modul 3 blok gg indera khusus (mata)3
DESCRIPTION
bahan tutorialTRANSCRIPT
Gejala dan Tanda Klinis
Konjungtivitis folikuler virus akut dapat muncul sebagai gejala yang ringan dan
sembuh sendiri hingga gejala berat yang menimbulkan kecacatan.
a. Demam faringokonjungtival
Tipe ini biasanya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang-kadang tipe
4 dan 7. Demam faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3 - 400C, sakit
tenggorokan, dan konjungtivitis pada satu atau dua mata. Folikel sering
mencolok pada kedua konjungtiva, dan pada mukosa faring. Penyakit ini
dapat terjadi bilateral atau unilateral. Mata merah dan berair mata sering
terjadi, dapat disertai keratitis superficial sementara ataupun sedikit
kekeruhan di daerah subepitel. Limfadenopati preaurikuler yang muncul tidak
disertai nyeri tekan. Sindrom yang ditemukan pada pasien mungkin tidak
lengkap, hanya terdiri atas satu atau dua gejala utama (demam, faringitis, dan
konjungtivitis).1,2
b. Keratokonjungtivitis epidemika:
Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus subgroup D tipe
8, 19, 29, dan 37. Konjungtivitis yang timbul umumnya bilateral. Awitan
sering pada satu mata kemudian menyebar ke mata yang lain. Mata pertama
biasanya lebih parah. Gejala awal berupa nyeri sedang dan berair mata,
diikuti dalam 5-14 hari kemudian dengan fotofobia, keratitis epitel, dan
kekeruhan subepitel bulat. Fase akut ditandai dengan edema palpebra,
kemosis, dan hiperemia konjungtiva. Dalam 24 jam sering muncul folikel dan
perdarahan konjungtiva. Kadang-kadang dapat terbentuk pseudomembran
ataupun membran sejati yang dapat meninggalkan parut datar ataupun
symblepharon. Konjungtivitis berlangsung selama 3-4 minggu. Kekeruhan
epitel terjadi di pusat kornea, menetap berbulan-bulan namun menyembuh
tanpa disertai parut.1,2
1
c. Konjungtivitis virus herpes simpleks (HSV)
Konjungtivitis HSV umumnya terjadi ada anak-anak dan merupakan keadaan
luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi, disertai
sekret mukoid, dan fotofobia. Konjungtivitis dapat muncul sebagai infeksi
primer HSV atau pada episode kambuh herpes mata. Sering disertai keratitis
herpes simpleks, dengan kornea menampakkan lesi-lesi eptelial tersendiri
yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus epithelial yang
bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitis yang terjadi mumnya folikuler
namun dapat juga pseudomembranosa. Vesikel herpes kadang-kadang
muncul di palpebra dan tepian palebra, disertai edema berat pada palpebra.
Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah gejala yang khas untuk
konjungtivitis HSV.1,2
d. Konjungtivitis hemoragika akut
Konjungtivitis hemoragika akut disebabkan oleh enterovirus tipe 70 dan
kadang-kadang oleh virus coxsakie tpe A24. Yang khas pada konjungtivitis
tipe ini adalah masa inkubasi yang pendek (sekitar 8-48 jam) dan berlangsung
singkat (5-7 hari). Gejala dan tandanya adalah rasa sakit, fotofobia, sensasi
benda asing, banyak mengeluarkan air mata, edema palpebra, dan perdarahan 2
subkonjungtiva. Kadang-kadang dapat timul kemosis. Perdarahan
subkonjungtiva yang terjadi umumnya difus, namun dapat diawali oleh
bintik-bintik perdarahan. Perdarahan berawal dari konjungtiva bulbi superior
menyebar ke bawah. Pada sebagian besar kasus, didapatkan limfadenopati
preaurikular, folikel konjungtiva, dan keratitis epithelia. Pada beberapa kasus
dapat terjadi uveitis anterior dengan gejala demam, malaise, dan mialgia.
Transmisi terjadi melalui kontak erat dari orang ke orang melalui media
sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air.1,2
e. Konjungtivitis Newcastle
Konjungtivitis Newcastle disebabkan oleh virus Newcastle dengan gambaran
klinis sama dengan demam faring konjungtiva. Penyakit ini biasanya terdapat
pada pekerja peternak unggas yang ditulari virus Newcastle pada unggas.
Umumnya penyakit bersifat unilateral walaupun dapat juga bilateral.
