laporan presus 2
TRANSCRIPT
A. Definisi Servisitis
Servisitis adalah peradangan jaringan serviks yang umumnya dianggap
sebagai hasil infeksi secara seksual dari organisme, paling sering Neisseria
gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis. Hampir semua kasus servisitis
disebabkan oleh penyakit menular seksual dan, bisa juga karena cedera pada
jaringan serviks, kontrol jalan lahir yang berkurang seperti diafragma dan
bahkan kanker (Marrazzo, 2006).
B. Epidemiologi Servisitis
Angka penderita servisitis di seluruh dunia dan Indonesia belum diketahui
secara pasti, namun sebuah studi yang dilakukan di India menyebutkan bahwa
14,5 % dari 3.000 wanita di India terkena sindrom duh (discharge) vagina,
dimana servisitis termasuk didalamnya (Patel, 2005).
C. Patofisiologi Servisitis
Serviks mempunyai beberapa fungsi yang penting bagi wanita, antara lain
melalui keadaannya antara rahim dan vagina, ia mempertahankan posisi
normal dari organ panggul. Serviks juga berperan penting dalam kehamilan
dimana berfungsi sebagai penghalang antara vagina dan rahim, selain itu
serviks juga berperan sebagai indikator dalam proses melahirkan (Sarwono,
2008).
Serviks mempunyai fungsi yang penting tetapi epitel selaput lendir
servikalis hanya terdiri dari satu lapisan sel silindris oleh karena itu mudah
terkena infeksi dibandingkan dengan selaput lendir vagina. Risiko servisitis
meningkat saat seorang wanita menderita diabetes, vaginitis akut dan
servisitis berulang atau memiliki banyak pasangan seksual. Servisitis juga
dapat dipicu penggunaan kondom wanita (cervical cap dan diafragma),
penyangga uterus, alergi spermisida pada kondom pria, dan paparan terhadap
bahan kimia. Serviks yang mengalami perlukaan dapat berakibat pada infeksi.
Infeksi ini menyebabkan deskuamasi pada epitel gepeng dan perubahan
inflamasi kronik dalam jaringan serviks yang mengalami trauma (Sarwono,
2008).
D. Terapi Servisitis
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan RI telah berusaha
untuk perduli dengan fenomena banyaknya jumlah penderita penderita
servisitis dengan mengeluarkan pedoman nasional mengenai penanganan IMS
pada tahun 2011. Pedoman nasional tersebut menyebutkan bahwa servisitis
bisa diobati sebagai berikut (Kemenkes, 2011):
Pengobatan Servisitis Gonokokus Pengobatan Servisitis Non-Gonokokus
Sefiksim 400 mg, dosis tunggal, per oral
ATAU
Azitromisin 1 g, dosis tunggal, per oral ATAU
Levofloksasin* 500 mg, dosis tunggal,
per oral
Doksisiklin* 2x100 mg/hari, per oral, 7
hari
Pilihan Pengobatan Lain
Kanamisin 2 g, injeksi IM, dosis
tunggal ATAU
Eritromisin 4x500 mg/hari, per oral, 7
hari
Tiamfenikol 3,5 g, per oral, dosis tunggal ATAU
Seftriakson 250 mg, injeksi IM, dosis
tunggal
* Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, atau anak di bawah 12
tahun
Tabel 1. Pengobatan servisitis gonore/non-gonore.
Terapi untuk servisitis selain memakai obat-obatan antara lain melalui
pembedahan. Pembedahan dilakukan pada hari-hari pertama setelah
menstruasi, agar dapat memberikan waktu penyembuhan untuk bekas luka
setelah pembedahan sampai haid berikutnya sehingga dapat mencegah
infeksi. Sebelum melakukan pembedahan terlebih dahulu dibutuhkan
pemeriksaan ginekologi. Prosedur ini tidak boleh dilakukan pada keadaan
peradangan akut serviks, pada keadaan ini prosedur pembedahan harus
ditunda, karena beresiko memperparah peradangan. Pasca operasi, pasien
dilarang melakukan hubungan seksual dahulu dengan pasangannya
(Marrazzo, 2007).
E. Surat Rujukan
Kepada
Yth. Ts. Dr…………………
Spesialis …………………..
Jln. …………………………..
Purwokerto
Dengan hormat,
Mohon konsul dan pengobatan selanjutnya Tn. ………………., ……
tahun, infeksi serviks non gonorrhoeae; hasil pemeriksaan laboratorium
terlampir.
Penderita telah kami beri terapi sementara ………………… dengan
dosis ……………
Atas kesediaan Ts, kami ucapkan terima kasih.
Wassalam
(Dr. ………………….)Jln. ………………Purwokerto
Kemenkes, 2011. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual.
Jakarta: Dirjen PPL.
Marrazzo, Jean M. et al. 2006. Risk Factors for Cervicitis among Women with
Bacterial Vaginosis. The Journal of Infectious Diseases; 193: 617–24.
Marrazzo, Jean M. et al. 2007. Management of Women with Cervicitis. Clinical
Infectious Diseases; 44: S102–10.
Patel, Vikram et al. 2005. Why do women complain of vaginal discharge? A
population survey of infectious and pyschosocial risk factors in a South Asian
community. International Journal of Epidemiology; 34: 853–862
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohadjo.