laporan skenario b blok 23 fixed

87
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia- Nya laporan Tutorial ini dapat terselesaikan dengan baik. Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian dari skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Tim Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang terlibat dalam pembuatan laporan ini. Tak ada gading yang tak retak. Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan. Tim Penyusun i

Upload: rabecca-beluta-ambarita

Post on 27-May-2017

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan Tutorial ini

dapat terselesaikan dengan baik.

Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian dari

skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem

pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Tim Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam

pembuatan laporan ini.

Tak ada gading yang tak retak. Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan

laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca

akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.

Tim Penyusun

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

PEMBAHASAN SKENARIO...................................................................................................3

I. SKENARIO.....................................................................................................................3

II. KLARIFIKASI ISTILAH...........................................................................................3

III. IDENTIFIKASI MASALAH......................................................................................4

IV. ANALISIS MASALAH..............................................................................................4

V. LEARNING ISSUE...................................................................................................38

VI. KERANGKA KONSEP..........................................................................................55

VII. KESIMPULAN.........................................................................................................56

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................57

ii

PEMBAHASAN SKENARIO

I. SKENARIO

Mrs. Mima, 38-year-old pregnant woman G4P3A0 39-weeks pregnancy, was brought by her

husband to the puskesmas due to convulsion 2 hours ago. She has been complaining of

headache abd visual disturbance for the last 2 days. According to her husband, she has been

suffering from Grave’s disease since 3 years ago, but was not well controlled.

In the examination findings :

Upon admission,

Height – 152 cm; Weight 65 kg;

BP : 180/110 mmHg. HR : 120x/min, RR : 24 x/m.

Head and neck examination revealed exopthalmus and enlargement of thyroid gland.

Pretibial edema

Obstetric examination :

Outer examination : fundal height 32 cm, normal presentation.

FHR : 150 x/min.

Lab : Hb 11,2 g/dL; she had 2+ protein on urine, cylinder (-)

II. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Konvulsi : kejang; suatu kondisi medis saat otot tubuh mengalami fluktuasi kontraksi

dan peregangan dengan sangat cepat menyebabkan gerakan yang tidak terkendali

2. Grave’s disease : suatu gangguan autoimun (dimana tiroid terlalu aktif, menghasilkan

jumlah yang berlebihan dari hormon tiroid atau ketidakseimbangan metabolisme

serius yang dikenal sebagai hipertiroidisme dan tirotoksikosis) yang sering terjadi

pada wanita usia subur;

3. Eksoftalmus : penonjolan abnormal bola mata keluar dari orbita

3

4. Pembesaran glandula tiroid : pembesaran salah satu sistem endokrin yang terletak di

regio leher atau colli

5. Edema pretibial : pembengkakan akinbat penumpukan cairan ataupun lainnya pada

daerah pretibia

6. Tinggi fundus : jarak antara bagian atas rahim wanita hamil yang disebut fundus ke

tulang kemaluannnya

III. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Mrs. Mima, 38 tahun, G4P3A0 kehamilan 39 minggu mengalami kejang 2 jam yang

lalu

2. Mengeluh sakit kepala dan gangguan penglihatan sejak 2 hari yang lalu

3. Riwayat Grave’s disease sejak 3 tahun yang tidak terkontrol

4. Pemeriksaan fisik

5. Pemeriksaan obstetrik

6. Pemeriksaan laboratorium

IV. ANALISIS MASALAH

1. Mrs. Mima, 38 tahun, G4P3A0 kehamilan 39 minggu mengalami kejang 2 jam yang

lalu

a. Etiologi dan mekanisme kejang pada kehamilan

i. Etiologi kejang dalam kehamilan :

1. -hipertensi dalam kehamilan (eklampsia)

2. -perdarahan otak

3. -lesi otak

4. -kelainan metabolisme

5. -meningitis

6. -epilepsi iatrogenik

ii. Mekanisme :

Adanya hipertensi dalam kehamilan menyebabkan banyak

komplikasi salah satunya adalah gangguan pada neurologik . Penyebab

hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas.

Teori-teori yang dianut sekarang:

1. teori kelainan vaskularisasi plasenta

4

2. teori iskemia plasenta , radikal bebas, dan disfungsi endotel

3. teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

4. teori adaptasi kardiovaskularori genetik

5. teori defisiensi gizi

6. teori inflamasi

Timbulnya hipertensi ini sebagai akibat vasospasme

menyeluruh.Tingginya tekanan darah ini bisa menyebabkan perubahan

neurologikSampai bisa terjadi kejang eklamptik. Penyebab kejang

eklamptik belum diketahui dengan jelas. Namun,karena adanya faktor-

faktor yang mendukung vasopsame menyeluruh, seperti vasospasme

serebri. vasopasme serebri menyebabkn gangguanperfusi sehingga bisa

mnyebabkan iskemi serebri sampai bisa menimbulkan edema serebri .

Hal inilah yang menyebabkan timbulnya kejang. Selain itu, pada

eklampsia dan preeklampsia, juga dapat terjadi perdrahan intrakranial

yang berkorelasi dengan timbulnya kejang,meskipun jarang terjadi.

Kejang – kejang pada eklampsia terdiri dari 4 tingkat :

1. Tingkat awal atau aura

a. Berlangsung 30 – 35 detik

b. Tangan dan kelopak mata gemetar

c. Mata terbuka dengan pandangan kosong

d. Kepala di putar ke kanan atau ke kiri

2. Tingkat kejang tonik

a. Berlangsung sekitar 30 detik

b. Seluruh tubuh kaku : wajah kaku, pernafasan berhenti,

dapat diikuti sianosis, tangan menggenggam, kaki di

putar kedalam, lidah dapat tergigit.

3.  Tingkat kejang klonik

a. Berlangsung 1 sampai 2 menit

b. Kejang tonik berubah menjadi kejang klonik

c. Konsentrasi otot berlangsung cepat

d. Mulut terbuka tertutup dan lidah dapat tergigit sampai

putus

e. Mata melotot

f. Mulut berbuih

5

g. Muka terjadi kongesti dan tampak sianosis

h. Penderita dapat jatuh, menimbulkan trauma tambahan

4. Tingkat koma

a. Setelah kejang klonik berhenti penderita menarik nafas

b. Diikuti,yang lamanya bervariasi

c. Selama terjadi kejang – kejang dapat terjadi suhu naik

mencapai 40 ˚c, nadi bertambah cepat, dan tekanan

darah meningkat.

b. Makna klinis dari G4P3A0

Riwayat G4P3A0 menunjukkan bahwa Mrs. Mima telah mengalami

kehamilan multipel dan hal ini merupakan salah satu faktor resiko yang

berkaitan dengan preeklampsia. Meskipun hipertensi gestasional paling sering

pada wanita nulipara. Mekanismenya sendiri masih belum jelas dan banyak

teori yang menjelaskan selain juga faktor-faktor resiko lain juga berperan

untuk terjadinya eklampsia.

c. Dampak kejang terhadap kehamilan

Kejang dapat menimbulkan komplikasi pada ibu dan janin.

1. Komplikasi ibu

a. Dapat menimbulkan sianosis

b. Aspirasi air ludah menambah gangguan fungsi paru

c. Tekanan darah meningkat menimbulkan perdarahan otak dan

kegagalan jantung mendadak

d. Lidah dapat tergigit

e. Jatuh dari tempat tidur menyebabkan fraktura dan luka – luka

f. Gangguan fungsi ginjal

g. Perdarahan

h. Gangguan fungsi hati dan menimbulkan ikhterus

2. Komplikasi janin

a. Asfiksia mendadak

b. Solusio plasenta

c. Persalinan prematuritas

d. Resiko umur ibu terhadap kehamilan

6

i. Ibu meninggal saat persalinan

ii. Bayi meninggal

iii. Bayi cacat

iv. Kelainan kromosom, seperti Down Syndrome

2. Mengeluh sakit kepala dan gangguan penglihatan sejak 2 hari yang lalu

a. Etiologi dan mekanisme sakit kepala dan gangguan penglihatan

i. Sakit Kepala

1. Etiologi

a. Hipertensi (dalam kehamilan)

b. TIA/stroke

c. Migraine

d. Glaukoma akut

e. Tumor otak

f. Trauma

g. Infeksi

2. Mekanisme

Hipertensi dalam kehamilan (eklampsia)

vasokontriksi pembuluh darah sistemik hiperperfusi

cerebral vasogenik edema sakit kepala.

ii. Gangguan Pengelihatan

1. Etiologi

a. Katarak

b. Degenerasi manula

c. Glaukoma

d. Hipertensi (dalam kehamilan)

e. Migrain

f. Neuritis optik

g. Penyebab lain seperti myopia, presbyopia, dll

2. Mekanisme

Gangguan penglihatan Skotoma, diplopia dan

ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan gejala yang

menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini

disebabkan oleh perubahan aliran darah pada pusat penglihatan

di korteks serebri maupun didalam retina (Wiknjosastro, 2006)

7

b. Dampak keluhannya terhadap kehamilan ibu

i. Ibu = dampak hipertensi dalam kehamilan (tipe eklampsia) pada si ibu

1. Jangka panjang : Hipertensi akan hilang setelah 6 bulan

persalinan, ada juga beberapa yang mengalami hipertensi,

beberapa wanita juga mengalami masalah cardiovascular.

2. Jangka pendek :

a. Gangguan fungsi ginjal berupa penurunan filtrasi

glomerular, kerusakan sel glomerulus yang

mengakibatkan peningkatan permeabilitas membran

basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan

proteinuria, penurunan sekresi asam urat, terjadinya

oliguria dan anuria.

b. Perubahan hematologik bisa berupa peningkatan

hematokrit akibat hipovolemia, peningkatan viskositas

darah, trombositopenia, gejala hemolisis

mikroangiopatik.

c. Gangguan pada hepar berupa nekrosis periportal,

peningkatan enzim hepar, subskapular hematoma.

d. Perubahan neurologik, berupa nyeri kepala, gangguan

penglihatan, hiperefleksia, kejang eklamptik,

perdarahan intakranial.

e. Perubahan kardiovaskular berupa peningkatan cardiac

afterload akibat hipertensi dan penurunan cardiac

preload akibat hipovolemia.

f. Gangguan pada paru berupa edema paru.

ii. Janin = memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang

disebabkan oleh menurunnya perfusi uteroplasenta, vasospasme, dan

kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta. Di bawah ini dampak

dari preeklampsia dan eklampsia pada janin:

1. Intrauterine Growth Restriction (IUGR)

2. Oligohidramnion

3. Lahir prematur

4. Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin

8

3. Riwayat Grave’s disease sejak 3 tahun yang tidak terkontrol

a. Dampak Grave’s disease sejak 3 tahun yang lalu dengan kehamilan sekarang.

Pasien ini telah didiagnosis penyakit grave sejak 3 tahun yang lalu dan

tidak terkontrol. Hal itu berarti dapat ditemukannya antibodi terhadap reseptor

TSH (Thyrotropin Stimulating Hormone - Receptor Antibody /TSHR-Ab) .

Dengan adanya TSHR-AB tersebut maka janin juga beresiko untuk

mengalami penyakit grave karena Thyrotropin Stimulating Hormone -

Receptor Antibody /TSHR-Ab dapat melewati sawar darah placenta yang

menyebabkan aktivitas berlebihan dari tiroid fetus.

Wanita hamil yang mengalami gejala yang berat ataupun hipertiroid

yang tidak terkontrol maka akan terjadi peningkatan risiko untuk terjadinya

infeksi, anemia (defiensi zat besi), peningkatan tekanan darah dan dapat

diikuti dengan peningkatan kadar protein urine.

Pada bayi yang dilahirkan apabila hipertiroid yang dialami ibunya

berat atau tidak terkontrol maka akan ada kemungkinan bagi sang bayi untuk

menderita hipertiroid juga. Begitu pula risiko terhadap kehamilannya, yaitu

persalinan prematur.

Hipertiroid sendiri tidak mempunyai efek yang berarti terhadap proses

persalinan. Akan tetapi , ada keadaan yang disebuti thyroid storm yang dapat

mengancam jiwa. Gejalanya adalah detak jantung yang sangat cepat, tremor ,

nervous, perubahan kesadaran, mual , muntah , diare serta terjadi peningkatan

suhu badan yang tinggi. Keadaan tersebut membutuhkan perawatan yang

intensif serta terapi   yang dapat menormalkan kadar hormon tiroid yang

sangat tinggi.

Setelah persalinan obat anti tiroid tersebut harus diteruskan , meskipun

obat obat tersebut (PTU dan Methimazole) dapat di ekskresi melalui ASI, akan

tetapi kedua duanya aman apabila dikonsumsi pada wanita menyusui.

