laporan pupuk klp 4

37
Laporan Praktikum Dosen Pembimbing Pengolahan Limbah Elvie Yenie, ST., M.Eng PEMBUATAN PUPUK CAIR DARI SAMPAH BUAH Kelompok : IV (Empat) Nama Kelompok : 1. Fahrul Amry (1207021329) 2. Khairunnisa (1207021228) 3. Mutiqnal Hidayat (1207036504)

Upload: ricky-putra-siregar

Post on 21-Feb-2016

235 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

uutljhc;kb;ljlj

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pupuk Klp 4

Laporan Praktikum Dosen PembimbingPengolahan Limbah Elvie Yenie, ST., M.Eng

PEMBUATAN PUPUK CAIR DARI SAMPAH BUAH

Kelompok : IV (Empat)

Nama Kelompok : 1. Fahrul Amry (1207021329)

2. Khairunnisa (1207021228)

3. Mutiqnal Hidayat (1207036504)

LABORATORIUM DASAR-DASAR PROSES KIMIA

PROGRAM STUDI D-III TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS RIAU

2014

Page 2: Laporan Pupuk Klp 4

Abstrak

Page 3: Laporan Pupuk Klp 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Dasar Teori

1.1.1 Sampah

Sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan, telah

diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan sudah tidak

bermanfaat, dari segi ekonomi sudah tidak ada harganya lagi dan dari segi

lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian alam

(Amurwarahaja, 2006).

Sedangkan menurut Azwar (1990), sampah (refuse) adalah sebagian dari

sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang

umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan

industri), tetapi bukan biologis (karena human waste tidak termasuk didalamnya)

dan umumnya bersifat padat.

Sumber sampah yang terbanyak berasal dari pemukiman dan pasar

tradisional. Sampah pasar khususnya, seperti pasar sayur mayur, pasar buah, atau

pasar ikan, jenisnya relatif seragam, sebagian besar (95%) berupa sampah organik

sehingga lebih mudah ditangani. Sampah yang berasal dari pemukiman umumnya

sangat beragam, tetapi secara umum minimal 75% terdiri dari sampah organik dan

sisanya anorganik (Sudradjat, 2006).

1.1.2 Jenis-jenis Sampah

Menurut Purwendro dan Nurhidayati (2006), sampah tergolong dalam tiga

jenis, yaitu:

Sampah Organik

Sampah Organik berasal dari makhluk hidup, baik manusia, hewan,

maupun tumbuhan. Sampah organik sendiri dibagi menjadi sampah

organik basah dan sampah organik kering. Istilah sampah organik basah

dimaksudkan sampah yang mempunyai kandungan air yang cukup tinggi,

contohnya kulit buah dan sisa sayuran. Sedangkan bahan yang termasuk

Page 4: Laporan Pupuk Klp 4

sampah organik kering adalah sampah yang mempunyai kandungan air

yang rendah, contohnya kayu, ranting kering, dan dedaunan kering.

Sampah anorganik

Sampah anorganik bukan berasal dari makhluk hidup. Sampah ini berasal

dari bahan yang dapat diperbaharui (recycle) dan sampah ini sulit terurai

oleh jasad renik. Jenis sampah ini misalnya bahan yang terbuat dari

plastik dan logam.

Sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

Sampah B3 yang dikategorikan beracun dan berbahaya bagi manusia.

Umumnya sampah ini mengandung merkuri seperti kaleng bekas cat

semprot atau minyak wangi.

1.1.3 Pupuk

Berdasarkan sumber bahan yang digunakan, pupuk dibedakan menjadi

pupuk anorganik dan pupuk organik.

Pupuk anorganik adalah pupuk yang berasal dari bahan mineral yang telah

diubah melalui proses produksi sehingga menjadi senyawa kimia yang mudah

diserap tanaman. Sementara itu, pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari

bahan organik atau makhluk hidup yang telah mati. Bahan organik ini akan

mengalami pembusukan oleh mikroorganisme sehingga sifat fisiknya akan

berbeda dari semula. Pupuk organik termasuk pupuk majemuk lengkap karena

kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur dan mengandung unsur mikro

(Hadisuwito, 2007).

Berdasarkan cara pembuatannya, pupuk organik terbagi menjadi dua

kelompok, yaitu: pupuk organik alami dan pupuk organik buatan. Jenis pupuk

yang tergolong dalam kelompok pupuk organik alami benar-benar langsung

diambil dari alam, seperti dari sisa hewan, tumbuhan, tanah, baik dengan atau

tanpa sentuhan teknologi yang berarti. Pupuk yang termasuk dalam kelompok ini

antara lain pupuk kandang, kompos, pupuk hijau, humus, dan pupuk burung.

