limfoma non.doc

20
Limfoma non-Hodgkin (NHL) Insidensi Limfoma non-Hodgkin (NHL) merupakan penyakit yang terutama dijumpai pada usia agak tinggi. Insidensi puncak terdapat di atas 40 tahun dan untuk berbagai subtipe bahkan di atas 60 tahun. Median umur penderita limfoma non-Hodgkin adalah 50 tahun. Tetapi ada beberapa tipe, yaitu NHL derajat tinggi, yang juga (dan terutama) terdapat pada umur anak dan remaja muda. Insidensinya adalah 6 per 100.000. Etiologi Etiologi NHL sebagian besar belum diketahui. Pada tipe NHL tertentu, infeksi virus tampaknya memegang peran. Yang paling banyak diketahui adalah peran virus Epstein-Barr (EBV). Kaitan langsung untuk terjadinya NHL terdapat pada limfoma Burkitt (tipe endemik) pada anak-anak kecil di Afrika Tengah. Dalam hal ini terdapat kerjasama infeksi EBV, infeksi malaria, dan deregulasi onkogen karena translokasi kromosomal t(8; 14), yang menyebabkan berkembangnya limfoma Burkitt. Juga di dunia Barat, EBV dapat ditunjukkan dalam berbagai tipe NHL (yaitu NHL sel-B besar dan NHL sel-T). Tetapi, peran langsung EBV dalam genesis NHL ini jauh kurang jelas daripada untuk limfoma Burkitt tipe endemik.

Upload: adit050289

Post on 27-Oct-2015

22 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Limfoma non.doc

Limfoma non-Hodgkin (NHL)

Insidensi

Limfoma non-Hodgkin (NHL) merupakan penyakit yang terutama dijumpai pada

usia agak tinggi. Insidensi puncak terdapat di atas 40 tahun dan untuk berbagai subtipe

bahkan di atas 60 tahun. Median umur penderita limfoma non-Hodgkin adalah 50 tahun.

Tetapi ada beberapa tipe, yaitu NHL derajat tinggi, yang juga (dan terutama) terdapat

pada umur anak dan remaja muda. Insidensinya adalah 6 per 100.000.

Etiologi

Etiologi NHL sebagian besar belum diketahui. Pada tipe NHL tertentu, infeksi

virus tampaknya memegang peran. Yang paling banyak diketahui adalah peran virus

Epstein-Barr (EBV). Kaitan langsung untuk terjadinya NHL terdapat pada limfoma

Burkitt (tipe endemik) pada anak-anak kecil di Afrika Tengah. Dalam hal ini terdapat

kerjasama infeksi EBV, infeksi malaria, dan deregulasi onkogen karena translokasi

kromosomal t(8; 14), yang menyebabkan berkembangnya limfoma Burkitt. Juga di dunia

Barat, EBV dapat ditunjukkan dalam berbagai tipe NHL (yaitu NHL sel-B besar dan

NHL sel-T). Tetapi, peran langsung EBV dalam genesis NHL ini jauh kurang jelas

daripada untuk limfoma Burkitt tipe endemik.

HTLV-1 adalah virus yang ada hubungannya dengan HIV-I (AIDS). Ada

hubungan dengan terjadinya limfoma sel-T dan leukemia di Jepang dan daerah Karibia.

Di Eropa, virus ini tidak atau hampir sama sekali tidak terdapat. Di samping infeksi virus

imunosupresi yang lama merupakan faktor etiologi yang lain. Ini dapat merupakan

imunodefisiensi congenital, seperti misalnya pada ataksia, teleangiektasia, atau kelainan

akuisita, seperti pada AIDS atau pada terapi imunosupresif pada penderita transplantasi.

Pada umumnya penderita ini mendapat limfoma sel-B derajat tinggi. Dibanding dengan

tumor solid telah lebih banyak diketahui mengenai peran onkogen dalam terjadinya NHL.