Konjungtivitis ini memberikan gejala influenza dengan demam ringan, sakit
kepala dan nyeri sendi. Konjuntivitis Newcastle akan memberikan keluhan
rasa sakit pada mata, gatal, mata berair, penglihatan kabur dan fotofobia.
Penyakit ini sembuh dalam jangkat waktu kurang dari satu minggu. Pada
mata akan terlihat edema palpebral ringan, kemosis dan secret yang sedikit,
dan folikel-folikel yang terutama ditemukan pada konjungtiva tarsal superior
dan inferior. Pada kornea ditemukan keratitis epithelial atau keratitis
subepitel. Pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri tekan.3
Konjungtivitis virus menahun meliputi:
a. Blefarokonjungtivitis Mulloskum Kontagiosum
Molluscum kontagiosum ditandai dengan adanya reaksi radang dengan
infiltrasi mononuclear dengan lesi berbentuk bulat, berombak, berwarna
putih-mutiara, dengan daerah pusat yang non radang. Nodul molluscum pada
tepian atau kulit palpebra dan alis mata apat menimbulkan konjungtivitis
folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan pannus superior, dan
mungkin menyerupai trachoma.1
3
b. Blefarokonjungtivitis varicella-zoster
Blefarokonjungtivitis varicella-zoster ditandai dengan hiperemia dan
konjungtivitis infiltratif yang disertai erupsi vesikuler sepanjang penyebaran
dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika. Konjungtivitis yang terjadi
umumnya bersifat papiler, namun dapat pula membentuk folikel,
pseudomembran, dan vesikel temporer yang kemudian berulserasi. Pada awal
perjalanan penyakit dapat ditemukan pembesaran kelenjar preaurikula yang
nyeri tekan. Selanjutnya dapat terbentuk parut palpebra, entropion, dan bulu
mata salah arah. Lesi palpebra dari varicella dapat terbentuk di bagian tepi
ataupun di dalam palpebra sendiri dan seringkali meninggalkan parut. Sering
timbul konjungtivitis eksudatif ringan, tetapi lesi konjungtiva yang jelas
(kecuali pada limbus) sangat jarang terjadi. Lesi di limbus menyerupai
phlyctenula dan dapat melalui tahap-tahap vesikel, papula, dan ulkus. Kornea
di dekatnya mengalami infiltrasi dan bertambah pembuluh darahnya.1
c. Keratokonjungtivitis morbili.
4
Enantema khas morbili seringkali mandahului erupsi kulit. Pada tahap awal
konjungtiva nampak seperti kaca yang aneh, yang dalam beberapa hari diikuti
pembengkakan lipatan semilunar (tanda Meyer). Beberapa hari sebelum
erupsi kulit timbul konjungtivitis eksudatif dengan sekret mukopurulen.
Bersamaaan dengan munculnya erupsi kulit akan timbul bercak-bercak
koplik pada konjungtiva dan kadang-kadang pada carunculus. Keratitis
epithelial dapat terjadi pada anak-anak dan orang tua.1
2.3 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Anamnesis yang teliti mengenai keluhan pasien dan riwayat terdahulu
sangat penting dalam menegakkan diagnosis konjungtivitis virus. Pada penyakit
ini, pasien akan mengeluhkan gejala-gejala yang berkaitan dengan proses infeksi
(bengkak, merah, nyeri) dan beberapa hari kemudian akan muncul infiltrasi di
bagian subepitel. Infiltrasi subepitel akan muncul sebagai keputihan di daerah
kornea yang bisa menurunkan visus pasien untuk sementara waktu. Sebagian dari
pasien akan mengalami pembengkakan di daerah kelenjar getah bening di bagian
depan telinga (preaurikula). Dokter bisa menggunakan biomicroscopic slit lamp
untuk melakukan pemeriksaan bagian depan mata. Kadang-kadang, pasien
mengalami pseudo-membrane pada jaringan di bagian bawah kelopak mata pada
konjungtiva.2
Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan untuk konjungtivitis viral adalah
kultur dengan pemeriksaan sitologi konjungtiva yang dilakukan pada infeksi yang
menahun dan sering mengalami kekambuhan, pada reaksi konjungtiva yang
atipikal, serta terjadi kegagalan respon terhadap pengobatan yang diberikan
sebelumnya. Pengecatan giemsa juga dapat dilakukan. Pada konjungtivitis virus
ditemukan sel mononuklear dan limfosit. Inokulasi merupakan teknik
pemeriksaan dengan memaparkan organism penyebab kepada tubuh manusia
untuk memproduksi kekebalan terhadap penyakit itu. Deteksi terhadap antigen
virus dan klamidia dapat dipertimbangkan. Polymerase chain reaction (PCR)
5
merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk mengisolasi virus dan dilakukan
pada fase akut.2
1. Konjungtivitis viral akut
a. Demam faringokonjungtiva
Diagnosis demam faringokonjungtivitis dapat ditegakkan dari tanda klinis
maupun laboratorium. Virus penyebab demam faringokonjungtiva ini
dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan di identifikasi dengan uji netralisasi.
