modul 3 blok gg indera khusus (mata)3

16
Gejala dan Tanda Klinis Konjungtivitis folikuler virus akut dapat muncul sebagai gejala yang ringan dan sembuh sendiri hingga gejala berat yang menimbulkan kecacatan. a. Demam faringokonjungtival Tipe ini biasanya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang-kadang tipe 4 dan 7. Demam faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3 - 40 0 C, sakit tenggorokan, dan konjungtivitis pada satu atau dua mata. Folikel sering mencolok pada kedua konjungtiva, dan pada mukosa faring. Penyakit ini dapat terjadi bilateral atau unilateral. Mata merah dan berair mata sering terjadi, dapat disertai keratitis superficial sementara ataupun sedikit kekeruhan di daerah subepitel. Limfadenopati preaurikuler yang muncul tidak disertai nyeri tekan. Sindrom yang ditemukan pada pasien mungkin tidak lengkap, hanya terdiri atas satu atau dua gejala utama (demam, faringitis, dan konjungtivitis). 1,2 b. Keratokonjungtivitis epidemika: Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus subgroup D tipe 8, 19, 29, dan 37. Konjungtivitis yang timbul umumnya bilateral. Awitan sering pada satu mata kemudian menyebar ke mata yang lain. Mata pertama biasanya lebih parah. 1

Upload: cakra-diningrat

Post on 03-Dec-2015

251 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

bahan tutorial

TRANSCRIPT

Page 1: Modul 3 Blok Gg Indera Khusus (Mata)3

Gejala dan Tanda Klinis

Konjungtivitis folikuler virus akut dapat muncul sebagai gejala yang ringan dan

sembuh sendiri hingga gejala berat yang menimbulkan kecacatan.

a. Demam faringokonjungtival

Tipe ini biasanya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang-kadang tipe

4 dan 7. Demam faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3 - 400C, sakit

tenggorokan, dan konjungtivitis pada satu atau dua mata. Folikel sering

mencolok pada kedua konjungtiva, dan pada mukosa faring. Penyakit ini

dapat terjadi bilateral atau unilateral. Mata merah dan berair mata sering

terjadi, dapat disertai keratitis superficial sementara ataupun sedikit

kekeruhan di daerah subepitel. Limfadenopati preaurikuler yang muncul tidak

disertai nyeri tekan. Sindrom yang ditemukan pada pasien mungkin tidak

lengkap, hanya terdiri atas satu atau dua gejala utama (demam, faringitis, dan

konjungtivitis).1,2

b. Keratokonjungtivitis epidemika:

Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus subgroup D tipe

8, 19, 29, dan 37. Konjungtivitis yang timbul umumnya bilateral. Awitan

sering pada satu mata kemudian menyebar ke mata yang lain. Mata pertama

biasanya lebih parah. Gejala awal berupa nyeri sedang dan berair mata,

diikuti dalam 5-14 hari kemudian dengan fotofobia, keratitis epitel, dan

kekeruhan subepitel bulat. Fase akut ditandai dengan edema palpebra,

kemosis, dan hiperemia konjungtiva. Dalam 24 jam sering muncul folikel dan

perdarahan konjungtiva. Kadang-kadang dapat terbentuk pseudomembran

ataupun membran sejati yang dapat meninggalkan parut datar ataupun

symblepharon. Konjungtivitis berlangsung selama 3-4 minggu. Kekeruhan

epitel terjadi di pusat kornea, menetap berbulan-bulan namun menyembuh

tanpa disertai parut.1,2

1

Page 2: Modul 3 Blok Gg Indera Khusus (Mata)3

c. Konjungtivitis virus herpes simpleks (HSV)

Konjungtivitis HSV umumnya terjadi ada anak-anak dan merupakan keadaan

luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi, disertai

sekret mukoid, dan fotofobia. Konjungtivitis dapat muncul sebagai infeksi

primer HSV atau pada episode kambuh herpes mata. Sering disertai keratitis

herpes simpleks, dengan kornea menampakkan lesi-lesi eptelial tersendiri

yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus epithelial yang

bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitis yang terjadi mumnya folikuler

namun dapat juga pseudomembranosa. Vesikel herpes kadang-kadang

muncul di palpebra dan tepian palebra, disertai edema berat pada palpebra.

Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah gejala yang khas untuk

konjungtivitis HSV.1,2

d. Konjungtivitis hemoragika akut

Konjungtivitis hemoragika akut disebabkan oleh enterovirus tipe 70 dan

kadang-kadang oleh virus coxsakie tpe A24. Yang khas pada konjungtivitis

tipe ini adalah masa inkubasi yang pendek (sekitar 8-48 jam) dan berlangsung

singkat (5-7 hari). Gejala dan tandanya adalah rasa sakit, fotofobia, sensasi

benda asing, banyak mengeluarkan air mata, edema palpebra, dan perdarahan 2

Page 3: Modul 3 Blok Gg Indera Khusus (Mata)3

subkonjungtiva. Kadang-kadang dapat timul kemosis. Perdarahan

subkonjungtiva yang terjadi umumnya difus, namun dapat diawali oleh

bintik-bintik perdarahan. Perdarahan berawal dari konjungtiva bulbi superior

menyebar ke bawah. Pada sebagian besar kasus, didapatkan limfadenopati

preaurikular, folikel konjungtiva, dan keratitis epithelia. Pada beberapa kasus

dapat terjadi uveitis anterior dengan gejala demam, malaise, dan mialgia.

Transmisi terjadi melalui kontak erat dari orang ke orang melalui media

sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air.1,2

e. Konjungtivitis Newcastle

Konjungtivitis Newcastle disebabkan oleh virus Newcastle dengan gambaran

klinis sama dengan demam faring konjungtiva. Penyakit ini biasanya terdapat

pada pekerja peternak unggas yang ditulari virus Newcastle pada unggas.

Umumnya penyakit bersifat unilateral walaupun dapat juga bilateral.

Konjungtivitis ini memberikan gejala influenza dengan demam ringan, sakit

kepala dan nyeri sendi. Konjuntivitis Newcastle akan memberikan keluhan

rasa sakit pada mata, gatal, mata berair, penglihatan kabur dan fotofobia.

Penyakit ini sembuh dalam jangkat waktu kurang dari satu minggu. Pada

mata akan terlihat edema palpebral ringan, kemosis dan secret yang sedikit,

dan folikel-folikel yang terutama ditemukan pada konjungtiva tarsal superior

dan inferior. Pada kornea ditemukan keratitis epithelial atau keratitis

subepitel. Pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri tekan.3

Konjungtivitis virus menahun meliputi:

a. Blefarokonjungtivitis Mulloskum Kontagiosum

Molluscum kontagiosum ditandai dengan adanya reaksi radang dengan

infiltrasi mononuclear dengan lesi berbentuk bulat, berombak, berwarna

putih-mutiara, dengan daerah pusat yang non radang. Nodul molluscum pada

tepian atau kulit palpebra dan alis mata apat menimbulkan konjungtivitis

folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan pannus superior, dan

mungkin menyerupai trachoma.1

3

Page 4: Modul 3 Blok Gg Indera Khusus (Mata)3

b. Blefarokonjungtivitis varicella-zoster

Blefarokonjungtivitis varicella-zoster ditandai dengan hiperemia dan

konjungtivitis infiltratif yang disertai erupsi vesikuler sepanjang penyebaran

dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika. Konjungtivitis yang terjadi

umumnya bersifat papiler, namun dapat pula membentuk folikel,

pseudomembran, dan vesikel temporer yang kemudian berulserasi. Pada awal

perjalanan penyakit dapat ditemukan pembesaran kelenjar preaurikula yang

nyeri tekan. Selanjutnya dapat terbentuk parut palpebra, entropion, dan bulu

mata salah arah. Lesi palpebra dari varicella dapat terbentuk di bagian tepi

ataupun di dalam palpebra sendiri dan seringkali meninggalkan parut. Sering

timbul konjungtivitis eksudatif ringan, tetapi lesi konjungtiva yang jelas

(kecuali pada limbus) sangat jarang terjadi. Lesi di limbus menyerupai

phlyctenula dan dapat melalui tahap-tahap vesikel, papula, dan ulkus. Kornea

di dekatnya mengalami infiltrasi dan bertambah pembuluh darahnya.1

c. Keratokonjungtivitis morbili.

