lapsus letli imas
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
Letak lintang adalah suatu keadaaan dimana janin melintang (sumbu
panjang janin kira-kira tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu) di dalam
uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang
lain. Bila sumbu panjang tersebut membentuk sudut lancip, hasilnya adalah letak
lintang oblik. Letak lintang oblik biasanya hanya terjadi sementara karena
kemudian akan berubah menjadi posisi longitudinal atau letak lintang saat
persalinan. Di Inggris letak lintang oblik dinyatakan sebagai letak lintang yang
tidak stabil. Kelainan letak pada janin ini termasuk dalam macam-macam bentuk
kelainan dalam persalinan (distosia) 1,2.
Angka kejadian letak lintang sebesar 1 dalam 300 persalinan. Hal ini dapat
terjadi karena penegakan diagnosis letak lintang dapat dilihat pada kehamilan
muda dengan menggunakan ultrasonografi 3. Letak lintang terjadi pada 1 dari 322
kelahiran tunggal (0,3 %) baik di Mayo Clinic maupun di University of Iowa
Hospital, USA. Di Parkland Hospital, dijumpai letak lintang pada 1 dari 335 janin
tunggal yang lahir selama lebih dari 4 tahun 2. Beberapa rumah sakit di Indonesia
melaporkan angka kejadian letak lintang, antara lain: RSUD. dr. Pringadi, Medan
0,6%; RS. Hasan Sadikin Bandung 1,9%; RSUP. dr. Cipto Mangunkuskumo
selama 5 tahun 0,1%; sedangkan Greenhill menyebut 0,3% dan Holland 0,5-0,6%.
Insidens pada wanita dengan paritas tinggi mempunyai kemungkinanan 10 kali
lebih besar dari nullipara 1,3. Dengan ditemukannya letak lintang pada
pemeriksaan antenatal, sebaiknya diusahakan mengubah menjadi presentasi
kepala dengan versi luar. Persalinan letak lintang memberikan prognosis yang
jelek baik terhadap ibu maupun janinnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kematian janin pada letak lintang, di samping kemungkinan terjadinya letak
lintang kasep dan ruptur uteri, juga sering akibat adanya tali pusat menumbung
serta trauma akibat versi ekstraksi untuk melahirkan janin 3.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana sumbu panjang janin kira-kira
tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu (janin melintang di dalam uterus),
biasanya bahu berada di atas pintu atas panggul dengan kepala terletak di salah
satu fossa iliaka dan bokong pada fossa iliaka yang lain. Pada keadaan yang
disebut sebagai presentasi bahu ini, arah akromion yang menghadap sisi tubuh
ibu menentukan jenis letaknya, yaitu letak akromion kiri atau kanan karena
pada kedua posisi tersebut, punggung dapat mengarah ke anterior atau ke
posterior, ke superior atau ke inferior, biasanya jenis letak lintang dorsoanterior
dan dorsoposterior 2.
Pada umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin,
sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul 1,2.
B. Klasifikasi
Pembagian letak lintang dibagi atas 2, yaitu 4:
1. Menurut letak kepala terbagi atas :
a. Letli I : kepala di kiri
b. Letli II : kepala di kanan
2. Menurut posisi punggung terbagi atas :
a. dorso anterior (di depan)
b. dorso posterior (di belakang)
c. dorso superior (di atas)
d. dorso inferior (di bawah)
C. Epidemiologi
Angka kejadian letak lintang berkisar antara 0,5 – 2%. Dari beberapa
rumah sakit di Indonesia dilaporkan angka kejadian letak lintang, antara lain:
3
RSUP Dr. Pringadi, Medan 0,6%; RS Hasan Sadikin, Bandung 1,9%; RSUP
Dr. Cipto Mangunkusumo selama 5 tahun 0,1% dari 12827 persalinan 4.
D. Etiologi
Penyebab utama letak lintang adalah 2 :
1. Relaksasi berlebihan dinding abdomen akibat multiparitas yang tinggi.
Wanita dengan paritas 4 atau lebih memiliki insiden letak lintang 10 kali
lipat dibanding wanita nullipara. Relaksasi dinding abdomen pada perut
gantung menyebabkan uterus jatuh ke depan, sehingga menimbulkan
defleksi sumbu panjang bayi menjauhi sumbu jalan lahir, yang
menyebabkan terjadinya posisi oblik atau melintang. Letak lintang atau
letak oblik kadang-kadang terjadi dalam persalinan dari posisi awal
longitudinal.
