lapsus diare - denis
DESCRIPTION
uihlTRANSCRIPT
BAB I
LAPORAN KASUS I
1.1. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. Selvi Dwi A.
Usia : 6 Tahun 6 Bulan
Alamat : Banjarejo-Bojonegoro
Status : -
Tanggal MRS : 26 Juni 2015
Ibu
N a m a : Ny. Etik
U m u r : 37 tahun
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SD
Ayah
N a m a : Tn. Agus
U m u r : 43 tahun
Pekerjaan : Tukang Becak
Pendidikan : STM
1.2. ANAMNESIS
1.2.1. Keluhan Utama
BAB Cair
1.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB Cair sejak 1 hari SMRS, BAB Cair sebanyak ≥10x,
dengan konsistensi cair berwarna kuning, terdapat lendir dan
ampas, tidak ada darah, berbau busuk. Tidak berbau amis. Volume
1
tiap kali BAB cair sebanyak ½ gelas aqua. Orang tua pasien
mengatakan sebelum BAB cair, pasien memakan sop buah yang di
campur susu yang dibeli di warung
BAB Cair disertai perut melilit dan dirasakan nyeri
terutama saat akan BAB.
BAB cair disertai badan panas sejak 20 jam SMRS. Badan
panas dirasa terus menerus, panas turun setelah diberi obat penurun
panas namun 3 jam setelah minum obat panas kembali timbul.
Badan panas tidak disertai kejang.
BAB Cair disertai muntah sejak 4 jam SMRS. Muntah
sebanyak 2x. Muntah I, 16 jam SMRS sebanyak 2 gelas aqua
berupa cairan. Muntah ke-II, 4,5 jam SMRS sebanyak ½ gelas aqua
berupa cairan
BAK biasa. Warna kuning. Tidak ada nyeri saat berkemih.
Nafsu makan menurun. Pasien hanya makan sedikit.
1.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah MRS sebanyak 2x, MRS I pada usia 2 tahun
karena panas, kejang, mual, muntah. MRS ke-II pada usia 4 tahun
karna badan panas dan perut kembung.
1.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu pasien menderita penyakit kanker payudara saat ini.
Ibu pasien mempunyai riwayat penyakit paru-paru dan mendapat
pengobatan selama 6 bulan namun tidak rutin minum obat dan
kontrol.
1.2.5. Riwayat Pengobatan
Tadi pagi berobat ke bidan, diberi obat puyer dan sirup,
namun tidak membaik. Lalu pasien dibawa ke IGD RSUD
Bojonegoro dengan suhu 39oC.
2
1.2.6. Riwayat Alergi
Alergi obat ataupun makanan disangkal
1.2.7. Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah bekerja sebagai tukang becak dan ibu sebagai IRT.
1.2.8. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Pasien merupakan anak ke-2 dari 2 bersaudara. Lahir di
BPS dibantu oleh bidan, usia kehamilan 9 bulan. Pasien lahir
normal dengan berat badan lahir 3800 gram. Bayi langsung
menangis.
Dalam masa kehamilan Ibu tidak pernah mengalami sakit.
Rutin periksa kandungan ke bidan setiap bulannya dan dokter. Dan
tidak pernah konsumsi obat-obatan.
.
1.2.9. Riwayat Tumbuh Kembang
Pasien mulai bisa tengkurap dan miring-miring pada usia 4
bulan. Pasien tidak bisa merangkak. Mulai bisa duduk pada usia 2
tahun. Saat ini pasien belum bisa berdiri ataupun berjalan sendiri.
Pasien mulai bisa bicara pada usia 2 tahun. Saat ini belum bisa
bicara dengan lancar.
1.2.10. Riwayat Nutrisi
Setelah lahir pasien diberi ASI tanpa susu tambahan. Diberi
ASI sampai usia 2,5 tahun. Pasien mulai diberi makanan tambahan
saat usia 1 tahun, diberi bubur dan nasi.
1.2.11. Riwayat Imunisasi
BCG : +
Hepatitis : +
DPT : +
3
Polio : +
Campak : +
Kesimpulan : Riwayat imunisasi lengkap
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
1.3.1 Keadaan Umum :
Kesadaran : Alert
GCS : 456
Kesan sakit : Sedang
BB : 17 kg
TB : 107 cm
Lila : 16 cm
LK : 50 cm
Usia : 6 tahun 6 bulan
1.3.2 Vital Sign :
Nadi : 116x/menit (reguler)
RR : 38x/menit
Suhu : 38,3°C (axiller)
Tensi : 100/60 mmHg
1.3.3 Kepala/Leher :
A/I/C/D : -/-/-/-
Mata :
o Pupil isokor ki = ka
o Conjunctiva palbebra inf pucat (-)
o Oedema palpepbra (-)
o Cowong (+)
Telinga :
o Pendengaran baik
o Bentuk normal
4
o Sekret ( - / - )
Hidung :
o Pernafasan cuping hidung (-)
o Epistaksis (-)
o Sekret (-)
o Deviasi septum nasi (-)
Mulut :
o Sianosis (-)
o Labium Oris kering (-)
o Lidah tifoid (-)
o Tonsil tidak terdapat pembesaran
o Petichie pada palatum mole (-)
o Ulcus (-)
Leher :
o Simetris
o Pembesaran KGB (-)
o Pembesaran Kelenjar tyroid (-)
1.3.4 Thoraks :
Paru :
o Inspeksi : Simetris
o Palpasi : Simetris
o Perkusi : Sonor
o Auskultasi : Vesikuler seluruh lapang paru
Rhonki (-) , Wheezing (-)
Jantung :
o S1 S2 tunggal reguler
1.3.5 Abdomen :
Inspeksi : Distended (-)
Auskultasi : Bising usus (+) Meningkat
Palpasi :
5
o Hepar / Lien tidak ada pembesaran
o Ginjal tidak ada pembesaran
o Massa (-)
o Nyeri tekan + + -
- + -
- - -
Perkusi :
o Metoerismus (+)
o Shifting dullness (-)
1.3.6 Genitalia:
Tak tampak kelainan
1.3.7 Ektremitas :
Akral hangat pucat - -
+ +
Capillary refill time < 2 detik
Oedema (-)
Petichie (-)
1.4 PROBLEM LIST
BAB cair ≥10x , berlendir, berbau busuk
Nyeri perut
Panas
Muntah
1.5 ASSESMENT
Observasi Diare akut hari I
DD :
6
Infeksi virus
Infeksi bakteri
Infeksi parasit
Intoksikasi makanan
Observasi Febris hari I
DD :
Infeksi virus
Infeksi bakteri
Infeksi parasit
Dehidrasi Sedang
1.6 PLANNING
1.6.1 Planing Diagnosis
Lab Darah Lengkap
Feces Lengkap
Serum elektrolit
Kultur Feces