4

Page 5: Modul 3 Blok Gg Indera Khusus (Mata)3

Enantema khas morbili seringkali mandahului erupsi kulit. Pada tahap awal

konjungtiva nampak seperti kaca yang aneh, yang dalam beberapa hari diikuti

pembengkakan lipatan semilunar (tanda Meyer). Beberapa hari sebelum

erupsi kulit timbul konjungtivitis eksudatif dengan sekret mukopurulen.

Bersamaaan dengan munculnya erupsi kulit akan timbul bercak-bercak

koplik pada konjungtiva dan kadang-kadang pada carunculus. Keratitis

epithelial dapat terjadi pada anak-anak dan orang tua.1

2.3 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Anamnesis yang teliti mengenai keluhan pasien dan riwayat terdahulu

sangat penting dalam menegakkan diagnosis konjungtivitis virus. Pada penyakit

ini, pasien akan mengeluhkan gejala-gejala yang berkaitan dengan proses infeksi

(bengkak, merah, nyeri) dan beberapa hari kemudian akan muncul infiltrasi di

bagian subepitel. Infiltrasi subepitel akan muncul sebagai keputihan di daerah

kornea yang bisa menurunkan visus pasien untuk sementara waktu. Sebagian dari

pasien akan mengalami pembengkakan di daerah kelenjar getah bening di bagian

depan telinga (preaurikula). Dokter bisa menggunakan biomicroscopic slit lamp

untuk melakukan pemeriksaan bagian depan mata. Kadang-kadang, pasien

mengalami pseudo-membrane pada jaringan di bagian bawah kelopak mata pada

konjungtiva.2

Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan untuk konjungtivitis viral adalah

kultur dengan pemeriksaan sitologi konjungtiva yang dilakukan pada infeksi yang

menahun dan sering mengalami kekambuhan, pada reaksi konjungtiva yang

atipikal, serta terjadi kegagalan respon terhadap pengobatan yang diberikan

sebelumnya. Pengecatan giemsa juga dapat dilakukan. Pada konjungtivitis virus

ditemukan sel mononuklear dan limfosit. Inokulasi merupakan teknik

pemeriksaan dengan memaparkan organism penyebab kepada tubuh manusia

untuk memproduksi kekebalan terhadap penyakit itu. Deteksi terhadap antigen

virus dan klamidia dapat dipertimbangkan. Polymerase chain reaction (PCR)

5

Page 6: Modul 3 Blok Gg Indera Khusus (Mata)3

merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk mengisolasi virus dan dilakukan

pada fase akut.2

1. Konjungtivitis viral akut

a. Demam faringokonjungtiva

Diagnosis demam faringokonjungtivitis dapat ditegakkan dari tanda klinis

maupun laboratorium. Virus penyebab demam faringokonjungtiva ini

dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan di identifikasi dengan uji netralisasi.

Dengan berkembangnya penyakit virus ini dapat di diagnosis secara

serologis melalui peningkatan titer antibodi penetral virus. Namun,

diagnosis klinis merupakan diagnosis yang paling mudah dan praktis. Pada

kerokan konjungtiva didapatkan sel mononuklear dan tidak ada bakteri

yang tumbuh pada biakan.6

b. Keratokonjuntivitis epidemika

Virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel dan dapat diidentifikasi dengan

uji netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi radang

mononuklear primer. Bila terbentuk pseudomembran, juga tampak

neutrofil yang banyak.6-7

c. Konjungtivitis herpetik

Pada konjungtivitis virus herpes simplek, jika konjungtivitisnya folikuler,

reaksi radangnya terutama akibat kemotaksis nekrosis. Inklusi intranuklear

(karena adanya marginasi kromatin) tampak dalam sel-sel konjungtiva dan

kornea dengan fiksasi Bouin dan pilasan papanicolaou, tetapi tidak tampak

dalam pulasan giemsa. Temuan sel-sel epitel raksasa multinukleus

memiliki nilai diagnostik. Pada konjungtivitis Varisella-Zooster, diagnosis

biasanya ditegakkan dengan ditemukan sel raksasa pada pewarnaan

giemsa, kultur virus, dan sel inklusi intranuklear.

