lbm 6 - dede

37
LBM 6 SGD 2 “DARAH SAAT BAB” Skenario: Seorang laki-laki, usia 30 tahun datang ke poli umum RSI Sultan Agung dengan keluhan buang air besar berdarah. Keluhan ini sudah sering di rasakan sejak 5 tahun yang lallu namun keluhan ini hilang sendiri. Selain itu penderita juga mengalami diare dan konstipasi secara bergantian. Penderita merasakan nafsu makan berkurang dan badan semakin kurus dalam kurun waktu 2 tahun terakhir. Riwayat penderita tidak suka makan sayur. Dari pemeriksaan fisik , didapatkan KU: Comppos mentis, tanda-tanda anemia +, rectal toucher didapatkan anoperineal mukosa berbenjol-benjol dan rapuh , pada sarung tangan didapatkan darah, lendir dan jaringan nekrotik. Oleh dokter yang memeriksa disarankan untuk melakukan pemeriksaan penunjang lanjutan dan merujuk ke spesialis bedah digestif. Step 7 Anatomi dan histologi colon 1. Ca colon Definisi suatu bentuk keganasan dari masaabnormal/neoplasma yang muncul dari jaringan epithelial daricolon (Brooker, 2001 : 72) Kanker kolon adalah suatu bentuk keganasan dari masaabnormal/neoplasma yang muncul

Upload: diaii

Post on 12-Sep-2015

287 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

modul pencernaan

TRANSCRIPT

LBM 6 SGD 2DARAH SAAT BAB

Skenario: Seorang laki-laki, usia 30 tahun datang ke poli umum RSI Sultan Agung dengan keluhan buang air besar berdarah. Keluhan ini sudah sering di rasakan sejak 5 tahun yang lallu namun keluhan ini hilang sendiri. Selain itu penderita juga mengalami diare dan konstipasi secara bergantian. Penderita merasakan nafsu makan berkurang dan badan semakin kurus dalam kurun waktu 2 tahun terakhir. Riwayat penderita tidak suka makan sayur. Dari pemeriksaan fisik , didapatkan KU: Comppos mentis, tanda-tanda anemia +, rectal toucher didapatkan anoperineal mukosa berbenjol-benjol dan rapuh , pada sarung tangan didapatkan darah, lendir dan jaringan nekrotik. Oleh dokter yang memeriksa disarankan untuk melakukan pemeriksaan penunjang lanjutan dan merujuk ke spesialis bedah digestif.Step 7Anatomi dan histologi colon

1. Ca colon

Definisi

suatu bentuk keganasandari masaabnormal/neoplasma yang muncul dari jaringan epithelial daricolon (Brooker, 2001 : 72)Kanker kolon adalah suatu bentuk keganasan dari masaabnormal/neoplasma yang muncul dari jaringan epithelial daricolon (Brooker, 2001 : 72).Kanker kolon/usus besar adalah tumbuhnya sel kankeryang ganas di dalam permukaan usus besar atau rektum (Boyle& Langman, 2000 : 805).Kanker kolon adalah pertumbuhan sel yang bersifat ganasyang tumbuh pada kolon dan menginvasi jaringan sekitarnya(Tambayong, 2000 : 143).Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulanbahwa kanker kolon adalah suatu pertumbuhan tumor yangbersifat ganas dan merusak sel DNA dan jaringan sehat disekitarkolon (usus besar).

Etiologi1. Diet : kebiasaan mengkonsumsi makanan yang rendah serat(sayur-sayuran, buah-buahan), kebiasaan makan makananberlemak tinggi dan sumber protein hewani.2. Kelainan kolon

Adenoma di kolon : degenerasi maligna menjadiadenokarsinoma.

Familial poliposis : polip di usus mengalami degenerasimaligna menjadi karsinoma. Kondisi ulserativePenderita colitis ulserativa menahun mempunyai risikoterkena karsinoma kolon.3. GenetikAnak yang berasal dari orangtua yang menderitakarsinoma kolon mempunyai frekuensi 3 kali lebih banyakdaripada anak anak yang orangtuanya sehat (FKUI, 2001 :207).

