laporan pkpa industri tugas umum

Upload: iynh

Post on 18-Jul-2015

2.354 views

Category:

Documents


77 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER PT. Indofarma (Persero) Tbk.Jalan Indofarma No.1, Cibitung - Bekasi 17530

PERIODE 4 JANUARI 10 PEBRUARI 2012

OLEH : Gina Iswary Maharani Pramitasari Sri Nurhayati Teguh Gunawan R (90711018) (90711027) (90711049) (90711053)

PROGRAM PROFESI APOTEKER SEKOLAH FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2012

KATA PENGANTARPuji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT Indofarma (Persero), Tbk. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat dalam pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Laporan ini dapat diselesaikan atas peran serta dan bantuan dari banyak pihak, oleh karena itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Bapak Placidius Sudibyo, selaku Direktur Utama PT. Indofarma (Persero), Tbk. yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk melaksanakan PKPA. 2. Bapak Drs. Kosasih, M.Sc., Apt., selaku Direktur Produksi PT. Indofarma (Persero), Tbk. 3. Bapak Yupi Gantina selaku Koordinator PPKPA PT. Indofarma (Persero), Tbk. dan pembimbing utama PKPA. 4. Ibu Tintin Sartika, S.Si., Apt., selaku Manajer Produksi II PT. Indofarma (Persero), Tbk. dan pembimbing lapangan PKPA. 5. Ibu Rita Novita, S.Farm., Apt., selaku Asisten Manajer Produksi Steril dan pembimbing lapangan PKPA. 6. Seluruh staf dan karyawan Bidang Produksi II PT. Indofarma (Persero), Tbk. yang telah membantu dalam pelaksanaan PKPA; 7. Ibu Dr. Tri Suciati, selaku ketua Program Profesi Apoteker Sekolah Farmasi ITB. 8. Ibu Dr. Jessie Sofia Pamudji, selaku dosen pembimbing PKPA. 9. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan selama pelaksanaan PKPA serta penyusunan laporan ini.

Kami menyadari bahwa laporan ini masih kurang sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga laporan ini dapat bermanfaat.

Bekasi, Pebruari 2012

Penyusun

i

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR . ............................................................................................ DAFTAR ISI ............................................................................................................ DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................................. 1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1.2 Tujuan .......................................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 2.2 Industri Farmasi. .......................................................................................... 2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). .................................................. 3 TINJAUAN KHUSUS PT Indofarma (Persero), Tbk ....................................... 3.1 Sejarah dan Perkembangan PT. Indofarma (Persero) Tbk.. ......................... 3.2 Visi, Misi, Motto dan Logo PT. Indofarma (Persero) Tbk. ......................... 3.3 Nilai Budaya yang Dikembangkan PT. Indofarma (Persero) Tbk ............... 3.4 Kebijakan Mutu PT. Indofarma (Persero) Tbk.. .......................................... 3.5 Kedudukan, Fungsi dan Peranan PT. Indofarma (Persero) Tbk. ................. 3.6 Lokasi dan Bangunan ................................................................................... 3.7 Produk PT. Indofarma (Persero) Tbk. .......................................................... 3.8 Struktur Organisasi PT. Indofarma (Persero) Tbk. ...................................... 3.8.1 Direktorat Produksi. ............................................................................ 3.8.1.1 Bidang PPPP (Perencanaan Produksi dan Pengendalian Persediaan)...................................................... 3.8.1.2 Bidang Produksi I. ................................................................. 3.8.1.3 Bidang Produksi II.. .............................................................. 3.8.1.4 Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Produk.................................................................................. 3.8.1.5 Bidang Pengawasan Mutu/ Quality Control (QC) ............... 3.8.1.6 Bidang Logistik Bahan Awal ............................................... 3.8.1.7 Bidang Teknik dan Pemeliharaan ........................................ 34 42 46 47 23 27 32 1 1 2 3 3 5 15 15 17 18 20 20 22 22 22 23 i ii iv

iii

3.8.2 Direktorat Keuangan dan Sumber Daya Manusia .............................. 3.8.3 Direktorat Riset dan Pemasaran .......................................................... 3.8.4 Direktorat Operasi dan Pengembangan .............................................. 3.8.5 Bidang Pemastian Mutu/ Quality Assurance (QA) ............................. 4 PEMBAHASAN ................................................................................................... 5 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................

47 51 52 53 55 68

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Gambar 1. Logo PT. Indofarma (Persero) Tbk.... ................................................. Gambar 2. Struktur PPPP dalam bidang produksi. ................................................. Gambar 3. Hubungan Kerja Bidang PPPP dengan Bidang lain di PT. Indofarma (Persero) Tbk. ................................................................................... Gambar 4. Alur Proses Perencanaan ....................................................................... Gambar 5. Alur Proses Pengendalian Produksi ......................................................

Halaman 18 24

24 25 26

iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kemajuan dan perkembangan di dunia menuntut Indonesia sebagai negara berkembang untuk dapat beradaptasi dengan kemajuan zaman. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melanjutkan pembangunan nasional, yaitu dengan memajukan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan yang menyeluruh, terarah dan terpadu di segala bidang, salah satunya adalah di bidang kesehatan.

Obat merupakan salah satu komponen penting dalam pelayanan kesehatan. Akses terhadap obat merupakan salah satu hak asasi manusia. Dengan demikian penyediaan obat merupakan kewajiban bagi pemerintah dan institusi pelayanan kesehatan baik publik maupun swasta. Obat berbeda dengan komoditas perdagangan lainnya, karena selain merupakan komoditas perdagangan obat juga memiliki fungsi sosial. Obat yang laik digunakan oleh masyarakat adalah obat yang memenuhi persyaratan keamanan pemakaian (safety), persyaratan mutu kegunaan (efficacy) dan persyaratan kualitas produk (quality). Untuk itu industri farmasi selaku produsen obat, diharapkan dapat memberikan jaminan mutu terhadap obat yang diproduksinya. Salah satu langkah utama yang dilakukan industri farmasi dalam upaya menghasilkan obat jadi yang senantiasa memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan yang telah ditentukan adalah dengan menerapkan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Jaminan mutu suatu produk obat jadi tidak hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian akan tetapi mutu harus dibentuk dan dibangun pada seluruh proses tahapan produksi dari awal hingga akhir. Oleh karena itu, pelaksanaan CPOB terkini harus diterapkan pada seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pelaksanaan CPOB terkini merupakan tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam pembuatan obat.

CPOB merupakan suatu petunjuk (guidance) yang bersifat dinamis, artinya mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan teknologi dengan kriteria kualifikasi yang terus berubah. Tujuan CPOB adalah untuk menjamin bahwa setiap produk obat dibuat sesuai dengan persyaratan mutu yang telah ditentukan yang menyangkut seluruh proses produksi dan pengendalian mutu obat.

1

Konsep yang penting dari CPOB adalah mutu yang terbaik dari setiap obat, yang diterima konsumen tidaklah cukup lolos hanya dari serangkaian pengujian, akan tetapi harus dibentuk selama proses. Pengendalian dan pemantauan obat harus dilakukan secara cermat dan menjadi tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam produksi. Untuk mempermudah dan memperlancar penerapan CPOB, pedoman CPOB dilengkapi dengan Petunjuk Operasional Penerapan CPOB. CPOB mutlak harus dilakukan dalam semua aspek kegiatan produksi baik oleh Industri Penanam Modal Asing (PMA) maupun oleh Industri Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN).

Pembekalan terhadap calon apoteker tidak hanya berupa bekal ilmu pengetahuan secara teori saja, tetapi calon apoteker harus memiliki gambaran kondisi nyata mengenai industri farmasi dengan segala permasalahan yang akan dihadapi berkaitan dengan penerapan CPOB sebelum mereka terjun langsung ke industri farmasi. Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung menyelenggarakan kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bekerja sama dengan industri farmasi, dalam hal ini yaitu PT Indofarma (Persero) Tbk. yang berlangsung pada periode 4 Januari 10 Pebruari 2011. Kegiatan PKPA diperuntukan bagi calon apoteker agar mampu mengimplementasikan ilmu yang diperoleh sejalan dengan perkembangan industri farmasi dan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memperoleh pengalaman yang bermanfaat dengan cara melakukan peninjauan langsung ke lapangan mengenai hal yang berhubungan dengan peranan farmasis serta penerapan CPOB di industri farmasi. Dengan demikian diharapkan mahasiswa calon apoteker memahami cara produksi obat yang memenuhi standar mutu produk obat dan memahami cara pengelolaan industri farmasi.

1.2 Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang diselenggarakan oleh Program Pendidikan Profesi Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung mempunyai tujuan: 1. Mahasiswa calon apoteker dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan di bidang industri farmasi. 2. Mahasiswa dapat memperoleh wawasan dan pengetahuan mengenai penerapan CPOB di industri farmasi. 3. Mahasiswa mengerti dan memahami peran dan fungsi apoteker di industri farmasi. 4. Mahasiswa dapat mengembangkan soft skill sebagai calon apoteker yang baik. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Industri Farmasi Industri farmasi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan

No.245/MenKes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi merupakan industri yang menghasilkan suatu produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan meliputi produksi dan pengawasan mutu mulai dari pengadaan bahan awal, proses pengolahan, pengemasan sampai obat jadi didistribusikan. Industri bahan baku adalah industri yang memproduksi bahan baku baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, berubah maupun tidak berubah yang digunakan dalam proses pengolahan obat.