Hasil Laboratorium yang bermakna
Darah Lengkap (27/06/2015)
Hemoglobin : 12.9 g/dL (normal: 11.0 – 15.0)
Leukosit : 8.8 103/L (normal: 5.0 – 13.5)
Eritrosit : 4.73 106/L (normal: 4.10 – 5.50)
Hematokrit : 37.0 % (normal: 34.0 – 45.0)
MCH : 27.3 pg (normal: 24.0 – 30.0)
MCHC : 34.3 g/dL (normal: 32.0 – 37.0)
Trombosit : 193 103/L (normal: 150 – 400)
Hitung Jenis (27/06/2015)
7
Eosinofil : 0.5 % (normal: 0 – 3)
Basofil : 0.5 % (normal: 0 – 1)
Neutrofil : H 62.3 % (normal: 32 – 52)
Limfosit : L 24.5 % (normal: 30 – 60)
Monosit : H 12.2 % (normal: 2 – 8)
Jumlah Eosinofil : 0.0 103/L (normal: 0 – 0.8)
Jumlah Basofil : 0.0 103/L (normal: 0 – 0.2)
Jumlah Neutrofil : 0.0 103/L (normal: 1.5 – 7.0)
Jumlah Limfosit : 2.2 103/L (normal: 1.0 – 3.7)
Jumlah Monosit : H 1.08 103/L (normal: 0.16 – 1.00)
1.6.2 Planing Terapi
Infus Aasering Rehidrasi 850cc/ 3 jam
Infus Asering 1350cc/ 24 jam
Paracetamol pulv 170mg (3dd) K/P
Tablet zinc 20mg/hari selama 10 hari
8
LAPORAN KASUS II
1.3. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. M. Fadhil
Usia : 16 Bulan
Alamat : Banjarsari-Trucuk
Status : -
Tanggal MRS : 1 Juli 2015
Ibu
N a m a : Ny. Sri Winarti
U m u r : 36 tahun
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
Ayah
N a m a : Tn. Mu’alifi
U m u r : 42 tahun
Pekerjaan : Pedagang mainan
Pendidikan : SMA
1.4. ANAMNESIS
1.4.1. Keluhan Utama
BAB Cair
1.4.2. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB Cair sejak 7 hari SMRS, BAB Cair sebanyak 6x/hari,
dengan konsistensi cair berwarna kuning, terdapat ampas, tidak ada
lendir dam darah, dan tidak berbau busuk dan amis. Volume tiap
kali BAB cair sebanyak 1 sendok makan. Orang tua pasien
9
mengatakan sebelum BAB cair, pasien memakan sosis yang beli di
tukang keliling.
BAB Cair disertai sakit perut.
BAB cair disertai badan panas sejak 7 hari SMRS. Badan
panas dirasa terus menerus, badan panas tidak disertai kejang.
Tidak menggigil, mimisan, atau mengigau.
BAK biasa. Warna kuning. Tidak ada nyeri saat berkemih.
Makan dan minum mau seperti biasa.
1.4.3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah sakit seperti ini, dan tidak pernah MRS
sebelumnya.
1.4.4. Riwayat Penyakit Keluarga
Dikeluarga tidak ada yang sakit seperti ini. Dan tidak
memiliki riwayat penyakit asma, kejang, TB, dll.
1.4.5. Riwayat Pengobatan
Pada hari ke lima BAB cair pernah di bawa ke bidan diberi
obat berupa puyer.
1.4.6. Riwayat Alergi
Alergi obat ataupun makanan disangkal
1.4.7. Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah bekerja sebagai pedagang mainan dan ibu sebagai
IRT.
10
1.4.8. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Pasien merupakan anak pertama. Lahir di BPS dibantu oleh
bidan, usia kehamilan 9 bulan. Pasien lahir normal dengan berat
badan lahir 3100 gram. Bayi langsung menangis.
Dalam masa kehamilan Ibu tidak pernah mengalami sakit.
Rutin periksa kandungan ke bidan setiap bulannya dan dokter. Dan
tidak pernah konsumsi obat-obatan.
.
1.4.9. Riwayat Tumbuh Kembang
Pasien mulai bisa tengkurap dan miring-miring pada usia 4
bulan. Pasien tidak bisa merangkak. Mulai bisa duduk pada usia 2
tahun. Saat ini pasien belum bisa berdiri ataupun berjalan sendiri.
Pasien mulai bisa bicara pada usia 2 tahun. Saat ini belum bisa
bicara dengan lancar.
1.4.10. Riwayat Nutrisi
Setelah lahir pasien diberi ASI. Diberi ASI sampai usia 1
tahun. Pasien diberi susu tambahan formula. Pasien mulai diberi
makanan tambahan saat usia 1 tahun, diberi bubur dan nasi.
1.4.11. Riwayat Imunisasi
BCG : +
Hepatitis : +
DPT : +
Polio : +
Campak : +
Kesimpulan : Riwayat imunisasi lengkap
1.4 PEMERIKSAAN FISIK
1.3.8 Keadaan Umum :
Kesadaran : Alert
11
GCS : 456
Kesan sakit : Sedang
BB : 11 kg
PB : 80 cm
Lila : 17 cm
LK : 47 cm
Usia : 16 bulan
1.3.9 Vital Sign :
Nadi : 112x/menit (reguler)
RR : 31x/menit
Suhu : 36,6°C (axiller)
Tensi : tidak dilakukan
1.3.10Kepala/Leher :
A/I/C/D : -/-/-/-
Mata :
o Pupil isokor ki = ka
o Conjunctiva palbebra inf pucat (-)
o Oedema palpepbra (-)
o Cowong (-)
Telinga :
o Pendengaran baik
o Bentuk normal
o Sekret ( - / - )
Hidung :
o Pernafasan cuping hidung (-)
o Epistaksis (-)
o Sekret (-)
o Deviasi septum nasi (-)
Mulut :
12
o Sianosis (-)
o Labium Oris kering (-)
o Lidah tifoid (-)
o Tonsil tidak terdapat pembesaran
o Petichie pada palatum mole (-)
o Ulcus (-)
Leher :
o Simetris
o Pembesaran KGB (-)
o Pembesaran Kelenjar tyroid (-)
1.3.11Thoraks :
Paru :
o Inspeksi : Simetris
o Palpasi : Simetris
o Perkusi : Sonor
o Auskultasi : Vesikuler seluruh lapang paru
Rhonki (-) , Wheezing (-)
Jantung :
o S1 S2 tunggal reguler
1.3.12Abdomen :
Inspeksi : Distended (-)
Auskultasi : Bising usus (+) Meningkat
Palpasi :
o Hepar / Lien tidak ada pembesaran
o Ginjal tidak ada pembesaran
o Massa (-)
o Nyeri tekan - + -
- - -
- - -
13
Perkusi :
o Metoerismus (+)
o Shifting dullness (-)
1.3.13Genitalia:
Tak tampak kelainan
1.3.14Ektremitas :
Akral hangat kering merah di keempat ekstremitas
Capillary refill time < 2 detik
Oedema (-)
Petichie (-)
1.7 PROBLEM LIST
BAB cair 6x/hari, tidak ada lender dan darah.
