laporan praktik pengendalian vektor
TRANSCRIPT
MAKALAH ETIKA PROFESI SANITARIAN
ETIKA PROFESI TERHADAP GURUMakalah ini Disusun untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Etika Profesi Sanitarian Tingkat I Semester II
Tahun Akademik 2010 / 2011
Disusun Oleh:
1. Fitri Mamforoghoni (P17433110013)
2. Frida Wulansari AS (P17433110014)
3. Hana Eka Rizki (P17433110016)
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PRODI DIII KESEHATAN LINGKUNGAN
2011
MAKALAH ETIKA PROFESI SANITARIAN
ETIKA PROFESI TERHADAP GURUMakalah ini Disusun untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Etika Profesi Sanitarian Tingkat I Semester II
Tahun Akademik 2010 / 2011
Disusun Oleh:
1. Fitri Mamfuroghoni (P17433110013)
2. Frida Wulansari AS (P17433110014)
3. Hana Eka Rizki (P17433110016)
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PRODI DIII KESEHATAN LINGKUNGAN
2011
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. karena atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalahyang berjudul “Etika Sanitarian
Terhadap Guru”.
Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi Sanitarian. Di
samping itu, penulis juga berharap makalah ini mampu memberikan kontribusi dalam
menunjang pengetahuan para mahasiswa pada khususnya dan pihak lain pada umumnya.
Dengan terselesaikannya makalah ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
a. Khomsatun, S.Pd, M. Kes, selaku dosen mata kuliah Etika Profesi Sanitarian yang telah
membimbing penulis.
b. Orang tua penulis, yang telah memberikan dukungan moril dan materil.
c. Rekan-rekan dan berbagai pihak yang telah membantu terselesainya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah dan
tugas-tugas berikutnya.
ii
Purwokerto, April 2011
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii
A. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
B. PEMBAHASAN ............................................................................................... 3
C. PENUTUP ......................................................................................................... 6
1. KESIMPULAN…………………………………………………………….
2. SARAN…………………………………………………………………….
iii
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan atau menularkan suatu
“infectious agent” dari sumberinfeksi kepada induk semang yang susceptible.
Vektor merupakan arthropoda atau lain – lain invertebrate yang memindahkan
penyakit dengan cara ingkubasi dalam atau melalui kulit atau selaput lendir dengan
gigitan atau peletakan bahan – bahan infectious pada kulit atau makanan atau lain –
lain objek.
Binatang pengganggu adalah binatang yang dapat mengganggu menyerang, ataupun
menularkan penyakit terhadap manusia, binatang maupun tumbuh – tumbuhan.
Pengendalian vektor dan binatang pengganggu adalah semua usaha yang dilakukan
untuk melenyapkan atau menurunkan populasi vektor dan binatang pengganggu.
Dengan maksud mencegah atau memberantas penyakit yang ditularkan atau
gangguan – gangguan yang diakibatkan oleh vektor dan binatang pengganggu.
Pengendalian vektor bermaksud untuk menjamin keamanan dan kenyamanan warga
sekolah yang setinggi – tingginya dari infestasi/ perindukan vektor penyakit,
sehingga dapat menghindari penularan penyakit ke manusia.
Perubahan pemahaman akan konsep tentang metode-metode pengendalian vector di
institute pendidikan, terlebih dahulu perlu difahami prinsip-prinsip dasar atau
konsep dasar dalam pengendalian vector. Konsep dasar dalam pengendalian vector
yang harus kita jadikan pegangan adalah :
1. Pengendalian vector harus menerapkan bermacam-macam cara pengendalian
agar vector tetap berada dibawah garis batas yang tidak merugikan dan atau
membahayakan.
2. Pengendalian vector tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologis
terhadap tata lingkungan hidup.
