laporan tut sken3 blok 19 - indera
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
hidayahNya kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial ketiga sebagai suatu laporan atas
hasil diskusi kami yang berkaitan dengan kegiatan tutorial pada Blok XIX semester VII ini.
Pada skenario yang berjudul “Kedaruratan Mata” ini kami membahas mengenai trauma mata
yang terkait skenario serta kriteria kegawatan mata dan bagaimana mekanisme perujukan
pasien.
Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam
menggali semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan skenario
kedua ini, baik pada Learning Objective yang kami cari ataupun pada pembahasan yang
kurang memuaskan. Karena ini semua disebabkan oleh keterbatasan kami sebagai manusia.
Tetapi, kami berharap laporan ini dapat memberi pengetahuan serta manfaat kapada para
pembaca.
Mataram, 04 Oktober 2010
Kelompok 4
FK angkatan 07’ Page 1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................................................. 1
Daftar Isi ...................................................................................................................... 2
Skenario III................................................................................................................... 3
Concept Map................................................................................................................. 4
Learning Objective........................................................................................................ 5
Pendekatan Diagnosa.................................................................................................... 6
Trauma Tumpul............................................................................................................ 13
Benda asing di kornea .................................................................................................. 25
Benda asing di Konjungtiva ......................................................................................... 28
Trauma Tembus Bola Mata.......................................................................................... 30
Trauma Asam................................................................................................................ 33
Trauma Alkali/ Basa..................................................................................................... 36
Perujukan ..................................................................................................................... 39
Daftar Pustaka ………………………………………………………………….......... 41
FK angkatan 07’ Page 2
SKENARIO III
KEDARURATAN MATA
Seorang lelaki berusia 30 tahun dibawa ke UGD dengan keluhan mata kiri bengkak.
Dari anamnesis didapatkan bahwa 1 jam sebelumnya ia mengalami kecelakaan di tempat
kerja. Pasien bekerja sebagai supervisor di pabrik pengepakan zat kimia bubuk, saat kejadian
ia lupa menggunakan goggles pelindung mata yang wajib dipakai saat kerja selain kacamata
koreksinya sendiri. Saat kecelakaan mata kirinya terbentur pipa besi sehingga kacamata
koreksinya pecah dan kelopak mata kirinya mengalami bengkak merah kebiruan dan
beberapa luka sayat kecil.
Dokter UGD kemudian melakukan pemeriksaan dan mendapatkan hematom berat
pada palpebra superior dan inferior pada okuli sinistra. Dokter tidak berani membuka kelopak
mata pasien untuk melihat bola mata karena pada fissura palpebra terdapat darah dan jaringan
kehitaman. Dokter segera mengkonsultasikan pasien ke dokter spesialis mata karena khawatir
ada luka penetrasi bagian bola mata atau pencemaran zat kimia.
FK angkatan 07’ Page 3
MAPPING CONCEPT
FK angkatan 07’ Page 4
MATA BENGKAK
ANAMNESIS ;
PEMERIKSAAN FISIK
TRAUMA MATA
DARURAT NON DARURAT
DIAGNOSIS
TERAPI AWAL
RUJUK
PEM.PENUNJANG ;
TERAPI LANJUTAN
PEM. PENUNJANG
DIAGNOSIS KERJA
ETIOLOGI;
PROGNOSIS
LEARNING OBJECTIVES
1. Mengapa dokter tidak berani membuka kelopak mata? Darimana sumber darah pada
fissure palpebra?
2. Batasan penanganan yang bisa dilakukan oleh dokter umum? Kapan pasien bisa
dirujuk?
3. Trauma mata dan klasifikasinya!
4. Tanda kegawatdaruratan mata!
5. Dampak penetrasi bola mata dan pencemaran zat kimia? Bagaimana prosesnya?
6. Penanganan awal pasien dengan trauma tumpul, trauma penetrasi dengan atau tanpa
benda asing, trauma zat kimia? Kapan harus dioperasi?
7. Kelumpuhan otot siliaris dan hubungannya dengan akomodasi lensa?
8. Tanda-tanda trauma tembus yang dapat dilihat dari luar?
FK angkatan 07’ Page 5
PENDEKATAN DIAGNOSA
Dari skenario 3 ini, kita dapat mengambil beberapa kata kunci yang dapat digunakan sebagai
acuan untuk menentukan beberapa diagnosis banding yang nantinya dapat mengarahkan kita
kepada diagnosis kerja, kata-kata kunci itu adalah sebagai berikut :
1. Mata kiri terbentur pipa besi
2. Kacamata pecah
3. Bekerja di pabrik zat kimia
4. Kecelakaan di tempat kerja 1 jam lalu
5. Hematom palpebra superior dan inferior okuli sinistra
6. Darah pada Fissura palpebra dan jaringan kehitaman
ANAMNESIS
Bekerja di pabrik zat kimia bubuk
Pikirkan adanya kemungkinan kontaminasi akibat serpihan zat kimia
Keluhan mata kiri bengkak
Adanya edema bagian mata eksterna
Kecelakaan (terbentur besi) di tempat kerja 1 jam sebelumnya hingga kacamata
koreksi pecah
Trauma yang mengenai mata à bisa berupa trauma tumpul (besi), trauma
kimia (serbukan yang terbang atau jatuh ke mata secara tak sengaja), trauma
tembus (pecahan kacamata yang masuk ke mata)
Masuk kategori kedaruratan mata
Karena adanya hematom pelpebra berat à pikirkan juga adanya trauma
cranium (os.frontal, fraktur basis kranii, dll)
Berdasarkan data di scenario, dapat dipikirkan beberapa jenis trauma yang mungkin terjadi :
Trauma tumpul
Trauma zat kimia
Trauma tembus bola mata
Trauma radiasi à kemungkinan kecil karena tak ada riwayat paparan terhadap
materi yang dapat menimbulkan radiasi
FK angkatan 07’ Page 6
PEMERIKSAAN FISIK
Hematom berat pada palpebra superior dan inferior beberapa luka sayat kecil pada
okuli sinistra
Hematom kelopak à arteri oftalmika pecah (trauma tumpul benda dari luar)
Luka sayat kemungkinan berasal dari kacamata yang pecah dan serpihannya
bisa masuk ke mata à trauma tembus bola mata
Fissura palpebra terdapat darah dan jaringan kehitaman
Jaringan kehitaman mungkin disebabkan oleh struktur iris atau koroid yang
tervisualisasi langsung, atau akibat
Nekrosis dalam waktu singkat (1 jam) yang mungkin disebabkan oleh bubuk
kimia yang masuk
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik masih belum dapat disimpulkan bagian mata apa saja
yang mengalami kerusakan, tetapi dalam trauma tumpul dapat terjadi berbagai kemungkinan
sebagai berikut:
Kelopak : hematom kelopak
Konjungtiva : edema konjungtiva, hematom subkonjungtiva
Kornea : edema kornea, erosi kornea
Uvea : iridoplegia, iridodialisis, hifema, iridosiklitis
Lensa : dislokasi lensa, katarak
Retina : edema retina, ablasio retina, rupture koroid
Saraf optic : avulse papil saraf optic
Klasifikasi trauma mata berdasarkan tingkat kegawatannya :
Sangat Gawat : harus sudah ditangani dalam beberapa menit
Trauma Alkali dan Trauma asam
Gawat : harus sudah ditangani dalam beberapa jam
Laserasi kelopak
Trauma tumpul mata
Erosi kornea
Laserasi kornea
Benda asing kornea
Trauma radiasi
Trauma tembus bola mata
FK angkatan 07’ Page 7
Benda asing magnetik intraokular
Semi gawat : bisa ditangani dalam beberapa hari
Defisiensi vitamin A
Trakoma, oftalmia simpatika, katarak congenital, glaucoma congenital,
simpleks, perdarahan badan kaca, retinoblastoma, hipertensi maligna,
retinopati diabetes, neuritis optic, eksoftalmus akut
Tumor intra orbita, leukemia pada mata, rabdomiosarkoma, mukormikosis,
perdarahan retrobulbar, fistel arteriovena, eksoftalmus goiter, ambliopia,
juling.
