laptut mata sken 1 fix
DESCRIPTION
tutorial fk unsTRANSCRIPT
LAPORAN TUTORIAL
BLOK MATA SKENARIO I
Matanya Tenang.. Kok Visusnya Turun..??
KELOMPOK A8 :
Achmad Nurul Hidayat G0011003
Aprilisasi P.S. G0011031
Dea Saufika Najmi G0011063
Fitria Dewi Larassuci G0011097
Ines Aprilia Safitri G0011115
Risky Pratiwi P G0011177
Azamat Agus Sampurna G0011047
Gefaritza Rabbani G0011099
Jati Febriyanto Adi L.P. G0011121
Riko Saputra G0011173
TUTOR :
dr. Endang Ediningsih, Mkes
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO I
Matanya tenang.. kok visusnya turun..??
Pada saat stase di Poliklinik Mata RSUD Dr. Moewardi, koas Mita
mendapatkan 2 pasien dengan keluhan yang sama yaitu penurunan visus.
Pasien pertama, seorang perempuan usia 45 tahun dengan keluhan
susah membaca meskipun sudah memakai kacamata sejak 2 minggu
yang lalu. Pasien tidak mengeluhkan mata merah. Setelah dilakukan
pemeriksaan didapatkan kondisi : VOD 6/15, VOS 4/60 mata tenang,
setelah dilakukan koreksi koreksi OD dengan S -5.25 D visus
mencapai 6/6, koreksi OS dengan S -0.75 D C -0.50 D axis 90° visus
mencapai 6/6. Untuk membaca dekat dikoreksi dengan S + 1.50 D.
Setelah lapor kepada senior, dan mendapatkan resep, pasien
diperbolehkan pulang.
Pasien kedua, seorang laki-laki usia 40 tahun dengan kondisi mata
kanan: visus 6/6 E, mata tenang. Adapun kondisi mata kiri: visus 3/60,
mata tenang, dan sering merasa nyeri pada bola mata. Pada mata kiri
dilakukan pemeriksaan uji pinhole tidak maju, dan setelah dilakukan
koreksi juga tidak mengalami kemajuan. Kemudian senior meminta
untuk dilakukan pemeriksaan: persepsi warna, proyeksi sinar,
tonometri, konfrontasi dan refleks fundus.
Mita berfikir mengapa pasien dengan keluhan yang sama (penurunan visus)
mendapat pemeriksaan yang berbeda, kelainan apa saja yang dapat menurunkan
visus pada kondisi mata tenang dan apakah kedua pasien akan mendapat
penatalaksanaan yang sama atau berbeda.
2
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Seven Jump
1. Langkah I : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa
istilah dalam skenario.
Dalam skenario ini kami mengklarifikasi istilah sebagai berikut :
a. Visus : Visus adalah kemampuan seseorang untuk dapat melihat
suatau objek dengan jelas tanpa akomodasi. Dengan kata lain visus
adalah suatu bilangan yang menunjukkan ketajaman penglihatan.
b. Tonometri : adalah suatu tindakan untuk melakukan pemeriksaan
tekanan intraocular dengan alat yang disebut tonometer
c. Uji pinhole : uji yang dilakukan dengan cara penderita diperintahkan
untuk melihat lagi huruf snellen melalui sebuah lempengan dengan
lubang kecil untuk mencegah sebagian besar berkas yang tidak
terfokus memasuki mata.
d. VOD : Visus Oculi Dextra, menunjukkan ketajaman penglihatan pada
mata kanan.
e. VOS : Visus Oculi Sinistra, menunjukkan ketajaman penglihatan pada
mata kiri.
f. E : Emetrop, yaitu istilah medis untuk mata normal, tidak miop.
Hipermiopia, astigmatisma. Daya bias normal
g. D : Dioptri, ukuran kuat bias suatu lensa
h. S : Lensa spheris, yaitu lensa yang memiliki kekuatan yang sama pada
setiap meridiannya, maka bila diukur oleh lensometer (alat ukur
kekuatan lensa) baik ditengah maupun dibagian pinggir nilai kekatan
lensa bernilai sama. Namun titik fokusnya hanya ada satu yaitu OC
(Optical Center).
i. C : Lensa cylinder, yaitu lensa yang memiliki kekuatan yang berbeda
pada meridian yang saling tegak lurus. Karena cylinder mengenal
daerah meredian yang berhubungan dengan derajat, maka lensa
3
cylider itu mempunyai axis atau sumbu, dimana sumbu atau axis lensa
cylinder itu terletak pada meredian yang mempunyai kekuatan (secara
aljabar)
j. Mata tenang : istilah tidak terjadinya tanda-tanda inflamasi atau tanda
infeksi dan injeksi pada mata
k. Pemeriksaan Konfrontasi : pemeriksaan yang digunakan untuk
menilai lapang pandang penderita. Penderita diminta untuk melihat
gerak dan jumlah tangan pemeriksa dari delapan arah yang berbeda.
l. Pemeriksaan proyeksi sinar : Pada pasien yang berada di ruang gelap
disuruh melihat jauh dan kemudian diberikan sinar dengan sentolop
pada meridian yang berbeda. Lalu pasien disuruh menyatakan arah
datangnya sinar. Bila pasien dapat menerangkan semua arah dari mana
datangnnya sinar maka secara kasar dapat dikatakan keadaan retina
perifer pasien adalah normal.
m. Reflek fundus : Fundus adalah permukaan dalam mata, yang terletak
bertentangan dengan lensa. Boleh dilihat dengan menggunakan
oftalmoskop, dilihat melalui pupil pada jarak 30cm. Bila media
refraksi jernih, refleks fundus berwarna merah kekuningan pada
seluruh lingkaran pupil. Media refraksi tidak jernih, refleks fundus ada
bercak hitam di depan latar merah kekuningan.
n. Persepsi warna : Pemeriksaan untuk menilai fungsi retina sentral.
Persepsi warna baik bila pasien bisa menyebutkan warna merah dan
hijau. Persepsi warna buruk bila pasien tidak bisa/salah menyebutkan
warna merah dan hijau.
2. Langkah II : Menentukan/mendefinisikan permasalahan.
Permasalahan pada skenario ini yaitu sebagai berikut :
a. Pasien pertama, seorang perempuan, 45 tahun
b. Keluhan susah membaca meskipun sudah memakai kacamata sejak 2
minggu yang lalu, mata tidak merah
4
c. Hasil pemeriksaan :VOD 6/15, VOS 4/60 mata tenang, setelah
dilakukan koreksi koreksi OD dengan S -5.25 D visus mencapai 6/6,
koreksi OS dengan S -0.75 D C -0.50 D axis 90° visus mencapai 6/6.
Untuk membaca dekat dikoreksi dengan S + 1.50 D.
d. Pasien mendapat resep dan diperbolehkan pulang
e. Pasien kedua, laki-laki, 40 tahun
f. Kondisi mata kanan : visus 6/6 E, mata tenang. Mata kiri: visus 3/60,
mata tenang, sering nyeri pada bola mata, uji pinhole tidak maju, dan
setelah dikoreksi juga tidak mengalami kemajuan.
g. Dilakukan pemeriksaan lanjutan: persepsi warna, proyeksi sinar,
tonometri, konfrontasi dan refleks fundus.
h. Kedua pasien datang dengan keluhan sama, tetapi pemeriksaan
berbeda
i. Mata tenang, visus turun
3. Langkah III : Menganalisis permasalahan dan membuat pertanyaan
mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah II).
Pertanyaan yang timbul dari permasalahan adalah sebagai berikut :
a. Pasien pertama, seorang perempuan, 45 tahun
- Apa hubungan antara usia dan jenis kelamin dengan keluhan
pasien?
b. Keluhan susah membaca meskipun sudah memakai kacamata sejak 2
minggu yang lalu, mata tidak merah
- Mengapa pasien susah membaca meskipun sudah memakai
kacamata?
- Bagaimana Anatomi mata?
- Bagaimana Fisiologi melihat?
c. Hasil pemeriksaan :VOD 6/15, VOS 4/60 mata tenang, setelah
dilakukan koreksi koreksi OD dengan S -5.25 D visus mencapai 6/6,
koreksi OS dengan S -0.75 D C -0.50 D axis 90° visus mencapai 6/6.
Untuk membaca dekat dikoreksi dengan S + 1.50 D
5
- Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan pada pasien pertama?
- Bagaimana cara pemeriksaan dan menentukan koreksi nya?
- Mata merah mengindikasikan apa?
- Termasuk ke dalam apakah pengelihatan pasien? Mengapa mata
pasien tenang tetapi visusnya turun?
d. Pasien mendapat resep dan diperbolehkan pulang
- Apa yang diberikan oleh dokter pada pasien pertama sehingga
diperbolehkan pulang?
e. Pasien kedua, laki-laki, 40 tahun
- Apa hubungan antara usia dan jenis kelamin dengan keluhan
pasien?
f. Kondisi mata kanan : visus 6/6 E, mata tenang. Mata kiri: visus 3/60,
mata tenang, sering nyeri pada bola mata, uji pinhole tidak maju, dan
setelah dikoreksi juga tidak mengalami kemajuan.
- Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan pada pasien kedua?
- Mengapa pasien merasa nyeri pada bola mata?
- Mengapa visus pada mata kanan normal, pada mata kiri tidak
normal padahal kedua mata tenang?
- Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan pinhole? Bagaimana cara
pemeriksaan pinhole? Bagaimana hasil normal pemeriksaan
pinhole?
g. Dilakukan pemeriksaan lanjutan: persepsi warna, proyeksi sinar,
tonometri, konfrontasi dan refleks fundus.
- Apa yang menjadi pertimbangan untuk pemeriksaan lanjutan?
- Bagaimana urutan pemeriksaan lanjutan? Apakah harus dilakukan
semua pemeriksaan?
- Apa sajakah diagnosis banding dari pasien kedua?
h. Kedua pasien datang dengan keluhan sama, tetapi pemeriksaan
berbeda
- Mengapa keluhan kedua pasien sama tetapi pemeriksaannya
berbeda?
6
i. Mata tenang, visus turun
- Kelainan apa saja yang menyebabkan visus mata turun dalam
kondisi mata tenang?
- Apakah penatalaksanaan pada kedua pasien sama atau berbeda?
4. Langkah IV : Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan
pernyataan sementara mengenai permasalahan pada Langkah III.
a. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari mata?
b. Bagaimana patofisiologi nyeri mata yang dialami pasien kedua?
c. Bagaimana cara pemeriksaan visus dan pinhole? Bagaimana
interpretasi hasil pemeriksaan pada pasien pertama dan kedua?
d. Apa sajakah DD yang muncul?
e. Apa hubungan antara usia dan jenis kelamin pasien pertama dan
kedua dengan etiologi dan epidemiologi penyakit pasien?
f. Mengapa keluhan kedua pasien sama tetapi pemeriksaannya berbeda?
g. Kelainan apa saja yang menyebabkan visus mata turun dalam kondisi
mata tenang?
h. Apakah penatalaksanaan pada kedua pasien sama atau berbeda?
5. Langkah V : Merumuskan tujuan pembelajaran.
Karena keterbatasan waktu dan sedikitnya pernyataan sementara yang
ada, maka semua rumusan masalah dianggap sebagai tujuan pembelajaran
pada skenario kali ini.
6. Langkah VI :
- Mengumpulkan informasi baru.
- Mahasiswa mencari informasi di rumah.
7. Langkah VII : Melaporkan, membahas dan menata kembali informasi
baru yang diperoleh.
Hasil dari Langkah VII akan dijelaskan di Pembahasan.
7
B. Pembahasan
a. Anatomi dan Fisiologi Mata
Anatomi
Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh
tiga lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1)
sklera/kornea, (2) koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar
mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar,
sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di anterior (ke arah depan),
lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat lewatnya berkas–berkas
cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah sklera adalah koroid
yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah
untuk memberi makan retina. Lapisan paling dalam dibawah koroid
adalah retina, yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di sebelah
luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam. Lapisan koroid di sebelah
anterior mengalami spesialisasi membentuk badan siliaris dan iris. Retina
mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah
energi cahaya menjadi impuls syaraf.
Bagian inferior mata terdiri dari dua rongga berisi cairan yang
dipisahkan oleh sebuah lensa elips, yang semuanya transparan agar
cahaya dapat menembus mata dari kornea hingga ke retina. Rongga
posterior (belakang) yang lebih besar antara lensa dan retina mengandung
bahan setengah cair mirip gel, humor vitreus. Humor vitreus penting
untuk mempertahankan bentuk bola mata agar tetap bulat. Rongga
anterior antara kornea dan lenasa mengandung cairan jernih encer, humor
aquosus. Humor aquosus membawa nutrien untuk kornea dan lensa, yaitu
dua struktur yang tidak memiliki aliran darah. Adanya pembuluh darah di
8
struktur-struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor.
Humor aquosus dihasilkan dengan kecepatan sekitar 5 ml/hari oleh suatu
jaringan kapiler di dalam badan siliar, mengalir ke suatu kanalis di tepi
kornea dan akhirnya masuk ke darah.
Fisiologi
Jalannya cahaya yang masuk ke mata dimulai dari kornea “ the
window of the eye”, suatu lapisan transparan yang dapat ditembus oleh
cahaya untuk masuk ke interior mata. Kemudian dari kornea cahaya
melewati suatu cairan jernih encer yang disebut humor aquosus.
Selanjutnya cahaya masuk melewati pupil, suatu lubang di tengah iris
untuk menuju ke lensa mata. Dari lensa mata, cahaya diteruskan ke retina
dengan terlebih dahulu melewati suatu bahan setengah cair mirip gel yang
disebut humor vitreus. Di retina, terjadi pengubahan energi cahaya
menjadi sinyal listrik untuk selanjutnya ditransmisikan ke sistem saraf
pusat dan diolah di sana sehingga memberikan informasi berupa bayangan
benda yang kita lihat.
Proses pengubahan energi cahaya menjadi sinyal listrik
(fototransduksi) dilakukan di retina oleh sel- sel fotoreseptor yaitu sel
batang dan sel kerucut. Bagian dari retina yang mengandung sel
fotoreseptor ini terdiri dari tiga lapisan sel peka rangsang, yaitu
(1) Lapisan paling luar mengandung sel batang dan sel kerucut
9
(2) Lapisan tengah mengandung sel bipolar
(3) Lapisan dalam mengandung sel ganglion
Sinar harus melewati sel ganglion dan sel bipolar sebelum mencapai
fotoreseptor di semua bagian retina kecuali di fovea. Di fovea, yaitu
cekungan seukuran pentul jarum yang terletak tepat di tengah retina,
lapisan sel ganglion dan sel bipolar tersisih ke tepi sehingga cahaya
langsung mengenai fotoreseptor. Fotoreseptor terdiri dari tiga bagian, yaitu
1. Segmen luar, bagian yang mendeteksi rangsangan cahaya
2. Segmen dalam, bagian yang mengandung perangkat metabolik sel
3. Terminal sinaps, bagian yang menyalurkan sinyal yang dihasilkan
oleh fotoreseptor karena stimulasi cahaya ke sel- sel selanjutnya di
jalur penglihatan.
Segmen luar, yang berbentuk batang pada sel batang dan kerucut
pada sel kerucut, terdiri dari tumpukan lempeng- lempeng membranosa
gepeng yang mengandung banyak molekul fotopigmen peka cahaya.
Fotopigmen terdiri dari dua komponen, yaitu opsin ( suatu protein yang
merupakan bagian integral dari membrane diskus ) dan retinen ( suatu
turunan vitamin A yang terikat di bagian dalam molekul opsin ). Retinen
adalah bagian fotopigmen yang menyerap cahaya.
Fototransduksi pada dasarnya sama untuk semua fotoreseptor,
tetapi mekanismenya bertentangan dengan cara biasa reseptor berespons
terhadap stimulus adekuatnya.
Aktivitas fotoreseptor dalam gelap dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Membran plasma segmen luar fotoreseptor mengandung saluran Na+
bergerbang kimia, yang berespons terhadap pembawa pesan kedua
internal, cGMP. Pengikatan cGMP ke saluran Na+ ini membuat saluran ini
tetap terbuka. Tanpa cahaya, konsentrasi cGMP tinggi. Karena itu, saluran
Na+ fotoreseptor terbuka jika tidak terdapat rangsangan yaitu dalam
keadaan gelap. Kebocoran pasif Na+ masuk ke sel menyebabkan
depolarisasi fotoreseptor. Penyebaran pasif depolarisasi ini dari segmen
10
luar ke ujung sinaps ( tempat penyimpanan neurotransmitter fotoreseptor )
membuat saluran Ca2+ berpintu voltase di ujung sinaps tetap terbuka.
Masuknya kalsium memicu pelepasan neurotransmitter dari ujung sinaps
selama dalam keadaan gelap.
Aktivitas fotoreseptor pada keadaan terang dapat dijelaskan sebagai
berikut : pada pajanan ke sinar, konsentrasi cGMP menurun melalui
serangkaian proses biokimiawi yang dipicu oleh pengaktifan fotopigmen.
Retinen berubah bentuk ketika menyerap sinar. Perubahan konformasi ini
mengaktifkan fotopigmen. Sel batang dan sel kerucut mengandung suatu
protein G yang dinamai transdusin. Fotopigmen yang telah aktif akan
mengaktifkan transdusin, yang sebaliknya mengaktifkan enzin intrasel
fosfodiesterase. Enzim ini menguraikan cGMP sehingga konsentrasi
pembawa pesan kedua ini di fotoreseptor berkurang. Selama proses
eksitasi cahaya, penurunan cGMP memungkinkan saluran Na+ berpintu
kimiawi tertutup. Penutupan saluran ini menghentikan kebocoran Na+ dan
menyebabkan hiperpolarisasi membran. Hiperpolarisasi ini menyebabkan
penutupan saluran Ca2+ berpintu voltase , dan karenanya, penurunan
pelepasan neurotransmitter dari ujung sinaps.
