limfoma

27
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sel limfosit sangat berperan besar dalam sistem imunitas di dalam tubuh manusia. Ia merupakan salah satu bagian dari pertahan tubuh secara humoral dan seluler. Sel limfosit B berperan dalam produksi antibodi pada imunitas humoral dan limfosit T berfungsi menghancurkan antigen yang masuk ke tahapan intraseluler. Imunitas sebagai sistem pertahanan tubuh manusia berfungsi untuk mencegah terjadinya infeksi oleh berbagai macam antigen yang dapat masuk dengan berbagai cara baik itu melalui kontak langsung ataupun dari makanan yang dikonsumsi setiap harinya. Masuknya antigen tidak langsung berefek karena secara otomatis akan dijaga dan dihancurkan oleh limfosit B dan T. Gangguan pada sel B dan sel T tentunya akan menyebabkan kelainan atau menurunnya fungsi tubuh untuk bertahan dari serangan-serangan luar dari berbagai macam antigen. Kelainan ini salah satunya dapat berupa keganasan sel darah putih atau limfoma. Limfoma akan dibahas sedikit dalam laporan ini. Pentingnya fungsi dari limfosit menyebabkan tubuh berada dalam kondisi yang berbahaya dan menjadi sasaran empuk serangan antigen. Page 1 of 27

Upload: arie-buana

Post on 29-Jan-2016

29 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

limfoma

TRANSCRIPT

Page 1: Limfoma

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sel limfosit sangat berperan besar dalam sistem imunitas di dalam tubuh manusia.

Ia merupakan salah satu bagian dari pertahan tubuh secara humoral dan seluler. Sel

limfosit B berperan dalam produksi antibodi pada imunitas humoral dan limfosit T

berfungsi menghancurkan antigen yang masuk ke tahapan intraseluler.

Imunitas sebagai sistem pertahanan tubuh manusia berfungsi untuk mencegah

terjadinya infeksi oleh berbagai macam antigen yang dapat masuk dengan berbagai

cara baik itu melalui kontak langsung ataupun dari makanan yang dikonsumsi setiap

harinya. Masuknya antigen tidak langsung berefek karena secara otomatis akan dijaga

dan dihancurkan oleh limfosit B dan T.

Gangguan pada sel B dan sel T tentunya akan menyebabkan kelainan atau

menurunnya fungsi tubuh untuk bertahan dari serangan-serangan luar dari berbagai

macam antigen. Kelainan ini salah satunya dapat berupa keganasan sel darah putih

atau limfoma. Limfoma akan dibahas sedikit dalam laporan ini. Pentingnya fungsi

dari limfosit menyebabkan tubuh berada dalam kondisi yang berbahaya dan menjadi

sasaran empuk serangan antigen.

Oleh karena itu, peran limfosit sangat besar terhadap sistem pertahanan tubuh

manusia. Ketika ada kelainan berupa keganasan yang terjadi pada kedua sel ini, maka

peran mereka akan berubah dan mengalami gangguan fungsional.

Page 1 of 19

Page 2: Limfoma

BAB II

PEMBAHASAN

A. Limfoma

Limfoma malignant merupakan terminologi yang digunakan untuk tumor-

tumor pada sistem limfoid, khususnya untuk limfosit dan sel-sel prekursor, baik sel-B,

sel-T atau sel Null. Biasanya melibatkan kelenjar limfe tapi dapat juga mengenai

jaringan limfoid ekstranodal seperti tonsil, traktus gastrointestinal dan limpa.3

Limfoma malignant secara umum dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu: (1).

Limfoma Hodgkin; dan (2). Limfoma non-Hodgkin. Terdapat beberapa klasifikasi

yang digunakan pada limfoma malignant. Untuk limfoma Hodgkin digunakan

klasifikasi WHO, sedangkan untuk limfoma non-Hodgkin terdapat beberapa

klasifikasi yaitu Rappaport, Lukes and Colins, Kiel, International Formulation dan

WHO. Etiologi limfoma non-Hodgkin berupa onkogen, infeksi virus Ebstein Barr,

Human T-leukemia Virus-I (HTLV-I), penyakit autoimun dan defesiensi imun.

Di negara maju limfoma maligna relatif jarang yaitu kira-kira 2 % dari kanker

yang ada. Akan tetapi, menurut laporan berbagai sentra patologi di Indonesia, tumor

ini merupakan terbanyak setelah kanker serviks uteri, payudara dan kulit.