Klasifikasi STADIUMDUKESTNMDERAJATDESKRIPSI HISTOPATOLOGIS

A.T1NOMO1Kanker terbatas pd mukosa atua submukosa

B1T2NOMO1Kanker mencapai muscularis mukosa

B2T3N0M02Kanker cenderung masuk ke lapisan serosa

CTXN1M03Tumor menjalar ke KGB Regional

DTXNXM14Metastasis ke organ lain

Tumor (T) : mengacu pada tumor primer.

N (Nodes) : merupakan keterlibatan kelenjar getah bening regional dan dapat juga peringkat 0-4.

Metastasis : diwakili oleh huruf M; 0 jika tidak terjadi metastasis; 1 jika terjadi metastasis.

Stadium 1 : Kanker terjadi di dalam dinding kolonStadium 2 : Kanker telah menyebar hingga ke lapisan otot kolonStadium 3 : Kanker telah menyebar ke kelenjar-kelenjar limfaStadium 4 : Kanker telah menyebar ke organ-organ lain

Klasifikasi kanker kolon menurut modifikasi DUKES adalahsebagai berikut (FKUI, 2001 : 209) :A:kanker hanyaterbataspadamukosadanbelumadametastasis.B1:kankertelahmenginfiltrasilapisanmuskularismukosa.B2:kanker telah menembus lapisan muskularissampai lapisanpropria.C1:kanker telahmengadakan metastasis ke kelenjar getahbening sebanyak satu sampai empat buah.C2:kankertelahmengadakanmetastasiskekelenjargetahbening lebih dari 5 buah.D:kanker telah mengadakan metastasisregional tahaplanjut dan penyebaran yang luas & tidak dapat dioperasilagi.

Stadium pada pasien kanker kolon menurut Syamsu Hidyat (1197) diantaranya:

1.Stadium I bila keberadaan sel-sel kanker masih sebatas pada lapisan dinding usus besar (lapisan mukosa).

2.Stadium II terjadi saat sel-sel kanker sudah masuk ke jaringan otot di bawah lapisan mukosa.

3.Pada stadium III sel kanker sudah menyebur ke sebagian kelenjar limfe yang banyak terdapat di sekitar usus.

4.Stadium IV terjadi saat sel-sel kanker sudah menyerang seluruh kelenjar limfe atau bahkan ke organ-organ lain.

Patofisiologi

Tumor terjadi ditempat yang berada dalam colon mengikuti kira-kira pada bagian (Sthrock, 1991):

26 % pada caecum dan ascending colon

10 % pada transfersum colon

15 % pada desending colon

20 % pada sigmoid colon

30 % pada rectum

Gambar dibawah ini menggambarkan terjadinya kanker pada sigmoid dan colon kanan dan mengurangi timbulnya penyakit pada rektum dalam waktu 30 tahun (Sthrock).

Karsinoma Colon sebagian besar menghasilkan adenomatus polip. Biasanya tumor ini tumbuh tidak terdeteksi sampai gejala-gejala muncul secara berlahan dan tampak membahayakan. Penyakit ini menyebar dalam beberapa metode. Tumor mungkin menyebar dalam tempat tertentu pada lapisan dalam di perut,mencapai serosa dan mesenterik fat. Kemudian tumor mulai melekat pada organ yang ada disekitarnya, kemudian meluas kedalam lumen pada usus besar atau menyebar ke limpa atau pada sistem sirkulasi. Sistem sirkulasi ini langsung masuk dari tumor utama melewati pembuluh darah pada usus besar melalui limpa, setelah sel tumor masuk pada sistem sirkulasi,biasanya sel bergerak menuju liver.

Tempat yang kedua adalah tempat yang jauh kemudian metastase ke paru-paru. Tempat metastase yang lain termasuk :

Kelenjar Adrenalin

Ginjal

Kulit

Tulang

Otak

Penambahan untuk infeksi secara langsung dan menyebar melalui limpa dan sistem sirkulasi tumor colon juga dapat menyebar pada bagian peritonial sebelum pembedahan tumor belum dilakukan. Penyebaran terjadi ketika tumor dihilangkan dan sel kanker dari tumor pecah menuju ke rongga peritonial.

Manifestasi klinis Karsinoma colon dan rectum dapat menyebabkan ulserasi, atau perdarahan, menimbulkan obstruksi bila membesar, atau menembus (invasi) keseluruh dinding usus dan kelenjar-kelenjar regional. Kadang-kadang bisa terjadi perforasi dan menimbulkan abses di peritonium. Keluhan dan gejala tergantung juga dari lokasi dan besarnya tumor.

