bab iv tut

47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1.Visi dan Misi RSU Provinsi Sulawesi Tenggara a. Visi “Terwujudnya Rumah Sakit Unggulan di Sulawesi Tenggara Tahun 2013”. b. Misi Untuk mencapai visi yang telah ditetapkan tersebut, maka Rumah Sakit Umum (RSU) Provinsi Sulawesi Tenggara mempunyai misi sebagai berikut : 1) Meningkatkan pelayanan kesehatan prima berlandaskan etika profesi 2) Menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan penelitian tenaga kesehatan 3) Meningkatkan kesejahteraan karyawan 2.Status Rumah Sakit Rumah Sakit Umum (RSU) Provinsi Sulawesi Tenggara berdiri pada tahun 1971 yang dikelola berdasarkan anggaran pemerintah provinsi tahun 71

Upload: shaun-martin

Post on 27-Dec-2015

11 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV tut

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Visi dan Misi RSU Provinsi Sulawesi Tenggara

a. Visi

“Terwujudnya Rumah Sakit Unggulan di Sulawesi Tenggara

Tahun 2013”.

b. Misi

Untuk mencapai visi yang telah ditetapkan tersebut, maka Rumah

Sakit Umum (RSU) Provinsi Sulawesi Tenggara mempunyai misi sebagai

berikut :

1) Meningkatkan pelayanan kesehatan prima berlandaskan etika profesi

2) Menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan penelitian tenaga

kesehatan

3) Meningkatkan kesejahteraan karyawan

2. Status Rumah Sakit

Rumah Sakit Umum (RSU) Provinsi Sulawesi Tenggara berdiri pada

tahun 1971 yang dikelola berdasarkan anggaran pemerintah provinsi tahun

1969/1970. Berdasarkan SK Menteri Kesehatan, No.51/Menkes/II/1979,

tanggal 22 Februari 1979 Rumah Sakit Umum (RSU) Provinsi Sulawesi

Tenggara merupakan rumah sakit milik Pemrintah Provinsi (PemProv)

Sulawesi Tenggara. Rumah sakit ini memiliki klasifikasi Rumah sakit tipe C

71

Page 2: BAB IV tut

dan memiliki susunan struktur organisasi berdasarkan SK Gubernur Provinsi

Sulawesi Tenggara pada tanggal 28 Maret 1983, No.77 tahun 1983.

Setelah 5 tahun berjalan, pada tanggal 21 Desember 1998 klasifikasi

RSU Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan menjadi tipe B (non

pendidikan). Hal ini berdasarkan SK Menteri Kesehatan,

No.1482/Menkes/SK/XII/1998 dan sesuai Peraturan Daerah (Perda) pada

tanggal 8 Mei 1999, No. 3 tahun 1999. Sehingga kedudukan RSU Provinsi

Sulawesi Tenggara secara teknis berada dibawah Dinas Kesehatan (Dinkes)

Provinsi Sulawesi Tenggara, dan secara taktis operasional rumah sakit berada

dibawah dan tanggung jawab Gubernur.

Sejak tanggal 18 Januari 2005, terdapat 5 pelayanan yang telah

terakreditasi di RSU Provinsi Sulawesi Tenggara, pelayanan tersebut yaitu

Administrasi Manajemen, Pelayanan Medik, Pelayanan Gawat Darurat,

Pelayanan Keperawatan, dan Rekam Medis. Hal ini sesuai dengan SK Dirjen

Yanmed No.HK.00.06.3.5.139. Setelah berjalan 5 tahun, pada tanggal 31

Desember 2010, akreditasi pelayanan di RSU Provinsi Sulawesi Tenggara

mengalami peningkatan menjadi 12 pelayanan, yaitu Administrasi

Manajemen, Pelayanan Medik, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan

Keperawatan, Rekam Medis, Pelayanan Radiologi, Pelayanan Farmasi,

Pelayanan Laboratorium, Pelayanan Peristi, Pelayanan Kamar Operasi, dan

Pelayanan Pencegahan Infeksi, serta Pelayanan Keselamatan dan kesehatan

Kerja. Hal ini sesuai dengan SK Dirjen Yanmed No.HK.00.06.3.5.139.

72

Page 3: BAB IV tut

Pada tanggal 15 Oktober 2010 sesuai dengan Undang-Undang Rumah

Sakit No.44 tahun 2009, dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan, RSU

Provinsi Sulawesi Tenggara telah menjadi Badan Layanan Umum Daerah

(BLUD). Perubahan tersebut telah ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK)

Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor : 653 tahun 2010. Diakhir tahun 2012

RSU Provinsi Sulawesi Tenggara, mengalami pemindahan lokasi di Jalan

Kapten Piere Tendean, Kecamatan Baruga sekaligus mengalami perubahan

nama dari RSU Provinsi Sulawesi Tenggara menjadi Rumah Sakit Umum

Bahteremas (RSU Bahteramas/ RSUB) Provinsi Sulawesi Tenggara.

