laporan klp 3 skenario 3

31
Skenario C “Cuka para” (Blok 19) Seorang laki-laki berumur 28 tahun dirujuk ke RSMH palembang dari RSUD Sekayu sekitar jam 19.00 WIB karena tanpa sengaja meminum air di dalam botol akua berisi cairan cuka para, penderita mengerang kesakitan di dada dan kesulitan bicara. Pada saat itu, penderita jatuh tertelungkup 2 meter dari rumah panggung nya dan kepala nya terbentur batu. Selama didalam mobil ambulan, penderita tampak kesakitan berat, gelisah, tidak bisa bicara dan kesulitan bernapas walaupun penderita telah diberikan oksigen. Sekitar jam 23.00 WIB, penderita sampai diruang emergency RSMH palembang dan diberikan kembali oksigen namun penderita mengalami kesulitan bernapas disertai kesadaran yang menurun. Pada pemeriksaan fisik: temp aksila. 37,0 C, HR 122 x/m, TD 130/90 mmHg, RR 28 x/m dan SpO2 98%. Laki-laki tersebut mengalami disorientasi tempat dan waktu. Pada pemeriksaan pupil isokor diameter 3 mm, reflek cahaya +, dan tubuhnya banyak mengeluarkan keringat. Auskultasi dada : ronkhi (-), stridor inspirasi (+), ritme jantungnya takikardi reguler, abdomen dalam batas normal. Kepala : Hematom pada reg. Frontaldiameter 5 cm, GCS : 11 (A: 3, M: 5, V: 3), Eriteme perioral mukosa mulut. Toraks : Inspeksi : jejas (-), RR 28 reguler,retraksi suprastenal, bercak eritema pada dada. Perkusi : sonor, kiri = kanan. Auskultasi : vesikuler, ronkhi (-). A. KLARIFIKASI ISTILAH 1. Cairan cuka para : Asam format (asam metanoat) yang juga dikenal asam semut merupakan cairan tak berwarna dengan bau yang merangsang. Biasanya digunakan untuk menggumpalkan lateks (getah karet). 2. Kesakitan di : Sensasi tidak menyenangkan atau nyeri di Laporan pbl 3 kelompok 3 blok 19 1

Upload: chocopretzelball

Post on 11-Feb-2016

322 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

Blok 19

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Klp 3 Skenario 3

Skenario C “Cuka para” (Blok 19)

Seorang laki-laki berumur 28 tahun dirujuk ke RSMH palembang dari RSUD Sekayu sekitar jam 19.00 WIB karena tanpa sengaja meminum air di dalam botol akua berisi cairan cuka para, penderita mengerang kesakitan di dada dan kesulitan bicara.

Pada saat itu, penderita jatuh tertelungkup 2 meter dari rumah panggung nya dan kepala nya terbentur batu. Selama didalam mobil ambulan, penderita tampak kesakitan berat, gelisah, tidak bisa bicara dan kesulitan bernapas walaupun penderita telah diberikan oksigen. Sekitar jam 23.00 WIB, penderita sampai diruang emergency RSMH palembang dan diberikan kembali oksigen namun penderita mengalami kesulitan bernapas disertai kesadaran yang menurun.

Pada pemeriksaan fisik: temp aksila. 37,0 C, HR 122 x/m, TD 130/90 mmHg, RR 28 x/m dan SpO2 98%. Laki-laki tersebut mengalami disorientasi tempat dan waktu. Pada pemeriksaan pupil isokor diameter 3 mm, reflek cahaya +, dan tubuhnya banyak mengeluarkan keringat. Auskultasi dada : ronkhi (-), stridor inspirasi (+), ritme jantungnya takikardi reguler, abdomen dalam batas normal.

Kepala : Hematom pada reg. Frontaldiameter 5 cm, GCS : 11 (A: 3, M: 5, V: 3), Eriteme perioral

mukosa mulut.Toraks :

Inspeksi : jejas (-), RR 28 reguler,retraksi suprastenal, bercak eritema pada dada. Perkusi : sonor, kiri = kanan. Auskultasi : vesikuler, ronkhi (-).

A. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Cairan cuka para : Asam format (asam metanoat) yang juga dikenal asam semut merupakan cairan tak berwarna dengan bau yang merangsang. Biasanya digunakan untuk menggumpalkan lateks (getah karet).

2. Kesakitan di dada : Sensasi tidak menyenangkan atau nyeri di bagian dada.

3. Kesulitan bicara : Gangguan pengeluaran suara dari pita suara yang kemungkinan disebabkan adanya gangguan pada rima glotis (vocal chord).

4. Kesakitan berat : Sensasi yang tidak menyenangkan yang dirasakan dan terlihat sangat sakit.

5. Gelisah : Perasaan cemas atau takut.6. Kesulitan bernapas : Ketidakmampuan bernafas secara normal7. Disorientasi : Suatu keadaan yang dihasilkan karena kehilangan

kewaspadaan terhadap ruang, waktu dan personality.8. Pupil isokor : Diameter pupil yang sama besar9. Ronkhi : Suara napas tambahan yang dihasilkan karena udara

Laporan pbl 3 kelompok 3 blok 19 1

Page 2: Laporan Klp 3 Skenario 3

melewati brnkus yang menyempit dan biasanya terdengar dengan menggunakan stetoskop saat ekspirasi.

10. Stridor inspirasi : Suara napas bernada tinggi yang terdengar saat inspirasi disebabkan adanya obstruksi saluran napas atas.

11. Takikardi reguler : Peningkatan frekuensi jantung yang teratur12. Hematoma : Pengumpulan darah setempat, umumnya menggumpal

dalam organ, rongga atau jaringan, akibat pecahnya dinding pembuluh darah.