2. Janin prematur.
3. Plasenta previa.
4. Cairan amnion berlebih (hidramnion) dan kehamilan kembar.
5. Panggul sempit dan tumor di daerah panggul.
6. Uterus abnormal seperti uterus arkuatus atau uterus subseptus.
E. Diagnosis
Adanya letak lintang sering sudah dapat diduga hanya dengan inspeksi.
Abdomen biasanya tampak lebih melebar dan fundus uteri membentang hingga
sedikit di atas umbilikus sehingga lebih rendah tidak sesuai dengan umur
kehamilannya 1,2.
Pada palpasi fundus uteri kosong, balotemen kepala teraba pada salah
satu fossa iliaka dan bokong pada fossa iliaka yang lain, dan di atas simfisiss
juga kosong, kecuali bila bahu sudah turun kedalam panggul. Apabila bahu
sudah masuk kedalam panggul, pada pemeriksaan dalam dapat diraba bahu dan
tulang-tulang iga. Bila ketiak dapat diraba, arah menutupnya menunjukkan
letak dimana kepala janin berada. Kalau ketiak menutup kekiri, kepala berada
di sebelah kiri, sebaliknya kalau ketiak menutup ke kanan, kepala berada di
sebelah kanan. Denyut jantung janin ditemukan disekitar umbilikus. Pada saat
4
yang sama, posisi punggung mudah diketahui, punggung dapat ditentukan
dengan terabanya skapula dan ruas tulang belakang, sedangkan dada dengan
terabanya klavikula. Bila punggung di anterior, suatu dataran keras
membentang di bagian perut ibu, bila punggungnya di posterior, teraba
nodulasi ireguler yang menggambarkan bagian-bagian kecil janin dapat
ditemukan pada tempat yang sama.
Gambar 2.1. Palpasi pada letak lintang, posisi akromiodorsoanterior kanan. A. Leopold I, B. Leopold II, C. Leopold III, D. Leopold IV2.
Pada pemeriksaan dalam, pada tahap awal persalinan, bagian dada bayi,
jika dapat diraba, dapat dikenali dengan adanya “rasa bergerigi” dari tulang
rusuk. Bila dilatasi bertambah, skapula dan klavikula pada sisi thoraks yang
lain akan dapat dibedakan. Bila punggungnya terletak di anterior, suatu dataran
yang keras membentang di bagian depan perut ibu; bila punggungnya di
posterior, teraba nodulasi ireguler yang menggambarkan bagian-bagian kecil
janin dapat ditemukan pada tempat yang sama. Kadang-kadang dapat pula
diraba tali pusat yang menumbung 1,2.
5
Gambar 2.2. Presentasi bahu kasep 2.
Pada tahap lanjut persalinan, bahu akan terjepit erat di rongga panggul
dan salah satu tangan atau lengan sering mengalami prolaps ke vagina dan
melewati vulva 2.
F. Mekanisme Persalinan
Pada letak lintang dengan ukuran panggul normal dan janin cukup bulan,
tidak dapat terjadi persalinan spontan. Bila persalinan dibiarkan tanpa
pertolongan, akan menyebabkan kematian janin dan ruptur uteri. Setelah
ketuban pecah, jika persalinan berlanjut, bahu janin akan dipaksa masuk ke
dalam panggul sehingga rongga panggul seluruhnya terisi bahu dan tangan
yang sesuai sering menumbung. Setelah terjadi sedikit penurunan, bahu
tertahan oleh tepi pintu atas panggul, dengan kepala di salah satu fossa iliaka
dan bokong pada fossa iliaka yang lain. Bila proses persalinan berlanjut, bahu
akan terjepit kuat di bagian atas panggul 1,2.
Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit dalam rongga panggul.
Dalam usaha untuk mengeluarkan janin, segmen atas uterus terus berkontraksi
dan beretraksi sedangkan segmen bawah uterus melebar serta menipis,
sehingga batas antara dua bagian itu makin lama makin tinggi dan terjadi
lingkaran retraksi patologik. Keadaan demikian dinamakan letak lintang kasep,
sedangkan janin akan meninggal. Bila tidak segera dilakukan pertolongan,
6
akan terjadi ruptur uteri (sehingga janin yang meninggal sebagian atau
seluruhnya keluar dari uterus dan masuk ke dalam rongga perut) atau kondisi
dimana his menjadi lemah karena otot rahim kecapaian dan timbulah infeksi
intrauterin sampai terjadi timponia uteri. Ibu juga berada dalam keadaan sangat
berbahaya akibat perdarahan dan infeksi, dan sering kali meninggal pula1,4.