Industri farmasi wajib memiliki izin usaha industri farmasi yang diperoleh dari Menteri Kesehatan dan berlaku selama industri yang bersangkutan berproduksi. Permohonan izin usaha industri farmasi diajukan setelah pembangunan fisik industri selesai dan siap melaksanakan kegiatan komersial sehingga dibutuhkan tahap persetujuan prinsip. Persetujuan prinsip diberikan kepada industri farmasi agar dapat melaksanakan persiapan dan usaha pembangunan, pengadaan, pemasangan instalasi, peralatan dan hal lain yang diperlukan, termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan di bidang obat. Persetujuan prinsip berlaku selama jangka waktu 3 tahun, selama kurun waktu tersebut perusahaan yang bersangkutan harus menyampaikan informasi kemajuan pembangunan proyeknya kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh industri farmasi untuk memperoleh izin usaha adalah sebagai berikut: 1. Dilakukan oleh perusahaan umum, badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau koperasi. 2. Memiliki rencana investasi. 3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 4. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku obat wajib memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sesuai ketentuan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988. 3

5. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku obat wajib mempekerjakan secara tetap sekurang-kurangnya dua orang Apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab produksi dan pengawasan mutu sesuai dengan persyaratan CPOB. 6. Obat jadi yang diproduksi oleh industri farmasi hanya dapat diedarkan setelah memperoleh persetujuan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan yang telah memperoleh izin usaha industri farmasi adalah sebagai berikut: 1. Membuat laporan jumlah dan nilai produksinya setiap enam bulan. Sedangkan untuk laporan lengkap wajib disampaikan setiap tahun. 2. Menyalurkan produknya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 3. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian serta mencegah pencemaran lingkungan. 4. Melaksanakan keamanan dan keselamatan alat, bahan baku, proses, hasil produksi, pengangkutan dan keselamatan kerja. 5. Melakukan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) berupa Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).

Pencabutan izin usaha industri farmasi dapat dilakukan terhadap perusahaan farmasi yang telah mendapat izin usaha industri farmasi apabila: 1. Melakukan pemindahtanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan perluasan tanpa memiliki izin. 2. Tidak menyampaikan informasi industri secara berturut-turut tiga kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar. 3. Melakukan pemindahan lokasi industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri. 4. Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku. 5. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990.

4

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan persyaratan yang tertera dalam izin edar dan spesifikasi produk. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengawasan mutu.

Penerapan pedoman CPOB tahun 2006 ditetapkan oleh surat Keputusan Kepala BPOM Republik Indonesia No. HK.00.05.3.2007, terdapat 12 aspek dalam CPOB yaitu:

1. Manajemen Mutu Produksi obat dalam industri farmasi harus sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar yang meliputi prosedur, proses dan sumber daya serta tindakan sistematis untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi sehingga produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Pengkajian mutu produk merupakan unsur lain yang tercantum dalam manaejemen mutu. Pengakajian mutu produk dilakukan secara berkala terhadap semua obat terdaftar, termasuk ekspor dengan tujuan membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses.

2. Personalia Sumber daya manusia merupakan bagian yang penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu serta pembuatan obat yang benar. Jumlah karyawan di setiap tingkatan hendaklah cukup serta memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya. Sehingga diperlukan personil yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai serta tidak dibebani kerja yang berlebihan guna menghindari resiko buruk terhadap mutu obat. 5

Struktur organisasi dalam industri farmasi diatur sedemikian rupa sehingga bagian produksi dan bagian pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak saling bertanggung jawab satu sama lain. Masing-masing penanggung jawab diberi wewenang penuh dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Kepala bagian produksi, manajemen mutu (pemastian mutu) dan pengawasan mutu hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai di bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial.

Pelatihan diberikan kepada setiap personil yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Personil baru diupayakan mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan disamping pelatihan dasar dalam teori dan praktek kerja CPOB. Pelatihan berkesinambungan diberikan dengan efektifitas penerapan yang dinilai secara berkala. Personil yang bekerja di area bersih atau area penanganan bahan berpotensi tinggi, toksik atau bersifat sensitisasi diberikan pelatihan spesifik. Pelatihan kepada seluruh personil tersebut diberikan oleh orang yang terkualifikasi.

3. Bangunan Bangunan dan fasilitas pembuatan obat sebaiknya memiliki ukuran, rancangan bangunan, konstruksi serta letak yang memadai agar memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan. Sarana kerja harus memadai untuk menghindari resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat. Adapun syarat bangunan dan fasilitas menurut CPOB adalah sebagai berikut: a. Lokasi bangunan dipilih sedemikian rupa sehingga mencegah terjadinya pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran udara, tanah, dan air maupun dari kegiatan industri lain yang berdekatan. b. Kontruksi bangunan dan fasilitas dirancang dan dipelihara dengan tepat sehingga terlindung dari pengaruh luar seperti cuaca, banjir, rembesan melalui tanah serta masuk dan bersarangnya binatang kecil, tikus, burung, serangga atau hewan lainnya. c. Seluruh bagian bangunan dan fasilitas dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Peninjauan dilakukan secara berkala dan diperbaiki apabila diperlukan.

6

d. Instalasi dan pengaturan listrik, lampu penerangan, suhu, kelembaban dan ventilasi dirancang secara tepat agar tidak mengakibatkan dampak yang merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap produk. e. Area produksi, penyimpanan dan pengawasan mutu tidak menjadi jalur lalu lintas bagi personil yang tidak bekerja di area tersebut. f. Dalam menentukan rancang bangun dan tata letak sebaiknya dipertimbangkan halhal sebagai berikut: Kesesuaian dengan kegiatan lain yang dilakukan dalam sarana yang sama atau dalam sarana yang berdampingan. Tata letak ruang yang sedemikian rupa untuk memungkinkan kegiatan produksi dilaksanakan di daerah yang letaknya diatur secara logis dan berhubungan mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan yang disyaratkan. Luasnya ruang kerja yang memungkinkan penempatan peralatan dan bahan secara teratur dan logis serta terlaksananya kegiatan, kelancaran arus kerja, komunikasi dan pengawasan yang efektif. Pencegahan penggunaan kawasan industri sebagai lalu lintas umum. g. Produksi obat tertentu seperti antibiotik penisilin dan sefalosporin, hormon seks dan sitotoksik disediakan sarana khusus dan self-contained serta peralatan pengendali udara untuk memperkecil risiko bahaya medis yang serius akibat pencemaran silang. h. Pembuatan produk yang diklasifikasikan sebagai racun seperti pestisida dan herbisida tidak boleh dilakukan di sarana produksi obat. i. Area penyimpanan memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk dan didesain atau disesuaikan untuk menjamin kondisi penyimpanan dengan baik. j. Tersedia sarana untuk mengganti pakaian kerja, membersihkan diri dan toilet dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses. k. Permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai dan langit-langit) hendaklah licin, bebas dari keretakan dan sambungan yang terbuka serta mudah dibersihkan, bila perlu mudah didesinfeksi. Lantai dan dinding di daerah pengolahan dibuat dari bahan kedap air, permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. Sudut antara dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah kritis hendaklah dibentuk lengkungan.

7

4. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat memiliki rancang bangun dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi secara tepat sehingga mutu produk obat terjamin secara seragam untuk tiap bets dan memudahkan pembersihan serta perawatannya.

Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk antara, produk ruahan atau obat jadi tidak boleh bereaksi atau mengabsorpsi bahan lain sehingga dapat mengubah identitas, mutu atau kemurniannya diluar batas yang telah ditentukan. Peralatan sebaiknya dapat dibersihkan dengan mudah, baik bagian dalam maupun luar serta tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk. Pemasangan dan penempatan peralatan diatur sedemikian rupa sehingga proses produksi dapat berjalan secara efektif dan efisien. Pemeliharaan dan perawatan peralatan dilakukan menurut jadwal yang tepat untuk mempertahankan fungsi kerjanya tetap dalam kondisi baik dan mencegah terjadinya pencemaran yang dapat mengubah identitas, mutu atau kemurnian produk.

5. Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan setiap hal yang dapat menjadi sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran dihilangkan melalui program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.

Semua karyawan sebaiknya menjalani pemeriksaan kesehatan dan menerapkan higiene perorangan yang baik. Prosedur higene perorangan sebaiknya diberlakukan bagi semua personil yang memasuki area produksi, baik karyawan purna waktu, paruh waktu atau bukan karyawan yang berada di area pabrik (misalnya karyawan kontraktor, pengunjung, anggota manajemen senior dan inspektur). Hal ini dilakukan untuk menjamin produk dari pencemaran dan untuk keamanan personil. Bagi karyawan yang mengidap suatu penyakit yang dapat merugikan kualitas produk dilarang menangani bahan maupun proses produksi sampai sembuh kembali.

8

Bangunan untuk pembuatan obat dirancang dan dibangun dengan tepat untuk memudahkan pelaksanaan sanitasi yang baik. Setelah penggunaan, peralatan dibersihkan secara keseluruhan sesuai prosedur yang ditetapkan. Selanjtnya peralatan disimpan dan dijaga dalam kondisi bersih. Tiap kali sebelum dipakai, kebersihannya diperiksa kembali untuk memastikan bahwa semua produk atau bahan dari bets

sebelumnya telah dihilangkan. Prosedur sanitasi dan higiene divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa penetapan prosedur yang bersangkutan cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan.

