lapsus an peb

Upload: christin-karwelo

Post on 03-Apr-2018

231 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • 7/28/2019 Lapsus an PEB

    1/19

    BAB I

    LAPORAN KASUS

    A. IDENTITAS

    Nama : Ny. N I

    Umur : 23 tahun

    Jenis kelamin : perempuan

    Nama suami : Tn. A Y; umur ; 26 tahun

    Agama : Islam

    Alamat : Dringu, ProbolinggoTanggal masuk RS : 8 Maret 2012

    Tanggal operasi : 10 Maret 2012

    B. ANAMNESA

    Autoanamnesis ( 10 Maret 2012 )

    Keluhan utama : Hamil 36 Minggu dengan kenceng-kenceng

    Riwayat Penyakit Sekarang

    Pasien datang dengan keluhan Hamil 36 minggu, hamil pertama kali dengan terasa

    kenceng-kenceng selama 2 hari(tanggal 6-8 Maret 2012). Pasien juga merasa

    pinggangnya sakit disertai keluar lendir dan darah. Karena keluhan ini pasien

    langsung masuk ke RSUD tanggal 8 Maret 2012. Pasien mengaku tidak sesak,

    pusing dan mual.

    Riwayat ANC

    Selama usia kehamilan 1-8 bulan, pasien kontrol di Bidan dan mendapat pil

    penambah darah dan vitamin. Tekanan darah pasien memang selalu dalam kisaran

    150/100 mmHg. Pada usia kehamilan 8-9 bulan, pasien periksa USG ke dr. Hakim

    dan dinyatakan anaknya laki-laki sehat.

    HPHT : 15 Juni 2011

    1

  • 7/28/2019 Lapsus an PEB

    2/19

    Perkiraan tanggal persalinan : 22 Maret 2012

    Riwayat Pernikahan : nikah 1x ,1,5 tahun

    Riwayat Penyakit Dahulu:

    Pasien mempunyai penyakit darah tinggi

    Riwayat Penyakit Keluarga :

    Ayah pasien mempunyai penyakit darah tinggi

    Riwayat pengobatan :

    Pasien tidak pernah operasi sebelumnya

    Riwayat Alergi :

    Pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat-obatan maupun makanan.

    Riwayat Kebiasaan :

    Merokok (-)

    C. PEMERIKSAAN FISIK

    Keadaan umum : cukup

    Kesadaran :compos mentis

    GCS : 4 5 6

    Kepala : anemia (-), icterus (-)

    Thorax : inspeksi : gerakan dada simetris

    Palpasi : fremitus vokal normal

    Perkusi : sonor

    Auskultasi : cor : S1,S2 tunggal

    Pulmo : suara nafas dasar : vesiculer

    Abdomen : status obstetri

    Genitalia : lendir (+), darah (+)

    2

  • 7/28/2019 Lapsus an PEB

    3/19

    Ekstremitas : oedem tungkai

    Pemeriksaan fisik kebidanan :

    Palpasi : tinggi fundus uterus 2 jari di bawah procesus xypoideus (38 cm), punggung

    kanan, presentasi kepala

    Auscultasi : DJJ (+), 157x/ menit, his 3.10.25

    12.30 pervag.blood slym, VT : pembukaan 3 cm, effacement : 50%, ketuban (+),

    kepala Hodge I

    Follow Up kebidanan : 12.45 konsul dr. Amin : advis :

    1. Infus RL 20 tpm

    2. Usul LFT, HbsAg, RFT dan DL, Urinalisa

    3. Drip Sintosinon 5 IU maks. 40 tpm

    4. Observasi Partograf

    5. SM 40 % tidak perlu dimasukkan.

    6. Persetujuan induksi; keluarga setuju

    7. Pasang DC

    8. Drip Sintosinon 5 IU 40 tpm, UP 1000 cc

    9. Djj menetap dan His 3x10`30, dengan VT : pembukaan 5 cm, eff 75%, kepala

    Hodge I+

    10. Usul SC dengan SAB

    11. Motivasi dan keluarga setuju

    Pemeriksaan fisik anestesi :

    Airway : jalan napas bebas, batuk (-)

    Breathing : RR : 24x/menit

    Sesak : (-)

    Asma : (-)

    Suara Napas tambahan : (-)