Dari kedua penjelasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa reseptor
dihambat oleh stimulus adekuatnya ( mengalami hiperpolarisasi oleh
cahaya) dan tereksitasi jika tidak mendapat stimulasi (mengalami
depolarisasi dalam keadaan gelap). Dapat diketahui juga bahwa retina
mengirim sinyal ke otak mengenai rangsangan cahaya melalui suatu
respons inhibitorik. Mengapa hal ini dapat terjadi adalah karena
neurotransmitter yang dibebaskan di ujung sinaps fotoreseptor memiliki
efek inhibitorik pada sel bipolar. Penurunan pengeluaran neurotransmitter
yang menyertai hiperpolarisasi reseptor yang diinduksi oleh cahaya
menurunkan efek inhibitorik pada sel bipolar. Hilangnya efek inhibitorik
menimbulkan efek yang sama dengan eksitasi langsung sel bipolar.
b. Patofisiologi Nyeri Mata pada Pasien Kedua
11
Nyeri mata pada pasien mungkin dikarenakan adanya peningkatan
tekanan intra okuler yakni melebihi 20mmHg. Mata tidak merah atau
tidak terdapat adanya keluhan yang mengakibatkan terdapat gangguan
anatomis dan fungsi tanpa disadari oleh penderita karena prosesnya yang
lambat. Tekanan yang tinggi ini mengakibatkan nyeri pada bola mata dan
atrofi pada papil sehingga penglihatan terganggu.
c. Cara Pemeriksaan, Hasil Normal, dan Interpretasi Hasil
Pemeriksaan Visus Serta Pinhole pada Pasien Pertama dan Kedua
Pemeriksaan visus atau tajam penglihatan diukur menggunakan
optotip snellen. Seseorang yang masih memiliki visus yang normal bisa
melihat pada jarak 6 meter tanpa alat bantuan. Berarti kondisi visus
pasien tersebut adalah 6/6 (pasien bisa melihat optotip snellen pada jarak
6 meter dimana orang normal bisa melihat optotip snellen pada jarak 6
meter) atau emetrop).
Seseorang yang mengalami penurunan tajam penglihatan bisa
dicurigai karena kelainan refraksi seperti miopi (rabun jauh),
hipermetropi (rabun dekat) atau kelainan pada organ mata (kelainan
media refraksi) seperti katarak dsb.
Untuk mengetahui apakah penderita mengalami kelainan pada
refraksinya atau media refraksinya bisa dilakukan tes pinhole.
Cara memeriksa visus seseorang adalah sebagai berikut :
1. Tempelkan kartu optotip snellen di dinding. Dudukan penderita
dalam jarak 6 meter dari optotip snellen.
2. Periksa mata kanan penderita, penderita menutup mata kiri dengan
telapak tangan (palmar) tanpa tekanan dilanjutkan dengan mata
kiri. Lakukan pemeriksaan dari baris atas sampai baris akhir. Catat
urutan baris akhir yang bisa di baca penderita.
3. Jika huruf paling atas tidak bisa dibaca penderita maka lakukan tes
jari tangan (finger test).
12
Cara melakukan finger test ialah dengan mengacungkan
satu atau lebih jari tangan kanan/kiri pemeriksa didepan pasien dari
jarak 6 meter hingga 1 meter. Setelah itu pasien diminta menebak
berapa jumlah jari yang diacungkan. Misalnya, apabila pada jarak 3
meter penderita bisa melihat jari yang diacungkan maka visusnya
3/60 (Pasien hanya bisa melihat pada jarak 3 meter dimana orang
normal bisa melihat acungan jari pada jarak 60 meter). Apabila
pasien tidak bisa menebak/melihat acungan jari pada jarak 1 meter
lakukan tes goyangan tangan (waving hand test).
Apabila pasien tidak bisa juga hitung jari, maka dilakukan
pemeriksaan selanjutnya dengan menilai gerakan tangan di depan
pasien dengan latar belakang terang. Jika pasien dapat menentukan
arah gerakan tangan pada jarak 1 m, maka tajam penglihatan
dicatat. Misalnya, apabila pada jarak 3 meter penderita bisa
menebak/melihat goyangan tangan didepannya maka visusnya
3/300 (Pasien hanya bisa melihat pada jarak 3 meter dimana orang
normal bisa melihat goyangan tangan pada jarak 300 meter).
Apabila pasien tidak bisa menebak/melihat goyangan
tangan pada jarak 1 meter lakukan tes penyinaran dengan lampu
senter. Sorotkan cahaya lampu senter didepan penderita dari jarak
1 meter. Setelah itu penderita ditanya apakah dapat melihat cahaya
lampu senter didepannya. Apabila penderita bisa melihat cahaya
lampu senter didepannya maka visusnya 1/~ (tidak terhingga), jika
tidak maka visusnya 0.
4. Lakukan pemeriksaan tersebut pada kedua mata (kanan-kiri).
5. Setelah visus mata kanan-kiri penderita diketahui tidak mencapai
6/6 maka pemeriksaan selanjutnya melakukan tes pinhole.
Cara melakukan uji pinhole ialah, pasang lempeng pinhole
pada mata pasien, lakukan pemeriksaan pada mata kanan terlebih
dahulu. Bila dengan pinhole penglihatan lebih baik, maka berarti
13
ada kelainan refraksi yang masih dapat dikoreksi dengan kaca
mata. Bila penglihatannya tidak membaik/berkurang dengan
diletakkannya pinhole di depan mata berarti ada kelainan organik
atau kekeruhan media penglihatan yang mengakibatkan
penglihatan menurun.
Interpretasi hasil pemeriksaan :
Koreksi mata pasien pertama:
OD S -5,25 D
Menunjukkan bahwa mata kanan pasien dikoreksi dengan
lensa negatif 5,25 D.
Lensa negatif digunakan untuk penderita myopia dimana
kondisi lensa pasien terlalu cembung, sehingga terdapat
gangguan dalam melihat benda yang jauh.
OS S -0,75 D
Menunjukkan bahwa mata kiri pasien dikoreksi dengan lensa
negatif 0,75 D.
Lensa negatif digunakan untuk penderita myopia dimana
kondisi lensa pasien terlalu cembung, sehingga terdapat
gangguan dalam melihat benda yang jauh.
C -0,50 D axis 900
Menunjukkan bahwa mata pasien dikoreksi dengan lensa
silinder
Lensa silinder digunakan untuk menderita astigmatisme
dimana pasien tidak bisa melihat garis lurus dengan tepat.
S +1,50 D
Menunjukkan bahwa mata pasien dikoreksi dengan lensa
positif 1,5 D.
