laporan pupuk sp-36

22
I.Judul: Analisis Nitrogen, Fosfor, Sulfur dan Besi dari Pupuk SP-36 II. Latar Belakang Teknologi di bidang pemupukan merupakan salah satu faktor penentu di da upaya meningkatkan produksi pangan. Sejalan dengan perkembangan dan ke teknologi di bidang pemupukan serta terjadinya perubahan status hara di dalam maka rekomendasi pemupukan yang telah ada perlu dikaji lagi dan disempurnakan. juga telah menjadi kebutuhan penting dalam kegiatan pertanian guna mendapat produktifitas dan mutu hasil yang optimal. Sebagai akibat meningkatny pupuk seperti (urea, SP-36, ZA, TSP, dan KCl), maka pupuk menjadi ko menarik bagi pelaku usaha, hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya jenis p yang terdaftar dan diizinkan oleh Menteri Pertanian. Menyadari akan pentingnya pupuk dalam peningkatan produksi hasilpertanian dan menghadapi pesatnya perkembangan rekayasa formula pupuk, pemerintah berkepentingan untuk mengatur penyediaan pupuk yang memenuhi standar mutu dan terjamin efektivitasnya. Oleh itu, pemerintah telah mengamanatkan kepada Menteri Pertanian untuk mel pendaftaran pupuk dan pengawasan pada tingkat rekayasa formula. Pemberian unsur hara pada tanaman merupakan usaha kultur tekni penting untuk meningkatkan produksi per satuan luas dengan tujuan akhir k ekonomi yang maksimal. Unsur hara yang dibutuhkan tanaman sendiri ter nitrogen, kalium, fosfor, magnesium, sulfur, kalsium dan unsur hara mikro terd boron, besi, tembaga, mangan, seng dan molybdenum. Purwaningrum (2008) melapo bahwa pada tanaman kacang hijau menunjukkan hasil panen biji kacang hijau leb yang diperoleh dengan menggunakan pupuk SP-36 bila dibandingkan dengan hasil p biji kacang hijau tanpa pupuk. Pupuk SP-36 merupakan hasil reaksi antara BP asam sulfat, bersifat tidak higroskopis dan larut dalam air sehingga cepat Pupuk SP-36 merupakan pilihan terbaik untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan un hara fosfor karena keunggulan yang dimilikinya, kandungan hara fosfor dalam be P 2 O 5 tinggi yaitu sebesar 36%, unsur hara fosfor yang terdapat dalam hampir seluruhnya larut dalam air, tidak mudah menghisap air, sehingga dapat d cukup lama dalam kondisi penyimpanan yang baik. Meningkatnya perkembangan pertanian saat ini mulai bergerak kearah penggunaan pupuk yang ramah lingkungan sehingga mampu mengembalikan dan meningkatkan kemampuan tanah untuk memenuhi nutrisi yang dibutuhkan ta selama pertumbuhan. Dengan mengetahui proses pemupukan yang tepat, mak

Upload: pauzanadzima

Post on 21-Jul-2015

1.072 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

I. Judul: Analisis Nitrogen, Fosfor, Sulfur dan Besi dari Pupuk SP-36 II. Latar Belakang Teknologi di bidang pemupukan merupakan salah satu faktor penentu di dalam upaya meningkatkan produksi pangan. Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan teknologi di bidang pemupukan serta terjadinya perubahan status hara di dalam tanah maka rekomendasi pemupukan yang telah ada perlu dikaji lagi dan disempurnakan. Pupuk juga telah menjadi kebutuhan penting dalam kegiatan pertanian guna mendapatkan produktifitas dan mutu hasil yang optimal. Sebagai akibat meningkatnya kebutuhan pupuk seperti (urea, SP-36, ZA, TSP, dan KCl), maka pupuk menjadi komoditi yang menarik bagi pelaku usaha, hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya jenis pupuk yang terdaftar dan diizinkan oleh Menteri Pertanian. Menyadari akan pentingnya peranan pupuk dalam peningkatan produksi hasil pertanian dan menghadapi pesatnya perkembangan rekayasa formula pupuk, pemerintah berkepentingan untuk mengatur penyediaan pupuk yang memenuhi standar mutu dan terjamin efektivitasnya. Oleh karena itu, pemerintah telah mengamanatkan kepada Menteri Pertanian untuk melaksanakan pendaftaran pupuk dan pengawasan pada tingkat rekayasa formula. Pemberian unsur hara pada tanaman merupakan usaha kultur teknis yang penting untuk meningkatkan produksi per satuan luas dengan tujuan akhir keuntungan ekonomi yang maksimal. Unsur hara yang dibutuhkan tanaman sendiri terdiri dari nitrogen, kalium, fosfor, magnesium, sulfur, kalsium dan unsur hara mikro terdiri dari boron, besi, tembaga, mangan, seng dan molybdenum. Purwaningrum (2008) melaporkan bahwa pada tanaman kacang hijau menunjukkan hasil panen biji kacang hijau lebih besar yang diperoleh dengan menggunakan pupuk SP-36 bila dibandingkan dengan hasil panen biji kacang hijau tanpa pupuk. Pupuk SP-36 merupakan hasil reaksi antara BP dengan asam sulfat, bersifat tidak higroskopis dan larut dalam air sehingga cepat tersedia bagi Pupuk SP-36 merupakan pilihan terbaik untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan unsur hara fosfor karena keunggulan yang dimilikinya, kandungan hara fosfor dalam bentuk P2O5 tinggi yaitu sebesar 36%, unsur hara fosfor yang terdapat dalam pupuk SP-36 hampir seluruhnya larut dalam air, tidak mudah menghisap air, sehingga dapat disimpan cukup lama dalam kondisi penyimpanan yang baik. Meningkatnya perkembangan pertanian saat ini mulai bergerak kearah penggunaan pupuk yang ramah lingkungan sehingga mampu mengembalikan dan meningkatkan kemampuan tanah untuk memenuhi nutrisi yang dibutuhkan tanaman selama pertumbuhan. Dengan mengetahui proses pemupukan yang tepat, maka perlu