RSU Bahteramas memiliki luas lahan sekitar 69.000 m2, dengan luas

bangunan seluruhnya adalah 22.577 m2. Sarana terdiri dari bagunan fisik

seluas 35.410 m2 dan halaman parkir sekitar 1.500 m2. Setiap bangunan

mempunyai aktivitas yang sangat tinggi, yang terdiri dari kegiatan pelayanan

pasien, administrasi, pengolahan makanan, pemeliharaan/perbaikan instalasi

listrik dan air, kebersihan, dan lain sebagainya.

3. Letak Geografis

Sejak berdiri pada tahun 1971 lokasi RSU Provinsi Sulawesi Tenggara

berada di Jalan Dr. Ratulangi No. 151 Kelurahan Kemaraya, Kecamatan

Mandonga. Namun pada tahun 2009 telah direncanakan pembagunan lokasi

baru RSU Provinsi Sulawesi Tenggara oleh pemerintah setempat. Pada

tanggal 21 Oktober 2012 lokasi RSU Provinsi Sulawesi Tenggara yang baru

telah di resmikan, rumah sakit ini berpindah lokasi di Jalan Kapten Piere

73

Page 4: BAB IV tut

Tendean No. 40, Kecamatan Baruga. Lokasi ini strategis karena mudah

dijangkau dengan kendaraan umum dengan batas sebagai berikut :

Sebelah Utara : Jalan Kapten Piere

Sebelah Timur : Polsek Baruga, Perumahan Penduduk

Sebelah Selatan : Perumahan Penduduk

Sebelah Barat : Balai Pertanian Provinsi, Perumahan Penduduk

4. Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara

Tugas pokok dan fungsi RSU Provinsi Sulawesi Tenggara, mengacu

pada Peraturan Daerah (Perda) No. 5 tahun 2008, tentang Susunan Organisasi

dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dan Pola Tata Kelola RSU Provinsi

Sulawesi Tenggara. Maka tugas pokok RSU Provinsi Sulawesi Tenggara

yakni, melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasilguna

dengan mengutamakan penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan

secara serasi dan terpadu, dengan upaya peningkatan serta pencegahan dan

melaksanana upaya rujuakan. Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut,

RSU Provinsi Sulawesi Tenggara mempunyai fungsi, sebagai berikut :

a. Menyelenggarakan pelayanan medik

b. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medik

c. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan

d. Menyelenggarakan pelayanan rujukan

e. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan

f. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan

g. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan

74

Page 5: BAB IV tut

h. Menyelenggarakan upaya promotif dan preventif

5. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Sampai dengan akhir tahun 2012 terdapat 5 fasilitas/sarana pelayanan

kesehatan yang terdapat di BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara. Pelayanan tersebut terdiri dari Pelayanan Kesehatan

Rawat Jalan, Pelayanan Kesehatan Rawat Inap, Pelayanan Penunjang Medik,

dan Pelayanan Lain. Pelayanan kesehatan rawat jalan dibagi menjadi 3

instalasi yaitu Instalasi Gawat Darurat (IGD), Instalasi Rawat Jalan yang

terdiri dari 14 Poliklinik (Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan,

Kesehatan Anak, Penyakit Dalam, Bedah, Neurologi, Mata, Telinga, Hidung,

dan Tenggorokan (THT), Gigi dan Mulut, Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit

dan Kelamin, Orthopedy, Gizi, Jiwa, dan Poliklinik Terpadu/VCT), dan

Instalasi Rehabilitasi Medik (Fisioterapi dan Akupuntur).

Untuk pelayanan kesehatan rawat inap, dibagi menjadi 4 instalasi yaitu

Instalasi Rawat Intensif (ICU, PICU, ICCU), Intalasi Kamar Operasi, Instalasi

Kamar Bersalin, Instalasi Rawat Inap yang terdiri dari 4 bangunan ruangan,

masing-masing ruangan dibagi menjadi beberapa kelas lagi (Ruangan

Anggrek (Kelas I dan VIP), Ruangan Mawar (Kelas II dan Kelas III),

Ruangan Asoka (Kelas III), Ruangan Perawatan Intensif (ICU/ICCU), dan

Ruangan Perawatan Bayi atau PICU/NICU). Pelayanan Penunjang Medik

terdiri dari 4 bagian yaitu, Patologi Klinik/Laboratorium, Patologi Anatomi,

Radiologi, dan Farmasi/Apotik. Sarana atau fasilitas pelayanan terakhir yang

75

Page 6: BAB IV tut

terdapat di BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara yaitu Fasilitas Pelayanan Lain yang terdiri dari, Instalasi

Gizi/Dapur, Binatu, Ambulance, serta Perawatan dan Pengantaran Jenazah.

B. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian di Instalasi Gawat Darurat (IGD)

BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara tanggal 23

Agustus 2013 sampai dengan 17 Oktober 2013, dengan jumlah sampel sebanyak

32 orang perawat, hasil penelitian dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Analisis Univariat

1.1 Karakteristik Responden

1.1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin di Instalasi

Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.1Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Instalasi

Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

Laki-Laki 9 28,1

Perempuan 23 71,9

Total 32 100

Sumber Data : Data Primer, 2013

Berdasarkan tabel 4.1, dari 32 orang responden diketahui bahwa

responden dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 9 orang (28,1%),

76

Page 7: BAB IV tut

sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 23 orang

(71,9%).