Nyeri perut
Panas
1.8 ASSESMENT
Observasi Diare akut hari VII
DD :
Infeksi virus
Infeksi bakteri
Infeksi parasit
Intoksikasi makanan
Observasi Febris hari VII
DD :
Infeksi virus
Infeksi bakteri
Infeksi parasit
14
1.9 PLANNING
1.6.3 Planing Diagnosis
Lab Darah Lengkap
Feces Lengkap
Serum elektrolit
Kultur Feces
Hasil Laboratorium yang bermakna
Darah Lengkap (01/07/2015)
Hemoglobin : 13.3 g/dL (normal: 11.0 – 15.0)
Leukosit : 9.1 103/L (normal: 5.0 – 13.5)
Eritrosit : 4.88 106/L (normal: 4.10 – 5.50)
Hematokrit : 37.6 % (normal: 34.0 – 45.0)
MCH : 27.3 pg (normal: 24.0 – 30.0)
MCHC : 35.4 g/dL (normal: 32.0 – 37.0)
Trombosit : 246 103/L (normal: 150 – 400)
Hitung Jenis (27/06/2015)
Eosinofil : 0.1 % (normal: 0 – 3)
Basofil : 0.8 % (normal: 0 – 1)
Neutrofil : L 8.0 % (normal: 32 – 52)
Limfosit : H 80.6 % (normal: 30 – 60)
Monosit : H 10.5 % (normal: 2 – 8)
Jumlah Eosinofil : 0.0 103/L (normal: 0 – 0.8)
Jumlah Basofil : 0.1 103/L (normal: 0 – 0.2)
Jumlah Neutrofil : L 0.7 103/L (normal: 1.5 – 7.0)
Jumlah Limfosit : H 7.3 103/L (normal: 1.0 – 3.7)
Jumlah Monosit : 0.95 103/L (normal: 0.16 – 1.00)
15
Feces Lengkap (01/07/2015)
Makroskopik
Hemoglobin : Kuning (normal: Coklat)
Konsistensi : Lembek (normal: Lembek)
Darah : Negatif (normal: Negatif)
Lendir : Negatif (normal: Negatif)
Mikroskopik
Eritrosit : 0-2 /LPB (normal: 0-5)
Lekosit : 0-2 /LPB (normal: 0-10)
Amoeba : Negatif (normal: Negatif)
Kista : Negatif (normal: Negatif)
Telur Cacing : Negatif (normal: Negatif)
Sisa makanan : Negatif (normal: Negatif)
Urin Lengkap (01/07/2015)
Warna : Kuning (normal: Kuning)
Kejernihan : Jernih (normal: Jernih)
Berat Jenis : 1.015 (normal: 1.010-1.020)
pH : 7.0 (normal: 6.0-8.0)
Lekosit : Negatif (normal: Negatif)
Nitrit : Negatif (normal: Negatif)
Protein : Negatif (normal: Negatif)
Reduksi : Negatif (normal: Negatif)
Keton : Negatif (normal: Negatif)
Urobilinogen : Norm (normal: Negatif)
Bilirubin : Negatif (normal: Negatif)
Eritrosit : Negatif (normal: Negatif)
Sedimen
Eritrosit : 0-2 /LPB (normal: 0-2)
Lekosir : 0-5 /LPB (normal: 0-5)
16
Sel Epitel : 0-2 /LPB (normal: 0-2)
Silinder : Negatif /LPK (normal: Negatif)
Kristal : Negatif (normal: Negatif)
Bakteri : NEG /LPB (normal: <2)
1.6.4 Planing Terapi
Infus Asering 1050cc/ 24 jam
Paracetamol pulv 110mg (3dd) K/P
Tablet zinc 20mg/hari selama 10 hari
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa
lendir dan darah yang berlangsung kurang dari 14 hari (Subagyo dan Santoso,
2010).
Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besar lebih dari
3-4 kali perhari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat
fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal
tersebut tidak tergolong diare , tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara
akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang
minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah meningkatnya
frekuensi buang air besar atau konsistesinya menjadi cair yang menurut
ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada seorang
anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistesinya cair,
keadaaan ini sudah dapat disebut diare (Subagyo dan Santoso, 2010).
2. 2 Mekanisme
Secara umum, diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi
atau sekresi. Terdapat beberapa pembagian diare:
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan absorbsi dan
gangguan sekresi
Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme
yang saling tumpang tindih. Menurut mekanisme diare, maka dikenal diare
akibat gangguan absorbsi yaitu volume cairan yang berada di kolon lebih
besar daripada kapasitas absorbsi. Di sini diare dapat terjadi akibat kelainan di
usus halus, mengakibatkan absorbsi menurun atau sekresi yang bertambah.
18
Apabila fungsi usus halus normal, diare dapat terjadi akibat absorbsi di kolon
menurun atau sekresi di kolon meningkat. Diare dapat juga dikaitkan dengan
gangguan motilitas, inflamasi, dan imunologi.
Gangguan absorbsi atau diare osmotik
Secara umum, terjadi penurunan fungsi absorbsi oleh berbagai sebab
seperti celiac sprue, atau karena:
a. Mengkonsumsi magnesium hidroksida
b. Defisiensi sukrase-isomaltase adanya lactase defisien pada anak yang lebih
besar
c. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada
usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan
hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dan
darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeable, air akan
mengalir kearah lumen jejunum sehingga air akan banyak terkumpul
dalam lumen usus. Natrium akan mengikuti masuk ke dalam lumen,
dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan
kadar natrium yang normal. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorbsi
kembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada
bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukose, sukrose, laktose,
maltose, di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorbsi kolon
sehingga terjadilah diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus buah
atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah yang berlebihan akan
memberiikan dampak yang sama.
Malabsorbsi umum
Keadaan seperti short bowel syndrome, celiac, protein, peptide, tepung,
asam amino, dan monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotik pada
lumen usus. Kerusakan sel (yang secara normal akan menyerap natrium dan
air) dapat disebabkan virus atau kuman, seperti Salmonella, Shigella, atau
Campylobacter. Sel tersebut juga dapat rusak karena inflammatory bowel
disease idiopatik, akibat toksin atau obat-obatan tertentu. Gambaran
karakteristik penyakit yang menyebabkan malabsorbsi usus halus adalah
19
atropi villi. Lebih lanjut, mikroorganisme tertentu (bakteri tumbuh lampau,
giardiasis, dan enteroadheren E. coli) menyebabkan malabsorbsi nutrien
dengan merubah faal membran brush border trigliserid diakibatkan
insufisiensi eksokrin pankreas menyebabkan malabsorbsi yang signifikan dan
mengakibatkan diare osmotik.
Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan
pemecahan kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya
menyebabkan maldigesti, malabsorbsi dan akhirnya menyebabkan diare
osmotik. Steatorrhe berbeda dengan malabsorbsi protein dan karbohidrat
dengan asam lemak rantai panjang intraluminal, tidak hanya menyebabkan
diare osmotik, tetapi juga menyebabkan pacuan sekresi klorida sehingga diare
tersebut dapat disebabkan malabsorbsi karbihidrat oleh karena kerusakan difus
mukosa usus, defisiensi sukrosa, isomaltosa, dan defisiensi congenital lactase,
pemberian obat pencahar; laktulose, pemberian Mg hydroxide (misalnya susu
Mg), malabsorbsi karbohidrat yang berlebihan pada hipermotilitas pada kolon
iritabel. Mendapat cairan hipertonis dalam jumlah besar dan cepat,
menyebabkan kekambuhan diare. Pemberian makan/minum yang tinggi KH,
setelah mengalami diare, menyebabkan kekambuhan diare. Infeksi virus yang
menyebabkan kerusakan mukosa sehingga menyebabkan gangguan sekresi
enzim lactase, menyebabkan gangguan absorbsi nutrisi laktose.