dilakukan pengkajian penelitian tentang analisis bahan pupuk P dari sumber pupuk SP-36 dari berbagai produk di pasaran. Pupuk yang akan dipasarkan untuk keperluan sektor pertanian harus memenuhi standar mutu dan terjamin efektivitasnya serta wajib didaftarkan kepada Direktorat Pupuk. Dalam rangka mendukung terlaksananya pengujian mutu dan uji efektivitas ini diperlukan adanya standarisasi metode pengujian berupa petunjuk teknis metodologi pengujian efektivitas pupuk pada praktikum analisis bahan pertanian dan lingkungan yang berjudul Analisis Nitrogen, Fosfor, Sulfur dan Besi dari Bahan Pupuk SP-36. Fosfor merupakan unsur hara esensial. Tanaman membutuhkan fosfor yang cukup untuk pertumbuhannya secara normal. Fosfor memiliki peranan penting dalam tanaman, yaitu berperan dalam proses fotosintesis, respirasi, membantu mempercepat perkembangan akar dan perkecambahan serta berperan dalam pembelahan dan pembesaran sel. Pupuk SP-36 mengandung 36% fosfor dalam bentuk P2O5 dan S dalam jumlah makro. Pupuk SP-36 berbentuk butiran dan berwarna abu-abu. Pupuk SP-36 memiliki beberapa keunggulan, yaitu Kandungan hara fosfor dalam bentuk P2O5 tinggi yaitu sebesar 36%. Unsur hara fosfor yang terdapat dalam pupuk SP-36 hampir seluruhnya larut dalam air. Tidak bersifat higroskopis, sehingga dapat disimpan cukup lama dalam kondisi penyimpanan yang baik. Karena peranan fosfor sangat penting pada tanaman, maka perlu dilakukan analisis fosfor pada pupuk SP-36. Syarat mutu pupuk SP-36 No Uraian Kadar unsur hara fosfor sebagai P2O5-

satuan

persyaratan Min.36 Min.34 Min.30

1.

P2O5 total

- P2O5 larut dalam asam sitrat 2 %

%

- P2O5larut dalam air 2 Kadar belerang (sebagai S) % Min.5 3 Kadar asam bebas (sebagai H3PO4) % Maks.6 4 Kadar air % Maks.5 Catatan semua persyaratan kecuali kadar air dihitung atas dasar bahan SNI 02-3769-2005 Metode yang digunakan dalam analisis fosfor pada pupuk SP-36 adalah spektrofotometri molibdovanadofosfat sesuai standar SNI-02-3769-2005. Metode ini dipilih karena fosfor mampu membentuk senyawa yang stabil dan memiliki warna kuning

sehingga dapat dianalisis dengan akurat. Metode penentuan fosfor tidak dilakukan dengan metode asam askorbat, karena akan menghasilkan warna biru dan reagent yang diapakai lebih tidak stabil. Sebagai unsur hara, belerang mempunyai fungsi sebagai pembentukan asam amino dan pertumbuhan tunas serta membantu pembentukan bintil akar tanaman, pertumbuhan anakan pada tanaman, berperan dalam pembentukan klorofil serta meningkatkan ketahanan terhadap jamur, dan pada beberapa jenis tanaman antara lain berfungsi membentuk senyawa minyak yang menghasilkan aroma dan juga aktifator enzim membentuk papain. Gejala kekurangan sulfur pada tanaman pada umumnya mirip kekurangan unsur nitrogen, misalnya daun berwarna hijau mudah pucat hingga berwarna kuning, tanaman kurus dan kerdil, perkembangannya lambat (http://pupukdsp.com/index.php/Pupuk-Tanaman/Unsur-Hara-Sulfur-S.html"). Berdasarkan SNI no 02-3769-2005, keberadaan unsur belerang didalam pupuk SP-36 minimal 5%. Untuk itu, dalam pengujian keberadaan unsur belerang didalam pupuk SP-36 digunakan metode gravimetri. III. Prinsip Dasar 3.1 Prinsip dasar untuk Penentuan N Penetapan jumlah senyawa bernitrogen berdasarkan oksidasi bahan-bahan berkarbon melalui proses destruksi menggunakan H2SO4 pekat dengan cara pemanasan yang bertujuan untuk konversi atau merubah N menjadi dalam bentuk (NH4)2SO4 dan sedikit dibasakan dengan NaOH. Kemudian ditambahkan K-Na tartrat dan larutan Nessler sehingga apabila ion ammonium direaksikan dengan reagen Nessler (larutan basa dari Kalium tetra iodo merkurat (II) akan didapatkan larutan yang berwarna kuning kecoklatan dengan intensitas warna yang dihasilkan sesuai dengan jumlah kandungan ammonia atau ion ammonium.(Svehla, 1985). filtrat Kemudian dianalisa menggunakan spektronik 20 pada panjang gelombang 490 nm. Reaksi yaitu: NH4+ + 2[HgI4]2 + 4OH HgOHg(NH2)I + 7I + 3H2O

3.2 Prinsip dasar untuk Penentuan P Fosfor dalam bentuk P2O5 diukur secara spektrofotometri visible dari senyawa kompleks phospovanadomolibdat (berwarna kuning) yang terbentuk hasil reaksi dari

orthofosfat dengan amonium molibdat dan vanadat. Kemudian dilakukan pengukuran dengan spektrofotometer sinar tampak pada 466 nm. Reaksinya sebagai berikut (Svehla, 1985) : HPO42- + 3NH4+ + 12MoO42- + 23H+ 3.3 Prinsip dasar untuk Penentuan S Sulfat dapat ditentukan dengan cara mengendapkannya dengan barium khlorida (BaCl2) untuk membentuk endapan barium sulfat (BaSO4). Partikel endapan BaSO4 terlalu kecil untuk disaring sehingga perlu didigest untuk membentuk kristal yang lebih besar. Proses ini menghasilkan Ba2+ + SO42kristal yang sukar larut (http://www.chem-istry.org/materi_kimia/instrumen_analisis/gravimetri/penentuan-sulfat/). BaSO4(s) (NH4)3[P(Mo3O10)4]+ 12H2O

IV. Metode Penelitian 4.1 Alat dan bahan penelitian 4.1.1 Penentuan N Alat-alat yang digunakan ialah Neraca analitik Labu Kjedalh 250 mL, seperangkat alat gelas, dan spektrofotometer sinar tampak. Bahan-bahan yang digunakan ialah asam sulfat (H2SO4) pekat (densitas1,84) Larutan NaOH 30%, KI, HgCl2, (NH4)2SO4 0,5 ppm; 1 ppm; 1,5 ppm; 2 ppm dan 2,5 ppm, larutan K. Na tartrat, dan garam campuran (tablet kjedalh).

4.1.2 Penentuan P Alat-alat yang digunakan adalah neraca analitik 3 desimal, seperangkat alat gelas, pemanas listrik/hot plate, pengaduk magnet, dan spektrofotometer sinar tampak.

Bahan yang digunakan adalah sampel pupuk SP-36, akuades bebas CO2, HCl pekat, HNO3 pekat, larutan amonium molibdat 1%, larutan amonium vanadat 0,5%, dan larutan nasam sitrat 2%. 4.1.3 Penentuan S dalam SO42Alat-alat yang digunakan adalah neraca analitik 3 desimal, seperangkat alas gelas, pemanas listrik/hot plate, pengaduk magnet, oven, dan desikator. Bahan-bahan yang digunakan adalah sampel pupuk SP-36 HCl pekat, BaCl2 10%, dan aquades. 4.2 Prosedur Penelitian 4.2.1 Persiapan sampel Sampel pupuk SP-36 diperoleh dari 4 lokasi berbeda, yaitu toko pertanian di jalan raya tegal gondo No.28 Batu, toko pertanian Plenum di jalan raya tegal pendem no.28 Batu, toko pertanian makmur Sentosa di jalan Kertanegara No.4 Karangkloso Malang, dan toko pertanian tani remaja di jalan Diponegoro kecamatan Karangkloso Malang. masing-masing sebanyak 1 kg. dari masing-masing sampel diambil 500 mg kemudian dicampur menjadi satu, setelah itu dipisah menjadi 4 kuadran, diambil kuadran yang bersebelahan dan dicampur lagi. Sampel yang telah dicampur dibagi lagi menjadi 4 kuadran dan diambil lagi kuadran yang bersebrangan Bagian ini kemudian digunakan sebagai sampel karena diasumsikan semua sampel sudah tercampur secara merata sehingga dapat mewakili pupuk dari setiap lokasi. Pupuk yang digunakan mempunyai bentuk bulat dengan tekstur permukaan yang kasar dengan bau yang cukup menyengat dari campuran pospor dan belerang. Sampel kemudian digerus sampai halus dan diayak dengan ukuran 100 mesh. Kadar air dari sampel dihitung dan diperoleh hasil sebesar 1.6 %. Hasil ini sesuai dengan kadar air yang seharusnya terdapat di dalam pupuk SP-36, yaitu kurang dari 5% (SNI 02-3769-2005).

4.2.2. Penentuan N 4.2.2.1 Larutan NesslerDituang 5 gram KI dalam akuades ditambah HgCl2 dalam akuades (1:20) hingga

terbentuk endapan merah. Kemudian disaring dengan glass wool, lalu ditambah 15 gram NaOH pekat dalam 30 mL akuades dan diencerkan hingga 100 mL, biarkan mengendap.

4.2.2.2 Larutan K.Na TartratPadatan K. Na tartrat 5 gram dilarutkan dalam 10 mL akuades dan dipanaskan. Setelah dingin ditambah 0,5 mL pereaksi nessler dan didiamkan selama 2 hari kemudian disaring.