Sebagai konsekuensi dari konsep dasar pengendalian vector di institute pendidikan,
1
2
telah dituntut untuk memiliki kemampuan-kemampuan yang khas agar dapat
mengendalikan vector dengan tepat, aman dan terarah. Disamping itu dituntut untuk
menguasai dengan baik metode-metode pengendalian vector. Pengendalian vector
yang telah dikenal oleh manusia. Pengendalian vector dapat berlangsung dengan
sendirinya tanpa adanya campur tangan manusia karena alam mempunyai
mekanisme yang dapat mengatur keseimbangan populasi vector. Sebagai contoh,
bencana alam berupa banjir, kebakaran hutan, musim kemarau, dan pemusnahan
vector secara 6rastic.
2. Tujuan
a. Ingin mengetahui pengendalian vector dan binatang pengganggu di institusi
pendidikan khususnya di SMA.
b. Ingin mengetahui permasalahan pengendalian vector dan binatang pengganggu
di institusi pendidikan khususnya di SMA.
c. Ingin memberikan alternatif pemecahan masalah dalam pengendalian vector
dan binatang pengganggu di institusi pendidikan khususnya di SMA.
B. Tinjauan Pustaka
Siklus hidup lalat secara umum adalah sebagai berikut :
Lalat insekta yang mengalami metamerfora yang sempurna, dengan stadium telur,
larva, kepompong dan stadium dewasa. Perkembangan lalat memerlukan waktu antara
7-22 hari, tergantung dari suhu dan makanan yang tersedia. Lalat betina umumnya telah
menghasilkan telur pada usia 4-8 hari dengan 75-150 butir sekali bertelur semasa
hidupnya, seekor lalat bertelur 5-6 kali.
TELUR :
Telur di letakkan pada bahan-bahan organic yang lembab (sampah, kotoran binatang,
dan lain-lain) pada tempat yang tidak langsung kena sinar matahari. Telur berwarna
putih dan biasanya menetas setelah 8-30 jam, tergantung dari suhu sekitarnya.
LARVA :
Tingkat I : Telur yang baru menetas, instar I berukuran panjang 2mm,
berwarna putih, tidak bermata dan berkaki, amat aktif dan ganas
terhadap makanan, setelah 1-4 hari melepas kulit keluar instar II.
Tingkat II : Ukuran besarnya 2 kali instar 1, sesudah satu sampai beberapa
hari, kulit mengelupas keluar instar III.
Tingkat III : Larva berukuran 12mmatau lebih, tingkat ini memakai waktu 3
sampai 9 jam.
Larva mencari tempat dengan temperature yang di senangi, dengan berpindah-pindah
tempat, misalkan : pada gundukan sampah organik. Temperatur yang disukai adalah 30-
35°C.
KEPOMPONG :
Pada masa ini, jaringan tubuh larva berubah menjadi jaringan tubuh dewasa. Stadium
ini berlangsung 3-9 hari. Temperatur yang disukai ± 35°C. Kalau stadium ini sudah
selesai, melalui celah lingkaran pada bagian anterior, keluar lalat muda. Proses
3
4
pematangan menjadi lalat dewasa ± 15 jam dan setelah itu siap untuk mengadakan
perkawinan. Seluruh waktu yang diperlukan 7-22 hari, tergantung pada suhu setempat,
kelembaban dan makanan yang tersedia. Umur lalat dewasa dapat mencapai 2-4
minggu.
Pola Hidup :
Tempat yang disenangi adalah tempat basah, benda-benda organic, tinja, sampah basah,
kotoran binatang, tumbuhan-tumbuhan busuk. Kotoran yang menumpuk secara
komulatif ( dikandang hewan ) sangat disenangi oleh larva lalat, sedangkan yang
tercecer jarang dipakai sebagai tempat berbiak lalat, dan letak geografis tempat
mempengaruhi iklim yang akan mempengaruhi populasi nyamuk. Hal tersebut dapat
terjadi bila tan pa ada factor yang bias mengurangi misalnya iklim yang buruk, parasit,
predator dan beberapa kegiatan manusia.
Selain lalat kami menemukan adalah tikus yang terdapat di kantin sekolah.
