang berlebihan). AML

meliputi leukemia mieloblastik akut, leukemia monoblastik akut, leukemia mielositik

akut, leukemia monomieloblastik, dan leukemia granulositik akut (Wong, 2000).

Leukimia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan

transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri

mieloid. LMA merupakan jenis leukemia; dimana terjadi proliferasi neoplastik dari sel

mieloid (ditemukannnya sel mieloid : granulosit, monosit imatur yang berlebihan).

Leukemia mieloid adalah kelompok penyakit heterogen ditandai dengan

infiltrasi sel neoplastik sistem hemopoitik pada darah, sumsum tulang, dan jaringan

lain oleh.

II. Anatomi Fisiologi Leukosit

Pertahanan tubuh melawan infeksi merupakan peran dari leukosit. Jumlah

normal sel darah putih adalah 4000-10000/mm3 . Lima jenis sel darah putih yang

telah diidentifikasi dalam darah perifer adalah netrofil, eisonofil, basofil,monosit dan

limfosit. Ketiga jenis pertama adalah granulosit artinya terdapat granula di

sitoplasmanya. Sedangkan yang lainnya adalah agrunulosit. Jenis leukosit yang

merupakan sistem pertahanan tubuh yang primer melawan infeksi bakteri yaitu

neutrofil yakni dengan fagositosis. Eisonofil mempunyai fungsi fagosit lemah yang

tidak dipahami secara jelas. Basofil membawa heparin, faktor-faktor pengaktifan

histamin dan trombosit dalam granula – granulanya. Kadar basofil meningkat pada

gangguan mieloproliferatif. Monosit memiliki fungsi fagosit, membuang selsel cidera

dan mati, fragmen-fragmen sel, dan mikroorganisme. Sedangkan limfosit dibagi

menjadi dua jenis yang berfungsi berbeda yakni limfosit T (bergantung timus,

dibentuk di sana, berumur panjang) bertanggung jawab atas respon kekebalan

selular melalui pembentukan sel yang reaktif antigen, sedangkan limfosit B jika

dirangsang dengan semestinya akan berdiferensiasi menjadi sel-sel plasma yang

menghasilkan immunoglobulin, sel-sel ini bertanggung jawab atas respon kekebalan

humoral.

III. Etiologi

Sebagian besar kasus, etiologi LMA tidak diketahui. Meskipun demikian ada

beberapa faktor yang diketahui dapat menyebabkan atau setidaknya menjadi faktor

predisposisi LMA, seperti:

Genetik

Adanya Penyimpangan Kromosom

Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,

diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia,

sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter,

D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis

( Wiernik, 1985; Wilson, 1991 ) . Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan

erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21

atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada

aneuploidy .

Saudara kandung

Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik

dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran .

Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat

tinggi ( Wiernik,1985 ) .

Faktor Lingkungan

Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan

kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang

dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya

ANLL ( Wiernik,1985; Wilson, 1991 ) .

Virus

Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus

menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata . Penelitian pada

manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel

leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari

virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada

hewan ( Wiernik, 1985 ) .

Bahan Kimia

Paparan kronis dari bahan kimia ( misal : benzen ) dihubungkan dengan

peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering

terpapar benzen ( Wiernik,1985; Wilson, 1991 ). Selain benzen beberapa bahan

lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain : produk – produk

minyak, cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida ( Fauci, et. al, 1998 ) .

Obat-obatan

Obat-obatan anti neoplastik ( misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II ) dapat

mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML.

Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan

kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML ( Fauci, et. al, 1998 ).

Radiasi

Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia ( ANLL ) ditemukan pada

pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada

kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang

selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada

pasien yang mendapat terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja

yang terekspos radiasi dan para radiologis .

Jenis kemoterapi yang palin sering memicu timbulnya AML adalah golongan

alkylating agent dan topoisomerase II inhibitor

IV. Klasifikasi AML

Leukemia Mielogenus Akut (AML) menurut FAB (French-American-British) terbagi

menjadi 8 tipe:

Mo ( Acute Undifferentiated Leukemia )

Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang juga disebut sebagai

AML dengan diferensiasi minimal .

M1 ( Acute Myeloid Leukemia tanpa maturasi )

Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi hampir seperempat dari

kasus AML. Pada AML jenis ini terdapat gambaran azurophilic granules dan

Auer rods. Dan sel leukemik dibedakan menjadi 2 tipe, tipe 1 tanpa granula dan

tipe 2 dengan granula, dimana tipe 1 dominan di M1.

M2 ( Akut Myeloid Leukemia )

Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang secara morfologi

berbeda, dengan jumlah granulosit dari promielosit yang berubah menjadi

granulosit matang berjumlah lebih dari 10%. Jumlah sel leukemik antara 30 –

90%. Tapi lebih dari 50 % dari jumlah sel-sel sumsum tulang di M2 adalah

mielosit dan promielosit .

M3 ( Acute Promyelocitic Leukemia )

Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit dengan granulasi berat,

stain mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus bervariasi dalam bentuk maupun

ukuran, kadang-kadang berlobul . Sitoplasma mengandung granula besar, dan

beberapa promielosit mengandung granula berbentuk seperti debu . Adanya

Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ) dihubungkan dengan granula-

granula abnormal ini .

M4 ( Acute Myelomonocytic Leukemia )

Terlihat 2 ( dua ) type sel, yakni granulositik dan monositik , serta sel-sel

leukemik lebih dari 30 % dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan M1,

dibedakan dengan cara 20% dari sel yang bukan eritroit adalah sel pada jalur

monositik, dengan tahapan maturasi yang berbeda-beda. Jumlah monosit pada

darah tepi lebih dari 5000 /uL. Tanda lain dari M4 adalah peningkatan proporsi

dari eosinofil di sumsum tulang, lebih dari 5% dari sel yang bukan eritroit, disebut

dengan M4 dengan eoshinophilia. Pasien–pasien dengan AML type M4

mempunyai respon terhadap kemoterapi-induksi standar.

M5 ( Acute Monocytic Leukemia )

Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritroit adalah monoblas,

promonosit, dan monosit. Terbagi menjadi dua, M5a dimana sel monosit

dominan adalah monoblas, sedang pada M5b adalah promonosit dan monosit.

M5a jarang terjadi dan hasil perawatannya cukup baik.

M6 ( Erythroleukemia )

Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat berbeda dari

gambaran morfologi Bizzare. Eritroblas ini mempunyai gambaran morfologi

abnormal berupa bentuk multinukleat yang raksasa. Perubahan megaloblastik ini

terkait dengan maturasi yang tidak sejalan antara nukleus dan sitoplasma . M6

disebut Myelodisplastic Syndrome ( MDS ) jika sel leukemik kurang dari 30%

dari sel yang bukan eritroit . M6 jarang terjadi dan biasanya kambuhan terhadap

kemoterapi-induksi standar.

M7 ( Acute Megakaryocytic Leukemia )

Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit ( Yoshida, 1998;

Wetzler dan Bloomfield, 1998 ).

V. Patogenesis

Jaringan pembentuk darah ditandai oleh pergantian sel yang sangat cepat.

Normalnya, produksi sel darah tertentu dari prekusor sel stem diatur sesuai kebutuhan

tubuh. Apabila mekanisme yang mengatur produksi sel tersebut terganggu, sel akan

membelah diri sampai ke tingkat sel yang membahayakan (proliferasi neoplastik).

Proliferasi neoplastik dapat terjadi karena kerusakan sumsum tulang akibat radiasi,

virus onkogenik, maupun herediter.

Sel polimorfonuklear dan monosit normalnya dibentuk hanya dalam sumsum

tulang. Sedangkan limfosit dan sel plasma dihasilkan dalam berbagai organ limfogen

(kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil). Beberapa sel darah putih yang dibentuk dalam

sumsum tulang, khususnya granulosit, disimpan dalam sumsum tulang sampai mereka

dibutuhkan dalam sirkulasi. Bila terjadi kerusakan sumsum tulang, misalnya akibat

radiasi atau bahan kimia, maka akan terjadi proliferasi sel-sel darah putih yang

berlebihan dan imatur. Pada kasus AML, dimulai dengan pembentukan kanker pada sel

mielogen muda (bentuk dini neutrofil, monosit, atau lainnya) dalam sumsum tulang dan

kemudian menyebar ke seluruh tubuh sehingga sel-sel darah putih dibentuk pada

banyak organ ekstra medula.