Gangguan sekresi atau diare sekretorik
Hiperplasia kripta
Teoritis adanya hyperplasia kripta akibat penyakit apapun, dapat
menyebakan sekresi intestinal dan diare. Pada umumnya, penyakit ini
menyebabkan atrofi vili..
Luminal secretagogues
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin
bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam
empedu bentuk dihydroxy, serta asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan
konsentrasi intrasel cAMP, cGMP atau Ca++ yang selanjutnya akan
20
mengaktifkan protein kinase. Pengaktifan protein kinase akan
menyebabkan fosfolirasi membran protein sehingga mengakibatkan
perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi lain
terjadi peningkatan pompa natrium dan natrium masuk ke dalam lumen
usus bersama Cl-.
Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-
ATPase. Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP
intraseluler, meningkatkan permeabilitas intestinal dan sebagian
menyebabkan kerusakan sel mukosa. Beberapa obat menyebabkan sekresi
intestinal. Penyakit malabsorbsi seperti reseksi ileum dan penyakit Crohn
dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti menyebabkan peningkatan
konsentrasi garam empedu dan lemak.
Blood-Borne Secretagogues
Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang, umumnya
disebabkan oleh enterotoksin E. coli atau Cholera. Berbeda dengan negara
berkembang, di negara maju, diare sekretorik jarang ditemukam, apabila
ada kemungkinan disebakan oleh obat atau tumor seperti ganglioneuroma
atau neuroblastoma yang menghasilkan hormone seperti VIP. Pada orang
dewasa, diare sekretorik berat disebabkan neoplasma pankreas, sel non-
beta yang menghasilkan VIP, Polipeptida pankreas, hormone sekretorik
lainnya (sindroma watery diarrhea hypokalemia achlorhydria (WDHA)).
Diare yang disebabkan tumor ini termasuk jarang. Semua kelainan mukosa
usus, berakibat sekresi air dan mineral berlebihan pada vilus dan kripta
serta semua enterosit terlibat dan dapat terjadi mukosa usus dalam keadaan
normal.
Diare akibat gangguan peristaltik
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi
perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik
peningkatan ataupun penurunan motilitas, keduanya dapat menyebabkan diare.
Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang
menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan
21
meningkatkan absorbs. Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan
stasis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan
malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery
diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon irritable pada
bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada
thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu dan berbagai penyakit lain.
Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada
beberapa keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction,
tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air,
elektrolit, mukus, protein, dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih
menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan
dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik.
Bakteri enteral pathogen akan mempengaruh struktur dan fungsi tight
junction, menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan
kaskade inflamasi. Efek infeksi bacterial pada tight junction akan
mempengaruhi susunan protein. Penelitian oleh Berkes J. dkk 2003
menunjukkan bahwa peranan bakteri enteral pathogen pada diare terletak pada
perubahan barrier tight junction oleh toksin atau produk kuman yaitu
perubahan pada cellular cytoskeleton dan spesifik tight junction. Pengaruh itu
bisa pada kedua komponen tersebut atau salah satu komponen saja sehingga
akan menyebabkan hipersekresi chloride yang akan diikuti natrium dan air.
Sebagai contoh C. difficile akan menginduksi kerusakan cytoskeleton maupun
protein, Bacteroides fragilis menyebabkan degradasi proteolitik protein tight
junction, V. cholera mempengaruhi distribusi protein tight junction,
sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton.
Diare terkait imunologi
Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I,
III, dan IV. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan
allergen makanan. Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati,
sedangkan reaksi tipe IV terdapat pada Coeliac disease dan protein loss
22
enteropaties. Pada reaksi tipe I, allergen yang masuk tubuh menimbulkan
respon imun dengan dibentuknya IgE yang selanjutnya akan diikat oleh
reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan basofil. Bila terjadi aktivasi
akibat pajanan berulang dengan antigen yang spesifik, sel mast akan
melepaskan mediator seperti histamin, ECF-A, PAF, SRA-A, dan
prostaglandin. Pada reaksi tipe III terjadi reaksi komplek antigen-antibodi
dalam jaringan atau pembuluh darah yang mengaktifkan komplemen.
Komplemen yang diaktifkan kemudian melepaskan Macrophage Chemotactic
Factor yang akan merangsang sel mast dan basofil melepas berbagai mediator.
Pada reaksi tipe IV terjadi respon imun seluler, di sini tidak terdapat peran
antibody. Antigen dari luar dipresentasikan sel APC (Antigen Presenting Cell)
ke sel Th1 yang MHC-II dependen. Terjadi pelepasan berbagai sitokin seperti
MIF, MAF, dan IFN oleh Th1. Sitokin tersebut akan mengaktifasi makrofag
dan menimbulkan kerusakan jaringan. Berbagai mediator diatas akan
menyebabkan kerusakan mukosa sehingga luas permukaan mukosa akan
berkurang.
2. 3 Etiologi
Pada saat ini, dengan kemajuan dibidang teknik laboratorium telah dapat
diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat
menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya
diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit. dua tipe dasar dari
diare akut oleh karena infeksi adalah non-inflamatory dan inflammatory
(Subagyo dan Santoso, 2010).
Enteropatogen menimbulkan non-inflamatory diare melalui produksi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan
oleh parasit, perlekatan dan/ atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya
inflammatoy diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus
secara langsung atau memproduksi sitotoksin (Pickering, 2004).
23
Tabel 1. Penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia (Pickering, 2004)
GOLONGAN BAKTERI GOLONGAN VIRUS GOLONGAN PARASITAeromonas Astrovirus Balantidiom coli
Bacillus cereus Calcivirus (Norovirus, Sapovirus)
Blastocystis homonis
Canpilobacter jejuni Enteric adenovirus Crytosporidium parvumClostridium perfringens Corona virus Entamoeba histolyticaClostridium defficile Rotavirus Giardia lambliaEschercia coli Norwalk virus Isospora belliPlesiomonas shigeloides Herpes simplek
virusStrongyloides stercoralis
Salmonella Cytomegalovirus Trichuris trichiuraShigellaStaphylococcus aureusVibrio choleraVibrio parahaemolyticusYersinia enterocolitica
Tabel 2. Penyebab Diare Non Infeksi pada AnakKesulitan makanan Neoplasma
Neuroblastoma Phaeochromocytoma Sindroma Zollinger Ellison
Defek anatomis Malrotasi Penyakit Hirchsprung Short Bowel Syndrome Atrofi mikrovilli Stricture
Lain-lain: Infeksi non gastrointestinal Alergi susu sapi Penyakit Crohn Defisiensi imun Colitis ulserosa Ganguan motilitas usus Pellagra
Malabsorbsi Defesiensi disakaridase Malabsorbsi glukosa dan
galaktosa Cystic fibrosis Cholestosis Penyakit celiac
Keracunan makanan logam berat Mushrooms
Endokrinopati Thyrotoksikosis Penyakit Addison Sindroma Androgenital
24
2. 4 Gejala Klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala
lainya bila terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi
neurologik. Gejala gastrointestinal bias berupa diare, kram perut, dan muntah.
Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya
(Subagyo dan Santoso, 2010).
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung
sejumlah ion natrium, klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit
ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga akan meningkat bila
ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolic, dan
hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena
dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskular dan kematian bila
tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisistas plasma
dapat berupa dehidrasi isotonic, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau
dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi,
dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat (Subagyo dan Santoso,
2010).
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enteric pathogen
antara lain: vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomyelitis,
meningitis, pneumonia, hepatitis, peritonitis dan septik tromboplebitis. Gejala
neurolgik dari infeksi usus bisa berupa parestesia ( akibat makan ikan, kerang,
monosodium glutamate), hipotoni dan kelemahan otot.
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat
dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory
diare. Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus terjadi pada perut bagian
bawah serta rectum menunjukan terkenanya usus besar. Mual dan muntah
adalah symptom yang nonspesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan
oleh karena mikroorganisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas
seprti: enteric virus, bakteri yang memproduksi enteroroksin, giardia, dan
cryptosporidium.
25
Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya
penderita tidak panas atu hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak
berat, watery diare, menunjukan bahwa saluran makan bagian atas yang
terkena. Oleh karena pasien immunocompromise memerlukan perhatian
khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit.
Tabel 3. Gejala Klinis Diare Akut berbagai Penyebab
Gejala klinis Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera
Masa Tunas
Panas
Mual,
muntah
Nyeri perut
Nyeri kepala
lama sakit
17-72 jam
+
Sering
Tenesmus
-
5-7 hari
24-48 jam
++
Jarang
Tenesmus,
kramp
+
>7hari
6-72 jam
++
Sering
Tenesmus,
kolik
+
3-7 hari
6-72 jam
-
+
-
-
2-3 hari
6-72 jam
++
-
Tenesmus,
kramp
-
Variasi
48-72 jam
-
Sering
Kramp
-
3 hari
Sifat tinja:VolumeFrekuensiKonsistensiDarahBauWarna
LeukositLain-lain
Sedang5-10x/hariCair-LanguKuning hijau-anorexia
Sedikit>10x/hariLembek+-Merah-hijau
+Kejang +
SedikitSeringLembekKadangBusukKehijauan
+Sepsis +
BanyakSeringCair--Tak berwarna-Meteorismus
SedikitSeringLembek+-Merah-hijau
-Infeksi sistemik
BanyakTerus menerusCair-Amis khasAir cucuian beras-+
2. 5 Diagnosa
2.5.1 Anamnesa
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut :
Lama diare, frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau,
ada/tidak lendir dan darah.
Bila disertai muntah volume dan frekuensinya.
26
Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-8 jam
terakhir.
Makanan dan minuman yang diberikan selama diare.
Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk,
pilek, otitis media, campak.
Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi
oralit, membawa berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit dan
obat-obatan yang diberikan
Riwayat imunisasinya (Subagyo dan Santoso, 2010).
2.5.2 Pemeriksaan Fisik
Menurut WHO Indonesia tahun 2008, terdapat beberapa hal yang
dapat dicari:
Tanda-tanda dehidrasi ringan atau dehidrasi berat :
- Rewel atau gelisah
- Letargis/kesadaran berkurang
- Mata cekung
- Cubitan kulit perut kembalinya lambat atau sangat lambat
- Haus/minum dengan lahap, atau malas minum atau tidak bisa
minum.
Darah dalam tinja
Tanda invaginasi (massa intra-abdominal, tinja hanya lender dan
darah)
Tanda-tanda gii buruk
Perut kembung
2.5.3 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya
tidak diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan
misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain
27
selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh:
pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau
infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang
diperlukan pada diare akut (Subagyo dan Santoso, 2010).
Darah : darah lengkap, serum elketrolit, analisa gas darah, glukosa
darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika
Urine : urin lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika
Feces Lengkap:
Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua
penderita dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak
dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mucus atau darah biasanya
disebabkan oleh enteroksin virus, prontozoa, atau disebabkan oleh
infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yanga mengandung
darah atau mucus bisa disebabkan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin bakteri enteroinvasif yang menyebabkan
peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E. hystolitica, B.coli ,
T.trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja
kecuali pada infeksi dengan E.hystolitica darah sering terdapat
pada permukaan tinja dan pada infeksi dengan Salmonella,
Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.
Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja,
konsistesi tinja, bau tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya
busa. Warna tinja tidak terlalu banyak berkolerasi dengan penyebab
diare. Warna hijau tua berhubungan dengan adanya warna empedu
akibat garam empedu yang dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada
keadaan bacterial overgrowth. Warna merah akibat adanya darah
dalam tinja atau obat yang dapat menyebabkan warna merah dalam
tinja seperti rifampisin. Konsistensi tinja dapat cair, lembek, padat.
Tinja yag berbusa menunjukan adanya gas dalam tinja akibat
fermentasi bakteri. Tinja yang berminyak, lengket, dan berkilat
28
menunjukan adanya lemak dalam tinja. Lendir dalam tinja
menggambarkan kelainan di kolon, khususnya akibat infeksi
bakteri. Tinja yang sangat berbau menggambarkan adanya
fermentasi oleh bakteri anaerob dikolon. Pemeriksaan pH tinja
menggunakan kertas lakmus dapat dilakukan untuk menentukan
adanya asam dalam tinja. Asam dalam tinja tersebut adalah asam
lemak rantai pendek yang dihasilkan karena fermentasi laktosa
yang tidak diserap di usus halus sehingga masuk ke usus besar
yang banyak mengandung bakteri komensial. Bila pH tinja<6 dapat
dainggap sebagai malabsorbsi laktosa (Firmansyah et al., 2005).
Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose
sekunder akibat rusaknya mikrofili mukosa usus halus yang banyak
mengandung enzim lactase. Enzim laktsae merupakan enzim yang
bekerja memecahkan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, yang
selanjutnya diserap di mukosa usus halus, Salah satu cara
menentukan malabsorbsi laktosa adalah pemeriksaan clinitest
dikombinasi dengan pemeriksaan pH tinja. Pemeriksaan clinitest
dilakukan dengan prinsip melihat perubahan reaksi warna yang
terjadi antara tinja yang diperiksa dengan tablet clinitest.
Prinsipnya adalah terdapatnya reduktor dalam tinja yang mengubah
cupri sulfat menjadi cupri oksida. Pemeriksaan dilakukan dengan
cara mengambil bagian cair dari tinja segar (sebaiknya tidak lebih
dari 1 jam). Sepuluh tetes air dan 5 tetes bagian cair dari tinja
diteteskan kedalam gelas tabung, kemudian ditambah 1 tablet
clinitest. Setelah 60 detik maka perubahan warna yang terjadi
dicocokan dengan warna standart. Biru berarti negative, kuning tua
berarti positif kuat (++++=2%), antara kuning dan biru terdapat
variasi warna hijau kekuningan (+=1/2%), (++=3/4%), (+++=1%).