Jadi, pada pasien di scenario, dapat dipikirkan beberapa kemungkinan yang terjadi pada
pasien, yaitu pasien dapat mengalami :
Trauma tumpul
Trauma tembus bola mata
Trauma kimia
Perbandingan DD
Trauma
Tumpu
l
Trauma
Tajam
Trauma Kimia
Trauma Asam Trauma Alkali
Etiologi Benda
tumpul, mis.
kena bola
tenis, atau
shutlecock,
ketapel
Benda tajam
atau benda
asing masuk
kedalam bola
mata
Mis. cuka, bahan
asam-asam
dilaboratorium,
gas airmata
Mis. semen, Soda
kuat, Amonia,
NaOH, CaOH,
Cairan pembersih
dalam rumah
tangga
Mekanisme Trauma
tumpul dapat
dibedakan
menjadi dua
jenis, yaitu:
Kontusio,
yaitu
Benda tajam
menembus
mata, yang
dapat
mengenai
organ mata
dari yang
Terjadi proses
koagulasi
protein
Penetrasi
sampai lensa
dapat terjadi
bila
Terjadi proses
persabunan
Persabunan
membrane sel
akan
mempermuda
h penetrasi
FK angkatan 07’ Page 8
kerusakan
disebabkan
oleh kontak
langsung
dengan benda
dari luar
terhadap bola
mata, tanpa
menyebabka
n robekan
pada dinding
bola mata
Konkusio,
yaitu bila
kerusakan
terjadi secara
tidak
langsung.
Trauma
terjadi pada
jaringan di
sekitar mata,
kemudian
getarannya
sampai ke
bola mata.
terdepan
sampai yang
terdalam
disebabkan
asam kuat
lebih lanjut
oleh alkali
FK angkatan 07’ Page 9
Gejala
dan
Tanda
Penurunan
visus
Kemungkinan
dapat
disebabkan:
koagulasi
kornea,
subluksasi
lensa,
kerusakan
retina, syaraf,
dan adanya
hifema.
Orbita : bola
mata
terdorong dan
menimbulkan
fraktur orbita
Palpebra:
berupa edema
palpebra,
perdarahan
subkutis, dan
erosi palpebra
Konjungtiva:
perdarahan
sub-
konjungtiva
atau khemosis
dan edema.
Visus
menurun
Tekanan
bola mata
rndah
Bilik mata
dangkal
Bentuk dan
letak pupil
berubah
Terlihat
adanya
ruptur pada
cornea atau
sclera
Terdapat
jaringan
yang prolaps
seperti
cairan mata
iris,lensa,ba
dan kaca
atau retina
Kunjungtiva
kemotis
Trauma ringan
s/d sedang: mata
menjadi
hiperemis dan
mungkin
terdapat kemosis
konjungtiva,
edema palpebra,
luka
bakar derajat
satu pada kulit,
dan adanya sel
dan flare di bilik
mata depan.
Kornea: dapat
bervariasi mulai
dari keratopati
pungtata
superfisial difusa
sampai erosi
epitel lokal
dengan
pengaburan
ringan pada
stroma.
Kerusakan kornea:
kekeruhan kornea,
konjungtivalisasi
pada kornea,
neovaskularisasi,
peradangan kronik
dan defek epitel
yang menetap dan
berulang serta
perforasi kornea.
Bila terjadi
penetrasi kedalam
intraokuler:
komplikasi
katarak, glaukoma
sekunder dan
kasus berat ptisis
bulbi
Sklera: ruptur
sklera,
ditandai oleh
Trauma parah:
mata
tidak menjadi
Palpebra: jaringan
parut pada
palpebra, Lapisan
FK angkatan 07’ Page 10
adanya
khemosis
konjungtiva,
hifema total,
bilik depan
yang dalam,
tekanan bola
mata yang
sangat rendah,
dan
pergerakan
bola mata
terhambat
terutama ke
arah tempat
ruptur.
Koroid:
edema,
perdarahan,
dan robekan
stroma koroid
Kornea:
edema
superfisial dan
aberasi kornea
Lensa:
kekeruhan,
subluksasi dan
dislokasi lensa
Retina: edema
makula,
ablasio
Nervus
merah namun
akan tampak
putih karena
iskemia pada
pembuluh darah
konjungtiva.
Kemosis pada
palpebra dan
konjungtiva
jelas, dan daerah
wajah sekitar
dapat
menunjukkan
luka bakar
derajat dua
bahkan tiga.
Pada kornea
dapat ditemukan
erosi epitel total
dengan edema
dan perkabutan
tebal pada
stroma.
air pada depan
kornea atau tear
film menjadi tidak
normal.
Konjungtiva:
simbleparon
Lensa: keruh,
akibat kerusakan
kapsul lensa
FK angkatan 07’ Page 11
optikus: ruptur
atau avulsi
nervus optikus
FK angkatan 07’ Page 12
TRAUMA TUMPUL BOLA MATA
TRAUMA PADA KELOPAK DAN DUKTUS LAKRIMALIS
LASERASI KELOPAK
Gambaran Klinik
Terlihat adanya defek pada kelopak mata. (Gambar A)
Tatalaksana
Prinsip:
Perbaikan kelopak mata memerlukan aproksimasi tepi laserasi kelopak, lempeng tarsal, dan
kulit yang tepat.
Penanganan:
Benda berbentuk partikel harus dikeluarkan dari abrasi kelopak untuk mengurangi
resiko pembentukan tato kulit. Kemudian, luka diirigasi dengan salin dan ditutup
dengan suatu salep antibiotic dan kasa steril.
Jaringan yang terlepas dibersihkan dan dilengketkan kembali.
Laserasi partial-thickness pada kelopak yang tidak mengenai batas kelopak dapat
diperbaiki secara bedah. Namun laserasi full-thickness kelopak yang mengenai batas
kelopak harus diperbaiki secara hat-hati untuk mencegah penojolan tepi kelopak dan
trikiasis.
Perbaikan laserasi kelopak mata full-thickness:
FK angkatan 07’ Page 13
1. Menempatkan jahitan sutera 6-0 dengan dua jarum (double-armed)
secara mattress melalui tepi-tepi yang berhubungan sebelum keluar
melalui orifisium kelenjar meibom di sisi yang berlawanan.
2. Jarum yang lain (dengan sutera 6-0) juga dimasukkan dengan cara
serupa dengan jarak 3-4 mm. (Gambar B)
3. Jahitan sutera 6-0 kedua dipasang melalui folikel berjarak sama 2 mm
di kedua sisi laserasi.
4. Jahitan-jahitan ini jangan dikencangkan sampai tarsus diperbaiki denga
jahitan interrupted dengan benang 5-0 yang dapat diserap. (Gambar C)
5. Akhirnya, kulit ditutup dengan jahitan nilon 6-0 interupted (Gambar
D)
6. Dioleskan salep antibiotic pada jahitan di jaringan kelopak tersbut.
Apabila perbaikan primer tidak terjadi dalam 24 jam, maka dapat terjadi edema yang
menghambat penutupan. Luka harus dibersihkans ecara cermat dan diberikan antibitik.
Setelah pembengkakan mereda, dapat dilakukan perbaikan. Debridement harus minimal,
terutama apabila kulit tidak longgar.
Laserasi dekat kantus bagian dalam sering mengenai kanalikulus. Disarankan
perbaikan secara dini, karena jaringan menjadi semakin sulit diidentifikasi dan diperbaiki
untuk mencegah jaringan parut.