Pada NHL terdapat translokasi kromosom. Yang khas disini adalah bahwa bagian

kromosom spesifik, yang di dalamnya terlokalisasi gen reseptor immunoglobulin atau sel

T terpindah ke kromosom lain, yaitu ke tempat suatu onkogen. Bahwa disini justru

Page 2: Limfoma non.doc

terlibat gen reseptor immunoglobulin dan sel-T bukanlah suatu kebetulan. Dalam

perkembangan dini sel-B dan T gen-gen ini mengalami proses pengaturan kembali pada

niveau DNA, dengan penyusunan gen-gen fungsional dari berbagai komponen gen pada

kromosom. Pada proses ini terjadi sementara patah kromosom. Alih-alih terjadi perbaikan

patah dalam kromosom asli malahan dapat juga terjadi penggabungan yang keliru ke

kromosom lain. Hasilnya adalah suatu translokasi. Onkogen yang bersangkutan karena

itu dapat terderegulasi dan teraktivasi. Sebagai prototype adalah translokasi t(8; 14)

tersebut di atas, dimana satu dari gen-gen rantai berat immunoglobulin kromosom 14

tergabung ke onkogen c-myc pada kromosom 8. Aktivasi c-myc menyebabkan proliferasi

hebat. Translokasi t(8; 14) secara spesifik terdapat pada limfoma Burkitt (endemik dan

sporadik) tetapi juga pada lain-lain NHL sel-B derajat tinggi.

Translokasi yang dapat disamakan adalah translokasi t(14; 18) yang terdapat

dalam kira-kira 85% NHL folikular sentroblastik/sentrositik (dan dalam tipe yang berasal

dari ini). Onkogen bcl-2 yang bersangkutan dengan ini menyebabkan sentrosit dalam

keadaan normal mempunyai jangka hidup sangat terbatas, dapat hidup lebih lama karena

blokade terhadap apa yang disebut kematian sel terprogram (apoptosis). Efek ini

memegang peran penting pada terjadinya tipe NHL ini. Jadi perlu dipahami bahwa

onkogen dapat menstimulasi proliferasi maupun menghambat kematian sel. Kedua faktor

itu dapat menimbulkan replikasi sel neoplastik.

Patologi

1. Pembagian histologik

Limfoma non-Hodgkin merupakan satu golongan penyakit yang heterogen

dengan spectrum yang bervariasi dari tumor yang sangat agresif sampai kelainan

indolen dengan perjalanan lama dan tidak aktif. Dalam perjalanan waktu

dikembangkan berbagai usaha untuk mendapatkan klasifikasi NHL yang dapat

diyakini dan dapat direproduksi. Semula klasifikasi ini didasarkan atas sifat-sifat

morfologik dan sitokimiawi. Kemudian bertambah dengan kriteria imunologik dan

biologi molekuler, yang dapat memberi gambaran yang lebih tepat mengenai tipe sel

dan stadium pertumbuhannya. Di Eropa pada umumnya digunakan klasifikasi Kiel,

di Amerika Serikat kebanyakan klasifikasi menurut Lukes dan Collins dan kadang-

Page 3: Limfoma non.doc

kadang juga menurut Rappaport. Karena dengan ini perbandingan hasil terapi dan

prognosis mendapat banyak kesukaran, pada tahun 1982 dikembangkan Working

Formulation (WF). Ini bukanlah suatu sistem klasifikasi baru melainkan suatu

kompromi berdasarkan empiri klinik yang dapat membedakan entities dengan

implikasi prognostik.

Limfoma non-Hodgkin berdasarkan atas asal limfositnya dibagi menjadi 2,

yaitu NHL limfosit B yang nantinya akan berdeferensiasi menjadi sel plasma yang

membentuk antibodi (prevalensinya 70%) dan NHL limfosit T yang nantinya akan

berdeferensiasi menjadi bentuk aktif.