Bila janin amat kecil (biasanya kurang dari 800gr) dan panggul sangat
lebar, persalinan spontan dapat terjadi meskipun kelainan letak tersebut
menetap. Janin akan tertekan dengan kepala terdorong ke abdomen. Bagian
dinding dada di bawah bahu kemudian menjadi bagian yang paling bergantung
dan tampak di vulva. Kepala dan dada kemudian melewati rongga panggul
secara bersamaan dan bayi dapat dikeluarkan dalam keadaan terlipat
(conduplicatio corpora) atau lahir dengan evolusio spontanea dengan 2 variasi
yaitu 1) mekanisme dari Denman dan 2) mekanisme dari Douglas 1,2,4.
Gambar 2.3. Evolusi spontanea dengan mekanisme Denman dan Douglas 1.
Pada cara Denman bahu tertahan pada simfisis dan dengan fleksi kuat di
bagian bawah tulang belakang, badan bagian bawah, bokong dan kaki turun di
rongga panggul dan lahir, kemudian disusul badan bagian atas dan kepala.
Pada cara Douglas bahu masuk kedalam rongga panggul, kemudian dilewati
oleh bokong dan kaki, sehingga bahu, bokong dan kaki lahir, selanjutnya
disusul oleh lahirnya kepala. Dua cara tersebut merupakan variasi suatu
7
mekanisme lahirnya janin dalam letak lintang, akibat fleksi lateral yang
maksimal dari tubuh janin 1.
G. Penatalaksanaan
Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan letak lintang, sebaiknya
diusahakan mengubah menjadi prsentasi kepala dengan versi luar. Sebelum
melakukan versi luar harus melakukan pemeriksaan teliti ada tidaknya panggul
sempit, tumor dalam panggul, atau plasenta previa, sebab dapat membahayakan
janin dan meskipun versi luar berhasil, janin mungkin akan memutar kembali.
Untuk mencegah janin memutar kembali ibu dianjurkan menggunakan korset,
dan dilakukan pemeriksaan antenatal ulangan untuk menilai letak janin. Ibu
diharuskan masuk rumah sakit lebih dini pada permulaan persalinan, sehingga
bila terjadi perubahan letak, segera dapat ditentukan diagnosis dan
penanganannya. Pada permulaan persalinan masih dapat diusahakan mengubah
letak lintang menjadi presentasi kepala asalkan pembukaan masih kurang dari
empat sentimeter dan ketuban belum pecah. Pada seorang primigravida bila
versi luar tidak berhasil, sebaiknya segera dilakukan seksio sesarea. Sikap ini
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : 1) bahu tidak dapat
melakukan dilatasi pada serviks dengan baik, sehingga pada seorang
primigravida kala I menjadi lama dan pembukaan serviks sukar menjadi
lengkap; 2) karena tidak ada bagian besar janin yang menahan tekanan intra-
uterin pada waktu his, maka lebih sering terjadi pecah ketuban sebelum
pembukaan serviks sempurna dan dapat mengakibatkan terjadinya prolapsus
funikuli; 3) pada primigravida versi ekstraksi sukar dilakukan1.
Secara umum, dimulainya persalinan aktif pada wanita dengan letak
lintang sudah merupakan indikasi seksio sesarea. Seksio sesarea didefinisikan
sebagai lahirnya janin melalui insisi abdomen dan dinding uterus. Riwayat
seksio sesarea dan distosia merupakan indikasi utama seksio sesarea, > 85%
dilakukan karena 5:
8
1. Riwayat SC.
2. Distosia persalinan.
3. Gawat janin.
4. Letak sungsang.
Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara bergantung kepada
beberapa faktor. Apabila riwayat obstetrik wanita yang bersangkutan baik,
tidak didapatkan kesempitan panggul, dan janin tidak seberapa besar, dapat
ditunggu dan diawasi sampai pembukaan serviks lengkap untuk kemudian
melakukan versi ekstraksi. Selama menunggu harus diusahakan supaya
ketuban tetap utuh dan melarang wanita tersebut bangun atau meneran. Apabila
ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap dan terdapat prolapsus funikuli,
harus segera dilakukan seksio sesarea. Jika ketuban pecah, tetapi tidak ada
prolapsus funikuli, maka bergantung kepada tekanan, dapat ditunggu sampai
pembukaan lengkap kemudian dilakukan versi ekstraksi atau mengakhiri
persalinan dengan seksio sesarea. Dalam hal ini persalinan dapat diawasi untuk
beberapa waktu guna mengetahui apakah pembukaan berlangsung dengan
lancer atau tidak. Versi ekstraksi dapat dilakukan pula pada kehamilan kembar
apabila setelah bayi pertama lahir, ditemukan bayi kedua berada dalam letak
lintang. Pada letak lintang kasep, versi ekstraksi akan mengakibatkan ruptur
uteri, sehingga bila janin masih hidup, hendaknya dilakukan seksio sesarea
dengan segera, sedangkan pada janin yang sudah mati dilahirkan pervaginam
dengan dekapitasi 1.
H. Prognosis
Meskipun letak lintang dapat diubah menjadi presentasi kepala, tetapi
kelainan-kelainan yang menyebabkan letak lintang, seperti misalnya panggul
sempit, tumor panggul dan plasenta previa masih tetap dapat menimbulkan
kesulitan pada persalinan. Persalinan letak lintang memberikan prognosis yang
jelek, baik terhadap ibu maupun janinnya 1.
Persalinan dengan presentasi bahu meningkatkan risiko maternal dan
sangat menambah ancaman kematian pada bayi. Kebanyakan kematian ibu
9
akibat komplikasi kasus kasep terjadi karena ruptur uteri spontan atau
traumatik akibat tindakan versi dan ekstraksi yang keliru serta terlambat. Meski
dengan penanganan sebaik mungkin, morbiditas tetap meningkat karena
seringnya disertai plasenta previa, peningkatan kemungkinan terjadi prolpas
tali pusat dan keharusan untuk melakukan operasi besar 2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian janin pada letak lintang di
samping kemungkinan terjadinya letak lintang kasep dan ruptur uteri, juga
sering akibat adanya tali pusat menumbung serta trauma akibat versi ekstraksi
untuk melahirkan janin. Versi ekstraksi ini dahulu merupakan tindakan yang
sering dilakukan, tetapi pada saat ini sudah jarang dilakukan, karena besarnya
trauma baik terhadap janin maupun ibu, seperti misalnya terjadinya ruptur uteri
dan robekan jalan lahir lainnya. Angka kematian ibu berkisar antara 0-2% (RS
Hasan Sadikin Bandung,1996), sedangkan angka kematian janin di Rumah
Sakit Umum Pusat Propinsi Medan 23,3% dan di RS Hasan Sadikin Bandung
18,3% 1.
10
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
No. Rekam Medik : 086390
Tanggal Masuk : 19 Nopember 2012
Nama Pasien : Ny. LO.
Umur : 26 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : IRT
Nama Suami : Tn. H.
Umur : 34 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Jl. Ki Merogan Lorong Al Falah no. 2453, Kertapati, Kota
Palembang. 30258. Sumatera Selatan.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada 19 Nopember 2012 pukul 20.30
WIB.
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Os mengeluh keluar air-air sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit.
2. Riwayat Perjalanan Penyakit
G2P0A1, usia 26 tahun hamil 39 minggu kiriman dari bidan, datang dengan
keluhan keluar air-air berwarna bening sejak 12 jam sebelum masuk rumah
sakit. Os tidak mengeluh mules, os juga tidak mengeluh keluar air ataupun
darah. Os juga mengeluhkan bentuk perutnya agak melebar ke samping. Dari
hasil pemeriksaan USG yang dilakukan pada tanggal 17 Nopember 2012,
diketahui bahwa os mengalami kehamilan dengan presentasi letak lintang. Os
11
mempunyai riwayat anak pertama meninggal dunia saat usia kehamilan 38
minggu.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Os mengaku tidak pernah mengalami penyakit jantung, paru, hati, ginjal,
diabetes melitus, alergi, maupun hipertensi.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Os mengakut tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular,
keturunan dan kejiwaan.
5. Riwayat Haid
Usia menarche : 14 tahun
Siklus haid : 30 hari
Lama haid : 7 hari
Nyeri haid : (-)
HPHT : 17-02-2012
TP : 24-11-2012
6. Riwayat Pernikahan
Lama pernikahan : 2 tahun
Usia waktu nikah I : 24 tahun
7. Riwayat ANC
a. Dilakukan 6 kali di Puskesmas
b. Imunisasi TT dilakukan 2 kali.