6. Produksi Produksi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan sesuai CPOB sehingga menghasilkan obat jadi yang memenuhi persyaratan mutu serta ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Aspek penting dalam kegiatan produksi meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Bahan Awal Pengadaan bahan awal hanya diperoleh dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan. Pemeriksaan bahan awal dilakukan oleh bagian Pemastian Mutu berdasarkan spesifikasi yang ditentukan dan dikarantina sampai diluluskan untuk dipakai. Bahan awal yang tidak memenuhi syarat disimpan terpisah untuk dikembalikan kepada pemasok atau dimusnahkan. b. Validasi Proses Semua proses produksi divalidasi dengan tepat dan dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan. Perubahan yang berarti dalam proses, peralatan atau bahan sebaiknya disertai dengan tindakan validasi ulang untuk menjamin bahwa perubahan tersebut akan tetap menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu. Semua proses dan prosedur yang ada dievaluasi ulang secara rutin untuk memastikan bahwa proses dan prosedur tetap mampu memberikan hasil yang diinginkan. c. Pencemaran Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap produk obat yang dapat merugikan kesehatan atau mempengaruhi daya terapetik serta mempengaruhi kualitas harus dihindari. Kemungkinan terjadinya pencemaran silang sebaiknya diperhatikan.

9

Pencemaran silang dihindari dengan tindakan teknis atau pengaturan yang tepat seperti produksi dalam gedung terpisah (diperlukan untuk penicillin, hormon seks, sitotoksik tertentu dan lain-lain), tersedia ruang penyangga udara dan penghisap udara, memakai pakaian pelindung yang sesuai, melaksanakan prosedur pembersihan, dekontaminasi dan lain-lain. d. Sistem Penomoran Bets atau Lot Sistem yang menjabarkan cara penomoran bets atau lot dibuat secara rinci untuk mempermudah identifikasi dan penelusuran produk antara, produk ruahan atau obat dengan nomor batch atau lot tertentu. Sistem penomoran ini ini sebaiknya spesifik dan tidak dapat digunakan secara berulang untuk periode tertentu, yaitu paling sedikit dalam jangka waktu 10 tahun. e. Penimbangan dan Penyerahan Perhitungan, penimbangan, penyerahan dan penanganan bahan baku, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan dianggap suatu bagian dari siklus produksi yang harus tercakup dalam prosedur tertulis dan memerlukan dokumentasi yang lengkap. f. Pengembalian Semua bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan yang dikembalikan ke tempat penyimpanan didokumentasikan dan dicek kembali dengan baik. Bahan tersebut tidak boleh dikembalikan ke gudang kecuali jika telah memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. g. Pengolahan Pemeriksaan awal pada pengolahan, baik bahan, kondisi daerah pengolahan, peralatan, wadah dan penutup mengikuti prosedur tertulis yang telah ditetapkan. Pencegahan pencemaran silang harus dilakukan pada seluruh tahap pengolahan. h. Produk Steril Produk steril hendaklah dibuat dengan pengawasan khusus untuk menghilangkan pencemaran mikroba dan partikel lain. Produksi steril dapat digolongkan dalam dua kategori utama, yaitu yang harus diproses secara aseptik pada semua tahap dan yang disterilkan dalam wadah akhir atau disebut juga sterilisasi akhir. Pembuatan produk steril memerlukan ruangan terpisah yang selalu bebas debu dan dialiri udara yang melewati saringan bakteri. Tekanan udara dalam ruangan harus lebih tinggi dari ruang lain di luarnya.

10

i. Pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi obat jadi yang dilaksanakan dibawah pengawasan yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan kualitas produk jadi yang telah dikemas. Kegiatan pengemasan dilaksanakan berdasarkan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam prosedur pengemasan induk. j. Bahan dan Produk yang Ditolak, Dipulihkan dan Dikembalikan Bahan dan produk yang ditolak diberi penandaan yang jelas dan disimpan terpisah di restricted area. Bahan atau produk tersebut dapat dikembalikan kepada pemasoknya, diolah ulang atau dimusnahkan. Bahan atau produk dapat diolah ulang dan dipulihkan asalkan layak untuk diolah ulang melalui prosedur tertentu yang disahkan serta hasilnya masih memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan dan tidak terjadi perubahan yang berarti terhadap mutunya. Sisa produk yang tidak layak untuk diolah ulang atau bahan pulihan yang tidak memenuhi spesifikasi, mutu, kemanjuran atau keamanan tidak boleh ditambahkan ke dalam bets berikutnya. Langkah apapun yang dilakukan terhadap bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan dan dikembalikan harus mendapat persetujuan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) terlebih dahulu dan terdokumentasi baik. k. Karantina Obat Jadi dan Penyerahan Gudang Obat Jadi Karantina obat jadi merupakan titik akhir pengawasan sebelum obat jadi diserahkan ke gudang dan siap didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan ketat dilakukan untuk memastikan produk dan catatan pengemasan bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan. l. Pengawasan Distribusi Obat Jadi Sistem distribusi hendaknya dirancang dengan tepat sehingga menjamin obat jadi yang pertama masuk (first-in-first-out (FIFO)) dan obat jadi yang waktu kadaluarsanya (first-expired-first-out (FEFO)) paling mendekati didistribusikan terlebih dahulu. m. Penyimpanan Bahan Awal, Produk Antara, Produk Ruahan dan Obat Jadi Bahan disimpan rapi dan teratur untuk mencegah risiko pencampuran atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan. Kondisi

penyimpanan obat dan bahan hendaklah sesuai dengan yang tertera pada penandaan berdasarkan hasil uji stabilitas.

11

n. Pengiriman dan Pengangkutan Bahan dan produk jadi diangkut sedemikian rupa sehingga tidak merusak keutuhannya dan kondisi penyimpanannya terjaga. Pengiriman dan pengangkutan bahan obat dilaksanakan setelah terdapat pesanan pengiriman. Tanda terima pesanan pengiriman dan pengangkutan didokumentasikan. n. Pembuatan Obat Berdasarkan Kontrak Pembuatan obat berdasarkan kontrak didefinisikan sebagai proses pembuatan sebagian atau keseluruhan suatu obat oleh satu atau lebih industri pembuat untuk kepentingan pihak lain.

7. Pengawasan Mutu Pengawasan mutu menjadi bagian yang penting dari CPOB untuk memastikan tiap obat yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan tujuan penggunaannya. Keterlibatan dan tanggung jawab semua unsur yang berkepentingan dalam seluruh rangkaian pembuatan menjadi penting untuk mencapai sasaran mutu yang ditetapkan mulai dari saat obat dibuat hingga pada distribusi obat.

8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu Inspeksi diri bertujuan untuk melakukan penilaian apakah semua aspek produksi dan pengendalian mutu dalam industri telah memenuhi ketentuan CPOB. Kegiatan ini dirancang untuk mengevaluasi kelemahan pelaksanaan CPOB sehingga dapat ditetapkan tindakan perbaikan yang dapat dilakukan. Inspeksi diri dilakukan secara berkala minimal satu kali dalam setahun. Pelaksanaannya melibatkan tim inspeksi yang minimal terdiri dati tiga anggota tim. Setiap anggota merupakan personil yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan mampu menilai secara obyektif pelaksanaan CPOB. Prosedur dan catatan inspeksi diri didokumentasikan.

9. Penanganan Keluhan terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian Keluhan terhadap obat dan laporan keluhan dapat menyangkut mutu, efek samping yang merugikan atau masalah efek terapetik. Seluruh keluhan dan laporan diteliti dan dievaluasi dengan cermat kemudian diambil tidak lanjut yang sesuai dan dibuat laporan.

12

Penarikan kembali obat dapat berupa penarikan kembali satu atau lebih bets atau seluruh produk jadi tertentu. Penarikan ini dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu. Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar yang kemudian dikembalikan kepada industri karena adanya keluhan, kerusakan, masalah keabsahan atau sebab lain mengenai kondisi fisik obat.

10. Dokumentasi Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas mendapatkan instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakannya sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.

Setiap dokumentasi hendaklah menggambarkan riwayat yang lengkap dari setiap batch atau lot suatu produk sehingga memungkinkan penyelidikan serta penelusuran terhadap batch atau lot produk yang bersangkutan. Sistem dokumentasi ini digunakan juga dalam pemantauan dan pengendalian, misalnya kondisi lingkungan,

perlengkapan dan personalia.

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak dilakukan jika suatu industri membuat produk di industri lain atau sebaliknya. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat mempengaruhi mutu produk atau kinerja personil. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dengan penerima kontrak dibuat secara jelas dalam hal tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian pengawasan mutu.

13

12. Kualifikasi dan Validasi Kegiatan kualifikasi dan validasi merupakan persyaratan yang tercantum dalam CPOB untuk industri farmasi sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan serta perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.

Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuasi (match & reliable) untuk memberikan kepastian (certainty) bahwa alat, prosedur, kondisi (ruangan dan lingkungan) berfungsi sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan. Validasi dibagi empat yaitu: validasi pembersihan, validasi metode analisis, validasi proses, dan validasi ruangan.

Kualifikasi diklasifikasikan menjadi empat yaitu: kualifikasi desain (KD), kualifikasi instalasi (KI), kualifikasi operasional (KO), dan kualifikasi kinerja (KO). KD adalah suatu tindakan untuk memastikan bahwa desain yang dilakukan telah memenuhi ketentuan CPOB dan didokumentasikan. KI adalah suatu tindakan untuk memastikan bahwa peralatan atau sistem penunjang terpasang baik sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan untuk peralatan atau sistem penunjang tersebut. KO adalah suatu tindakan untuk memastikan bahwa peralatan atau sistem penunjang telah dapat dioperasikan dengan baik sesuai spesifikasi yang ditentukan. KK adalah suatu tindakan untuk memastikan bahwa peralatan dan sistem penunjang dapat memberikan kinerja atau sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan.