    Circulation :Tensi :150/110 mmHg

    Nadi : 88x/menit

    3

  • 7/28/2019 Lapsus an PEB

    4/19

    Perfusi : merah, hangat, kering

    Suhu : 36,6C

    D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Laboratorium:

    o Fungsi hati

    SGOT 16 U/I N:L

  • 7/28/2019 Lapsus an PEB

    5/19

    Reduksi - N:negatif

    Urobilin - N:negatif

    Bilirubin - N:negatif

    Sediment -

    Leukosit - N:0-1/lp

    Eritrosit - N:0-1/lp

    Epithel - N:0-1/lp

    Kristal - N:negatif

    Silinder - N:negatif

    E. Assesment

    GIP000000 usia kehamilan 36 minggu dengan Pre Eklampsi Berat, janin

    tunggal hidup presentasi kepala

    F. Planning

    Op. Sectio Caesaria dengan anestesi Regional SAB

    G. Physical Status

    ASA III

    H. Pre Medikasi

    Pada pasien ini tidak diberikan premedikasi

    I. Induksi dan durante operatif

    Induksi menggunakan Bupivacaine HCL yang merupakan anestesi lokal golongan

    amida. Sesaat setelah bayi lahir dan plasenta diklem diberikan syntocinon 20 IU

    (2 ampul), 10 UI diberikan secara bolus IV dan 10 IU diberikan per-drip.

    Tramadol injeksi secara intramuscular diberikan sesaat sebelum operasi selesai

    serta Kaltrofen suppositorial.

    J. Post operasi

    5

  • 7/28/2019 Lapsus an PEB

    6/19

    Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke ruangan. Pasien berbaring selama 6 jam

    bila tidak mual muntah diberikan minum sedikit-sedikit dan bila tidak ada apa-apa

    jam 8 malam pasien dapat makan.

    Terapi cairan : infus RL : D5 = 2:1 dan pan amin 500 cc dalam 24 jam.

    Kaltropen 3xI supp.; Novalgin 3xI amp; Alinamin F 3xI amp

    BAB II

    PEMBAHASAN

    Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema

    akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul

    bukan akibat kelainan neurologi. Superimposed preeklampsia-eklampsia adalah

    timbulnya preeklampsia atau eklampsia pada pasien yang menderita hipertensi

    kronik.

    Pada pre-eklampsia terjadi spasmus pembuluh darah disertai dengan retensi

    garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasmus yang hebat dari arteriola

    glomerulus. Pada beberapa kasus lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga

    hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh

    mengalami spasmus, maka tekanan darah dengan sendirinya akan naik sebagai usaha

    untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenisasi jaringan dapat dicukupi.

    Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan air yang

    berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui sebabnya, mungkin

    disebabkan oleh retensi air dan garam. proteinuri mungkin disebabkan oleh spasmus

    arteriola sehingga terjadi perubahan glomerulus.

    Perubahan pada organ-organ:

    1. Perubahan pada otak

    Pada pre-eklampsi aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam batas-batas

    normal. Pada eklampsi, resistensi pembuluh darah meninggi, ini terjadi pula pada

    pembuluh darah otak. Edema terjadi pada otak yang dapat menimbulkan kelainan

    serebral dan kelainan pada visus. Bahkan pada keadaan lanjut dapat terjadi

    perdarahan.

    2. Perubahan pada uri dan rahim

    6

  • 7/28/2019 Lapsus an PEB

    7/19

    Aliran darah menurun ke plasenta menyebabkan gangguan plasenta, sehingga terjadi

    gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin.

    Pada pre-eklampsi dan eklampsi sering terjadi bahwa tonus rahim dan kepekaan

    terhadap rangsangan meningkat maka terjadilah partus prematurus.

    3. Perubahan pada ginjal

    Filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal kurang. Hal ini

    menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, sebagai akibatnya

    terjadilah retensi garam dan air. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari

    normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria.

    4. Perubahan pada paru-paruKematian wanita pada pre-eklampsi dan eklampsi biasanya disebabkan oleh edema

    paru. Ini disebabkan oleh adanya dekompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya

    aspirasi pnemonia. Kadang-kadang ditemukan abses paru.

    5. Perubahan pada mata

    Dapat ditemukan adanya edema retina spasmus pembuluh darah. Bila ini dijumpai

    adalah sebagai tanda pre-eklampsi berat. Pada eklampsi dapat terjadi ablasio retinae,

    disebabkan edema intra-okuler dan hal ini adalah penderita berat yang merupakan

    salah satu indikasi untuk terminasi kehamilan. Suatu gejala lain yang dapat

    menunjukkan arah atau tanda dari pre-eklampsi berat akan terjadi eklampsi adalah

    adanya: skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan perubahan peredaran

    darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.

    6. Perubahan pada keseimbangan air dan elektrolit

    Pada pre-eklampsi ringan biasanya tidak dijumpai perubahan nyata pada

    metabolisme air, elektrolit, kristaloid dan protein serum. Dan tidak terjadi

    ketidakseimbangan elektrolit. Gula darah,bikarbonas natrikus dan pH normal. Pada

    pre-eklampsi berat dan pada eklampsi : kadar gula darah naik sementara asam laktat

    dan asam organik lainnya naik sehingga cadangan alkali akan turun. Keadaan ini

    biasanya disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai zat-zat organik

    dioksidasi sehingga natrium dilepas lalu bereaksi dengan karbonik sehingga

    terbentuk bikarbonas natrikus. Dengan begitu cadangan alkali dapat kembali pulih

    normal.

    7

  • 7/28/2019 Lapsus an PEB

    8/19

    Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedangkan

    pada eklampsia dalam 6 jam sejak gejala eklampsia timbul. Jika terjadi gawat janin

    atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam (pada eklampsia), lakukan seksio

    sesarea.

    Pilihan anestesi spinal pada eklamsia kurang begitu dianjurkan, dengan alasan:

    1. Pada spinal anestesi, hemodinamik akan bergejolak dan cenderung turun padahal

    loading cairan harus dibatasi karena resiko terjadi odema paru

    2. Pada eklampsi pasti pasien sudah ada kejang atau TIK meningkat. Spinal anestesisangat tidak dianjurkan pada peningkatan TIK.

    3. Pada pasien PEB/ Eklampsia umumnya pasien sudah diberi MgSO4 oleh spesialis

    obsgin, obat ini potensiasi dengan relaxan sehingga dosis relaxan harus dikurangi

    karena dosis normal akan berefek lebih panjang pada kelumpuhan ototnya.

    Mayoritas Anestetis dan dokter Obsgyn cenderung memilih analgesia

    epidural untuk meredakan nyeri pada pasien Preeklampsi yang akan melahirkan.

    Analgesia epidural memiliki beberapa kelebihan, yakni :

    Epidural analgesia memiliki efektivitas anti nyeri yang paling baik daripada

    metode analgesia yang lain.

    Epidural analgesia melemahkan atau menurunkan respon hipertensi yang

    berlebihan terhadap nyeri pada wanita preeklampsia

    Epidural analgesia menurunkan kadar sirkulasi katekolamin dan hormon stres

    yang mana dapat memicu regulasi tekanan darah.

    Epidural analgesia bisa meningkatkan aliran darah intervili pada wanitapreeklampsia.

    Epidural analgesia menghasilkan curah jantung (CO) yang stabil.

    (Benedetto C, Zonca M, Marozio L, et al. Blood pressure patterns in normal pregnancy and in

    pregnancy-induced hypertension, preeclampsia, and chronic hypertension.

    Obstet Gynecol 1996;88:503-510.

    Cunningham FG, Lindheimer MD. Hypertension in pregnancy. N Engl J Med 1992;326: 927-932.)

    Harus diperhatikan resiko HELLP Syndrom sebagai salah satu efek PEB/

    Eklampsia. Jika dilakukan anestesi spinal dan terjadi epidural hematoma, maka blok

    8

  • 7/28/2019 Lapsus an PEB

    9/19

    akan ireversibel. Kecuali sebelum 7 jam dan diketahui dengan pemeriksaan MRI atau

    CT scan dan langsung dilakukan laminektomi maka blok bisa reversibel.

    Premedikasi jarang diberikan terutama pada penderita dengan keadaan umum

    yang buruk, atau karena keterbatasan waktu. Namun pada beberapa kasus dapat

    diberikan premedikasi secara intravena atau intramuskular dengan antikolinergik

    disertai pemberian antasida, antagonis reseptor H2 atau metoclopramide, dan

    ondasetron untuk anti mual muntah.

    Tindakan pemilihan jenis anestesi pada pasien obstetri diperlukan beberapa

    pertimbangan. Teknik anestesi disesuaikan dengan keadaan umum pasien, jenis dan

    lamanya pembedahan dan bidang kedaruratan. Metode anestesi sebaiknya seminimalmungkin mendepresi janin, sifat analgesi cukup kuat, tidak menyebabkan trauma

    psikis terhadap ibu dan bayi, toksisitas rendah, aman, nyaman, relaksasi otot tercapai

    tanpa relaksasi rahim dan memungkinkan ahli obstetri bekerja optimal. Pilihan utama

    seharusnya adalah epidural block. Karena pada epidural block hipotensi minimal atau

    terjadi secara perlahan sehingga haemodinamik cenderung stabil dibandingkan spinal

    ataupun general anestesi. Tetapi dikarenakan keterbatasan alat dan mahalnya jenis

    anestesi ini maka pada pasien ini digunakan teknik Regional Anestesi (RA) dengan

    Sub Arakhnoid Block (SAB/spinal block).

    Bupivacaine, ropivacaine, dan levobupivacaine (lokal anestesi amida) sering

    dipakai karena efek analgesia yang poten atau kuat. Obat-obat ini memberi efek

    analgesia dengan blok motorik minimal daripada lidokain yang mempunyai efek

    analgesia yang sama. Terlebih lagi, zat yang terlarut menyebabkan resiko hipotensi

    yang minima daripada konsentrasin yang lebih tinggi.

    Bupivacaine empat kali lebih kuat daripada lidokain. Sekitar 90-95 % mampu

    mengikat protein plasma maternal. Hal ini diketahui, Bupivacaine lebih kardiotoksik

    daripada lidokain. Mekanisme kerja obat-obat ini berhubungan dengan aksi pada

    kanal natrium. Bupivacaine dan lidokain keduanya menghambat kanal sodium

    terhadap saraf dan jantung pada saat depolarisasi hanya berbeda dari segi efek

    pemulihan. Lidokain mengeblok secara lengkap < 1 detik, yang mana bupivacaine

    memerlukan waktu 5 kali lipat.

    9

  • 7/28/2019 Lapsus an PEB

    10/19

    Bupivacaine merupakan agen fast-in, slow-out. Ini berarti memiliki

    keuntungan efek analgesi yang lebih lama dan melemahkan blok motorik ketika

    diberikan dalam konsentrasi analgesia.

    Ropivacaine homolog dari mepivacaine and bupivacaine, namun dibuat dari

    isomer levorotatory tunggal daripada sebagai campuran racemic. Obat ini kurang

    kardiotoksik daripada bupivacaine. Levobupivacaine juga isomer tunggal

    levorotatory. Levobupivacaine juga kurang kardiotoksik daripada bupivacaine

    2-Chloroprocaine adalah ester lokal anestesi. Obat ini dihidrolasi oleh plasma

    cholinesterase, dan mempunyai metabolisme yang cepat dan mengikuti onset aksi

    yang sangat cepat.(Chestnut DH, ed. Obstetric anesthesia: principles and practice, 3rd ed. Philadelphia: Mosby,

    2004:192-193.

    Mazoit JX, Boico O, Samii K. Myocardial uptake of bupivacaine, II: pharmacokinetics and

    pharmacodynamics of bupivacaine enantiomers in the isolated perfused rabbit heart.Anesth Analg

    1993;77:477-482.

    Valenzuela C, Snyders DJ, Bennett PB, et al. Stereoselective block of cardiac sodium channels by

    bupivacaine in guinea pig ventricular myocytes. Circulation 1995;92:3014-3024.)

    REGIONAL ANASTESI

    Spinal Epidural

    Teknik mudah Teknik Lebih Sulit

    Efek cepat Efek Lambat

    Hipotensi >> Hipotensi minimal

    Analgesik (+) Level anastesi mudah dikontrol

    Relaksasi (+) Relaksasi (+)

    Spinal anestesia bisa dipakai dalam operasi sesar bahkan pada pasien

    preeklampsia yang berat. Hiperbarik bupivacaine 0.75% dalam dosis 11.25 mg - 12

    mg dengan atau tanpa fentanyl, 15 to 20 g, atau morphine, 100-200 g, bisa

    diberikan.

    Keuntungan spinal anestesia pada preeklampsia yang berat meliputi :

    Menghindari general anestesia dan resiko edematous airway

    10

  • 7/28/2019 Lapsus an PEB

    11/19

    Eliminasi resiko respon hipertensif berat terhadap laringoskopi dan intubasi

    endotrakeal

    Anestesia yang lebih layak daripada epidural anestetik

    Ukuran jarum yang lebih kecil daripada epidural yang meurunkan resiko trauma

    vena epidural.

    Studi terbaru menyatakan bahwa resiko hipotensi < 6 kali pada wanita preeklampsia

    berat daripada wanita hamil yang sehat yang menerima spinal anestesia untuk operasi

    sesar elektif.

    (Chestnut DH, ed. Obstetric anesthesia: principles and practice, 2 nd ed. Philadelphia: Mosby,

    2004:820-824.Stoelting RK, Dierdorf SF.Anesthesia and co-exi sting disease, 4th ed. New York: Churchill

    Livingstone, 2002:663-664.)