Laserasi tajam melalui kanalikulus distal dapat diperbaiki dengan Veis rod stent atau
modifikasi lain. Avulsi atau laserasi kanalikulus proksimal memerlukan intubasi
nasokanalikular silicon dengan Quickert probe.
LASERASI DUKTUS LAKRIMALIS
Cedera apapun yang mengenai sisi medial dari kelopak mata, terutama kelopak
bawah, dapat melibatkan system lakrimal. Inspeksi dan kanulasi punctum dengan probe akan
mengkonfirmasi adanya cedera.
Gambaran Klinik
Terlihat adanya robekan yang tembus sampai duktus lakrimalis. Namun cedera kanalikulus
saja jarang menyebabkan masalah dengan air mata.
Tatalaksana
Repair kanalikuli, sakus atau duktus dapat dilakukan dengan nylon 9 – 0 namun hal ini lebih
sering merupakan teori, jarang dipraktekkan. Melakukan repair kelopak sisanya dan
mempertahankan stent selama setidaknya 3 bulan biasanya menghasilkan drainase air mata
FK angkatan 07’ Page 14
yang adekuat. Repair biasanya dikerjakan dengan loop intubation dengan punctae awalnya
dikanulasi dengan silastic stents yang dimasukkan melalui duktus lakrimalis ke hidung, di
mana stent kemudian diikat. Selain itu, retrograde probing adalah alternatif yang dapat dipilih
selain loop intubation.
TRAUMA KORNEA
EROSI KORNEA
Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat diakibatkan oleh
gesekan keras pada epitel kornea. Erosi dapat terjadi tanpa cedera pada membran basal.
Dalam waktu yang pendek epitel sekitarnya dapat bermigrasi dengan cepat dan menutupi
defek epitel tersebut.
Gejala dan Tanda
- Pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi yang merusak kornea yang mempunyai
serat sensible yang banyak, mata berair, denagn blefarospasme, lakrimasi, fotofobia,
dan penglihatan akan terganggu oleh media kornea yang keruh.
- Pada kornea akan terlihat suatu defek epitel kornea yang bila diberi pewarnaan
fluoresein akan berwarna hijau.
Penanganan
Anestesi topical dapat diberikan untk memeriksa tajam penglihatan dan menghilangkan rasa
sakit yang sangat. Bila memakai obat anestetik topical untuk menghilangkan rasa sakit pada
pemeriksaan, dapat menambah kerusakan epitel.
Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas. Untuk mencegah infeksi
bakteri diberikan antibiotika seperti antibiotika spectrum luas seperti Neosporin,
kloramfenikol, dan sulfasetamid, tetes mata. Akibat rangsanagn yang mengakibatkan spasme
siliar maka diberikan sikloplegik aksi pendek seperti tropikamida. Mata pasien dapat ditutup
selama 24 jam. Erosi yang kecil biasanya akan tertutup kembali setelah 48 jam.
Penyulit
Pada erosi kornea perlu diperhatikan adalah adanya infeksi yang timbul kemudian (infeksi
sekunder).
EROSI KORNEA REKUREN
FK angkatan 07’ Page 15
Erosi rekuren biasanya terjadi akibat cedera yang merusak membran basal atau tukak
metaherpetik. Epitel yang menutup kornea akan mudah lepas kembali di waktu bangun pagi.
Terjadinya erosi kornea berulang akibat epitel tidak dapat bertahan pada defek epitel kornea.
Sukarnya epitel menutupi kornea tempat duduknya sel basal epitel kornea. Biasanya
membran basal yang rusak akan kembali normal setelah 6 minggu.
Pengobatan terutama bertujuan melumas permukaan kornea sehingga regenerasi epitel tidak
cepat terlepas untuk membentuk membrane basal kornea. Pengobatan biasanya dengan
memberikan sikloplegik untuk menghilangkan rasa sakit ataupun untuk mengurangkan gejala
radang uvea yang timbul. Antibiotic diberikan dalam bentuk tetes dan mata ditutup untuk
mempercepat tumbuh epitel baru dan mencegah infeksi sekunder. Biasanya bila tidak terjadi
infeksi sekunder erosi kornea yang mengenai seluruh permukaan kornea akan sembuh dalam
3 hari. Pada erosi kornea tidak diberi antibiotik dengan kombinasi steroid.
Pemakaian lensa kontak lembek pada pasien dengan erosi rekuren sangat bermanfaat, karena
dapat mempertahankan epitel berada di tempat dan tidak dipengaruhi kedipan kelopak mata.
EDEMA KORNEA
Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat mengakibatkan edema kornea
bahkan rupture membrane Descement.
Gejala dan tanda
- penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi di sekitar bola lampu atau sumber cahaya
yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh, dengan uji plasido positif.
- Edema kornea yang berat dapat mengakibatkan masuknya serbukan sel radang dan
neovaskularisasi ke dalam jaringan stroma kornea.
Penanganan
Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonik seperti NaCl 5% atau larutan garam
hipertonik 2-8%, glucose 40% dan larutan albumin.
Bila terdapat peninggian tekanan bola mata maka diberikan asetazolamida. Pengobatan untuk
menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki tajam penglihatan dengan lensa kontak lembek
dan mungkin akibat kerjanya menekan kornea terjadi pengurangan edema kornea.
Penyulit trauma kornea
- Penyulit trauma kornea berat berupa terjadinya kerusakan M. Descement yang lama
sehingga mengakibatkan keratopati bulosa yang akan memberikan keluhan rasa sakit
dan menurunkan tajam penglihatan akibat astigmatisma irregular.
FK angkatan 07’ Page 16
KATARAK TRAUMATIK
Trauma tembus akan menimbulkan katarak lebih cepat, perforasi kecil akan menutup dengan
cepat akibat proliferasi epitel sehingga bentuk kekeruhan terbatas kecil. Lensa menjadi putih
segera setelah trauma, karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humour aqueus dan
kadang-kadang korpus vitreum masuk ke dalam struktur lensa. Trauma tembus besar pada
lensa akan mengakibatkan terbentuknya katarak dengan cepat disertai dengan terdapatnya
massa lensa di dalam bilik mata depan.
TRAUMA LENSA
Dislokasi Lensa
Trauma tumpul lensa dapat mengakibatkan dislokasi lensa. Dislokasi lensa terjadi
karena putusnya zonula Zinn sehingga mengakibatkan kedudukan lensa terganggu.
Subluksasi Lensa
Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian zonula zinn sehingga lensa
berpindah tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi secara spontan akibat kelainan zonula
zinn yang rapuh (Sindrom Marphan). Subluksasi akan memberikan gambaran pada iris
berupa iridodonesis.
Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada maka lensa yang elastic akan menjadi
cembung, dan mata akan menjadi lebih miopik. Lensa yang menjadi sangat cembung
mendorong iris ke depan sehingga sudut bilik mata tertutup. Bila sudut bilik mata menjadi
sempit , mata mudah terjadi glaucoma sekunder.
Bila tidak terjadi penyulit subluksasi seperti glaukoma atau uveitis, maka tidak
dilakukan pengeluaran lensa dan dapat diberi kaca mata koreksi yang sesuai.
Luksasi Lensa Anterior
Bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma maka lensa dapat
masuk ke dalam bilik mata depan. Akibat lensa terletak dalam bilik mata depan ini maka
akan terjadi gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata sehingga akan timbul glaucoma
kongestif akut dengan gejala-gejalanya.
Pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit yang
sangat, muntah, mata merah dengan blefarospasme. Terdapat injeksi siliar yang berat, edema
korne, lensa di dalam bilik mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar.
Tekanan bola mata sangat tinggi.
FK angkatan 07’ Page 17
Pada luksasi lensa anterior sebaiknya pasien secepatnya dikirim pada dokter mata
untuk dikeluarkan lensannya (terlebih dahulu diberi asetazolamida untuk menurunkan tekana
bola matanya).