4.2.2.3 Larutan standar (NH4)2SO4 Ditimbang 0,047143 gr masukan kedalam erlenmeyer kemudian ditambah 10 mL akuades dimasukan ke dalam labu ukur 100 mL tanda bataskan. Dibuat larutan standar 1 larutan standar 0,5 ppm, 1 ppm, 1,5 ppm, 2 ppm dan 2,5 ppm dari larutan stok 100 ppm. Dipipet masing masing 0,5 mL ; 1 mL ; 1,5 mL ; 2 mL dan 2,5 mL kedalam labu ukur 100 mL, kemudian ditambah akuades hingga tanda batas. Ambil 5 mL larutan, masukan ke dalam tabung reaksi ditambah 0,5 mL larutan K.Na tartrat kocok, 0,5 mL larutan Nessler kocok, dan 5 mL akuades kocok biarkan selama + 10 menit. Baca dengan spektronik 20 pada panjang gelombang 490 nm, catat absorbansinya. Diperoleh absorbansi larutan standar. 4.2.2.4 Prosedur penentuan N Ditimbang contoh 1,004 gr masukan ke dalam labu kjedalh, kemudian tambahkan 0,25 gr garam campuran (tablet kjedalh), 10 mL H2SO4 pekat, dan 2 butir batu didih.Dipanaskan pada alat destruksi sampai warna hijau jernih. Dinginkan selama kurang lebih 1 jam. Netralkan dengan NaOH 30% atau agak basa sedikit dengan ditandai endapanDinginkan (rendam) ke air kemudian saring ke labu 250 mL + akuades sampai tanda batas, kocok. Dipipet 2 mL larutan dimasukan kedalam labu ukur100mL ditambah akuades sampai tanda batas Ambil 5 mL larutan, masukan ke dalam tabung reaksi + 0,5 mL larutan K.Na tartrat kocok + 0,5 mL larutan Nessler kocok + 5 mL akuades kocok biarkan selama + 10 menit. Baca dengan spektronik 20 pada panjang gelombang 490 nm, catat absorbansinya. Buat larutan standar 0.5 ppm, 1 ppm, 1.5ppm, 2 ppm dan 2.5 ppm sama seperti cara diatas dengan menggunakan standar (NH4)2SO4 4.2.3 Penentuan P 4.2.3.1 Pembuatan HCl 25 % HCl pekat (37%, Bj = 1,19) dienncerkan 169 mL dengan akuades bebas CO2 menjadi 250 mL.

4.2.3.2 Pembuatan Larutan blangko Dipipet 50 mL HCl 25% ke dalam labu ukur 500 mL yang berisi kira-kira 200 mL akuades. Kocok campuran dan tandabataskan dengan akuades bebas CO2. 4.2.3.3 Pembuatan Larutan Amonium Molibdat 1% dan Amonium vanadat 0,5% Ditimbang 1 g NH4Mo7O24.4H2O dalam 100 mL akuades. Larutan Amonium molibdat sebagai pereaksi I. Ditimbang sebanyak 0,5 g NH4VO3, ditambah 7 ml HNO3 pekat dilarutkan dalam 100 mL akuades bebas CO2. Larutan amonium vanadat sebagai pereaksi II. Kemudian campurkan pereaksi I dan pereaksi II. Gunakan dalam keadaan segar, tidak dapat dipakai lebih dari 1 malam. 4.2.3.4 Larutan standar P dalam H2O 1. Standar 0 Larutan HCl 25% diambil sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL yang telah berisi sedikit air bebas CO2. Air bebas CO2 ditambahkan ke dalam labu ukur hingga tanda batas lalu dikocok hingga homogen. 2. Standar 500 ppm Larutan standar induk P 2000 ppm diambil sebanyak 25 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Kemudian ditambahkan 10 mL larutan HCl 25% dan air bebas CO2 hingga 100 mL, lalu dikocok hingga homogen. 3. Standar 0-500 ppm Larutan standar induk P 500 ppm masing-masing diambil sebanyak 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 mL. Masing-masing larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan dengan larutan standar 0 hingga tanda batas lalu dikocok hingga homogen

4.2.3.5 Prosedur Penentuan kadar P a. Kadar P2O5 dalam asam sitrat 2%

Timbang teliti 0,25 g contoh pupuk yang telah dihaluskan ke dalam gelas kimia 100 mL. Tambahkan 50 mL asam sitrat 2%. Tutup dan diaduk. Tambahkan akuades hingga tanda batas 100 mL. Kocok hingga homogen. Pipet 1 mL filtrat, dituang ke dalam tabung reaksi. Tambahkan masing-masing 9 mL pereaksi campuran I dan II. Ditunggu 10 menit kemudian diukur dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 466 nm dengan absorbansi larutan standar P sebagai pembanding. b. Penentuan P2O5 larut dalam air Timbang teliti 0,25 g contoh pupuk yang telah dihaluskan ke dalam gelas kimia 100 mL. Tambahkan 50 mL akuades. Tutup dan diaduk. Tambahkan akuades hingga tanda batas 100 mL. Kocok hingga homogen. Pipet 1 mL filtrat, dituang ke dalam tabung reaksi. Tambahkan masing-masing 9 ml pereaksi campuran I dan II. Ditunggu 10 menit kemudian diukur dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 466 nm dengan absorbansi larutan standar P sebagai pembanding. c. Penentuan P2O5 total Timbang teliti 0,25 g contoh pupuk yang telah dihaluskan ke dalam gelas kimia 100 mL. Tambahkan 10 mL HCl 25% menggunakan pipet volume 10 mL. Panaskan pada hot plate sampai larut sempurna, didihkan selama 5 menit, lalu dinginkan. Setelah dingin encerkan dengan akuades bebas CO2 hingga tanda batas, tutup kemudian kocok hingga homogen. Pipet 1 mL filtrat, dituang ke dalam tabung reaksi. Tambahkan masing-masing 9 ml pereaksi campuran I dan II. Ditunggu 10 menit kemudian diukur dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 466 nm dengan absorbansi larutan standar P sebagai pembanding. 4.2.4 Penentuan S 4.2.4.1 Penentuan S dalam SO42Ditimbang sampel dengan berat 1 g, masukkan kedalam gelas beker 500 mL. Kemudian tambahkan 200 mL H2O dan 15 mL HCl pekat, setelah itu dididihkan dan biarkan mendidih selama 10 menit. Campuran disaring dengan kertas saring bebas abu sambil dicuci dengan air panas. Filtrate yang terbentuk dipanaskan dalam penangas dan

ditambahkan 15 mL larutan 10% BaC2 tetes demi tetes sambil diaduk selama 1 jam. Campuran kemudian didiamkan selama semalam dalam suhu ruang. Endapan yang terbentuk kemudian disaring dengan kertas saring bebas abu dan cuci dengan H2O panas dan keringkan pada suhu 250oC, dan timbang. Cuci lagi dengan H2O panas, keringkan dan timbang. 4.3 4.3.1 Analisis Data Penentuan Kadar N total Absorbansi 1 x V lar (liter ) x fp x x 100% Slope Wsampel(mg )