Sedangkan terdapatnya lemak dalam tinja lebih dari 5 gram sehari
disebut sebagai steatore (Firmansyah et al., 2005).
29
Pemeriksaan mikroskopik
Infeksi bakteri invasif ditandai dengan ditemukannya
sejumlah besar leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya
proses inflamasi. Pemeriksaan leukosit tinja dengan cara
mengambil bagian tinja yang berlendir seujung lidi dan diberi ½
tetes eosin atau Nacl lalu dilihat dengan mikroskop cahaya
(Suraatmaja, 2007).
bila terdapat 1-5 leukosit perlapang pandang besar disebut
negative
bila terdapat 5-10 leukosit per lapang pandang besar disebut (+)
bila terdapat 10-20 leukosit per lapang pandang besar disebut
(++)
bila terdapat leukosit lebih dari ½ lapang pandang besar
disebut (+++)
bila leukosit memenuhi seluruh lapang pandang besar disebut
(++++)
Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja
dengan sudan III yang mengandung alkohol untuk mengeluarkan
lemak agar dapat diwarnai secara mikroskopis dengan pembesarn
40 kali dicari butiran lemak dengan warna kuning atau jingga.
Penilaian berdasarkan 3 kriteria (Firmansyah et.al., 2005).
(+) bila tampak sel lemak kecil dengan jumlah kurang dari 100
buah per lapang pandang atau sel lemak memenuhi 1/3 sampai
½ lapang pandang
(++) bila tampak sel lemak dnegan jumlah lebih 100 per lapang
pandang atau sel memenuhi lebih dari ½ lapang pandang
(+++) bila didapatkan sel lemak memenuhi seluruh lapang
pandang.
Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja segar.
Dengan memakai batang lidi atau tusuk gigi, ambilah sedikit tinja
30
dan emulsikan delam tetesan NaCl fisiologis, demikian juga
dilakukan dengan larutan Yodium. Pengambilan tinja cukup sedikit
saja agar kaca penutup tidak mengapung tetapi menutupi sediaan
sehingga tidak terdapat gelembung udara. Periksalah dahulu sediaan
tak berwarna (NaCL fisiologis), karena telur cacing dan bentuk
trofozoid dan protozoa akan lebih mudah dilihat. Bentuk kista lebih
mudah dilihat dengan perwanaan yodium. Pemeriksaan dimulai
dengan pembesaran objekstif 10x, lalu 40x untuk menentukan
spesiesnya.
2.5.4 Penatalaksanaan
Terdapat empat pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu
rehidrasi, dukungan nutrisi, pemberian obat sesuaiindikasi dan edukasi
pada orang tua. Tujuan pengobatan (Firmansyah et.al., 2005):
1. Mencegah dehidrasi
2. Mengatasi dehidrasi yang telah ada
3. Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberiikan makanan
selama dan setelah diare
4. Mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya episode
diare, dengan memberiikan suplemen zinc
Tujuan pengobatan diatas dapat dicapai dengan cara mengikuti
rencana terapi yang sesuai, seperti yang tertera dibawah ini (WHO,
2009)
1. Rencana terapi A : penanganan diare di rumah
Jelaskan kepada ibu tentang 4 aturan perawatan di rumah:
Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)
Jelaskan pada ibu:
- pada bayi muda, pemberian ASI merupakan pemberian
cairan tambahan yang utama. Beri ASI lebih sering dan
lebih lama pada setiap kali pemberian.
31
- jika anak memeperoleh ASI eksklusif, beri oralit, atau air
matang sebagai tambahan
- jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, beri 1 atau
lebih cairan berikut ini: oralit, cairan makanan(kuah sayur,
air tajin) atau air matang
Anak harus diberi larutan oralit dirumah jika:
- anak telah diobati dengan rencana terapi B atau dalam
kunjungan
- anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya
bertambah berat
Ajari pada ibu cara mencampur dan memberiikan oralit. Beri
ibu 6 bungkus oralit (200ml) untuk digunakan dirumah.
Tunjukan pada ibu berapa banyak cairan termasuk oralit yang
harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairanya
sehari-hari:
- <2 tahun: 50 sampai 100 ml setiap kali BAB
- > 2 tahun : 100 samapai 200 ml setiap kali BAB
Katakan pada ibu
- agar meminumkan sedikit-sedikit tetapi sering dari
mangkuk/ cangkir/gelas
- jika anak muntah, tunggu 10 menit. kemudia lanjutkan
lagi dengan lebih lambat.
- lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare
berhenti.
Beri tablet Zinc
Pada anak berumur 2 bulan keatas, beri tablet zinc selama 10
hari dengan dosis :
- umur <6 bulan : ½ tablet (10 mg) perhari
- umur >6 bulan : 1 tablet (20 mg) perhari
Lanjutkan pemeberian makanan
Kapan harus kembali
32
2. Rencana terapi B
Penanganan dehidrasi sedang/ ringan dengan oralit. Beri
oralit di klinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam.
Usia <4 bulan 4-11 bulan 12-23
bulan
5-4 tahun 5-14tahun >15 tahun
Berat badan <5 kg 5-7,9 kg 8-10,9 kg 11-15,9 kg 16-29,9 kg >30 kg
Jumlah (ml) 200-400 400-600 600-800 800-1200 1200-2200 2200-4000
Jumlah oralit yang diperlukan 75 ml/kgBB. Kemudian
setelah 3 jam ulangi penilaian dan klasifikasikan kemabali derajat
dehidrasinya, dan pilih rencana terapi yang sesuai untuk
melanjutkan pengobatan. Jika ibu memaksa pulang sebelum
pengobatan selesai tunjukan cara menyiapkan oralit di rumah,
tunjukan berapa banyak larutan oralit yang harus diberikan dirumah
untuk menyelesaikan 3 jam pertama. Beri bungkus oralit yang
cukup untuk rehidrasi dengan menambah 6 bungkus lagi sesuai
yang dainjurkan dalam rencana terapi A. Jika anak menginginkan
oralit lebih banyak dari pedoman diatas, berikan sesuai kehilangan
cairan yang sedang berlangsung. Untuk anak berumur kurang dari 6
bulan yang tidak menyusu, beri juga 100-200 ml air matang selama
periode ini. Mulailah memberi makan segera setelah anak ingin
amkan. Lanjutkan pemberian ASI. Tunjukan pada ibu cara
memberiikan larutan oralit. berikan tablet zinc selama 10 hari.
3. Rencana terapi C (penanganan dehidrasi berat dengan cepat)
Beri cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum,
beri oralit melalui mulut, sementara infuse disiapkan. Beri 100
ml/kgBB cairan ringer laktat atau ringer asetat (atau jika tak
tersedia, gunakan larutan NaCl)yang dibagi sebagai berikut.