Pada sebagian besar limfoma ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan

penyulit dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal masih

merupakan faktor penting dalam terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis

kemoterapi dan radioterapi. Akhir-akhir ini angka harapan kehidupan 5 tahun

meningkat dan bahkan sembuh (kuratif) berkat manajemen tumor yang tepat dan

tersedianya kemoterapi dan radioterapi. Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut

dan jelas tentang limfoma Hodgkin (LH) dan Non Hodgkin (LNH).1

B. Klasifikasi

Klasifikasi WHO membagi limfoma non-Hodgkin atas tipe sel-B dan sel-T.

Page 2 of 19

Page 3: Limfoma

Page 3 of 19

Page 4: Limfoma

C. PATOGENESIS

Asal-usul penyakit Hodgkin tidak diketahui. Pada masa lalu, diyakini bahwa

penyakit Hodgkin merupakan reaksi radang luar biasa (mungkin terhadap agen

infeksi) yang berperilaku seperti neoplasma. Tetapi, kini secara luas diterima bahwa

penyakit Hodgkin merupakan kelainan neoplasi dan bahwa sel Reed-Sternberg

merupakan sel transformasi. Tetapi asal-usul sel Reed-Sternberg tetap menjadi teka-

teki. Sel Reed-Sternberg tidak membawa penanda permukaan sel B atau T. Tidak

seperti monosit, tidak memiliki komplemen dan reseptor Fc. Beberapa pengkaji telah

menentukan berdasarkan dari penderita dengan jalur sel penyakit Hodgkin, yang

agaknya berasal dari sel Reed-Sternberg.2

Page 4 of 19

Page 5: Limfoma

Sel-sel yang mirip Reed-Sternberg dari perbenihan ini tampak menimbulkan

antigen permukaan dengan sejumlah kecil sel “dendrit” pada daerah parafolikel

nodus limfatik. Mungkin termasuk kelas antigen HLA II sel dendrit positif, yang aktif

dalam pengenalan antigen oleh sel T. Berkurangnya kapasitas “memberitahukan”

antigen berkaitan dengan transformasi neoplasi sel “dendritik”, mungkin menjelaskan

adanya gangguan imunitas sel-T, yang begitu umum terjadi pada penyakit Hodgkin.

Meskipun demikian, saran-saran tentang asal-usul sel Reed-Sternberg ini kini

harus dianggap belum memadai, sampai ada bukti yang lebih meyakinkan.

Diketahui bahwa sel Reed-Sternberg

mewakili komponen maligna penyakit Hodgkin.

Apakah yang menyebabkan transformasi ini .

Selama bertahun-tahun etiologi infeksi penyakit

Hodgkin telah diduga. Beberapa laporan telah

menghubungkan infeksi virus Epstein-Barr

(EBV) dengan penyakit Hodgkin. Tetapi tidak

ada rangkaian asam nukleat EBV pada sel RS

yang dibiakkan, tidak mendukung peran EBV

sebagai penyebab penyakit Hodgkin. Perhatian terhadap etiologi infeksi penyakit

Hodgkin telah diperhatikan akibat laporan yang menunujukkan kemungkinan adanya

suatu “pengelompokan” penyakit Hodgkin diantara pelajar sekolah menengah

tertentu.3

Pada banyak pasien, penyakit terlokalisasi pada mulanya pada daerah

limfonodus perifer tunggal dan perkembangan selanjutnya dengan penjalaran didalam

system lmfatik. Mungkin bahwa sel Reed-Sternberg yang khas dan sel lebuh kecil,

abnormal yang menyertai (sekarang diduga berasal dari histiosit) bersifat neoplastik

dan mungkin bahwa sel radang yang terdapat bersamaan menunjukkan respon

hipersensitivitas oleh hospes, manfaat yang menentukan pola evolusi. Pokok ini

dibicarakan lebih lanjut pada klasifikasi histologis. Setelah tersimpan dalam

limfonodus untuk jangka waktu yang bervariasi, perkembangan alamiah penyakit ini

adalah menyebar untuk mengikutsertakan jaringan non-limfatik.2

Page 5 of 19

Gambar 1, Sel Reed-Sternberg

Page 6: Limfoma

D. Limfoma Sel-B

Diferensiasi sel-B dari sel stem ke sel plasma normal terjadi fetal lever,

sumsum tulang dan limfenode. Ini ditandai dengan sel-B membentuk

immunoglobulin, yang bekerja pada permukaan reseptor antigen. Pemahaman tentang

fase-fase pematangan sel-B sangat membantu dalam mengenal berbagai tipe dari

limfoma sel-B dan leukemia.