9

Kebanyakan bayi yang lahir dari ibu yang mengalami hipertiroid yang

rajin mengkonsumsi obat anti tiroid sehingga hipertiroidnya tersebut terkontrol

merupakan bayi bayi yang sehat.

b. Adakah perubahan fisiologis hormon tiroid dengan kehamilan 39 minggu

Menurut Glinoer, kehamilan merupakan suatu keadaan yang unik,

dimana faal kelenjar tiroid dipengaruhi oleh 3 perubahan, yaitu :

1. Terjadi perubahan dalam ekonomi tiroid karena meningkatnya kadar TBG

sebagai respons terhadap peningkatan kadar estrogen. Akibat peningkatan

kadar TBG ini akan terjadi kenaikan kadar Protein Binding Iodine mulai

minggu ke 12 yang mencapai 2 kali kadar normal. Juga akan terjadi

kenaikan kadar T4 dan T3 didalam serum. Peningkatan kadar TBG serum

selama kehamilan disebabkan karena meningkatnya produksi TBG oleh

sel-sel hati dan menurunnya degradasi TBG perifer akibat modifikasi

oligosakarida karena pengaruh kadar estrogen yang tinggi.

2. Terjadi peningkatan sekresi Thyroid Stimulating Factors (TSF) dari

plasenta terutama Human Chorionic Gonadotropin (HCG). HCG

menyerupai TSH, dimana keduanya merupakan glikoprotein yang

mempunyai gugus alfa yang identik. Bukti terbaru menunjukkan bahwa

HCG merupakan suatu Chorionic Thyrotropin dimana aktifitas biologik

dari 1 Unit HCG ekivalen dengan 0,5 uU TSH.

3. Kehamilan disertai dengan penurunan persediaan yodium didalam kelenjar

tiroid karena peningkatan klirens ginjal terhadap yodium dan hilangnya

yodium melalui kompleks feto-plasental pada akhir kehamilan. Hal ini

akan menyebabkan keadaan defisiensi yodium relatif. Bersamaan dengan

meningkatnya laju filtrasi glomerulus selama kehamilan, ekskresi yodium

meningkat dan terjadi penurunan “ iodine pool”.

Respons TSH terhadap TRH juga meningkat selama kehamilan. Hal ini

disebabkan karena pengaruh estrogen, dimana dapat juga terjadi pada wanita2

tidak hamil yang menggunakan obat2 kontrasepsi. Walaupun terjadi

perubahan2 diatas, namun kecepatan produksi hormon tiroid tidak mengalami

perubahan selama kehamilan. Menurut Burrow, pada wanita hamil terjadi

beberapa perubahan faal kelenjar tiroid seperti tersebut dibawah ini :

10

Meningkat :

1. Laju metabolisme basal

2. Ambilan yodium radioaktif

3. Respons terhadap TRH

4. Thyroxin Binding Globulin (TBG)

5. Tiroksin

6. Triyodotironin

7. Human Chorionic Thyrotropin/ Gonadotropin

8. Thyroid Stimulating Hormone (TSH)

Tidak Berubah

1. Human Chorionic Thyrotropin/ Gonadotropin

2. Thyroid Stimulating Hormone (TSH)

c. Perbedaan Grave’s disease yang terkontrol dan tidak terhadap kehamilan.

Penyakit Grave yang tidak terkontrol dapat menyebabkan komplikasi

pada kehamilan, baik komplikasi ibu dan komplikasi pada janin.

Komplikasi pada ibu yang dapat ditimbulkan adalah

1. payah jantung akibat metabolisme tubuh meningkat dimana terjadi

vasodilatasi perifer, aliran darah yang cepat (hiperdinamik), denyut

jantung meningkat sehingga curah jantung bertambah.

2. peningkatan aktifitas sistem simpato-adrenal melalui peningkatan

kadar katekolamin, meningkatnya kepekaan miokard terhadap

katekolamin.

3. Krisis tiroid ditandai dengan manifestasi hipertiroidisme yang berat

dan hiperpireksia. Suhu tubuh dapat meningkat sampai 41oC disertai

dengan kegelisahan, agitasi, takikardia, payah jantung, mual muntah,

diare,delirium, psikosis, ikterus dan dehidrasi

Komplikasi pada janin yang dapat ditimbulkan adalah kraniosinostosis

prematur yang menimbulkan gangguan perkembangan otak. Kematian

biasanya terjadi akibat kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan

penyakit jantung kongestif. Selain itu janin ketika diliharikan dapat pula

mengalami payah jantung, hepatosplenomegali, ikterus dan

trombositopenia

11

Pada ibu hamil dengan penyakit grave yang telah mengalami operasi

tiroidektomi dan mendapatkan terapi hormon tirois bisa terjadi

hipertioridisme janin karena di dalam serumnya kadar TSI (Thyroid

Stimulating Immunoglobulin) masih tinggi. TSI tersebut dapat dengan

mudah melewati sawar darah palcenta.

d. Patofisiologi grave’s disease.

Kegagalan postulat sel T supresor memungkinkan ekspresi sel T

helper, yang disensitisasi terhadap antigen TSH, yang berinteraksi dengan sel

B. Sel-sel ini berdiferensiasi menjadi sel-sel plasma, yang menghasilkan

antibodi perangsang reseptor-tirotropin (thyrotropin receptor-stimulating

antibody [TRSAb]). TRSAb melekat pada reseptor untuk TSH dan

menstimulasi cAMP, analog dengan TSH sendiri. Berikatannya Thyroid

Stimulating Antibodi dengan reseptor TSH akan merangsang proses inflamasi

dengan pengeluaran faktor-faktor inflamasi (sitokin) interleukin-1, tumor

necrosis factor a (TNF-a) dan interferon-γ yang akan merangsang ekspresi

molekul adhesi CD54 dan molekul regulator CD40 dan HLA class II sehingga

sel akan mengalami proses inflamasi. Disamping TRSAb, antibodi penyekat-

reseptor tirotropin (thyrotropin receptor-blocking antibody [TRBAb]) dapat

juga diproduksi, dan perjalanan klinis penyakit ini biasanya berkolerasi

dengan rasio antara dua antibodi.

Terdapat beberapa mekanisme dari penyakit ini yang ditimbulkan

karena reaksi beberapa autoantibodi terhadap reseptor TSH yaitu : 1).

Autoantibodi terhadap reseptor TSH atau TSI (Thyroid Stimulating

Immunoglobulin), TSI dalam serum berupa LATS (long-acting thyroid

stimulator), adalah IgG yang mengikat reseptor TSH dan menstimulasi

aktivitas adenylate cyclase sehingga terjadi peningkatan release hormon tiroid.

2). Thyroid growth-stimulating immunoglobulin (TGI) berperan pada

proliferasi epitel folikel tiroid. 3). TSH-binding inhibitor immunoglobulin (T-

BII), antibodi antireseptor TSH yang menyamar seperti TSH sehingga terjadi

stimulasi aktivitas sel epitel tiroid.

12

e. Pengaruh Grave’s disease terhadap kejang

Graves disease adalah suatu penyakit autoimun yang menyebabkan

overaktivitas dari kelenjar tiroid. Terdapat autoantibodi terhadap kelenjar

tiroid yang menyerupai hormon TSH. Hal ini menyebabkan penderitanya akan

kelebihan hormon tiroid dalam tubuh. Dampaknya terjadi peningkatan

metabolisme seluruh sistem tubuh. Peningkatan metabolisme pada sirkulasi

darah ditandai peningkatan curah jantung sebanyak 2-3 kali normal.  Irama

nadi naik dan tekanan denyut bertambah sehingga menjadi pulses seler dan

penderita mengalami takikardi dan palpitasi. Beban miokard, dan rangsangan

persarafannya dapat meningkatkan kekacauan irama jantung berupa fibrilasi

atrium.

Adanya hipertensi pada graves disease akan semakin diperberat pada

kondisi kehamilan dimana secara fisiologis terjadi peningkatan hormontiroid

untuk metabolisme ibu dan janin maka akan mempengaruhi aliran darah ke

otak. Pada eklampsia diyakini aliran darah cerebral abnormal akibat hipertensi

yang extreme. Regulasi perfusi cerebral terhambat, pembuluh darah berdilatasi

dengan peningkatan permeabilitas, dan terjadi edema cerebral, menyebabkan

kondisi iskemia dan ensefalopati. Pada hipertensi yang extreme , kompensasi

normal vasokonstriksi menjadi terganggu. Pada hasil otopsi ibu yang

menderita eklampsia ditemukan hal yang mendukung teori ini dimana

ditemukan pembengkakan dan nekrosis fibrinoid pembuluh darah. (Michael G

Ross, MD, MPH  Professor of Obstetrics and Gynecology, University of

California, Los Angeles, David Geffen School of Medicine; Professor,

Department of Community Health Sciences, Fielding School of Public Health

at University of California at Los Angeles)

Pada kondisi hambatan perfusi serebral, dilatasi pembuluh darah

dengan peningkatan permeabilitas dapat terjadi instabilitas saraf otak, dimana

terjadi ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam basa dan

elektrolit lalu terjadi hiperpolarisasi akibat kelebihan asetilkolin dan defisiensi

GABA sehingga terjadi kejang.

13

f. Bagaimana mengontrol Grave’s disease pada ibu hamil

Wanita pasien penyakit Graves sebaiknya tidak hamil dahulu sampai

keadaan hipertiroidisme-nya diobati dengan adekuat, karena angka kematian

janin pada hipertiroidisme yang tidak diobati tinggi. Bila ternyata hamil juga

dengan status eutiroidisme yang belum tercapai, perlu diberikan obat antitiroid

dengan dosis terendah yang dapat mencapai kadar FT-4 pada kisaran angka

normal tinggi atau tepat di atas normal tinggi. PTU lebih dipilih dibanding

metimazol pada wanita hamil dengan hipertiroidisme, karena alirannya ke

janin melalui plasenta lebih sedikit, dan tidak ada efek teratogenik. Kombinasi

terapi dengan tiroksin tidak dianjurkan, karena akan memerlukan dosis obat

antitiroid lebih tinggi, di samping karena sebagian tiroksin akan masuk ke

janin, yang dapat menyebabkan hipotiroidisme.

Evaluasi klinis dan biokimia perlu dilakukan lebih ketat, terutama pada

trimester ketiga. Pada periode tersebut, kadang-kadang - dengan mekanisme

yang belum diketahui- terdapat penurunan kadar TSHR-Ab dan peningkatan

kadar thyrotropin receptor antibody, sehingga menghasilkan keadaan remisi

spontan, dan dengan demikian obat antirioid dapat dihentikan. Wanita

melahirkan yang masih memerlukan obat antiroid, tetap dapat menyusui

bayinya dengan aman

4. Pemeriksaan Fisik

a. Interpretasi dan mekanisme abnormal

Pemeriksaan fisik Nilai normal Interpretasi Mekanisme abnormal

TB: 152 cm, BB: 65

kg

BBIH= BBI + (UH

x 0,35)

BBI = TB-105

=152-105 =

47

BBIH = 47 + (39 x

0,35)

Terjadi obesitas

pada kehamilan

(abnormal).

Adanya obesitas

merupakan kondisi yang

menjadi resiko

terjadinya eklampsia

pada kehamilan.

14

= 60,65

BP= 180/110 mmHg < 140/90 mmHg Terjadi hipertensi

pada kehamilan

(abnormal)

HR= 120 x/mnt 60-100 x/mnt Takikardi

(abnormal)

RR= 24 x/mnt 16-24 x/mnt normal -

Exoftalmus (+) dan

pembesaran kelenjar

tiroid

Exoftalmus (-) dan

tidak ada

pembesaran kelenjar

tiroid

Abnormal Graves disease →

peningkatan infiltrasi

limfosit pada jaringan

orbita → fibroblas

orbita menghasilkan

mucopolisakarida yang

hiperosmotik→ jaringan

edema dalam otot extra

okuler (exoftalmus)

Grave disease →

stimulasi kelenjar tiroid

meningkat

→pembesaran

kelenjar tiroid

Edema pretibia Tidak ada edema

pretibia

Abnormal hipertensi→peningkatan

cairan ekstra sel →

edema

5. Pemeriksaan obstetric

a. Interpretasi dan mekanisme abnormal

Tinggi fundus 32 cm.Presentasi normal

Interpretasi : normal

Pada kehamilan 28 minggu, fundus uteri terletak kira-kira 3 jari diatas

pusat atau 1/3 jarak antara pusat ke prosssus xipoideus. Pada kehamilan 32

minggu, fundus uteri terletak antara ½ jarak pusat dan prossesus xipoideus.

15

Pada kehamilan 36 minggu, fundus uteri terletak kira-kira 1 jari dibawah

prossesus xipoideus. Bila pertumbuhanjanin normal, maka tinggi fundus uteri

pada kehamilan 28 minggu adalah 25 cm, pada 32 minggu adalah 27 cm dan

pada 36 minggu adalah 30 cm. Pada kehamilan 40 minggu, fundus uteri turun

kembali dan terletak kira-kira 3 jari dibawah prossesus xipoideus. Hal ini

disebabkan oleh kepala janin yang pada primigravida turun dan masuk

kedalam rongga panggul.

DJJ :150

Interpretasi : normal (110-160x/menit)

b. Cara pemeriksaaan obstetric

i. Inspeksi : membesar / tidak (pada kehamilan muda pembesaran

abdomen mungkin belum nyata).

ii. Palpasi : tentukan tinggi fundus uteri (pada kehamilan muda dilakukan

dengan palpasi bimanual dalam, dapat diperkirakan ukuran uterus –

pada kehamilan lebih besar, tinggi fundus dapat diukur dengan pita

ukuran sentimeter, jarak antara fundus uteri dengan tepi atas simfisis

os pubis).

Pemeriksaan palpasi Leopold dilakukandengan sistematika :

1. Leopold 1

a. Mengetahui letak presentasi kepala dan bokong.

b. menghadap ke kepala pasien gunakan ujung jari kedua

tangan untuk mempalpasi fundus uteri.

c. apabila kepala janin teraba di bagian fundus, yang akan

teraba adalah keras, bulat dan mudah digerakkan dan

“ballotable”.

d. apabila bokong janin teraba di bagian fundus, yang akan

terasa adalah lembut, tidak beraturan, tidak rata,

melingkar dan sulit digerakkan.

2. Leopold 2

a. Maneuver ini untuk mengidentifikasi hubungan bagian

tubuh janin ke depan, belakang atau sisi pelvis ibu.

b. Menghadap ke kepala pasien, letakkan kedua tangan

pada kedua sisi abdomen, pertahankan uterus dengan

16

tangan yang satu dan palpasi sisi lain untuk menentukan

lokasi punggung janin.

c. Bagian punggung akan teraba jelas, rata, cembung,

kaku/tidak dapat digerakkan. bagian-bagian kecil

(tangan dan kaki) akan teraba kecil, bentuk / posisi tidak

jelas dan menonjol, dan mungkin bisa bergerak pasif

atau aktif.

3. Leopold 3

a. Maneuver ini mengidentifikasikan bagian janin yang

paling dekat dengan serviks. Bagian janin inilah yang

pertama kali kontak dengan jari pada saat pemriksaan

vagina, umumnya adalah kepala atau bokong. Langkah

pemeriksaan :

i. Letakkan tiga ujung jari kedua tangan pada

kedua sisi abdomen pasien tepat diantara

simphisis dan minta pasien untuk menarik nafas

dan menghembuskannya. Pada saat pasien

menghembuskan nafas, tekan jari tangan ke

bawah secara perlahan dan dalam di sekitar

bagian presentasi.

4. Leopold 4

a. Maneuver ini mengidentifikasi bagian terbesar dari

ujung kepala janin yang dipalpasi di bagian sisi pelvis.

Apabila posisi kepala fleksi ujung kepala adalah bagian

depan kepala. Apabila posisi kepala ekstensi, ujung

kepala adalah bagian oksiput. Langkah Pemeriksaan :

i. Menghadap ke longlegs pasien. Secara perlahan

gerakkan jari tangan ke sisi bawah abdomen ke

arah pelvis hingga ujung jari salah satu tangan

menyentuh tulang terakhir. Inilah ujung kepala.

Jika bagian ujung terletak di bagian yang

berlawanan dengan punggung, ini adalah pundak

bayi dan kepala pada posisi fleksi. Jika kepala

pada posisi ekstensi, ujung kepala akan terletak

17

pada bagian yang sama dengan punggung dan

bagian oksiput menjadi ujung kepala.

iii. Auskultasi : dengan stetoskop kayu Laennec atau alat Doppler yang

ditempelkan di daerah punggung janin, dihitung frekuensi pada 5 detik

pertama, ketiga dan kelima, kemudian dijumlah dan dikalikan 4 untuk

memperoleh frekuensi satu menit. Sebenarnya pemeriksaan auskultasi

yang ideal adalah denyut jantung janin dihitung seluruhnya selama satu

menit.

Batas frekuensi denyut jantung janin normal adalah 120-160 denyut

per menit. Takikardi menunjukkan adanya reaksi kompensasi terhadap

beban / stress pada janin (fetal stress), sementara bradikardi

menunjukkan kegagalan kompensasi beban / stress pada janin (fetal

distress/gawat janin)

6. Pemeriksaan Lab

a. Interpretasi dan mekanisme abnormal

i. Hb 11,2 gr/dL

Kadar Hb pada wanita hamil dikatakan anemia bila pada

trimester 1 dan 3 <10,5 gr/dL dan pada trimester 2 <11gr/dL.

Pasien ini telah memasuki usia kehamilan trimester 3 dan

dengan kategori Hb normal.

ii. Protein Urine 2+

Protein urine 2+ atau 0,19/L. Hal itu diduga disebabkan oleh

adanya kerusakan endotel vaskuler dan vasospasme yang disebabkan

18

oleh aktivasi trombosit yang mengakibatkan pelepasan tromboksan

(TxA2) dan serotonin. Karena adanya kerusakan endotel tersebut maka

pasokan aliran darah ke organ-organ juga tidak memadai, termasuk ke

ginjal. Lama kelamaan hal itu akan merusak fungsi ginjal dan

menyebabkan fungsi filtrasi glomerulus terganggu dan bermanifestasi

pada ditemukannya protein dalam urine.

iii. Cylinder (-)

Silinder adalah masssa protein berbentuk silindris yang

terbentuk di tubulus ginjal dan dibilas masuk ke dalam urine. Silinder

hanya terbentuk dalam nefron tubulus kontortus distal.

Faktor-faktor yang mendukung terbentuknya silinder adalah

laju aliran yang rendah, konsentrasi garam tinggi, volume urine yang

rendah, dan pH rendah (asam)yang menyebabkan denaturasi dan

precipitasi protein.

Pada pasien ini tidak ditemukan cylinder yang artinya belum

terjadinya kerusakan pada nefron di tubulus kontortus distal ginjal

7. Pertanyaan tambahan

a. Cara penegakkan diagnosis dan pemeriksaan penunjang lainnya

1. Identitas pasien

1. Nama , alamat dan usia pasien dan suami pasien.

2. Pendidikan dan pekerjaan pasien dan suami pasien.

3. Agama, suku bangsa pasien dan suami pasien.

2. Anamnesa obstetri :

1. Kehamilan yang ke …..

2. Hari pertama haid terakhir-HPHT ( “last menstrual periode”-LMP )

3. Riwayat obstetri:

1. Usia kehamilan : ( abortus, preterm, aterm, postterm ).

2. Proses persalinan ( spontan, tindakan, penolong persalinan ).

3. Keadaan pasca persalinan, masa nifas dan laktasi.

4. Keadaan bayi ( jenis kelamin, berat badan lahir, usia anak saat ini ).

19

5. Pada primigravida :

1. Lama kawin, pernikahan yang ke ….

2. Perkawinan terakhir ini sudah berlangsung …. Tahun.

4. Anamnesa tambahan : Anamnesa mengenai keluhan utama yang

dikembangkan sesuai dengan hal-hal yang berkaitan dengan kehamilan

(kebiasaan buang air kecil / buang air besar, kebiasaan merokok, hewan

piaraan, konsumsi obat-obat tertentu sebelum dan selama kehamilan).

5. Pemeriksaan Fisik

Status Present

1. Keadaan Umum   

2. Kesadaran            

3. Tekanan Darah     

4. Nadi                     

5. RR                        

6. Suhu                     

7. Status Gizi             

Status Generalis

Status Obstetrik

6. Pemeriksaan Luar

Ibu:

Leopold 1 

Leopold 2

Leopold 3 

Leopold 4 

Janin:

DJJ                       

His                        

7. Pemeriksaan Dalam

1. Inspekulo

2. Vaginal Toucher

3. Portio

4. Pembukaan Servik

5. Ketuban

20

6. Bag.terendah janin

7. Penurunan

8. Petunjuk

8. Pemeriksaan penunjang

1. Urin     : Protein, reduksi, bilirubin, sedimen urin.

2. Darah  : Trombosit, ureum, kreatinin, SGOT, LDH dan bilirubin.

3. USG

b. DD, WD

Preeklampsia Berat Eklampsia

Nyeri kepala + +

↓ pergerakan janin + +

Pandangan kabur + +

Nausea dan

epigastric

discomfort

+ +

Hipertensi + +

Edema + +

Trombositopenia + +

↑ Kreatinin dan

Uric acid

+ +

↑ LDH + +

↓ Albumin + +

Proteinuria + +

Kejang - +

WD : Mrs Mima 38 tahun G4P3A0 usia kehamilan 39 minggu dengan

penyulit Grave’s Disease, dengan janin tunggal hidup dengan presentasi

normal menderita EKLAMSIA.

c. Etiologi

Etiologi dan patogenesis eklampsia dan preeklampsia sampai saat ini

masih belum sepenuhnya dipahami, masih banyak ditemukan kontroversi,

itulah sebabnya penyakit ini sering disebut “the desease of theories”. Para

peneliti berpendapat bahwa kelainan pembuluh darah, faktor otak dan sistem

saraf, nutrisi dan gen berperan dalam terjadinya preeklampsia yang nantinya

21

dapat berkembang menjadi eklampsia. Namun tidak satupun teori dapat

terbukti.

Pada saat ini hipotesis utama yang dapat diterima untuk menerangkan

terjadinya preeklampsia adalah: faktor imunologi, genetik, penyakit pembuluh

darah dan keadaan dimana jumlah trofoblast yang berlebihan dan dapat

mengakibatkan ketidakmampuan invasi trofoblast terhadap arteri spiralis pada

awal trimester satu dan trimester dua. Hal ini akan menyebabkan arteri spiralis

tidak dapat berdilatasi dengan sempurna dan mengakibatkan turunnya aliran

darah di plasenta. Berikutnya akan terjadi stress oksidasi, peningkatan radikal

bebas, disfungsi endotel, agregasi dan penumpukan trombosit yang dapat

terjadi di berbagai organ

d. Epidemiologi

i. Eklampsia

Di usia kehamilan eklampsia terjadi pada satu dari 2.000

kelahiran, di negara miskin dan menengah terjadi 1 dari 100 dan 1 dari

1.700 kelahiran. Eklampsia menyebabkan 50.000 kematian/tahun di

seluruh dunia, 10% dari kematian maternal.

Di RS Dr. Sardjito selama tahun 1997-2001 kasus pre-eklampsia

dan eklampsia paling banyak terjadi yaitu 34,09% dibandingkan kasus

lain seperti, perdarahan (27,27%), infeksi (11,36%) dan lain-lain

(27,28%).

ii. Grave’s disesase

Grave’s disease memiliki prevalensi sekitar 60-80% dari

kejadian tirotoksikosis. Prevalensinya bervariasi pada tiap populasi,

terutama bergantung pada asupan yodium. Penyakit ini timbul pada 2%

wanita, namun hanya sepersepuluhnya saja pada pria. Penyakit ini

jarang timbul sebelum adolesens dan biasanya muncul antara usia 20

sampai 50 tahun, namun pada usia lebih tua juga dapat terjadi.

e. Faktor resiko

i. Eklampsia

1. Riwayat keluarga eklampsia

22

Ibu hamil dengan sejarah keluarga menderita eklampsia akan

meningkatkan risiko ikut terkena eklampsia.

2. Kehamilan pertama

Di kehamilan pertama, risiko mengalami eklampsia jauh lebih

tinggi.

3. Usia

Ibu hamil berusia di atas 35 tahun akan lebih besar risikonya

menderita eklampsia.

4. Obesitas

Eklampsia lebih banyak menyerang ibu hamil yang mengalami

obesitas

5. Kehamilan kembar.

Mengandung bayi kembar juga meningkatkan risiko eklampsia

6. Kehamilan dengan diabetes.

Wanita dengan diabetes saat hamil memiliki risiko eklampsia

seiring perkembangan kehamilan

7. Riwayat hipertensi.

Kondisi sebelum hamil seperti hipertensi kronis, diabetes,

penyakit ginjal atau lupus, akan meningkatkan risiko terkena

eklampsia

ii. Grave’s diseases

1. Sebuah riwayat keluarga penyakit

2. Sex

3. Perempuan tujuh kali lebih mungkin mengembangkan penyakit

Graves daripada pria

4. Umur (Graves 'disease biasanya berkembang setelah umur 20)

5. Stres

6. Kehamilan

7. Merokok

f. Patofisiologi

i. Patofisiologi Hipertensi pada Kehamilan

Menurut Angsar (2008) teori – teorinya sebagai berikut:

1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta

23

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta

mendapatkan aliran darah dari cabang – cabang arteri uterina

dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan menjadi

arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi arteri radialis.

Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis

memberi cabang arteri spiralis. Pada kehamilan terjadi invasi

trofoblas kedalam lapisan otot arteri spiralis, yang

menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi

distensi dan vasodilatasi arteri spiralis, yang akan memberikan

dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi

vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero plasenta.

Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi

jaringan juga meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan

janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodelling arteri

spiralis. Pada pre eklamsia terjadi kegagalan remodelling

menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga

arteri spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi,

sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah

hipoksia dan iskemia plasenta.