Umur Pemberian pertama 30ml/kgBB selama
Pemebrian berikut 70ml/kgBB selama
Bayi (bibawah umur12 bulan)
1 jam* 5 jam
Anak (12 bulan sampai 5 tahun)
30 menit* 2 ½ jam
33
*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tidak teraba
Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika status hidrasi
belum membaik, beri tetesan intravena lebih cepat. Juga beri oralit
(kira-kira 5ml/kgBB/jam) segera setelah anak mau minum,
biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri anak
tablet zinc sesuai dosis dan jadwal yang dianjurkan. Periksa
kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam
(klasifikasikan dehidrasi), kemudian pilih rencana terapi) untuk
melanjutkan penggunaan.
Prinsip pemberian terapi cairan pada gangguan cairan dan
elektrolit ditujukan untuk memberiikan pada penderita:
1. Kebutuhan akan rumatan (maintenance) dari cairan dan
elektrolit
2. Mengganti cairan kehilangan yang terjadi
3. Mencukupi kehilangan abnormal dari cairan yang sedang
berlangsung.
Pada diare CRO merupakan terapi cairan utama. CRO telah
25 tahun berperan dalam menurunkan angka kematian bayi dan
anak dibawah 5 tahun karena diare. WHO dan UNICEF berusaha
mengembangkan oralit yang sesuai dan lebih bermanfaat. Telah
dikembangkan oralt baru dengan osmolalitas lebih rendah.
Keamanan oralit ini sama dengan oralit yang lama, namun
efektifitasnya lebih baik daripada oralit formula lama. Oralit baru
dengan low osmolalitas ini juga menurunkan kebutuhan
suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja
hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain
itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan WHO dan UNICEF
untuk diare akut non kolera pada anak.
Pengobatan Dietetik
34
Memuasakan penderita diare (hanya memberi air teh) sudah
tidak dilakukan lagi karena akan memperbesar kemungkinan
terjadinya hipoglikemia dan atau KKP. Sebagai pegangan dalam
melaksanakan pengobatan dietetic diapakai singkatan O-B-E-S-E,
sebagai singkatan Oralit, Breast feeding, Early Feeding,
Simultaneously with Education.
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan
ditingkatkan setelah sembuh. Tujuanya adalah memberiikan makanan
kaya nutrien sebanyak anak mampu menerima. Sebagian besar anak
dengan diare cair, nafsu makanya timbul kembali setelah dehidrasi
teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan mempercepat
kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima
dan mengabsorbsi berbagai nutrien, sehingga memburuknya status
gizi dapat dicegah atau paling tidak dikurangi. Sebaliknya,
pembatasan makanan akan menyebabkan penurunan berat badan
sehingga diare menjadi lebih lama dan kembalinya fungsi usus akan
lebih lama. Makanan yang diberikan pada anak diare tergantung
kepada umur, makanan yang disukai dan pola makan sebelum sakit
serta budaya setempat. Pada umumnya makanan yang tepat untuk
anak diare sama dengan yang dibutuhkan dengan anak sehat. Bayi
yang minum ASI harus diteruskan sesering mungkin dan selama anak
mau. Peranan ASI selain memberiikan nutrisi yang terbaik, juga
terdapat 0,05 SIgA/hari yang berperan memberiikan perlindungan
terhadap kuman pathogen. Bayi yang tidak minum ASI harus diberi
susu yang biasa diminum paling tidak setiap 3 jam. Pengenceran susu
atau penggunaan susu rendah atau bebas laktosa mungkin diperlukan
untuk sementara bila pemberian susu menyebabkan diare timbul
kembali atau bertambah hebat sehingga terjadi dehidrasi lagi, atau
dibuktikan dengan pemeriksaan terdapat tinja yang asam (pH<6) dan
terdapat bahan yang mereduksi dalam tinja>0,5%. Setelah diare
berhenti, pemberian tetap dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba
35
kembali dengan susu atau formula biasanya diminum secara bertahap
selama 2-3 hari.
Tabel 7. Tabel Panduan Kembali ke susu normal (untuk setiap 200ml)Gejala klinis menghilang (hari) Susu rendah laktosa (ml) Susu normal (ml)
Ke 1 150 50
Ke 2 100 100
Ke 3 50 150
Ke 4 0 200
Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan
makanan lunak atau padat, makanan ini harus diteruskan. Paling tidak
50% dari energy diit harus berasal dari makanan dan diberikan dalam
porsi kecil atau sering (6kali atau lebih) dan anak dibujuk untuk
makan. Kombinasi susu formula dengan makanan tambahan seperti
serealia pada umunya dapat ditoleransi dengan baik pada anak yang
telah disapih. Makanan padat memiliki keuntungan, yakni
memperlambat pengosongan lambung pada bayi yang minum ASI
atau susu formula, jadi memperkecil jumlah laktosa pada usus halus pr
satuan waktu. Pemberian makanan lebih sering dalam jumlah kecil
juga memberiikan keuntungan yang sama dalam mencernakan laktosa
dan penyerapanya. Pada anak yang lebih besar, dapat diberikan
makanan yang terdiri dari: makanan pokok setempat misalnya nasi,
kentang, gandum, roti, atau bakmi. Untuk meningkatkan kandungan
energinya dapat ditambahkan 5-10 ml minyak nabati untuk setiap
100ml makanan. Minyak kelapa sawit sangat bagus dikarenakan kaya
akan karoten. Campur makanan pokok tersebut dengan kacang-
kacangan dan sayur-sayuran, serta ditambahkan tahu,tempe, daing
atau ikan. Sari buah segar atau pisang baik untui menambah kalium.
Makanan yang berlemak atau makanan yang mengandung banyak
gula seperti sari buah manis yang diperdagangkan, minuman ringan,
sebaiknya dihindari.
Pemberian makanan setelah diare
36
Meskipun anak diberi makanan sebanyak dia mau selama
diare, beberapa kegagalan pertumbuhan mungkin dapat terjadi
teruatama bila terjadi anorexia hebat. Oleh karena itu perlu pemberian
ekstra makanan yang akan zat gizi beberapa minggu setelah sembuh
untuk memperbaiki kurang gizi dan untuk mencapai serta
mempertahankan pertumbuhan yang normal. Berikan ekstra makanan
pada saat anak merasa lapar, pada keadaan semacam ini biasanya anak
dapat menghabiskan tambahan 50% atau lebih kalori dari biasanya
Zinc
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat
mengembalikan nafsu makan anak. Zinc termasuk mikronutrien yang
mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan yang optimal. Dasar
pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan
pada efeknya terhadap imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran
cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare.
Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absorbs air dan
elektrolit oleh usus halus meningkatkan kecepatan regenerasi epitel
usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan
respon imun yang mempercepat pembersihan patogen di usus.
Pengobatan dengan zinc cocok ditetapkan di negara-negara
berkembang seprti Indonesia yang memiliki banyak masalah
terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh karena tingkat
kesejahteraan yang rendah dan daya imunitasnya yang kurang
memadai. Pemberian zinc dapat menurunkan risiko terjadinya
dehidrasi pada anak. Dosis zinc untuk anak-anak:
- anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari
- anak diatas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun
anka telah sembuh dari diare. Untuk bayi tablet zinc diberikan dalam
air matang, ASI atau oralit. Untuk anak lebih besar, zinc dapat
dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.