Luksasi Lensa Posterior
Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi lensa posterior akibat
putusnya zonula zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga lensa jatuh ke dalam badan
kaca dan tenggelam di dataran bawah polus posterior fundus okuli.
Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya akibat lensa
mengganggu kampus. Mata juga menunjukkan gejala mata tanpa lensa atau afakia. Pasien
akan melihat normal dengan lensa +12.0 dioptri untuk jauh, bilik mata depan dalam dan iris
tremulans. Lensa yang terlalu lama berada dalam polus posterior dapat menimbulkan penyulit
akibat degenerasi lensa, berupa glaucoma fakolitik ataupun uveitis fakotoksik.
Bila luksasi lensa telah menimbulkan penyulit sebaiknya secepatnya dilakukan
ekstraksi lensa.
TRAUMA PADA BILIK MATA DEPAN
HIFEMA
Definisi dan Etiologi
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat adanya darah pada bilik mata depan.
Keadaan ini dapat diakibatkan oleh trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau
badan siliar. Sedangkan hifema sponta yang terjadi pada anak-anak, hendaknya dipikirkan
juga kemungkinan penyebabnya oleh leukemia atau retinoblastoma.
Manifestasi Klinis
Pasien dengan hifema biasanya mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan
blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk hifema akan
terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh
ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.
Tatalaksana
Pengobatan pasien yang mengalami hifema dengan merawat pasien di tempat tidur
yang di tinggikan 30 derajat pada kepala, diberi koagulasi, dan mata ditutup. Pada anak yang
gelisah dapat diberikan obat penenang, sedangkan asetazolamida dapat diberikan bila
ditemukan adanya penyulit, yaitu glaucoma.
FK angkatan 07’ Page 18
Parasentesis atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan dilakuka bila terlihat
tanda-tanda imbisi kornea, glaucoma sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila
setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema akan berkurang. Parasentesis sendiri dilakukan
dengan insisi kornea 2 mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris.
Biasanya dilakukan penekanan pada bibir luka sehingga koagulum dapat keluar dari bilik
mata depan. Bila darah tidak dapat keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan
cairan fisiologik. Luka insisi pada parasentesis ini biasanya tidak perlu dijahit.
Komplikasi
Setelah hifema hilang atau 7 hari setelah trauma, terkadang dapat terjadi perdarahan
atau hifema baru yang disebut hifema sekunder yang pengaruhnya akan lebih parah karena
perdarahan biasanya akan lebih sulit hilang.
Dapat pula terjadi glaucoma sekuder dikarenakan oleh kontusi badan siliar yang
berakibat suatu reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan.
Zat besi dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan
akan dapat menimbulkan fisis bulbi dan kebutaan
Prognosis
Biasanya hifema akan hilang sendiri dengan sempurna.
TRAUMA PADA RETINA
ABLASIO RETINA
Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan
sel batang retina dengan dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen
masih melekat erat dengan membran Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang
retina tidak terdapat suatu perlekatan struktural dengan koroid atau epitel pigmen, sehingga
merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis.
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel epitel pigmen retina
akan mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila
berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap.
Epidemiologi
Ablasio retina jarang terjadi pada populasi umum, tetapi suatu unit pelayanan
kesehatan mata yang melayani sekitar 500.000 populasi kemungkinan menemukan kasus
ablasio retina tiga sampai empat kasus per minggu. Meskipun kadang mengenai anak-anak,
namun insidens ablasio retina meningkat seiring bertambahnya umur dan mencapai
FK angkatan 07’ Page 19
maksimum pada kelompok usia 50-60 tahun. Kejadian ablasio retina sedikit meningkat pada
usia pertengahan (usia 20-30 tahun) akibat trauma.3 Beberapa populasi memiliki bakat dan
peluang besar mengalami ablasio retina, misalnya mata dengan miopia tinggi, pasca retinitis,
dan retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer.
Etiologi Dan Klasifikasi
Klasifikasi ablasio retina berdasarkan etiologinya, terdiri atas
Ablasio retina regmatogenosa
Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasio terjadi akibat adanya robekan pada
retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi
pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau
lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis
epitel pigmen koroid.
Ablasio retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang
kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapatnya riwayat adanya pijaran api
(fotopsia) pada lapangan penglihatan.
Ablasio retina yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya karena
dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasio retina bila
dilepasnya retina mengenai makula lutea.
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat
dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah.
Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasio) bergoyang. Kadang-
kadang terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil terlihat adanya defek aferen pupil
akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi
neovaskular glaukoma pada ablasio yang telah lama.
Ablasio retina tarikan atau traksi
Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada
badan kaca yang akan mengakibatkan ablasio retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit.
Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes mellitus
proliferatif, trauma dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi.
Ablasio retina eksudatif
Ablasio retina eksudatif adalah ablasio yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di
bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya
cairan dari pembuluh darah retina dan koroid (ekstravasasi). Hal ini disebabkan penyakit
FK angkatan 07’ Page 20
koroid. Pada ablasio tipe ini penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat. Ablasio
ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang atau hilang.
Patofisiologi
Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga
vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata yang matur dapat
berpisah :
Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi dapat
memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio
regmatogenosa).
Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina, misalnya
seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional).
Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat proses
eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina eksudatif)
Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan retina
atau lubang retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan pada mata afakia.
Perubahan yang merupakan faktor prediposisi adalah degenerasi retina perifer (degenerasi
kisi-kisi/lattice degeration), pencairan sebagian badan kaca yang tetap melekat pada daerah
retina tertentu, cedera, dan sebagainya.
Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid.
Sklerosis dan sumbatan pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan berkurangnya
perdarahan ke retina. Hal semacam ini juga bisa terjadi pada miopia karena teregangnya dan
menipisnya pembuluh darah retina. Perubahan ini terutama terjadi di daerah ekuator, yaitu
tempat terjadinya 90% robekan retina. Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia 10
sampai 15 tahun lebih awal daripada mata emetropia. Ablasi retina delapan kali lebih sering
terjadi pada mata miopia daripada mata emetropia atau hiperopia. Ablasi retina terjadi sampai
4% dari semua mata afakia, yang berarti 100 kali lebih sering daripada mata fakia.
Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu dasawarsa lebih
awal daripada mata normal. Depolimerisasi menyebabkan penurunan daya ikat air dari asam
hialuron sehingga kerangka badan kaca mengalami disintegrasi. Akan terjadi pencairan
sebagian dan ablasi badan kaca posterior. Oleh karenanya badan kaca kehilangan konsistensi
dan struktur yang mirip agar-agar, sehingga badan kaca tidak menekan retina pada epitel
pigmen lagi. Dengan gerakan mata yang cepat, badan kaca menarik perlekatan vireoretina.
Perlekatan badan kaca yang kuat biasanya terdapat di daerah sekeliling radang atau daerah
sklerosis degeneratif. Sesudah ekstraksi katarak intrakapsular, gerakan badan kaca pada
FK angkatan 07’ Page 21
gerakan mata bahkan akan lebih kuat lagi. Sekali terjadi robekan retina, cairan akan
menyusup di bawah retina sehingga neuroepitel akan terlepas dari epitel pigmen dan koroid.
Diagnosis
Anamnesis
Gejala yang sering dikeluhkan penderita adalah :
1. Floaters, terjadi karena adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina
yang lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri. Kadang-kadang penderita merasakan
adanya tabir atau bayangan yang datang dari perifer (biasanya dari sisi nasal) meluas
dalam lapangan pandang. Tabir ini bergerak bersama-sama dengan gerakan mata dan
menjadi lebih nyata. Pada stadium awal, penglihatannya membaik di malam hari dan
memburuk di siang hari terutama sesudah stres fisik (membungkuk, mengangkat) atau
mengendarai mobil di jalan bergelombang.