%N =

4.3.2

Penentuan Kadar P2O5 larut dalam asam sitrat = ppm kurva x (mL ekstrak 1.000 mL-1) x (100 mg contoh-1) x fp x (142/90)xfk = ppm kurva x 100/1.000 x 100/250 x 142/190 x fk = ppm kurva x 0,04 x 142/190 x fk

Kadar P2O5 asam sitrat 2% (%)

4.3.3

Penentuan Kadar P2O5 larut dalam air = ppm kurva x (mL ekstrak 1.000 mL-1) x (100 mg contoh-1) x fp x (142/90)xfk = ppm kurva x 100/1.000 x 100/250 x 142/190 x fk = ppm kurva x 0,04 x 142/190 x fk

Kadar P2O5 larut dalam air (%)

4.3.4

Penentuan Kadar P2O5 total

Kadar P2O5-total (%) = ppm kurva x (mL ekstrak 1.000 mL-1) x (100 mg contoh-1) x fp x (142/90) xfk = ppm kurva x 100/1.000 x 100/250 x 142/90 x fk = ppm kurva x 0,04 x 142/190 x fk Keterangan: fk fp 142/190 = faktor koreksi kadar air = 100/(100 % kadar air) = faktor pengenceran = faktor konversi bentuk PO4 menjadi P2O5

4.3.5

Penentuan Kadar S total

Penentuan SO42-

Penentuan S total mengguanakan data konversi

S total = gram SO4 x 0.334

BAB V. Pembahasan 5.1 Penentuan Kadar N Pada praktikum ini bertujuan untuk menentukkan kadar nitrogen total dalam larutan sampel pupuk SP-36 yang diperoleh dari 4 lokal yang berbeda, sampel dilakukan preparasi sampel dengan cara dicampur secara rata-rata yang berbeda masing-masing ditimbang sebesar 0.5 kg dibentuk 4 kuadran, diambil bagian yang berbeda. Dilakukan pengulangan, sampai didapatkan bagian yang terkecil, kemudian sampel digerus hingga halus dan disaring menggunakan ukuran saringan 100 mesh. Kadar nitrogen dalam sampel pupuk SP-36 dianalisis menggunakan metode spektonik 20 dengan menggunakan reagen nessler. Reagen nessler ini merupakan reagen yang sering digunakan dalam analisa ammonia ataupun nitrogen dengan kandungan yang terdapat dalam suatu sampel dengan nilai treas concentration. Adapun metode Nesller (K2HgI4) bila bereaksi dengan amoniak dalam larutan basa akan membentuk disperse koloid yang berwarna kuning kecoklatan. Intesnistasnya dari warna yang terjadi dari perbandingan lurus dengan konsentrasi amoniak yang ada dalam contoh. Reaksinya: K2HgI4 (Nessler) +NH3 + NaOH Hg2O(NH2)I +7NaI+2H2O

Reaksi menghasilkan larutan berwarna kuning coklat . Sehingga dapat dibaca dengan menggunakan spektonik 20 yang mengikuti hukum lambert-beer, dimana dalam hal ini tingkat ansorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi, sesuai rumus (Robert, dkk.2000) A= a b c Kurva kalibrasi pada praktikum ini diukur pada panjang gelombang 490 nm dengan variasi konsentrasi (NH4)2SO4 yaitu 0,5 ppm ; 1 ppm ; 1,5 ppm ; 2 ppm ; 2,5 ppm. Variasi konsentrasi ini dibuat sedemikian rupa hingga nilai 1 < % T < 100 atau seluruhnya

sehingga hasil pengukuran absorbansi larutan kompleks bisa dikatakan valid (Fahrullah dan Sukesi, 2006). Dari kurva kalibrasi diperoleh persamaan garis y = 0.049 x dengan R2 = 0.946 sehingga nilai R= 0,946. Nilai koefisien yang diperoleh menunjukkan hasil yang baik karena mendekati nilai 1. Dengan demikian kurva kalibrasi ini bisa dijadikan sebagai kurva standar karena sudah memenuhi syarat 0,9 < R2 < 1. Dimana R2 menunjukkan bahwa antara absorbansi dan konsentrasi memiliki potensi korelasi yang linier, dimana semua titik terletak pada satu garis lurus dengan gradient yang positif. Pada penentuan kadar nitrogen menggunakan pereaksi nessler sebanyak 0.5 mL yang diukur dengan panjang gelombang 490 nm, dari analisis data konsentrasi amoniak diperoleh dalam satuan ppm. Dimana nilai tersebut merupakan absorban terhadap perlakuan sesuai dengan persamaan regresi yang didapat y =0.049 x. berdasarkan hasil analisis diketahui kadar atau konsentrasi Nitrogen 1,016 % atau hampir mendekati standar mutu SNI 02-3769-2005, pupuk SP-36 dengan batas minimum yang disarankan 4 %. 5.2 Penentuan Kadar P Penentuan kandungan P pada pupuk SP-36 dianalisis menggunakan metode spektrofotometri sinar tampak. Kandungan P total dapat dilakukan dengan melarutkan sampel pupuk yang telah halus dengan HCl 25%. Semua pospor dalam bentuk apapun larut dalam HCl 25% sehingga dapat ditentukan kandungan P secara keseluruhan. Selain menentukan P total, ditentukan juga kandungan P yang larut dalam air dan kandungan P yang larut dalam asam sitrat 2%. Pupuk SP-36 seharusnya memiliki kandungan P sebesar 36%. Pada penelitian ini diperoleh Kandungan P total, P yang larut dalam air, dan P yang larut dalam asam sitrat masing-masing sebesar 12,16%, 6,3%, dan 9,91%. Kandungan P total yang diperoleh lebih kecil daripada standar yang telah ditetapkan oleh SNI (SNI-023769-2005). Jumlah kandungan P yang larut dalam asam sitrat 2% dengan P yang larut dalam air sebesar 16,21% lebih besar daripada kandungan P total, hal ini menunjukkan bahwa ada sebagian P yang larut dalam air yang juga mampu dalam pelarut asam sitrat 2%. Asam sitrat digunakan untuk melarutkan karena, asam ini merupakan asam lemah yang memiliki kemampuan yang sama dengan asam lemah yang ada di dalam tanah untuk melarutkan fosfor. Jumlah P2O5 yang dapat diserap oleh tanaman hampir sama dengan jumlah P2O5 yang laurt dalam asam sitrat. Rumus asam sitrat ialah sebagai berikut :O OH