Pupuk organik buatan dibuat untuk memenuhi kebutuhan pupuk tanaman

yang bersifat alami atau non kimia, berkualitas baik, dengan bentuk, ukuran, dan

kemasan yang praktis, mudah didapat, didistribusikan, dan diaplikasikan, serta

Page 5: Laporan Pupuk Klp 4

dengan kandungan unsur hara yang lengkap dan terukur. Berdasarkan bentuknya,

ada dua jenis pupuk organik buatan, yaitu padat dan cair (Marsono dan Paulus,

2001).

Berdasarkan bentuknya, pupuk organik dibagi menjadi dua, yakni pupuk

cair dan padat. Pupuk organik cair adalah larutan dari hasil pembusukan bahan –

bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang

kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. Sedangkan pupuk organik padat

adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang

berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan kotoran manusia yang berbentuk

padat (Hadisuwito, 2007).

Menurut Litauditomo (2007), jenis sampah organik yang dapat diolah

menjadi pupuk organik adalah:

1. Sampah sayur baru

2. Sisa sayur basi, tetapi ini harus dicuci terlebih dahulu, diperas, lalu

dibuang airnya.

3. Sisa nasi.

4. Sisa ikan, ayam, kulit telur.

5. Sampah buah (anggur, kulit jeruk, apel, dan lain-lain). Tapi tidak termasuk

kulit buah yang keras seperti kulit salak.

Jenis sampah organik yang tidak bisa diolah adalah:

1. Protein seperti daging, ikan, udang, juga lemak, santan, susu karena

mengundang lalat sehingga tumbuh belatung.

2. Biji-biji utuh atau keras seperti biji salak, asam, lengkeng, alpukat, dan

sejenisnya. Buah utuh yang tidak dimakan karena busuk dan berair seperti

pepaya, melon, jeruk, anggur.

3. Sisa sayur yang berkuah harus dibuang airnya, kalau bersantan harus

dibilas air dan ditiriskan.

Page 6: Laporan Pupuk Klp 4

1.1.4 Pupuk Cair Organik

Menurut Simamora, dkk (2005), pupuk cair organik adalah pupuk yang

bahan dasarnya berasal dari hewan dan tumbuhan yang sudah mengalami

fermentasi dan bentuk produknya berupa cairan. Kandungan bahan kimia di

dalamnya maksimum 5%. Penggunaan pupuk cair memiliki beberapa keuntungan

sebagai berikut:

1. Pengaplikasiannya lebih mudah jika dibandingkan dengan pengaplikasian

pupuk organik padat.

2. Unsur hara yang terdapat di dalam pupuk cair mudah diserap tanaman.

3. Mengandung mikroorganisme yang jarang terdapat dalam pupuk organik

padat.

4. Pencampuran pupuk organik cair dengan pupuk organik padat

mengaktifkan unsur hara yang ada dalam pupuk organik padat tersebut.

Dibandingkan dengan pupuk anorganik, pupuk organik cair umumnya

tidak merusak tanah dan tanaman walaupun digunakan sesering mungkin. Selain

itu, pupuk ini juga memiliki bahan pengikat sehingga larutan pupuk yang

diberikan ke permukaan tanah bisa langsung digunakan oleh tanaman

(Hadisuwito, 2007).

1.1.5 Kompos

Kompos adalah pupuk alami (organik) yang terbuat dari bahan - bahan

hijauan dan bahan organik lain yang sengaja ditambahkan untuk mempercepat

proses pembusukan, misalnya kotoran ternak atau bila dipandang perlu, bisa

ditambahkan pupuk buatan pabrik, seperti urea. Sampah kota bisa juga digunakan

sebagai kompos dengan catatan bahwa sebelum diproses menjadi kompos sampah

kota harus terlebih dahulu dipilah-pilah, kompos yang rubbish harus dipisahkan

terlebih dahulu. Jadi yang nantinya dimanfaatkan sebagi kompos hanyalah

sampah-sampah jenis garbage saja (Wied, 2004).

Pada prinsipnya semua bahan yang berasal dari makhluk hidup atau bahan

organik dapat dikomposkan. Seresah, daun-daunan, pangkasan rumput, ranting,

dan sisa kayu dapat dikomposkan. Kotoran ternak, binatang, bahkan kotoran

Page 7: Laporan Pupuk Klp 4

manusia bisa dikomposkan. Kompos dari kotoran ternak lebih dikenal dengan

istilah pupuk kandang. Sisa makanan dan bangkai binatang bisa juga menjadi

kompos. Ada bahan yang mudah dikomposkan, ada bahan yang agak mudah, dan

ada yang sulit dikomposkan. Sebagian besar bahan organik mudah dikomposkan.