Dibedakan 3 derajat malignitas klinis: rendah (30%), intermedier (40%) dan

tinggi (20%), dan dalam kategori ini digunakan pengertian dari klasifikasi Dorfman,

Lukes, dan Collins. Dua sistem klasifikasi morfologik yang umum dipakai di

Amerika Serikat ini didasarkan atas pola pertumbuhan dan tipe sel. Kriteria

imunologik, yang antara lain membedakan antara tipe sel-B dan sel-T, belum

dimasukkan disini. Tetapi, kepentingan besar WF adalah dalam kenyataan bahwa

WF ini mempunyai nilai prediktif yang baik untuk perilaku klinis malignitas ini.

Karena itu, sistem ini merupakan dasar untuk tindakan terapeutik.

Konsep klasifikasi Kiel berdasar atas perbandingan dengan pertumbuhan sel-

B dan sel-T normal. Limfoma non-Hodgkin dianggap sebagai lawan maligna

stadium spesifik dalam pertumbuhan ini dan dengan itu mempunyai fenotipe yang

cocok (morfologi dan pola penanda). Terutama dalam hal NHL sel-B ini

menyebabkan pengenalan entities biologic yang disebut penyakit limfoma.

Kepentingannya adalah pertama bahwa dalam golongan NHL dengan derajat

malignitas yang sama dapat dibuat prediksi mengenai kelakuan tumornya dalam arti

lokalisasi tumor yang diharapkan (lien, sumsum tulang, ekstranodal, susunan saraf

sentral) dan kemungkinan terhadap relaps. Kedua, cara klasifikasi demikian

merupakan dasar yang baik untuk penelitian medik biologik dalam lapangan non-

Hodgkin. Karena itu, di Amerika Serikat makin besar antusiasme untuk penanganan

demikian. Hal ini belakangan ini menyebabkan usul bersama hematopatolog Eropa

dan Amerika untuk memodernisasi klasifikasi Kiel, berdasar atas kesatuan biologik

yang didefinisikan dengan menggunakan morfologi, imunohistologi, sitogenetika,

Page 4: Limfoma non.doc

dan biologi molekuler (Harris, 1994). Klasifikasi baru ini berbeda dengan klasifikasi

Kiel sedemikian rupa, bahwa tekhnik pemeriksaan modern diimplementasikan dalam

diagnostik NHL dan bahwa juga NHL ekstranodal, yang dalam klasifikasi Kiel tidak

dapat dimasukkan dengan baik padahal kira-kira merupakan 40% semua NHL,

secara eksplisit diikutsertakan.

Pengenalan entities biologi diharapkan dapat menuntun ke pengembangan

terapi yang ditujukan pada perilaku klinis spesifik penyakit limfoma individual.

Tabel 1. Klasifikasi histologik limfoma non-Hodgkin menurut klasifikasi Kiel dan penetapan stadium menurut Working Formulation

Limfoma sel-B Limfoma sel-T

Derajat malignitas rendah Derajat malignitas rendahLimfositik (antara lain CLL)ImunositomaFolikular-sentroblastik/sentrositik

Limfositik (T-CLL)

Derajat malignitas intermedier Derajat malignitas intermedier/tinggi

Folikular-sentroblastik-sentrositikDifus sentroblastikSel mantelSel besar-anaplastik

Pleomorf sel kecil dan sel besarSel besar anaplastikImunoblastikLimfoblastik

Derajat malignitas tinggiImunoblastikBurkittLimfoblastik

Lain-lain Lain-lain

Terasosiasi mukosa (MALT)Leukemia sel rambutPlasmasitoma

Mycosis fungoidesSindroma SezaryKutan (antara lain CD30+)