2.5.1. Karsinoma Colon Sebelah Kanan

Penting untuk diketahui bahwa umumnya pasien dengan karsinoma pada caecum atau pada ascending colon biasanya memperlihatkan gejala nonspesifik seperti kekurangan zat besi (anemia). Kejadian anemia ini biasanya meningkatkan kemungkinan terjadinya karsinoma colon yang belum terdeteksi, yang lebih cenderung berada di proksimal daripada di colon distal. Beberapa tanda gejala yang terlihat yaitu berat badan yang menurun dan sakit perut pada bagian bawah yang relatif sering, tetapi jarang terjadi pendarahan di anus. Pada 50-60% pasien terdapat massa yang teraba di sisi kanan perut.35

2.5.2. Karsinoma colon sebelah kiri

Jika karsinoma terletak pada bagian distal, maka kemungkinan besar akan ada gangguan pada kebiasaan buang air besar, serta adanya darah di feses. Beberapa karsinoma pada transversa colon dan colon sigmoid dapat teraba melalui dinding perut. Karsinoma sebelah kiri lebih cepat menimbulkan obstruksi, sehingga terjadi obstipasi. Tidak jarang timbul diare paradoksikal, karena tinja yang masih encer dipaksa melewati daerah obstruksi partial 2.5.3. Karsinoma Rectum

Sering terjadi gangguan defekasi, misalnya konstipasi atau diare. Sering terjadi perdarahan yang segar dan sering bercampur lendir, berat badan menurun. Perlu diketahui bahwa rasa nyeri tidak biasa timbul pada kanker rectum. Kadang-kadang menimbulkan tenesmus dan sering merupakan gejala utama.

Faktor resiko Penegakkan diagnosis

a.1. Anamnesis yang teliti

Meliputi perubahan pola kebiasaan defekasi, baik berupa diare ataupun konstipasi (change of bowel habit), perdarahan per anum (darah segar), penurunan berat badan, faktor predisposisi (risk factor), riwayat kanker dalam keluarga, riwayat polip usus, riwayat colitis ulserosa, riwayat kanker payudara/ovarium, uretero sigmoidostomi, serta kebiasaan makan (rendah serat, banyak lemak).

a.2. Pemeriksaan Fisik

Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah adanya perubahan pola buang air besar (change of bowel habits), bisa diare bisa juga obstipasi. Semakin distal letak tumor semakin jelas gejala yang ditimbulkan karena semakin ke distal feses semakin keras dan sulit dikeluarkan akibat lumen yang menyempit, bahkan bisa disertai nyeri dan perdarahan, bisa jelas atau samar. Warna perdarahan sangat bervariasi, merah terang, purple, mahogany, dan kadang kala merah kehitaman. Makin ke distal letak tumor warna merah makin pudar. Perdarahan sering disertai dengan lendir, kombinasi keduanya harus dicurigai adanya proses patologis pada colorectal. Selain itu, pemeriksaan fisik lainnya yaitu adanya massa yang teraba pada fossa iliaca dextra dan secara perlahan makin lama makin membesar. Penurunan berat badan sering terjadi pada fase lanjut, dan 5% kasus sudah metastasis jauh ke hepar a.3. Pemeriksaan laboratorium

Meliputi pemeriksaan tinja apakah ada darah secara makroskopis/mikroskopis atau ada darah samar (occult blood) serta pemeriksaan CEA (carcino embryonic antigen). Kadar yang dianggap normal adalah 2,5-5 ngr/ml. Kadar CEA dapat meninggi pada tumor epitelial dan mesenkimal, emfisema paru, sirhosis hepatis, hepatitis, perlemakan hati, pankreatitis, colitis ulserosa, penyakit crohn, tukak peptik, serta pada orang sehat yang merokok. Peranan penting dari CEA adalah bila diagnosis karsinoma colorectal sudah ditegakkan dan ternyata CEA meninggi yang kemudian menurun setelah operasi maka CEA penting untuk tindak lanjut.

a.4. Double-contrast barium enema (DCBE)