Lensa positif digunakan untuk penderita yang mengalami
kesulitan melihat atau membaca dekat.
Kesimpulan :
14
Pada pasien ini, dilihat dari koreksi mata pasien dan faktor lain seperti
umur dapat disimpulkan bahwa pasien ini menderita myopia,
presbiopia dan astigmatisme.
Interpretasi hasil pada pemeriksaan pasien kedua
Mata kanan :
- Visus 6/6 E
Ketajaman penglihatan normal
- Mata tenang
Mata normal, sklera berwarna putih, dan kornea
bening/transparan
Mata kiri :
- Visus 3,60
Pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang
diperlihatkan pada jarak 3 meter, dimana pada orang normal
bisa dilihat pada jarak 60 meter.
- Mata tenang
Mata normal, sklera berwarna putih dan kornea
bening/transparan
- Nyeri pada bola mata
Biasanya terjadi pada pasien glaukoma. Namun pada pasien
ini belum bisa dipastikan apakah nyeri pada bola mata terjadi
karena glaukoma atau tidak. Baru bisa dipastikan setelah
dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan untuk menegakkan
diagnosis.
- Uji pinhole tidak maju
Menunjukkan bahwa kelainan yang terjadi pada pasien ini
adalah kelainan pada media refrakta.
15
d. Apa sajakah DD yang muncul?
1.) Miopia
Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar
atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat. pasien dengan
miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat , sedangkan melihat
jauh akan kabur atau disebut rabun jauh.
Gejala pada pasien miopia adalah sakit kepala sering disertai
dengan juling dan celah kelopak mata yang sempit, kebiasaan
mengernyitkan mata untuk mencegah aberasi sferis atau untuk
mendapatkan efek pinhole (lubang kecil).
Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresen yaitu
gambaran bulan sabit yang terlihat pada polus posterior fundus. pada
miopia tinggi akan terdapat pula kelainan fundus okuli seperti
degenerasi makula dan degenerasi perifer retina.
Pengobatan miopia dengan memberikan kacamata sferis negatif
terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. komplikasi
yang dapat timbul adalah ablasi retina dan juling.
Beberapa bentuk miopia, antara lain:
a. Miopia Refraktif
Sama seperti miopia bias atau miopia indeks, yaitu miopia
yang terjadi akibat bertambahya indeks bias media penglihatan
kornea dan lensa dimana lensa menjadi lebih cembung
sehingga pembiasan lebih kuat.
b. Miopia Aksial
Miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan
kelengkunga lensa dan kornea yang normal.
Berdasarkan derajatnya :
a. Miopia sangat ringan : - 1 D
b. Miopia ringan : 1 – 3 D
c. Miopia sedang : 3 – 6 D
d. Miopia tinggi : 6 – 10 D
16
e. Miopia sangat tinggi : > 10 D
Secara klinis miopia dibedakan menjadi:
a. Miopia Stationer
Miopia yang menetap setelah dewasa.
b. Miopia Progresif
Miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambahnya panjang bola mata.
c. Miopia Maligna
Miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan
ablasi retina dan kebutaan. miopia ini biasanya lebih dari 6
dioptri dan disertai kelainan pada fundus okuli serta pada
panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum
yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi
korioretina.
2.) Hipermetropia
Rabun dekat atau dikenal dengan hipermetropia merupakan
keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata, yang mana pada keadaan
ini sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya
terletak di belakang retina. Pada hipermetropia terjadi apabila berkas
sinar sejajar difokuskan di belakang makula lutea.
Gejala pada pasien hipermetropia adalah prnglihatan dekat dan jauh
kabur, sakit kepala, dan terkadang rasa juling, melihat ganda, mata lelah
dan sakit yang disebabkan oleh mata yang harus terus menerus
berakomodasi sehingga bayangan tepat terletak di makula lutea.
Pengobatannya dengan memberikan kacamata sferis positif trkuat
yang memberikan penglihatan maksimal. Komplikasi dapat berupa
esotropia dan glaukoma.
Hipermetropia dapat disebabkan oleh :
a. Hipermetropia aksial
17
Disebabkan oleh sumbu mata yang lebih pendek dari keadaan
normal
b. Hipermetropia refraksi dan kurvatur
Kelainan ini karena adanya bias mata yang kurang akibat
komponen mata. Misalnya kelengkungan kornea yang kurang,
lensa yang lebih tipis daripada orang normal, pada orang yang
sudah dioperasi dimana lensa orang tersebut tidak ada lagi (afakia).
3.) Astigmatisma
Pada astigmat, berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan
tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang saling tegak
lurus. Hal ini terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea.
Pengobatan dapat diberikan lensa kontak keras apabila epitel tidak
rapuh atau lensa kontak lembek bila disebabkan infeksi, trauma, dan
distrofi untuk memberikan efek permukaan yang iregular.
Klasifikasi astigmat
a. Astigmat lazim (astigmatisme with the rule)
Kelengkungan kornea pada bidang vertikal bertambah
atau lebih kuat atau jari-jarinya lebih pendek dibanding jari-jari
kelengkungan kornea di bidang horisontal. Diperlukan lensa
silinder negatif dengan sumbu 180 derajat untuk memperbaiki
kelainan refraksi yang terjadi.
b. Astigmat tidak lazim (astigmatisme againts the rule)
Keadaan dimana koreksi dengan silinder negatif
dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau
dengan silinder positif sumbu horisontal (30-150 derajat). hal
ini terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian
horisontal lebih kuat dibandingkan kelengkungan kornea
vertikal. Biasanya pada usia lanjut.
Bentuk astigmat
18
a. Astigmat regular, yaitu astigmat yang memperlihatkan
kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-
lahan secara teratur dari satu meridian meridian berikutnya.
Bentuk bayangannya teratur dapat berupa garis, lonjong, atau
lingkaran.
b. Atigmat iregular, yaitu astigmat yang terjadi tidak
mempunyai dua meridian yang saling tegak lurus. Astigmat
iregular dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada
meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi
ireguler. Astigmatisma ireguler terjadi akibat infeksi kornea,
trauma dan distrofi atau akibat kelainan pembiasan pada
meridian lensa yang berbeda.