6

Page 7: Modul 3 Blok Gg Indera Khusus (Mata)3

d. Konjungtivitis New castle

Diagnosis dari konjungtivitis ini adalah dari anamnesis dan juga gambaran

klinisnya.

e. Konjungtivitis hemoragik epidemik akut

Diagnosis utama adalah dari gambaran klinisnya.

2. Konjungtivitis Viral Kronisa. Blefarokonjungtivitis Molluscum Contagiosum

Bioposi menunjukkan inklusi sitoplasma iosinofilik yang memenuhi

sitoplasma sel yang rusak, mendesak inti ke satu sisi.

b. Blefarokonjungtivitis varicella zooster

Pada zooster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebranya

mengandung sel raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear, kerokan

dari konjungtiva pada varicella dan dari vesikel konjungtiva pada zooster

dapat mengandung sel raksasa dan monosit

c. Blefarokonjungtivitis morbili

Kerokan konjungtiva menunjukkan rekasi sel mononuclear, kecuali jika

ada pseudomembran atau infeksi sekunder. Sediaan terpulas giemsa

menampilkan sel-sel raksasa

Sementara itu konjungtivitis virus harus dibedakan dengan konjungtivitis

yang lain dan penyakit mata merah lainnya terkait dengan penatalaksanaannya.

Secara klinis bedasarkan keluhan subyektif dan obyektif perbedaan konjungtivitis

virus dengan konjungtivitis yang lain serta diagnosis mata merah dapat dilihat

pada tabel dibawah ini.

7

Page 8: Modul 3 Blok Gg Indera Khusus (Mata)3

Tabel 1. Diagnosis Banding Penyakit Mata Merah Berdasarkan Keluhan

Subjektif dan Obyektif.2

Gejala

subyektif

dan

obyektif

Glaukoma

akut

Uveitis

akut

Keratitis K Bakteri K. virus K. alergi

Penurunan

Visus

+++ +/++ +++ - - -

Nyeri ++/+++ ++ ++ - - -

Fotofobia + +++ +++ - - -

Halo ++ - - - - -

Eksudat - - -/++ +++ ++ +

Gatal - - - - - ++

Demam - - - - -/++ -

Injeksi

siliar

+ ++ +++ - - -

Injeksi

konjungtiva

++ ++ ++ +++ ++ +

Kekeruhan

kornea

+++ - +/++ - -/+ -

Kelainan

pupil

Midriasis

nonrekatif

Miosis

iregular

Normal/

miosis

N N N

Kedalaman

COA

Dangkal N N N N N

Tekanan

intraokular

Tinggi Rendah N N N N

Sekret - + + ++/+++ ++ +

Kelenjar

preaurikular

- - - - + -

2.4

8

Page 9: Modul 3 Blok Gg Indera Khusus (Mata)3

2.5 Penatalaksanaan

Konjungtivitis viral biasanya bersifat suportif dan merupakan terapi

simptomatis, belum ada bukti yang menunjukkan keefektifan penggunaan

antiviral. Umumnya mata bisa dibuat lebih nyaman dengan pemberian cairan

pelembab. Kompres dingin pada mata 3 – 4 x / hari juga dikatakan dapat

membantu kesembuhan pasien. Penggunaan kortikosteroid untuk penatalaksanaan

konjungtivitis viral harus dihindari karena dapat memperburuk infeksi.

Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi dan gejala dari konjungtivitis virus

dapat diuraikan sebagai berikut :1. Konjungtivitis viral akut1,2

a. Demam faringokonjungtiva

Pengobatan untuk demam faringokonjungtiva hanya bersifat suportif

karena dapat sembuh sendiri diberi kompres, astrigen, lubrikasi,

sedangkan pada kasus yang berat dapat diberikan antibiotik dengan

steroid lokal. Pengobatan biasanya simptomatis dan pemberian

antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.

b. Keratokonjungtivitis epidemika

Hingga saat ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan

mengurangi beberapa gejala. Selama konjungtivitis akut, penggunaan

kortikosteroid dapat memperpanjang keterlibatan kornea lebih lanjut

sehingga harus dihindari. Anti bakteri harus diberikan jika terjadi

superinfeksi bakteri.

c. Konjungtivitis herpetik

Untuk konjungtivitis herpes simpleks yang terjadi pada anakdiatas satu

tahun atau pada orang dewasa yang umumnya sembuh sendiri dan

mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus topikal atau sistemik

harus doberikan untuk mencegah terkena kornea. Jika terjadi ulkus

9

Page 10: Modul 3 Blok Gg Indera Khusus (Mata)3

kornea, harus dilakukan debridement korneadengan mengusap ulkus

menggunakan kain steril dengan hati-hati, oenetesan obat anti virus, dan

penutupan mata selama 24 jam. Antivirus topikal sendiri harus

diberikan 7-10 hari. Misalnya trikloridin setiap 2 jam sewaktu bangun.

Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan karena bias

memperburuk infeksi herpes simpleks dan mengubah penyakit dari

suatu proses singkat yang sembuh sendiri menjadi infeksi berat yang

berkepanjangan. Pada konjungtivitis varicella zooster pengobatan dapat

dilakukan dengan pemberian kompres dingin. Pada saat acyclovir 400

mg/hari selama 5 hari merupakan pengobatan umum. Walaupun diduga

steroid dapat mengurangi penyulit akan tetapi dapat mengakibatkan

penyebaran sistemik. Pada 2 minggu pertama dapat diberikan analgetik

untuk menghilangkan rasa sakit. Pada kelainan peermukaan dapat

diberikan salep terasilin. Steroid tetes deksametason 0,1% diberikan

bila terdapat episkleritis, skleritis dan iritis.6-7

d. Konjungtivitis new castle

Pengobatan yang khas hingga saat ini tidak ada dan dapat diberikan

antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder disertai obat-obat

simtomatik.

e. Konjungtivitis hemorhagik epidemik akut

Penyakit ini dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya

simtomatik. Pengobatan antibiotika spekturm luas, sulfacetamide dapat

digunkan untuk mencegah infeksi sekunder. Penyembuhan dapat terjadi

dalam 5-7 hari.

2. Konjungtivitis viral kronik1

a. Konjungtivitis Molluscum Contagiosum

Eksisi, insisi sederhana pada nodul yang memungkinkan darah tepi

yang memasukinya atau krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitis.

Pada kondisi ini eksisi nodul juga menyembuhkan konjungtivitisnya.

10

Page 11: Modul 3 Blok Gg Indera Khusus (Mata)3

b. Blefarokonjungtivitis varicella zoster

Pada kondisi ini diberikan acyclovir oral dosis tinggi (800mg/oral 5x

selama 10 hari)6

c. Keratokonjungtivitis morbili

Tidak ada terapi yang spesifik, hanya tindakan penunjang saja yang

dilakukan, kecuali ada infeksi sekunder.

Konjungtivitis viral merupakan penyakit infeksi yang angka penularannya

cukup tinggi, sehingga pencegahan adalah hal yang sangat penting. Penularan

juga bisa terjadi di fasilitas kesehatan bahkan ke tenaga kesehatan yang

memeriksa pasien. Langkah – langkah pencegahan yang perlu diperhatikan adalah

mencuci tangan dengan bersih, tidak menyentuh mata dengan tangan kosong,

serta tidak menggunakan peralatan yang akan digunakan untuk pemeriksaan

pasien lain. Dalam penularan ke lingkungan sekitar, pasien sebaiknya disarankan

untuk menghindari kontak dengan orang lain seperti di lingkungan kerja / sekolah

dalam 1 – 2 minggu, juga menghindari pemakaian handuk bersama.2

11