HO HO O O OH

citric acid

Asam sitrat merupakan golongan asam karboksilat yang bersifat asam lemah. Unsur fosfor dapat diserap oleh tanaman berbentuk ion HPO 42- atau ion H2PO4 dan hanya dapat mudah larut dalam asam, bukan dengan pelarut air. Maka konsentrasi ion pospat dalam tanah dipengaruhi oleh pH tanah. 5.2 Penentuan Kadar S Sampel pupuk SP-36 diperoleh dari 4 lokasi berbeda masing-masing sebanyak 1 kg. Kadar air dari sampel dihitung dan diperoleh hasil sebesar 1.6 %. Hasil ini sesuai dengan kadar air yang seharusnya terdapat di dalam pupuk SP-36, yaitu kurang dari 5% (SNI 02-3769-2005). Pupuk SP-36 dibuat dari campuran asam posfat dan asam sulfat yang komponen utamanya mengandung unsure hara posfor berupa mono kalsium posfat (Ca(H2PO4)). Oleh karena itu, untuk menentukan sulfur total dalam sampel harus dicari kadar sulfatnya terlebih dahulu. Kadar sulfat ditentukan dengan metode gravimetri menurut Official Methods of Analysis of AOAC. Metode ini dipilih karena kadar belerang (sebagai S) dalam pupuk SP-36 bersifat makro, yaitu minimal sebesar 5% (SNI 02-3769-2005). Prinsip dari metode gravimetri adalah mengendapkan sulfat dalam bentuk garamnya. Dalam praktikum ini digunakan larutan barium klorida (BaCl2) untuk mengendapkan sulfat. Pertama-tama sampel yang sudah halus dilarutkan ke dalam aquades. Aquades adalah pelarut yang bersifat universal, artinya biasa digunakan menjadi pelarut. Awalnya sampel tidak larut sempurna walaupun sudah diaduk, sampel yang larut menajdikan larutan menjadi keruh, sedangkan sampel yang tidak larut kembali mengendap pada dasar gelas piala. Untuk itu ditambahkan asam klorida pekat sebagai reagent agar sampel lebih cepat larut. Agar proses pemanasan lebih cepat, larutan sampel dipanaskan pada hotplate. Setelah pemanasan beberapa saat, semua sampel pada larutan larut secara sempurna. Kecepatan reaksi akan meningkat sejalan dengan kenaikan temperatur karena tumbukan lebih sering terjadi diantara molekul-molekul reaktan untuk kemudian melakukan reaksi, hal inilah yang menyebabkan sampel cepat larut pada saat pemanasan (Widyastuti, 2007).

Setelah dipastikan sampel larut sempurna, pemansan dihentikan. Larutan juga bisa dibiarkan mendidih selama 10 menit untuk memastikan semua sampel larut secara sempurna. Akhir pemanasan memberikan warna coklat bening pada larutan sampel. Larutan ini kemudian disaring selagi hangat, karena jika dingin ditakutkan sampel akan kembali mengendap. Filtrat yang diperoleh dihangatkan lagi sambil ditambahkan 15 mL BaCl2 10% tetes demi tetes ke dalam larutan sampel dipenangas air. Selama penambahan BaCl2, larutan langsung menjadi putih keruh. Semakin banyak penambahan, semakin keruh larutan tersebut. Setelah didiamkan selama 1 jam, semua endapan yang terbentuk mengendap didasar gelas piala. Untuk mendapatkan pengendapan yang maksimal, larutan didiamkan selama 1 malam pada suhu ruang. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh berat endapan sebesar 0,372 gr dengan persentase sulfat sebesar 5,1%. Untuk penentuan belerang total (Stot) dilakukan dengan mengkonversi gram sulfat menjadi gram belerang. Dari hasil perhitungan diperoleh kadar Stot sebesar 1,7%. Nilai yang didapat lebih rendah dari hasil yang diharapkan. Berdasarkan hasil tersebut, dapat ditarik 2 asumsi. Pertama, jika hasil yang didapat benar berarti pupuk tersebut tidak sesua dengani syarat mutu yang ditetapkan oleh SNI karena pupuk SP-36 harus mempunyai belerang total minimal sebanyak 5%. Asumsi kedua, terjadi kesalahan pada saat proses praktikum berlangsung. Kesalahan pertama terjadi karena BaSO4 tidak mengendap sempurna, artinya masih ada BaSO4 yang terlarut sehingga perlu didigest terlebih dahulu untuk menghasilkan endapan secara maksimal. Kesalahan kedua mungkin terjadi karena masih banyak ion SO42- yang belum terikat sehingga reagent BaCl2 perlu ditambahkan lebih banyak lagi agar semua ion SO42- membentuk endapan BaSO4. Selain itu, perlu adanya pengulangan agar diperoleh hasil yang lebih akurat. BAB VI. Kesimpulan Sampel pupuk yang digunakan pada penelitian ini pupuk SP-36 . Metode analisa yang digunakan untuk penentuan nitrogen total dalam pupuk SP-36 menggunakan metode spektrofotometer yaitu spektronik 20 dengan pereaksi reagen nessler Persentase Nitrogen total, dengan kadar nitrogen sebesar 1,016%.