2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal bebas, dan Disfungsi Endotel

a. Iskemia Plasenta dan pembentukan Radikal Bebas

Karena kegagalan Remodelling arteri spiralis

akan berakibat plasenta mengalami iskemia, yang akan

merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal

hidroksil (-OH) yang dianggap sebagai toksin. Radiakl

hidroksil akan merusak membran sel yang banyak

mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida

lemak. Periksida lemak juga akan merusak nukleus dan

protein sel endotel

b. Disfungsi Endotel

Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan

terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh

24

struktur sel endotel keadaan ini disebut disfungsi

endotel, yang akan menyebabkan terjadinya :

i. Gangguan metabolisme prostalglandin, yaitu

menurunnya produksi prostasiklin (PGE2) yang

merupakan suatu vasodilator kuat.

ii. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel

yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit

memproduksi tromboksan (TXA2) yaitu suatu

vasokonstriktor kuat. Dalam Keadaan normal

kadar prostasiklin lebih banyak dari pada

tromboksan. Sedangkan pada pre eklamsia kadar

tromboksan lebih banyak dari pada prostasiklin,

sehingga menyebabkan peningkatan tekanan

darah.

iii. Perubahan khas pada sel endotel kapiler

glomerulus (glomerular endotheliosis) .

iv. Peningkatan permeabilitas kapiler.

v. Peningkatan produksi bahan – bahan vasopresor,

yaitu endotelin. Kadar NO menurun sedangkan

endotelin meningkat.       

vi. Peningkatan faktor koagulasi

3. Teori intoleransi imunologik ibu dan janin

Pada perempuan normal respon imun tidak menolak

adanya hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan

adanya Human Leukocyte Antigen Protein G (HLA-G) yang

dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer

(NK) ibu. HLA-G juga akan mempermudah invasis el trofoblas

kedalam jaringan desidua ibu. Pada plasenta ibu yang

mengalami pre eklamsia terjadi ekspresi penurunan HLA-G

yang akan mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke

dalam desidua. Kemungkinan terjadi Immune-

Maladaptation pada pre eklamsia.

4. Teori Adaptasi kardiovaskular

25

Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter

terhadap bahan vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah

tidak peka terhadap rangsangan vasopresor atau dibutuhkan

kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon

vasokonstriksi. Refrakter ini terjadi akibat adanya

sintesis prostalglandin oleh sel endotel. Pada pre eklamsia

terjadi kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan

vasopresor sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka

terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah akan

mengalami vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam

kehamilan.

5. Teori Genetik

Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen

tunggal. Genotype ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi

dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan

genotype janin. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami pre

eklamsia, 26% anak perempuannya akan mengalami pre

eklamsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami

pre eklamsia.

6. Teori Defisiensi Gizi

Beberapa hasil penelitian menunjukkan

bahwa defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi

dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa

konsumsi minyak ikan dapat mengurangi resiko pre eklamsia.

Minyak ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang

dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi

trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

7. Teori Stimulasi Inflamasi

Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas

di dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama

terjadinya proses inflamasi. Berbeda dengan proses apoptosis

pada pre eklamsia, dimana pada pre eklamsia terjadi

peningkatan stres oksidatif sehingga produksi debris trofoblas

dan nekrorik trofoblas juga meningkat. Keadaan ini

26

mengakibatkan respon inflamasi yang besar juga. Respon

inflamasi akan mengaktifasi sel endotel dan sel

makrofag/granulosit yang lebih besar pula, sehingga terjadi

reaksi inflamasi menimbulkan gejala – gejala pre eklamsia pada

ibu.

ii. Patofisiologi grave disease dalam kehamilan

Hipertiroidisme dalam kehamilan hampir selalu disebabkan karena

penyakit Grave yang merupakan suatu penyakit otoimun. Sampai

sekarang etiologi penyakit Grave tidak diketahui secara pasti. Dilihat

dari berbagai manifestasi dan perjalanan penyakitnya, diduga banyak

faktor yang berperan dalam patogenesis penyakit ini. Dari hasil

penelitian, masih timbul sejumlah pertanyaan yang belum terjawab,

antara lain :

Apakah kelainan dasar penyakit tiroid otoimun terjadi didalam

kelenjar tiroid sendiri, didalam sistem imun atau keduanya.

Kalau terjadi sebagai akibat ketidakseimbangan sistem imun,

apakah kelainan primer terjadi pada fungsi sel T (aktifitas sel T

supresor yang meningkat dan sel T helper yang menurun atau

sebaliknya).

Apakah terdapat pengaruh faktor genetik dan lingkungan pada

tahap awal terjadinya penyakit tiroid otoimun.

Kelenjar tiroid merupakan organ yang unik dimana proses

otoimun dapat menyebabkan kerusakan jaringan tiroid dan

hipotiroidisme (pada tiroiditis Hashimoto) atau menimbulkan stimulasi

dan hipertiroidisme (pada penyakit Grave).

Proses otoimun didalam kelenjar tiroid terjadi melalui 2 cara,

yaitu :

a. Antibodi yang terbentuk berasal dari tempat yang jauh

(diluar kelenjar tiroid) karena pengaruh antigen tiroid

spesifik sehingga terjadi imunitas humoral.

b. Zat-zat imun dilepaskan oleh sel-sel folikel kelenjar

tiroid sendiri yang menimbulkan imunitas seluler.

Antibodi ini bersifat spesifik, yang disebut sebagai Thyroid

Stimulating Antibody (TSAb) atau Thyroid Stimulating Imunoglobulin

27

(TSI). Sekarang telah dikenal beberapa stimulator tiroid yang berperan

dalam proses terjadinya penyakit Grave, antara lain :

1. Long Acting Thyroid Stimulator (LATS)

2. Long Acting Thyroid Stimulator-Protector (LATS-P)

3. Human Thyroid Stimulator (HTS)

4. Human Thyroid Adenylate Cyclase Stimulator (HTACS)

5. Thyrotropin Displacement Activity (TDA)

Antibodi-antibodi ini berikatan dengan reseptor TSH yang

terdapat pada membran sel folikel kelenjar tiroid, sehingga

merangsang peningkatan biosintesis hormon tiroid.

Bukti tentang adanya kelainan sel T supresor pada penyakit

Grave berdasarkan hasil penelitian Aoki dan kawan-kawan (1979),

yang menunjukkan terjadinya penurunan aktifitas sel T supresor pada

penyakit Grave. Tao dan kawan-kawan (1985) membuktikan pula

bahwa pada penyakit Grave terjadi peningkatan aktifitas sel T helper.

Seperti diketahui bahwa dalam sistem imun , sel limfosit T dapat

berperan sebagai helper dalam proses produksi antibodi oleh sel

limfosit B atau sebaliknya sebagai supresor dalam menekan produksi

antibodi tersebut. Tergantung pada tipe sel T mana yang paling

dominan, maka produksi antibodi spesifik oleh sel B dapat mengalami

stimulasi atau supresi. Kecenderungan penyakit tiroid otoimun terjadi

pada satu keluarga telah diketahui selama beberapa tahun terakhir.

Beberapa hasil studi menyebutkan adanya peran Human Leucocyte

Antigen (HLA) tertentu terutama pada lokus B dan D. Grumet dan

kawan-kawan (1974) telah berhasil mendeteksi adanya HLA-B8 pada

47% penderita penyakit Grave. Meningkatnya frekwensi haplotype

HLA-B8 pada penyakit Grave diperkuat pula oleh peneliti-peneliti

lain. Studi terakhir menyebutkan bahwa peranan haplotype HLA-B8

pada penyakit Grave berbeda-beda diantara berbagai ras. Gray dan

kawan-kawan (1985) menyatakan bahwa peranan faktor lingkungan

seperti trauma fisik, emosi, struktur keluarga, kepribadian, dan

kebiasaan hidup sehari-hari tidak terbukti berpengaruh terhadap

terjadinya penyakit Grave. Sangat menarik perhatian bahwa penyakit

Grave sering menjadi lebih berat pada kehamilan trimester pertama,

28

sehingga insiden tertinggi hipertiroidisme pada kehamilan akan

ditemukan terutama pada kehamilan trimester pertama. Sampai

sekarang faktor penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Pada usia

kehamilan yang lebih tua, penyakit Grave mempunyai kecenderungan

untuk remisi dan akan mengalami eksaserbasi pada periode

postpartum. Tidak jarang seorang penderita penyakit Grave yang

secara klinis tenang sebelum hamil akan mengalami hipertiroidisme

pada awal kehamilan. Sebaliknya pada usia kehamilan yang lebih tua

yaitu pada trimester ketiga, respons imun ibu akan tertekan sehingga

penderita sering terlihat dalam keadaan remisi. Hal ini disebabkan

karena terjadi perubahan sistem imun ibu selama kehamilan. Pada

kehamilan akan terjadi penurunan respons imun ibu yang diduga

disebabkan karena peningkatan aktifitas sel T supresor janin yang

mengeluarkan faktor-faktor supresor. Faktor-faktor supresor ini

melewati sawar plasenta sehingga menekan sistem imun ibu. Setelah

plasenta terlepas, faktor-faktor supresor ini akan menghilang. Hal ini

dapat menerangkan mengapa terjadi eksaserbasi hipertiroidisme pada

periode postpartum. Setelah melahirkan terjadi peningkatan kadar

TSAb yang mencapai puncaknya 3 sampai 4 bulan postpartum.

Peningkatan ini juga dapat terjadi setelah abortus. Suatu survai yang

dilakukan oleh Amino dan kawan-kawan (1979-1980) menunjukkan

bahwa 5,5% wanita Jepang menderita tiroiditis postpartum. Gambaran

klinis tiroiditis postpartum sering tidak jelas dan sulit dideteksi.

Tiroiditis postpartum biasanya terjadi 3-6 bulan setelah melahirkan

dengan manifestasi klinis berupa hipertiroidisme transien diikuti

hipotiroidisme dan kemudian kesembuhan spontan. Pada fase

hipertiroidisme akan terjadi peningkatan kadar T4 dan T3 serum

dengan ambilan yodium radioaktif yang sangat rendah (0 – 2%). Titer

antibodi mikrosomal kadang-kadang sangat tinggi. Fase ini biasanya

berlangsung selama 1 – 3 bulan, kemudian diikuti oleh fase

hipotiroidisme dan kesembuhan, namun cenderung berulang pada

kehamilan berikutnya. Terjadinya tiroiditis postpartum diduga

merupakan “rebound phenomenon” dari proses otoimun yang terjadi

setelah melahirkan.

29

g. Manifestasi klinis

Gejala dan tanda yang terdapat pada pasien eklamsia berhubungan dengan

organ yang dipengaruhinya, antara lain yaitu: Oliguria (kurang dari 400ml/24

jam atau urin tetap kurang dari 30 ml/jam, Nyeri Epigastrium, Penglihatan

kabur, Dyspnea, Sakit kepala, Nausea dan Vomitting, Scotoma, dan Kejang.

Kebanyakan kasus dihubung-hubungkan dengan hipertensi dikarenakan

kehamilan dan proteinuria tapi satu – satunya tanda nyata dari eklamsia adalah

terjadinya kejang eklamtik, yang dibagi menjadi empat fase.

1. Stadium Premonitory

Fase ini biasanya tidak diketahui kecuali dengan monitoring secara

konstan, mata berputar -putar ketika otot wajah dan tangan tegang.

2. Stadium Tonik

Segera setelah fase premonitory tangan yang tegang berubah menjadi

mengepal. Terkadang ibu menggigit lidah seiring dengan ibu

mengatupkan gigi, sementara tangan dan kaki menjadi kaku. Otot

respirasi menjadi spasme, yang dapat menyebabkan ibu berhenti

bernafas. Stadium ini berlangsung selama sekitar 30 menit.

3. Stadium Klonik

Pada fase ini spasme berhenti tetapi otot mulai tersentak dengan hebat.

Berbusa, saliva yang bercampur sedikit darah pada bibir dan kadang –

kadang bisa menarik nafas. Setelah sekitar dua menit kejang berhenti,

menuju keadaan koma, tapi beberapa kasus menuju gagal jantung.

4. Stadium coma

Ibu tidak sadar, suara nafas berisik. Keadaan ini bisa berlangsung

hanya beberapa menit atau bahkan dpat menetap sampai beberapa jam.

h. Tatalaksana ( +manajemen antenatal postnatal)

Pengobatan terhadap Graves disease termasuk penggunaan obat-obat anti

tiroid (OAT), yodium radioaktif dan tiroidektomi (eksisi pembedahan dari

kelenjar tiroid). Pengobatan hipertiroid pada graves disease adalah dengan obat-

obatan seperti methimazole atau propylthiouracil (PTU), yang akan menghambat

produksi dari hormon tiroid, atau juga dengan yodium radioaktif . Pembedahan

merupakan salah satu pilihan pengobatan, sebelum pembedahan pasien diobati

dengan methimazole atau propylthiouracil (PTU). Beberapa ahli memberikan

terapi kombinasi tiroksin dengan OAT dosis tinggi untuk menghambat produksi

30

hormon tiroid namun pasien tetap dipertahankan eutiroid dengan pemberian

tiroksin. Penambahan tiroksin selama terapi dengan OAT juga akan menurunkan

produksi antibodi terhadap reseptor TSH dan frekuensi kambuhnya hipertiroid.