8. Riwayat Persalinan
No. Tempat Bersalin
Penolong Tahun Aterm Cara Persalinan
Jenis Kelamin
Keadaan
1. Rumah Sakit
Dokter 2011 + Spontan Laki-laki Meninggal
2. ini
12
PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
a. Keadaan Umum : baik
b. Kesadaran : compos mentis
c. Tanda Vital :
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 78 x/menit
- Pernapasan : 20 x/menit
- Suhu : 36,7 0C
d. Tinggi Badan : 150 cm
e. Berat Badan : 59 kg
f. Kepala :
- Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
g. Leher : pembesaran tiroid (-)
h. Thoraks : jantung dan paru dalam batas normal
i. Abdomen : status obstetrikus
j. Genitalia : status obstetrikus
k. Ekstremitas : edema (-/-), refleks patella (+/+)
2. Status Obstetrikus
a. Pemeriksaan Luar
- Fundus teraba setengah pusat dan processus xiphoideus
- Letak janin melintang dengan kepala janin di sebelah kanan ibu
- DJJ (+) 142 x/menit teratur, di atas umbilikus sebelah kanan
- HIS (-) 1 x/10 menit
b. Pemeriksaan Dalam (Vaginal Toucher)
- Vulva/vagina tidak ada kelainan
- Portio berada di posterior, teraba tebal dan lunak
- Pendataran ± 20%
- Pembukaan kuncup
13
- Ketuban tidak bisa dinilai
- Terbawah tidak bisa dinilai
- Hodge I, Penurunan 5/5
- UUK tidak dapat dinilai
DIAGNOSIS
G2P0A1 hamil 39 minggu dengan KPSW dan belum inpartu JTH letli.
RENCANA TERAPI
1. Pro MRS
2. Observasi KU dan VS
3. Observasi HIS dan DJJ
4. Rencana SC
5. IVFD RL gtt XX/menit
6. Kateter menetap
7. Injeksi Ceftriaxone IV 3 x 1 gr, skin test dulu.
8. Periksa Laboratorium :
- Hb
- Leukosit
- Trombosit
- Ht
- Hitung Jenis
- Golongan darah
- Rhesus
- Waktu perdarahan
- Waktu pembekuan
HASIL LABORATORIUM PRE-OPERATIF
1. Hb : 11, 5 g/dl Nilai Normal : P : 12-14 g/dl
2. Leukosit : 8.4000/ ul Nilai Normal : 5.000-10.000/ ul
3. Trombosit : 263.000/ ul Nilai Normal : 150.000-400.000/ ul
14
4. Ht : 35% Nilai Normal : P : 37-43%
5. Hitung Jenis : 0/2/1/68/23/5 Nilai Normal : Basofil : 0-1%
Eusinofil : 1-3%
Batang : 2-6%
Segmen : 50-70%
Limfosit : 20-40%
Monosit : 2-8%
6. Golongan darah: O
7. Rhesus : (+)
8. Waktu perdarahan : 2 menit Nilai Normal : 1-6 menit
9. Waktu pembekuan : 7 menit Nilai Normal : 10-15 menit
LAPORAN PEMBEDAHAN
Nama : Ny. LO.
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 26 tahun
No. CM : 08.63.90
Pav. : Kebidanan
Dokter : dr. Kurniawan, Sp.OG
Diagnosis Pra-bedah : G2P0A1 hamil 39 minggu dengan KPSW belum inpartu
JTH letli.
Diagnosis Pasca-bedah : P1A1 Post SC a.i. presentasi letak lintang dan KPSW
Lama Pembedahan : ± 1 jam
Anestesi : Spinal Anestesi L3-L4
Tanggal : 20 Nopember 2012
Pukul 10.00 WIB : Operasi dimulai.
- Penderita dalam posisi terlentang dalam keadaan spinal anestesi.
- Dilakukan tindakan septik antiseptik.
- Dilakukan insisi pfannenstiel pada 2 jari di atas simfisis pubis (± 10 cm).
15
- Dilakukan pembukaan dinding abdomen lapis demi lapis dengan tindakan
tajam dan tumpul sampai menembus peritoneum.
- Didapatkan ukuran uterus hamil aterm dengan bentuk uterus abnormal.
- Dipisahkan vesika urinaria dari uterus dengan memisahkan plika vesikouterina.