13. GCS : System numeric yang digunakan untuk mengukur kesadaran pasien setelah terjadi cedera kepala.

14. Eritema : Kemerahan pada kulit yang dihasilkan oleh pembuluh kapiler

15. Eritema perioralmukosa mulut

: Kemerahan pada daerah sekitar mukosa mulut

16. Retraksi suprastenal : Tarikan dinding dada yang menandakan adanya peningkatan usaha nafas.

17. Bercak eritema pada dada

: Bercak kemerahan yang terlihat pada dada

B. IDENTIFIKASI MASALAH1. Laki-laki berumur 28 tahun dirujuk ke RSMH, karena terminum cairan cuka para dan

mengerang kesakitan di dada dan kesulitan bicara.2. Penderita jatuh tertelungkup 2 meter dari rumah panggung nya dan kepala nya terbentur

batu.3. Selama didalam mobil ambulan, penderita tampak kesakitan berat, gelisah, tidak bisa bicara

dan kesulitan bernapas walaupun penderita telah diberikan oksigen.4. Saat sampai diruang emergency RSMH palembang dan diberikan kembali oksigen namun

penderita mengalami kesulitan bernapas disertai kesadaran yang menurun.5. Pada pemeriksaan fisik didapat : HR 122 x/m, TD 130/90 mmHg, RR 28 x/m, disorientasi

tempat dan waktu, tubuhnya banyak mengeluarkan keringat, Auskultasi dada : ronkhi (-), stridor inspirasi (+), ritme jantungnya takikardi reguler, abdomen dalam batas normal.Kepala :

Hematom pada reg. Frontaldiameter 5 cm, GCS : 11 (A: 3, M: 5, V: 3), Eriteme perioral mukosa mulut.

Torak : Inspeksi : jejas (-), RR 28 reguler,retraksi suprastenal, bercak eritema pada dada Perkusi : sonor, kiri = kanan Auskultasi : vesikuler, ronkhi (-).

C. ANALISIS MASALAH1. Apa saja komposisi kimia cairan cuka para?

Laporan pbl 3 kelompok 3 blok 19 2

Page 3: Laporan Klp 3 Skenario 3

Apa dampak dan gejala cairan cuka para kalau terminum atau terkenah kulit?2. Mengapa penderita mengerang kesakitan di dada?

Mengapa pederita kesulitan bicara?3. Apa saja dampak penderita jatuh tertelungkup 2 meter dari rumah panggung nya dan kepala

nya terbentur batu?4. Mengapa penderita tampak kesakitan berat, gelisah, tidak bisa bicara dan kesulitan

bernapas walaupun penderita telah diberikan oksigen?5. Mengapa saat sampai di RS penderita mengalami kesulitan bernapas disertai kesadaran yang

menurun walaupun telah diberi oksigen?6. Bagaimana penatalaksanaan awal pada kasus ini di tempat kejadian, di ambulan dan UGD

RS?7. Penegakan diagnosis :

Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik dan mekanisme nya?Bagaimana interpretasi pemeriksaan tambahan dan mekanisme nya?Apa saja pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan?

8. Apa yang terjadi pada pasien ini (DK)?9. Bagaimana tatalaksana lanjutan dan nutrisi nya?10. Bagaimana prognosis, komplikasi, rujukan dan visum nya??

D. HIPOTESIS“ laki-laki berumur 28 tahun mengalami intoksikasi cuka para (zat korosif) disertai trauma kapitis “

PEMBAHASAN :

1. a). Apa saja komposisi kimia cairan cuka para ?

Laporan pbl 3 kelompok 3 blok 19 3

Page 4: Laporan Klp 3 Skenario 3

Asam formiat (nama sistematis: asam metanoat) adalah asam karboksilat yang paling sederhana. Asam formiat secara alami terdapat pada antara lain sengat lebah dan semut. Asam formiat juga merupakan senyawa intermediet (senyawa antara) yang penting dalam banyak sintesis kimia. Rumus kimia asam formiat dapat dituliskan sebagai H C O OH atau CH2O2.

Di alam, asam formiat ditemukan pada sengatan dan gigitan banyak serangga dari ordo Hymenoptera, misalnya lebah dan semut. Asam format juga merupakan hasil pembakaran yang signifikan dari bahan bakar alternatif, yaitu pembakaran metanol (dan etanol yang tercampur air), jika dicampurkan dengan bensin. Nama asam format berasal dari kata Latin formica yang berarti semut. Pada awalnya, senyawa ini diisolasi melalui distilasi semut. Senyawa kimia turunan asam format, misalnya kelompok garam dan ester, dinamakan format atau metanoat. Ion format memiliki rumus kimia HCOO−.

Sifat Fisika

Asam formiat adalah suatu cairan yang tidak berwarna, berbau tajam/menyengat, menyebabkan iritasi pada hidung, tenggorokan dan dapat membakar kulit. Asam formiat dapat larut sempurna dengan air dan sedikit larut dalam benzena, karbon tetra klorida, toluena, serta tidak larut dalam hidrokarbon alifatik seperti heptana dan oktana. Asam formiat dapat melarutkan poly vynil clorida (PVC). Campuran asam formiat dan air membentuk campuran azeotrop (yaitu campuran larutan yang mempunyai titik didih mendekati titik beku) dengan kandungan maksimum asam formiat 77,5 % (107,3 oC / 760 mmHg) dan 83,2 % (134,6 oC / 1830 mmHg).

Sifat Kimia

Asam formiat atau kadang disebut asam semut/asam metanoat mempunyai rumus kimia HCOOH. Asam formiat merupakan asam terkuat dari seri homolog gugus karboksilat. Asam formiat mengalami beberapa reaksi kimia, yaitu dekomposisi, reaksi adisi, siklisasi, asilasi.

a. Dekomposisi

Asam formiat stabil pada suhu kamar dan dapat didistilasi pada tekanan atmosfer tanpa dekomposisi. Pada temperatur tinggi, asam formiat terdekomposisi menjadi karbon monoksida dan air pada temperatur 200 oC dengan katalis alumina berlebih atau karbon dioksida dan hidrogen pada temperatur 100 oC dengan katalis nikel berlebih.

HCOOH -------> CO2 + H2

HCOOH -------> CO + H2O

b. Reaksi Adisi

Dalam reaksi adisi, asam formiat memecah ikatan rangkap karbon-karbon menjadi bentuk ester.

Laporan pbl 3 kelompok 3 blok 19 4

Page 5: Laporan Klp 3 Skenario 3

c. Reaksi Siklisasi

Ortho penylin diamin bereaksi dengan asam formiat mem-bentuk bensimidasol.

d. Reaksi Asilasi

Asam formiat ester bereaksi dengan aldehid dan keton membentuk hidroksimetilen.

b) Apa dampaknya bagi tubuh dan bagaimana gejalanya ?

Asam formiat ini sulit di ekskresikan keluar dari tubuh, akibatnya terjadilah asidosis parah (penurunan pH dibawah 7.37). Adanya penurunan asam atau basa yang hebat dalam darah, menyebabkan sistem pengatur tubuh (sistem dapar darah, respirasi, fungsi ginjal) tidak lagi mampu mengatur pH darah supaya tetap pada nilai pH normal yaitu 7,4. Penurunan pH dibawah 7,20 akan mengakibatkan turunnya volume menit jantung, gangguan ritmus jantung, hipotensi (sampai terjadi syok), gangguan kesadaran dan akhirnya koma. Gejala keracunan pertama akan terlihat setelah periode laten beberapa jam.

tanda-tandanya adalah: keluhan sakit kepala, pusing, mual, muntah, gangguan penglihatan menyusul kemudian tidak sadar, dan jika tidak cepat ditangani akan berujung pada kematian. Kalaupun pasien dapat diselamatkan nyawanya, boleh jadi akan mengalami kebutaan, karena telah terjadi kerusakan pada saraf penglihatan (atrofi opticus).

Organ pencernaan yang mengalami kerusakan:

Laporan pbl 3 kelompok 3 blok 19 5

Page 6: Laporan Klp 3 Skenario 3

a. Bibir bisa terbakar dan tetesan racun bisa mengenai dagu, leher dan dada. Tumpahan racun pada tubuh korban dapat merusak struktur kulit. Pola mulut yang terbakar bisa digunakan untuk melihat racun apa yang diminum. Korban yang meminum racun dengan posisi duduk atau berdiri, racun akan mengalir kedada dan abdomen; bila berbaring, racun akan mengalirti wajah dan pipi lalu keleher belakang. Tumpahan racun bisa masuk kesaluran hidung.

b. Bagian inferior mulut bisa terkikis, lidah tertelan atau menciut tergantung bahan racunnya. Faring, laring dan esofagus terkikis dan dalam beberapa menit glotis akan edema. Mukosa saluran nafas bisa rusak dan terjadi adspirasi cairan keparu sehingga terjadi edema paru dan hemoragik.

c. Bagian bawah esofagus dan perut mengalami perubahan warna, deskuamasi dan perforasi. Setelah beberapa menit racun bisa mengalir lebih dalam dan dapat merusak usus halus tapi ini jarang terjadi karena faktor waktu dan adanya spasme pilorus.

d. Esofagitis KorosifAsam kuat yang tertelan akan menyebabkan nekrosis menggumpal secara histologik dinding esofagus sampai lapisan otot seolah-olah menggumpal. Zat organik (lisol, karbol) menyebabkan edema di mukosa atau sub mukosa. Mukosa terbentuk dari epitel berlapis gepeng bertingkat yang berlanjut ke faring bagian atas, dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam. Asam kuat menyebabkan kerusakan pada lambung lebih berat dibandingkan dengan kerusakan di esofagus. Sedangkan basa kuat menimbulkan kerusakan di esofagus lebih berat dari pada lambung. Gejala yang sering timbul adalah disfagia / kesulitan menelan, odinofagia dan adanya rasa sakit retrosternal.

Organ pernapasan yg mengalami kerusakan:

a. Tumpahan racun bisa masuk kesaluran hidung. Kulit di sekitar hidung terbakar.b. Faring, laring dan esofagus terkikis dan dalam beberapa menit glotis akan edema. Mukosa

saluran nafas bisa rusak dan terjadi aspirasi cairan ke paru sehingga terjadi edema paru dan hemoragik.

c. Tumpahan racun ke paru bisa menimbulkan edema paru dan bronkopneumonia akibatnya terjadi kematian.

2. Mengapa pasien tidak bisa bicara dan nyeri?

Pada kasus ini, pasien meminum cuka para yang akan mengiritasi esofagus dan vocal cord sehingga pasien akan kesulitan untuk bicara dan merasakan seperti terbakar dan itu diinterpretasikan sebagai rasa nyeri.

3. Dampak jatuh dari ketinggian 2 meter

Laporan pbl 3 kelompok 3 blok 19 6

Terminum cuka para Korosif

Inflamasi sekitar vokal

cord

Masuk ke GIT Inflamasi struktur rongga mulut atau

mukosa

Kesulitan bicara

Esofagus

Inflamasi Nyeri/ kesakitan pada daerah sekitar dada

Page 7: Laporan Klp 3 Skenario 3

Pada kasus, pasien terkelungkup dari ketinggian 2 meter hal ini menyebabkan trauma kepala

Dan dampak terhadap sistem lain:

a) Sistem Kardiovaskuler

Trauma kepala bisa menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru.

Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T, P dan disritmia, vibrilisi atrium serta ventrikel takhikardia. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler pembuluh darah arteriol berkontraksi.

Aktivitas myokard berubah termasuk peningkatan frekuensi jantung dan menurunnya stroke work dimana pembacaan CVP abnormal.

Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung dan meningkatkan atrium kiri, sehingga tubuh akan berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri adalah terjadinya edema paru.

b) Sistem Respirasi

Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru atau hipertensi paru menyebabkan hiperapneu dan bronkho kontriksi.

Terjadinya pernafasan chynestoke dihubungkan dengan adanya sensitivitas yang menigkat pada mekanisme terhadap karbondioksida dan episode pasca hiperventilasi apneu. Konsenterasi oksigen dan karbondioksida dalam darah arteri mempengaruhi aliran darah.

Bila tekanan oksigen rendah, aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi, jika terjadi penurunan tekanan karbondioksida akan menimbulkan alkalosis sehingga terjadi vasokontriksi dan penurunan CBF (Cerebral Blood Fluid). Bila tekanan karbondioksida bertambah akibat gangguan sistem pernafasan akan menyebabkan asidosis dan vasodilatasi. Hal tersebut menyebabkan penambahan CBF yang kemudian terjadi peningkatan tingginya TIK.

Laporan pbl 3 kelompok 3 blok 19 7

Page 8: Laporan Klp 3 Skenario 3

Edema otak akibat trauma adalah bentuk vasogenik. Pada kontusio otak terjadi robekan pada pembuluh kapiler atau cairan traumatic yang mengandung protein yang berisi albumin. Albumin pada cairan interstisial otak normal tidak didapatkan. Edema otak terjadi karena penekanan pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Edema otak ini dapat menyebabkan kematian otak (iskemia) dan tingginya TIK yang dapat menyebabkan terjadinya herniasi dan penekanan batang otak atau medula oblongata. Akibat penekanan pada medulla oblongata menyebabkan pernafasan ataksia dimana ditandai dengan irama nafas tidak teratur atau pola nafas tidak efektif.

c) Sistem Genito-Urinaria

Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme yaitu kecenderungan retensi natrium dan air serta hilangnya sejumlah nitrogen.