Kandungan pospor dalam pupuk SP-36 yang diambil dari 4 lokasi yang berbeda sebesar 12,16% lebih kecil dari standard yang sudah ditetapkan. Kandungan Stot yang didapat sebesar 1,7%, nilai ini lebih rendah dari nilai Stot yang ditetapkan oleh SNI 023769-2005 yaitu minimal sebesar 5%. Kadar air Sp-36 sebesar 6,4%

DAFTAR PUSTAKA AOAC, 1995, AOAC Official Methods of Analysis of AOAC International, 16th ed, Vol. 1, Chapter 2,2.6.28, Method 980.02, Sulfur in Fertilizers, Gravimetric Method, USA Badan Standarisasi Nasional Indonesia (BSNI), 1989, SNI 02-2811-2005.: Pupuk Kalium Sulfat, Jakarta Badan Standarisasi Nasional Indonesia (BSNI), 1989, SNI 02-2811-2005.: Pupuk SP36, Jakarta Fahrullah dan Sukesi.2006. Pengaruh Ion Pengganggu Al (III) dan Fe (III) pada

Penentuan Zn (II) Dengan Alizarin Red S (ARS) Secara Spektrofotometri, Surabaya: FMIPA Insitut Teknologi Sepuluh November. Page, A.L., Miller R.H., and Keeney D.R. (Eds.). 1982. Methods of Soil Analysis, Part 2 - Chemical and microbiological properties, 2nd Edition. American Society of Agronomy, Madison, Wisconsin. Robert L Pescok, L. Donald Shields, Thomas Cairns and Ian G Mc Wiliam. 2000. Modern Methodsof Chemical Analysis. New Yark: John Wiley and Sons. SNI 02-3769-2005. Sudarmadji, slamet.1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian, Yogyakarta: Liberty Suriardikarta, A.D., dkk, 2004, Uji Mutu dan Efektivitas Pupuk Alternatif Anorganik, Balai Penelitian Tanah, Departemen Pertanian. Svehla, G., 1985, Vogel : Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Mikro, Edisi ke-5, Penerjemah : L.setiono dan A.H. Pudjaatmata, Pt. Kalaman Media Pustaka, Jakarta. Widyastuti, L., 2007, Reaksi Metanolisis Minyak Biji Jarak Pagar menjadi Metal Ester sebagai Bahan Bakar Pengganti Minyak Diesel dengan Menggunakan Katalis KOH, skripsi, Universitas Negeri Semarang, Semarang.

LAMPIRAN A. Penentuan N

Tabel 1. Hasil Pengamatan Larutan Standar

Larutan No Standar (ppm) 1 2 3 4 5 6 0 0.5 1 1.5 2 2.5

mL Larutan (NH4)2SO4 0 0.5 1 1.5 2 2.5

mL mL.P Nessler larutan K.Na tartrat 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 10 5 5 5 5 5 Kuning coklatan Kuning coklatan Kuning coklatan Kuning coklatan Kuning coklatan Kuning coklatan 0 0.04 0.06 0.08 0.09 0.12 mL H2O Warna larutan Absorbansi

Tabel 2. Hasil Pengamatan Larutan Sampel Pupuk SP-36 No mL Larutan 1 Sampel SP-36 5 mL.P Nessler 0.5 mL larutan K.Na tartrat 0.5 mL H2O 5 Warna larutan Kuning coklatan Absorbansi 0.1

A.1

Reaksi-reaksi CO2 + SO2 + (NH4)2SO4 + H2O NH3(g) + 2H2O + Na2SO4 Na2SO4 + 2 NH4OH 2NH3 + 2H2O Hg2O(NH2)I +7NaI+2H2O (NH4)2SO4 + 2 NaOH (NH4)SO4 + NaOH 2NH4OH K2HgI4 (Nessler) +NH3 + NaOH

Bahan organik (pupuk Sp-36) + H2SO4

A.2 No 1 2 3

Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Standar (ppm) (y) 0 0.5 1 Absorbansi (x) 0 0.04 0.06

4 5 6

1.5 2 2.5

0.08 0.09 0.12

A.3 No 1 2

Data Sampel Pupuk SP-36 Sampel Pengulangan I Blanko Absorbansi 0,1 0,000

A.4 Perhitungan A.4.1 Perhitungan Larutan Standar Pembuatan larutan standar (NH4)2SO4 (0,5 mg/L) V1 . M1 = V2 . M2 V1.100 =100 mL x 0,5 mg/L V1 =50/100=0,5 mL V1 = 0.5 mL Untuk membuat larutan standar (NH4)2SO4 (0.5 mg/L), dipipet sebanyak 0,5 mL larutan stok NH4)2SO4 100 mg/L dan diencerkan dalam labu ukur 100 mL dengan akuades sampai tanda batas. Pembuatan larutan standar (NH4)2SO4 (1 mg/L) V1 . M1 = V2 . M2 V1.100 =100 mL x 1 mg/L V1 =100/100=1 mL V1 = 1 mL Untuk membuat larutan standar (NH4)2SO4 (1 mg/L), dipipet sebanyak 1 mL larutan stok NH4)2SO4 100 mg/L dan diencerkan dalam labu ukur 100 mL dengan akuades sampai

tanda batas. Pembuatan larutan standar (NH4)2SO4 (1,5 mg/L) V1 . M1 = V2 . M2 V1.100 =100 mL x 1,5 mg/L V1 =150/100=1,5 mL V1 = 1,5 mL Untuk membuat larutan standar (NH4)2SO4 (1,5 mg/L), dipipet sebanyak 1,5 mL larutan stok (NH4)2SO4 100 mg/L dan diencerkan dalam labu ukur 100 mL dengan akuades sampai tanda batas. Pembuatan larutan standar (NH4)2SO4 (2 mg/L) V1 . M1 = V2 . M2 V1.100 =100 mL x 2 mg/L V1 =200/100=2 mL V1 = mL Untuk membuat larutan standar (NH4)2SO4 (2 mg/L), dipipet sebanyak 2 mL larutan stok (NH4)2SO4 100 mg/L dan diencerkan dalam labu ukur 100 mL dengan akuades sampai tanda batas. Pembuatan larutan standar (NH4)2SO4 (2,5 mg/L) V1 . M1 = V2 . M2 V1.100 =100 mL x 2,5 mg/L V1 =250/100=2,5 mL V1 = 2,5 mL Untuk membuat larutan standar (NH4)2SO4 (2.5 mg/L), dipipet sebanyak 2.5 mL larutan stok (NH4)2SO4 100 mg/L dan diencerkan dalam labu ukur 100 mL dengan akuades sampai tanda batas. Penimbangan Sampel Pengulangan 1 Wgelas arloji = 13,121 Wtotal = 14,125 Wtotal = Wgelas arloji + Wsampel Wsampel = Wtotal Wgelas arloji =14,125-14,125

= 1,004 Perhitungan %N Rumus Y = ax a = slope %N = Absorbansi 1 x V lar (liter ) x fp x x 100% Slope Wsampel(mg )

A.2 Perhitungan %N pada Sampel Pupuk2

Dari kurva standar diperoleh persamaan y = 0,049, dengan nilai regresi R = 0,946

Pengulangan %N = 0,1 100 1 x100 mL x 10 3 L x x x 100% 0,049 2 1,004 x 1000 mg 1 = 2.0408 x 0,1L x 50 x x100% 1004mg = 1,016%

Pembuatan larutan standar Penimbanganberat N 100 ppm = 0.1L

Berat N = 100 ppm x 0,1 L = 10 mg = 0,01 gr W (NH 4)2

SO 4 =

BM (NH4) 2 SO 4 x0.01 gr A N r

66.031 x0.01 gr A N r = 0.047143 gr W=

B.

Penentuan P B.1 Pembuatan Kurva Baku Konsentrasi Standar P 0 50 100 200 300 400 500 Absorbansi 0 0,16 0,23 0,34 0,58 0,7 0,83

B.2

Perhitungan Kadar P A1 0,45 0,32 0,20 A2 0,36 0,31 0,19 A3 0,32 0,29 0,20 Arata-rata 0,38 0,31 0,197

Larutan Sampel P total P larut dalam as.sitrat 2% P larut dalam air

B.2.1 Penentuan Kadar P2O5 larut dalam asam sitrat Kadar P2O5 asam sitrat 2% (%) = ppm kurva x (mL ekstrak 1.000 mL-1) x (100 mg contoh-1) x fp x (142/90)xfk = ppm kurva x 100/1.000 x 100/250 x 142/190 x fk = ppm kurva x 0,04 x 142/190 x fk = 310 x 0,04 x 142/190 x 1,02% = 9,91% B.2.2 Penentuan Kadar P2O5 larut dalam air Kadar P2O5 larut dalam air (%) = ppm kurva x (mL ekstrak 1.000 mL-1) x (100 mg contoh-1) x fp x (142/90)xfk = ppm kurva x 100/1.000 x 100/250 x 142/190 x fk = ppm kurva x 0,04 x 142/190 x fk = 197 x 0,04 x 142/190 x 1,02% = 6,3%B.2.3 Penentuan Kadar P2O5 total

Kadar P2O5-total (%) = ppm kurva x (mL ekstrak 1.000 mL-1) x (100 mg contoh-1) x fp x (142/90) xfk = ppm kurva x 100/1.000 x 100/250 x 142/190 x fk = ppm kurva x 0,04 x 142/190 x fk = 380 x 0,04 x 142/190 x 1,02% = 12,16% C. Penentuan S C. 1 Faktor konversi hara Dari NO3 NH3 P2O5 KCl K2SO4 SO2 SO4 Kalikan dengan 0,226 0,777 0,436 0,830 0,449 0,500 0,334 Untuk dapat N N P K K S S

Sumber : Balai Penelitian Tanah, (2001)

C.2 Reaksi-reaksi BaCl2(s) + H2O BaCl2(aq) + SO42C.3 Perhitungan Penentuan sulfat Berat endapan = 0,372 gram Berat sampel = 1,001 gram BaCl2(aq) BaSO4(s)

-

Penentuan belerang total (Stot) Belerang total diperoleh dengan mengkonversi gram sulfat. Rumusnya :

D. Penentuan Kadar Air Sampel pupuk SP-36 yang telah halus ditimbang dengan massa 0,5 gram, kemudian dikeringkan pada temperatur 105 oC diperoleh massa akhir 0,468 gram. Kadar air dalam sampel pupuk SP-36 dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Kadar air(%)

= ((0,5 0,468) g / 0,5 g) x 100% = 6,4%