- Dilakukan insisi SBR ± 1 cm dibawah plika vesikouterina sepanjang ± 3 cm,
dilebarkan dengan jari ke lateral, dan dipecahkan selaput ketuban dengan jari.
Pukul 10. 15 WIB :
- Bayi lahir, bokong diangkat secara hati-hati ditelusuri badan bayi sampai ke
kepala. Bayi laki-laki dengan BB 3900 gram, PB 52 cm, LK 32 cm, LD 35 cm,
APGAR Score 7/8. Tali pusat dijepit dan dipotong.
- Setelah bayi lahir, plasenta juga dilahirkan dan kemudian dilakukan eksplorasi
dalam cavum uteri dengan kasa, induxine 10 IU disuntikan secara drip IV.
- Luka insisi dijepit pada SBR dengan fenster klem, dilakukan penjahitan secara
jelujur feston dengan benang vicryl.
- Perdarahan dirawat sebagaimana mestinya.
- Dilakukan pencucian cavum abdomen dengan NaCl 0,9%.
- Dilakukan penjahitan peritoneum dengan benang vicryl secara jelujur,
disuntikkan Dexamethasone 10 mg dalam peritoneum.
- Dilanjutkan penjahitan m. Recti Abdominis secara jelujur dengan benang
vicryl.
- Ujung fascia diklem, lalu dijahit secara jelujur dengan benang vicryl.
- Lapisan lemak dijahit secara jelujur dengan benang catgut plain.
- Lapisan kulit dijahit secara subkutikuler dengan benang vicryl.
Pukul 1 1.0 0 WIB : Operasi Selesai
16
FOLLOW UP
Selasa, 20 Nopember 2012
Pk. 13.00 WIB
S : Nyeri (+) jahitan operasi, kaki masih kesemutan, lemas
O : KU : BaikVS : - TD 100/80 mmHg- Nadi 81 x/menit- RR 19 x/menit- Suhu 37 0CPL :- TFU 2 jari bawah pusat- Nyeri tekan (+)- Kontraksi uterus (+) baik- Lochia rubra
A : P1A1 Post SC a.i. presentasi letak lintang dan KPSW hari I
P : - Observasi KU dan VS- Observasi perdarahan- Imobilisasi 24 jam- Kateter menetap- Diet bebas- IVFD RL + 2 amp Induxine 10 IU + 2 amp
Ketorolac gtt XX/menit- Injeksi Ceftiaxone 3 x 1 gr- Injeksi Metronidazole 2 x 500 mg 1fls- Injeksi Kalnex 3x1 amp- Vit. C 2 x 600 mg
Rabu, 21 Nopember 2012
Pk. 06.00 WIB
S : Nyeri (+) jahitan operasi, lemasO : KU : Baik
VS : - TD 110/80 mmHg- Nadi 84 x/menit- RR 21 x/menit- Suhu 36,8 0CPL :- TFU 2 jari bawah pusat- Nyeri tekan (+)- Kontraksi uterus (+) baik- Lochia rubra
A : P1A1 Post SC a.i. presentasi letak lintang dan KPSW hari II
P : - Observasi KU dan VS- Observasi perdarahan- Mobilisasi miring kanan kiri, pukul 11.00 WIB
perlahan diperbolehkan duduk.
17
- Kateter menetap- Diet bebas- IVFD RL + 2 amp Induxine 10 IU + 2 amp
Ketorolac gtt XX/menit- Injeksi Ceftiaxone 3 x 1 gr- Injeksi Metronidazole 2 x 500 mg 1fls- Injeksi Kalnex 3x1 amp- Vit. C 2 x 600 mg
Kamis, 22 Nopember 2012
Pk. 06.00 WIB
S : Nyeri (+) jahitan operasiO : KU : Baik
VS : - TD 110/80 mmHg- Nadi 80 x/menit- RR 20 x/menit- Suhu 36,87 0CPL :- TFU 2 jari bawah pusat- Nyeri tekan (+)- Kontraksi uterus (+) baik- Lochia rubra
A : P1A1 Post SC a.i. presentasi letak lintang dan KPSW hari III
P : - Observasi KU dan VS- Observasi perdarahan- Kateter up, bladder training- Diet bebas- Ciprofloxacin 3 x 500 mg per oral- Metronidazole 3 x 500 mg- As. Mefenamat 3 x 500 mg per oral- Mecobion 3 x 500 mg per oral
18
BAB IV
PEMBAHASAN
Telah dilaporkan sebuah kasus dari seorang pasien usia 26 tahun yang
masuk ke kebidanan RSUD Palembang Bari pada tanggal 19 Nopember 2012
pukul 20.00 WIB kiriman dari Bidan dengan keluhan utama keluar air-air sejak 12
jam sebelum masuk rumah sakit.