Lebih dari 90% limfoma non-Hodgkin adalah Mature B-cell neoplasma. Di

Amerika utara dan Eropa limfoma sel-B merupakan Limfoma Follicular. Sedangkan

di Asia 80-90% adalah bentuk limfoma difus dan limfoma sel-T lebih sering

dijumpai. Limfoma ini dibedakan berdasarkan tipe sel gambaran pertumbuhannya.

Tipe sel berukuran kecil, intermediate dan sel-besar, dan bentuk inti (cleaved and non

cleaved).

Ukuran sel dibandingkan dengan adanya sel histiosit atau sel endothelial dan

menunjukkan sel kecil atau besar. Ukuran inti menunjukkan apakah centroblast (non

cleaved) atau centrocyte (cleaved) pada fase siklus sel. Bentuk pertumbuhan bisa

noduler atau difus. Limfoma sel-B paling banyak berasal dari germinal center dari

folikel lymph node. Populasi normal dari germinal center terdapat sel kecil dan sel-

Page 6 of 19

Gambar 2, Perkembangan sel B

Page 7: Limfoma

Besar, juga sel cleaved dan non-cleaved. Sehingga pada limfoma sel precursor variasi

sel limfoma ada yang high grade dan ada yang low grade. Pada folikel sel normal

adalah polyclonal, sedangkan pada sel limfoma monoclonal dengan bentuk morfologi

seragam dan mengekspresi sel imonoglobulin yang sama yaitu light chain. Limfoma

yang berasal dari sel-B dapat diidentifikasi dengan monoclonal antibody yang spesifik

untuk sel-B seperti CD19, CD20, CD22 dan CD79a. Sel-B limfoma juga mempunyai

komponen immmunophenotype tersendiri sehingga membutuhkan multiparameter

analisis. Small B-cell lymphoma terdiri dari B-CLL/SLL (B-cell chronic lymphocytic

leukemia/small lymphocytic lymphoma), LPL (Lymphoplasmacytic lymphoma),

MCL (Mantle cell lymphoma), FL (Follicular lymphoma), MZL (nodal marginal zone

B-cell lymphoma) diidentifikasi dengan monoclonal antibody CD5, CD10, CD23,

CD43, slg, cytolg, bcl-1 dan bcl-6. Tetapi tidak satu antigen spesifik untuk stu jenis

limfoma sehingga sangat dibutuhkan panel antibodi. Tipe dari sel-B limfoma penting

untuk prognosis dan pengobatan.

Selain dari limfoma yang homogen, ditemukan juga pada limfoma sel-B

dengan adanya sel-T yang reaktif. Karena pada folikel limfoid normal dijumpai helper

T cell dan sel dentritik. T-cell yang dominan CD4+ helper cell yang mensekresi

sitokin yang mengaktifasi sel-B. Sehingga pada limfoma sel-B dapat dijumpai sel-T

dalam jumlah yang besar yang disebut T-cell rich B cell Lymphoma. Ini juga akan

menyebabkan misinterpretasi dari immunophenotype.

Pada klasifikasi WHO dibedakan 2 kategori besar dari limfoma sel-B dan sel-

T yaitu precursor dan mature. Precursor B dan T –cell lymphoma, termasuk

limfoblastik limfoma dan leukemia berasal dari sel progenitor yang belum diaktifasi

oleh antigen dan masih dalam stadium yang belum berdiferensiasi, limfoma lainnya

termasuk mature B cell lymphoma. Berbagai tipe yang mature dinamai tergantung

asal lokasi selnya (mantle cell lymphoma), fungsi sistem imun (MALT lymphoma),

lokasinya (mediastinal large B cell Lymphoma), dari nama klinik (Burkitt

Lymphoma, Mycosis fungoides). Limfoma berasal dari sel germinal center adalah

Follicular center cell lymphoma bisa berkembang menjadi nodular dan difus. Jenis

follicular lymphoma dan follicular center cell lymphoma berbeda tapi sering

dikelirukan. Follicular lymphoma adalah limfoma sel-B terdiri dari cleaved dan non-

cleaved sel-B dengan pertumbuhan nodular.2

Sedangkan follicular center cell lymphoma berasal dari folikel baik sel-B

cleaved maupun non-cleaved dengan gambaran noduler maupun difus. Pada

Page 7 of 19

Page 8: Limfoma

klasifikasi WHO terminologi follicular lymphoma merupakan suatu diagnosis bukan

hanya karena bentuk (nodular) tapi tipe selnya. Seperti bagian suatu diagnosis

follicular lymphoma dengan bentuk yang spesifik, nodular, dengan atau tanpa bagian

difus.