Keluaran Urin sedikit dan Meningkatnya konsentrasi elektrolit. Retensi Cairan Pelepasan ADH Trauma

Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus, yang menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron. Ginjal mengambil peran dalam proses hemodinamik ginjal untuk mengatasi retensi cairan dan natrium. Setelah tiga sampai 4 hari retensi cairan dan natrium mulai berkurang dan pasca trauma dapat timbul hiponatremia. Untuk itu, selama 3-4 hari tidak perlu dilakukan pemberian hidrasi. Hal tersebut dapat dilihat dari haluaran urin. Pemeberian cairan harus hati – hati untuk mencegah TIK. Demikian pula sangatlah penting melakukan pemeriksaan serum elektrolit. Hal ini untuk mengantisipasi agar tiadk terjadi kelainan pada kardiovaskuler.

d) SistemPencernaanSetelah 3 hari terdapat respon tubuh yang merangsangtrauma kepala ( aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan merangsang lambung untuk terjadi hiperasiditas. Hipotalamus merangsang anterior hipofise untuk mengeluarkan steroid adrenal. Hal ini adalah kompensasi tubuh untuk menangani edema serebral, namun pengaruhnya terhadap lambung adalah terjadinya peningkatan ekskresi asam lambung yang menyebabkan hiperasiditas. Selain itu juga hiperasiditas terjadi karena adanya peningkatan pengeluaran katekolamin dalam menangani stress yang mempengaruhi produksi asam lambung. Jika hiperasiditas ini tidak segera ditangani, akan menyebabkan perdarah lambung.

e) Sistem Muskuloskeletal

Akibat utama dari cederaotak dapat mempengaruhi gerakan tubuh. Hemisfer atau hemiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada area motorik otak. Selain itu, pasien dapat mempunyai control vaolunter terhadap gerakan dalam menghadapi kesulitan perawatan diri dan kehidupan sehari – hari yang berhubungan dengan postur, spastisitas atau kontraktur.Gerakan volunter terjadi sebagai akibat dari hubungan sinapsis dari 2 kelompok neuron yang besar. Sel saraf pada kelompok pertama muncul pada bagian posterior lobus frontalis yang disebut girus presentral atau “strip motorik “. Di sini kedua bagian saraf itu bersinaps

Laporan pbl 3 kelompok 3 blok 19 8

Page 9: Laporan Klp 3 Skenario 3

dengannkelompok neuron – neuron motorik bawah yang berjalan dari batang otak atau medulla spinalis atau otot – otot tertentu. Masing – masing dari kelompok neuron ini mentransmisikan informasi tertentu pada gerakan. Sehingga ,pasien akan menunjukan gejala khusus jika ada salah satu dari jaras neuron ini cidera. Pada disfungsi hemisfer bilateral atau disfungsi pada tingkat batang otak, terdapat kehilangan penghambatan serebral dari gerakan involunter. Terdapat gangguan tonus otot dan penamilan postur abnormal, yang pada saatny dapat membuat komplikasi seperti peningkatan saptisitas dan kontraktur

4. Mengapa penderita tampak kesakitan berat, gelisah, tidak bisa bicara dan kesulitan bernapas walaupun penderita telah diberikan oksigen?

Pasien tetap merasa gelisah dan kesulitan bernapas walaupun telah diberi O2 karena terjadi inflamasi di daerah orofaringeal dan glotis sehingga terjadi obstruksi saluran napas atas dan akan menghambat masuknya 02 yang diberikan. Mungkin dalam kasus ini o2 diberikan dengan menggunakan mask atau canul.

5. Mengapa saat sampai di RS penderita mengalami kesulitan bernapas disertai kesadaran yang menurun walaupun telah diberi oksigen?

Laporan pbl 3 kelompok 3 blok 19 9

Cuka para (zat korosif)

Tertelan ( Ingesti)

Terjadi kerusakan saluran cerna

Terjadi reaksi inflamasi

Kerusakan di mukosa bibir dan mulut

Terdapat banyak ujung syaraf

bebas

Rasa nyeri hebat

Tidak bisa bicara

Tampak kesakitan hebat

Edema orofaringeal dan

glotis

Obstruksi saluran napas atas Kesulitan

bernapas Suplai O2 ke jaringan << Gelisah

Page 10: Laporan Klp 3 Skenario 3

di ruang emergensi pasien mengalami penurunan kesadaran akibat supply 02 ke dalam tubuh sudah tidak cukup lagi memenuhi kebutuhan 02 dalam tubuh.

Di tambah lagi trauma kapitis yang dialami pasien ini, mungkin ini juga menyebabkan kesadaran pasien menurun. Saat terjadi trauma kapitis TIK akan meningkat dan akan menekan pusat kesadaran (retikulofornatio) menyebabkan pasien akan kehilanghan kesarannya secara perlahan.

6. Penatalakasanaan awal keracunan: Segera suruh minum air/ air susu sebanyak mungkin. Infuse D5%, kalau perlu koloid/transfuse. Diet/obat oral ditunda sampai dilakukan pemeriksaan laringoskopi indirek/ esofagoskopi. Bila lesi ringan; diet oral segera dengan makan cair, steroid-antibiotika dipercepat

penghentiannya. Bila lesi luas; luas perlu sonde lambung atau penderita dipuasakan dan diberi nutrisi parenteral total atau konsul bedah untuk pemasangan sonde lewat gastrotomi.

Kumbah lambung, emesis dan katarsis merupakan kontaraindikasi.

Penatalaksanaan awal jika korban mengalami :a. Cedera Kepala Ringan (GCS 14-15)

Riwayat :