2. Fotopsia yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya
atau dalam keadaan gelap. Keadaan ini disebabkan oleh tarikan pada retina dan bisa
terjadi pada orang normal jika terjadi cedera tumpul pada mata.
3. Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh penglihatannya sebagian seperti tertutup
tirai yang semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang lebih lanjut dapat terjadi
penurunan tajam penglihatan yang lebih berat.
Selain itu, dari anamnesis perlu ditanyakan adanya riwayat trauma, riwayat pembedahan
sebelumnya (seperti ekstraksi katarak, pengangkatan corpus alienum intraokuler), riwayat
penyakit mata sebelumnya (uveitis, perdarahan viterus, ambliopa, glaukoma dan retinopati
diabetik), riwayat keluarga dengan penyakit mata serta penyakit sistemik yang berhubungan
dengan ablasio retina (diabetes, tumor, sikle cell disease, leukemia, eklamsia dan
prematuritas).
Pemeriksaan Oftalmologi
1. Pemeriksaan visus. Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula
lutea atau kekeruhan media refrakta atau badan kaca yang menghambat sinar masuk.
Tajam penglihatan akan sangat terganggu bila makula lutea ikut terangkat.
2. Pemeriksaan lapangan pandang. Akan terjadi defek lapangan pandang seperti tertutup
tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasio retina.
3. Pemeriksaan funduskopi. Merupakan salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasio
retina dengan menggunakan oftalmoskopi indirek binokuler. Pada pemeriksaan ini retina
yang mengalami ablasio tampak sebagai membran abu-abu merah muda yang menutupi
gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang
FK angkatan 07’ Page 22
subretina, didapatkan pergerakan undulasi retina ketika mata bergerak. Pembuluh darah
retina yang terlepas dari dasarnya berwarna gelap, berkelok-kelok, dan membengkok di
tepi ablasio. Pada retina yang mengalami ablasio terlihat lipatan-lipatan halus. Suatu
robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid di
bawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreus yang terdiri dari darah dan
pigmen atau operkulum dapat ditemukan mengambang bebas.
4. Pemeriksaan tekanan bola mata. Pada ablasio retina tekanan intraokuler kemungkinan
menurun.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta antara
lain glaukoma, diabetes melitus, maupun kelainan darah.
2. Pemeriksaan ultrasonografi. Menggunakan gelombang suara dengan frekwensi tinggi (8-
10 MHz). B-scan ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis ablasio retina dan
keadaan patologis lain yang menyertainya seperti proliferatif vitreoretinopati, benda
asing intraokuler dengan membuat membuat potongan melalui seluruh jaringan, dengan
demikian didapat lokasi dan bentuk dari kelainan dalam dua dimensi. Selain itu
ultrasonografi juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan ablasio
retina eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis.
Penatalaksanaan
Prinsip Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan kembali lapisan
neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina. Penanganannya dilakukan dengan
pembedahan, pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara:
1. Retinopeksi pneumatik
Retinopati pneumatik merupakan cara yang paling banyak pada ablasio retina
regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada superior retina. Teknik
pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam vitreus.
Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina. Jika robekan dapat ditutupi oleh
gelembung gas, cairan subretinal akan menghilang 1-2 hari. Robekan retina dapat juga
dilekatkan dengan kryopeksi sebelum balon disuntikkan. Pasien harus mempertahankan
posisi head precise selama 7-10 hari untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan
retina.
2. Scleral buckle
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama
tanpa disertai komplikasi lainnya. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung
FK angkatan 07’ Page 23
lokasi dan jumlah robekan retina. Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silicon
padat. Pertama-tama dilakukan kryopeksi atau laser untuk memperkuat perlengketan antara
retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi
tekanan pada robekan retina sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan
retina ini akan menyebabkan cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2
hari.
3. Vitrektomi
Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat
diabetes, ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau hemoragik vitreus. Cara
pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada bola mata kemudian memasukkan
instrumen hingga ke cavum melalui pars plana. Setelah itu pemotongan vitreus dengan
pemotong vitreus. Teknik dan instrumen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab
ablasio.
Komplikasi
Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang paling
sering terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan tangan atau
persepsi cahaya (light perception) adalah komplikasi yang sering dari ablasio retina jika
melibatkan makula.
Prognosis
Jika makula melekat dan pembedahan berhasil melekatkan kembali retina perifer,
maka hasil penglihatan sangat baik. Jika makula terlepas lebih dari 24 jam sebelum
pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat penuh sepenuhnya.
Namun, bagian penting dari penglihatan dapat kembali pulih dalam beberapa bulan. Jika
retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami komplikasi, maka dapat
timbul perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati proliferatif). PVR dapat
menyebabkan traksi pada retina dan ablasio retina lebih lanjut. Prosedur vitreoretina yang
rumit dapat mempertahankan penglihatan namun dengan hasil penglihatan yang lebih buruk
FK angkatan 07’ Page 24
BENDA ASING KORNEACedera mata yang paling sering mengenai sklera, kornea dan konjungtiva disebabkan
oleh benda asing. Meskipun kebanyakan bersifat ringan, tetapi beberapa cedera bisa berakibat
serius (misalnya luka tembus pada kornea atau infeksi akibat sayatan maupun cakaran pada
kornea).
Benda asing yang terdapat di kornea dapat berasal dari gurinda atau pecahan besi.
Pasien sering tidak menyadari atau tidak menduga akan datangnya benda asing tersebut,
sehingga tidak segera memberikan keluhan atau ditangani, akibatnya terbentuk karat di
sekitar logam yang tertanam di bola mata.
Benda asing dan abrasi di kornea dapat menyebabkan nyeri dan iritasi yang dapat
dirasakan sewaktu mata dan kelopak digerakkan.
Gambaran Klinik
Gejala Dini:
Rasa pedas dan sakit pada mata
Keluhan ini kemungkinan akibat sudah terdapatnya keratitis atau tukak pada mata
tersebut
Gejala dan tanda penyerta:
Epifora
Injeksi siliar (pelebaran pembuluh darah epikorenal di sekitar limbus)
Miosis pupil akibat reflex perasaan sakit pada kornea
Terlihat benda asing di kornea
àPola tanda goresan vertical di kornea berarti adanya benda asing terbenam di
permukaan konjungtiva tarsalis di kelopak mata atas.
Tatalaksana
Prinsip:
Benda asing di kornea dikeluarkan seluruhnya pada satu saat tindakan, bila
memungkinkan.
FK angkatan 07’ Page 25
Luka harus dipantau setiap hari untuk mencari tanda-tanda infeksi sampai luka
sembuh sempurna.
Hati-hati dalam member steroid, karena daoat terjadi infeksi sekunder dan sangat
berbahaya bila terdapat virus herpes simpleks.
Hati-hati dalam pemberian anastesi local, sebab dapat mengakibatkan:
Keratitis
Adiksi terhadap obat
Jangana pernah member larutan anastesi topical untuk dipakai ulang setelah cedara
kornea, karena hal ini memperlambat penyembuhan, menutupi kerusakan lebih lanjut,
dan dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut kornea yang permanen.
Penanganan:
Pengeluaran benda asing dengan memakai kapas yang digosokkan di atasnya atau
spud (alat pengorek), setelah dianastesi local. Bila tidak dapat dikeluarkan dengan
kapas maka dikeluarkan dengan ujung jarum yang berukuran kecil.
Pemantauan pengeluarannya dibantu dengan loupe atau slitlamp bila diperlukan.
Bahan inert yang tertanam (mis., kaca, karbon) dapat dibiarkan berada dalam
kornea.