Sedangkan secara imunologik, patogenesis leukemia dapat diterangkan sebagai

berikut. Bila virus dianggap sebagai penyebabnya (virus onkogenik yang mempunyai

struktur antigen tertentu), maka virus tersebut dengan mudah akan masuk ke dalam

tubuh manusia dan merusak mekanisme proliferasi. Seandainya struktur antigennya

sesuai dengan struktur antigen manusia tersebut, maka virus mudah masuk. Bila

struktur antigen individu tidak sama dengan struktur antigen virus, maka virus tersebut

akan ditolaknya. Struktur antigen ini terbentuk dari struktur antigen dari berbagai alat

tubuh, terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh atau HL-A

(Human Leucocyte Locus A). Sistem HL-A diturunkan menurut hukum genetik,

sehingga etiologi leukemia sangat erat kaitannya dengan faktor herediter.

Akibat proliferasi mieloid yang neoplastik, maka produksi elemen darah yang lain

tertekan karena terjadi kompetisi nutrisi untuk proses metabolisme (terjadi

granulositopenia, trombositopenia). Sel-sel leukemia juga menginvasi tulang di

sekelilingnya yang menyebabkan nyeri tulang dan cenderung mudah patah tulang.

Proliferasi sel leukemia dalam organ mengakibatkan gejala tambahan : nyeri akibat

pembesaran limpa atau hati, masalah kelenjar limfa; sakit kepala atau muntah akibat

leukemia meningeal.

VI. Tanda dan Gejala

Pasien dengan AML seringkali menunjukkan gejala tidak spesifik yang dimulai

dengan anemia, leukositosis, leucopenia atau disfungsi leukosit, atau trombositopeni

baik secara berangsur-angsur maupun tiba-tiba. Hampir sebagian besar menunjukkan

gejala tersebut selama + 3 bulan sebelum didiagnosis leukemia.

Sebagian besar menyebutkan gejala awal adalah fatigue (kelemahan) atau

anoreksia dan penurunan berat badan. Demam dengan atau tanpa infeksi merupakan

gejala awal pada 10% pasien. Tanda perdarahan abnormal (berdarah, mudah lebam)

terjadi pada 5% pasien. Selain itu juga didapatkan nyeri tulang, limfadenopati, sakit

kepala non spesifik atau diaphoresis.

Tanda dan gejala utama AML, adalah:

Rasa lelah, perdarahan, dan infeksi yang disebabkan oleh sindrom kegagalan

sumsum tulang

Perdarahan biasanya dalam bentuk purpura/petekia yang sering dijumpai di

ekstremitas bawah, atau berupa epistaksis, perdarahan gusi dan retina

Pada pasien dengan leukosit yang sangat tinggi (> 100.000/mm3), sering

terjadi leukostasis, yaitu terjadinya gumpalan leukosit yang menyumbat aliran

pembuluh darah vena maupun arteri

Leukosit yang tinggi juga sering menimbulkan gangguan metabolisme, seperti

hiperurisemia dan hipoglikemia

Infiltrasi sel-sel blast di kulit dapat menyebabkan: leukimia kutis (benjolan

yang tidak tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit)

Infiltrasi sel-sel blast di jaringan lunak akan menyebabkan nodul di bawah

kulit (kloroma)

Infiltrasi sel-sel blast di dalam tulang akan menimbulkan nyeri tulang yang

spontan atau dengan stimulasi ringan

Infiltrasi sel-sel blast ke gusi menyebabkan pembengkakan gusi

VII. Pemeriksaan Penunjang

1. Hitung darah lengkap

Anak dengan leukosit kurang dari 10.000/mm3 saat didiagnosis, memiliki prognosis

paling baik. Jumlah leukosit lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang

baik pada anak sembarang umur.

Rata-rata pada hitung leukosit didapatkan 15.000/SL. Sekitar 25-40% pasien

didapatkan hitung leukosit < 5000/ SL dan >100.000/ SL. Kurang dari 5% tidak

terdeteksi sel leukemia dalam darahnya. Morfologi sel ganas bervariasi, pada AML

seringkali sitoplasmanya terutama mengandung granula (nonspesifik), nukleus tajam,

kromatinnya kasar dengan satu atau lebih nukleolus yang menandakan sel

immature. Granula rod-shaped abnormal disebu auer rods tidak selalu ada, namun

jika ada hampir selalu merupakan mieloid yang diturunkan.