Laporan pbl 3 kelompok 3 blok 19 10

Lama-lama

Obstruksi saluran napas atas

Kesulitan bernapas

Suplai O2 ke jaringan <<

Gelisah

Telah diberikan bantuan oksigen, namun menggunakan mask sehingga aliran O2 masih

tidak adekuat ke paru-paru

Suplai O2 ke otak <<

Kesadaran ↓ Trauma kapitis

Page 11: Laporan Klp 3 Skenario 3

i. Nama, umur, jenis kelamin, ras, pekerjaanii. Mekanisme cedera

iii. Waktu cederaiv. Tidak sadar segera setelah cederav. Tingkat kewaspadaan

vi. Amnesia : Retrograde, Antegradevii. Sakit kepala : ringan, sedang, berat

Pemeriksaan umum untuk menyingkirkan cedera sistemik Pemeriksaan neurologis terbatas Pemeriksaan rontgen vertebra servikal dan lainnya sesuai indikasi Pemeriksaan CT scan kepala sangat ideal pada setiap penderita kecuali bila

memang sama sekali asimtomatik dan pemeriksaan neurologis normal Observasi atau dirawat di RS jika :

i. CT scan tidak adaii. CT scan abnormal

iii. Semua cedera tembusiv. Riwayat hilang kesadaranv. Kesadaran menurun

vi. Sakit kepala sedang- beratvii. Intoksikasi alcohol/obat-obatan

viii. Kebocoran likuor : Rhinorea-otoreaix. Cedera penyerta yang bermaknax. Tak ada keluarga di rumah

xi. GCS < 15xii. Defisit neurologis fokal

b. Cedera Kepala Sedang Sama dengan untuk cedera kepala ringan ditambah pemeriksaan darah sederhana Pemeriksaan CT scan kepala pada semua kasus Setelah dirawat :

i. Pemeriksaan neurologis periodicii. Pemeriksaan CT scan ulang bila kondisi penderita memburuk atau bila

penderita akan dipulangkanc. Cedera Kepala Berat

Periksa ABCDE Primary Survey dan resusitasi Secondary Survey dan riwayat AMPLE Reevaluasi neurologis : GCS

i. Respon buka mataii. Respon motorik

iii. Respon verbaliv. Respon cahaya pupil

Obat-obatan : i. Manitol

ii. Hiperventilasi sedang (PCO2 <35mmHg)

Laporan pbl 3 kelompok 3 blok 19 11

Page 12: Laporan Klp 3 Skenario 3

iii. Antikonvulsan Tes Diagnostik (sesuai urutan):

i. CT scanii. Ventrikulografi udara

iii. Angiogram

Penanganan darurat cedera kepala :

Dekompresi dengan trepanasi sederhana

Kompres dengan air dingin

Interpretasi pemeriksaan fisik dan lainnya

7. interpretasi pemeriksaan fisik dan mekanisme nya.

T: 37,00 C Normal : 36,5-37,5 normalHR:122x/m Normal : 60-100x/m Takikardi akibat kompensasi

berkurangnya suplai oksigenTD : 130/90 mmhg Normal:120/80 mmhg Sedikit meningkat akibat kompensasi

kurangnya suplai oksigenRR : 28 x/m Normal : 16-24 x/m Meningkat akibat kompensasi

kurangnya suplai oksigenSpO2 : 98% Cara mengukur jumlah

oksigen yang ada didalam tubuh adalah dengan mengukur saturasi oksigen di dalam darah, yaitu sekitar 96 - 99%

Normal ataupun kemungkinan terjadi prosedur pemeriksaannya salah

Pasien mengalami disorientasi tempat dan waktu

Sadar Gangguan kesadaran akibat kurangnya suplai oksigen ke otak serta kemungkinan akibat trauma kapitis

Pupil isokor d: 3mm Normal 3mm Normal, belum lateralisasiReflek cahaya (+) (+) NormalTubuhnya banyak mengeluarkan keringat

Perangsangan simpatis

Auskultasi dada :Ronkhi (–)Stridor inspirasi (+)

Ritme jantung takikardi reguler

NormalNormal: tak ada

Normal: tak takikardi

Obstruksi saluran nafas atas

Kompensasi akibat kurangnya oksigen

Abdomen dalam batas normal Normal Zat asam kuat tidak sampai ke saluran pencernaan bawah karena kemungkinan dimuntahkan sebelum sampai lambung

Laporan pbl 3 kelompok 3 blok 19 12

Page 13: Laporan Klp 3 Skenario 3

Bagaimana interpretasi pemeriksaan penunjang dan mekanismenya.

Hematom pada region frontal dengan diameter 5 cm

Normal: tidak ada Akibat jatuh dan kepalanya terbentur batu

GCS 11 E : 3 M : 5 V : 3

Normal: 15 Trauma kapitis sedang

Eritema perioral dan mukosa mulut Normal: tidak ada Akibat terkena cairan cuka paraThoraks

Jejas (-)

Retraksi suprasternal

Bercak eritema pada dada Perkusi: sonor (kiri sama

dengan kanan) Auskultasi: vesicular (ronki

(-))

Tidak ada trauma yang mengenai dadaSebagai usaha tambahan untuk bernapasAkibat terkena cairan cuka paraParu tidak mengalami kerusakan

Paru tidak mengalami kerusakan

Apa saja pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.

a. Pemeriksaan esofagogram : Adanya perforasi atau mediastinitis.b. Pemeriksaan endoskopi. Melihat kerusakan mukosa :

Derajat I : Fribialitis mukosa, hiperemis, edema. Meskipun ada beberapa lesi erosif, tetapi secara keseluruhan mukosa masih baik. Penderita akan dapat menelan kembali dalam waktu singkat secara normal.

Derajat II : Keadaan sudah lebih berat, terjadinya erosi pada mukosa dengan mukosa yang pariable, erosif, banyak terdapat tukak dengan eksudat, sering ada spasme dan perdarahan di mukosa esofagus.

Derajat III : Derajat II + perforasi akibat dari nekrosis pada mukosa submukosa s/d otot.

Pemeriksaan tambahan

1. Lab Pemeriksaan pH dari agen / botol berisi cuka paranya :

o pH kurang dari 2 atau lebih besar dari 12,5 mengindikasikan potensi kerusakan jaringan lebih besar

Pemeriksaan pH saliva Complete blood count (CBC), pemeriksaan kadar elektrolit, kreatinin, dan analisis gas

darah (blood gas analysis) Tes fungsi hati dan DIC Urinalisis dan output urin, untuk membantu memperkirakan terapi fluid replacement.

Laporan pbl 3 kelompok 3 blok 19 13

Page 14: Laporan Klp 3 Skenario 3

2. Pencitraan Foto polos dada – caritahu mediastinitis, efusi pleura, pneumoperitoneum, pneumonitis

aspirasi Radiografi abdomen Endoskopi Esofagoskopi tidak dilakukan Ultrasonografi Endoskopik CT-scan kepala

8. DIAGNOSIS KERJA

Intoksikasi Zat Korosif

Definisi

Intoksikasi zat korosif adalah kerusakan jaringan akibat mengingesti bahan yang mengandung zat kimia, baik bersifat toksik, asidik / asam, maupun alkali / basa, diakibatkan karena reaksi kimia jaringan dengan agen

Etiologi Ingesti bahan kimia yang bersifat korosif, seperti asam kuat atau basa kuat.

Manifestasi Klinis

Tingkat keparahan akibat eksposur dengan asam/basa dinilai dari :

1. Durasi terpapar2. Jumlah dan bentuk zat (cair atau padat)3. Bentuk fisik dari substansi; konsentrasi pH, kemampuan mempenetrasi jaringan, titralable

reserve (jumlah jaringan untuk menetralisirkan agen)

Tanda dari obstruksi jalur napas (atas): o Stridoro Suara parauo Disfonia atau afoniao Tanda distress pernapasan :takipnea dan hiperpneao Retraksi suprasternalo Batuk

Tanda dari obstruksi jalur napas (bawah, apabila teraspirasi):o Ronkio Edema paruo Distress pernapasan

Tanda dan gejala kerusakan lain :o Takikardiao Eritema perioral dan mukosa muluto Oropharyngeal burns lesi orofaringeal, edema, perforasio Udara subkutano Peritonitis akut – apabila terjadi perforasi

Laporan pbl 3 kelompok 3 blok 19 14

Page 15: Laporan Klp 3 Skenario 3

o Hematemesis

Neurologis: Peubahan status mental ex: penurunan kesadaran, gelisah, cemas, disorientasi

Trauma Kapitis

Definisi

Cedera kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis adalah ruda paksa tumpul/tajam pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsi cerebral sementara.

Etiologi

Trauma pada kepala

Manifestasi Klinis

Cemas, gelisah Penurunan kesadaran, GCS ↓ Tanda rangsangan simpatis: takikardi, takipneu, bradikardi Tanda TIK ↑: pusing, sakit kepala, mual, muntah Hematoma

Gambaran klinis ditentukan berdasarkan derajat cedera dan lokasinya. Derajat cedera dapat dinilai menurut tingkat kesadarannya melalui system GCS, yakni metode EMV (Eyes, Verbal, Movement):

1. Cedera Kepala Ringan (CKR) → termasuk didalamnya Laseratio dan Commotio Cerebrio Skor GCS 13-15o Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menito Pasien mengeluh pusing, sakit kepalao Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan

neurologis.

2. Cedera Kepala Sedang (CKS)o Skor GCS 9-12o Ada pingsan lebih dari 10 menito Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogado Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf dan anggota gerak.

3. Cedera Kepala Berat (CKB)o Skor GCS <8o Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih berat

Laporan pbl 3 kelompok 3 blok 19 15

Page 16: Laporan Klp 3 Skenario 3

o Terjadinya penurunan kesadaran secara progesifo Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang terlepas.

Patofisiologi

Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung pada kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur tulang tengkorak.

Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, subdural dan intraserebral. Cedera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak atau cedera struktural yang difus.

Dari tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah. Gelombang ini mengubah tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan jaringan otak di tempat benturan yang disebut “coup” atau ditempat yang berseberangan dengan benturan (contra coup)

Gangguan metabolisme jaringan otak akan mengakibatkan oedem yang dapat menyebabkan heniasi jaringan otak melalui foramen magnum, sehingga jaringan otak tersebut dapat mengalami iskhemi, nekrosis, atau perdarahan dan kemudian meninggal.

Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa. Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan suplai oksigen dan glukosa, yang terjadi karena berkurangnya oksigenisasi darah akibat kegagalan fungsi paru atau karena aliran darah ke otak yang menurun, misalnya akibat syok.

Jenis Trauma Kapitis

Berikut ini jenis trauma kapitis yang mungkin terjadi:

1. Simple Head InjuryDiagnosa simple head injury dapat ditegakkan berdasarkan:

Ada riwayat trauma kapitis Tidak pingsan Gejala sakit kepala dan pusing

Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat simptomatik dan cukup istirahat.

2. Commotio CerebriCommotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih

dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat.

Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya pusat-pusat dalam batang otak. Pada commotio cerebri mungkin pula terdapat amnesia

Laporan pbl 3 kelompok 3 blok 19 16

Page 17: Laporan Klp 3 Skenario 3

retrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan. Amnesia ini timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus temporalis. Pemeriksaan tambahan yang selalu dibuat adalah foto tengkorak, EEG, pemeriksaan memori. Terapi simptomatis, perawatan selama 3-5 hari untuk observasi kemungkinan terjadinya komplikasi dan mobilisasi bertahap.

3. Contusio CerebriPada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam

jaringan otak tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus. Yang penting untuk terjadinya lesi contusion ialah adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak membentang batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan blockade reversible terhadap lintasan asendens retikularis difus. Akibat blockade itu, otak tidak mendapat input aferen dan karena itu, kesadaran hilang selama blockade reversible berlangsung.

Timbulnya lesi contusio di daerah “coup” , “contrecoup”, dan “intermediate”menimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa berupa refleks babinsky yang positif dan kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran puli kembali, si penderita biasanya menunjukkan “organic brain syndrome”.

Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang beroperasi pada trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah cerebral terganggu, sehingga terjadi vasoparalitis. Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan lemah. Juga karena pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan bisa timbul.

Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek. Terapi dengan antiserebral edem, anti perdarahan, simptomatik, neurotropik dan perawatan 7-10 hari.

4. Laceratio CerebriDikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan

piamater. Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subaraknoid traumatika, subdural akut dan intercerebral. Laceratio dapat dibedakan atas laceratio langsung dan tidak langsung.

Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka. Sedangkan laceratio tidak langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan mekanis.

5. Fracture Basis Cranii

Laporan pbl 3 kelompok 3 blok 19 17

Page 18: Laporan Klp 3 Skenario 3

Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa posterior. Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena.

Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:

Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding Epistaksis Rhinorrhoe

Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:

Hematom retroaurikuler, Ottorhoe Perdarahan dari telinga

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis kranii. Komplikasi:

Gangguan pendengaran Parese N.VII perifer Meningitis purulenta akibat robeknya duramater

Fraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi terapinya harus disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi. Tindakan operatif bila adanya liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6 hari.