Limfoma sel-B sangat bervariasi terdiri dari sel kecil dan sel besar, sehingga

bersifat low-grade sampai high-grade. Terminologi grade berdasarkan pada bentuk

dan ukuran sel, inti sel, densitas kromatin, jumlah mitosis (index proliferasi), yang

dapat menggambarkan agresifitas tumor, dan sifat biologis klinis. Walau

bagaimanapun agresifitas tumor dan grade tumor tidak selalu sama. Beberapa

limfoma mempunyai sifat agresifitas tinggi seperti limfoma sel mantle dapat muncul

secara histologi sebagai low-grade. Limfoma yang mengandung sel kecil, tidak

teraktifasi dengan gambaran bentuk dan ukuran limfosit yang matur paling banyak

dijumpai di daerah Barat dan paling banyak pada orang yang lebih tua. Sebagian

limfoma sel-B dikenali dengan gambaran histologi follicular pada follicular

lymphoma merupakan limfoma sel-B, merupakan limfoma dengan patogenitas

tertentu misalnya sering dengan imunodefisiensi. Keterlibatan bone marrow dan darah

perifer yang muncul dengan klinis limfoma/leukemia berhubungan dengan proporsi

yang bervariasi tergantung tipe sel dan stadium penyakitnya.4

E. Stadium Penyakit.

Pada penyakit ini dibedakan 2 macam staging :

Clinical staging

Staging dilakukan secara klinis saja tentang ada tidaknya kelainan organ tubuh.

Pathological staging.

Penentuan stadium juga didukung dengan adanya kelainan histopatologis pada jaringan yang

abnormal. Pathological staging ini dinyatakan pula pada hasil biopsi organ, yaitu : hepar,

paru, sumsum tulang, kelenjar, limpa, pleura, tulang, kulit.

Page 8 of 19

Page 9: Limfoma

Staging yang dianut saat ini adalah staging menurut Ann Arbor yang di modifikasi sesuai

konferensi Cotswald.

F. Gambaran Klinis

Penyakit Hodgkin biasanya timbul sebagai penyakit local dan kemudian

menyebar ke struktur limfoid didekatnya dan akhirnya meluas ke jaringan non limfoid

dengan kemungkinan kematian pasien. Pasien penyakit Hodgkin umumnya datang

dengan adanya massa atau kelompok kelenjar limfe yang padat, mudah digerakkan

dan biasanya tidak nyeri tekan. Sekitar separuh pasien datang dengan adenopati di

leher atau daerah supraklavikula dan lebih dari 70 persen pasien datang dengan

pembesaran kelenjar getah bening superfisial. Karena kelenjar tersebut umumnya

tidak nyeri, maka deteksi oleh pasien mungkin terlambat sampai kelenjar limfe cukup

besar. Sekitar 60 persen pasien datang dengan adenopati mediastinum. Hal ini

kadang-kadang pertama kali dideteksi pada pemeriksaan sinar-x toraks rutin. Kelenjar

limfe yang terkena pada penyakit Hodgkin cenderung sentripetal atau aksial dan

berlainan dengan yang terkena pada limfoma non Hodgkin yang memperlihatkan

Page 9 of 19

Tabel 2, Staging menurut system Ann Arbor modifikasi Costwald.

Page 10: Limfoma

kecenderungan sentrifugal mengenai kelenjar limfe epitroklear, cincin waldeyer dan

abdomen.

Pada 2-5 persen pasien, kelenjar limfe atau jaringan lain yang terkena penyakit

Hodgkin dapat tersa nyeri setelah minum minuman beralkohol. Pertumbuhan kelenjar

limfe cukup bervariasi, beberapa lesi dapat menetap dalam jangka lama, sedangkan

pada kelenjar yang lain terjadi regresi spontan dan temporer.

Sebagian besar pasien penyakit Hodgkin tidak atau sedikit mengalami gejla

yang berkaitan dengan penyakitnya. Gejala terssering adalah demam ringan yang

mungkin disertai keringat malam. Untuk sebagian pasien, keringat malam mungkin

merupakan satu-satunya keluhan. Beberapa pasien mungkin mengalami demam naik

turun disertai banyak keringat malam (demam Pel-Epstein). Demam ini dapat

menetap selama beberapa minggu, diikuti oleh interval afebris. Demam dan keringat

malam lebih sering ditemukan pada pasien tua dan pada pasien dengan penyakit

stadium lanjut.

Gejala awal penting lainnya adalah penurunan berat badan lebih dari 10 persen

dalam 6 bulan atau kurang tanpa sebab yang jelas. Gejala lain yang sering ditemukan

adalah rasa lemah, malaise dan cepat lelah. Pruritus terdapat pada sekitar 10n persen

pasien pada saat diagnosis, gejala ini biasanya generalisata dan mungkin berkaitan

dengan ruam kulit atau walaupun jarang merupakan satu-satunya gejala penyakit.

Kelainan mediastinum, paru, pleura atau pericardium mungkin disertai batuk,

nyeri dada, sesak napas atau osteoartropi hipertrofik, keterlibatan tulang mungkin

disertai nyeri tulang. Kadang-kadng pasien datang dengan gejala sumbatan vena kava

superior sebagai gejala awal. Kompresi mendadak korda spinalis dapat merupakan

gejala awal tetapi biasanya merupakan penyulit penyakit progresif stadium lanjut.

Nyeri kepala atau gangguan penglihatan dapat ditemukan pada pasien dengan

penyakit Hodgkin intrakranium dan ketrlibatan abdomen menimbulkan nyeri

abdomen, gangguan usus dan bahkan asites.

Tabel 3, Tanda dan Gejala limfoma7

Gejala PenyebabKemungkinan timbulnya gejala

Gangguan pernafasanPembengkakan wajah

Pembesaran kelenjar getah bening di dada

20-30%

Hilang nafsu makanSembelit beratNyeri perut atau perut

Pembesaran kelenjar getah bening di perut

30-40%

Page 10 of 19

Page 11: Limfoma

kembung

Pembengkakan tungkaiPenyumbatan pembuluh getah bening di selangkangan atau perut

10%

Penurunan berat badanDiareMalabsorbsi

Penyebaran limfoma ke usus halus 10%>

Pengumpulan cairan di sekitar paru-paru(efusi pleura)

Penyumbatan pembuluh getah bening di dalam dada

20-30%

Daerah kehitaman dan menebal di kulit yang terasa gatal

Penyebaran limfoma ke kulit 10-20%

Penurunan berat badanDemamKeringat di malam hari

Penyebaran limfoma ke seluruh tubuh 50-60%

Anemia(berkurangnya jumlah sel darah merah)

Perdarahan ke dalam saluran pencernaanPenghancuran sel darah merah oleh limpa yang membesar & terlalu aktifPenghancuran sel darah merah oleh antibodi abnormal (anemia hemolitik)Penghancuran sumsum tulang karena penyebaran limfomaKetidakmampuan sumsum tulang untuk menghasilkan sejumlah sel darah merah karena obat atau terapi penyinaran

30%, pada akhirnya bisa mencapai 100%

Mudah terinfeksi oleh bakteri

Penyebaran ke sumsum tulang dan kelenjar getah bening, menyebabkan berkurangnya pembentukan antibodi

20-30%

G. PENATALAKSANAAN

Terapi dapat dilihat dari beberapa aspek:

a. Penyakit yang sudah atau belum pernah diobati.

b. Penyakit yang dini (st I+II) atau yang sudah lanjut (st III+IV)

c. Akan memakai sarana-terapi-tunggal (radioterapi atau kemoterapi saja) atau

sarana terapi kombinasi (sarana terapi kombinasi bukan kemoterapi-

kombinasi).

Kemoterapi penyakit ini dapat kemoterapi tunggal (memakai satu obat),

kemoterapi kombinasi (memakai banyak obat) dan akhir-akhir ini dikembangkan

kemoterapi dosis tinggi plus pencangkokan Stem Cell Autologus untuk rescue

Page 11 of 19

Page 12: Limfoma

(penyelamatan) aplasi system darah yang diakibatkan oleh kemoterapi dosis tinggi

tadi. (KDT + rPSC autologus).

I. Kasus-kasus yang sebelumnya belum pernah diobati (terapi awal)

I.1 Radioterapi saja.