2. Teknik tambahan pada pemeriksaan histologik

Di samping kriteria morfologik untuk menentukan diagnosis NHL, banyak

digunakan pemeriksaan imunohistokimiawi. Kenyataan bahwa malignitas itu

sifatnya klonal, artinya terjadi dari satu sel yang tertransformasi, dapat digunakan

untuk diferensiasi antara proliferasi reaktif dan NHL. Pada limfoma sel B dalam hal

ini dapat diperhatikan restriksi rantai ringan. Artinya bahwa satu NHL sel B hanya

memproduksi satu tipe rantai ringan, kappa, atau lambda. Ini ditunjukkan dengan

tekhnik imunohistokimiawi. Dengan penggunaan panel zat penanda yang

Page 5: Limfoma non.doc

karakteristik untuk berbagai stadium perkembangan sel B dan sel T lebih lanjut dapat

dibedakan antara NHL sel B dan sel T dan antara berbagai subtipe NHL.

Pemeriksaan imunohistokimiawi, dalam banyak hal harus dikerjakan atas

vriescoupe. Jadi sangatlah penting bahwa patolog anatomi menerima material yang

dikirim (kelenjar limfe, material biopsi lambung, dan lain-lain) tidak terfiksasi, jadi

tidak dalam formalin. Juga dengan menggunakan teknik biologi molecular dapat

ditunjukkan monoklonalitas, tipe sel-B dan sel-T dari proliferasi limfoid. Disini

diperhatikan penyusunan (kembali) gen-gen reseptor immunoglobulin dan sel-T.

juga dengan cara ini dapat diperiksa translokasi yang terdapat pada berbagai tipe

NHL.

Manifestasi Klinis

NHL kebanyakan menampakkan diri sebagai pembesaran kelenjar limfe. Ini dapat

terjadi pada semua stasiun kelenjar. Kelenjar limfe biasanya tidak nyeri dan ukurannya

dapat bervariasi dari 1-2 cm sampai paket yang lebih besar. Pada limfoma folikular

pembengkakan kelenjar limfe kadang-kadang sudah ada beberapa tahun tanpa mengalami

banyak perubahan dalam ukurannya.

Sekitar 20-30% dari NHL mulai ekstranodal, keluhan bervariasi tergantung pada

organ yang terlibat. Limfoma ekstranodal antara lain dapat dijumpai di kulit, traktus

digestivus, tulang, kelenjar tiroid dan testis.

Diagnosis

Diagnosis ditetapkan dengan pemeriksaan material biopsi kelenjar limfe. Pungsi

histologik dapat mencurigakan untuk diagnosis, tetapi histologi diperlukan untuk

klasifikasi yang tepat dan menentukan subtipenya, yang mempunyai konsekuensi

terapeutik penting.

Sesudah diagnosis NHL ditetapkan, perlu dijalankan penetapan stadiumnya.

Pembagian stadium yang digunakan identik dengan yang digunakan pada penyakit

Hodgkin. Di samping anamnesis dan pemeriksaan fisik, dengan perhatian khusus untuk

Page 6: Limfoma non.doc

organ limfoid antara lain juga lingkaran Waldeyer, pemeriksaan inisial ini juga meliputi

analisis darah (gambaran darah, fungsi hepar, fungsi ginjal dan spektrum protein). Jelas

jika ada kelenjar di leher ikut serta dalam proses itu diperlukan pemeriksaan THT.

Pemeriksaan rontgen meliputi foto toraks dan CT-scan perut. CT-scan pada NHL praktis

menggantikan limfangiografi.

Untuk penetapan stadium pengeboran tulang penting, terutama pada limfoma

folikular, hasilnya 60-70% dari kasus positif. Pada limfoma difus sel besar hasilnya lebih

rendah (30%). Karena itu pada limfoma folikular, penyakitnya dalam 70-80% kasus telah

berada dalam stadium III atau IV pada presentasi pertama.

Limfoma limfoblastik dan limfoma Burkitt seperti LLA, dapat menunjukkan

perluasan meningeal, pasti jika sumsum tulangnya positif. Untuk ini diperlukan

pemeriksaan liquor.