4.) Presbiopia
Presbiopia merupakan keadaan refraksi mata dimana punctum
proksimum (titik terdekat yang dapat dilihat dengan akomodasi yang
maksimal) telah begitu jauh sehingga pekerjaan dekat yang halus
seperti membaca, menjahit sukar dilakukan.
Pada presbiopia terjadi gangguan akomodasi pada usia lanjut.
Presbiopia biasanya mulai muncul pada usia 40 tahun. Dengan
bertambahnya usia maka semakin kurang kemampuan mata untuk
melihat dekat. Presbiopia terjadi akibat lensa makin keras, sehingga
elastisitasnya berkurang. Demikian pula dengan otot akomodasinya,
daya kontraksinya berkurang sehingga tidak terdapat pengenduran
zonula Zinnii yang sempurna. Orang yang lemah dengan keadaan
umum yang kurang baik sering lebih cepat membutuhkan kacamata
baca akibat presbiopia daripada orang sehat dan kuat.
Gejala dan tanda
Keluhan muncul pada saat membaca dekat. Semua pekerjaan dekat
sukar dilakukan karena penglihatan kabur. Bila dipaksakan akan
19
muncul keluhan lain yaitu berupa mata lelah, berair, dan sering terasa
pedas. Penderita presbiopia memposisikan membaca dengan
menjauhkan kertas yang dibaca, sukar melakukan pekerjaan dengan
melihat dekat terutama di malam hari, sering memerlukan sinar yang
lebih terang untuk membaca.
5.) Glaukoma
Glaukoma adalah keadaan dimana tekanan bola mata seseorang
demikian tinggi atau tidak normal sehingga mengakibatkan
penggangguan saraf optik dan mengakibatkan gangguan pada sebagian
atau seluruh lapang pandangan. Hal ini juga dikenali sebagai penyebab
kebutaan kedua yang dilaporkan di Amerika.
I.U School of Optometry-Ophthalmic Disease Clinic melaporkan, ±
2.3 juta penderita Glaukoma sudut terbuka terdiagnis. Pada dasarnya,
seseorang dikatakan mengalami glaukoma apabila tiga keadaan berlaku
yaitu pengembangan cekungan optik, meningkatnya tekanan bola mata
normal dan pengecilan lapang pandang. Glaukoma mengakibatkan
lapang pandang seseorang menghilang, dengan atau tanpa gejala. Hal
ini disebabkan oleh faktor konginetal atau didapat setelah dilahirkan
(acquired).
Ketua Jabatan Oftalmologi, Pusat Pengajian Sains pengobatan,
Hospital Universiti Sains Malaysia (HUSM), Dr. Mohtar Ibrahim
berkata, glaukoma konginetal ini biasanya melibatkan kecacatan pada
humour aqueos. Menurut beliau, terdapat glaukoma acquired terbagi
dalam dua bagian, yaitu primer dan sekunder.
- Primer : glaukoma yang disebabkan oleh faktor-faktor keturunan.
yaitu humour aqueosnya tersumbat atau terganggu. Glaukoma
primer dibagi dalam dua jenis yaitu, Sudut terbuka dan Sudut
tertutup.
20
- Sekunder : Disebabkan oleh penyakit-penyakit tertentu seperti,
trauma, radang mata (uveitis), kaca mata dan obat-obatan seperti
steroid.
Etiologi
Badan siliar memproduksi terlalu banyak cairan mata sedang
pengeluarannya pada anyaman trabekulum normal (glaukoma
hipersekresi).
Hambatan pengaliran pada pupil waktu pengaliran cairan dari
bilik mata belakang kedepan bilik mata depan (glaukoma
blockade pupil).
Pengeluaran dari sudut mata tinggi (glaukoma simpleks,
glaukoma sudut tertutup, glaukoma sekunder akibat
geniosinekia).
Klasifikasi
1. Glaukoma primer
Penyebab tidak diketahui, dan bersifat diturunkan, pada pasien
usia di atas 40 tahun. Biasanya mengenai kedua mata.
a. Glaukoma primer sudut terbuka
Perjalanan penyakit kronik, bisa tanpa gejala dan
berakhir dengan kebutaan.
Tekanan pada bola mata selamanya di atas batas normal
atau lebih besar dari 24 mmHg.
Lapang pandangan memperlihatkan gambaran khusus
kampus glukoma seperti melebarnya titik buta, skotoma
bjerrum dan skotoma tangga ronne.
Mengenai ke-2 mata dan sering derajat beratnya
penyakit tidak sama.
Pada pemeriksaan funduskopi terlihat ekskavasi
glaukomatosa papil.
21
Pada pemeriksaan genioskopi terlihat sudut bilik mata
terbuka lebar.
Sudut bilik mata depan terbuka, hambatan aliran humor
akuesus mungkin terdapat pada trabekulum, kanal
schlemn dan pleksus vena didaerah intrasklera.
Pada pemeriksaan patologi anatomi didapatkan proses
degenerasi dari trabekulum ke kanal schlemn.
Terlihat penebalan dan sclerosis dari serat trabekulum,
vakuol dalam endotel dan endotel yang hiperselular yang
menutupi trubekulum dan kanal schlemn.
Biasanya pada usia 40 tahun atau lebih, penderita DM,
pengobatan kortikosteroid lokal ataupun sismetik yang
lama, riwayat glaukoma pada keluarga.
b. Glaukoma primer sudut tertutup
Glaukoma primer sudut tertutup terjadi bila terdapat
kenaikan mendadak dari tekanan intra okuler, yang disebabkan
penutupan sudut COA yang mendadak oleh akar iris, sehingga
menghalangi sama sekali keluarnya humor akueus melalui
trabekula, menyebabkan :
Meningginya tekanan intra okuler.
Sakit yang sangat dimata secara mendadak.
Menurunnya ketajaman pengelihatan secara mendadak.
Tanda-tanda kongesti dimata (mata merah, kelopak
mata bengkak)
2. Glaukoma sekunder
Akibat kelainan didalam bola mata, yang dapat disebabkan :
Kelainan lensa, katarak imatur, hiperatur, dan dislokasi
lensa.
Kelainan uvea, uveitis anterior.
Trauma, hifem, dan inkerserasi iris.