    Spinal anesthesia punya banyak keuntungan lain seperti kesederhanaan

    teknik, onset yang cepat, resiko keracunan sistemik yang lebih kecil, blok anestheti

    yang baik, perubahan fisiologi, pencegahan dan penanggulangan penyulitnya telah

    diketahui dengan baik; analgesia dapat diandalkan; sterilitas dijamin pengaruh

    terhadap bayi sangat minimal; pasien sadar sehingga dapat mengurangi kemungkinan

    terjadinya aspirasi; dan tangisan bayi yang baru dilahirkan merupakan kenikmatan

    yang ditunggu oleh seorang ibu disertai jalinan psikologik berupa kontak mata antara

    ibu dengan anak

    1.Perubahan kardiovaskuler pada ibu

    Yang pertama kali diblok pada analgesi subaraknoid yaitu serabut saraf

    preganglionik otonom, yang merupakan serat saraf halus (serat saraf tipe B). Akibat

    denervasi simpatis ini akan terjadi penurunan tahanan pembuluh tepi, sehingga darah

    tertumpuk di pembuluh darah tepi karena terjadi dilatasi arterial, arteriol dan post-

    arteriol. Pada umumnya serabut preganglionik diblok dua sampai empat segmen

    dikranial dermatom sensoris yang diblok.

    Besarnya perubahan kardiovaskular tergantung pada banyaknya serat

    simpatis yang mengalami denervasi. Bila terjadi hanya penurunan tahanan tepi saja,

    akan timbul hipotensi yang ringan. Tetapi bila disertai dengan penurunan curah

    jantung akan timbul hipotensi berat.

    2. Pengaruh terhadap bayi

    11

  • 7/28/2019 Lapsus an PEB

    12/19

    Pengaruh langsung zat analgetik lokal yang melewati sawar uri terhadap bayi

    dapat diabaikan. Penurunan arus darah uterus akan sesuai dengan penurunan tekanan

    darah rata-rata. Bila tekanan darah rata-rata turun melebihi 31%, arus darah uterus

    turun sampai 17%. Sedangkan penurunan tekanan darah rata-rata sampai 50%, akan

    disertai dengan penurunan arus darah uterus sebanyak 65%. Banyak penulis

    melaporkan efek hipotensi terhadap bayi berupa perubahan denyut jantung, keadaan

    gas darah, skor Apgar dan sikap neurologi bayi. Gambaran deselerasi lambat denyut

    jantung bayi terjadi bila tekanan sistolik mencapai 100 mmHg lebih dari 4 menit

    bradikardia selama 10 menit, atau tekanan sistolik mencapai 80 mmHg lebih dari 4

    menit.Dalam studi epidemiologis pada 5.806 kelahiran Cesar, Mueller dkk

    menyimpulkan bahwa fetal asidosis meningkat secara signifikan setelah anestesia

    spinal, dan hipotensi arterial maternal sejauh ini merupakan masalah yang paling

    umum dijumpai. Prevalensi asidosis fetus dengan RA untuk bedah Cesar diyakinkan

    dalam studi yang lain. Namun, asidosis tidak berkaitan dengan skor Apgar dan

    merupakan indikator hasil yang buruk. pH arteri umbilical rendah mencerminkan

    asidosis respiratorik maupun metabolik, sedangkan kelebihan basa mencerminkan

    komponen metabolis saja. Hanya kelebihan basa yang berkaitan dengan neonatal

    outcome, nilai kurang dari 12mmol.L-1 memiliki hubungan dengan encephalopati

    sedang sampai berat dari bayi yang baru lahir. Namun, pencegahan hipotensi

    bermanfaat untuk meminimalkan pengaruh terhadap status asam-basa neonatal. 10

    B. ANATOMI PUNGGUNG UNTUK SPINAL ANASTESI

    Secara anatomis dipilih segemen L2 ke bawah pada penusukan oleh karena

    ujung bawah daripada medula spinalis setinggi L2 dan ruang interegmental lumbal

    ini relatif lebih lebar dan lebih datar dibandingkan dengan segmen-segmen lainnya.

    Lokasi interspace ini dicari dengan menghubungkan crista iliaca kiri dan kanan.

    Maka titik pertemuan dengan segmen lumbal merupakan processus spinosus L4 atau

    L45 interspace.

    Lapisan jaringan punggung yang dilalui pada waktu penusukan yaitu :

    Kutis Subkutis Ligamentum supraspinosus Ligamentum interspinosus

    Ligamentum flavum Ruang epidural Duramater Ruang subarakhnoid.