1. Siklus hidup
Tikus muda akan mencapai kematangan seksual setelah empat bulan. Kegiatan
seksual dan potensi reproduksi akan berlanjut sampai ajalnya tiba.
Untuk semua jenis tikus rumah rata – rata seekor tikus betina dapat beranak 3
sampai 6 kali atau lebih dalam satu tahun. Rata – rata satu kali beranak
dirampungkan selama 60 hari. Jumlah anak yang dilahirkan setiap kali berkisar
antara 3 sampai 12 ekor atau lebih. Kegiatan tikus akan meningkat mulai berumur
dua bulan sampai sembilan bulan. Rata – rata tikus tidak mampu hidup lebih dari 12
bulan, bahkan beberapa kali mengatakan bahwa lama hidupnya sekitar enam bulan.
2. Kebiasaan
Tikus mempunyai pola perilaku yang membentuk kebiasaan. Tikus mempunyai
kecenderungan untuk menempuh jalur yang sama untuk mencari makanan dan air,
5
tempat bersarang di kawasan persembunyian yang aman, mempelajari adanya
bahaya, cara- cara keluar dari sarang dan sebagainya.
Tikus pada dasarnya adalah binatang malam. Pengetahuan tentang kebiasaan –
kebiasaan tikus ini sangat bermanfaat dalam usaha pengendalian tikus.
Tikus juga mempunyai kemampuan mengubah pola perilakunya, mempunyai
kebiasaan – kebiasaan baru, guna memulihkan gangguan – gangguan dan mencari
sumber makanan yang baru atau tempat berlindung.
3. Indera
Tikus memiliki perkembangan indera pendengar yang cermat. Perkembangan indera
penglihat yang memadai sehingga mampu melihat dalam kegelapan. Bangsa tikus
dikenal buta warna. Perkembangan indera pembau telah sangat baik, sehingga
tertarik pada bau tertentu dan menolak bau yang lainnya. Perkembangan indera
pengecap tidak terlalu baik, walau ia mampu mengecap perbedaan berbagai jenis
makanan.
Sebagaimana diuraikan di atas, kebanyakan tikus – tikus itu makan dan berkeliaran
di waktu malam hari sehingga jarang nampak di siang hari. Dalam hubungan inilah
perlu diketahui tanda – tanda yang menunjukkan keberadaan tikus di suatu tempat.
Tanda – tanda yang dapat dijadikan petunjuk kemungkinan adanya tikus di suatu
tempat antara lain adalah :
a. Bekas gigitan (gnawing)
b. Alur jalan (run ways)
c. Bekas gesekan (rub marks)
d. Lubang terowongan (burrows)
e. Kotoran (droppings)
f. Bekas Telapak (tracks / paths)
g. Suara (voice)
h. Tikus hidup dan tikus mati (life and death rats)
i. Sarang tikus (nests)
C. Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu
Pengendalian vektor dan binatang pnegganggu dapat dilakukan dengan :
1. Cara kimia
Contohnya dengan cara abatisasi (pengendalian larva melalui abate).
2. Cara fisik atau mekanis
Dapat dilakukan dengan merubah kondisi panas dingin, dan dengan membunuh
tikus dan lalat yang ditemui dengan cara sederhana (dipukul).
3. Cara biologis
4. Cara sanitasi lingkungan
Sanitasi lingkungan yang baik.
5. Cara terpadu
Dengan menggunakan perpaduan dari dua cara agar menghasilkan yang baik.
Misalnya dengan melakukan survey, selanjutan pemberantasan atau fogging, dan
penangkapan nyamuk lagi.
Program kesehatan lingkungan :
1. Pengawasan dan pengendalian tempat berkembangnya serangga vektor penyakit.
2. Pembinaan dan pengawasan penggunaan pestisida.
3. Pengendalian populasi vektor penyakit.
Kegiatan pemberantasan vektor dan binatang pengganggu :
1. Spraying
2. Fogging
3. Territ control
4. Perangkap tikus
5. Kapas garam
6. Suspensibility test
7. Susceptibility test
8. Bio assay
6
D. Permasalahan yang Ditemukan
Kami melakukan pengamatan di SMA N 4 Purwokerto yang terletak di Jl. Letkol
Isdiman No. 9 Purwokerto.