Pemeriksaan dengan barium enema dapat dilakukan dengan Single contras procedure (barium saja) atau Double contras procedure (udara dan barium). Kombinasi udara dan barium menghasilkan visualisasi mukosa yang lebih detail. Akan tetapi barium enema hanya bisa mendeteksi lesi yang signifikan (lebih dari 1 cm).42 DCBE memiliki spesifisitas untuk adenoma yang besar 96% dengan nilai prediksi negatif 98%. Metode ini kurang efektif untuk mendeteksi polips di rectosigmoid-colon. Angka kejadian perforasi pada DCBE 1/25.000 sedangkan pada Single Contras Barium Enema (SCBE) 1/10.000.43

a.5. Flexible Sigmoidoscopy

Flexible Sigmoidoscopy (FS) merupakan bagian dari endoskopi yang dapat dilakukan pada rectum dan bagian bawah dari colon sampai jarak 60 cm (sigmoid) tanpa dilakukan sedasi. Prosedur ini sekaligus dapat melakukan biopsi. Hasilnya terbukti dapat mengurangi mortalitas akibat karsinoma colorectal hingga 60%-80% dan memiliki sensistivitas yang hampir sama dengan colonoscopy 60%-70% untuk mendeteksi karsinoma colorectal. Walaupun jarang, FS juga mengandung resiko terjadinya perforasi 1/20.000 pemeriksaan.42,44

Intepretasi hasil biopsi dapat menentukan apakah jaringan normal, prekarsinoma, atau jaringan karsinoma. American Cancer Society (ACS) merekomendasikan untuk dilakukan colonoscopy apabila ditemukan jaringan adenoma pada pemeriksaan FS. Sedangkan hasil yang negatif pada pemeriksaan FS, dilakukan pemeriksaan ulang setelah 5 tahun.44

a.6. Endoscopy dan biopsi

Endoscopy dapat dikerjakan dengan rigid endoscope untuk kelainan-kelainan sampai 25 cm 30 cm, dengan fibrescope untuk semua kelainan dari rectum sampai caecum. Biopsi diperlukan untuk menentukan secara patologis anatomis jenis tumor.39

a.7. Colonoscopy

Colonoscopy adalah prosedur dengan menggunakan tabung fleksibel yang panjang dengan tujuan memeriksa seluruh bagian rectum dan usus besar. Colonoscopy umumnya dianggap lebih akurat daripada barium enema, terutama dalam mendeteksi polip kecil. Jika ditemukan polip pada usus besar, maka biasanya diangkat dengan menggunakan colonoscope dan dikirim ke ahli patologi untuk kemudian diperiksa jenis kankernya.38

Tingkat sensitivitas colonoscopy dalam mendiagnosis adenokarsinoma atau polip colorectal adalah 95%. Namun tingkat kualitas dan kesempurnaan prosedur pemeriksaannya sangat tergantung pada persiapan colon, sedasi, dan kompetensi operator. Colonoskopi memiliki resiko dan komplikasi yang lebih besar dibandingkan FS. Angka kejadian perforasi pada skrining karsinoma colorectal antara 3-61/10.000 pemeriksaan, dan angka kejadian perdarahan sebesar 2-3/1.000 pemeriksaan.

a.8. Colok dubur

Pemeriksaan colok dubur dilakukan pada setiap penderita dengan tujuan untuk menentukan keutuhan spinkter ani, ukuran dan derajat fiksasi tumor pada rectum 1/3 tengah dan distal. Pada pemeriksaan colok dubur yang harus dinilai adalah pertama, keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rectum. Kedua, mobilitas tumor untuk mengetahui prospek terapi pembedahan. Ketiga, ekstensi penjalaran yang diukur dari ukuran tumor dan karakteristik pertumbuhan primer, mobilitas atau fiksasi lesi.

Penatalaksanaan b.1. Kemoprevensi

Obat Antiinflamatori Nonsteroid (OAIN) termasuk aspirin dianggap berhubungan dengan penurunan mortalitas kanker colorectal. Beberapa OAIN seperti sulindac dan celecoxib telah terbukti secara efektif menurunkan insidens berulangnya adenoma pada pasien dengan FAP (Familial Adenomatous Polyposis). Data epidemiologi menunjukkan adanya penurunan risiko kanker dikalangan pemakai OAIN namun bukti yang mendukung manfaat pemberian aspirin dan OAIN lainnya untuk mencegah kanker colorectal sporadik masih lemah.

b.2. Pembedahan

Tindakan yang paling sering dilakukan adalah hemikolektomi kanan, kolektomi transversal, hemikolektomi kiri atau reseksi anterior, dan reseksi abdominoperineal. Pembedahan sangat berhasil bila dilakukan pada pasien yang tidak mengalami metastasis. Pemeriksaan tindak lanjut dengan antigen embrionik adalah penanda yang sensitif untuk rekurensi tumor yang tidak terdeteksi. Daya tahan hidup 5 tahun adalah sekitar 50%.