Bahan yang agak mudah dikomposkan antara lain: kayu keras, batang, dan

bambu. Bahan yang sulit dikomposkan antara lain adalah kayu-kayu yang sangat

keras, tulang, rambut, tanduk, dan bulu binatang (Sriyanto, 2009).

Berbeda dengan proses pengolahan sampah yang lainnya, maka pada

proses pembuatan kompos baik bahan baku, tempat pembuatan maupun cara

pembuatan dapat dilakukan oleh siapapun dan dimanapun. Kompos dapat

digunakan untuk tanaman hias, tanaman sayuran, tanaman buah-buahan maupun

tanaman padi disawah. Bahkan hanya dengan ditaburkan diatas permukaan tanah,

maka sifat-sifat tanah tersebut dapat dipertahankan atau dapat ditingkatkan.

Apalagi untuk kondisi tanah yang baru dibuka, biasanya tanah yang baru dibuka

maka kesuburan tanah akan menurun. Oleh karena itu, untuk mengembalikan atau

mempercepat kesuburannya, maka tanah tersebut harus ditambahkan kompos

(Sulistyoroni, 2005).

1.1.6 Prinsip Pengomposan

Bahan organik tidak dapat langsung digunakan atau dimanfaatkan oleh

tanaman karena perbandingan C/N dalam bahan tersebut relatif tinggi atau tidak

sama dengan C/N tanah. Nilai C/N tanah sekitar 10-12. Apabila bahan organik

mempunyai kandungan C/N mendekati atau sama dengan C/N tanah maka bahan

tersebut dapat digunakan atau diserap tanaman. Namun, umumnya bahan organik

yang segar mempunyai C/N yang tinggi, seperti jerami padi 50-70, daun-daunan >

50 (tergantung jenisnya), kayu yang telah tua dapat mencapai 400.

Prinsip pengomposan adalah menurunkan C/N rasio bahan organik

sehingga sama dengan tanah (<20). Dengan semakin tingginya C/N bahan maka

proses pengomposan akan semakin lama karena C/N harus diturunkan. Di dalam

perendaman bahan-bahan organik pada pembuatan kompos cair terjadi aneka

perubahan hayati yang dilakukan jasad renik. Perubahan hayati yang penting yaitu

sebagai berikut:

Page 8: Laporan Pupuk Klp 4

1. Penguraian hidrat arang, selulosa, dan hemiselulosa.

2. Penguraian zat lemak dan lilin menjadi CO2 dan air.

3. Terjadi peningkatan beberapa jenis unsur di dalam tubuh jasad renik

terutama nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Unsur-unsur tersebut

akan terlepas kembali bila jasad-jasad renik tersebut mati.

4. Pembebasan unsur-unsur hara dari senyawa-senyawa organik menjadi

senyawa anorganik yang berguna bagi tanaman.

Akibat perubahan tersebut, berat, isi bahan kompos tersebut menjadi

sangat berkurang. Sebagian senyawa arang hilang, menguap ke udara. Kadar

senyawa N yang larut (amoniak) akan meningkat. Peningkatan ini tergantung

pada perbandingan C/N bahan asal. Perbandingan C/N akan semakin kecil berarti

bahan tersebut mendekati C/N tanah. Idealnya C/N bahan sedikit lebih rendah

dibanding C/N tanah (Murbondo, 2004).

Kecepatan suatu bahan menjadi kompos dipengaruhi oleh kandungan C/N

semakin mendekati C/N tanah maka bahan tersebut akan semakin lebih cepat

menjadi kompos. Tanah pertanian yang baik mengandung unsur C dan N yang

seimbang. Setiap bahan organik mempunyai kandungan C/N yang berbeda.

Dalam proses pengomposan terjadi perubahan seperti 1) karbohidrat,

selulosa, hemiselulosa, lemak, dan lilin, menjadi CO2 dan air. 2) zat putih telur

menjadi amonia, CO2 dan air. 3) penguraian senyawa organik menjadi senyawa

yang dapat diserap tanaman. Dengan perubahan tersebut, kadar karbohidrat akan

hilang atau turun. Dan senyawa N yang larut (amonia) meningkat. Dengan

demikian, C/N semakin rendah dan relatif stabil mendekati C/N tanah (Indriani,

2004).

Page 9: Laporan Pupuk Klp 4

Tabel 1.1. Kandungan C/N dari berbagai sumber bahan organik

No Jenis Bahan Organik Kandungan C/N

1. Urine Ternak 0,8

2. Kotoran Ayam 5,6

3. Kotoran Sapi 15,8

4. Kotoran Babi 11,4

5. Kotoran Manusia 6 – 10

6. Darah 3

7. Tepung Tulang 8

8. Urine Manusia 0,8

9. Eceng Gondok 17,6

10. Jerami Gandum 80 – 130

11. Jerami Padi 80 – 130

12. Ampas Tebu 110 – 120

13. Jerami Jagung 50 – 60

14. Sesbania sp. 17,9

15. Serbuk Gergaji 500

16. Sisa Sayuran 11 – 27

(Simamora dan Sulundik, 2006)

1.1.7 Pengomposan Anaerobik

Proses pengomposan anaerobik berjalan tanpa adanya oksigen. Biasanya,

proses ini dilakukan dalam wadah tertutup sehingga tidak ada udara yang masuk

(hampa udara). Proses pengomposan ini melibatkan mikroorganisme anaerob

Page 10: Laporan Pupuk Klp 4

untuk membantu mendekomposisikan bahan yang dikomposkan. Bahan baku

yang dikomposkan secara anaerob biasanya berupa bahan organik yang yang

berkadar air tinggi.

Pengomposan anaerobik akan menghasilkan gas metan (CH4),

karbondioksida (CO2), dan asam organik yang memiliki bobot molekul rendah

seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam laktat, dan asam suksinat.

Gas metan dapat dimanfaatkan menjadi bahan bakar alternatif (biogas). Sisanya

berupa lumpur yang mengandung padatan dan cairan. Bagian padat ini yang

disebut kompos padat dan yang cair disebut kompos cair (Simamora dan

Sulundik, 2006).

1.1.8 Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Pupuk Organik

Pembuatan pupuk organik dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

1. Perbandingan Karbon-Nitrogen (C/N) bahan baku pupuk organik

Nitrogen adalah zat yang dibutuhkan bakteri penghancur untuk tumbuh

dan berkembangbiak. Timbunan bahan kompos yang kandungan nitrogennya

terlalu sedikit (rendah) tidak menghasilkan panas sehingga pembusukan bahan-

bahan menjadi amat terlambat. Oleh karenanya, semua bahan dengan kadar C/N

yang tinggi, misalnya kayu, biji-bijian yang keras, dan tanaman menjalar, harus

dicampur dengan bahan yang berair. Pangkasan daun dari kebun dan sampah-

sampah lunak dari dapur amat tepat digunakan sebagai bahan pencampur

(Murbandono, 2000).

Rasio C/N adalah perbandingan kadar karbon (C) dan kadar nitrogen (N)

dalam satu bahan. Semua makhluk hidup terbuat dari sejumlah besar bahan

karbon (C) serta nitrogen (N) dalam jumlah kecil. Unsur karbon dan bahan

organik (dalam bentuk karbohidrat) dan nitrogen (dalam bentuk protein, asam

nitrat, amoniak, dan lain-lain) merupakan makanan pokok bagi bakteri

anaerobik.Unsur Karbon (C) digunakan untuk energi dan unsur nitrogen (N)

digunakan untuk struktur sel dan bakteri. Bakteri memakan habis unsur C 30 kali

lebih cepat daripada memakan unsur N. Pembuatan kompos yang optimal

membutuhkan rasio C/N 25/1 sampai 30/1 (Yuwono, 2006).

Page 11: Laporan Pupuk Klp 4

Dalam proses pengomposan, 2/3 dari karbon digunakan sebagai sumber

energi bagi pertumbuhan mikroorganisme, dan 1/3 lainnya digunakan untuk

pertumbuhan sel bakteri. Perbandingan C dan N awal yang baik dalam bahan

yang dikomposkan adalah 25-30 (satuan berat kering), sedang C/N diakhir proses

adalah 12-15. Harga C/N tanah < 20 sehingga bahan-bahan yang mempunyai

harga C/N mendekati C/N tanah dapat langsung digunakan (Damanhuri dan

Padmi, 2007).

2. Ukuran Bahan

Semakin kecil ukuran bahan, proses pengomposan akan lebih cepat dan

lebih baik karena mikroorganisme lebih mudah beraktivitas pada bahan yang

lembut daripada bahan dengan ukuran yang lebih besar. Ukuran bahan yang

dianjurkan pada pengomposan aerobik antara 1-7,5 cm. Sedangkan pada

pengomposan anaerobik, sangat dianjurkan untuk menghancurkan bahan selumat-

lumatnya sehingga menyerupai bubur atau lumpur. Hal ini untuk mempercepat

proses penguraian oleh bakteri dan mempermudah pencampuran bahan (Yuwono,

2006).