1.1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Distribusi frekuensi responden berdasarkan golongan umur di

Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.2Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Golongan Umur di Instalasi

Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum BahteramasProvinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013

Umur (Tahun) Jumlah Persentase (%)

> 35 8 25

≤ 35 24 75

Total 32 100

Sumber Data : Data Primer, 2013

Berdasarkan tabel 4.2, dari 32 orang responden diketahui bahwa

responden dengan golongan umur ≤ 35 tahun berjumlah 24 orang (75%),

sedangkan responden dengan golongan umur > 35 tahun berjumlah 8 orang

(25%).

1.2 Variabel Penelitian

1.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan

Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pengetahuan di

Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

77

Page 8: BAB IV tut

Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas

Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013

Pengetahuan Jumlah Persentase (%)

Baik 24 75

Kurang 8 25

Total 32 100

Sumber Data : Data Primer, 2013

Berdasarkan tabel 4.3, dari 32 orang responden diketahui bahwa

responden dengan tingkat pengetahuan kurang berjumlah 8 orang (25%),

sedangkan responden dengan tingkat pengetahuan baik berjumlah 75 orang

(75%).

1.2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap

Distribusi frekuensi responden berdasarkan sikap di Instalasi Gawat

Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.4Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap di Instalasi

Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)

Baik 18 56,3

Cukup 14 43,8

Total 32 100

Sumber Data : Data Primer, 2013

78

Page 9: BAB IV tut

Berdasarkan tabel 4.4, dari 32 orang responden diketahui bahwa

responden dengan kurang baik berjumlah 14 orang (43,8%), sedangkan

responden dengan sikap baik berjumlah 18 orang (56,3%).

1.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pelatihan Kegawatdaruratan

Distribusi frekuensi responden berdasarkan pelatihan

kegawatdaruratan di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum

Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah

ini :

Tabel 4.5Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pelatihan Kegawatdaruratan

di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013

Pelatihan Jumlah Persentase (%)

Baik 19 59,4

Kurang 13 40,6

Total 32 100

Sumber Data : Data Primer, 2013

Berdasarkan tabel 4.5, dari 32 orang responden diketahui bahwa

responden yang telah atau pernah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan

berjumlah 19 orang (59,4%), sedangkan responden yang belum pernah atau

tidak mengikuti pelatihan kegawatdaruratan berjumlah 13 orang (40,6%).

1.2.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan di

Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

79

Page 10: BAB IV tut

Tabel 4.6Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di

Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum BahteramasProvinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)

Tinggi 28 87,5

Rendah 4 12,5

Total 32 100

Sumber Data : Data Primer, 2013

Berdasarkan tabel 4.6, dari 32 orang responden diketahui bahwa

responden dengan tingkat pendidikan tinggi berjumlah 28 orang (87,5%),

sedangkan responden dengan tingkat pendidikan rendah berjumlah 4 orang

(12,5%).

1.2.5 Distribusi Responden Berdasarkan Masa/Pengalaman Kerja

Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengalaman atau masa

kerja di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas

Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.7Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja di Instalasi

Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013

Pengalaman Kerja Jumlah Persentase (%)

Lama 12 37,5

Sedang 20 62,5

Total 32 100

Sumber Data : Data Primer, 2013

Berdasarkan tabel 4.7, dari 32 orang responden diketahui bahwa

responden dengan pengalaman atau masa kerja lama berjumlah 12 orang

80

Page 11: BAB IV tut

(37,5%), sedangkan responden dengan pengalaman atau masa kerja sedang

berjumlah 20 orang (62,5%).

1.2.6 Distribusi Responden Berdasarkan Respon Time

Distribusi frekuensi responden berdasarkan respon time di Instalasi

Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.8Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Respon Time di Instalasi

Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013

Respon Time Jumlah Persentase (%)

Cepat 14 43,8

Lama 18 56,3

Total 32 100

Sumber Data : Data Primer, 2013

Berdasarkan tabel 4.8, dari 32 orang responden diketahui bahwa

responden dengan respon time atau waktu tanggap cepat berjumlah 14

orang (43,8%), sedangkan responden dengan respon time atau waktu

tanggap lama berjumlah 18 orang (56,3%).

2. Analisis Bivariat

2.1 Hubungan Pengetahuan dengan Respon Time Perawat di Instalasi Gawat

Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara Tahun 2013

Distribusi hubungan pengetahuan dengan respon time di Instalasi

Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

81

Page 12: BAB IV tut

Tabel 4.9Distribusi Hubungan Pengetahuan dengan Respon Time Perawat di Instalasi

Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum BahteramasProvinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013

No.

PengetahuanRespon Time

JumlahPLama Cepat

n % n % n %1. Baik 11 34,4 13 40,6 24 75

0,0402. Kurang 7 21,9 1 3,1 8 25Total 18 56,3 14 43,8 32 100

Sumber Data : Data Primer, 2013

Berdasarkan tabel 4.9, dari 32 orang responden diketahui bahwa, 13

orang (40,6%) responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap

yang lama dengan tingkat pengetahuan baik, 7 orang (21,9%) responden

yang memberikan respon time atau waktu tanggap yang lama dengan tingkat

kurang. Sedangkan responden yang memberikan respon time atau waktu

tanggap yang cepat dengan tingkat pengetahuan baik berjumlah 11 orang

(34,4%), dan responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap

yang cepat dengan tingkat pengetahuan kurang, berjumlah 1 orang (3,1%).