Indikasi untuk hemikolektomi adalah tumor di caecum, colon ascenden, colon transversum, tetapi lesi di fleksura lienalis dan colon descenden di atasi dengan hemikolektomi kiri. Tumor di sigmoid dan rectum proksimal dapat diangkat dengan tindakan LAR (Low Anterior Resection). Angka mortalitas akibat operasi sekitar 5% tetapi bila operasi dikerjakan secara emergensi maka angka mortalitas menjadi lebih tinggi. Reseksi terhadap metastasis di hati dapat memberikan hasil 25-35% rata-rata masa bebas tumor (disease free survival rate).

b.3. Radiasi

Radiasi pra bedah hanya diberikan pada karsinoma rectum. Sementara itu, radiasi pasca bedah diberikan jika sel karsinoma telah menembus tunika muscularis propria, ada metastasis ke kelenjar limfe regional, atau apabila masih ada sisa-sisa sel karsinoma yang tertinggal akan tetapi belum ada metastasis jauh.

b.4. Kemoterapi

Kemoterapi diberikan apabila ada metastasis ke kelenjar regional (Dukes C), tumor telah menembus muskularis propria (Dukes B), atau tumor setelah dioperasi kemudian residif kembali.

Kemoterapi yang biasa diberikan pada penderita kanker colorectal adalah kemoterapi ajuvan. Sepertiga pasien yang menjalani operasi kuratif akan mengalami rekurensi. Kemoterapi ajuvan dimaksudkan untuk menurunkan tingkat rekurensi kanker colorectal setelah operasi. Pasien Dukes A jarang mengalami rekurensi sehingga tidak perlu terapi ajuvan. Pasien kanker colorectal Dukes C yang mendapat levamisol dan 5 FU secara signifikan meningkatkan harapan hidup dan masa interval bebas tumor (disease free interval). Kemoterapi ajuvan tidak berpengaruh pada kanker colorectal Dukes B.

Komplikasi 1.Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.

2.Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran langsung.

3.Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon yang menyebabkan hemorragi.

4.Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.

5.Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.

a.1. Anamnesis yang teliti

Meliputi perubahan pola kebiasaan defekasi, baik berupa diare ataupun konstipasi (change of bowel habit), perdarahan per anum (darah segar), penurunan berat badan, faktor predisposisi (risk factor), riwayat kanker dalam keluarga, riwayat polip usus, riwayat colitis ulserosa, riwayat kanker payudara/ovarium, uretero sigmoidostomi, serta kebiasaan makan (rendah serat, banyak lemak).

a.2. Pemeriksaan Fisik

Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah adanya perubahan pola buang air besar (change of bowel habits), bisa diare bisa juga obstipasi. Semakin distal letak tumor semakin jelas gejala yang ditimbulkan karena semakin ke distal feses semakin keras dan sulit dikeluarkan akibat lumen yang menyempit, bahkan bisa disertai nyeri dan perdarahan, bisa jelas atau samar. Warna perdarahan sangat bervariasi, merah terang, purple, mahogany, dan kadang kala merah kehitaman. Makin ke distal letak tumor warna merah makin pudar. Perdarahan sering disertai dengan lendir, kombinasi keduanya harus dicurigai adanya proses patologis pada colorectal. Selain itu, pemeriksaan fisik lainnya yaitu adanya massa yang teraba pada fossa iliaca dextra dan secara perlahan makin lama makin membesar. Penurunan berat badan sering terjadi pada fase lanjut, dan 5% kasus sudah metastasis jauh ke hepar a.3. Pemeriksaan laboratorium

Meliputi pemeriksaan tinja apakah ada darah secara makroskopis/mikroskopis atau ada darah samar (occult blood) serta pemeriksaan CEA (carcino embryonic antigen). Kadar yang dianggap normal adalah 2,5-5 ngr/ml. Kadar CEA dapat meninggi pada tumor epitelial dan mesenkimal, emfisema paru, sirhosis hepatis, hepatitis, perlemakan hati, pankreatitis, colitis ulserosa, penyakit crohn, tukak peptik, serta pada orang sehat yang merokok. Peranan penting dari CEA adalah bila diagnosis karsinoma colorectal sudah ditegakkan dan ternyata CEA meninggi yang kemudian menurun setelah operasi maka CEA penting untuk tindak lanjut.