    12

  • 7/28/2019 Lapsus an PEB

    13/19

    C. I. INDIKASI KONTRA ABSOLUT

    1. Pasien menolak

    2. Infeksi pada tempat suntikan

    3. Hipovolemia berat, syok

    4. Koagulopati atau mendapat terapi antikagulan

    5. Tekanan intrakranial meninggi

    6. Fasilitas resusitasi minim

    7. Kurang pengalaman/ tanpa didampingi konsultan anesthesia.

    II. INDIKASI KONTRA RELATIF1. Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)

    2. Infeksi sekitar suntikan

    3. Kelainan neurologis

    4. Kelainan psikis

    5. Bedah lama

    6. Penyakit jantung

    7. Hipovolemia ringan

    8. Nyeri punggung kronis.6

    D. PERSIAPAN ANALGESIA SPINAL

    Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada

    anestesi umum. daerah sekitar suntikan diteliti apakah akan menimbulkan

    kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk

    sekali sehingga tidak teraba tonjolanprocesus spinosus. selain itu diperhatikan hal-

    hal dibawah ini :

    1. Informed consent (izin dari pasien). Kita tidak boleh memaksa pasien untuk

    menyetujui anestesia spinal

    2. Pemeriksaan fisik

    Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang, punggung, dan lain

    lainnya.

    3. Pemeriksaan laboratorium anjuran. Hemoglobin, hemotokrit, PT (prothrombin

    time) dan PTT (partial thromboplastin time).

    13

  • 7/28/2019 Lapsus an PEB

    14/19

    E. TEKNIK SPINAL ANESTESI

    Infus Ringer laktat.

    Posisi lateral merupakan posisi yang paling enak bagi penderita.

    Kepala memakai bantal dengan dagu menempel ke dada, kedua tangan memegang

    kaki yang ditekuk sedemikian rupa sehingga lutut dekat ke perut penderita.

    L3 - 4 interspace ditandai

    Skin preparation dengan betadin seluas mungkin.

    Sebelum penusukan betadin yang ada dibersihkan dahulu.

    Beri anestetik lokal pada tempat tusukan, dengan lidokain.Jarum 22 - 23 dapat disuntikkan langsung tanpa lokal infiltrasi dahulu, juga tanpa

    introducer dengan bevel menghadap ke atas.

    Kalau liquor sudah ke luar lancar dan jernih, disuntikkan Bupivacain HCl.

    Penderita diletakan terlentang, dengan bokong kanan diberi bantal sehingga perut

    penderita agak miring ke kiri, tanpa posisi Trendelenburg.

    Tensi penderita diukur tiap 2 - 3 menit selama 15 menit

    pertama, selanjutnya tiap 15 menit.

    Apabila tensi turun dibawah 100 mmHg atau turun lebih dari 20 mmHg dibanding

    semula, efedrin diberikan 10 - 15 mg IV.

    Sesaat setelah bayi lahir dan plasenta diklem diberikan syntocinon 20 IU (2

    ampul), 10 UI diberikan secara bolus IV dan 10 IU diberikan per-drip. Pemberian

    oksitosin bertujuan untuk mencegah perdarahan dengan merangsang kontraksi

    uterus secara ritmik atau untuk mempertahankan tonus uterus post partum, dengan

    waktu partus 3-5 menit .

    Tramadol injeksi secara intramuscular diberikan sesaat sebelum operasi selesai.

    Tramadol untuk mengatasi nyeri sedang sampai berat (nyeri post operasi), serta

    kaltrofen suppositorial. Pada pasien ini diberikan cairan infus RL (ringer laktat)

    sebagai cairan fisiologis untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang.

    KOMPLIKASI PADA ANALGESIA SPINAL

    1. Hipotensi

    14

  • 7/28/2019 Lapsus an PEB

    15/19

    Hipotensi disebabkan sympathectomy temporer, komponen blokade

    midthoracic yang tidak dapat dihindari dan tidak diinginkan. Berkurangnya

    venous return (peningkatan kapasitas vena dan pengumpulan volume darah

    dari kaki) dan penurunan afterload (penurunan resistensi pembuluh darah

    sistemik) menurunkan maternal mean arterial pressure (MAP), menimbulkan

    nausea, kepala terasa melayang dan dysphoria, dan berkurangnya perfusi

    uteroplacental. Jika MAP ibu dipelihara, maka gejala pada ibu dapat dihindari

    dan uteroplacental perfusion tetap baik.

    Insidensi hipotensi (tekanan sistolik turun di bawah 100 mmHg, atau

    penurunannya lebih dari 30 mmHg dari pada sebelum induksi) dapatmencapai 80%. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh karena pada posisi

    pasien terlentang terjadi kompresi parsial atau total vena kava inferior dan

    aorta oleh masa uterus (beratnya kurang lebih 6 kg). 90% pasien yang

    mengalami kompresi parsial tidak menunjukkan gejala hipotensi. Keadaan ini

    disebabkanoleh mekanisme kompensasi dengan kenaikan venokonstriktor

    neurogenik. Sedangkan 10% sisanya dapat menderita hipotensi berat (tekanan

    sistolik bisa sampai 70 mmHg); dan hampir 75% mengalami gangguan darah

    balik, sehingga curah jantung berkurang sampai 50%.