Apabila pengeluaran fragmen yang tertanam dalam perlu dilakukan atau apabila
terjadi kebocoran cairan yang memerlukan jahitan atau perekat sianoakrilat, maka
tindakan tersebut harus dilakukan dengan teknik bedah mikro dalam kamar
operasi, dan dilakukan pembentukan ulang kamera anterior, bila perlu, dengan
atau tanpa viskoelastik kondisi steril.
Mengeluarkan cincin karat di sekitar benda asing
Tujuannya mencegah reaksi radang pada karat logam
Dikeluarkan dengan bor baterai denga ujung bor, dan dipantau dengan bantuan
slitlamp bila diperlukan.
Diberi sikloplegik topical
Tujuan:
Mengurangi rasa sakit
Menghilangkan gejala siklitis
Diberikan antibiotic spectrum luas, dalam bentuk tetes atau salep
Tujuannya untuk mencegah infeksi sekunder.
Bebat tekan diberikan selama 8-48 jam
FK angkatan 07’ Page 26
Tujuannya untuk mempercepat pertumbuhan epitel dan untuk mengurangi rasa
sakit karena defek epitel tidak terganggu akibat kedipan.
Dapat diberikan kodein, aspirin, dan obat analgesic lainnya
à Tujuannya untuk menghilangkan rasa sakit.
Operasi Keratoplasti dilakukan bila kekeruhan kornea sangat mengganggu
penglihatan.
Penyulit
Mudah terjadi infeksi oleh pseudomonas ataupun virus, pada defek epitel dengan
benda asing kornea
Terjadi infeksi sekunder
Terbentuk jaringan parut, yang akan mengganggu penglihatan atau sukarnya tertutup
epitel kornea sehingga terjadi erosi rekuren.
FK angkatan 07’ Page 27
BENDA ASING DI KONJUNGTIVAPenyebab tersering dari cedera pada permukaan mata adalah lensa kontak. Lensa yang
tidak terpasang dengan benar, lensa yang terpasang terlalu lama, lensa yang tidak dilepas
ketika tidur, lensa yang tidak dibersihkan dan melepaskan lensa dengan kasar dapat
menimbulkan goresan pada permukaan mata. Penyebab lainnya adalah pecahan kaca, partikel
yang terbawa angin dan ranting pohon.
Gambaran Klinik
Gejala:
Nyeri
Pasien merasa ada sesuatu di mata.
Peka terhadap cahaya
Mata merah
Penglihatan bisa kabur
Perdarahan dari pembuluh darah pada permukaan mata atau pembengkakan mata
dan kelopak mata.
Tanda:
Terjadi kerusakan pada sel goblet.
Sekresi musin konjungtiva bulbi berkurang daya basahnya pada setiap kedipan
kelopak. Dapat terjadi simblefaron pada konjungtiva bulbi yang akan menarik
bola mata sehingga pergerakan mata menjadi terbatas.
Akibat terjadinya simblefaron penyebaran air mata menjadi tidak merata.
Terjadi pelepasan kronik daripada epitel kornea.
Terjadi keratinisasi (pertandukan) epitel kornea akibat berkurangnya mucin.
Tatalaksana
Mengeluarkan benda asing tersebut
à Benda asing diambil dengan menggunakan kapas steril yang lembab atau dengan
mengguyur mata dengan air bersih.
Pemberian antibiotika dan debridement untuk mencegah infeksi oleh kuman
oportunis.
FK angkatan 07’ Page 28
Pemberian sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mengatasi iritis, dan sinekia
posterior.
Pemberian Steroid secara berhati-hati karena steroid menghambat penyembuhan.
Steroid diberikan untuk menekan proses peradangan akibat denaturasi kimia dan
kerusakan jaringan kornea dan konjungtiva. Steroid topical ataupun sistemik dapat
diberikan pada 7 hari pertama pasca trauma. Diberikan Dexametason 0,1% setiap 2
jam. Steroid walaupun diberikan dalam dosis tinggi tidak mencegah terbentuknya
fibrin dan membrane siklitik.
Kolagenase inhibitor seperti sistein diberikan untuk menghalangi efek kolagenase.
Diberikan satu minggu sesudah trauma karena pada saat ini kolagenase mulai
terbentuk.
Pemberian Vitamin C untuk pembentukan jaringan kolagen.
Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek dan artificial
tear (air mata buatan).
Sel-sel pada permukaan mata berregenerasi dengan cepat. Meskipun goresannya besar,
penyembuhan akan berlangsung selama 1-3 hari.
FK angkatan 07’ Page 29
TRAUMA TEMBUS BOLA MATAPerforasi bola mata merupakan keadaan yang gawat untuk bola mata, karena pada
keadaan ini kuman akan mudah masuk kedalam bola mata selain dapat mengakibatkan
kerusakan struktur-struktur penting bola mata. Trauma penetrasi dapat terjadi dengan atau
tanpa masuknya benda asing intraocular. Bila bersamaan dengan trauma tembus dapat
ditemukan benda asing intraocular, maka akan berakibat buruk pada mata misalnya siderosis,
kalkosis dan oftalmia simpatika.
Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konungtiva saja. Bila robekan tidak lebih
dari 1cm maka tidak perlu dilakukan penjahitan. Bila robekan >1cm maka perlu dilakukan
penjahitan untuk mencegah terjadinya granuloma. Pada setiap robekan konjungtiva perlu
diperhatikan adanya robekan sklera. Trauma tembus dapat pula berbentuk perforasi sclera
dengan prolaps badan kaca disertai perdarahan badan kaca. Perforasi sclera dapat juga
disertai prolaps badan siliar.
Sebaiknya diketahui apakan trauma disebabkan oleh benda yang kotor, sehingga
dapat diramalkan dan dicegah kemungkinan endoftalmitis.
Manifestasi klinis
Terjadi penurunan visus (yang nyata) akibat terjadinya kekeruhan media penglihatan
secara langsung atau tidak langsung akibat trauma.
Terlihat adanya ruptur pada kornea atau sklera.
Tekanan bola mata akan rendah akibat cairan mata keluar melalui daerah perforasi
bahkan vitreous humor dapat keluar juga.
Bila terjadi perforasi kornea akan terlihat bilik mata yang dangkal. Jaringan uvea akan
menempel pada kornea atau malahan akan terlihat jaringan iris yang prolaps keluar.
Akibat perlengketan iris dengan bibir luka kornea akan terdapat bentuk pupil yang
lonjong atau terjadinya perubahan bentuk pupil. Kadang terjadi hifema, hal ini
menunjukkan terjadinya rupture iris dan badan siliar oleh trauma tembus.
Konjungtiva kemotis.
Laserasi konjungtiva.
Luka yang disebabkan oleh partikel kecil dengan kecepatan tinggi hanya
menimbulkan nyeri ringan dan penglihatan kabur.
FK angkatan 07’ Page 30
Jika terjadi ruptur sklera dapat terjadi gangguan pergerakan bola mata, perdarahan
subkonjungtiva.
Edema kornea, iritis, hifema, midriasis traumatik, ruptur sfingter iris, iridodialisis,
paralisis akomodasi, dislokasi lensa.
Posterior segmen: perdarahan vitreus dan retina, edema retina, lubang retina, ruptur
koroid, kontusio atau avulsi nervus optikus.
Penggunaan retractor atau speculum harus dilakukan secara hati-hati. Pemakaian yang
salah akan mengakibatkan peningkatan tekanan bola mata sehingga mendesak isi bola
mata keluar.
Beberapa dari efek trauma ini tidak dapat dinilai dengan pemeriksaan eksternal. Beberapa
efek mungkin muncul setelah beberapa hari atau beberapa minggu setelah trauma seperti
katarak.
Pemeriksaan tambahan yang diperlukan
Pembiakan kuman dari benda asing, yang merupakan penyebab trauma untuk menjadi
petunjuk pemberian antibiotika pencegah infeksi.