6. Hematom Epiduralo Letak : antara tulang tengkorak dan duramatero Etiologi : pecahnya A. Meningea media atau cabang-cabangnyao Gejala : setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri kepala sebentar

kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa jam kemudian timbul gejala-gejala yang memperberat progresif seperti nyeri kepala, pusing, kesadaran menurun, nadi melambat, tekanan darah meninggi, pupil pada sisi perdarahan mula-mula sempit, lalu menjadi lebar, dan akhirnya tidak bereaksi terhadap refleks cahaya. Ini adalah tanda-tanda bahwa sudah terjadi herniasi tentorial.

o Akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam)o Interval lucido Peningkatan TIKo Gejala lateralisasi → hemiparese

o Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati hematoma subkutan

o Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil melebar. Pada sisi kontralateral dari hematom, dapat dijumpai tanda-tanda kerusakan traktus piramidalis, misal: hemiparesis, refleks tendon meninggi dan refleks patologik positif.

o CT-Scan : ada bagian hiperdens yang bikonvekso LCS : jerniho Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah (dekompresi) dan pengikatan

pembuluh darah.

7. Hematom subduralo Letak : di bawah duramatero Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins dan laserasi piamater

serta arachnoid dari kortex cerebrio Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama

Laporan pbl 3 kelompok 3 blok 19 18

Page 19: Laporan Klp 3 Skenario 3

Kronis : 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma

o CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu kemudianAda bagian hipodens yang berbentuk cresent.

Hiperdens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan parenkim otak (bagian dalam mengikuti kontur otak dan bagian luar sesuai lengkung tulang tengkorak)

Isodens → terlihat dari midline yang bergeser

o Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam otak (dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom. Penanganan subdural hematom akut terdiri dari trepanasi-dekompresi.

8. Perdarahan IntraserebralPerdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal, terbanyak pada lobus temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa hematom hanya berupa perdarahan kecil-kecil saja. Jika penderita dengan perdarahan intraserebral luput dari kematian, perdarahannya akan direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan kavitasi. Keadaan ini bisa menimbulkan manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang terkena.

9. Oedema serebriPada keadaan ini otak membengkak. Penderita lebih lama pingsannya, mungkin hingga berjam-jam. Gejala-gejalanya berupa commotio cerebri, hanya lebih berat. Tekanan darah dapat naik, nadi mungkin melambat. Gejala-gejala kerusakan jaringan otak juga tidak ada. Cairan otak pun normal, hanya tekanannya dapat meninggi.

TIK meningkat, Cephalgia memberat, Kesadaran menurun

Laporan pbl 3 kelompok 3 blok 19 19

Page 20: Laporan Klp 3 Skenario 3

Patofisiologi keseluruhan

9. Penatalaksanaan

1. Perawatan di tempat kejadian Langsung caritahu agen yang terminum/ teringesti, volume dan jumlah teringesti Jangan rangsang muntah (KONTROVERSIAL) Jumlah sedikit diluen, secepatnya berikan air atau susu untuk

mencegah menempelnya (adhering) partikel terhadap mukosa esofagus. > 30 menit setelah kejadian jangan lagi dilakukan.

Laporan pbl 3 kelompok 3 blok 19 20

Terminum cuka para (asam formiat)Intoksikasi zat korosif

Reaksi asam kuat denganGIT atas

Luka bakar& mengiritasiGIT atas

Eritema perioral& mukosa mulut

Rx. inflamasi

Laring/epiglotis

Edema, perforasiKesulitan bicara

x bisa bicaraObstruksi sal.

napas atas(obstruksi airway)

Stridorinspirasi (+)

Usaha napas ?

Retraksi suprasternal

Pemberianoksigenx

berpengaruh

GIT atas-bawah

Nyeridada + sensasi terbakar

Kesulitan bernapas

Rangsang simpatis

BP N/?TakikardiTakipneu

>> keringat

Gelisah

Cemas,x bisa

mengendali-kan diri

Terjatuh dariketinggian2m

dgn kepalabagian frontalmembentur

batu

Trauma kapitisHematoma frontal

Kesadaran ?

GCS 11

Hipoksia Perubahanstatus mentalHipoksia otak

Gelisah

Bercakeritem dada

Disorientasitempat& waktu

Terminum cuka para (asam formiat)Intoksikasi zat korosif

Reaksi asam kuat denganGIT atas

Luka bakar& mengiritasiGIT atas

Eritema perioral& mukosa mulut

Rx. inflamasi

Laring/epiglotis

Edema, perforasiKesulitan bicara

x bisa bicaraObstruksi sal.

napas atas(obstruksi airway)

Stridorinspirasi (+)

Usaha napas ?

Retraksi suprasternal

Pemberianoksigenx

berpengaruh

GIT atas-bawah

Nyeridada + sensasi terbakar

Kesulitan bernapas

Rangsang simpatis

BP N/?TakikardiTakipneu

>> keringat

Gelisah

Cemas,x bisa

mengendali-kan diri

Terjatuh dariketinggian2m

dgn kepalabagian frontalmembentur

batu

Trauma kapitisHematoma frontal

Kesadaran ?

GCS 11

Hipoksia Perubahanstatus mentalHipoksia otak

Gelisah

Bercakeritem dada

Disorientasitempat& waktu

Terpercik zat korosif

Page 21: Laporan Klp 3 Skenario 3

2. Perawatan intensif di UGD : Diprioritaskan – jalur napas dan tanda vital, monitoring jantung segera dan akses

intravena. Kontrol jalur napas

o Karena resiko yang sangat cepat dari edema jalur napas, evakuasi segera jalur napas dan kondisi kesadaran. Persiapkan segera alat intubasi endotrakeal dan krikotirotomi. Intubasi orotrakeal atau intubasi dengan bantuan optik fiber lebih baik daripada nasotrakeal untuk mencegah perforasi jaringan lunak

o Sebisanya, hindari induksi paralisis saat intubasi karena resiko dari distorsi anatomi akibat perdarahan dan nekrosis.

o Krikotirotomi atau percutaneous needle cricothyrotomy penting dilakukan bila didapat tanda friabilitas ekstrem jaringan atau edema yang signifikan.

Pengosongan lambung dan dekontaminasi :o Jangan diberi obat perangsang muntah, cegah re-eksposur dengan agen kaustilo Gastric lavageo NGT suction – spasme dari spingter pilorik mencegah terpaparnya agen

terhadap mukosa gaster sampai 90 menit – mencegah terpaparnya intestinal Pemberian cairan intravena.

3. Medikamentosa Terapi suportif Penggunaan kortikosteroid Antibiotik – sefalosporin (ceftriaxone) 1-2 gram IV per 24 jam, tidak melebihi 4 g/hari Antibiotik – penisilin dan Beta-lactamase Inhibitor – jika terjadi perforasi Ampisilin dan sulbactam PPI – proton pump inhibitor – mencegah terpajannya esofagus yang terluka terhadap

asam lambung, yang dapat menyebabkan striktura esofagus Pantoprazole – terapi untuk GER dan esofagitis erosif. Analgesik parenteral, monitor tanda sedasi dan depresi dari respirasi.