Dari hasil uji statistik chi square dengan menggunakan program SPSS, nilai

X2 continuity correction diperoleh nilai p (0,040) < dari nilai α (0,05),

dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Hal

ini menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan kegawatdaruratan

dengan respon time perawat dalam penanganan pasien gawat darurat di

Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara tahun 2013.

82

Page 13: BAB IV tut

2.2 Hubungan Sikap dengan Respon Time perawat di Instalasi Gawat Darurat

BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

Tahun 2013

Distribusi hubungan sikap dengan respon time di Instalasi Gawat

Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.10Distribusi Hubungan Sikap dengan Respon Time Perawat di Instalasi

Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013

No. SikapRespon Time

JumlahPLama Cepat

n % n % n %1. Baik 7 21,9 11 34,4 18 56,3

0,0252. Cukup 11 34,3 3 9,4 14 43,8Total 18 56,3 14 43,8 32 100

Sumber Data : Data Primer, 2013

Berdasarkan tabel 4.10, dari 32 orang responden diketahui bahwa,

7 orang (21,9%) responden yang memberikan respon time atau waktu

tanggap yang lama dengan sikap yang baik, dan 11 orang (34,3%) responden

yang memberikan respon time atau waktu tanggap yang lama dengan sikap

yang cukup baik. Sedangkan responden yang memberikan respon time atau

waktu tanggap yang cepat dengan sikap yang baik berjumlah 11 orang

(34,4%), dan responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap

yang cepat dengan sikap yang cukup baik, berjumlah 3 orang (9,4%). Dari

hasil uji statistik chi square dengan menggunakan program SPSS, nilai X2

continuity correction diperoleh nilai p (0,025) < dari nilai α (0,05), dengan

83

Page 14: BAB IV tut

demikian dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini

menunjukkan bahwa ada hubungan sikap dengan respon time perawat dalam

penanganan pasien gawat darurat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah

Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013.

2.3 Hubungan Pelatihan Kegawatdaruratan dengan Respon Time perawat di

Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara Tahun 2013

Distribusi hubungan pelatihan kegawatdaruratan dengan respon time di

Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.11Distribusi Hubungan Pelatihan dengan Respon Time Perawat di Instalasi

Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013

No.

PelatihanRespon Time

JumlahPLama Cepat

n % N % n %1. Baik 9 28,1 10 31,3 19 59,4

0,2212. Kurang 9 28,1 4 12,5 13 40,6Total 18 56,3 14 43,8 32 100

Sumber Data : Data Primer, 2013

Berdasarkan pelatihan kegawatdaruratan yang pernah diikuti

(tabel 4.11), dari 32 orang responden diketahui bahwa, 9 orang (28,1%)

responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap yang lama

dengan pelatihan yang baik, dan 9 orang responden (28,1%) yang

memberikan respon time atau waktu tanggap yang lama dengan pelatihan

yang kurang. Sedangkan responden yang memberikan respon time atau

84

Page 15: BAB IV tut

waktu tanggap yang cepat dengan pelatihan yang baik berjumlah 10 orang

(31,3%), dan responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap

yang cepat dengan pelatihan yang kurang berjumlah 4 orang (12,5%). Dari

hasil uji statistik chi square dengan menggunakan program SPSS, nilai X2

continuity correction diperoleh nilai p (0,221) > dari nilai α (0,05), dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa H1 ditolak dan H0 diterima. Hal ini

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan pelatihan kegawatdaruratan dengan

respon time perawat dalam penanganan pasien gawat darurat di Instalasi

Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara Tahun 2013.

2.4 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Respon Time Perawat di Instalasi

Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara Tahun 2013

Distribusi hubungan tingkat pendidikan dengan respon time di Instalasi

Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.12Distribusi Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Respon Time Perawat di

Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013

No.

TingkatPendidikan

Respon TimeJumlah

PLama Cepatn % N % n %

1. Tinggi 16 50 12 37,5 28 87,50,7882. Rendah 2 6,3 2 6,3 4 12,5

Total 18 56,3 14 43,8 32 100Sumber Data : Data Primer, 2013

85

Page 16: BAB IV tut

Berdasarkan tingkat pendidikannya (tabel 4.12), dari 32 orang

responden diketahui bahwa, 2 orang (6,3%) responden yang memberikan

respon time atau waktu tanggap yang lama dengan tingkat pendidikan yang

rendah, dan 16 orang (50%) responden yang memberikan respon time atau

waktu tanggap yang lama dengan tingkat pengetahuan yang tinggi.

Sedangkan responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap

yang cepat dengan tingkat pendidikan yang rendah berjumlah 2 orang

(6,3%), dan responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap

yang cepat dengan tingkat pendidikan yang tinggi berjumlah 12 orang

(37,5%). Dari hasil uji statistik chi square dengan menggunakan program

SPSS, nilai X2 continuity correction diperoleh nilai p (0,788) > dari nilai

α (0,05), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H1 ditolak dan H0

diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan tingkat

pendidikan dengan respon time perawat dalam penanganan pasien gawat

darurat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas

Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013.