14

BAB III TINJAUAN KHUSUS PT. INDOFARMA (Persero) Tbk.

3.1. Sejarah dan Perkembangan PT. Indofarma (Persero) Tbk. Awal berkembangnya perusahaan farmasi di Indonesia adalah salah satu pilar

penunjang sistem kesehatan nasional. Pengadaan obat dan alat kesehatan di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1918 oleh Pemerintah Belanda dengan pembuatan salep dan pemotongan kain kasa pembalut yang dilakukan di Centrale Burgelijke

Zeinkeninrichting (CBZ) yang sekarang dikenal Rumah sakit Cipto Mangunkusumo di Jakarta. Pabrik tersebut dipimpin oleh Drs. J. A. R. Benhke, Apt., seorang warga Negara Belanda keturunan Jerman. Kemudian lokasi pabrik dipindahkan ke jalan Tambak No 2, Manggarai Jakarta, sehingga dikenal sebagai pabrik obat Manggarai. Pengadaan obat berkembang dengan jenis produksi yang bertambah yaitu obat suntik dan tablet pada tahun 1931.

Semenjak berakhirnya penjajahan Belanda dan masuknya Jepang ke Indonesia, pada tahun 1942 pabrik obat Manggarai diambil alih dan dikelola oleh perusahaan farmasi Jepang (Takeda). Selama masa tersebut kegiatan produksi tidak banyak mengalami perkembangan. Pada saat penyerahan kedaulatan dari pemerintah Jepang kepada pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1950, pabrik obat Manggarai diambil alih oleh pemerintah Indonesia yaitu Departemen Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Farmasi. Pada tahun 1960-1967, pabrik tersebut berada di bawah naungan Badan Perlengkapan Kesehatan (Baperkes), disamping dua badan lain yaitu: Depo Farmasi Pusat dan Lembaga Farmakoterapi, pada perkembangan selanjutnya disebut Lembaga Farmasi Nasional kemudian menjadi Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan (PPOM).

Tanggal

14

Februari

1967

berdasarkan

SK

Menteri

Kesehatan

RI

No.008/II/Am/67, nama pabrik Manggarai diubah menjadi Pusat Produksi Farmasi Departemen Kesehatan dan ditetapkan sebagai unit operatif setingkat Direktorat Jenderal Farmasi. Tugas pokok pabrik ini adalah memproduksi obat yang berdasarkan pesanan Departemen Kesehatan RI.Pada tahun 1969-1975 pabrik mengalami renovasi dan pada tahun 1979 ditetapkan menjadi Pusat Produksi Farmasi Departemen Kesehatan. 15

Pada tahun 1975 dikeluarkan SK Menteri Kesehatan RI No.125/VI/KAB/BU/75 tentang Struktur Organisasi Departemen Kesehatan yang merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari Keputusan Presiden RI no. 44 dan 45 tahun 1974. Namun Pabrik Farmasi Depkes ini tidak tercakup dalam keputusan tersebut sehingga statusnya menjadi tidak jelas.

Dengan adanya kebijaksanaan pemerintah tanggal 15 November 1978 dalam hal ekonomi dan keuangan, harga obat mendadak melambung tinggi sehingga persediaan obat terutama di puskesmas mengalami kekosongan karena sulit mendapatkan obat. Peristiwa ini menyadarkan pemerintah untuk menyediakan peralatan dan sarana yang dibutuhkan agar dapat mengendalikan mekanisme pengadaan obat dalam jumlah yang cukup serta memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan distribusi yang merata serta harga terjangkau sesuai kemampuan dan daya beli masyarakat. Maka pabrik farmasi ini diaktifkan kembali sesuai dengan fungsinya, berdasarkan SK Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.418/MenKes/SK/XII/78 tanggal 6 Desember 1978.

Pada tanggal 11 Juli 1981 berdasarkan PP No.20 tahun 1981, Pusat Produksi Farmasi diubah dari perusahaan umum menjadi Indonesia Farma (Perum Indofarma) yang direalisasikan pada tanggal 1 April 1983. Pada tahun 1988 mulai dibangun pabrik baru yang modern sesuai konsep dan persyaratan CPOB, yang berlokasi di Desa Gandasari, Cibitung, Bekasi dengan bantuan alat dan teknologi dari Italia.Tahun 1990 pembangunan pabrik dapat diselesaikan, dan pada pertengahan tahun1991 hampir seluruh kegiatan produksi telah menempati lokasi di Cibitung, kecuali sediaan steril.Tahun 1993, fasilitas pabrik dilengkapi dengan membangun unit produksi steril termasuk fasilitas produksi sefalosporin yang pembangunannya selesai pada akhir tahun 1994.Pada tanggal 31 Januari 1995 fasilitas produksi steril diresmikan oleh Menteri Kesehatan RI.

Pada tanggal 26 Januari 1996, Perum Indofarma diubah menjadi Perseroan Terbatas (PT Indofarma) melalui PP No.34 tanggal 20 September 1995.Perubahan status ini bertujuan untuk mengantisipasi perubahan dan meningkatkan daya saing.Pada tahun 1999 dibangun Extraction plant dan selesai pada tahun 2000.

16

Pada tahun 2000 didirikan anak perusahaan PT. Indofarma Global Medika (PT. IGM) sebagai distributor dan pemasaran produk farmasi termasuk alat kesehatan.Saat ini IGM mempunyai 23 cabang di seluruh Indonesia.Telah dibangun pula pabrik pengolahan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) di Lippo Cikarang Industrial Estate, Jawa Barat.

PT Indofarma merupakan salah satu dari beberapa industri farmasi di Indonesia yang telah melaksanakan CPOB pada semua aspek produksi.PT Indofarma memperoleh sertifikat ISO 9002 untuk unit produksi steril. Dan pada tahun 2001 ditingkatkan menjadi ISO 9001 versi 1994, kemudian tahun 2003 berubah menjadi ISO 9001 versi 2000 untuk Direktorat Produksi, Direktorat Umum dan SDM, Direktorat Pemasaran dan Teknologi Informasi.Perbaikan ini dilakukan agar dapat memenuhi tuntutan pasar terutama tujuan ekspor dan meningkatkan daya saing terhadap produk-produk farmasi.

Pada tahun 2001 PT Indofarma (Persero) melakukan penawaran saham perdana kepada masyarakat dan mendaftarkan seluruh saham perusahaan di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya serta resmi menjadi sebuah perusahaan terbuka dengan nama PT. Indofarma (Persero) Tbk.

3.2. Visi, Misi, Motto dan Logo PT. Indofarma (Persero) Tbk. 1. Visi PT. Indofarma (Persero) Tbk. Visi PT. Indofarma (Persero) Tbk. adalah menjadi perusahaan yang berperan secara signifikan pada perbaikan kualitas hidup manusia dengan memberi solusi terhadap masalah kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

2. Misi PT. Indofarma (Persero) Tbk. Selain visi PT. Indofarma (Persero) Tbk. juga mempunyai misi yaitu: a. Menyediakan produk dan layanan berkualitas dengan harga terjangkau untuk masyarakat. b. Melakukan penelitian dan pengembangan produk yang inovatif dengan prioritas untuk mengobati penderita penyakit dengan tingkat prevalensi tinggi. c. Mengembangkan kompetensi SDM sehingga memiliki kepedulian, profesionalisme dan kewirausahaan yang tinggi. 17

3. Motto PT. Indofarma (Persero) Tbk. Motto PT. Indofarma (Persero) Tbk., adalah Pilihan Rasional untuk Sehat. Insan Indofarma memiliki nilai-nilai inti yang telah disepakati bersama dan dianut serta mencerminkan budaya korporat yang membentuk filosofi bisnis dan budaya kerja Compassionate, Professional, Entrepreneurship disingkat CPE, untuk

mewujudkan visi dan misi perseroan.

4. Logo PT. Indofarma (Persero) Tbk. PT Indofarma (Persero) Tbk. memiliki logo INF yang melambangkan kependekan nama perusahaan, logo hadir tanpa bingkai yang menggambarkan pengabdian Indofarma di bidang kesehatan masyarakat, dengan warna biru yang melambangkan warna langit yang tidak terbatas, menggambarkan sifat pengabdian Indofarma yang tidak terbatas. Keleluasaan pengabdian diperluas dengan gradasi warna yang memiliki dimensi yang luas. Upaya pelayanan Indofarma kepada masyarakat tersirat dalam ritme dari garis luas dan lengkung, artinya Indofarma siap melindungi masyarakat dari penyakit dan mendukung masyarakat untuk mewujudkan kesehatan. Posisi miring melambangkan dinamika perusahaan yaitu tidak terpaku pada konvensi-konvensi yang sudah ada, mengikuti perkembangan zaman dan inovatif tetapi mengikuti gerak laju teknologi khususnya di bidang farmasi.

Gambar 1. Logo PT. Indofarma ( Persero ) Tbk.