3. Komposisi Bahan

Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan lebih cepat.

Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila ditambah dengan

kotoran hewan.

4. Jumlah mikroorganisme

Dengan semakin banyaknya jumlah mikroorganisme, maka proses

pengomposan diharapkan akan semakin cepat.

5. Kadar air Bahan

Kadar air bahan yang dianjurkan dalam pengomposan aerobik adalah 40-

50%. Kondisi ini harus dijaga agar mikroorganisme aerobik dalam kompos dapat

bekerja dengan baik dan tidak mati. Terlalu banyak kadar air akan berakibat bahan

semakin padat, melumerkan sumber makanan yang dibutuhkan mikroba dan

Page 12: Laporan Pupuk Klp 4

memblokir oksigen yang masuk. Namun, apabila air terlalu sedikit maka bahan

kering dan tidak mendukung mikroba.

Pengomposan secara anaerobik membutuhkan kadar air yang tinggi, yaitu

50% ke atas. Kadar air yang banyak pada proses anaerobik diperlukan bakteri

untuk membentuk senyawa-senyawa gas dan beraneka macam asam organik

sehingga pengendapan kompos akan lebih cepat. Secara fisik, kadar air juga akan

memudahkan proses penghancuran bahan organik dan mengurangi bau (Yuwono,

2006).

6. Suhu

Faktor suhu sangat berpengaruh terhadap proses pengomposan karena

berhubungan dengan jenis mikroorganisme yang terlibat. Suhu optimum yang

bagi pengomposan adalah 40-60oC. Bila suhu terlalu tinggi mikroorganisme akan

mati. Bila suhu relatif rendah mikroorganisme belum dapat bekerja atau dalam

keadaan dorman.

7. Keasaman (pH)

Keasaman atau pH dalam tumpukan kompos juga mempengaruhi aktivitas

mikroorganisme. Kisaran pH yang baik sekitar 6,5-7,5 (netral). Oleh karena itu,

dalam proses pengomposan sering diberi tambahan kapur atau abu dapur untuk

menaikkan pH.

Derajat keasaman pada awal proses pengomposan akan mengalami

penurunan karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam proses

pengomposan mengubah bahan organik menjadi asam organik. Pada proses

selanjutnya, mikroorganisme dari jenis lain akan mengkonversikan asam organik

yang telah terbentuk sehingga bahan memiliki derajat keasaman yang tinggi dan

mendekati normal (Djuarnani, dkk, 2005).

Kondisi asam pada proses pengomposan biasanya diatasi dengan pemberian

kapur. Namun dengan pemantauan suhu bahan kompos secara tepat waktu dan

benar suudah dapat mempertahankan kondisi pH tetap pada titik netral tanpa

pemberian kapur (Yuwono, 2006).

Page 13: Laporan Pupuk Klp 4

1.1.9 Mikroorganisme Lokal (MOL)

Mikroorganisme lokal (MOL) adalah aktivator atau starter kompos yang

diperlukan untuk mempercepat pengomposan namun dibuat sendiri dan berasal

dari sampah organik rumah tangga. Keunggulanan penggunaan MOL tentu saja

karena murah meriah tanpa biaya. MOL merupakan kumpulan mikroorganisme

yang bisa “diternakkan”, fungsinya dalam konsep zero waste adalah untuk starter

pembuatan kompos organik. Dengan MOL ini maka konsep pengomposan bisa

selesai dalam waktu 3 mingguan (Wulandari dkk, 2009). Selain untuk starter

kompos, MOL bisa juga dipakai untuk pupuk cair dengan cara diencerkan terlebih

dahulu, 1 bagian MOL dicampur 15 bagian air (Vidi Januardani, 2009).

Menurut Wulandari, dkk (2009), ada tiga bahan utama yang menyusun

MOL, yaitu:

1. Karbohidrat: Bisa dari air cucian beras (tajin), nasi bekas (basi), singkong,

kentang, gandum. Bahan yang paling sering digunakan adalah air tajin.

2. Glukosa: bisa dari gula merah bata diencerkan dengan air (diulek sampai

halus), bisa dari cairan gula pasir, bisa dari gula batu dicairkan, bisa dari

air gula, air kelapa.

3. Sumber Bakteri: Bisa dari keong, kulit buah-buahan misalnya tomat,

pepaya, dan lain - lain, lalu bisa juga dari air kencing, atau apapun yang

mengandung sumber bakterinya.