2.5 Hubungan Pengalaman atau Masa Kerja dengan Respon Time Perawat di

Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara Tahun 2013

Distribusi hubungan pengalaman/masa kerja dengan respon time di

Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

86

Page 17: BAB IV tut

Tabel 4.13Distribusi Hubungan Pengalaman Kerja dengan Respon Time Perawat di

Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013

No.

Pengalaman/Masa Kerja

Respon TimeJumlah

PLama Cepatn % N % n %

1. Lama 4 12,5 8 25 12 37,50,0432. Sedang 14 43,8 6 18,8 20 62,5

Total 18 56,3 14 43,8 32 100Sumber Data : Data Primer, 2013

Berdasarkan pengalaman atau masa kerjanya (tabel 4.12), dari 32

orang responden diketahui bahwa, 4 orang (12,5%) yang memberikan respon

time atau waktu tanggap yang lama dengan pengalaman atau masa kerja

yang lama, dan 14 orang (43,8%) responden yang memberikan respon time

atau waktu tanggap yang lama dengan pengalaman atau masa kerja yang

sedang. Sedangkan responden yang memberikan respon time atau waktu

tanggap yang cepat dengan pengalaman atau masa kerja yang lama

berjumlah 8 orang (25%), dan responden yang memberikan respon time atau

waktu tanggap yang cepat dengan pengalaman atau masa kerja yang sedang

berjumlah 6 orang (18,8%). Dari hasil uji statistik chi square dengan

menggunakan program SPSS, nilai X2 continuity correction diperoleh nilai

p (0,043) < dari nilai α (0,05), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan

pengalaman atau masa kerja dengan respon time perawat dalam penanganan

pasien gawat darurat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum

Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2013.

87

Page 18: BAB IV tut

3. Analisis Multivariat

Disribusi hasil analisis multivariat dari faktor independen

(pengetahuan, sikap, dan pengalaman/masa kerja), yang paling dominan atau

paling berhubungan dengan respon time, dari hasil analisis bivariat

sebelumnya, sebagai berikut :

Tabel 4.14Hasil Analisis Multivariat

No. VariabelVariables In The Equation

Omnibus Tests of Model Coefficients

Beta Sig.Exp(B)

ChiSquare

df. Sig.

1. Pengetahuan -1,622 0,210 0,198

9,348 3 0,0252. Sikap -0,998 0,278 0,368

3.Pengalaman/ Masa Kerja

-1,341 0,120 0,262

4. Constant 1,270 0,081 3,561Sumber Data : Data Primer, 2013

Berdasarkan tabel 4.14, dari hasil analisis bivariat menunjukkan

bahwa variabel independen (pengetahuan, sikap, pelatihan, tingkat

pendidikan, dan pengalaman/masa kerja) yang berhubungan dengan variabel

dependen (respon time) yaitu variabel pengetahuan, sikap, dan

pengalaman/masa kerja. Berdasarkan hasil analisis multivariat, dari ketiga

variabel independen tersebut, yang mempunyai konstribusi hubungan paling

besar/tinggi adalah variabel sikap dengan nilai Exp (B) = 0,368. Kemudian

variabel pengalaman atau masa kerja dengan nilai Exp (B) = 0,262. Dan

variabel yang memiliki konstribusi hubungan terendah adalag pengetahuan

dengan nilai Exp (B) = 0,198.

Maka dapat disimpulkan bahwa, faktor yang paling berhubungan

dengan respon time perawat dalam penanganan pasien gawat darurat di

88

Page 19: BAB IV tut

Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara Tahun 2013 adalah sikap dengan nilai Exp (B) = 0,368.

C. Pembahasan

Dari hasil penelitian diatas, hubungan antara variabel independen dengan

variabel dependen, dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Hubungan Pengetahuan Kegawatdaruratan dengan Respon Time Perawat

dalam Penanganan Pasien Gawat Darurat di Instalasi Gawat Darurat BLUD

Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

Dari hasil penelitian menunjukan terdapat 8 orang (25%) responden

yang memiliki tingkat pengetahuan kegawatdaruratan yang kurang, sedangkan

24 orang (75%) responden memiliki tingkat pengetahuan kegawatdaruratan

yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat yang bertugas

di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara, memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang

kegawatdaruratan. Sehingga dalam pelaksanaan tugasnya, perawat dapat

memberikan pelayanan asuhan keperawatan sesuai yang dibutuhkan oleh

pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD).

Berdasarkan hasil analisis distribusi hubungan (analisis bivariat) dengan

menggunakan rumus chi square, antara pengetahuan kegawatdaruratan dengan

respon time perawat menunjukkan bahwa, ada hubungan pengetahuan

kegawatdaruratan dengan respon time perawat dalam penanganan pasien

gawat darurat. Hal ini dikarenakan nilai X2 continuity correction diperoleh

nilai p (0,040) < dari nilai α (0,05), dengan demikian H0 ditolak dan H1

89

Page 20: BAB IV tut

diterima. Hasil tersebut tidak sejalan dengan hasil analisis multivariat dimana

pengetahuan menempati variabel dengan konstribusi terbesar kedua dari

variabel independen lainnnya, dengan nilai sig 0,138.