Secara histories radioterapi saja dapat kuratif untuk penyakit Hodgkin dini (st

I+II) A. kurabilitasnya menurun bila ada penyakit dibawah diafragma, karena itu

untuk stadium IA dan IIA yang direncanakan akan diberi terapi radiasi kuratif saja

perlu dilakukan staging laparotomy untuk memastikan ada tidaknya lesi dibawah

diafragma. Bila ada lesi di bawah diafragma maka radioterapi saja tidak cukupperlu

ditambah dengan kemoterapi. Apabila bila ada tanda-tanda prognosis yang buruk

seperti : B symptoms dan bulky tumor, perlu kombinasi radioterapi + kemoterapi

(kombinasi sarana pengobatan = combined modality therapy) karena radioterapi saja

tidak lagi kuratif. Untuk kemoterapinya biasanya MOPP 6x dianggap cukup sebagai

adjuvan (tambahan) pada radioterapi. Bila tidak ada lesi dibawah diafragma

(dibuktikan dengan staging-laparotomy) untuk stadium IA diberikan radioterapi

extended field, untuk stadium IIA diberikan total nodal irradiation (TNI),dianggap

cukup kuratif.

I.2. Kombinasi radioterapi + kemoterapi.

Untuk semua keadaan dimana ada penyakit dibawah diafragma radioterapi

harus ditambah dengan kemoterapi adjuvant, baru dianggap kuratif. Terapi dengan

kombinasi modalitas ini juga diindikasikan bila penyakitnya stadium IIA tetapi pasien

menolak laparotomi atau memang tidak akan dilakukan laparotomi karena ada

kontraindikasi.

Untuk stadium yang lanjut (st III dan IV) terapi kuratif utama adalah

kemoterapi. Kalau ada lesi yang besar (bulky mass) dengan tambahan huruf X pada

Page 12 of 19

Page 13: Limfoma

stadiumnya, maka pada tempat ini ditambahkan radioterapi adjuvant dosis kuratif,

sesudah kemoterapi.

Kombinasi radio + kemoterapi ini juga dianjurkan pada mereka yang

menunjukkan tanda-tanda prognosis yang buruk, yaitu : 1. Massa mediastinum yang

besar. 2. B-symtoms. 3. kelainan dihilus paru. 4. histologinya bukan Lymphocytic

predominant dan 5. Stadium ≥ III.

I.3. Kemoterapi

Semula kemoterapi sebagai terapi utama diberikan untuk stadium III dan IV

saja, namun sering terjadi relaps, terutama bila ada bulky mass karena itu untuk

tempat-tempat yang lesinya bulky sesudah kemoterapi perlu radioterapi adjuvant pada

tempat yang semula ada bulky mass tadi. Dengan cara ini angka kesembuhan nya

cukup tinggi. Banyak ahli Onkologi Medis memberi kemoterapi sebagai terapi utama

sejak stadium II ditambah dengan radioterapi adjuvant pada bulky mass, dengan

demikian keperluan staging laparotomy makin sedikit, bahkan tidak diperlukan lagi

karena tindakan ini terlalu invasif, sedangkan hasilnya sama saja, namun masih ada

silang pendapat terutama antara ahli radioterapi dengan ahli onkologi medis.

Banyak regimen kemoterapi yang dibuat untuk penyakit Hodgkin. Ada yang

mengunakan alkylating agent, ada yang tidak. Alkylating agent dicurigai sebagai

penyebab timbulnya kanker sekunder dan sterilitas. Adrianisin menyebabkan kelainan

jantung; Bleomisin kelainan paru; terutama bila dikombinasikan dengan radioterapi

mediastinum.

Regimen-regimen yang kuratif selalu menggunakan kombinasi obat. Regimen yang

menggunakan alkylating agent, misalnya :

MOPP : -M = Mustard nitrogen 6mg/sqm i.v. hari ke 1,8

- O = Onkovin = Vinkristin 1,2 mg/sqm i.v. hari ke 1,8

- P = Prokarbazin 100 mg/sqm p.o hari ke 1-14

Page 13 of 19

Page 14: Limfoma

- P = Prednison 40 mg/sqm p.o. hari ke 1-14 diulang selang 28 hari bila memenuhi

syarat.

Modifikasi regimen MOPP ini juga ada yaitu COPP dan LOPP.

Pada COPP M diganti dengan C + Cyclophosphamide 800 mg/sqm i.v. hari

ke 1,8 atau 3x50 mg/sqm p.o. dd hari ke 1-14. sedangkan pada LOPP M diganti

dengan L + Leukeren = Chlorambucil 8 mg/sm dd p.o. hari ke1-14.

Regimen yang tanpa alkylating agent misalnya ABVD atau ABV saja.