Dari anamnesis didapatkan identitas pasien, keluhan utama, riwayat
perjalanan penyakit, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga,
dan riwayat obstetrikus. Dari identitas pasien didapatkan status penikahan dan
tingkat pendidikan serta usia ibu untuk menentukan bahwa ibu berada dalam usia
reproduktif yang aman dan sehat antara 20 ± 30 tahun.
Dari keluhan utama didapatkan pasien sedang hamil 39 minggu dengan
keluhan keluar air-air berwarna bening sejak ± 12 jam SMRS. Pasien tidak
mengeluh mules. Pasien juga tidak mengeluh keluar lender ataupun darah. Selain
itu, pasien juga mengeluhkan bentuk perutnya agak melebar ke samping. Dari
hasil pemeriksaan USG yang dilakukan pasien sebelumnya, diketahui bahwa
pasien mengalami kehamilan dengan presentasi letak lintang. Gejala yang dialami
pasien sesuai dengan teori bahwa letak lintang dapat diduga hanya dengan
inspeksi dimana abdomen biasanya akan tampak lebih lebar. Keluhan keluar air-
air berwarna bening sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit menunjukkan
bahwa pasien telah mengalami ketuban pecah sebelum waktunya.
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan perut membuncit dengan palpasi
dirasakan fundus teraba setinggi setengah pusat dan processus xiphoideus. Letak
janin melintang dengan kepala janin teraba di sebelah kanan ibu, DJJ (+) 142
x/menit teratur disekitar atas umbilikus sebelah kanan, dan HIS (-) 1 x/10 menit.
Hal ini memprediksikan bahwa pasien ini sedang hamil dengan presentasi letak
lintang. Namun perkiraan usia kehamilan sulit diprediksi dengan palpasi karena
tinggi fundus tidak sesuai dengan usia kehamilan ibu bila dihitung berdasarkan
HPHT. Berdasarkan teori bahwa pada presentasi letak lintang, palpasi fundus uteri
19
teraba kosong, balotemen kepala teraba pada salah satu fossa iliaka dan bokong
pada fossa iliaka yang lain, dan di atas simfisis juga kosong, kecuali bila bahu
sudah turun ke dalam panggul. Apabila bahu sudah masuk ke dalam panggul,
pada pemeriksaan dalam dapat diraba bahu dan tulang-tulang iga. Bila ketiak
dapat diraba, arah menutupnya menunjukkan letak dimana kepala janin berada.
Kalau ketiak menutup ke kiri, kepala berada di sebelah kiri, sebaliknya kalau
ketiak menutup ke kanan, kepala berada di sebelah kanan. Denyut jantung janin
ditemukan disekitar umbilikus. Pada saat yang sama, posisi punggung mudah
diketahui. Punggung dapat ditentukan dengan terabanya skapula dan ruas tulang
belakang, sedangkan dada dengan terabanya klavikula.
Untuk penatalaksanaan pada kasus ini, pasien dirawat di rumah sakit atas
indikasi ketuban pecah sebelum waktu dan letak lintang dengan rencana akan
dilakukan seksio sesarea. Hal ini dikarenakan ketuban telah pecah sebelum
waktunya dan pasien ini seorang multigravida, maka sudah tidak memungkinkan
dilakukan versi luar. Sikap ini berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai
berikut: 1) bahu tidak dapat melakukan dilatasi pada serviks dengan baik,
sehingga pada kala I menjadi lama dan pembukaan serviks sukar menjadi lengkap;
2) karena tidak ada bagian besar janin yang menahan tekanan intra-uterin pada
waktu his, maka lebih sering terjadi pecah ketuban sebelum pembukaan serviks
sempurna dan dapat mengakibatkan terjadinya prolapsus funikuli.
Dilakukan pemeriksaan laboratorium darah berupa pemeriksaan Hb,
golongan darah, waktu perdarahan, dan waktu pembekuan sebagai bahan rujukan
pre-operatif. Pemeriksaan laboratorium leukosit, Ht dan hitung jenis untuk
mengetahui apakah terdapat infeksi pada pasien. Pasien ini berkemungkinan telah
terjadi ketuban pecah sebelum waktunya, sehingga dipasang IVFD RL gtt
XX/menit kemudian diberikan antibiotik sebagai tindakan pencegahan infeksi
berupa injeksi Ceftriaxone 3 x 1 gr IV dengan dilakukan skin test terlebih dahulu.