Hasil peneilitian ini sejalan berdasarkan hasil penelitian Rogers

(1974), dimana pengetahuan memiliki 2 aspek yaitu positif dan negatif. Kedua

aspek inilah yang menentukan bagaimana seseorang akan berperilaku. Selain

itu, menurut Notoatmodjo (2010), seseorang dengan tingkat pengetahuan yang

luas atau tinggi tidak hanya mengetahui sesuatu (masalah) saja, tetapi dapat

memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis atau menyususn

sampai melakukan evaluasi terhadap perencanaan pemecahan masalah yang

dihadapi. Pengetahuan yang dimiliki seseorang juga tidak terlepas dari latar

belakang pendidikan yang dimiliki, hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka semakin mudah orang tersebut menerima

informasi, dan semakin banyak informasi yang diperoleh maka semakin

banyak pengetahuan yang didapatkan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan pengetahuan yang dimiliki,

seseorang dapat menggunakan kemampuannya untuk menyelesaikan masalah

yang ditemui. Dengan kata lain pengetahuan yang dimiliki oleh perawat,

perawat diharapkan mampu menggunakan kemampuannya untuk menanggani

pasien yang datang khususnya perawat di unit gawat darurat. Sehingga dengan

semakin tinggi pengetahuan semakin cepat respon time atau waktu tanggap

perawat dalam menangani pasien yang datang.

90

Page 21: BAB IV tut

2. Hubungan Sikap dengan Respon Time Perawat dalam Penanganan Pasien

Gawat Darurat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum

Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

Dari hasil penelitian menunjukan dari 32 responden, terdapat 14 orang

(43,8%) responden yang memiliki sikap yang kurang. Sedangkan terdapat 18

orang (56,3%) responden yang memiliki sikap yang baik. Hal ini

menunjukkan bahwa sebagian perawat yang bertugas di Instalasi Gawat

Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara,

memiliki sikap yang baik dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan

kepada pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD).

Berdasarkan hasil analisis distribusi hubungan (analisis bivariat)

dengan menggunakan rumus chi square, antara sikap dengan respon time

perawat menunjukkan bahwa, tidak ada hubungan sikap dengan respon time

perawat dalam penanganan pasien gawat darurat. Hal ini dikarenakan nilai X2

continuity correction diperoleh nilai p (0,025) < dari nilai α (0,05), dengan

demikian H0 ditolak dan H1diterima. Hal ini sejalan dengan hasil analisis

multivariat variabel sikap memiliki konstribusi ketiga terbesar/tertinggi dari 4

variabel independen lainnya, dengan nilai sig 0,290. Hal tersebut

menunjukkan dari 5 variabel independen yang diteliti, variabel sikap memiliki

pengaruh yang cukup besar terhadap variabel dependen (respon time).

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori sikap pada tinjauan pustaka.

Hasil penelitian Azawar (2009), sikap merupakan suatu bentuk reaksi

perasaan yang memiliki 2 afek yaitu positif dan negatif, dimana dari afek

91

Page 22: BAB IV tut

tersebut dapat menentukan pola perilaku seseorang untuk menyesuaikan diri

dalam suatu situasi. Sikap tidak terlepas dari komponen pembentuknya yaitu

kognitif atau yang menyangkut rasa percaya seseorang, afektif atau yang

berkaitan dengan masalah emosional (perasaan suka, tidak suka, marah, dll),

dan konatif atau komponen perilaku, dimana seseorang akan menunjukkan

sikapnya terhadap suatu objek. Sikap dapat terbentuk dengan adanya interaksi

sosial yang dialami oleh individu, apabila individu mendapatkan pengaruh

yang bersifat positif maka seseorang akan bersikap positif, begitupun

sebaliknya apabila individu mendapatkan pengaruh yang bersifat negatif maka

seseorang akan bersikap negatif. Pengaruh dapat berasal dari pengalaman

pribadi, orang lain, kebudayaan, media, suatu lembaga pendidikan dan agama,

dan faktor emosional individu sendiri. Dari sinilah seseorang akan

menentukan karakteristik sikapnya masing-masing terhadap apa yang akan

dilakukan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa, sikap yang dimiliki oleh seseorang dapat

berpengaruh pada pola perilakunya. Apabila seseorang memiliki masalah atau

emosionalnya terganggu maka dalam pelaksanaan tugas yang dikerjakan oleh

seseorang akan terganggu. Terlebih lagi jika seseorang mendapatkan pengaruh

dari pihak lain yang sifatnya negatif, maka dalam pelaksanaan tugasnya

seseorang akan memiliki sifat yang negatif, sehingga dalam proses

pekerjaannya akan terganggu dan hasilny pun tidak akan optimal, begitu pulas

jika terjadi sebaliknya.

92

Page 23: BAB IV tut

3. Hubungan Pelatihan Kegawatdaruratan dengan Respon Time Perawat dalam

Penanganan Pasien Pasien Gawat Darurat di Instalasi Gawat Darurat BLUD

Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

Dari hasil penelitian menunjukan terdapat 13 orang (40,6%) responden

dengan kategori pelatihan yang kurang, sedangkan 19 orang (59,4%)

responden dengan kategori pelatihan yang baik. Dari hasil tersebut

menunjukan bahwa sebagian besar perawat yang bertugas di Instalasi Gawat

Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara,

memiliki kategori pelatihan yang baik. Hal ini dikarenakan sebagian besar

responden telah atau pernah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan.