Di sana kami menemui salah satu sumber yang memfasilitasi pengamatan kami yaitu
Bapak Hari.
Berdasarkan kunjungan lapangan dan wawancara yang kami lakukan ditemukan
adanya vektor yaitu lalat di kantin dan binatang pengganggu yaitu tikus di koperasi dan
dapur sekolah.
Kebersihan meja di kantin sekolah yang tidak diperhatikan oleh penjual mengakibatkan
banyak lalat yang hinggap di meja.
Bangunan koperasi sekolah yang terbuka memberikan kesempatan untuk tikus mencari
makan di tempat tersebut. Selain itu, adanya saluran pembuangan air (selokan) yang
berada di belakang kantin juga menambah factor adanya tikus koperasi sekolah.
Namun, berdasarkan narasumber tikus – tikus itu tidak merusak dagangan atau
makanan – makanan kemasan yang terdapat di koperasi sekolah.
Adanya makanan di dapur sekolah mengundang tikus keluar di malam hari menuju
dapur. Selain itu, adanya kardus, botol, dan barang – barang yang tidak berguna di
dapur dapat dijadikan sebagai sarang bagi tikus – tikus.
Permasalahan yang ditemukan sebagian adalah kurangnya kesadaran pengelola kantin,
koperasi, dan dapur sekolah dalam mencegah adanya kemungkinan buruk yang dapat
diakibatkan oleh lalat dan tikus.
7
E. PEMBAHASAN
Adanya lalat di kantin sekolah kami bisa menyarankan untuk menjaga kebersihan
lingkungan kantin, seperti meja kantin. Agar tidak banyak lalat yang hinggap di meja,
karena lalat merupakan vektor mekanis. Penyakit – penyakit yang dapat ditularkan
melalui lalat adalah thypus (agent Salmonela shigae), cholera (agent Vibrio cholera),
dan disentri (agent Salmonela typhi).
Binatang pengganggu seperti tikkus dapat dikendalikan dengan menggunakan
perangkap tikus, maupun dengan racun tikus. Selain itu, kebersihan dapur dan koperasi
juga harus diperhatikan agar tidak ada makanan yang tercecer yang dapat mengundang
tikus dimalam hari.
8
F. Simpulan dan Saran
1. Simpulan
a. Pengendalian vektor dan binatang pengganggu di SMA N 4 Purwokerto sudah
terlaksana dengan baik karena tidak terdapat kasus penghuni sekolah yang sakit
karena vektor maupun binatang pengganggu.
b. Permasalahan yang timbul dalam pengendalian vektor dan binatang pengganggu
adalah kurangnya kesadaran pengelola kantin, koperasi, dan dapur sekolah akan
kebersihan tempat itu.
c. Pemecahan masalah yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan
pengendalian vektor dan binatang pengganggu secara sanitasi lingkungan agar
menghasilkan hasil yang baik.
2. Saran
a. Kebersihan koperasi dan dapur harus diperhatikan untuk mengurangi adanya
vektor dan binatang pengganggu.
b. Diperlukannya penyuluhan dari dinas kesehatan tentang pentingnya kebersihan
lingkungan juga dapat membantu peningkatan kesadaran pengelola kantin.
c. Pembangunan koperasi harus disesuaikan dengan syarat bangunan, agar tidak
terdapat lubang – lubang yang digunakan untuk jalan masuk tikus.
9
DAFTAR PUSTAKA
Kusnadi, S. Chasan. Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu (Vector Control
Manual). Makassar, 2006.
10
LAMPIRAN
gambar lalat yang hinggap di meja kantin
gambar kantin yang dengan bangunan permanen
11
12
gambar kantin yang dengan bangunan permanen