37
Terapi medikamentosa
Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare
seperti antibiotika: antibiotika, antidiare, adsorben, antiemetic, dan
obat yang mempengaruhi mikroflora usus. Beberapa obat mempunyai
lebih dari satu mekanisme kerja, banyak diantaranya mempunyai efek
toksik sistemik dan sebagian besar tidak direkomendasikan untuk anak
umur kurang dari 2-3 tahun. Secara umum dikatakan bahwa obat-obat
tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan diare akut.
Antibiotik
Antbiotik pada umunya tidak diperlukan pada semua daire akut
oleh karena sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya
self limiting dan tidak dapat dibunuh dengan antibiotik. Hanya
sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan oleh bakteri pathogen
seperti V,cholera, Shigella, Enterotoksigenik E.coli, Salmonella,
Campilobacter, dan sebagainya,
Tabel 8. Pilihan terapi Antibiotika untuk Berbagai Penyebab DiarePenyebab Antibiotik pilihan AlternatifKolera Tetracycline 12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hariErythromycin 12,5 mg/kgBB4x sehari selama 3 hari
Shigella Disentri
Ciprofloxacin 15 mg/kgBB2x sehari selama 3 hari
Pivmecillinam 20 mg/kg BB4x sehari selama 3 hariCeftriaxone 50-100 mg/kgBB1x sehari IM selama 2-5 hari
Amoebiasis Metronidazole 10 mg/kgBB3xs ehari selama 5 hari (10 hari pada kasus berat)
Giadiasis Metronidazole 5mg/kgBB3x sehari selama 5 hari
Obat antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai
keuntungan praktis dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare
akut pada anak. Beberapa dari obat-obat ini berbahaya. Produk yang
termasuk dalam kategori ini adalah:
38
Adsorben
Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal,
cholesteramine). Obat-obat ini dipromosikan untuk pengobatan
diare atas dasar kemampuanya untuk mengikat dan menginaktifasi
toksin abkteri atau bahan lain yang menyebabkan diare serta
dikatakan mempunyai kemampuan melindungi mukosa usus.
Walaupun demikian, tidak ada bukti keuntungan praktis dari
penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin diare akut pada anak.
Antimotilitas
Contoh loperamidhydrocloride, diphenoxylate dengan
atropine, tincture opiii, paregoric, codein). Obat-obatan ini dapat
mengurangi frekuensi diare pada orang dewasa akan tetapi tidak
mengurangi volume tinja pada anak. Lebih dari itu dapat
menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat fatal atau dapat
memperpanjang infeksi dengan memperlambat eliminasi dari
organisme penyebab. Dapat terjadi efek sedative pada dosis
normal. Tidak satupun dari obat-obatan ini boleh diberikan pada
bayi dan anak dengan diare.
Bismuth subsalicylate
Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi
keluaran tinja pada anak dngan diare akut sebanya 30% akan
tetapi, cara ini jarang digunakan.
obat-obat lain:
Anti muntah
Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan
chlorpromazine yang dapat menyebabkan mengantuk sehingga
mengganggu pemberian terapi rehidrasi oral. Oleh karena itu obat
anti muntah tidak digunakan pada anak dengan diare, muntah
biasanya berhenti bila penderita telah terehidrasi
Probiotik
39
Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam
makanan yang difermentasi yang menunjang kesehatan melalui
terciptanya keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih baik.
Pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik dalam
waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI.
Kemungkinan efek probiotik dalam pencegahan diare melalui
perubahan lingkungan mikrolumen usus, kompetisi nutrien,
mencegah adhesi kuman pathogen pada enterosit, modifikasi toksin
atau reseptor toksin efek trofik terhadap mukosa usus melalui
penyediaan nutrien dan imunomodulasi. Pemberian makanan selama
daire harus diteruskan dan ditingkatkan setelah sembuh, tujuanya
adalah memberiikan makanan yang kaya nutrien sebanyak anka
mampu menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu
makannya timbul kembali setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan
pemberian makanan akan mempercepat kembalinya fungsi usus yang
normal termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai
nutrien, sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling
tidak dapat dikurangi.
Mekanisme kerja probiotik untuk menghambat pertumbuhan
bakteri patogen dalam mukosa usus belum sepenuhnya jelas tetapi
beberapa laporan menunjukan adanya kompetisi untuk mengadakan
perlekatan dengan enterosit (sel epitel mukosa). Enterosit yang telah
jenuh dengan bakteri probiotik tidak dapat lagi dilekati bakteri yang
lain. Jadi dengan adanya bakteri probiotik di dalam mukosa usus dapat
mencegah kolonisasi oleh bakteri patogen. Disamping mekanisme
perlekatan dengan reseptor pada epitel usus untuk mencegah
pertumbuhan bakteri patogen melalui kompetisi, bakteri probiotik
memberii manfaat pada pejamu oleh karena produksi substansi
antibakteri misalnya, asam organik, bacteriocin, microcin, reuterin,
volatile fatty acid, hidrogen peroksida dan ion hidrogen.
40
2.2.1 Pencegahan
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare
Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya
disebarkan secara fekal oral. Pemutusan penyebaran kuman
penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran ini. Upaya
pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan
pendamping ASI
c. Menggunakan air bersih yang cukup
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun
sehabis buang air besar dan sebelum makan
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh
anggota keluarga
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya
tahan tubuh anak dan dapat juga mengurangi resiko diare antara
lain:
a. Memberii ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan
memberii makan dalam jumlah yang cukup untuk
memperbaiki status , gizi anak.
Imunisasi campak. Pada balita 1-7% kejadian diare behrunbungan dengan
campak, dan diare yang terjadi umunya lebih berat dan lebih lama (susah
diobati, cenderung menjadi kronis) karena adanya kelainan pada epitel
usus. Diperkirakan imunisasi campak yang mencakup 45-90% bayi
berumur 9-11 bulan dapat mencegah 40-60% kasus campak, 0,6-3,8%
kejadian diare dan 6-25% kematian karena diare pada balita. Vaksin
rotavirus, diberikan untuk meniru respon tubuh seperti infeksi alamiah,
tetapi infeksi pertama oleh vaksin tidak menimbulkan manifestasi diare. Di
41
dunialah beredar 2 vaksin rotavirus oral yang diberikan sebelum usia 6
bulan dalam 2-3 kali pemberiian dengan interval 4-6 minggu.
42
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan kasus diatas, an. Selvi Dwi A. di diagnosis Diare akut
infeksi bakteri dan An. Fadhil di diagnosa Diare akut infeksi virus. Berdasarkan
Anamnesa dan pemeriksaan fisik
43
DAFTAR PUSTAKA
Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di
Kabupaten/ WHO ; Alihbahasa, Tim Adaptasi Indonesia. – Jakarta: WHO
Indonesia, 2008. h. 131-155
Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK Gastroenterologi-
Hepatologi IDAI. 2010:87-110
Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis in Behrman, Kliegman, Jenson eds.
Nelson textbook of Pediatrics 17ed. Saunders. 2004 : 1272-6
44