    2. Blokade spinal Total

    Blokade spinal total dengan paralisis respirasi dapat mempersulit analgesia

    spinal. Paling sering, blokade spinal total merupakan akibat pemberian dosis

    agen analgesia jauh melebihi toleransi oleh wanita hamil. Hipotensi dan

    apnoe cepat timbul dan harus segera diatasi untuk mencegah henti jantung.

    Ventilasi yang efektif diberikan melaului tuba trackhea kalau mungkin.,untuk

    melindungi aspirasi. Kalau wanita tersebut hipotensif, cairan intravena

    diberikan dan efedrin mungkin membantu untuk meninggikan curah jantung.

    Peninggian tungkai akan meningkatkan aliran balik vena dan membantu

    memulihkan hipotensi harus disediakan persiapan untuk resusitasi jantung

    kalau terjadi henti jantung.

    3. Kecemasan dan Rasa sakit

    Setiap orang yang ada diruang operasi harus selalu ingat bahwa wanita yang

    berada dibawah analgesia regional tetap sadar. Harus hati-hati sekali

    15

  • 7/28/2019 Lapsus an PEB

    16/19

    berbicara dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perawatan ibu dan

    janinnya, sehingga ibu tersebut tidak menginterpretasikan ucapan-ucapan

    atau tindakan tindakan tersebut sebagai indikasi bahwa ia dan janinnya dalam

    bahaya, atau kesejahteraan kurang diperhatikan. Wanita tersebut biasanya

    menyadari setiap manipulasi bedah yang dilakukan dan menerima setiap

    parasat sebagai perasaan yang tertekan. Ia merasa tidak enak terhadap

    manipulasi -manipulasi diatas blokade spinal total. Sering kali, derajat

    penghilang rasa nyeri dari analgesia spinal tidak adekuat. Dalam keadaan ini,

    langkah penghilang rasa nyeri yang dapat diberikan sebelum persalinan

    dengan memberikan 50 sampai 70 persen nitrogen oksida dengan oksigen.Segera setelah pengkleman tali pusat berbagai macam teknik dapat dilakukan

    untuk memberikan analgesia yang efektif. morfin, meperidin, atau fentanil

    yang diberikan secara intravena paada waktu ini sering memberikan analgesia

    dan euforia yang bagus sekali saat operasi selesai.

    4. Sakit kepala spinal (Pasca pungsi)

    Kebocoran cairan serebrospinal dari tempat pungsi meninges dianggap

    merupakan faktor utama timbulnya sakit kepala. kiranya, kalau wanita

    tersebut duduk atau berdiri volume cairan serebrospinal yang berkurang

    tersebut menimbulkan tarikan pada struktur-struktur sistem saraf pusat yang

    sensitif rasa nyeri. Kemungkinan komplikasi yang tidak menyenangkan ini

    dapat dikurangi dengan menggunakan jarum spinal ukuran kecil dan

    menghindari banyak tusukan pada meninges. Membaringkan wanita tersebut

    datar pada punggungnya selama beberapa jam, telah dianjurkan untuk

    mencegah nyeri kepala pascaspinal, tetapi tidak ada bukti yang baik bahwa

    prosedur ini sangat efektif. Hidrasi yang banyak telah diklaim bermanfaat,

    tetapi tidak ada bukti penggunaan yang mendukung. pemakaian blood patch

    cukup efektif. Beberapa mL darah wanita tersebut tanpa antikoagulan

    disuntikan secara epidural ditempat pungsi dural tersebut. Salin yang

    disuntikan serupa dalam volume yang lebih besar juga telah diklaim

    menghilangkan sakit kepala. Penyokong abdomen dapat dikurang dengan

    cara menggunakan jarum spinal ukuran kecil, korset atau ikat perut

    tampaknya menghasilkan mengurangi sakit kepala, tetap berbaring selama 24

    16

  • 7/28/2019 Lapsus an PEB

    17/19

    jam pascaoperasi. Dan nyeri kepala tersebut membaik jelas pada hari ketiga

    dan menghilang pada hari kelima.