a.4. Double-contrast barium enema (DCBE)

Pemeriksaan dengan barium enema dapat dilakukan dengan Single contras procedure (barium saja) atau Double contras procedure (udara dan barium). Kombinasi udara dan barium menghasilkan visualisasi mukosa yang lebih detail. Akan tetapi barium enema hanya bisa mendeteksi lesi yang signifikan (lebih dari 1 cm).42 DCBE memiliki spesifisitas untuk adenoma yang besar 96% dengan nilai prediksi negatif 98%. Metode ini kurang efektif untuk mendeteksi polips di rectosigmoid-colon. Angka kejadian perforasi pada DCBE 1/25.000 sedangkan pada Single Contras Barium Enema (SCBE) 1/10.000.43

a.5. Flexible Sigmoidoscopy

Flexible Sigmoidoscopy (FS) merupakan bagian dari endoskopi yang dapat dilakukan pada rectum dan bagian bawah dari colon sampai jarak 60 cm (sigmoid) tanpa dilakukan sedasi. Prosedur ini sekaligus dapat melakukan biopsi. Hasilnya terbukti dapat mengurangi mortalitas akibat karsinoma colorectal hingga 60%-80% dan memiliki sensistivitas yang hampir sama dengan colonoscopy 60%-70% untuk mendeteksi karsinoma colorectal. Walaupun jarang, FS juga mengandung resiko terjadinya perforasi 1/20.000 pemeriksaan.42,44

Intepretasi hasil biopsi dapat menentukan apakah jaringan normal, prekarsinoma, atau jaringan karsinoma. American Cancer Society (ACS) merekomendasikan untuk dilakukan colonoscopy apabila ditemukan jaringan adenoma pada pemeriksaan FS. Sedangkan hasil yang negatif pada pemeriksaan FS, dilakukan pemeriksaan ulang setelah 5 tahun.44

a.6. Endoscopy dan biopsi

Endoscopy dapat dikerjakan dengan rigid endoscope untuk kelainan-kelainan sampai 25 cm 30 cm, dengan fibrescope untuk semua kelainan dari rectum sampai caecum. Biopsi diperlukan untuk menentukan secara patologis anatomis jenis tumor.39

a.7. Colonoscopy

Colonoscopy adalah prosedur dengan menggunakan tabung fleksibel yang panjang dengan tujuan memeriksa seluruh bagian rectum dan usus besar. Colonoscopy umumnya dianggap lebih akurat daripada barium enema, terutama dalam mendeteksi polip kecil. Jika ditemukan polip pada usus besar, maka biasanya diangkat dengan menggunakan colonoscope dan dikirim ke ahli patologi untuk kemudian diperiksa jenis kankernya.38

Tingkat sensitivitas colonoscopy dalam mendiagnosis adenokarsinoma atau polip colorectal adalah 95%. Namun tingkat kualitas dan kesempurnaan prosedur pemeriksaannya sangat tergantung pada persiapan colon, sedasi, dan kompetensi operator. Colonoskopi memiliki resiko dan komplikasi yang lebih besar dibandingkan FS. Angka kejadian perforasi pada skrining karsinoma colorectal antara 3-61/10.000 pemeriksaan, dan angka kejadian perdarahan sebesar 2-3/1.000 pemeriksaan.

a.8. Colok dubur

Pemeriksaan colok dubur dilakukan pada setiap penderita dengan tujuan untuk menentukan keutuhan spinkter ani, ukuran dan derajat fiksasi tumor pada rectum 1/3 tengah dan distal. Pada pemeriksaan colok dubur yang harus dinilai adalah pertama, keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rectum. Kedua, mobilitas tumor untuk mengetahui prospek terapi pembedahan. Ketiga, ekstensi penjalaran yang diukur dari ukuran tumor dan karakteristik pertumbuhan primer, mobilitas atau fiksasi lesi.

DD

Skenario

Mengapa ditemukan benjolan dari anus ?