3.3. Nilai Budaya yang Dikembangkan PT. Indofarma (Persero) Tbk. Untuk mewujudkan visi dan misi, PT. Indofarma (Persero) Tbk, memiliki nilai inti yang telah disepakati bersama dan dianut, serta mencerminkan budaya korporat, dalam hal ini adalah budaya PT. Indofarma (Persero) Tbk. Nilai-nilai ini membentuk filosofi bisnis dan budaya kerja Profesional, Enterpreneurship, Compassionate .

18

Professional memiliki arti yaitu senantiasa bekerja secara profesional yang dilandasi integritas, komitmen dan selalu berupaya memberikan hasil yang terbaik. Nilai inti profesional dijabarkan dalam bentuk: a) Integrity sebagai input, mengandung pengertian satu pikiran, kata dan perbuatan yang selalu mengatakan kebenaran dan mengikuti aturan yang berlaku, dengan memegang teguh prinsip-prinsip etika sehingga menjadi insan Indofarma yang dan dapat dipercaya dan amanah. b) Commitment sebagai proses, mengandung pengertian bahwa insan Indofarma memiliki komitmen yang kuat dalam menjalankan pekerjaan suatu keahlian, pengetahuan, dan ketentuan yang berlaku. c) Strive for excellent sebagai output, mengandung pengertian bahwa insan Indofarma senantiasa berupaya memberikan yang terbaik bagi stakeholdes perseroan dengan bekerja secara efektif, efisien dan akurat.

Entrepreneurship memiliki arti bahwa insan Indofarma senantiasa memiliki jiwa kewirausahaan berdasarkan pemikiran jauh ke depan, inovatif dan fokus terhadap kepuasan pelanggan. Nilai Entrepreneurship dijabarkan dalam bentuk : a) Visionary sebagai input, mengandung pengertian bahwa insan Indofarma memiliki pandangan jauh kedepan yang disertai kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan. b) Inovation sebagai proses, mengandung pengertian bahwa penyesuian diri terhadap perubahan diwujudkan dengan menciptakan produk baru, proses atau metode baru dan melakukan perbaikan dalam lingkup tanggung jawabnya. c) Customer focus sebagai output, mengandung pengertian bahwa insan Indofarma memberikan yang terbaik dan perhatian penuh terhadap pelanggan dan Stakeholders perseroan dengan berorientasi hasil namun tetap mengutamakan proses dan memberikan perhatian penuh kepada pelanggan.

Compassionate berarti insan Indofarma memiliki rasa peduli dan welas asih terhadap sesama, yang dijabarkan dalam bentuk : a) Respect to people sebagai input, mengandung pengertian bahwa insan Indofarma menghormati perbedaan pendapat dan peduli sesama, baik individu, rekan kerja (atasan, bawahan, setingkat), mitra kerja maupun stakeholders.

19

b) Cooperative sebagai proses, mengandung pengertian bahwa insan Indofarma selalu bekerjasama dalam suatu sinergi yang harmonis dengan mengedepankan rasa tanggung jawab dan suasana kekeluargaan. c) Fairness (keadilan) mengandung pengertian adanya kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Nilai ini diwujudkan dengan meritocracy (sejajar/sama kedudukannya), keterbukaan (saling terbuka) dalam setiap pengambilan keputusan sesuai batasan dan ketentuan perundangan yang berlaku.

3.4. Kebijakan Mutu PT. Indofarma (Persero) Tbk. Kebijakan mutu PT. Indofarma (Persero) Tbk. Ditetapkan sebagai berikut : 1. Mutu dijadikan prioritas utama demi kepuasan pelanggan eksternal internal. 2. Mutu mencakup seluruh kegiatan perusahaan, mulai dari penelitian dan pengembangan, produksi sampai dengan pemasaran. 3. Mutu dibangun dalam sistem manajemen mutu terpadu oleh semua pihak melalui perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang efektif dan efisien. 4. Mutu terutama ditentukan oleh faktor manusia, karena itu pendidikan dan pelatihan bagi karyawan terus dikembangkan sesuai kebutuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 5. Mutu selalu dijaga dan ditingkatkan sesuai kebutuhan pelanggan dengan memperhatikan kemampuan daya saing melalui proses yang dapat menekan biaya mutu. maupun

Seluruh karyawan dan pimpinan, bekerja sama dalam suasana yang kondusif menyelesaikan tugas masing-masing secara tuntas dan tepat waktu, sesuai dengan jiwa dari kebijakan ini serta mengikuti sistem yang telah ditetapkan.

3.5. Kedudukan, Fungsi dan Peranan PT. Indofarma (Persero) Tbk. Kedudukan PT. Indofarma (Persero) Tbk., sebagai suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sudah go public yang memproduksi obat-obatan essensial dan merupakan produsen obat generik berlogo.

20

PT. Indofarma (Persero) Tbk, mempunyai beberapa fungsi antara lain sebagai berikut: 1. Menyelenggarakan kemanfaatan umum dibidang farmasi dalam arti yang seluasluasnya terutama dalam bidang pengadaan produk farmasi yang sangat diperlukan oleh sarana kesehatan, baik di pusat maupun di daerah, yaitu untuk unit pelayanan kesehatan pemerintah maupun masyarakat umum. 2. Mendapatkan keuntungan berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan untuk membiayai serta mengembangkan perusahaan dan untuk disumbangkan bagi pembangunan nasional sesuai dengan kemampuan perusahaan. 3. Memperluas pemerataan penyediaan obat khususnya bagi masyarakat golongan menengah kebawah. 4. Mencukupi kebutuhan obat yang dibutuhkan bagi Puskesmas dan Rumah Sakit Pemerintah serta penyediaan obat di desa untuk mendukung Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU). 5. Sebagai Price Leader terhadap obat-obat yang beredar di masyarakat melalui program Obat Generik Berlogo. 6. Meningkatkan penerapan CPOB sebagaimana direkomendasikan oleh WHO sebagai hasil produksi berstandar internasional.

Peranan PT.Indofarma (Persero) Tbk., antara lain dapat dilihat dari setiap kebijakan yang operasional maupun arah pengembangan perusahaan, yaitu:1. Andalan utama produsen obat essensial bermutu, dengan demikian PT.Indofarma

(Persero) Tbk., merupakan pemasok terbesar obat essensial dan menggunakan sebagian besar kapasitas produksinya untuk memproduksi obat essensial. 2. Adanya kebijakan sekaligus motto perusahaan yaitu Untuk Kehidupan Yang Lebih Baik, yang artinya bahwa PT.Indofarma (Persero) Tbk., akan selalu

berusaha meningkatkan derajat kesehatan masyarakat menjadi lebih baik. PT. Indofarma (Persero) Tbk., sebagai Badan Usaha Milik Negara memenuhi upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh dan membantu

terpadu termasuk

pemerataan penyediaan obat yang bermutu dengan harga yang terjangkau. 3. PT. Indofarma (Persero) Tbk. menjadi tempat pelatihan tenaga farmasis dan profesi lain dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia di industri farmasi.

21

3.6. Lokasi dan Bangunan Pabrik dan kantor pusat PT. Indofarma (Persero) Tbk., terletak di Jalan Indofarma No. 1, Desa Gandasari, Kecamatan Cikarang Barat-Bekasi, dengan luas tanah 2.000.000 m2 dan luas bangunan 28.035 m2 yang terdiri dari : kantor pusat 20 m2, pusat pelatihan 750 m2, kantin 300 m2, koperasi 60 m2, poliklinik dan apotek 196 m2, masjid 441 m2, laboratorium 1.440 m2, unit produksi utama 9.921 m2, unit produksi laktam 1.440 m2, unit produksi parenteral 2.330 m2, unit produsi obat tradisional dan gudang 5.250 m2, bangunan utilities 898 m2, gudang bahan kimia 216 m2, instalasi pengolahan limbah cair 204 m2, instalasi limbah padat 44 m2, menara air 100 m2, cylinder gas chamber 66 m2, rumah jaga 128 m2, lapangan 1.548 m2, unit penelitian dan pengembangan 700 m2.

3.7. Produk PT. Indofarma (Persero) Tbk. Produk yang dihasilkan oleh PT. Indofarma (Persero) Tbk., antara lain sebagai berikut: 1. Produk Ethical (OGB, Lisensi, Nama Dagang) PT. Indofarma (Persero) Tbk., memproduksi obat generic ethical sebagai produk utama di samping memproduksi obat dengan nama dagang dan lisensi. Saat ini PT. Indofarma (Persero) Tbk., mulai memperluas target pasar dengan memproduksi obat branded generic atau obat generik dengan nama dagang dengan harga terjangkau, yang merupakan program pemerintah untuk penyediaan obat bagi masyarakat. 2. OTC dan Herbal Medicines Dalam rangka mengembangkan sumber daya alam di Indonesia PT. Indofarma (Persero) Tbk, telah mengembangkan Obat Asli Indonesia (OAI) seperti Prolipid, Pro Uric, Probagin, dan lainnya. Selain itu, diproduksi pula makanan kesehatan (food suplement ) seperti Biovision, Bioprost, dan lain-lain. Obat OTC yang diproduksi antara lain OBH Plus.

3.8 Struktur Organisasi PT. Indofarma (Persero) Tbk. PT. Indofarma (Persero) Tbk., dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang dibantu oleh empat orang direktur, yaitu Direktur Produksi, Direktur Keuangan dan SDM, Direktur Riset dan Pemasaran, serta Direktur Operasional dan Pengembangan. Setiap Direktur mengepalai direktoratnya dan membawahi bidang yang dipimpin oleh Manajer, tiap bidang yang dipimpin oleh Manajer membawahi beberapa seksi. 22

Selain itu ada beberapa bagian yang langsung bertanggung jawab kepada Direktur Utama yaitu Corporate Secretary , Satuan Pengawas Internal (SPI); Pemastian Mutu, Teknologi Informasi. Struktur selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3.