Beberapa dokter cenderung menggunakan PTU karena obat ini secara

parsial menghambat perubahan T4 menjadi T3 dan kurang dapat melewati

plasenta dibandingkan dengan methimazole. Dosis PTU awal bersifat empiris.

Untuk pasien tak-hamil, American Thyroid Association menganjurkan dosis

harian awal 100-600 mg untuk PTU dan 10 sampai 40 mg untuk methimazole

(singer dkk., 1995). Regimen umum terdiri dari pemberian PTU dengan dosis

awal 100-150 mg setiap 6 jam. Setelah 4-8 minggu, dosis dikurangi menjadi 50-

200 mg , 1 atau 2 kali sehari.

Methimazole mempunyai masa kerja yang lama sehingga dapat diberikan

dosis tunggal sekali sehari. Terapi dimulai dengan dosis methimazole 40 mg

setiap pagi selama 1-2 bulan, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 5 – 20 mg

perhari.

Ada juga pendapat ahli yang menyebutkan bahwa besarnya dosis

tergantung pada beratnya tampilan klinis, tetapi umumnya dosis PTU dimulai

dengan 3x100-200 mg/hari dan metimazol/tiamazol dimulai dengan 20-40 mg/hari

dosis terbagi untuk 3-6 minggu pertama. Setelah periode ini dosis dapat

diturunkan atau dinaikkan sesuai respons klinis dan biokimia. Apabila respons

pengobatan baik, dosis dapat diturunkan sampai dosis terkecil PTU 50mg/hari dan

metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan

klinis eutiroid dan kadar T-4 bebas dalam batas normal. Bila dengan dosis awal

belum memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di naikkan

bertahap sampai dosis maksimal, tentu dengan memperhatikan faktor-

faktor penyebab lainnya seperti ketaatan pasien minum obat, aktivitas fisis dan

psikis.

Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida, sangat

bermanfaat untuk mengendalikan manifestasi klinis tirotoksikosis

(hyperadrenergic state) seperti palpitasi, tremor, cemas, dan intoleransi panas

melalui blokadenya pada reseptor adrenergik. Di samping efek antiadrenergik,

obat penyekat beta ini juga dapat -meskipun sedikit- menurunkan kadar T-3

melalui penghambatannya terhadap konversi T-4 ke T-3. Dosis awal propranolol

umumnya berkisar 80 mg/hari.

31

Pengobatan dengan iodium radioaktif diindikasikan pada : pasien umur 35

tahun atau lebih, hipertiroid yang kambuh setelah dioperasi, gagal mencapai

remisi sesudah pemberian OAT, tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan

OAT dan pada adenoma toksik, goiter multinodular toksik. Digunakan I131

dengan dosis 5-12mCi per oral. Tapi pengobatan dengan iodium radioaktif

dikontraindikasikan selama kehamilan, kecuali untuk beberapa wanita yang tidak

dapat mematuhi terapi medis atau pada mereka yang terapi obatnya terbukti

toksik.

Tiroidektomi subtotal sangat efektif untuk menanggulangi hipertiroid. Indikasi

operasi adalah :

1. Pasien umur muda dengan struma yang besar serta tidak mempan dengan

OAT

2. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan OAT dosis tinggi.

3. Alergi terhadap OAT, pasien tidak bisa menerima iodium radioaktif.

4. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik.

5. Pada penyakit grave yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul.

Tujuan utama penanganan eklampsia :

Menstabilisasi fungsi vital penderita dengan terapi suportif Airway, Breathing,

Circulation (ABC)

Mengendalikan kejang

Mengendalikan tekanan darah khususnya jika terjadi hipertensi krisis sehingga

penderita mampu melahirkan janin dengan selamat pada kondisi optimal.

Pengendalian kejang dapat diterapi dengan pemberian magnesium sulfat pada dosis

muatan (loading dose) 4 – 6 gram IV diikuti 1,5 – 2 g/jam dalam 100 ml infus rumatan

IV. Hal ini dilakukan untuk mencapai efek terapeutik 4,8 – 8,4 mg/dl sehingga kadar

magnesium serum dapat dipertahankan dari efek toksik.

Terapi Preeklampsi berat 4,6,13

Dasar pengelolaan preeklampsi berat pada ibu dengan penyulit apapun dilakukan

pengelolaan dasar sebagai berikut:

a. Pertama adalah rencana terapi pada penyulit yaitu terapi medikamentosa dengan

pemberian obat-obatan terhadap penyulit

32

b. Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya yang tergantung

pada umur kehamilannya dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia selama

perawatan, yaitu;

1. Ekspektatif / konservatif: bila umur kehamilan kurang dari 37 minggu

artinya kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan

terapi Medikamentosa

2. Aktif

A. Pemberian terapi medikamentosa :

a) Segera masuk ke rumah sakit

b) Tirah baring miring kekiri secara intermitten

c) Infus ringer laktat

d) Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang

e) Pemberian MgSO4 dibagi:

o Loading dose (dosis awal ) : 4 gr MgSO4 40% IV secara perlahan

o Maintenance dose (dosis lanjutan) : 1 gr MgSO4 40%/jam dalam 500 ml RL

f) Anti hipertensi

Diberikan : bila tensi ≥180/110 atau MAP ≥ 126

Jenis obat nifedipin: 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit maksimal 120 mg

dalam 24 jam, nifedipin tidak dibenarkan diberikan dibawah mukosa lidah

(sublingual) karena absorbsi terbaik adalah melalui saluran cerna, desakan darah

diturunkan secara perlahan penurunan awal 25 % dari desakan sistol, desakan

darah diturunkan mencapai < 160/105, MAP < 125. Beberapa jenis obat anti-

hipertensi termasuk : methyl-dopa/clonidine,labetalol, metoprolol dan

hidralazine.8,15

g) Diuretikum

tidak dibenarkan untuk diberikan secara rutin karena :

Memperberat penurunan perfusi plasenta

Memperberat hipovolemia

Meningkatkan hemokonsentrasi

Diuretikum hanya diberikan atas indikasi:

1. Edema paru

2. Payah jantung kongestif

33

3. Edema anasarka

B. Sikap terhadap Kehamilannya :

Perawatan konservatif / ekspektatif

a. Tujuan

1. Mempertahankan kehamilan, sehingga mencapai umur kehamilan yang

memenuhi syarat janin dapat dilahirkan

2. Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan

ibu

b. Indikasi:

Kehamilan < 37 minggu tanpa dijumpai tanda-tanda gejala impending eklampsi

c. Terapi medikamentosa:

Bila penderita sudah kembali menjadi preeklampsi ringan, maka masih akan dirawat

2-3 hari lagi, baru diizinkan pulang

d. Pemberian glukokortikoid diberikan pada umur kehamilan 32-34 minggu selama 48

jam

e. Perawatan dirumah sakit:

1. Pemeriksaan dan monitoring setiap hari terhadap gejala klinik :

Nyeri kepala

Penglihatan kabur

Nyeri perut kuadran kanan atas

Nyeri epigastrium

Kenaikan berat badan dengan cepat

2. Menimbang berat badan ketika masuk rumah sakit dan diikuti setiap harinya

3. Mengukur proteinuria ketika masuk rumah sakit dan diulangi setiap 2 hari

4. Pengukuran desakan darah dan pemeriksaan lab sesuai dengan standard yang

telah ditentukan

5. Pemeriksaan ultrasound sonography (USG) khususnya pemeriksaaan:

Ukuran biometrik janin

Volume air ketuban

6. Penderita boleh dipulangkan: Penderita dapat dipulangkan apabila 3 hari bebas

gejala–gejala preeklampsi berat

34

Perawatan Aktif

Perawatan aktif dilakukan dengan indikasi :

Ibu :

- Kehamilan > 37 minggu

- Impending Eklampsia

- Kegagalan pada perawatan konservatif, yaitu :

Dalam waktu atau selama 6 jam sejak dimulai pengobatan medisinal terjadi

kenaikan TD

Atau setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medisinal tidak ada perbaikan

gejala-gejala.

Janin :

- Adanya tanda-tanda fetal distress

- Adanya tanda-tanda IUFGR

Laboratorium :

Adanya HELLP Syndrome

Cara persalinan:

Sedapat mungkin persalianan diarahkan ke pervaginam6 :

1) Penderita belum inpartu :

- Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop lebih dari 8

- Bila perlu dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol, induksi

persalinan harus mencapai kala II dalam waktu 24 jam, bila tidak induksi

persalinan dianggap gagal, harus segera disusul dengan pembedahan secara

cesar.

Indikasi dilakukan pembedahan caesar:

Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam

Induksi persalinaan gagal

Terjadi maternal distress

Terjadi fetal distress

Bila umur kehamilan < 33 minggu

2) Bila penderita sudah inpartu

- Perjalanan persalinan diikuti

- Memperpendek kala II

35

- Pembedahan caesar dilakukan apabila didapati maternal distress dan fetal

distress

- Primigravida direkomendsikan pembedahan Caesar

Anastesia: regional anastesi dan epidural anastesi, tidak dianjurkan general

anestesi

Semua kasus dengan preeklampsia berat harus ditangani secara aktif. Simptom

dan tanda “impending eklampsia” (pandangan kabur, hiperrefleksia) adalah tidak

pasti dan penanganan ekspektatif belum ada rekomendasi.

i. Pencegahan

i. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti,  mengenali

tanda-tanda sedini mungkin (Preeklampsia ringan), lalu diberikan

pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.

ii. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya Preeklampsia

kalau ada faktor-faktor predeposisi

iii. Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam

pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring ditempat tidur,

namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih

banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein, dan rendah lemak,

karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan

perlu dianjurkan.

iv. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda  Preeklampsia dan

mengobatinya segera apabila di temukan.

v. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke

atas apabila setelah dirawat tanda-tanda Preeklampsia tidak juga dapat

di hilangkan.

j. Komplikasi

Hipertiroid yang tidak terkontrol dapat menimbulkan komplikasi :

i. Miscarriage

ii. Hipertensi dalam kehamilan

iii. Kelahiran premature

iv. Beratbadanlahirrendah

36

v. IUGR / pertumbuhanjaninterhambat

vi. Stillbirth

vii. Krisistiroid / thyroid storm

viii. Maternal congestive heart failure

k. Prognosis

i. Terhadap maternal

Morbiditas maternal (ditandai dengan hipertensi berat atau

keterlibatan multi sistem) dan potensi kematian meningkat pada

kehamilan dengan hipertensi. Sekitar 16% dari nulligravida dengan

hipertensi dalam kehamilan namun tidak dijumpai proteinuria

menyebabkan hipertensi yang berat atau keterlibatan Multi sistem.

Pada hipertensi gestasional dan proteinuria positif 1, komplikasi ibu

yang berat dapat terjadi sampai 42% dari semua nulligravida (secara

total, hipertensi berat sekitar 80%, dan penyakit multi sistem 20%).

Penampilan pasien dengan preeklamsia adalah secara fisik buruk,

dengan hampir dua pertiga dari nulligravida terjadi hipertensi berat

(33%) atau gangguan multi sistem (67%). Kematian karena

preeklamsia sekitar <0,1%. Jika terjadi kejang pada eklampsia

berkembang, sekitar 5 - 7% dari pasien ini akan meninggal dunia.

Penyebab kematian biasanya disebabkan oleh perdarahan intrakranial,

shock, gagal ginjal, pemisahan prematur plasenta, dan pneumonia

aspirasi. Selain itu, hipertensi kronis mungkin merupakan sekuel dari

eklampsia. Meskipun jumlah trombosit meningkat secara signifikan

setelah postpartum kehamilan normotensif, sekitar ada 2 – 3 kali lipat

meningkat pada pasien preeklampsia. Nilai puncak terjadi pada 6 – 14

hari setelah persalinan. kebanyakan merekomendasikan evaluasi yang

lengkap 6 minggu sampai 6 bulan.5

ii. Terhadap janin

Persalinan prematur dan bayi yang kecil dari usia kehamilan

lebih sering terjadi (Odds Ratio, OR 1,7) pada hipertensi gestasional

dibandingkan untuk nulligravida darah normal. Preeklamsia lebih

lanjut meningkatkan kejadian kelahiran prematur dan bayi kecil untuk

usia kehamilan (OR 14,6). Kematian perinatal mungkin sekitar 20%.

37

Dengan diagnosis dini, antenatal terapi, dan perawatan intensif

neonatal, namun, kerugian ini dapat dikurangi menjadi <10%.

l. SKDI

i. Eklampsia 3B

3B. Gawat darurat Lulusan dokter mampu membuat diagnosis

klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat

demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau

kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan

yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter

juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

ii. Hipertiroid 3A

3A. Bukan gawat darurat Lulusan dokter mampu membuat

diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan

yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan

yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter

juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

V. LEARNING ISSUE

1. Grave’s Disease

Latar belakang

Graves disease berasal dari nama Robert J. Graves, MD, circa tahun1830, adalah

penyakit autoimun yang ditandai dengan hipertiroidisem (produksi berlebihan dari

kelenjar tiroid) yang ditemukan dalam sirkulasi darah. Graves disease lazim juga

disebut penyakit Basedow. Struma adalah istilah lain untuk pembesaran kelenjar

gondok. Gondok atau goites adalah suatu pembengkakan atau pembesaran kelanjar

tiroid yang abnormal yang penyebabnya bisa bermacam-macam. Penyakit ini lebih

sering ditemukan pada orang muda usia 20 –40 tahun terutama wanita, tetapi penyakit

ini dapat terjadi pada segala umur . Kelenjar tiroid dalam keadaan normal tidak

tampak, merupakan suatu kelanjar yang terletak di leher bagian depan, di bawah

jakun. Kelenjar tiroid ini berfungsi untuk memproduksi hormon tiroid yang berfungsi

38

untuk mengontrol metabolisme tubuh sehingga tercapai pertumbuhan dan

perkembangan yang normal.