Dengan berkembangnya penyakit virus ini dapat di diagnosis secara
serologis melalui peningkatan titer antibodi penetral virus. Namun,
diagnosis klinis merupakan diagnosis yang paling mudah dan praktis. Pada
kerokan konjungtiva didapatkan sel mononuklear dan tidak ada bakteri
yang tumbuh pada biakan.6
b. Keratokonjuntivitis epidemika
Virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel dan dapat diidentifikasi dengan
uji netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi radang
mononuklear primer. Bila terbentuk pseudomembran, juga tampak
neutrofil yang banyak.6-7
c. Konjungtivitis herpetik
Pada konjungtivitis virus herpes simplek, jika konjungtivitisnya folikuler,
reaksi radangnya terutama akibat kemotaksis nekrosis. Inklusi intranuklear
(karena adanya marginasi kromatin) tampak dalam sel-sel konjungtiva dan
kornea dengan fiksasi Bouin dan pilasan papanicolaou, tetapi tidak tampak
dalam pulasan giemsa. Temuan sel-sel epitel raksasa multinukleus
memiliki nilai diagnostik. Pada konjungtivitis Varisella-Zooster, diagnosis
biasanya ditegakkan dengan ditemukan sel raksasa pada pewarnaan
giemsa, kultur virus, dan sel inklusi intranuklear.
6
d. Konjungtivitis New castle
Diagnosis dari konjungtivitis ini adalah dari anamnesis dan juga gambaran
klinisnya.
e. Konjungtivitis hemoragik epidemik akut
Diagnosis utama adalah dari gambaran klinisnya.
2. Konjungtivitis Viral Kronisa. Blefarokonjungtivitis Molluscum Contagiosum
Bioposi menunjukkan inklusi sitoplasma iosinofilik yang memenuhi
sitoplasma sel yang rusak, mendesak inti ke satu sisi.
b. Blefarokonjungtivitis varicella zooster
Pada zooster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebranya
mengandung sel raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear, kerokan
dari konjungtiva pada varicella dan dari vesikel konjungtiva pada zooster
dapat mengandung sel raksasa dan monosit
c. Blefarokonjungtivitis morbili
Kerokan konjungtiva menunjukkan rekasi sel mononuclear, kecuali jika
ada pseudomembran atau infeksi sekunder. Sediaan terpulas giemsa
menampilkan sel-sel raksasa
Sementara itu konjungtivitis virus harus dibedakan dengan konjungtivitis
yang lain dan penyakit mata merah lainnya terkait dengan penatalaksanaannya.
Secara klinis bedasarkan keluhan subyektif dan obyektif perbedaan konjungtivitis
virus dengan konjungtivitis yang lain serta diagnosis mata merah dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
7
Tabel 1. Diagnosis Banding Penyakit Mata Merah Berdasarkan Keluhan
Subjektif dan Obyektif.2
Gejala
subyektif
dan
obyektif
Glaukoma
akut
Uveitis
akut
Keratitis K Bakteri K. virus K. alergi
Penurunan
Visus
+++ +/++ +++ - - -
Nyeri ++/+++ ++ ++ - - -
Fotofobia + +++ +++ - - -
Halo ++ - - - - -
Eksudat - - -/++ +++ ++ +
Gatal - - - - - ++
Demam - - - - -/++ -
Injeksi
siliar
+ ++ +++ - - -
Injeksi
konjungtiva
++ ++ ++ +++ ++ +
Kekeruhan
kornea
+++ - +/++ - -/+ -
Kelainan
pupil
Midriasis
nonrekatif
Miosis
iregular
Normal/
miosis
N N N
Kedalaman
COA
Dangkal N N N N N
Tekanan
intraokular
Tinggi Rendah N N N N
Sekret - + + ++/+++ ++ +
Kelenjar
preaurikular
- - - - + -
2.4
8
2.5 Penatalaksanaan
Konjungtivitis viral biasanya bersifat suportif dan merupakan terapi
simptomatis, belum ada bukti yang menunjukkan keefektifan penggunaan
antiviral. Umumnya mata bisa dibuat lebih nyaman dengan pemberian cairan
pelembab. Kompres dingin pada mata 3 – 4 x / hari juga dikatakan dapat
membantu kesembuhan pasien. Penggunaan kortikosteroid untuk penatalaksanaan
konjungtivitis viral harus dihindari karena dapat memperburuk infeksi.
Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi dan gejala dari konjungtivitis virus
dapat diuraikan sebagai berikut :1. Konjungtivitis viral akut1,2
a. Demam faringokonjungtiva
Pengobatan untuk demam faringokonjungtiva hanya bersifat suportif
karena dapat sembuh sendiri diberi kompres, astrigen, lubrikasi,
sedangkan pada kasus yang berat dapat diberikan antibiotik dengan
steroid lokal. Pengobatan biasanya simptomatis dan pemberian
antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.
b. Keratokonjungtivitis epidemika
Hingga saat ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan
mengurangi beberapa gejala. Selama konjungtivitis akut, penggunaan
kortikosteroid dapat memperpanjang keterlibatan kornea lebih lanjut
sehingga harus dihindari. Anti bakteri harus diberikan jika terjadi
superinfeksi bakteri.
c. Konjungtivitis herpetik
Untuk konjungtivitis herpes simpleks yang terjadi pada anakdiatas satu
tahun atau pada orang dewasa yang umumnya sembuh sendiri dan
mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus topikal atau sistemik
harus doberikan untuk mencegah terkena kornea. Jika terjadi ulkus
9
kornea, harus dilakukan debridement korneadengan mengusap ulkus
menggunakan kain steril dengan hati-hati, oenetesan obat anti virus, dan
penutupan mata selama 24 jam. Antivirus topikal sendiri harus
diberikan 7-10 hari. Misalnya trikloridin setiap 2 jam sewaktu bangun.
Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan karena bias
memperburuk infeksi herpes simpleks dan mengubah penyakit dari
suatu proses singkat yang sembuh sendiri menjadi infeksi berat yang
berkepanjangan. Pada konjungtivitis varicella zooster pengobatan dapat
dilakukan dengan pemberian kompres dingin. Pada saat acyclovir 400
mg/hari selama 5 hari merupakan pengobatan umum. Walaupun diduga
steroid dapat mengurangi penyulit akan tetapi dapat mengakibatkan
penyebaran sistemik. Pada 2 minggu pertama dapat diberikan analgetik
untuk menghilangkan rasa sakit. Pada kelainan peermukaan dapat
diberikan salep terasilin. Steroid tetes deksametason 0,1% diberikan
bila terdapat episkleritis, skleritis dan iritis.6-7
d. Konjungtivitis new castle
Pengobatan yang khas hingga saat ini tidak ada dan dapat diberikan
antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder disertai obat-obat
simtomatik.
e. Konjungtivitis hemorhagik epidemik akut
Penyakit ini dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya
simtomatik. Pengobatan antibiotika spekturm luas, sulfacetamide dapat
digunkan untuk mencegah infeksi sekunder. Penyembuhan dapat terjadi
dalam 5-7 hari.
2. Konjungtivitis viral kronik1
a. Konjungtivitis Molluscum Contagiosum
Eksisi, insisi sederhana pada nodul yang memungkinkan darah tepi
yang memasukinya atau krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitis.
Pada kondisi ini eksisi nodul juga menyembuhkan konjungtivitisnya.
10
b. Blefarokonjungtivitis varicella zoster
Pada kondisi ini diberikan acyclovir oral dosis tinggi (800mg/oral 5x
selama 10 hari)6
c. Keratokonjungtivitis morbili
Tidak ada terapi yang spesifik, hanya tindakan penunjang saja yang
dilakukan, kecuali ada infeksi sekunder.
Konjungtivitis viral merupakan penyakit infeksi yang angka penularannya
cukup tinggi, sehingga pencegahan adalah hal yang sangat penting. Penularan
juga bisa terjadi di fasilitas kesehatan bahkan ke tenaga kesehatan yang
memeriksa pasien. Langkah – langkah pencegahan yang perlu diperhatikan adalah
mencuci tangan dengan bersih, tidak menyentuh mata dengan tangan kosong,
serta tidak menggunakan peralatan yang akan digunakan untuk pemeriksaan
pasien lain. Dalam penularan ke lingkungan sekitar, pasien sebaiknya disarankan
untuk menghindari kontak dengan orang lain seperti di lingkungan kerja / sekolah
dalam 1 – 2 minggu, juga menghindari pemakaian handuk bersama.2
11