3.8.1 Direktorat Produksi Direktorat Produksi PT. Indofarma (Persero) Tbk membawahi delapan bidang dimana setiap bidang dipimpin oleh seorang manajer yang dibantu oleh asisten manajer dan supervisor.

3.8.1.1 Bidang PPPP (Perencanaan Produksi dan Pengendalian Persediaan) Bidang Perencanaan Produksi dan Pengendalian Persediaan (PPPP) dipimpin oleh seorang manajer yang membawahi empat seksi, yaitu seksi Perencanaan dan Pengendalian Bahan Baku dan Bahan Pengemas, seksi Perencanaan dan Pengendalian Produksi I, seksi Perencanaan dan Pengendalian Produksi II, Herbal serta seksi Toll Manufacturing dan Pelayanan Produk. Bidang PPPP mempunyai peranan strategis dalam peningkatan efisiensi dan produktifitas, proses pabrikasi, pengendalian persediaan sehingga diharapkan dapat menghasilkan produk dengan mutu, harga, jumlah, dan waktu serta pelayanan yang tepat.

Seksi perencanaan dan pengendalian mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi perencanaan dan fungsi pengendalian. Fungsi perencanaan, merupakan landasan utama dalam penentuan permintaan marketing dan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan tercapainya permintaan tersebut. Fungsi pengendalian, merupakan alat manajemen untuk memastikan tersedianya bahan awal, produk ruah, dan produk jadi untuk terpenuhinya permintaan marketing, serta pengaturan agar tidak terjadi over stock atau out of stock.

23

Gambar 2. Struktur PPPP dalam bidang produksi

Hubungan kerja PPPP dengan berbagai bidang lain:Supply Chain Management

Supply Product

Perencanaan Produk

Produksi

PPPPPengendalian Persediaan Permintaan Bahan Awal

Logistik

Pengadaan

Gambar 3. Hubungan Kerja Bidang PPPP dengan Bidang lain di PT. Indofarma (Persero) Tbk.

24

Alur proses kegiatan bidang PPPP dibagi menjadi dua tahap, yaitu alur proses perencanaan dan alur proses pengendalian bahan. Alur proses perencanaan dimulai dari bidang Supply Chain Management (SCM) menyerahkan rencana penjualan satu tahun kepada bidang PPPP. Berdasarkan hal tersebut PPPP membuat rencana produksi satu tahun serta rencana kebutuhan satu tahun dan dimintakan persetujuan kepada Direktur Produksi. Kedua rencana tersebut digunakan sebagai dasar pembuatan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) yang disusun setiap tahun kemudian dijabarkan dalam Konsep Rencana Produksi Periodik (KRPP) dan Konsep Rencana Kedatangan Bahan (KRKB) perkuartal. Berdasarkan KRPP dan KRKB perkuartal dibuat Rencana Produksi Bulanan (RPB). RPB ini digunakan untuk menyiapkan Perintah Produksi (PP) dan Perintah Kemas (PK) serta penyiapan Surat Pesanan Permintaan Barang (SPPB) untuk dimintakan persetujuan Direktur Produksi. Alur proses perencanaan ditunjukkan pada gambar 3.Rencana Penjualan MPS PPO MRP

INF/TO/TI KRPB

SPPB

Gambar 4. Alur Proses Perencanaan RPB Fungsi PPPP dalam perencanaan bahan adalah menetapkan standar untuk perencanaan bahan, meliputi: a. Jenis spesifikasi bahan yang dibutuhkan b. Sediaan maximum dan minimum bahan: Buffer stock & Reorder point Frekuensi pemesanan bahan Kapasitas gudang c. Lead time d. Jumlah pesanan: Jumlah & jadwal produksi Minimal packing MOQ (Minimum Order Quantity) 25

Alur proses pengendalian bahan dimulai dari diterbitkannya Perintah Pengolahan (PP) sekaligus berlaku sebagai bon permintaan bahan ke gudang penyimpanan bahan baku dan bahan penolong. Kemudian diterbitkannya Bukti Penyerahan Produk Ruah (BPPR), selanjutnya keluar Perintah Kemas (PK) dan Bukti Penyerahan Produk Jadi (BPPJ). Berdasarkan PP dan PK bidang Produksi membuat Rencana Produksi Mingguan (RPM) yang selanjutnya digunakan sebagai pedoman proses produksi. Proses produksi dilaporkan dalam bentuk laporan produksi dan ditujukan antara lain kepada bidang PPPP sebagai informasi untuk fungsi pengendalian produksi. Bidang Pengadaan kemudian memberikan informasi kemajuan proses pengadaan kepada PPPP untuk fungsi pengendalian bahan. Alur proses pengendalian ditunjukkan pada gambar 4.PP BPPR PK BPPJ

Gambar 5. Alur Proses Pengendalian Produksi

Beberapa tugas Bidang PPPP dalam pengendalian bahan adalah: Monitoring kedatangan bahan sampai dengan bahan tersebut bisa dipergunakan untuk proses produksi Memantau inventory bahan (terutama bahan yang dipakai banyak item) Analisa terhadap perubahan pasar, disain produk dan kemasan, kegagalan produk dan kerusakan bahan, nilai persediaan Monitoring kemajuan dan kendala pengadaan bahan Koordinasi problem solving

Seksi Toll Manufacturing dibagi menjadi dua, toll out (dimana perusahaan membuat produk ke pabrik farmasi lain) dan toll in (dimana perusahaan menerima pembuatan produk dari pabrik farmasi lain). Beberapa hal yang dilakukan dalam toll manufacturing adalah : Mencari PTM (Pabrik Penerima Toll Manufacturing) sesuai rencana produksi. Halhal yang perlu diperhatikan adalah: Fasilitas produksi Hasil audit PTM Toll fee 26

Melakukan monitoring realisasi produk di PTM Koordinasi problem solving

3.8.1.2 Bidang Produksi I Bidang Produksi I dipimpin oleh seorang manajer yang membawahi empat seksi, yaitu seksi Solid I bertanggung jawab dalam pembuatan massa tablet dan pembuatan massa kapsul, seksi Solid II bertanggung jawab dalam pencetakan tablet atau filling kapsul, seksi Pengemasan bertanggung jawab dalam pengemasan, dan seksi Herbal yang bertanggung jawab dalam ekstraksi dan pengolahan bahan herbal.

Proses produksi tablet bidang Produksi I dilakukan dengan metode vertical closed system, yaitu sistem vertikal tertutup dimana proses produksi dilakukan dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Metode ini dilaksanakan diproduksi I karena bentuk bangunan memungkinkan metode tersebut dilakukan (3 lantai) dan produksinya besar sehingga efisiensi tenaga tercapai. Keuntungan sistem ini adalah dapat meminimalkan terjadinya kontaminasi silang, batch dapat dibuat dalam kapasitas besar, efisiensi dari segi waktu, tenaga, tempat maupun energi.

Bidang Produksi I akan melaksanakan kegiatan berdasarkan Perintah Pengolahan (PP) yang dikeluarkan oleh bidang Perencanaan Produksi Dan Pengendalian Persediaan (PPPP) yang disertai dengan Catatan Produksi Bets (CPB). CPB merupakan dokumen yang berisi semua prosedur dan persyaratan yang harus dipenuhi selama proses produksi dan segala sesuatu yang menyimpang yang teramati dicatat pada dokumen tersebut. PP disetujui oleh Manajer Produksi setelah dilakukan pengecekan antara PP dengan Rencana Produksi Bulanan (RPB) dan Rencana Produksi Mingguan (RPM). PP yang telah disetujui oleh Manajer Produksi I akan digunakan sebagai Bon Permintaan Bahan Awal (BPBA) kepada bidang Logistik Bahan Awal (LBA). Di gudang, bahan yang diminta, disiapkan dan diserahkan ke bidang Produksi I setelah dilakukan penimbangan oleh petugas dispensing disaksikan oleh petugas IPC. Bahan dari gudang yang telah diserahkan dari LBA ke seksi Solid I akan diproses sampai menjadi produk antara. Seksi Solid II akan mengolah produk antara menjadi produk ruah.

27

Setelah produk ruah dinyatakan memenuhi syarat oleh bidang Quality Control (QC) dengan dikeluarkannya Laporan Analisa Memenuhi Syarat (LA MS), ke bagian seksi Solid II akan membuat Bukti Penyerahan Produk Ruahan (BPPR) kepada seksi Pengemasan dan PPPP akan mengeluarkan Perintah Kemas (PK). Bagian pengemasan akan membuat bon permintaan bahan pengemas ke bagian LBA sesuai dengan kebutuhan pengemasan. Sebelum proses pengemasan dimulai, dilakukan persiapan bahan pengemas yaitu coding, nomor batch, tanggal kadaluarsa dan Harga Eceran Tertinggi (HET) di kemasan sekunder. Setelah proses pengemasan selesai baru kemudian diperoleh produk jadi.