Penyebab

Penyebabnya tidak diketahui. Karenai ini merupakan penyakit autoimun yaitu saat

tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang komponen spesifik dari jaringan itu

sendiri, maka penyakit ini dapat timbul tiba-tiba. Tidak diketahui mekanismenya

secara pasti, kebanyakan dijumpai pada wanita. Reaksi silang tubuh terhadap penyakit

virus mungkin merupakan salah satu penyebabnya ( mekanisme ini sama seperti

postulat terjadinya diabetes mellitus tipe I).Obat-obatan tertentu yang digunakan

untuk menekan produksi hormon kelenjar tiroid dan Kurang yodium dalam diet dan

air minum yang berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama mungkin dapat

menyebabkan penyakit ini. Walaupun etiologi penyakit Graves tidak diketahui,

tampaknya terdapat peran antibody terhadap reseptor TSH, yang menyebabkan

peningkatan produksi tiroid. Penyakit ini ditandai dengan peninggian penyerapan

yodium radioaktif oleh kelenjar tiroid.

Patofisiologi

Graves disease merupakan salah satu contoh dari gangguan autoimun hipersensitif

tipe II. Sebagian besar gambaran klinisnya disebabkan karena produksi autoantibodi

yang berikatan dengan reseptor TSH, dimana tampak pada sel folikuler tiroid ( sel

yang memproduksi tiroid). Antibodi mengaktifasi sel tiroid sama seperti TSH yang

menyebabkan peningkatan produksi dari hormon tiroid. Opthalmopathy infiltrat

( gangguan mata karena tiroid) sering terjadi yang tampak pada ekspresi reseptor TSH

pada jaringan retroorbital. Penyebab peningkatan produksi dari antibodi tidak

diketahui. Infeksi virus mungkin merangsang antibodi, dimana bereaksi silang dengan

reseptor TSH manusia. Ini tampak sebagai faktor predisposisi genetik dari Graves

disease, sebagian besar orang lebih banyak terkena Graves disease dengan aktivitas

antibodi dari reseptor TSH yang bersifat genetik.Yang berperan adalah HLA DR

(terutama DR3).

Gambaran Klinis

Gejala dan tanda peningkatan metabolisme di segala sistem tubuh, mungkin terlihat

jelas. Peningkatan metabolisme menyebabkan peningkatan kalori, karena itu

39

masukkan kalori umumnya tidak mencukupi kebutuhan sehingga berat badan

menurun. Peningkatan metabolisme pada sistem kardiovaskuler terlihat dalam bentuk

peningkatan sirkulasi darah dengan penambahan curah jantung sampai 2-3 kali

normal, juga dalam istirahat. Irama nadi naik dan tekanan denyut bertambah sehingga

menjadi pulses seler dan penderita mengalami takikardi dan palpitasi. Beban miokard,

dan rangsangan persarafannya dapat meningkatkan kekacauan irama jantung berupa

fibrilasi atrium

Pada saluran cerna sekresi maupun peristalsis meningkat sehingga sering timbul diare.

Hipermetabolisme susunan saraf biasanya menyebabkan tremor, penderita bangun di

waktu malam dan sering terganggu mimpi yang tidak karuan. Selain itu, penderita

mengalami ketidakstabilan emosi, kegelisahan, kekacauan pikiran dan ketakutan yang

tidak beralasan yang sangat mengganggu. Pada saluran nafas hipermetabolisme

berupa dispnea dan takipnea yang tidak terlalu mengganggu. Kelemahan otot

biasanya cukup mengganggu, demikian juga menoragia. Kelainan mata disebabkan

oleh reaksi autoimun pada jaringan ikat di dalam rongga mata. Jaringan ikat dengan

jaringan lemaknya menjadi hiperplasik sehingga bola mata terdorong keluar dan otot

mata terjepit. Akibat terjadi eksoftalmus yang dapat menyebabkan rusaknya bola mata

akibat keratitis. Gangguan faal otot mata yang menyebabkan strabismus.

Diagnosis

Diagnosis dapat dibuat berdasarkan dari tanda dan gejala yang ada, dan dari hasil

laboratorium berupa kadar dari hormon tiroid (tiroksin/ T4, triyodotironin/ T3) dan

kadar dari tiroid stimulating hormone (TSH). Free T4 dan free T3 yang tinggi

merupakan suatu petanda, sambil TSH memberikan negative feedback. Peningkatan

ikatan protein iodium mungkin dapat terdeteksi. Struma yang besar kadang terlihat

pada foto rontgen. Tiroid stimulating antibodi mungkin dapat terlihat pada

pemeriksaan serologi.

Penatalaksanaan

Pengobatan terhadap Graves disease termasuk penggunaan obat-obat anti tiroid

(OAT), yodium radioaktif dan tiroidektomi (eksisi pembedahan dari kelenjar tiroid).

Pengobatan hipertiroid pada graves disease adalah dengan obat-obatan seperti

methimazole atau propylthiouracil (PTU), yang akan menghambat produksi dari

40

hormon tiroid, atau juga dengan yodium radioaktif . Pembedahan merupakan salah

satu pilihan pengobatan, sebelum pembedahan pasien diobati dengan methimazole

atau propylthiouracil (PTU). Beberapa ahli memberikan terapi kombinasi tiroksin

dengan OAT dosis tinggi untuk menghambat produksi hormon tiroid namun pasien

tetap dipertahankan eutiroid dengan pemberian tiroksin. Penambahan tiroksin selama

terapi dengan OAT juga akan menurunkan produksi antibodi terhadap reseptor TSH

dan frekuensi kambuhnya hipertiroid.

Pengobatan dengan iodium radioaktif diindikasikan pada : pasien umur 35 tahun atau

lebih, hipertiroid yang kambuh setelah dioperasi, gagal mencapai remisi sesudah

pemberian OAT, tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan OAT dan pada

adenoma toksik, goiter multinodular toksik. Digunakan I131 dengan dosis 5-12mCi

per oral.

Tiroidektomi subtotal sangat efektif untuk menanggulangi hipertiroid. Indikasi

operasi adalah :

1. Pasien umur muda dengan struma yang besar serta tidak mempan dengan OAT

2. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan OAT dosis tinggi.

3. Alergi terhadap OAT, pasien tidak bisa menerima iodium radioaktif.

4. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik.

5. Pada penyakit grave yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul.

2. Hipertensi dalam kehamilan

Manifestasi klinik & laboratorium

Sejumlah manifestasi klinik dan laboratorium pada preeklampsia – eklampsia

dapat dijelaskan atas dasar Disfungsi endotel dan Vasospasme.

a. Sensitivitas angiostensin

Salah satu tanda dini terjadinya PE adalah menurunnya dosis efektif angiostensin

II.Pada kehamilan normal terjadi peningkatan kebutuhan angiostensin II untuk

meningkatkan tekanan diastolik sebesar 20 mmHg , pada penderita preeklampsia

dosis tersebut menurun.

b. Edema & kenaikan berat badan

Kenaikan berat badan dan edema pada awal kehamilan menggambarkan adanya

ekspansi cairan ekstravaskular akibat meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga

41

volume cairan intravaskuler menurun.Hematokrit meningkat akibat hipovolemia dan

hemokonsentrasi

c. Peningkatan tekanan darah

Meningkatnya tekanan darah terutama tekanan darah diastolik yang mencerminkan

adanya peningkatan resistensi vaskular perifer.Pada periode antepartum, perubahan

tekanan darah terjadi beberapa hari sampai beberapa minggu pasca adanya retensi

cairan.

d. Proteinuria

Pada periode antepartum , proteinuria terjadi beberapa hari atau beberapa minggu

setelah timbulnya hipertensi.Preoteinuria pada preeklampsia eklampsia terjadi akibat

konstriksi arteriolar aferen dengan peningkatan permeabilitas protein glomerular

e. Fungsi renal

Tanda klinik dini pada PE-E adalah meningkatnya kadar serum uric acid Gangguan

klinik pada ginjal dapat berkembang sampai oliguria dan gagal ginjal

f. Sistem koagulasi

Trombositopenia adalah satu abnormalitas yang jelas terlihat.Penurunan patologis

dalam kehamilan : < 100.000 sel /mm3Solusio plasenta yang terjadi dapat

menyebabkan DICSindroma HELLP dapat terjadi tanpa disertai dengan gejala DIC

dan ini adalah pertanda memburuknya keadaan pada preeklampsia eklampsia.

g. Fungsi Hepar

Vasospasme pembuluh darah hepar menyebabkan perdarahan fokal dan infark ,

keadaan ini menyebabkan adanya keluhan nyeri eopigastrium dan meningkatnya

kadar enzym hepar :Alanine aminotranferaseAspartat aminotranferaseRuptura hepar

jarang terjadi dan ini adalah komplikasi dari sindroma HELLP . Seringkali ditemukan

peningkatan serum bilirubin pada kasus yang disertai dengan hemolisis.

h. Fungsi plasenta

Vasospasme sirkulasi uteroplasenta akan menyebabkan infark plasenta dan

menurunnya perfusi uteroplasenta sehingga dapat mengganggu kehidupan janin dalam

bentuk PJT , oligohiramniond dan abnormalitas pola DJJ.Infark plasenta yang luas

dapat menyebabkan perdarahan retroplasenta (solusio plasenta ) penyebab penting

meningkatnya morbiditas dan mortalitas perinatal.

i. Efek sistem saraf pusat

Gangguan visus ( pengelihatan kabur, berkunang-kunang) disebabkan oleh

vasospasme pembuluh retinaMeningkatnya iritabiltas ( hipererfleksia )Tanda tanda

42

diatas menunjukkan adanya proses di CNS yang berbahaya dan merupakan tanda

awal dari kemungkinan terjadinya kejang ( impending eclampsia )

EVALUASI & PENATALAKSANAAN PREEKLAMPSIA

Terdapat 3 pertanyaan yang harus dijawab :Apakah penyakit yang terjadi

RINGAN atau BERATAdakah tanda tanda terjadinya GANGGUAN PADA JANIN

( PJT, oligohidramnion atau abnormalitas pola DJJ )Apakah janin sudah CUKUP

MATUR untuk dilahirkanTerminasi kehamilan adalah satu satunya terapi definitif

untuk mengatasi Preeklampsia :Tujuan penatalaksanaan adalah mencegah terjadinya

komplikasi maternal dan komplikasi janin akibat prematuritasPada preeklampsia

ringan tanpa komplikasi pada janin kehamilan dipertahnkan sampai 34 mingguPada

preeklampsia berat atau eklampsia , terminasi kehamilan dilakukan setelah stabilisasi

tanpa memandang usia kehamilan

Anti kejang : magnesium sulfatterapi anti kejang magnesium sulfatjenis terapi

intravena intramuskular

Profilaksis Loading4 gram MgSO4 dalam 100 ml cairan diberikan perlahan

selama 20 menit5 gram intramuskular dimasing masing bokongMaintanance2 gram/

jam dalam cairan infus – infuse pump5 gram i.m setiap 4 jamMgSO4 diberikan

sampai 24 jam pasca persalinan atau sampai 24 jam bebas kejang.Ekskresi MgSO4

hanya melalui ginjal sehingga produksi urine tiap jam harus senantiasa diamati

sebelum pemberian MgSO4 ulanganUntuk mencegah kejadian intoksikasi maka

sebelum pemberian MgSO4 ulangan ada 3 syarat yang harus dipenuhi :Produksi urine

> 25 ml per jamReflek patela +Frequensi pernafasan tidak kurang dari 16 kali per

menitBila terjadi intoksikasi MgSO4Hentikan pemberian MgSO4Berikan Kalsium

Glukonat 10 ml dalam larutan 10% intravenaBila perlu : resusitasi pernafasan anti

hipertensi : hidralazine atau labetalol hidroklorida. Antihipertensi diberikan bila TD

sistolik ≥ 180 mmHg dan atau TD diastolik ≥ 110 mmHgPenurunan tekanan

darah :Tidak perlu ke nilai normal ( <>Penurunan harus secara

bertahapHidralazine lebih sering digunakan oleh karena memiliki beberapa

keunggulan tertentu dalam kehamilan oleh karena :Vasodilator langsungTidak

menyebabkan spasme bronchusBukan kontra indikasi pada penderita penyakit

jantungDosis Hidralazine :5 mg intravena selama 1 – 2 menit dan kemudian 5 – 10

43

mg intra vena setiap 10 – 20 menit sampai TD sekitar 140 – 150 mmHg / 90 – 100

mmHg. Bila setelah 20 menit tidak ada respon, ganti dengan obat lain. Nifedipine,

Pemberian per oral sering memberikan hasil memuaskanHati hati hipotensi ( terutama

bila digunakan bersama dengan MgSO4 ) Dosis 10 mg dan dapat diulang setiap 30

menit

PENATALAKSANAAN PEMBERIAN CAIRAN

Pengamatan cairan keluar dan masukPenderita PE – E : vasokonstriksi –

edema interstitsial – volume intravaskular menurun – produksi urine turun.Awas hati

– hati overload cairan , restriksi Na dan intoksikasi airBila perlu : pemasangan kateter

CVP untuk menghidari kelebihan pemberian cairan.