A = Adriamisin 25 mg/sqm i.v. hari ke 1 dan 14

B = Bleomisin 10 mg/sqm i.v. hari ke 1 dan 14

V = Vinblastin 6 mg/sqm i.v. hari ke 1 dan 14

(D)= DTIC 150 mg/sqm i.v. hari ke 1-5 diulang selang 4 minggu

Jadi kedua regimen itu dipakai sebagai terapi awal. Kedua regimen itu tidak

cross resistant. Sesuai dengan hipotesis dari Goldie dan Coldman dapat dipakai

MOPP dulu, atau ABV(D) dulu atau begantian MOPP-ABVD-MOPP-ABVD dst atau

regimen hibrida MOPP-ABV(D), hasilnya sama baik, namun masih ada silang

pendapat.

II. Terapi kasus yang telah diobati sebelumnya

Disini dimaksudkan terapi untuk kasus yang relaps, refrakter sejak terapi awal,

atau setelah diobati beberapa kali. Kadang-kadang MOPP atau ABVD masih dapat

dipakai untuk mendapatkan remisi karena dua regimen ini non-cross-resistant, namun

angka remisinya kecil dan cepat kambuh lagi. Kalau kedua regimen baku itu tidak

dapat menolong lagi dipakai regimen-regimen lain yang digolongkan dalam salvage-

therapy (= terapi penyelamatan). Jadi salvage kemoterapi diberikan untuk mereka

yang :

1. mengalami relaps sesudah remisi lengkap

2. resistant terhadap terapi

Page 14 of 19

Page 15: Limfoma

Tabel beberapa regimen untuk salvage therapy (second line therapy pada Limfoma

Hodgkin dan Non-Hodgkin yang Relaps atau Resistant)

V = Vinblastin 6 mg/sqm i.v. tiap 3 minggu

A = Adrianmisin 40 mg/sqm i.v. tiap 3 minggu

B = Bleomisin 15 U 1-v- tiap minggu sekali

C = Lomustin (CCNU) 80 mg/sqm p.o. tiap 6 minggu

D = Dakarbasin 800 mg/sqm i-v- tiap 3 minggu

C = Lomustin (CCNU) 80 mg/sqm p.o. hari ke 1

E = Etoposid 100 mg/sqm p.o. hari ke 1

P = Prednimustin 60 mg/sqm i.v.hari ke 1, diberi selang 3-6minggu

E = Etoposid 200 mg/sqm p.o. hari ke 1-5

V = Vinkristin 2 mg/sqm i.v. hari ke 1

A = Adriamisin 20 mg/sqm i.v. hari ke 1, diberi selang 3 minggu

M = Metil-GAG 500 mg/sqm i.v. hari ke 1-14

I = Ifosfamid 1 gram/sqm i.v. hari ke 1-5

M = Metotreksat 30 mg/sqm i.v. hari ke 3

E = Etoposid 100 mg/sqm i.v. hari ke 1-4, diberi selang 3 minggu

C = Lomustin 100 mg/sqm p.o. hari ke 1

E = Etoposid 100 mg/sqm h. ke 1-3 dan 21-23

M = Metotreksat 30 mg/sqm p.o. hari ke 1,8,21,28, diberi selang 6 minggu

Page 15 of 19

Page 16: Limfoma

M = Metotreksat 30 mg/sqm i.v. tiap 6 jam selama 4 hari mulai hari ke1 dan 8 dengan

rescue

C = Siklofosfamid 750 mg/sqm i.v.h. ke 15

H = Doksorubisin 50 mg/sqm i.v.h ke 15

O = Vinkristin 1 mg/sqm i.v. hari ke 15 dan 22

P = Prednison 100 mg/sqm p.o. hari ke 22-26, diberi selang 4 minggu

E = Etoposid 120 mg/sqm i.v. hari ke 1,8,15

V = Vinblastin 4 mg/sqm i.v. hari ke 1,8,15

A = Ara-C 30 mg/sqm i.v. hari ke 1,8,15

P = Platinum 40 mg/sqm i.v. hari ke 1,8,15, diulang selang 4 minggu

M = Metotreksat 120 mg/sqm i.v. hari ke 15 dan 22 plus rescue

O = Vinkristin 2 mg i.v.h. 15 dan 22

P = Prednison 60 mg/sqm p.o. hari ke 1-14

L = Leukovorin rescue

A = Ara-C 300 mg/sqm i.v. hari ke 15 dan 22

C = Siklofosfamid 750 mg/sqm i.v. hari ke 1

E = Etoposid 80 mg/sqm i.v. hari ke 1-3, diberi selang 4 minggu

Regimen-regimen salvage therapy antara lain adalah : VABCD, ABDIC,

CBVD, CEP, EVA, LVB, MIME, M-CHOP, CEM, EVAP, MOPLACE dll. (lihat

table IV). Kemajuan dibidang pencangkokan sumsum tulang atau selbakal (stem-

cell)-autologous memberikan dampak pula pada terapi limfoma yang resisten.