2. Pungsi lumbal, untuk mengkaji keterlibatan SSP.

3. Foto thoraks, untuk mendeteksi keterlibatan mediastinum

4. Aspirasi sumsum tulang, ditemuakannya 25% sel blast memperkuat diagnosis.

5. Pemindaian tulang atau survei kerangka, mengkaji keterlibatan tulang.

6. Pemindaian ginjal, hati, dan limpa, mengkaji infiltrat leukemik

7. Jumlah trombosit, menunjukkan kapasitas pembekuan.

VIII. Penatalaksanaan

1. Kemoterapi

Pada umumnya pengobatan pasien yang baru didiagnosis AML terdiri dari dua

fase, yaitu fase induksi dan penatalaksanaan postremisi. Tujuan utama pengobatan

adalah tercapainya remisi lengkap. Sekali diperoleh remisi lengkap, selanjutnya terapi

pasti dapat membuat pasien bertahan lama dan mencapai penyembuhan. Terapi

induksi awal dan terapi postremisi seringkali dipilih berdasarkan usia. Pengaruh terapi

secara intensif menggunakan agen kemoterapi tradisional seperti sitarabin antrasiklins

pada pasien usia muda (<60 tahun) menunjukkan peningkatan penyembuhan AML.

Pada pasien yang lebih tua, keuntungan diberikan pengobatan yang teratur masih

kontroversial.

a. Fase induksi. Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini

diberikan terapi kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase. Fase

induksi dinyatakan behasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan

dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.

b. Fase Profilaksis Sistem saraf pusat. Pada fase ini diberikan terapi methotrexate,

cytarabine dan hydrocotison melaui intrathecal untuk mencegah invsi sel leukemia

ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang

mengalami gangguan sistem saraf pusat.

c. Konsolidasi. Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan unutk mempertahankan

remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara

berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk

menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum

tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.

2. Terapi Biologis

Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk

meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan melalui

suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien dengan leukemia limfositik

kronis, jenis terapi biologi yang digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan

mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan

untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi

penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan adalah

bahan alami bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia.

3. Terapi Radiasi

Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi

tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah mesin

yang besar akan mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam

tubuh tempat menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan

radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh.

4. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)

Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell).

Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi,

radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel leukemia

sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien akan

mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung fleksibel yang

dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah

yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi ini.

Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap di

rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari

infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan sel-sel

darah putih dalam jumlah yang memadai.

IX. Komplikasi

1. Gagal sumsum tulang

2. Infeksi

3. Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID/DIC)

4. Splenomegali

5. Hepatomegali

B. ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

Pengkajian pada leukemia meliputi :

a. Riwayat penyakit

b. Kaji adanya tanda-tanda anemia :

1).Pucat

2).Kelemahan

3).Sesak

4).Nafas cepat

c. Kaji adanya tanda-tanda leucopenia

1).Demam

2).Infeksi

d. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :

1).Ptechiae

2).Purpura

3).Perdarahan membran mukosa

e. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola :

1).Limfadenopati

2).Hepatomegali

3).Splenomegali

f. Kaji adanya pembesaran testis

g. Kaji adanya :

1).Hematuria

2).Hipertensi

3).Gagal ginjal

4).Inflamasi disekitar rectal

5).Nyeri (Suriadi,R dan Rita Yuliani,2001 : 178)

II. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada kasus AML, antara lain:

Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan :

Tidak adekuatnya pertahanan sekunder

Gangguan kematangan sel darah putih

Peningkatan jumlah limfosit imatur

Imunosupresi

Penekanan sumsum tulang (efek kemoterapi)

Kekurangan volume cairan tubuh /risiko tinggi, berhubungan dengan :

Kehilangan berlebihan, misalnya: muntah, perdarahan

Penurunan pemasukan cairan : mual, anoreksia

Nyeri ( akut ) berhubungan dengan :

Agen fiscal ; pembesaran organ / nodus limfe, sumsum tulang yang

diinvasi dengan sel leukemia.

Agen kimia ; pengobatan antileukemia.

III. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi

1 Resiko infeksi

berhubungan

dengan :

• Tidak adekuatnya

pertahanan

sekunder

• Gangguan

kematangan sel

darah putih

• Peningkatan

jumlah limfosit

imatur

• Imunosupresi

• Penekanan

sumsum tulang

(efek kemoterapi)

Infeksi tidak

terjadi

1. Tempatkan anak pada ruang

khusus. Batasi pengunjung sesuai

indikasi

2. Berikan protocol untuk

mencuci tangan yang baik untuk semua

staf petugas

3. Awasi suhu. Perhatikan

hubungan antara peningkatan suhu dan

pengobatan chemoterapi.

4. Dorong sering mengubah

posisi, napas dalam, batuk.

5. Inspeksi membran mukosa

mulut. Bersihkan mulut secara periodic.

Gunakan sikat gigi halus untuk

perawatan mulut.

6. Awasi pemeriksaan

laboratorium : WBC, darah lengkap

7. Berikan obat sesuai indikasi,

misalnya Antibiotik

8. Hindari antipiretik yang

mengandung aspirin

2 Defisit volume

cairan tubuh

berhubungan

dengan :

• Kehilangan

berlebihan, seperti:

muntah,

Volume

cairan tubuh

adekuat,

ditandai

dengan TTV

dbn, stabil,

nadi teraba,

1. Awasi masukan dan pengeluaran.

Hitung pengeluaran tak kasat mata

dan keseimbangan cairan.

Perhatikan penurunan urine pada

pemasukan adekuat. Ukur berat

jenis urine dan pH Urine.

2. Timbang BB tiap hari.

perdarahan

• Penurunan

pemasukan

cairan : mual,

anoreksia.

haluaran

urine, BJ dan

PH urine,

dbn.

3. Awasi TD dan frekuensi jantung

4. Evaluasi turgor kulit, pengiisian

kapiler dan kondisi umum membran

mukosa.

5. Implementasikan tindakan untuk

mencegah cedera jaringan /

perdarahan, ex : sikat gigi atau gusi

dengan sikat yang halus.

6. Berikan diet halus.

7. Berikan cairan IV sesuai indikasi

8. Berikan sel darah Merah, trombosit

atau factor pembekuan

3 Nyeri akut

berhubungan

dengan :

• Agen fiscal:

pembesaran organ

/ nodus limfe,

sumsum tulang

yang diinvasi

dengan sel

leukemia.

• Agen kimia ;

pengobatan

antileukemia.

rasa nyeri

hilang/berkur

ang

Referensi:

Betz, CL & Sowden, LA. 2002.Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Brunner& Suddarth. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 2. Jakarta : EGC.

ES Jaffe et al.2001.World Health Organization Classification of Tumours. Lyon, ARC Press,

1. Awasi tanda-tanda vital, perhatikan

petunjuk nonverbal,rewel, cengeng,

gelisah

2. Berikan lingkungan yang tenang dan

kurangi rangsangan stress

3. Tempatkan pada posisi nyaman dan

sokong sendi, ekstremitas denganan

bantal

4. Ubah posisi secara periodic dan

berikan latihan rentang gerak lembut.

5. Berikan tindakan ketidaknyamanan;

mis : pijatan, kompres

6. Berikan obat sesuai indikasi.

Fauci, Anthony S.; Kasper, Dennis L. ; Longo, Dan L.; Braunwald, Eugene;Hauser, Stephen L.; Jameson, J. Larry; Loscalzo, Joseph;. 2008. Harrison's Principles of Internal Medicine 17th edition. USA: McGraw-hill,

Guyton.1995. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi III. Jakarta : EGC.

JM Bennett et al: Ann Intern Med 103:620, 1985.

Joyce Engel. 1999. Pengkajian Pediatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Kurnianda, Johan. 2007. Leukimia Mieloblastik Akut dalam buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan FK UI

Price, S A dan Wilson, L M. 2006.Patofisiologi , Konsep klinis proses-proses penyakit . Jakarta : EGC, .

Whaley’s and Wong. 2001.Clinical Manual of Pediatric Nursing. Edisi 4. USA : Mosby.

LAPORAN PENDAHULUAN

ACCUTE MYELOGENOUS LEUKIMIA (AML)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Departemen Medikal di Ruang 28 Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh :

Reni Nurhidayah

NIM. 0810720057

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2013