Pemeriksaan radiologis foto orbita untuk melihat adanya benda asing (radioopaque).
Bila ada dilakukan pemeriksaan lensa kontak Comberg, dan dapat dapat ditentukan
letak benda asing apakah intra atau ekstrokular.
Pemeriksaan ERG (elektroretinografi) untuk mengetahui fungsi retina yang sudah
rusak atau yang masih ada.
Pemeriksaan VER untuk menilai fungsi jalur penglihatan ke pusat penglihatan.
Tatalaksana
Tujuan tindakan yaitu untuk mempertahankan bola mata dan fungsinya. Pada setiap keadaan
harus dilakukan usaha mempertahankan bola mata bila masih bisa melihat sinar atau melihat
proyeksi cahaya. Bila terdapat benda asing dalam mata, maka sebaiknya dilakukan usaha
untuk mengeluarkan benda tersebut. Pada tindakan tersebut, pertimbangkan bahaya
mengeluarkan benda tersebut.
Pengobatan pada benda asing intraokular adalah dengan mengeluarkannya dan dilakukan
dengan perencanaan pembedahan agar tidak memberikan kerusakan yang lebih berat terhadap
bola mata. Mengeluarkan benda asing melalui sklera dapat mencegah kerusakan jaringan
lain. Benda asing yang bersifat magnetik dapat dikeluarkan dengan alat magnit raksasa.
Benda yang tidak magnetik dikeluarkan melalui vitrektomi.
FK angkatan 07’ Page 31
Pasien diberikan antibiotika spectrum luas untuk mencegah terjadinya infeksi bola mata (jika
dicurigai luka tembus disertai laserasi, antibiotic jangan diberikan secara topical karena dapat
bersifat toksik intraocular) dan diberikan analgesia dan sedative untuk mengurangi nyeri pada
mata. Sebelum dirujuk, mata tidak boleh diberi salep, karena salep dapat masuk ke mata.
Pasien tidak boleh diberi steroid lokal, dan beban yang diberikan pada mata tidak menekan
bola mata.
Selanjutnya dilakukan tindakan pembedahan pada luka yang terbuka.
Komplikasi
Endophtalmitis
Panoftalmitis
Ablasi retina
Perdarahan vitreous body
Glaucoma
Katarak
Prognosis
Prognosis dari kasus seperti ini tergantung pada :
Besarnya luka tembus, semakin kecil luka maka semakin baik prognosisnya
Tempat luka pada bola mata, bila terdapat di segmen anterior akan menggu axis
penglihatan, berbeda dengan bila lukanya di segmen posterior.
Bentuk trauma, apakah dengan benda asing atau tanpa benda asing.
Benda asing magnetic atau non-magnetik
Dalamnya luka tembus
Terdapatnya penyulit atau tidak.
FK angkatan 07’ Page 32
TRAUMA ASAM
Definisi
Trauma asam merupakan salah satu jenis trauma kimia mata dan termasuk kegawatdaruratan
mata yang disebabkan zat kimia bersifat asam dengan pH < 7.
Etiologi
Beberapa zat asam yang sering mengenai mata adalah asam sulfat, asam asetat, hidroflorida,
dan asam klorida.
Patofisiologi
Perjalanan penyakit trauma asam
1. Pada minggu pertama
Terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatan kekeruhan pada
kornea, demikian pula terjadi koagulasi protein konjungtiva bulbi. Koagulasi
proten ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan jaringan.
Akibat koagulasi protein ini kadang-kadang seluruh kornea terkelupas.
Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam seperti stroma
kornea, keratosis dan endotel kornea.
Bila terjadi penetrasi jaringan yang lebih dalam akan terjadi edema kornea,
iritis dan katarak.
Bila trauma disebabkan oleh asam lemah maka regenerasi epitel akan terjadi
dalam beberapa hari dan kemudian sembuh.
Bila trauma disebabkan oleh asam kuat maka stroma kornea akan berwarna
kelabu infiltrasi sel radang ke dalamnya. Infiltrasi ke dalam stroma oleh
bahan asam terjadi dalam waktu 24 jam.
Beberapa menit atau jam sesudah trauma asam konjugtiva bulbi menjadi
hiperemi dan kemotik. Kadang-kadang terdapat perdarahan pada konjungtiva
bulbi.
Tekanan bola mata akan meninggi pada hari pertama, yang kemudian dapat
menjadi normal atau merendah.
2. Trauma asam pada minggu 1- 3
FK angkatan 07’ Page 33
Umumnya trauma asam mulai sembuh pada minggu kesatu sampai ketiga ini.
Pada trauma asam yang berat akan terbentuk tukak kornea dengan
vaskularisasi yang bersifat progresif.
Keadaan terburuk akibat trauma asam pada saat ini ialah berupa vaskularisasi
berat pada kornea.
3. Trauma sesudah 3 minggu
Trauma asam yang tidak sangat berat akan sembuh sesudah 3 minggu.
Pada endotel dapat terbentuk membran fibrosa yang merupakan bentuk
kerusakan endotel.
Akibat trauma asam diketahui bahwa perubahan reaksi biokimia ditentukan oleh jenis asam
yang menyebabkan trauma. Asam merusak dan memutus ikatan intramuskular protein, dan
protein yang berkoagulasi merupakan barier terhadap penetrasi lanjut daripada asam ke
dalam jaringan. Diketahui bahwa asam sulfur mengakibatkan kadar monosakarida jaringan
menurun. Bila truama disebabkan oleh HCl, maka pH cairan mata turun sesudah trauma
berlangsung 30 menit. Pada trauma asam tidak terdapat gangguan pembentukan jaringan
kolagen. Pada trauma asam berat yang merusak badan siliar akan terjadi penurunan kadar
askorbat dalam cairan mata dan kornea.
Manifestasi Klinis
Jika mata terkena zat kimia bersifat asam maka akan terlihat iritasi berat yang sebenarnya
akibat akhirnya tidak berat. Asam akan menyebabkan koagulasi protein plasma. Dengan
adanya koagulasi protein ini menimbulkan keuntungan bagi mata, yaitu sebagai barrier yang
cenderung membatasi penetrasi dan kerusakan lebih lanjut. Hal ini berbeda dengan basa yang
mampu menembus jaringan mata dan akan terus menimbulkan kerusakan lebih jauh. Selain
keuntungan, koagulasi juga menyebabkan kerusakan konjungtiva dan kornea. Dalam masa
penyembuhan setelah terkena zat kimia asam akan terjadi perlekatan antara konjugtiva bulbi
dengan konjungtiva tarsal yang disebut simblefaron.
Diagnosis
Pemeriksaan awal pada trauma mata antara lain meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis
Sering sekali pasien menceritakan telah tersiram cairan atau tersemprot gas pada mata atau
partikel-partikelnya masuk ke dalam mata. Tanyakan kepada pasien apa persisnya zat kimia
FK angkatan 07’ Page 34
dan bagaimana terjadinya trauma tersebut (misalnya tersiram sekali atau akibat ledakan
dengan kecepatan tinggi).
Secara umum, pada anamnesis dari kasus trauma mata perlu diketahui apakah terjadi
penurunan visus setelah cedera atau saat cedera terjadi. Onset dari penurunan visus apakah
terjadi secara progresif atau terjadi secara tiba-tiba. Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur
merupakan gambaran umum trauma. Dan harus dicurigai adanya benda asing intraokular
apabila terdapat riwayat salah satunya apabila trauma terjadi akibat ledakan.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena zat sudah terigasi
dengan air dan pH permukaan bola mata sudah netral. Obat anestesi topical boleh digunakan
untuk membantu pasien lebih nyaman dan kooperatif. Setalah dilakukan irigasi, pemeriksaan
mata yang seksama dilakukan dengan perhatian khusus untuk memeriksa kejernihan dan
keutuhan kornea, derajat iskemik limbus dan tekanan intraokuli.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dalam kasus trauma asam mata adalah
pemeriksaan pH bola mata secara berkala. Irigasi pada mata harus dilakukan sampai tercapai
pH netral. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit lamp yang bertujuan untuk
mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan.
Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengatahui tekanan intraokular.
Tatalaksana
Irigasi segera dengan garam fisiologik atau air.
Kontrol pH air mata untuk melihat apakah sudah normal.
Selanjutnya pertimbangkan pengobatan sama dengan pengobatan yang diberikan pada
trauma alkali.
FK angkatan 07’ Page 35
TRAUMA ALKALI Trauma alkali atau trauma basa merupakan trauma bahan kimia basa, trauma ini
merupakanjenis trauma yang dampaknya lebih parah dibandingkan dengan trauma asam.
Macam- macam trauma alkali
Ammonia : merupakan bahan alkali yang barupa gas dan banyak ditemukan pada
pendingin lemari es dan pada bahan pembersih.
NaOH : merupakan bahan yang banyak digunakan sebagai pembersih pipa.
Ca(OH)2 : daya rusak dari alkali jenis ini tidak terlalu kuat dan akan sembuh sekitar
30 menit sampai 3 jam setelah trauma.
Klasifikasi
Pada trauma alkali terdapat dua kelompok klasifikasi yaitu klasifikasi oleh Hughes dan oleh
Thoft.
Klasifikasi Hughes
1. Ringan
Erosi terbatas pada epitel kornea
Kekeruhan pada kornea masih ringan
Iskemia dan nekrosis pada kornea tidak tampak
Prognosis baik
2. Sedang
Terdapat kekeruhan pada kornea sehingga lebih susah untuk
memperhatikan iris dan pupil secara jelas.
Terdapat nekrosis dan iskemia yang ringan pada konjungtiva dan
kornea
Prognosis masih baik
3. Berat
Kornea keruh, pupil tidak terlihat
Konjungtiva dan sclera pucat
Prognosis buruk
FK angkatan 07’ Page 36
Klasifikasi Thoft
Klasifikasi ini digunakan untuk mengetahui tingkat kerusakan dan beratnya
kerusakan.
1. Derajat 1: konjungtiva hiperemi yang disertai keratitis pungtata
2. Derajat 2: konjungtiva hipermi disertai hilangnya epitel kornea
3. Derajat 3: konjungtiva hiperemi dan nekrosis serta disertai lepasnya epitel
kornea
4. Derajat 4: nekrosis kornea terjadi lebih dari 50%
Untuk luka derajat 1 dan 2 dapat sembuh dan meninggalkan jaringan parut tanpa
terjadi neovaskularisasi pada kornea. Sedangkan pada derajat 3 dan 4 waktu
sembuhnya akan lebih lama.
Patofisiologi
Makanisme terjadinya kerusakan jaringan oleh karena trauma alkali yaitu pH alkali yang
tinggi akan menyebabkan terjadinya proses persabunan dan memicu terjadinya penetrasi yang
lebih kuat. Mukopolisakarida pada permukaan sel akan menghilang dan terjadi
penggumpalan sel kornea atau keratosit. Serat kolagen membengkak dan stroma kornea akan
mati.
Tatalaksana
Lakukan irigasi secara maksimal sesaat setelah terpapar dengan bahan-bahan alkali
tersebut.
Lakukan pengecekan pH kembali dengan kertas lakmus untuk mengetahui pH mata
sudah kembali normal atau tidak (pH N=7,3).
Bila penyebabnya karena NaOH maka lakukan terapi dengan mengunakan EDTA.
Bila perlu berikan antibiotika untuk mencegah terjadinya infeksi.
Berikan sikloplegik jika adanya iritis dan sinekia posterior.
Beta blocker dan Diamox dapat diberikan jika terdapat glaucoma.
Dapat diberikan steroid secara hati-hati selama 7 hari untuk mengurangi inflamasi
Berikan vitamin C karena vitamin C perlu untuk pembentukan jaringan kolagen
Lakukan pembebatan
Pertimbangkan untuk keratoplasti jika terjadi kekeruhan yang parah pada kornea
sehingga mengganggu penglihatan.
FK angkatan 07’ Page 37
FK angkatan 07’ Page 38
PERUJUKAN TRAUMA MATA
Trauma Kimia
Baik trauma asam ataupun basa alkali segera bicarakan dan serahkan pada spesialis mata.
Iritasi kimia sedang tidak perlu dirujuk ke spesialis.
Trauma Tumpul
Semua trauma tumpul pada mata harus di periksa oleh ophtalmologis
1) Segera
rupture bola mata atau suspek perforasi
defek pupil dengan 2 hemataom periorbital
hifema atau kebutaan (pada kasus anak)
2) Dalam 24 jam
penurunan visus
hifema pada remaja
laserasi palpebra
retinal hemorage
blow-out fracture
anak tanpa hifema dan tidak ada kebutaan
3) Dalam 48 jam: mata normal dengan hematom pada periorbital
4) Tidak perlu melibatkan oftalmologis : trauma minor tanpa melibatkan
periorbita dan bola mata.
Jika pasien diperkirakan terjadi ruptur bola mata maka harus segera dirujuk ke spesialis mata.
Pada Hematoma Orbital Dan Kelopak Mata Tidak Dapat Dibuka segera dirujuk ke
spesialis mata dengan suspek rupture bola mata.
Pada Hematoma Orbital Tapi Mata Masih Dapat Dibuka ada beberapa kemungkinan:
kemungkinan rupture bola mata segera dirujuk ke spesialis mata.
Jika terjadi defek pupil segera dirujuk ke spesialis mata khususnya bila terjadi
hematoma yang berat, hal ini menandakan terjadinya kompresi pada nervus optikus.
FK angkatan 07’ Page 39
Tidak terjadi rupture dan visus mata normal, dapat dirujuk ke spesialis mata dalam 24
jam.
Luka Memar Dan Penglihatan Ganda- Suspek “Blow-Out” Fraktur dapat dirujuk ke
spesialis mata dalam 24 jam.
Hifema :
Pada anak. Ditangani oleh spesialis mata
Hifema lebih dari sepertiga diameter korrnea. Ditangani oleh spesialis mata
Hifema yang kecil. Dilakukan bed rest dan pengawasan diakukan oleh spesialis mata.
Pada Laserasi Kelopak Mata:
Jika ada suspek rupture bola mata segera dirujuk ke spesialis mata.
Sebaliknya jika tidak ada kemunkinan rupture bola mata, dapat dirujuk dalam 24 jam.
Trauma Akibat Proyektil Yang Terlempar, Pecahan Kaca, Ketika Berkebun Segera
rujuk ke spesialis mata
Pukulan Palu, Memahat, Atau Melakukan Hal-Hal Yang Sejenisnya
Semua kasus harus dilihat oleh spesialis mata jika terdapat keragu-raguan tentang
adanya benda asing di intraocular. Katarak dapat muncul dengan cepat setelah
terjadinya trauma yang membuat pemeriksaan fundus tidak dapat dilakukan denga
metode normal.
Penetrasi yang nyata. segera dirujuk ke spesialis mata
Jika terjadi pada anak. segera dirujuk ke spesialis mata
FK angkatan 07’ Page 40
DAFTAR PUSTAKA1. Ilyas, Sidarta. 2005. Kedaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata. FKUI press: Jakarta.
2. Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata ed.3. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
3. Riordan-Eva P and Whitcher, John P (editor). 2007. Vaughan and Asbury’s General
Ophthalmology ed.17. Lange-McGraw-Hill International Edition: New York.
4. Webb, Lennox A. 2004. Manual of Eye Emergencies Diagnosis and Management.
London: Elsevier
FK angkatan 07’ Page 41