Pada NHL dapat terjadi hemolisis autoimun dan trombositopenia. Pada anemia

atau trombositopenia yang tidak jelas sebabnya harus diingat akan hal ini. Kadang-

kadang terdapat juga paraproteinemia.

Tabel 2. Penetapan diagnosis limfoma non-Hodgkin

Anamnesis Gejala-gejala B

Kelainan yang terasosiasi dalam keluarga

Pemeriksaan Kelenjar-kelenjar : lokalisasi dan besarnya

Pembesaran hepar, limpa

Pemeriksaan THT

Pemeriksaan laboratorium LED, Hb, leukosit, trombosit

Faal hati dan ginjal

SLDH

Spektrum protein

Pemeriksaan sumsum tulang

Biopsi tulang Yamshidi

Pemeriksaan rontgen X-thorax

Page 7: Limfoma non.doc

CT-scan toraks-abdomen

Dipertimbangkan/jika ada indikasi

Pemeriksaan imunotipe darah perifer pada lokalisasi ekstranodal atau organ

Pemeriksaan gambar organ bersangkutan dan kelenjar-kelenjar berbatasan

Pemeriksaan lambung pada limfoma THTPemeriksaan liquor pada sumsum tulang positif

pada NHL derajat intermedier tinggiPemeriksaan trombositopenia

hemolisis/autoimun

Pada NHL yang primer terlokalisasi di organ dalam prinsipnya dilakukan

penetapan stadium yang sama, ditambah dengan pemeriksaan organ yang bersangkutan.

Pada limfoma lambung sering didapatkan lokalisasi tonsil, dan juga kebalikannya. Jadi

pemeriksaannya harus diarahkan ke sini.

Terapi

Tabel 3. Pilihan terapi limfoma non-Hodgkin

Derajat rendah (folikular)

Difus (derajat intermedier/tinggi)

Stadium I RT RT

Pada tumor >5cm CT, kemudian RT

Stadium II RT Sebagai stadium III atau IVStadium III-IV

Mungkin :- Wait and see- Mono-CT- Kombinasi CT : CVP- TBI- Terapi ajuvan interferon

Kemoterapi CHOP

Residif- Setelah RT- Setelah CT

Sebagai III-IV

Tergantung interval

Jika singkat : CT lebih intensif

Jika lama : CT yang sama

Sebagai III-IV

Pada umumnya CT tidak resisten silang

Jika remisi : CT dosis tinggi dengan ABMT atau PSCT

Page 8: Limfoma non.doc

Jika lokal : RT lokal- Fludarabin- Dalam penelitian : CT

dosis tinggi dengan ABMT/PSCT

RT : radioterapi ABMT : transplantasi sumsum tulang autologCT : kemoterapi PSCT : transplantasi sel induk periferTBI : total body irradiation

Pada pemilihan terapi limfoma non-Hodgkin yang penting adalah stadium, derajat

malignitas, dan umur.

1. Terapi limfoma derajat malignitas rendah

Sekitar 25-30% NHL termasuk limfoma derajat malignitas rendah. Dari

golongan ini limfoma folikular sentroblastik-sentrositik merupakan bagian terbesar.

Sebagian besar limfoma ini berada dalam stadium III dan IV. Yang dibicarakan di

bawah terutama mengenai tipe ini (Horning, 1994). Untuk stadium I dan II yang

frekuensinya kecil, radioterapi adalah terapi yang diperlukan. Dengan ini, 70%

penderita dalam stadium I dan 50% dalam stadium II sembuh. Penelitian mengenai

nilai kemoterapi ajuvant sesudah radioterapi tidak menunjukkan perbaikan ketahanan

hidup.