Pada Stadium lanjut mukosa berbenjol karena jaringan granulasi diselingi mukosa yang normal (cobble stone appearance) pada dasar ulkus karena rusaknya jaringan dan pembuluh darah dan disertai proliferasi kapiler dan miofibroblast.

Sumber : Patologi, EGC Mengapa ditemukan jaringan nekrotik ?Darah dan lendir

apabila penderita tidak suka makan sayur maka bahan karsinogen gampang masuk dan bisa menimbulkan massa pada colon serta menimbulkan karsinoma, Karsinoma (colon transversum batas flexura lienalis, colon descenden, sigmoid dan rectum) tumbuh berbentuk cincin menimbulkan napkin-ring. Pada permulaan, tumor tampak seperti massa berbentuk sesil, kemudian tumbuh berbentuk plak melingkar yang menimbulkan obstipasi. Kemudian bagian tengah mengalami ulserasi yang menimbulkan simtom diare, tinja campur lendir dan darah sehingga didapatkan BAB yang berdarah.

Jaringan nekrotik

Akibat adanya massa maka pembuluh darah disekitarnya akan mengalami penekanan dan kerusakan dari pembuluh darah tersebut dan mengalami perdarahan dan pada saat yang sama permukaanya akan ditutupi oleh lapisan fibrin, makrofag akan bermigrasi kedalamnya, membuang semua jaringan mati melalui fagositosis meninggalkan jarinangan nekrotik tersebut.

Sumber : Patologi, EGC Mengapa mengalami anemia?

Mengapa setiap BAB penderita mengeluarkan darah merah ? Dlm Skenario : BAB berdarah sudah sejak 5 tahun yang lalu, menandakan adanya suatu proses kronis. Dan ditambah pasien tidak suka makan sayur, padahal sayuran dan buah buahan mengandung selulosa dapat mencegah terjadinya kanker kolon melalui berbagai macam cara. Mekanisme selulosa sebagai antikanker juga disebabkan oleh peranannya dalam memperpendek waktu transit bolus di kolon dan meningkatkan pembentukan feses, sehingga akan menurunkan waktu kontak bahan karsinogen dengan mukosa kolon. Jadi apabila penderita tidak suka makan sayur maka bahan karsinogen gampang masuk dan bisa menimbulkan massa pada colon serta menimbulkan karsinoma, Karsinoma (colon transversum batas flexura lienalis, colon descenden, sigmoid dan rectum) tumbuh berbentuk cincin menimbulkan napkin-ring. Pada permulaan, tumor tampak seperti massa berbentuk sesil, kemudian tumbuh berbentuk plak melingkar yang menimbulkan obstipasi. Kemudian bagian tengah mengalami ulserasi yang menimbulkan simtom diare, tinja campur lendir dan darah sehingga didapatkan BAB yang berdarah. Sumber :

www.usu.ac.id Kovarik J, Svoboda VH, Higgins B. Conservative treatment of anorectal tumors. Strahlenther Onkol 1998; 174:

403-407

Apa hubungan tidak suka makan sayur dengan gangguan pencernaan ?

Selulosa sebagai salah satu serat polisakarida bagian dari dinding sel tanaman terutama ditemukan pada buah-buahan, sayur-sayuran, sereal dan padipadian. Konsumsi selulosa sering dikaitkan dengan rendahnya prevalensi kanker kolon. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa efek preventif selulosa terhadap karsinogenesis lebih besar bila dibandingkan dengan efek kuratifnya. Selulosa digolongkan sebagai serat yang tidak larut dalam air, sehingga bila dikonsumsi manusia tidak akan tercerna dengan baik. Di dalam usus besar, serat ini akan difermentasi oleh bakteri anaerob menghasilkan asam lemak rantai pendek seperti

asam butirat, asam asetat, dan asam propionat.

Selulosa dapat mencegah terjadinya kanker kolon melalui berbagai macam cara. Konsumsi selulosa terbukti memperhalus jalannya bolus di saluran cerna. Selain itu, mekanisme selulosa sebagai antikanker juga disebabkan oleh peranannya dalam memperpendek waktu transit bolus di kolon dan meningkatkan pembentukan feses, sehingga akan menurunkan waktu kontak bahan karsinogen dengan mukosa kolon. Sumber :

www.usu.ac.id Kovarik J, Svoboda VH, Higgins B. Conservative treatment of anorectal tumors. Strahlenther Onkol 1998; 174:

403-407