Pada prinsipnya MOL tidak berbeda dengan prinsip pembuatan kompos,

hanya saja prinsip pembuatan MOL membutuhkan lebih banyak air dan sedikit

udara. Untuk mempercepat pertumbuhan mikroorganisme, ditambahkan gula atau

bahan-bahan organik yang manis, seperti air kelapa, air tebu, air nira, dan buah-

buahan yang manis. Bahan-bahan membuat MOL juga tidak berbeda dengan

bahan-bahan kompos, hanya saja volume bahan organiknya lebih sedikit dan lebih

banyak air, ditambah dengan gula atau bahan organik yang manis.

1.1.10 Rendemen

Rendemen adalah perbandingan berat kering terhadap berat basah dan

dinyatakan dalam persen. Menurut Taib, dkk (1989), rendemen dapat ditentukan

Page 14: Laporan Pupuk Klp 4

dengan cara bahan ditimbang sebelum diolah yang dinyatakan sebagai berat

basah. Kemudian setelah selesai diolah bahan ditimbang kembali dan dinyatakan

sebagai berat kering. Kemudian rendemen dapat dihitung dengan rumus:

(Taib dkk, 1989).

1.1.11Air Cucian Beras (Air Tajin)

Beras adalah gabah yang bagian kulitnya sudah dibuang dengan cara

digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas dan penggiling (huller) serta

penyosoh (Chamsyah dan Adesca, 2011).

Kandungan nutrisi beras yang tertinggi terdapat pada bagian kulit ari.

Sayangnya sebagian besar nutrisi pada kulit ari telah hilang selama proses

penggilingan dan penyosohan beras. Sekitar 80% vitamin B1, 70% vitamin B3,

90% vitamin B6, 50% mangan (Mn), 50% fosfor (P), 60% zat besi (Fe), 100%

serat, dan asam lemak esensial hilang dalam proses membuat beras. Saat mencuci

beras, biasanya air cucian pertama akan berwarna keruh. Warna keruh bekas

cucian itu menunjukkan bahwa lapisan terluar dari beras ikut terkikis. Meskipun

banyak nutrisi yang telah hilang, namun pada bagian kulit ari masih terdapat sisa-

sisa nutrisi yang sangat bermanfaat tersebut. Misalkan fosfor (P), salah satu unsur

utama yang dibutuhkan tanaman dan selalu ada dalam pupuk majemuk tanaman

semisal NPK. Fosfor berperan dalam memacu pertumbuhan akar dan

pembentukan sistem perakaran yang baik dari benih dan tanaman muda. Nutrisi

lainnya adalah zat besi yang penting bagi pembentukan hijau daun (klorofil) juga

berperan penting dalam pembentukan karbohidrat, lemak dan protein. Selain itu

kulit ari juga mengandung vitamin, mineral, dan fitonutrien yang tinggi. Vitamin

sangat berperan dalam proses pembentukan hormon dan berfungsi sebagai

koenzim yang merupakan komponen non-protein untuk mengaktifkan enzim

(Anonim, 2011).

Air cucian beras dapat dimanfaatkan sebagai penyubur tanaman.Air cucian

beras mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi. Karbohidrat bisa jadi

perantara terbentuknya hormon auksin dan giberelin. Dua jenis bahan yang

Page 15: Laporan Pupuk Klp 4

banyak digunakan dalam zat perangsang tumbuh (ZPT) buatan. Auksi bermanfaat

untuk merangsang pertumbuhan pucuk dan kemunculan tunas baru sedangkan

giberelin berguna untuk merangsang pertumbuhan akar. Aplikasi air cucian beras

cukup dengan menyiramnya ke media tanam misal tanah. Air cucian beras banyak

mengandung vitamin B1 yang berasal dari kulit ari beras yang ikut hanyut dalam

proses pencuciannya, dimana vitamin B1 merupakan unsur horman  (fitohormon)

dan hormone tersebut dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman. Maka dari itu,

vitamin B1 ini berguna dalam mobilisasi karbohidrat hingga bagus untuk tanaman

yang baru replanting (Chamsyah dan Adesca, 2011).

Formulasi air cucian beras merupakan media alternatif pembawa bakteri

Pseudomonas fluorescens yang berperan dalam pengendalian patogen penyebab

penyakit karat dan pemicu pertumbuhan tanaman. Bakteri Pseudomonas

fluorescens adalah bakteri yang mampu mengklon dan beradaptasi dengan baik

pada akar tanaman serta mampu untuk mensintesis metabolit yang mampu

menghambat pertumbuhan dan aktivitas patogen atau memicu ketahanan sistemik

dari tanaman terhadap penyakit tanaman (Rezafauzi, 2011).