Terdapat problem mengenai terapi stadium III dan IV. Limfoma folikular

mempunyai perjalanan yang sedikit agresif, tetapi kemungkinan penyembuhannya

terbatas. Prosesnya mudah didesak kembali, tetapi tidak dapat dihilangkan karena

masih ada sarang-sarang yang ketinggalan, antara lain di dalam sumsum tulang. Jika

tercapai remisi masih dapat timbul residif. Di samping itu, penderita kebanyakan

lebih tua. Bisa dipilih “tunggu dan amati”, artinya baru dimulai terapi jika jelas ada

progresi. Juga dapat dipilih monokemoterapi yang tidak banyak memberatkan dalam

bentuk klorambusil, atau untuk kemoterapi kombinasi dalam bentuk seri CVP.

Penyinaran tubuh total, dengan menyinari seluruh tubuh dengan dosis rendah, juga

merupakan suatu alternatif.

Tabel 4. Beberapa kombinasi kemoterapi yang banyak dipakai pada limfoma non-Hodgkin

Page 9: Limfoma non.doc

Dosis (mg/m2)

Hari ke-

1 2 3 4 5 8 15

CVPVinkristinSiklofosfamidPrednisone

1,4

300

50-100

p.o.

p.o.

p.o.

+

——————

——————CHOP

SiklofosfamidPrednisoneVinkristinPrednisone

750

50

1,4

60-100

i.v.

i.v.

i.v.

p.o.

+

+

+

——————CHVmP/VCR bleo

SiklofosfamidAdriamisinVM 26PrednisoneVinkristinBleomisin

600

50

60

60

1,4

10

i.v.

i.v.

i.v.

p.o.

i.v.

i.v.

+

+

+

—————–

+

+Keterangan : + dosis sekali

— diminum tiap hari berkelanjutan

Pemilihan terapi tidak berpengaruh terhadap ketahanan hidup pasien. Dengan

kombinasi kemoterapi kemungkinan mencapai remisi yang baik lebih besar. Saat

mulai dan macamnya terapi karena itu akan ditentukan oleh umur dan massa

tumornya, dan ada atau tidaknya keluhan.

Pada massa tumor yang kecil dapat diadakan periode observasi, yang pasti

pada penderita yang lebih tua, dan bila terjadi progresi dapat dimulai dengan

klorambusil. Tetapi jika yang dihadapi paket kelenjar limfe yang besar yang

memberi keluhan, maka akan diinginkan regresi yang lebih cepat dan akan dipilih

Page 10: Limfoma non.doc

CVP. Lama terapi ditentukan oleh saat dicapainya remisi baik, kemudian ditunggu.

Pada residif, terapi diulang.

Peran intereferon pada terapi primer pada tahun-tahun akhir ini diteliti.

Sebagai adjuvant yang diberikan pada waktu terapi primer interferon memberi

perbaikan ketahanan hidup bebas penyakit, tetapi tidak untuk lamanya ketahanan

hidup. Tetapi, hasilnya belum sedemikian sehingga penambahan interferon dapat

menjadi standar. Efek samping adalah rasa lelah dan batuk pilek.

Pada NHL derajat malignitas rendah lama remisi pada umumnya tidak

panjang. Sesudah 5 tahun 40% penderita masih dalam remisi. Ketahanan hidup

adalah 70% sesudah 5 tahun, dan 50% sesudah 10 tahun.

Kalau residif terjadi lama sesudah terapi pertama dan bersifat lokal, dapat

dipertimbangkan radioterapi lokal. Pada residif yang lebih tergeneralisasi,

kebijaksanaan tergantung pada intervalnya. Pada interval yang lebih lama (lebih dari

1-2 tahun) dapat dipilih terapi yang sama seperti pada penanganan pertama, pada

interval yang singkat akan dipilih terapi yang lebih berat, misalnya CVP sesudah

leukeran, atau CHOP sesudah CVP.

Tahun-tahun terakhir ini telah dikembangkan beberapa obat baru yang pada

NHL derajat rendah memberi hasil yang lebih baik. Fludarabin, suatu antimetabolit

dalam lini kedua memberi 30% remisi baik dan dalam lini pertama bahkan 60%.