Pada kondisi ini diberikan kemoterapi yang dosisnya sangat tinggi hingga

timbul aplasi sumsum tulang (myeloablative chemotherapy), kemudian dilakukan

Page 16 of 19

Page 17: Limfoma

penyelamatan dengan pencangkokan sel bakal autologus yang diambil dari darah tepi

setelah sebelumnya diberi Hemopoetic Growth Factors.

Populasi yang memerlukan kemoterapi dosis sangat tinggi plus stem-cell

rescue (KDTrPSC) adalah penyakit Hodgkin yang sudah lanjut dengan disertai factor-

faktor prognosis buruk yaitu antara lain :

1. Mereka yang gagal mendapatkan complete remission (CR) atau partial (PR)

yang baik (stabil) (yang didefinisikan sebagai hal yang sangat mungkin karena

adanya fibrosis residu dengan terapi awal).

2. Mereka yang mengalami Progresive Disease (PD) saat terapi awal.

3. CR yang lamanya kurang dari 1 tahun

4. Relaps berulang (≥ 2x) tanpa melihat lamanya remisi

5. Adanya gejala-gejala B pada relaps yang pertama

6. Relaps sesudah sebelumnya mengalami stadium IV

Faktor-faktor tersebut diatas juga merupakan peramal hasil buruk dengan

pengobatan garis ke 2 (salvage therapy); mereka ini calon-calon yang baik untuk

KDTrPSC tersebut diatas. Mereka yang tanpa fakto-faktor buruk tersebut bila relaps

masih dapat dicoba dengan kemoterapi garis kedua untuk mendapatkan CR kedua,

namun kemungkinannya hanya 35% saja, sisanya akhirnya juga memerlukan

KDTrPSC; bahkan telah mulai diteliti penggunaan KDTrPSC sebagai terapi awal,

namun kesimpulannya masih belum ada.1

Page 17 of 19

Page 18: Limfoma

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Jadi, limfoma merupakan bentuk keganasan dari sel limfosit baik itu limfosit B

maupun limfosit T. Tanda dan gejalanya dimulai dari adanya limfadenopati atau

pembengkakan kelenjar getah bening, cepat lelah, demam, sering berkeringat pada malam

hari, berat badan menurun, nafsu makan menurun sampai dengan anemia. Limfoma atau

keganasan ini belum diketahui secara pasti penyebabnya dan bagaimana mekanisme

terjadinya.

Namun, penyakit ini dapat disembuhkan walaupun tidak 100% dengan cara

radioterapi dan juga kemoterapi. Oleh karena fungsi limfosit sebagai bagian dari sistem imun

tubuh, gangguan atau kelainan yang terjadi dapat menyebabkan kehilangan fungsi dari sel

limfosit itu sendiri dan akhirnya antigen dan zat asing akan lebih mudah masuk karena

kehilangan sistem penyaringnya.

Page 18 of 19

Page 19: Limfoma

DAFTAR PUSTAKA

1. Tambunan W G Dr, Handojo M, et al. Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis

Kanker Terbanyak di Indonesia. Cetakan III. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC. Jakarta, 1995.

2. Diehl V, et al : Characteristic of Hodgkin’s disease derived cell lines cancer treat.

Rep. 66: 615, 1982

3. Vianna N J, and Polan, A K : Epidemiologic evidence for transmission of Hodgkin’s

disease N. Engl J. Med. 289-499, 1973

4. Stephen J. McPhee dan William F, Ganong. 2007. Patofisiologi Penyakit : Pengantar

Menuju Kedokteran Klinis, Edisi 5. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

5. Noer HMS, Waspadji S, Rachman AM, dkk. 2000. Buku ajar ilmu penyakit dalam.

Jilid II. Edisi 3. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : Balai penerbit FKUI,

6. Isselbacher K.J, Braunwald E, Asdie H Dr Prof, et al. 2005. HARRISON Prinsip-

prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 4. Edisi 13. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC

7. Lennert K, Mohri N. Histopathology and Diagnosis of non-Hodgkin Lymphomas.

Dalam: Malignant Lymphoma other than Hodgkin's Disease, eds. Lennert K, H. Stein,

N. Mohri, E. Kaiserling, UK Muller-Hemerlink. New York: Springer-Verlag : 111-

469. 2000

Page 19 of 19