Page 16: Laporan Pupuk Klp 4

BAB II

METODELOGI PERCOBAAN

2.1. Bahan dan Alat

2.1.1. Bahan-bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sampah sayuran, air

sumur, tapai, gula pasir, gula merah, air bekas cucian beras (cucian pertama).

2.1.2. Alat-alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah ember ukuran 25 liter

sebanyak 3 buah, karung beras ukuran 20 kg, botol air mineral 1,5 liter, panci,

kompor, gelas ukur 10 ml, kertas indikator pH dan timbangan.

2.2. Prosedur Percobaan

2.2.1 Prosedur Pembuatan Mikroorganisme Lokal (MOL):

Mikroorganisme Lokal (MOL) dari tapai dibuat dengan mencampurkan

tapai yang terbuat dari singkong sebanyak 100 gram dengan 1,125 liter air sumur

serta 150 gram gula pasir. Campuran tersebut dimasukkan dalam botol, kemudian

diaduk hingga merata dan disimpan selama 5 hari tanpa ditutup. Setelah 5 hari,

jika dicium telah berbau wangi alkohol, maka MOL telah bisa dipakai.

2.2.2 Prosedur Pembuatan Cairan Molase

Cairan molase dibuat dengan cara memasukkan air sebanyak 500 ml ke

dalam panci dan diletakkan di atas kompor. Lalu air dipanaskan. Setelah

mendidih, gula merah dimasukkan ke dalam panci sebanyak 500 gram, diaduk

hingga terlarut merata, kemudian didinginkan.

2.2.3 Proses Pengomposan

Sampah sayuran dirajang dengan ukuran 1-3 cm. Sampah yang telah

dirajang kemudian dimasukkan ke dalam karung 20 kg sebanyak 2,5 kg dan

ditekan sampai padat. Karung diikat dengan tali. Larutan media dibuat dengan

Page 17: Laporan Pupuk Klp 4

cara mencampurkan air sumur 1 liter, cairan molase 500 ml, air bekas cucian

beras (air tajin) 1 liter, dan larutan MOL dengan dosis 20 ml dan 30 ml, lalu

dimasukkan ke dalam ember. Karung yang berisi sampah sayuran dimasukkan ke

dalam larutan media sampai terendam. Beban diletakkan di atas karung agar

karung tidak mengapung. Ember ditutup rapat dengan plastik dengan cara

mengikat erat dengan tali pada bagian atas ember. Lalu disimpan di tempat yang

teduh dan terhindar dari sinar matahari langsung selama 7 hari. Setelah fermentasi

selesai, tutup ember dibuka dan karung dikeluarkan dari ember. Kompos cair siap

untuk dianalisis.

2.2.4 Diagram Alir Pembuatan Pupuk Kompos Cair

Proses pembuatan pupuk kompos cair dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Page 18: Laporan Pupuk Klp 4

Gambar 2.1. Diagram Alir Pembuatan Pupuk Kompos Cair dari Sampah Sayuran

dengan Menggunakan Mikroorganisme Lokal (MOL) sebagai Bioaktivator

Larutan media dengan mencampurkan MOL

(dosis 20 ml dan 30 ml), air sumur, cairan molase,

dan air cucian beras

Page 19: Laporan Pupuk Klp 4

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 20: Laporan Pupuk Klp 4

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Page 21: Laporan Pupuk Klp 4

DAFTAR PUSTAKA

Amurwarahaja, I. P., (2006), “Analisis Teknologi Pengolahan Sampah Dengan

Proses Hirarki Analitik dan Metode Valuasi Kontingensi Studi Kasus di

Jakarta Timur, Makalah Falsafah Sains”, Institut Pertanian Bogor, Ilmu

Pengolahan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Program Pascasarjana,

Bogor.

Damanhuri, E., (1988), “Optimasi Lahan Sanitary Landfill, Suatu Konsep”, Jurnal

Tehnik Penyehatan Edisi Mei.

Depkes, RI., (1987), “Pedoman Bidang Studi Pembuangan Sampah”, Akademi

Penilik Kesehatan Teknologi Sanitasi (APKTS), Proyek Pengembangan

Pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat Departemen Kesehatan, Jakarta.

Djuarnani, N., Kristian, B.S., Setiawan, (2005), “Cara Tepat Membuat Kompos”,

Agromedia Pustaka, Jakarta.

Fitria, Yulya., (2008), “Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Cair Industri

Perikanan Menggunakan Asam Asetat dan EM4 (Effective

Microorganisme 4)”, Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kusnadi, dkk., (2009), “Pemanfaatan Sampah Organik Sebagai Bahan Baku

Produksi Bioetanol Sebagai Energi Alternatif”, Universitas Pendidikan

Indonesia, Bandung.