4. Follow up Pasien yang tidak sengaja tertelan agen penyebab yang asimtomatik dan tidak

menunjukkan gejala apapun, boleh dipulangkan 2-4 jam setelah observasi, tak ada kelainan anatomi, pasien harus bisa meminum cairan tanpa kesulitan, tak ada gangguan berbicara

NPO (nothing per mouth) Esofagram setelah 3-4 minggu

5. Terapi nutrisi (intake makanan) Prinsip : NPO (nothing per mouth) – jangan berikan apapun peroral FEEDING tube

o Alat kedokteran yang digunakan untuk pemberian makanan, dikarenakan pasien tidak dapat mengkonsumsi makanan dengan mengunyah

o Dinamakan enteral feeding / tube feeding Tipe enteral feeding :

o Nasogastrik – dengan selang nasogastrik (nares – esofagus – lambung)

Laporan pbl 3 kelompok 3 blok 19 21

Page 22: Laporan Klp 3 Skenario 3

o Gastric feeding tube – insersi melalui insisi di abdomen ke lambung (digunakan untuk pemasukan nutrisi enteral jangka panjang. Tipe paling umum adalah percutaneous endoscopic gastrostomy (PEG) tube

Efektivitas Dapat digunakan untuk bolus ataupun pemberian makan terus menerus

6. Yang perlu diperhatikan (yang salah) : Gagal mengevaluasi dan pertolongan jalur napas yang agresif Upaya menetralkan zat yang tertelan dengan asam atau basa lemah Menginduksi muntah – karena dapat membuat esofagus terpajan ulang dengan bahan Asumsi bahwa tidak adanya luka bakar pada orofaring akan menyingkirkan kerusakan

jaringan distal Gagal dalam memperoleh data zat/bahan yang tertelan Tidak segera merujuk ke dokter spesialis gastrointestinal / bedah digestif

10. Bagaimana prognosis dan komplikasi serta serta protocol rujukannya?

Prognosis

Dubia, bergantung pada beratnya luka bakar yang ditemukan akibat bahan korosif, serta beratnya dan morfologi/klasifikasi cedera kepala.

Komplikasi

Syok Koma Edema laring Pneumonia aspirasi Perforasi esophagus Mediastinis Kematian

Protokol Rujukan

Pasien dirujuk ke dokter spesialis bedah digestif, spesialis THT dan juga bedah saraf

Apabila belum ada prosedur tetap, maka dianjurkan prosedur dibawah ini :

A. Dokter yang merujukDokter yang akan meruju harus berbicara dengan dokter penerima rujukan, dan memberikan informasi ini :

a. Identitas penderitab. Anamnesis singkat kejadiannya, termasuk data pra rumah sakit yang pentingc. Penemuan awal pada pemeriksaan penderita, serta respon terhadap terapi.

B. Informasi unutk petugas yang akan mendampingiPetugas pendamping harus paling sedikit diberitahukan :

1. Pengelolaan jalan nafas penderita2. Cairan yang telah/akan diberikan3. Prosedur khusus yang mungkin akan diperlukan

Laporan pbl 3 kelompok 3 blok 19 22

Page 23: Laporan Klp 3 Skenario 3

4. Revised trauma score, prosedur resusitasi, dan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi selama dalam perjalanan.

C. DokumentasiYang disertakan dengan penderita adalah dokumentasi mengenai permasalahan penderita, terapi yang telah diberikan, keadaan penderita saat akan dirujuk.

D. Sebelum merujukPenderita harus dilakukan resusitasi dalam usaha membuat penderita dalam keadaan penderita sestabil mungkin, seperti dianjurkan dibawah ini:1. Airway

a. Pasang airway atau intubasi bila perlub. Suction dimana perluc. Pasang NGT untuk mencegah aspirasi

2. Breathinga. Tentukan laju pernafasan, berikan oksigenb. Ventilasi mekanik bila diperlukanc. Pasang chest tube dimana perlu

3. Circulationa. Control perdarahan luarb. Pasang 2 jalur infuse, mulai pemberian kristaloidc. Perbaiki kehilangan darah dengan kristaloid atau darah dan teruskan pemberian

selama transportasid. Pasang kateter uretra untuk monitor keluaran urine. Monitor kecepatan dan irama jantung

4. Susunan syaraf pusata) Bila penderita tidak sadar, bantuan pernafasanb) Berikan manitol atau diuretika dimana diperlukanc) Imobilisasi kepala, leher, toraks, dan/atau vertebrae lumbalis

5. Pemeriksaan diagnostica. Foto ronsen servikal, toraks, pelvis, ekstremitasb. Pemeriksaan lanjutan seperti CT scan dan aortogarfi biasanya tidak ada indikasic. Pemeriksaan Hb, Ht, golongan darah dan cross match, analisis gas darah, tes

kehamilan semua wanita usia suburd. Penentuan denyut jantung dan saturasi Hb (EKG dan pulse oximetry)

6. Lukaa. Setelah control perdarahan, bersihkan dan perban lukab. Berikan profilaksis tetanusc. Antibiotika dimana diperlukan

Visum :

Terhadap pasien yang di duga korban tindak pidana meskipun belum ada surat permintaan visum et repertum dari pihak kepolisian, dokter harus membuat catatan medis atau semua hasil pemeriksaan medisnya secara lengkap dan jelas sehingga dapat digunakan untuk pembuatan visum et repertum.

Dalam bagian pemberitaan disebutkan :

a) Keadaan umum pasien saat datang

Laporan pbl 3 kelompok 3 blok 19 23

Page 24: Laporan Klp 3 Skenario 3

b) Luka-luka atau cedera atau penyakit yang ditemukan pada pemeriksaan fisik berikut uraian tentang letak, jenis dan sifat luka serta ukurannya bila ada,

c) Pemeriksaan khusus/pemunjang yang dilakukan,

d) Tindakan medis yang dilakukan,

e) Riwayat perjalanan penyakit selama perawatan dan keadaan akhir saat perawatan selesai,

f) Gejala yang bersifat objektif dimasukkan sedangkan yang subjektif dan tidak dapat dibuktikan tidak dimasukkan dalam visum et repertum.

Laporan pbl 3 kelompok 3 blok 19 24