Proses pengemasan yang dilakukan bidang Produksi I meliputi stripping, blistering, dan bottling. Produk jadi dalam kemasan sekunder akan dikemas ke dalam karton yang telah disablon sesuai isinya, dikemas dalam karton, kemudian dikarantina, lalu dilakukan inspeksi akhir (diambil contoh pertinggal/retained sample untuk tiap batch sebagai bahan penelusuran apabila ada keluhan di kemudian hari) oleh bidang QC, baru kemudian diserahkan ke bidang Logistik Produk Jadi dengan membuat Bukti Penyerahan Produk Jadi (BPPJ). Produk jadi yang memenuhi syarat akan

didistribusikan. Setiap penyimpangan pada proses produksi akan dicatat dalam catatan penyimpangan produksi.

1. Seksi Solid I A. Pembuatan Massa Tablet Tugas seksi Solid I meliputi persiapan, pengolahan, dispensing (oleh bidang LBA), dan pembuatan massa. Bahan aktif dan bahan penolong dimasukkan ke dalam alat penampung (bin). Bahan dalam bin kemudian dibawa dengan forklift dan siap diproses mixing dengan menggunakan mesin Azo-Thumbler di lantai 3 atau Diosna di lantai 2. Tahap berikutnya pengolahan massa dengan beberapa metode yaitu metode cetak langsung (Direct compression) atau granulasi basah (Wet Granulation). 1. Metode cetak langsung (direct compression) a. Bin yang berisi campuran bahan ditempatkan pada loading station. b. Campuran bahan dialirkan ke mesin cetak di lantai II melalui pipa steel yang dilengkapi kain tunnel. c. Pencetakan tablet. stainless

28

2. Metode granulasi basah (wet granulation) a. Pencampuran bahan awal dilakukan proses pengadukan bahan dengan bahan pengikat dan dibuat granul sesuai yang dikehendaki menggunakan mixer batagion atau mixer mollen atau diosna, dilakukan di lantai II dilewatkan melalui granulator. b. Granul basah ditampung dalam container di lantai I selanjutnya dikeringkan dengan fluid bed dryer. c. Granul kering diayak dengan granulator dengan ayakan mesh tertentu dan hasilnya ditampung dalam bin dan diperiksa kadar airnya oleh IPC. d. Granulat dibawa ke lantai II untuk ditimbang ulang kemudian ditambah bahan penolong. e. Proses pencampuran akhir menggunakan mixer diosna dan dites

homogenitasnya oleh IPC. f. Bin yang berisi campuran bahan/ massa tablet dibawa ke lantai III dan ditempatkan pada loading station, dialirkan melalui pipa stainless steel yang dilengkapi kain tunnel, ke hopper mesin cetak lantai II dan selanjutnya siap dicetak.

B. Pembuatan Sediaan Kapsul Kelembaban udara ruangan produksi kapsul hendaknya 50-60% karena dengan kelembaban yang rendah, isi dari kapsul akan lebih stabil terhadap udara dan air, sehingga nantinya dapat mencegah perusakan pada kapsul karena isi kapsul yang lembab.

Alur proses pembuatan sediaan kapsul adalah sebagai berikut: 1. Bahan yang telah memenuhi syarat ditimbang di dispensing lantai III. 2. Bahan dari mesin penyedot vakum (azo) yang dilengkapi ayakan berputar (rotary sieve) dimasukkan ke dalam bin, dialirkan ke mixer diosna di lantai II melalui loading station. 3. Massa hasil pengadukan selanjutnya dipindahkan ke lantai III. Petugas IPC akan melakukan pemeriksaan terhadap massa tersebut mengenai homogenitas dan kadarnya. 4. Selanjutnya dialirkan ke hopper mesin pengisi kapsul (capsule filling machine) di lantai II melalui loading station. 29

5. Kapsul yang telah terisi dibersihkan melalui proses polishing. 6. Produk ruahan dikarantina untuk menunggu hasil analisis dari bidang pengawasan mutu. Produk yang telah memenuhi syarat dapat dikemas.

2. Seksi Solid II Seksi Solid II bertugas mencetak massa tablet atau filling massa kapsul sampai menjadi produk ruah yang lulus uji dan siap dikemas, yang dilakukan di lantai dua. Tahapan yang dilakukan: a. Mempersiapkan mesin. b. Mengoperasikan mesin cetak atau filling kapsul. c. Melaksanakan In Process Control (IPC). d. Menimbang produk ruahan. e. Pemberian label, nama produk, nomor bets, jumlah dan tanggal pencetakan. f. Karantina produk ruah menunggu pemeriksaan dari bidang pengawasan mutu. g. Mencatat semua kegiatan yang dilakukan dalam catatan pengolahan bets.

Pemeriksaan kualitas produk antara dan produk ruah oleh petugas IPC dilakukan selama proses berlangsung agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan

Produk ruah yang lolos uji selanjutnya diserahkan seksi Pengemasan untuk dikemas menjadi produk jadi. Dokumentasi pada bidang Produksi I antara lain meliputi Catatan Produksi Bets, protap kegiatan proses produksi, uraian tugas karyawan dan catatan produktivitas mesin.

3. Seksi Pengemasan Suatu produk dapat dikatakan produk jadi bila telah melewati tahap pengemasan. Definisi pengemasan menurut pedoman CPOB Depkes RI tahun 2006 adalah bagian dari siklus produksi yang dilakukan terhadap produk ruah untuk menghasilkan produk jadi.

Pengemasan berkaitan dengan stabilitas obat yang berfungsi melindungi obat terhadap kelembaban, iklim, dan benturan. Selain itu kemasan juga mempengaruhi daya tarik produk terhadap konsumen. 30

Jika ditinjau dari waktu dikeluarkannya PP dan PK, dikenal dua proses yaitu in line process dan non in line process. In line process yaitu proses dimana hasil produksi langsung dikemas dalam wadah pengemasnya, PP dan PK dikeluarkan bersamaan. Jadi mulai dari bahan awal sampai menjadi produk dalam kemasan akhir, proses tidak terputus. Proses ini diterapkan dalam sirup cair, sirup kering, salep dan oralit. Sedangkan pada proses Produksi I non in line process dimana PP dan PK tidak dikeluarkan bersamaan. Setelah PP dikeluarkan, dilakukan penyiapan bahan awal sampai menjadi produk yang siap dikemas. Produk ini dikarantina menunggu released dari QC. Proses ini diterapkan dalam pembuatan kapsul, tablet, dan produk steril.

Pengemasan merupakan tahap akhir produksi sebelum dipasarkan, sehingga suatu produk harus memenuhi syarat syarat pengemasan yang baik, yaitu: 1. Dapat melindungi produk 2. Inert, spesifik bahan pengemasnya 3. Harus aman, tidak mudah dibuka oleh anak anak 4. Menarik terutama untuk kemasan obat bebas.

PK oleh bidang Pengemasan digunakan sebagai bon permintaan bahan pengemas yang diajukan ke bagian LBA. Bahan pengemas dari gudang bila berupa karton akan dilakukan penyablonan yang berisi nama produk, nomor batch, expired date, sedangkan untuk etiket dan kotak akan dilakukan coding (pemberian kode) meliputi nomor batch, expired date dan HET.

Produk ruah yang akan dikemas dan bahan kemas yang dikirim dari gudang semuanya sudah diluluskan oleh bidang pengawasan mutu / Quality Control (QC). Proses pengemasan dapat berupa pengisian ke botol, stripping, blistering dan sachet. Jenis bahan pengemas yang digunakan disesuaikan dengan sifat produk ruah dan permintaan pasar. Sebelum dilakukan proses pengemasan, jalur pengemasan harus telah dibersihkan (line clearance) untuk mencegah terjadinya mixed-up dan selama proses pengemasan dilakukan In Process Control, misalnya uji kebocoran strip, blister, dan sachet sebanyak empat lempeng strip atau blister tiap 15 menit.

31

Dokumentasi untuk seksi Pengemasan meliputi Catatan Pengolahan Bets, papan penandaan, catatan sanitasi, catatan produksi harian yang terdiri dari kontrol harian mesin, pengepakan dan laporan bulanan.

4. Seksi Herbal PT. Indofarma (Persero) Tbk mendirikan Extraction Center yang khusus memproduksi obat tradisional (Jamu). Seksi Herbal memproduksi obat-obat tradisional yang bahan bakunya dapat berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Obat tradisional yang bahan bakunya berasal dari dalam negeri nama produk berawal Pro, misalnya Prolipid, Probagin dan Prouric. Obat tradisional yang bahan baku yang diimpor nama produknya berawalan Bio, misalnya Biovision, Bioginko dan lain-lain.

Kegiatan produksi di seksi Herbal meliputi sortasi, pencucian simplisia, ekstraksi, formulasi dan pengemasan. Bahan baku (simplisia) dipenuhi dengan cara membeli langsung dari supplier, melalui petani binaan atau bekerja sama dengan institusi lain. Bahan baku tersebut harus memenuhi spesifikasi yang ditetapkan oleh PT. Indofarma (Persero) Tbk seperti kadar air (lebih kecil dari 10%), kadar sari larut dalam air dan kadar sari larut dalam alkohol (tergantung simplisia) mengacu kepada buku resmi yang ditetapkan yaitu Materia Medika Indonesia.

Sistem produksi herbal di PT. Indofarma (Persero) Tbk sesuai dengan CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik). Produksi herbal di PT. Indofarma (Persero) Tbk berupa horizontal close system dengan menggunakan metode ekstraksi berupa maserasi, perkolasi dan gabungan keduanya. Pengeringan ekstrak menggunakan tiga metode yaitu spray dryer dan vaccum dryer. Proses pengolahan ekstrak dimulai dari perajangan kemudian ekstraksi (penyarian), pengentalan, pengeringan kering yang kemudian menghasilkan ekstrak kering.