EKLAMPSIA

Merupakan keadaan gawat darurat obstetrikBersihkan jalan nafas dan berikan

oksigen dalam sungkupPosisi lateralUkur tekanan darah setiap 10 menitPasang

infusPasang kateter urine menetapStabilisasi pasien :Cegah serangan kejang ulangan

dengan memberikan MgSO4 dosis loading dan maintananceTerminasi kehamilan

bila : ( pilihan utama per vaginam ; kecuali bila ada indikasi)Hipoksia sudah

diatasiKejang sudah dikendalikanTekanan diastolik 90 – 100 mmHg

HIPERTENSI KRONIK

Tujuan utama penatalaksanaan : Mengendalikan hipertensi Deteksi

superimposed preeklampsia Deteksi PJT Tidak jelas terbukti bahwa menurunkan

tekanan darah sampai dibawah 140 / 90 mmHg memberikan manfaat bagi

kehamilanPada sejumlah wanita, tekanan darah pada trimester ke II akan turun dan

tidak memerlukan antihipertensi Obat ACE – angiostensin converting enyme inhibitor

dan angiostensin II receptor bloker jangan diberikan selama kehamilan oleh karena

berbahaya bagi janinKehamilan dengan hipertensi kronis sering disertai dengan PJT

sehingga harus dilakukan pemeriksaan ultrasonografi serialPeningkatan tekanan darah

yang bermakna atau terjadinya proteinuria pada penderita hipertensi kronis

menunjukkan bahwa telah terjadi hipertensi kronis superimposed preeklampsiaBila

tak ada tanda PJT , tak ada tanda-tanda superimposed PE dan tekanan darah terkendali

dengan baik maka kehamilan dapat dilanjutkan sampai aterm kecuali bial terdapat

44

tanda tanda gawat janin.Pilihan utama terminasi kehamilan adalah persalinan

pervaginam kecuali bila ada indikasi untuk melakukan SC

3. Fisiologi dan anatomi kehamilan pada trimester 3

Pada Trimester III

Pada minggu ke 28 tinggi fundus uteri setengah pusat dengan prosessus

xypoideus.

Payu darah penuh dan lunak

Sering kencing kembali

Pada minggu 36/38 bagian terbawah masuk ke pintu atas panggul (PAP).

Sakit punggung dan susah tidur.

Kontraksi brakston hicks meningkat.

Perubahan anatomi dan fisiologi adaptasi pada ibu hamil pada Trimester III.

1. Kardiovaskuler

Selama kehamilan jumlah leukosit akan meningkat yakni berkisar antara 5000-

12000 dan mencapai puncaknya pada saat persalinan dan masa nifas berkisar 14000-

16000 penyebab peningkatan ini belum diketahui. Respon yang sama diketahui terjadi

selama dan setelh melakukan latihan yang berat. Distribusi tipe sel juga kan

mengaami perubahan. Pada kehamilan, terutama trimesetr ke-3, terjadi peningkatan

jumlah granulosit dan limfosit dan secara bersamaan limfosit dan monosit.

2. Sistem Integument

Pada kulit  dinding perut akan terjadi perubahan warna menjadi kemerahan, kusam

dan kadang-kadang juga akan mengenai daerah payudara dan paha perubahan ini

dikenal dengan striae gravidarum.

Pada mutipara selain striae kemerahan itu sering kali di temukan garis berwarna perak

berkilau yangmerupakan sikatrik dari striae sebelumnya. Pada kebanyakan perempuan

kulit digaris pertengahan perut akan berubah menjadi hitam kecoklatan yang di sebut

dengan linea nigra. Kadang-kadang muncul dalam ukuran yang variasi pada wajah

dan leher yang disebut dengan chloasma atau melasma gravidarum, selain itu pada

areola dan daerah genetalia juga akan terlihat pigmentasi yang berlebihan. Pigmentasi

yang berlebihan biasanya akan hilang setelah persalinan.

45

3. Sistem Metabolisme

Sistem metabolisme  adalah istilah untuk menunjukan perubahan-perubahan kimiawi

yang terjadi didalam tubuh untuk pelaksanaan berbagai fungsi vitalnya. Dengan

terjadinya kehamilan, metabolisme mengalami perubahan yang mendasar, dimana

perubahan nutrisi makin tinggi untuk pertumbuhan janin dan persiapan memberikan

ASI.

Trimester I-III

Pada wanita hamil basal metabolic rate (BMR) meninggi.

Tanda wanita hamil basal metabolic rate (BMR) meninggi. BMR meningkat hingga

15-20% yang umumnya terjadi pada triwulan terahir.kalori yang dibutuhkan untuk itu

diperoleh terutama dari pembakaran hidratarang, khususnya ssudah kehamilan 20

minggu ke atas. Akan tetapi bila dibutuhka dipakaialah lemah ibu untuk mendapatkan

kalori dalam pekerjaan sehari-hari. Dalam keadaan biasa wanita cukup hemat dalam

pemakaian tenaganya. BMR kembal setelah hari ke-5 atauke-6 setelah pascapartum.

Peningkatan BMR mencerminkan peningkatan  kebutuhan oksigen pada janin,

plasenta, uterus serta peningkatan konsumsi oksigen akibat peningkatan kerja jantung

ibu. Pada kehamilan tahap awal banyak wanita mengeluh merasa lemah dan letih

setelah melakukan aktivitas ringan. Perasaan ini sebagian dapay disebabkan oleh

peningkatan aktifitas metabolic.

1. Berat badan dan indeks masa tubuh

46

dua bulan pertama kenaikan badan belum terlihat, tetapi baru tanpak dalam

bulan ke-3.

2. Darah dan pembekuan darah

Kehamilan menghasilkan perubahan dalam harga-harga normal berbagai hasil

pemeriksaan laboraturium. Perubahan ini terjadi karena :

a. Perubahan fungsi endokrin maternal.

b. Tumbuhnya lasenta yang juga berfungsi sebagai alat endokrin. Kebutuhan

metabolisme meningkat karena pertumbuhan janin.

Dengan terjadinya kehamilan, metabolise tubuh mengalami perubahan yang

mendasar, dimana kebutuhan nutrisi makin tinggi untuk pertumbuhan janin dan

persiapan memberikan ASI.

Perubahan metabolisme adalah metabolisme basal naik sebeasr 5%-20% dari

semula terutama pada trimester ke-3

47

Jenis pemeriksaan nilai Mekanisme

hemoglobin Turun sampai 10% Hemodulusi karena

kenaikan volume darah

Hematokrit Turun sampai 30% Hemodulusi karena

kenaikan volume darah

Leukosit Naik sampai 15000 / mm3 Respon terhadap naiknya

kortikosteroid

KED Naik s/d 40 mml /jam Naiknya

fibrinogen,hemodilusi

Kalium Turun s/d 3 mEq/1 Alkalosis respiraasi

Na-Q Tidak berubah -

BUNkreatitnin Turun s/d 5/10 mg%Turun

s/d 0,3-0,8 mg%

NaiknyaGFR, hemodilusi

Gula darah puasa Batas antara turun s/d 90 mg

%

Naiknya insulin

Gula darah 2 jam post

prandial

Batas naik s/d 145 mg% HPL, estrogen

1.      Keseimbangan asam basal mengalami penurunan dari 155 mEq per liter

menjadi 145 meq perliter disebabkan hemoludasi darah dan kebutuhan

mineral yang diperlukan janin.

2.      Kebutuhan protein wanita hamil makin tinggi untuk pertumbuhan dan

perkembangan janin, perkembangan organ kehamilan janin dan persiapan

laktasi. Dalam makanan diperlukan protein tinggi /2gr / kg BB atau sebutir

telur ayam sehari

3.      Kebutuhan kalori didapat dari karbohidrat, lemak dan protein

4.      Kebutuhan zat mineral untuk ibu hamil meliputi

5.      Fosfat rata-rata 2 gr dalam sehari

6.      Zat besi 800 ml atau 30-50 ml/hari

4. Embryologi janin 39 minggu

Janin sudah siap untuk dilahirkan. Janin akan mengeluarkan atau melepaskan zat

putih (vernix kaseosa) yang telah melindungi kulitnya. Ini ternyata cairan ketuban,

yang dulunya jelas, pucat dan susu. Lapisan luar kulit bayi anda juga akan mengalami

peluruhan sebagai bentuk kulit baru di bawahnya

5. Anatomi dan fisiologi Kelenjar tiroid

Kelenjar tiroid terletak di leher, anterior trakea, di antara kartilago krikoid dan

lekukan suprasternal. Tiroid terdiri dari 2 lobus yang dihubungkan dengan ismus.

Ukuran normal 12-20 gram, dengan vaskularisasi yang banyak, dan konsistensi nya

lunak. Kelenjar paratiroid yang menghasilkan hormon paratiroid terletak di posterior

setiap sudut tiroid. Saraf laringeal rekuren melintang pada tepi lateral kelenjar tiroid

dan harus dideteksi selama operasi kelenjar tiroid untuk mencegah paralisis pita suara.

Gambar 1. Anatomi Thyroid

48

Kelenjar tiroid terbentuk saat kehamilan minggu ke tiga. Kelenjar ini bermigrasi dari

foramen sekum, pada dasar lidah, sepanjang duktus tiroglosus untuk mencapai lokasi

akhirnya pada leher. Kondisi ini menyebabkan adanya lokasi tiroid ektopik mulai dari

dasar lidah (lingual tiroid) dan duktus tiroglosus sepanjang daerah perjalanan tiroid.

Sintesis hormon tiroid secara normal dimulai pada kehamilan minggu 11. Kelenjar

paratiroid berasal dari kantung faringeal ketiga (kelenjar inferior) dan keempat

(kelenjar superior) dan akan menempel pada kelenjar tiroid. Perkembangan kelenjar

tiroid diatur oleh sekelompok faktor transkripsi untuk perkembangan. Thyroid

transcription factor (TTF) 1 yang dikenal sebagai NKX2A dan TTF2 atau FKHL15,

dan PAX8 diekspresikan secara selektif oleh kelenjar tiroid. Secara kombinasi,

mereka akan mengatur perkembangan tiroid dan menginduksi gen spesifik tiroid

seperti tiroglobulin, tiroid peroksidase, sodium iodide symporter (NIS), dan TSHR

(thyroid stimulating hormone receptor). Adanya mutasi faktor ini akan menimbulkan

agenesis tiroid atau dishormonogenesis dan menimbulkan hipotiroidisme kongenital.

REGULASI AKSIS HIPOTALAMUS-HIPOFISIS-TIROID 

TSH, disekresikan oleh sel tirotropik dari pituitari anterior memegang peranan

penting dalam kontrol aksis tiroid dan merupakan petanda fungsi kelenjar tiroid. TSH

adalah hormon yang terdiri dari 2 subunit yaitu β dan α. Sub unit α sering pada

hormon glikoprotein lain seperti luteinizing hormon, Folikel Stimulating Hormon, dan

Human Chorionic Gonadotropin, sedangkan sub unit β khusus untuk TSH.

49

Gambar 2. HPT axis

Aksis tiroid merupakan contoh lengkung umpan balik dalam endokrin. TRH dari

hipotalamus akan merangsang hipofisis memproduksi TSH, yang akan merangsang

sintesis dan sekresi hormon tiroid. Hormon tiroid akan menberikan umpan balik

negatif untuk menghambat produksi TRH dan TSH. TRH adalah merupakan regulator

positif utama dari sintesis dan sekresi TSH. Puncak sekresi TSH terjadi ± 15 menit

setelah pemberian TRH eksogen sedangkan dopamin, glukokortikoid, dan

somatostatin akan menekan TSH. Penurunan kadar hormon tiroid akan meningkatkan

produksi basal TSH dan meningkatkan TSH melalui perangsangan TRH. Kadar

hormon tiroid yang tinggi akan secara cepat dan langsung menekan TSH dan

menghambat TRH merangsang TSH.

TSH dilepaskan secara pulsatif sesuai irama diurnal dengan kadar paling tinggi pada

malam hari. Waktu paruh TSH cukup lama yaitu 50 menit sehingga pengukuran

tunggal kadarnya cukup untuk melihat kadar dalam sirkulasi. TSH diukur

menggunakan immunoradiometric assay yang sangat sensitif dan spesifik yang dapat

digunakan untuk menilai kadar TSH normal atau tertekan. 