Murbondo, L., (2004), “Pupuk Organik Padat, Pembuatan Aplikasi”, Penebar

Swadaya, Jakarta.

Simamora, S., dan Sulundik, (2006), “Meningkatkan Kualitas Kompos”,

Agromedia Pustaka, Jakarta.

Taib, G., G. Said, S. Wiraatmaja., (1989), “Operasi Pengeringan dan Pengolahan

Hasil Pertanian”, Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.

Tim Penyusun. 2013. Penuntun Praktikum Pengolahan Limbah. Pekanbaru :

Program Studi D-III Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau.

Wied, Hary Apriaji., (2004). “Memproses Sampah”, Penebar Swadaya, Jakarta.

Yuwono, D., (2006), “Kompos dengan Cara Aerob Maupun Anaerob untuk

Menghasilkan Kompos yang Berkualitas”, Penebar Swadaya, Jakarta.

Page 22: Laporan Pupuk Klp 4

LAMPIRAN A

ANALISIS DATA

Page 23: Laporan Pupuk Klp 4

1. Analisis pH Akhir

Pengukuran pH menggunakan kertas indikator pH universal, yaitu dengan

mencelupkan kertas indikator ke dalam pupuk cair dan membaca serta

membandingkan pH pupuk cair pada range pH yang tersedia di kemasan

belakang kertas indikator pH universal.

2. Analisis Rendemen

Semua bahan dimasukkan ke dalam ember, kemudian ditimbang sebagai

berat awal. Setelah fermentasi selesai, maka kompos cair yang di dalam ember

ditimbang kembali sebagai berat akhir. Kemudian rendemen dapat dihitung

dengan rumus:

Page 24: Laporan Pupuk Klp 4

LAMPIRAN B

PERHITUNGAN

Data Perhitungan Rendemen :

Berat ember kosong + karung = 1.125 gr

Berat ember + karung + bahan awal

Dosis MOL 20 ml = 3700 gr

Dosis MOL 30 ml = 3675 gr

Maka berat bahan :

Dosis MOL 20 ml = 2.575 gr

Dosis MOL 30 ml = 2.550 gr

Berat ember + karung + kompos cair

Dosis MOL 20 ml = 2.750 gr

Dosis MOL 30 ml = 3.100 gr

Maka berat kompos cair :

Dosis MOL 20 ml = 1.625 gr

Dosis MOL 30 ml = 1.975 gr

1. Kompos Cair dengan MOL 20 ml

2. Kompos Cair dengan MOL 30 ml

Page 25: Laporan Pupuk Klp 4

LAMPIRAN C

LAPORAN SEMENTARA

Judul Praktikum : Pembuatan Pupuk Cairan dari Sampah Sayuran

Hari/Tanggal Praktikum : Kamis/21 November 2013

Pembimbing : Elvie Yenie, ST., M.Eng

Asisten Laboratorium : Sukamin

Kelompok : II

Anggota : Rita Puryani Mendrova (1107035609)

Ryan Tito (1107021186)

Yakub Jeffery Silaen (1107036648)

Hasil Percobaan :

Hasil percobaan disajikan pada Tabel C.1

Tabel C.1 Data Hasil Percobaan

No Sampel Kompos CairLama Fermentasi 7 Hari

pH akhir Rendemen

1 Dosis MOL 20 ml 4 63%

2 Dosis MOL 30 ml 4 77,45%

Berat ember kosong + karung = 1.125 gr

Berat ember + karung + bahan awal

Dosis MOL 20 ml = 3700 gr

Dosis MOL 30 ml = 3675 gr

Maka berat bahan :

Dosis MOL 20 ml = 2.575 gr

Dosis MOL 30 ml = 2.550 gr

Berat ember + karung + kompos cair

Dosis MOL 20 ml = 2.750 gr

Dosis MOL 30 ml = 3.100 gr

Page 26: Laporan Pupuk Klp 4

Maka berat kompos cair :

Dosis MOL 20 ml = 1.625 gr

Dosis MOL 30 ml = 1.975 gr

1. Kompos Cair dengan MOL 20 ml

2. Kompos Cair dengan MOL 30 ml

Pekanbaru, 21 November 2013

Asisten Laboratorium,

Sukamin

Page 27: Laporan Pupuk Klp 4

LAMPIRAN D

DOKUMENTASI

Gambar D.1 Pupuk caair hasil percobaan

Gambar D.2 Penentuan pH akhir pupuk cair