Dapat diharapkan bahwa obat ini akan menduduki tempat yang penting dalam terapi

limfoma tipe ini. Jika digunakan dalam lini kedua atau ketiga, ada kemungkinan

infeksi oportunistik, karena limfosit normal juga turun jumlahnya.

Prognosis tipe limfoma ini dalam tahun-tahun terakhir tidak tampak adanya

kemajuan. Introduksi dosis tinggi kemoterapi dengan transplantasi sumsum tulang

atau sel induk pada limfoma derajat intermedier atau derajat tinggi menimbulkan

pertanyaan apakah ini juga pada limfoma derajat rendah dapat memberikan hasil.

Penelitian untuk ini sedang dilakukan.

2. Limfoma derajat malignitas intermedier dan tinggi

Pada terapi limfoma derajat melignitas intermedier dan tinggi akhir-akhir ini

tampaknya ada perkembangan penting, tetapi ternyata harapan tidak menjadi

kenyataan. Jika disebutkan limfoma derajat intermedier dan tinggi perlu dijelaskan

Page 11: Limfoma non.doc

bahwa di dalam kebanyakan publikasi, dan juga apa yang disebutkan di bawah ini

limfoma limfoblastik tidak termasuk dalam kategori ini. Limfoma ini biasanya

ditangani sebagai LLA. Saat ini, mengenai terapi tidak ada perbedaan antara tipe sel-

T dan sel-B.

Mengenai stadium I, terdapat perbedaan pendapat. Sebagian berpendapat

bahwa dengan radioterapi saja dalam 60-70% kasus dapat diperoleh kesembuhan.

Jika dalam stadium I limfoma lebih besar dari 5 cm maka radioterapi saja tidak

cukup. Sebagian lain cenderung semua limfoma intermedier dan derajat tinggi

diterapi dengan kemoterapi, tetapi radioterapi saja untuk stadium I dengan massa

kelenjar yang kecil dapat dipertahankan.

Dalam stadium II, III, dan IV, kemoterapi merupakan tindakan terpilih.

Terapi standar masih tetap kemoterapi CHOP (siklofosfamid, adriamisin, vinkristin,

prednisone). Dengan ini kira-kira 60% kasus dapat mencapai remisi komplit, dengan

30% ketahanan hidup lebih lama, atau dalam hal ini kesembuhan.

Sejumlah besar studi dari berbagai institut dengan menggunakan skema

kemoterapi yang lebih baru dan lebih intensif, belakangan ini menunjukkan hasil

lebih baik dibandingkan dengan terapi CHOP. Kemoterapi baru ini berbeda dengan

seri CHOP karena diberikan lebih banyak obat sebagian besar dalam dosis yang lebih

tinggi dan juga dengan interval yang lebih pendek. Contoh adalah m-BACOD dan

pro-MACE-MOPP. Terobosan yang paling konsekuen dalam lapangan ini adalah

kombinasi MACOP-B. Pada cara ini kemoterapi diberikan 12 minggu kontinyu,

tanpa terputus dan hampir sama sekali tanpa memperhitungkan angka-angka darah.

Di samping itu, diberikan profilaktik antibiotik dan kadang-kadang pemberian

trombosit berkali-kali. Persentase remisi komplit adalah 84 dan persentase ketahanan

hidup lama adalah 69. Tetapi ini merupakan penelitian yang tidak dirandomisasi,

berasal dari satu institut.

Belakangan dapat dibaca hasil penelitian besar di Amerika yang dirandom

terhadap 899 penderita, yang di dalamnya dibandingkan beberapa skema baru

dengan terapi standar CHOP. Tidak didapat perbedaan, baik dalam kemungkinan

remisi, maupun dalam ketahanan hidup bebas sakit, atau dalam ketahanan hidup.