TSH akan mengontrol pertumbuhan sel tiroid dan produksi hormon dengan berikatan

pada reseptor TSH spesifik. Gangguan pada reseptor TSH karena autoantibodi akan

menimbulkan hipertroidisme pada penyakit Grave. 

50

Efek TSH pada sel tiroid adalah :

- perubahan morfologi sel tiroid : merangsang pseudopod pada sel koloid sehingga

meningkatkan resorpsi tiroglobulin 

- pertumbuhan sel tiroid, peningkatan vaskularitas 

- metabolisme yodium 

- Efek lain: meningkatkan transkripsi mRNA tiroglobilin dan TPO, meningkatkan

aktivitas lisosomal, dan 1,5’- deiodinisasi 

- Stimulasi ambilan glukosa, konsumsi oksigen, dan glukosa oksidasi 

SINTESIS, METABOLISME, DAN PERAN HORMON TIROID

Hormon tiroid berasal dari tiroglobulin (Tg), sebuah glikoprotein teriodinisasi.

Setelah disekresikan ke folikel tiroid, Tg akan diiodinisasi. Pengambilan Tg ke dalam

sel folikular tiroid akan mengawali proteolisis dan pelepasan T3 dan T4 yang baru

disintesa. 

Pengambilan iodida merupakan tahap awal sintesa tiroid. WHO menganjurkan asupan

yodium harian untuk dewasa adalah 150ug, 200 ug untuk wanita hamil dan menyusui,

50-120 ug untuk anak-anak. Iodin yang berasal dari makanan akan terikat oleh protein

serum terutama albumin. Iodin yang tidak terikat akan dieksresikan ke urin.

Kelenjar tiroid akan mengekstrak iodin dari sirkulasi. Pengambilan iodida dimediasi

oleh Na/I symporter (NIS) yang diekspresikan pada membran basolateral sel folikular

tiroid. NIS diekspresikan paling besar oleh kelenjar tiroid tetapi dalam jumlah kecil

juga diekspresikan oleh kelenjar saliva, saat menyusui, dan oleh plasenta. 

Mekanisme transport iodida ini diatur dengan baik sehingga memungkinkan adaptasi

terhadap variasi suplai makanan. Kadar iodin yang rendah akan meningkatkan jumlah

NIS dan merangsang pengambilan, sedangkan kadar yang tinggi akan menekan

ekspresi dan pengambilan NIS. Adanya ekspresi NIS yang selektif pada tiroid

memungkinkan untuk isotopic scanning, terapi hipertiroidisme, dan ablasi kanker

tiroid dengan radioisotop iodin tanpa memberikan efek signifikan pada organ tubuh

lain. Trasporter iodin lain adalah pendrin yang terletak pada permukaan apikal sel

tiroid dan memediasi efluks ke dalam lumen. Mutasi gen pendrin akan menimbulkan

sindroma Pendrin yang ditandai oleh gangguan oraganifikasi iodin, struma dan tuli

sensorineural. 

51

Defisisensi iodin akan menimbulkan struma, dan jika berat menimbulkan

hipotiroidisme dan kretinisme. Kretinisme ditandai oleh gangguan pertumbuhan dan

mental. Hal ini terjadi pada anak-anak di daerah defisiensi iodin dan tidak mendapat

pengobatan iodin atau hormon tirod untuk mengembalikan kadar hormon tiroid

normal. 

Biosintesis dan sekresi hormon tiroid 

Biosinteis hormon tiroid dimulai dengan pengambilan unsur yodium dari plasma dan

berakhir dengan sekresi ke darah, menmpuh beberapa langkah, yakni: trapping,

oksidasi dan yodinisasi, coupling, penyimpanan, deyodinisasi, proteolisis dan sekresi

hormon. 

Langkah-langkah sintesis hormon tiroid : 

1. Tahap pengambilan yodium dari plasma (trapping) 

Tahap ini merupakan transport aktif, berhubungan dengan Na, K ATP-ase melalui

Na-Iodine symporter (NIS) yang terletak di membran basalis sel folikel. Proses ini

dipicu oleh TSH dan dihambat oleh beberapa anion seperti Br, SCN,SeCN dan

pertechnetate (TcO4). Secara klinis SCN cukup penting karena merupakan zat

goitroh=genik yang berasal dari makanan yang mengandung HCN tinggi.

Pertechnetate radioaktifa dalam klinik digunakan dalam pemeriksaan pencitraan

kelenjar tiroid. Pada membran apikal sel folikel, terjadi effluks yodium ke dalam

lumen folikel dengan bantuan pendrin.

2. Oksidasi dan Yodisasi 

Intraseluler, iodine mengalami proses okisdasi dan selanjutnya bergabung dengan

tyrosil (yodinasi tyrosil) yang merupakan residu Tg, membentuk monoiodotirosin

(MIT) dan Diiodotirosine (DIT) dengan perantaraan enzim TPO. Proses ini dikenal

juga sebagai tahapan organifikasi.

3. Proses Coupling 

Dengan diperantarai enzim TPO, dua molekul DIT didalam Tg bergabung menjadi T4

(tetraiodothyronin) dan satu MIT dengan DIT membentuk T3 (triiodothyronine).

Selanjutnya hormon tiroid yang sudah selesai dibentuk ini dibentuk dalam

thyroglobuline dilumen folikel tiroid yang akan dikeluarkan apabila dibutuhkan. PTU

maupun goongan metimazol menghambat TPO dalam proses oksidasi maupun

coupling sehingga dapat digunakan dalam pengobatan secara klinis. 

4. Proteolisis 

52

Bila diperlukan dengan stimulasi TSH terjadi proteolisis Tg untuk melepaskan

hormon tiroid ke dalam sirkulasi bebas. Proteolisis Tg melepaskan hormon tiroid

dalam bentuk T3 dan T4 kedalam sirkulasi bebas, sedangkan Tg-MIT dan Tg-DIT

mengalami deyodinasi kembali dan iodidanya masuk kembali ke simpanan yodium

intratiroid sebagai cadangan yodium. Sebagian besar hormon yang disekresikan dalam

bentuk T4 (100nmol/hari), sejumlah kecil dalam bentuk T3 (5nmol/hari). Kelenjar

tiroid juga mensekresi calsitonin yang diproduksi oleh sel C. 

Setelah iodin memasuki tiroid, ia akan dikirim ke apikal membran sel folikular

dimana disana akan dioksidasi dalam reaksi yang melibatkan TPO ( tiroid peroksidase

) dan hidrogen peroksidase. Reaksi ini akan menghasilkan T3 atau T4, tergantung dari

jumlah atom yang tersedia pada iodotirosin. Setelah coupling, Tg ditarik kembali ke

sel tiroid dan akan diproses dalam lisosom untuk menghasilkan T4 dan T3.

Uncoupled mono dan diiodotirosin ( MIT , DIT) akan diiodinisasi oleh enzim

dehalogenase, sehingga akan mendaur ulang iodida yang tidak diubah menjadi

hormon tiroid. 

Gangguan sintesis hormon tiroid merupakan penyebab yang jarang untuk terjadinya

hipotiroidisme kongenital. Kelainan paling sering disebabkan adanya mutasi resesif

pada TPO atau Tg, tetapi dapat pula terjadi gangguan pada TSH-R, NIS, pendrin, dan

hidrogen peroksidase. Karena adanya gangguan biosintesis, kelenjar tidak mampu

memproduksi hormon sehingga menimbulkan peningkatan TSH dan pembesaran

struma. 

TSH mengatur fungsi kelanjar tiroid melalui TSH-R, suatu reseptor transmembran G-

protein-coupled ( GPCR) sehingga mengaktifkan adenylyl cyclase sehingga

meningkatkan produksi cyclic AMP. Berbagai growth factor yang diproduksi oleh

kelenjar tiroid juga mempengaruhi sintesis hormon tiroid, termasuk insulin like

growth factor ( IGF-1), epidermal growth factor, transforming growth factor β (TGF-

β), endotelin, dan berbagai sitokin. Sitokin dan interleukin ( IL) tertentu dihasilkan

dan berhubungan dengan penyakit tiroid autoimun, sedangkan yang lain berhubungan

dengan apoptosis. Adanya defisiensi iodin akan meningkatkan aliran darah tiroid dan

mempengaruhi NIS untuk melakukan pengambilan lebih efektif. 

Metabolisme dan transport Hormon Tiroid 

T4 disekresi dari kelenjar tiroid 20 lipat lebih banyak dari pada T3. Kedua hormon ini

terikat pada plasma protein termasuk TBG ( Thyroxine Binding Globulin),

TTR( Transthyretin), dan albumin. Konsentrasi TBG sangat rendah, tetapi karena

53

afinitasnya tinggi terhadap hormon tiroid, maka dapat membawa 80% dari hormon

yang terikat, sedangkan albumin afinitasnya rendah terhadap hormon tiroid, tetapi

karena kadarnya yang tinggi di plasma maka dapat membawa 10% T4 dan 30% T3.

TTR membawa 10% T4 tetapi hanya sedikit T3. Karena kadar T3 lebih kurang

terikatnya dibandingkan T4 maka kadar T3 bebas lebih besar dari pada T4 bebas.

Hanya hormon yang bebas yang secara biologis aktif ke jaringan.

Efek Hormon Tiroid 

Hormon tiroid bekerja dengan berikatan pada reseptor hormon tiroid ( TRs ) α dan β

dengan afinitas yang sama. T3 terikat 10-15 kali lebih besar afinitasnya dari pada T4. 

Efek hormon tiroid antara lain pada : 

- Perkembangan fetus 

fT3 dan T4 dari ibu akan melewati plasenta dan membantu perkembangan otak awal

fetus. Setelah minggu ke-11 maka fetus akan mengandalkan fungsi tiroidnya sendiri 

- Konsumsi oksigen , produksi panas, dan pembentukan radikal bebas 

T3 akan meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas dengan menstimulasi Na-

KATP ase pada semua jaringan kecuali otak, limpa dan testis. Hal ini akan

menimbulkan peningkatan metabolisme basal. 

- Kardiovaskular 

T3 akan menstimulasi transkripsi retikulum sarkoplasma Ca2+ATPase sehingga

meningkatan waktu relaksasi diastolik, depolarisasi dan repolarisasi SA sehingga

meningkatkan denyut jantung. Hormon tiroid juga akan meningkatan sensitivitas

adrenergik, menurunkan resistensi vaskular. 

- Simpatis 

Hormon tiroid akan meningkatkan respeptor β adrenergik pada jantung dan otot

skeletal, jaringan lemak, dan limfosit serta meningkatkan sensitivitas katekolamin. 

- Paru 

Hormon tiroid akan mengatur respon ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapnia pada

pusat pernapasan di batang otak. 

- Hematopoetik 

Meningkatnya kebutuhan oksigen pada hipertiroidisme akan meningkatkan

eritropoesis melalui peningkatan produksi eritropoetin atau efek langsung pada

sumsum tulang tetapi kadar hematokrit tidak meningkat karena volume plasma juga

meningkat. 

- Gastrointestinal 

54

Hormon tiroid akan meningkatkan motilitas usus. 

- Skeletal 

Hormon tiroid akan menstimulasi turn over tulang, meningkatkan resorpsi tulang serta

pembentukannya. 

- Neuromuskular 

Pada hipertiroidisme akan terjadi peningkatan turn over dan hilangnya protein pada

otot sehingga terjadi miopati proksimal. Terjadi pula peningkatan kontraksi dan

relaksasi otot sehingga terjadi hiperrefleksia. 

- Metabolisme karbohidrat dan lipid 

Hipertiroidisme akan meningkatkan glukoneogenesis dan glikogenolisis dan juga

absorbsi glukosa di usus. Lipolisis juga akan meningkat. 

- Endokrin 

Hormon tiroid mempengaruhi produksi, respon, dan bersihan berbagi hormon. Pada

anak dengan hipotiroidisme akan terjadi gangguan hormon pertumbuhan,

menghambat puberitas dengan menganggu GnRH. Hipotiroidisme dapat

menimbulkan hiperprolaktinemia. Pada hipertiroidisme terjadi peningkatan

aromatisasi androgen menjadi estrogen sehingga dapat terjadi ginekomastia.

55

VI. KERANGKA KONSEP

56

VII. KESIMPULANMrs. Mima 38 tahun dengan riwayat G4P3A0 , kehamilan 39 minggu mengalami

Eklampsia dengan Grave’s Disease

57

DAFTAR PUSTAKA

Leksana, Mirzanie H. Chirurgica. 2005. Tosca Enterprise Hal VIII.1 – 5

Noer S, dkk. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta : FKUI

Kenneth J. Lereno, dkk. 2009. Obstetri William : panduan ringkas Jakarta : EGC

Price, S.A.1999. Patofisiologis.edisi 4. Jakarta : EGC

Sjamsuhidajat R, Jong WD. 1996. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Wiknjosastro, H. 2008. dalam Ilmu Kebidanan Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

http://emedicine.medscape.com/article/253960-overview#aw2aab6c19

58