Observasi keadaan umum, tanda vital, DJJ, dan HIS terus dilakukan hingga
tindakan operatif akan dilakukan.
Saat dilakukan tindakan pembedahan seksio sesarea, diketahui bahwa pasien
ini mengalami abnormalitas bentuk uterus, dimana bentuk uterusnya tidak sejajar
20
dengan linea mediana. Sesuai dengan teori, abnormalitas bentuk uterus merupakan
salah satu penyebab seseorang wanita mengalami presentasi letak lintang selama
kehamilan.
Setelah operasi, pasien ini diwajibkan imobilisasi selama 24 jam dengan
tidur menggunakan bantal karena efek spinal anastesi masih akan bekerja selama
24 jam. Apabila dalam 24 jam pasien ini duduk atau berdiri, anastesi spinal ini
akan naik melalui cairan spinal ke otak yang dapat menyebabkan pasien
merasakan pusing hingga kehilangan kesadaran karena efek anastesi tersebut.
Maka dari itu, pasien ini dipasang kateter menetap dengan diet bebas tanpa ada
batasan tertentu. Setelah hari II post operatif, pasien ini dapat melakukan
mobilisasi bertahap mulai dari miring ke kanan dan kiri, duduk perlahan, berdiri
serta berjalan perlahan.
Penatalaksanaan medikamentosa diberikan injeksi Ceftriaxone 3 x 1gr IV
sebagai antibiotik, dikombinasikan dengan injeksi Metronidazole 3 x 500mg IV
yang merupakan antibiotik anaerob. Untuk menghilangkan rasa nyeri post
operatif, pasien ini diberikan Ketorolac 2 amp di drip bersama IVFD RL dan
Indukxine 2 amp tetesan 20x/menit. Untuk mengurangi perdarahan yang ada,
injeksi Kalnex 3 x 500 mg IV dapat membantu menghentikan perdarahan dan
pemberian vitamin c dosis tinggi sebanyak 2 x 600 mg IV sebagai vitamin untuk
daya tahan tubuh. Pemberian obat injeksi ini diberikan paling tidak selama 2 hari
pasca operasi. Kemudian, digantikan dengan obat oral berupa antibiotik
Ciprofloxacin 3 x 500 per oral dan Metronidazole 3 x 500 mg, analgetik berupa
Asam Mefenamat 3 x 500 mg per oral, dan Mecobion 3 x 500 mg per oral. Setelah
hari IV post operatif, IVFD dan kateter dapat dilepas dan pasien diperkenankan
untuk pulang.
Setelah pulang, pasien disarankan untuk kontrol ulang minimal 1 kali pada
12 hari post operasi untuk pelepasan perban anti air serta pengecekan bekas
jahitan. Apabila terdapat keluhan-keluhan yang mengganggu disarankan untuk
segera menghubungi dokter.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro, H. (Ed.). 2005. Distosia Karena Kelainan Letak dan Bentuk Janin: Letak Lintang. Dalam: Ilmu Kebidanan. Ed. III, Cetakan ke-7. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta Pusat, Indonesia.
2. Cunningham, FG., Gant, NF., Leveno, KJ., Gilstrap III, LC., Hauth, JC., Wenstrom, KD. 2006. Distosia: Kelainan Presentasi, Posisi, dan Perkembangan Janin “Letak Lintang”. Dalam: Obstetri Williams. Ed. 21, Vol. 1. EGC, Jakarta, Indonesia.
3. Sastrawinata, S., Martaadisoebrata D., Wirakusumah, FF. (ed.). 2005. Obstetri Patologi: Ilmu Kesehatan Reproduksi.. Ed. 2, EGC, Jakarta, Indonesia.S
4. Mochtar, D. Letak Lintang (Transverse Lie). 1998. Dalam: Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Edisi 2. EGC, Jakarta, Indonesia; Hal. 366-372.
5. Cunningham, FG., Gant, NF., Leveno, KJ., Gilstrap III, LC., Hauth, JC., Wenstrom, KD. 2006. Seksio Sesarea dan Histerektomi Postpartum. Dalam: Obstetri Williams. Ed. 21, Vol. 1. EGC, Jakarta, Indonesia.