22
Pasca bedah, blockade pupil, goniosinekia.
3. Glaukoma kongenital
Konginetal primer, dengan kelainan konginetal lain.
Infatil, tanpa kelainan konginetal lain.
4. Glukoma absolut
6.) Katarak
Katarak merupakan kekeruhan pada serabut atau bahan lensa
didalam kapsul lensa. Keadaan patalogik lensa menjadi keruh akibat
hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi
akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dappat pada berbagai
usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan serat lensa
berhenti dalam perkembangannya dan emulai proses degenerasi,( Ilyas,
2003 : 128 )
Katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
1. Katarak kongenital
adalah katarak yang telah timbul sejak lahir.
2. Katarak sekunder
adalah istilah untuk semua bahkan seperti kapsul lensa, sel
epitel, serabut lensa, elemen fibrin, sesudah suatu peradangan
dan hasil degenerasi lensa yang tertinggal setelah operasi
katarak ekstra kapsuler atau sesudah suatu trauma yang
memecah lensa.
3. Katarak senil
Adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia diatas 50 tahun
4. Katarak Trauma
23
Adalah katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata
Penyebab Katarak
Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Anak dapat
mengalami katarak yang biasanya penyakit yang diturunkan,
peradangan didalam kehamilan disebut katarak kongenital.
Faktor lain yang mempengaruhi kecepatan berkembangnya
kekeruhan lensa seperti diabetes melitus, obat tertentu, sinar ultra
violet B dari cahaya matahari, efek racun dari merokok, alkohol,
gizi, kurang vitamin E, dan radang menahun didalam bola mata.
Obat yang dipergunakan untuk penyakit tertentu dapat
memepercepat timbulnya katarak seperti betametazon, klorokuin,
klorpromazin, kortison, ergotamin, indometasin, medrison,
neostigmin, pilokarpin dan beberapa obat lainnya.
Cedera mata dapat mengenai semua umur seperti pukulan
keras, tusukan benda, terpotong, panas yang tinggi, bahan kimia
dapat merusak lensa mata, dan keadaan ini disebut katarak
traumatik.
Gejala
Akibat kekeruhan lensa maka penglihatan berangsur-angsur
berkurang, dengan kabur pada katarak matur retina hanya dapat
mengenai adanya sinar yang datang. Bila tidak diobati mata akan
buta sama sekali.
Pada pupil akan terlihat gambaran kekeruhan lensa yang
biasanya berwarna putih. Warna pupil dapat berwarna kuning atau
cokelat. Benda yang dilihat dapat berwarna sedikit kekuning-
kuningan. Penglihatan malam atau pada penerangan kurang sangat
menurun. Pada penerangan yang keras atau matahari kuat akan
sangat sukar akbatnya adanya rasa silau. Malam disaat melihat
cahaya terang dapat terlihat adanya halo atau warna pelangi.
24
Umumnya katarak berjalan dengan gejala penglihatan perlahan-
lahan berkurang dan tanpa rasa sakit. Gejala lainnya adalah
penglihatan kabur dan berkabut, merasa silau terhadap sinar
matahari, kadang seperti ada film didepan mata, seperti ada titik
gelap di depan mata, penglihatan ganda, sukar melihat benda yang
menyilaukan, warna manik mata berubah putih, waktu membaca
penerangan memerlukan sinar lebih cerah, penglihatan menguning.
e. Hubungan Antara Usia dan Jenis Kelamin Pasien Pertama Dan
Kedua dengan Etiologi dan Epidemiologi Penyakit Pasien
Pada pasien pertama, faktor usia memegang peranan penting pada
terjadinya gangguan penglihatan pasien, yaitu menyebabkan presbiopi
atau mata tua. Lensa dibentuk oleh 1000 lapisan sel yang menghancurkan
nucleus dan organelnya sewaktu dalam pembentukan sehingga sel-sel
tersebut benar-benar transparan. Karena tidak memiliki DNA dan
perangkat pembentuk protein maka sel- sel lensa matur tidak dapat
memperbaiki diri atau menghasilkan sel baru. Sel- sel di bagian tengah
lensa tidak hanya berusia paling tua, tetapi sel- sel ini juga terletak paling
jauh dari humor aquosus, sumber nutrisi lensa. Dengan bertambahnya usia,
sel- sel di bagian tengah yang tidak dapat diperbarui ini mati dan menjadi
kaku. Dengan berkurangnya elastisitas, lensa tidak lagi dapat berbentuk
sferis yang dibutuhkan untuk mengakomodasi bayangan benda dekat.
Semakin tinggi usia seseorang kekuatan bias lensa mata berkurang:
45-50 tahun: dari 14 D menjadi kurang dari 2 Dioptri. Pada umur 70 tahun
manusia bisa kehilangan kekuatan lensa ini. Kekuatan lensa yang perlu
ditambahkan seiring pertambahan usia:
- + 1.0 D untuk usia 40 tahun
- + 1.5 D untuk usia 45 tahun
- Tiap 5 tahun ditambahkan +0.5 D
Pada pasien kedua, usia pasien juga merupakan salah satu faktor
risiko dari glaukoma. Risiko glaucoma bertambah tinggi dengan
25
bertambahnya usia terdapat 2% dari populasi usia 40 tahun yang terkena
glaucoma. Angka ini akan bertambah dengan bertambahnya usia.
Sedangkan faktor jenis kelamin pada pasien pertama dan kedua kami
simpulkan tidak berhubungan dengan keluhan.
f. Mengapa keluhan kedua pasien sama tetapi pemeriksaannya
berbeda?
Kedua pasien mendapat pemeriksaan yang berbeda karena pada
pasien I mata tenang, tidak merah, tes pinhole mengalamin kemajuan,
hanya visus nya menurun, sehingga hanya perlu dilakukan tes ketajaman
mata, sedangkan pada pasien II mata kiri nyeri dan tes pinhole tidak maju,
sehingga perlu pemeriksaan yang lebih lagi untuk dapat memastikan
diagnosis dari pasien II tersebut.
g. Kelainan apa saja yang menyebabkan visus mata turun dalam
kondisi mata tenang?
Mata tenang dengan visus menurun dapat diklasifikan menjadi mata
tenang dengan visus menurun mendadak dan mata tenang dengan visus
menurun perlahan. Mata tenang dengan penurunan visus perlahan
diagnosis bandingnya antara lain katarak, glaukoma, dan retinopati.
Sedangkan penglihatan turun mendadak tanpa tanda radang ekstraokuler
dapat disebabkan oleh beberapa kelainan. Kelainan ini dapat terlihat pada:
1. Neuritis optik, dikenal dengan papilitis yang merupakan
peradangan pada saraf optik yang dapat terlihat dengan
pemeriksaan funduskopi dan neuritis retrobulbar yang merupakan
radang saraf optik yang terletk di belakang bola mata dan tidak
menunjukkan kelainan. Terdapat rasa sakit di sekitar mata terutama
bila mata digerakkan yang akan terasa pegal dan dapat terasa sakit
bila dilakukan perabaan pada mata yang sakit.
2. Ablasi retina, adalah keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel
batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel
26
epitel pigmen masi melekat erat dengan membran Bruch.
Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak
terdapat suatu perlekatan struktural dengan koroid atau pigmen
epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas
secara embriologis.
3. Oklusi vena retina sentral, adalah penyumbatan vena retina yang
mengakibatkan gangguan perdarahan di dalam bola mata,
ditemukan pada usia pertengahan.
4. Oklusi arteri retina sentral, adalah penyumbatan arteri retina sentral
yang dapat disebabkan oleh radang arteri, trombus dan embolus
pada arteri, spasme pembuluh darah akibat terlambatnya pengaliran
darah, giant cell artritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi,
sifilis dan trauma.
5. Perdarahan badan kaca, adalah suatu keadaan yang cukup gawat
yang dapa disebabkan oleh trauma, setiap keadaan yang menaikkan
tekanan darah arteri dan vena, robekan, bedah intraokular dan
trauma intraokular.
6. Ambliopia toksik, adalah hilangnya tajam penglihatan sentral
bilateral, akibat keracunan metilalkohol dan juga gizi buruk.
7. Histeria, merupakan keadaan dimana pasien berpura-pura sakit,
biasanya untuk menarik perhatian dan untuk bermalas-malasan
ataupu untuk mendapatkan suatu kompensasi gaji dan asuransi.
Kadang-kadang memang terdapat keluhan tidak melihat.
8. Retinopati serosa sentral, adalah suatu keadaan lepasnya retina dari
lapis pigmen epitel di daerah makula akibat masuknya cairan
melalui membran Bruch dan pigmen epitel yang inkompeten.
9. Amaurosis fugaks, gelap sementara selama 2-5 detik yang biasanya
hanya mengenai satu mata pada saat serangan dan normal kembali
sesudah beberapa menit atau jam, disertai dengan gangguan
kampus segmental tanpa rasa sakit dan terdapatnya gejala-gejala
sisa
27
10. Koroiditis, adalah peradangan lapisan koroid bola mata.
Gejalanyan berupa penglihatan kabur terutama bila mengenai
daerah sentral makula, bintik terbang (floater), mata jarang menjadi
merah, dan fotofobia.
h. Apakah penatalaksanaan pada kedua pasien sama atau berbeda?
Pasien pertama datang dengan keluhan susah membaca meski sudah
memakai kacamata. Dari hasil pemeriksaan didapatkan pasien mengalami
kelainan refraksi pada mata dan bisa dikoreksi dengan lensa. Diduga pasien
mengalami mata astigmatisme dan miopi ditambah dengan adanya presbiopi
karena faktor usia. Pasien diberikan hasil pemeriksaan untuk dijadikan
rujukan membeli kacamata dengan lensa bifokal. Lensa bagian atas untuk
miopi dan bagian bawah untuk presbiopi dengan S + 1.50 D, selain itu C -
0.50 dengan axis di 90o. Miopi mata kanan dan kiri pasien berbeda sangat
jauh OD S -5.25 D sedangkan OS dengan S -0.75 D, kacamata harus
didesain sedemikian rupa agar pasien tidak pusing, jarak maksimal untuk
lensa pada mata kanan dan kiri sebesar 2.50 D. Pasien diperbolehkan
pulang karena tidak ada keluhan yang berarti, pasien hanya mengalami
kelainan refraksi.
Pada pasien kedua, penurunan visus bukan disebabkan karena
kelainan refraksi, yang dibuktikan dengan tidak ada kemajuan pada uji
pinhole, sehingga penatalaksanaan yang diberikan jelas berbeda dengan
pasien pertama. Namun untuk mengetahui penatalaksanaan yang tepat bagi
pasien kedua, diperlukan pemeriksaan lanjutan terlebih dahulu untuk
membantu menegakkan diagnosis.
28
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Penurunan visus pada pasien pertama disebabkan oleh adanya kelainan
pada media refrakta organon visusnya.
2. Penatalaksanaan pada pasien pertama dengan menggunakan bantuan lensa
(kaca mata) sesuai dengan nilai koreksinya.
3. Kelainan pada pasien kedua bukan karena kelainan refraksi dan termasuk
pada golongan penyakit dengan mata tenang visus menurun.
4. Kelainan mata tenang dapat dibedakan menjadi mata tenang dengan visus
menurun mendadak dan mata tenang dengan visus menurun perlahan
B. Saran
1. Sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan
diagnosis pasti dari keluhan pasien
2. Sebaiknya segera dilakukan penatalaksanaan pada masing-masing mata
dengan sesuai dengan diagnosisnya untuk mencegah komplikasi yang
lebih lanjut.
29
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31. Jakarta :
EGC.
Ilyas, Sidarta. 2013. Ilmu Penyakit mata edisi keempat. Jakarta: Balai penerbit
FKUI
Riordan-Eva P & Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology,
17th edition. New York: McGraw-Hill, 2007
Sherwood, Lauree. 2011. Fisiologi manusia:dari sel ke sistem. Ed.6. Jakarta:
EGC.
Snell RS, Lemp MA. Clinical anatomy of the eye. 2nd ed. Oxford: Blackwell
Publishing. 2006. 143-9, 171, 197-207
Vaughan, daniel G et al. 1995. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika
Wilson F. Practical ophthalmology. 5th ed. Singapore: American Academy of
ophthalmology. 2005. 65-6, 90-2
30