    5. Disfungsi kandung kencing

    Dengan analgesia spinal, sensasi kandung kencing mungkin dilumpuhkan dan

    pengosongan kandung kencing terganggu selama beberapa jam setelah

    persalinan. Akibatnya, distensi kandung kencing sering merupakan

    komplikasi masa nifas, terutama kalau telah dan masih diberikan volume

    cairan intravena yang banyak. Kombinasi dari (1) infus seliter atau lebih lebih

    cairan, (2) blokade saraf dari analgesia epidural atau spinal, (3) efek

    antidiuretik oksitosin yang diinfuskan setelah lahir dan kemudian dihentikan,(4) rasa sakit akibat episiotomi yang besar, (5) kegagalan menemukan

    distensi kandung kencing pada wanita tersebut secepatnya, dan (6) kegagalan

    menghilangkan distensi kandung kencing dengan cepat dengan kateterisasi,

    sangat mungkin mengakibatkan disfungsi kandung kencing yang cukup

    menyulitkan dan infeksi kandung kencing.

    6. Oksitosin dan hipertensi

    Secara berlawanan, hipertensi yang ditimbulkan oleh ergonovin (Ergotrate)

    atau metilergonovin (Methergin) yang disuntikan setelah persalinan, sangat

    sering terjadi pada wanita yang telah menerima blok spinal atau epidural.

    7. Arakhnoiditis dan meningitis

    Tidak ada lagi ampul anestesika lokal yang disimpan dalam alkohol,

    formalin, pengawet atau pelarut lain yang sangat toksik. Jarum dan kateter

    sekarang jarang dibersihkan secara kimiwai sehingga dapat digunakan

    kembali.

    Sebagai gantinya, digunkan perlengkapan sekali pakai, dan praktek sekarang

    ini, ditambah dengan teknik aseptik yang ketat, jarang sekali terjadi

    meningitis dan arakhnoiditis.

    17

  • 7/28/2019 Lapsus an PEB

    18/19

    BAB III

    KESIMPULAN

    Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang baik untuk tindakan-

    tindakan bedah, obstetrik, operasi operasi bagian bawah abdomen dan ekstremitas

    bawah. Untuk operasi yang direncanakan secara elektif tersedia waktu berhari-hari

    untuk pemeriksaan klinik dan laboratorium, serta persiapan operasinya. Pada bedah

    gawat darurat, faktor waktu yang sangat berharga ini tidak ada lagi. Dokter anestesi

    dihadapkan kepada tugas dengan waktu persiapan yang sangat singkat, mungkin 1

    jam atau kurang. Sehingga harus dicapai kompromi antara pendekatan ideal dan

    kondisi anestesi optimal yang dapat diberikan untuk menunjang intervensi bedah

    gawat darurat ini.

    Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema

    akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.

    Eklampsia adalah preeclampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul

    bukan akibat kelainan neurologi. Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi

    dalam 24 jam, sedangkan pada eklampsia dalam 6 jam sejak gejala eklampsia timbul.

    Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam (pada

    eklampsia), lakukan seksio sesarea.

    18

  • 7/28/2019 Lapsus an PEB

    19/19

    DAFTAR PUSTAKA

    1. http://dokterrosfanty.blogspot.com/2009/06/hipertensi-pada-kehamilan-pre.html,

    diakses pada tanggal 10 April 2012

    2. http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?

    page=Spinal+Anestesi+pada+Sectio+Caesaria+Emergency+pada+Pasien+Eklam

    psia. Diakses pada tanggal 10 April 2012

    3. http:www.penatalaksanaan-anastesi-pada-sc.html. Diakses pada tanggal 10 April

    2012

    4. http://www. Anestesi Lokal .. Catatan Kecil dr. Cinta.html. Diakses pada

    tanggal 10 April 2012

    http://dokterrosfanty.blogspot.com/2009/06/hipertensi-pada-kehamilan-pre.htmlhttp://dokterrosfanty.blogspot.com/2009/06/hipertensi-pada-kehamilan-pre.htmlhttp://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Spinal+Anestesi+pada+Sectio+Caesaria+Emergency+pada+Pasien+Eklampsiahttp://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Spinal+Anestesi+pada+Sectio+Caesaria+Emergency+pada+Pasien+Eklampsiahttp://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Spinal+Anestesi+pada+Sectio+Caesaria+Emergency+pada+Pasien+Eklampsiahttp://dokterrosfanty.blogspot.com/2009/06/hipertensi-pada-kehamilan-pre.htmlhttp://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Spinal+Anestesi+pada+Sectio+Caesaria+Emergency+pada+Pasien+Eklampsiahttp://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Spinal+Anestesi+pada+Sectio+Caesaria+Emergency+pada+Pasien+Eklampsiahttp://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Spinal+Anestesi+pada+Sectio+Caesaria+Emergency+pada+Pasien+Eklampsia