Berdasarkan hasil analisis distribusi hubungan (analisis bivariat) dengan

menggunakan rumus chi square, antara pelatihan kegawatdaruratan dengan

respon time perawat menunjukkan bahwa, tidak ada hubungan pelatihan

kegawatdaruratan dengan respon time perawat dalam penanganan pasien

gawat darurat. Hal ini dikarenakan nilai X2 continuity correction diperoleh

nilai p (0,221) > dari nilai α (0,05), dengan demikian H1 ditolak dan H0

diterima. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori pelatihan pada tinjauan

pustaka. Pelatihan merupakan bagian dari investasi Sumber Daya Manusia

(SDM) atau human investment untuk meningkatkan kemampuan dan

keterampilan kerja, sehingga kinerja pegawai pun meningkat, ini berdasarkan

hasil penelitian Simanjuntak (2005).

Sedangkan Ivancevich (2008) mengungkapakan bahwa, pelatihan adalah

usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai. Dalam hal ini pelatihan memiliki

93

Page 24: BAB IV tut

arti penting yaitu sebuah proses untuk mengubah perilaku kerja

seorang/sekelompok pegawai dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi.

Pelatihan berorientasi ke masa sekarang dan membantu pegawai untuk

menguasai keterampilan dan kemampuan (kompetensi) yang spesifik untuk

berhasil dalam pekerjaannya. Menurut Gary Dessler (2009), pelatihan

merupakan kebutuhan bagi karyawan yang baru ataupun yang sudah bekerja,

hal ini dikarenakan tuntutan pekerjaan yang dapat berubah akibat perubahan

lingkungan kerja, strategi, dan lain sebagainya (Hendry, 2010).

Salah satu syarat petugas kesehatan yang bekerja di pelayanan

kegawatdaruratan suatu rumah sakit, adalah memiliki sertifikat pelatihan

kegawatdaruratan (BLS/PPGD/GELS/ALS) dengan pencapaian 100%,

(Depkes RI, 2006 & KepMenkes, 2009). Dengan kata lain, seharusnya semua

petugas kesehatan yang bertugas di IGD mengikuti pelatihan BTLS dan

BCLS, hal ini dikarenakan merekalah petugas yang berdiri di garda depan

pelayanan dan senantiasa berada di samping pasien selama 24 jam. Dan setiap

pasien yang masuk/datang memiliki kondisi yang berbeda, apabila petugas

kesehatan tidak dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang baik,

maka keselamatan jiwa pasien tidak akan dapat dipertahankan secara optimal.

Dapat disimpulkan bahwa pelatihan merupakan suatu kebutuhan bagi

para pekerja/karyawan/pegawai baik yang masih baru ataupun sudah bekerja.

Hal ini dikarenakan pelatihan dapat menunjang pengetahuan yang dimilki

sehingga dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan seseorang dalam

94

Page 25: BAB IV tut

bekerja, dan pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas kinerja baik

pekerja/karyawan/pegawai itu sendiri dan instansi dimana mereka bekerja.

4. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Respon Time Perawat dalam

Penanganan Pasien Pasien Gawat Darurat di Instalasi Gawat Darurat BLUD

Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

Dari hasil penelitian menunjukan dari 32 orang responden terdapat

4 orang (12,5%) responden yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah,

sedangkan 28 orang responden (87,5%) memiliki tingkat pendidikan yang

tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat yang bertugas di

Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara, memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Sehingga dalam

pelaksanaan tugasnya, perawat dapat memberikan pelayanan asuhan

keperawatan sesuai yang dibutuhkan oleh pasien yang datang ke Instalasi

Gawat Darurat (IGD).

Berdasarkan hasil analisis distribusi hubungan (analisis bivariat) dengan

menggunakan rumus chi square, antara tingkat pendidikan dengan respon time

perawat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan tingkat pendidikan dengan

respon time perawat dalam penanganan pasien gawat darurat. Hal ini

dikarenakan nilai X2 continuity correction diperoleh nilai p (0,788) > dari nilai

α (0,05), dengan demikian H1 ditolak dan H0 diterima. Hal ini tidak sejalan

dengan hasil analisis multivariat dimana tingkat pendidikan menempati

95

Page 26: BAB IV tut

variabel dengan konstribusi terendah keempat dari 4 variabel independen

lainnnya, dengan nilai sig 0,340.

Penanganan pasien gawat darurat secara cepat, tepat, dan cermat dapat

terlaksanan dengan baik apabila didukung dengan latar belakang pendidikan

perawat yang memadai. Hal ini dikarenakan dengan latar belakang pendidikan

yang cukup akan meningkatkan kepercayaan diri seseorang untuk

melaksanakan tugasnya secara maksimal. Ini berdasarkan oleh pengetahuan

yang didapatkan atau diterima selama proses pendidikan tersebut.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori tingkat pendidikan pada

tinjauan pustaka. Menurut Novalia (2011), pendidikan merupakan salah satu

kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk mengembangkan diri.

Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin mudah seseorang menerima serta

mengembangkan pengetahuan dan teknologi, sehingga akan meningkatkan

produktivitas yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan keluarga.

Selain itu juga pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja langsung

dengan pelakanaan tugas, tetapi juga landasan untuk mengembangkan diri

serta kemampuan memanfaatkan semua saran yang ada disekitar kita untuk

kelancaran tugas. Semakin tinggi pendidikan semakin tinggi produktivitas

kerja seseorang.

Dapat disimpulkan bahwa, pendidikan merupakan suatu kebutuhan

dasar seseorang, dimana pendidikan diperlukan untuk proses pengembangan

diri seseorang, melalui pendidikan seseorang akan menerima informasi atau

pengetahuan, sehingga dapat meningkatkan kemampuan atau produktivitas

96

Page 27: BAB IV tut

kerja seseorang, dan manfaat atau hasil yang akan didapatkan dapat

meningkatkan kesejahteraan mereka.

5. Hubungan Pengalaman Kerja dengan Respon Time Perawat dalam

Penanganan Pasien Gawat Darurat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah

Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

Dari hasil penelitian menunjukan terdapat 20 orang responden (62,5%)

yang memiliki pengalaman atau masa kerja yang sedang, dan 12 orang

responden (37,5%) memiliki pengalaman atau masa kerja yang lama. Hal ini

menunjukkan bahwa sebagian besar perawat yang bertugas di Instalasi Gawat

Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

memiliki pengalaman atau masa kerja dengan kategori sedang (≤ 5 tahun).

Berdasarkan hasil analisis distribusi hubungan (analisis bivariat) dengan

menggunakan rumus chi square, antara pengalaman atau masa kerja dengan

respon time perawat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan pengalaman

atau masa kerja dengan respon time perawat dalam penanganan pasien gawat

darurat. Hal ini dikarenakan nilai X2 continuity correction diperoleh nilai

p (0,043) < dari nilai α (0,05), dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima.

Namun hasil analisis ini tidak sejalan dengan hasil analisis multivariat dimana

pengalaman atau masa kerja menempati variabel dengan konstribusi terendah

dari variabel independen lainnnya, dengan nilai sig 0,868.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori pengalaman kerja pada tinjauan

pustaka. Hasil penilitian Knoers dan Haditomo (1999), yang dikutip oleh

97

Page 28: BAB IV tut

Puspaningsih Abriyani (2005) dalam Novalia (2011), pengalaman merupakan

suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi

bertingkahlaku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa juga

diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola

tingkah laku yang lebih tinggi. Suatu pembelajaran juga mencakup sebuah

perubahan yang relatif tepat dari perilaku yang diakibatkan pengalaman,

pemahaman dan praktek. Pengalaman kerja seseorang menunjukkan jenis-

jenis pekerjaan yang pernah dilakukan seseorang dan memberikan peluang

yang besar bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik.

Semakin luas pengalaman kerja seseorang maka ia akan semakin terampil

melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pola pikir dan cara bersikap

dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Pengalaman kerja sangatlah penting dalam suatu perusahaan, menurut

Djauzak Ahmad (2004), semakin lama waktu seseorang dalam melaksanakan

pekerjaan atau tugasnya, maka semakin banyak pengalaman kerja yang

diperoleh. Smakin sering seseorang yang melaksanakan tugas, maka orang

tersebut dikatakan memiliki pengalaman kerja yang baik. Semakin banyak

jenis tugas yang diberikan, maka orang tersebut akan memperoleh

pengalaman kerja yang lebih banyak. Semakin banyak pengetahuan,

keterampilan, dan sikap yang diterapkan seseorang dalam melaksanakan

tugasnya, maka dapat dikatakan orang tersebut memiliki pengalaman kerja

yang baik. Dan dengan pengalaman kerja yang baik dan banyak, maka

seseorang akan memperoleh hasil yang lebih baik dari pelaksanaan tugasnya.

98

Page 29: BAB IV tut

Dapat disimpulkan bahwa pengalaman kerja yang didapatkan oleh

seseorang akan memberikan keahlian dan keterampilan, sehingga dapat

meningkatkan serta mengembangkan kemampuan yang dimiliki. Keterbatasan

pengalaman kerja dapat mengakibatkan tingkat keterampilan dan kemampuan

seseorang menjadi semakin rendah.

D. Keterbatasan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti menyadari berbagai

keterbatasan sebagai berikut :

1. Peneliti menyadari bahwa kemampuan yang dimiliki masih kurang. Hal ini

dikarenakan peneliti masih berada pada taraf pemula, sehingga hasil

penelitian banyak mengalami kekurangan atau jauh dari kesempurnaan,

2. Instrument yang digunakan oleh peneliti adalah kuestioner. Sehingga data

yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan tekhnik wawancara dan

observasi terhadap responden berdasarkan panduan kuestioner. Dalam hal ini

data yang diperoleh hanya bersifat subyektifitas, sehingga peneliti tidak dapat

menjamin kebenaran atas jawaban yang diberikan oleh responden.

3. Selain itu juga peneliti memiliki keterbatasan baik waktu, biaya, maupun

tenaga. Namun peneliti berharap hasil penelitian dapat diterima oleh berbagai

pihak.

99