Ketahanan hidup bebas penyakit yang panjang adalah antara 40-45% untuk semua

Page 12: Limfoma non.doc

skema yang diteliti. Yang jelas adalah justru adanya lebih banyak morbiditas dan

mortalitas yang lebih tinggi sebagai akibat efek samping.

Selanjutnya ternyata bahwa prognosis pada tipe limfoma ini tergantung pada

beberapa cirri inisial, yang disebut faktor prognostik. Telah dibuat analisis luas

mengenai faktor-faktor prognostik ini pada limfoma derajat intermedier dan derajat

tinggi. Faktor prognostik yang terepenting adalah umur (di atas atau di bawah 60

tahun), stadium (I-II versus III-IV), jumlah lokalisasi ekstranodal (0-1 terhadap lebih

dari 2), performance status (0-1 versus 2-3) dan kadar SLDH (normal dibandingkan

dengan abnormal). Ketahanan hidup jangka panjang dapat bervariasi dari 70% pada

faktor tidak menguntungkan 0-1, sampai 20-30% pada adanya faktor tidak

menguntungkan 4 atau 5, tidak tergantung pada terapi. Jadi, sangat mungkin bahwa

hasil baik yang pertama disebutkan dari skema yang lebih intensif itu berdasar atas

kriteria seleksi. Jadi, sementara terapi CHOP yang lama tetap dipertahankan.

Juga pada NHL diterapkan kemoterapi dosis tinggi dengan pemberian

kembali sumsum tulang atau sel induk perifer. Dengan ini dapat dicapai remisi pada

keadaan yang dengan terapi konservatif tidak dapat diharapkan.

Kemoterapi dosis tinggi dengan ABMT dengan reinfusi sel induk perifer

antara lain diterapkan pada penderita dengan ciri-ciri yang tidak menguntungkan

(volume besar, LDH tinggi), sebagai konsolidasi lini pertama, dan pada penderita

dengan residif pertama atau kedua sesudah mereka dikembalikan lagi di dalam

remisi sebaik mungkin. Ternyata bahwa tidak ada artinya menerapkan terapi ini pada

penderita yang telah diobati dengan segala cara atau pada penderita dengan progresi

selama kemoterapi standar. Indikasi tepat untuk cara penanganan ini belum

seluruhnya pasti dan studi lebih lanjut sedang dilakukan.

Pada penderita lebih tua (1/3 adalah lebih tua daripada 70 tahun) pada waktu

ini sedang diteliti apakah dengan varian terapi CHOP yang lebih dapat ditoleransi

dapat dicapai hasil yang sama: kurang toksisitas, tanpa kehilangan keberhasilan.

Yang digunakan adalah skema CNOP, yang di dalamnya adriamisin dari CHOP

diganti dengan mitoksantron (Novantrone) yang kurang toksisitasnya, meskipun

dalam beberapa studi hasilnya tampak kurang dibandingkan dengan CHOP.

Page 13: Limfoma non.doc

Tempat radioterapi pada penanganan stadium II, III, dan IV limfoma derajat

intermedier dan tinggi tidak jelas. Tidak tampak bahwa radioterapi membantu

perbaikan ketahanan hidup, tetapi residif lokal dapat dicegah. Dalam publikasi yang

paling akhir, radioterapi tidak diberikan sebagai bagian tetap dari terapi.

Jika penyakit ini sesudah kemoterapi lini pertama kembali lagi, sulit

mencapai remisi baru untuk jangka panjang dengan bentuk lain standar kemoterapi.

Pada golongan penderita dengan residif pertama atau kedua yang sensitif untuk

kemoterapi, sementara dapat ditunjukkan bahwa kemoterapi dosis tinggi dengan

bantuan sumsum tulang memperbaiki prognosis dibanding dengan terapi standar.

Posted On: January 3rd, 2010Posted In: Ilmu BedahTags: ebv, Imunitas, limfe, limfoma, non Hodgkin