3.8.1.3 Bidang Produksi II Bidang Produksi II dipimpin oleh seorang manajer. Bidang Produksi II bertugas untuk memastikan tersedianya produk tablet, kapsul, dan sirup kering beta laktam, salep, sirup, serbuk dan produk steril sesuai dengan target dengan cara merencanakan, mengkoordinasi dan mengendalikan aktivitas pengolahan, pengemasan dan kegiatan 32

terkait. Pelaksanaan proses produksi di bidang Produksi II menggunakan vertical closed system untuk menghindari kontak dengan lingkungan, sistem ini diterapkan untuk produksi oralit. Sedangkan untuk produksi sediaan beta laktam, salep, dan sirup menggunakan horizontal closed system dimana penyiapan bahan awal sampai produk akhir diproses dalam lantai yang sama, karena sediaan yang diproduksi dalam jumlah yang relatif kecil. Bidang ini membawahi tiga seksi, yaitu:

1. Seksi Sediaan Salep, Sirup dan Serbuk Seksi Sediaan Salep, Sirup dan Serbuk memproduksi sediaan sirup cair, suspensi, salep kulit, krim, serbuk dan reagen untuk tes garam beriodium. A. Produksi sediaan salep Alur proses produksi sediaan salep kulit adalah sebagai berikut: 1. Penimbangan bahan awal yang telah lolos uji 2. Pelelehan basis di dalam vessel (tanpa pengaduk) 3. Basis dipindahkan ke dalam vessel yang dilengkapi pengaduk melalui pompa dengan filter, kemudian dilakukan pengeringan basis. Massa basis selanjutnya didinginkan dan dilakukan pemeriksaan kadar air oleh bagian IPC. 4. Bahan aktif, penolong dan pengawet ditambahkan ke dalam massa basis sambil diaduk. 5. Massa salep dihomogenkan dengan menggunakan homogenizer dan kemudian divakumkan untuk mengusir udara yang terperangkap. 6. Massa salep yang telah lolos uji dipindahkan ke dalam penampung stainless steel, lalu dimasukkan ke dalam tube-tube alumunium menggunakan filling machine. Selama proses pengisian dilakukan kontrol keseragaman bobot dengan penimbangan 20 tube setiap 15 menit dan dibuat peta kendalinya. Petugas IPC akan melakukan sampling untuk diuji.

B. Produksi sediaan sirup cair dan sirup kering Sirup yang diproduksi oleh bidang Produksi II ada dua macam, yaitu sirup cair dan sirup kering. 1. Sediaan sirup cair Tahaptahap produksi sediaan sirup cair: a. Pembuatan sirup cair diawali dengan pemeriksaan air/ DIW yang akan digunakan sebagai bahan baku. 33

b. Dispensing bahanbahan awal yang telah dinyatakan memenuhi syarat. c. Pembuatan larutan bahan dalam DIW dan pembuatan suspensi induk. d. Pencampuran larutan bahan dan suspensi induk dalam vessel yang dilengkapi pengaduk, kemudian dilakukan sirkulasi dengan menggunakan pompa, flavouring agent ditambahkan pada suhu massa suspensi 40C kemudian dilakukan pengecekan oleh IPC terhadap massa suspensi. e. Massa suspensi yang telah lulus uji dialirkan ke filling machine melalui pompa. Filling machine dilengkapi dengan mesin peniup udara kering, mesin penutup botol dan mesin penempel etiket. Selama proses pengisian dilakukan, pengawasan terhadap keseragaman bobot dengan pemeriksaan bobot 6 botol setiap 15 menit dan dibuat peta kendalinya. Petugas IPC akan melakukan sampling untuk diuji. f. Pengemasan ke dalam wadah pengemas sekunder dan tersier.

2. Sediaan sirup kering Produksi sirup kering dilakukan secara horizontal closed system dan pengemasannya secara in line process. Tahap-tahap proses sesiaan sirup kering: a) Proses diawali dengan pengayakan dan granulasi. b) Penimbangan kemudian pencampuran dengan bahan tambahan didalam mixer diosna. c) Dilanjutkan dengan pengisian dan pengemasan. Pada semua proses dilakukan kontrol oleh IPC.

Untuk pembuatan sirup kering ini, kelembaban udara diatur sedemikian rupa sehingga kurang dari 50%, menggunakan alat dehumidifier. Massa sirup kering yang telah memenuhi syarat dimasukkan kedalam botol, pengisian sirup kering ini masih dilakukan secara manual. Setelah dilakukan pengisian, botol ditutup, diberi etiket dan dikemas.

C. Produksi sediaan serbuk Oralit merupakan contoh sediaan padat (serbuk) berbentuk granul yang dikemas dalam sachet kedap udara. Pengadukan oralit dilakukan dalam mixer diosna. Pemeriksaan kualitas terhadap massa oralit dilakukan oleh bagian pemastian mutu yang meliputi kadar, keseragaman bobot, warna, homogenitas, free flowing, distribusi partikel, taping density dan kadar air. 34

Untuk oralit kelembaban udara harus rendah karena mempunyai sifat sangat higroskopis. Pengendalian proses yang dilakukan antara lain penetapan kadar air dan penetapan kadar seluruh komponen untuk meyakinkan bahwa campuran sudah homogen. Massa yang telah memenuhi syarat dimasukan ke dalam sachet dengan mesin pengisi yang dilengkapi dengan penghisap debu. Selama proses pengisian, operator mesin dan petugas pengawasan mutu melakukan IPC pada pemeriksaan keseragaman bobot dan kebocoran wadah.

2. Seksi sediaan steril Seksi steril bertanggung jawab dalam memproduksi sediaan steril, dipimpin oleh seorang Asisten Manajer yang membawahi dua subseksi, yaitu subseksi steril I (penimbangan dan pelarutan, pengisian, sterilisasi, pengolahan sefalosporin dan dokumentasi) dan subseksi steril II (pengemasan, pemeriksaan kejernihan sediaan ampul, vial, dan tetes mata, serta pencetakan label). Produk yang dihasilkan antara lain: a. Sediaan steril cair: injeksi vitamin B12 500 mcg/ml, deksametason 5 mg/ml, diazepam 5 mg/ml, furosemid 10 mg/ml, gentamisin 40 mg/ml, ranitidin 25mg/ml, dan tramadol 50 mg/ml b. Tetes mata: gentamisin 0,3 % c. Sediaan steril powder : berupa injeksi derivat sefalosporin yang dibuat secara aseptis yaitu sefotaksim dan seftriakson.

Ruang

produksi steril dibagi menjadi beberapa kelas sesuai dengan persyaratan

CPOB. Pembagian ini berdasarkan derajat kebersihannya yaitu: Ruang kelas I (white area atau ruang kritis) Merupakan ruang kelas di bawah LAF (Laminar Air Flow) yang dilengkapi dengan HEPA- filter berefisiensi 99,997% (jumlah cemaran partikel maksimum = 3500 partikel/feet kubik). Besarnya pertukaran udara adalah 20-40 kali/jam. Jumlah cemaran partikel dengan diameter kurang dari 0,5 m tidak boleh lebih dari 5 partikel/kubik.

35

Ruang kelas II Spesifikasinya sama dengan ruang kelas I tetapi tanpa laminar air flow (LAF). Jumlah cemaran partikel dengan diameter kurang dari 0,5 m tidak boleh lebih dari 10.000 partikel / kubik dengan syarat mikroba < 100/ m3 dan besarnya pertukaran udara adalah 20-40 kali/jam. Ruangan ini digunakan untuk pengisian, penimbangan, pembuatan larutan, dan penyaringan. Ruang kelas III (grey area) Ruang kelas III dilengkapi dengan filter berefisiensi 95%, besarnya pertukaran udara 5-20 kali/jam. Jumlah cemaran partikel dengan diameter kurang dari 0,5 m tidak boleh lebih dari 100.000 partikel/kubik, dengan syarat mikroba < 500 /feet kubik, ruangan ini digunakan untuk pencucian. Ruang kelas IV (black area) Merupakan ruangan dengan persyaratan harus bersih secara visual, jumlah partikel tidak dikendalikan.

Keempat ruangan di atas, masing-masing dipisahkan dengan ruangan antara dan dilengkapi dengan sistem air lock, air shower, pass box dan system air handling unit (AHU) yang memiliki peranan dalam pengaturan suhu, kelembaban, tekanan, dan sirkulasi udara. Aliran udara diatur berdasarkan perbedaan tekanan, dimana ruangan dengan kelas yang lebih tinggi memiliki tekanan yang lebih tinggi daripada kelas yang lebih rendah. Untuk mencapai kualitas ruangan yang memenuhi persyaratan jumlah cemaran dan partikel maka dilakukan lay out bahan, barang, dan karyawan.

Selain dengan pengkondisian tersebut juga dilakukan sanitasi ruangan dan peralatan secara berkala, sanitasi dilakukan secara harian, mingguan, dan bulanan. Sanitasi harian meliputi pembersihan lantai dan dinding dengan dipel. Setiap jumat malam dilakukan sanitasi mingguan dengan pemberian gas formaldehid dan setiap senin pagi dilakukan evakuasi untuk menghilangkan gas tersebut dengan penyedotan udara ruangan. Tekanan udara antara ruangan dikendalikan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.

36

3. Seksi laktam Seksi laktam bertugas memproduksi sediaan antibiotika yang memiliki inti -laktam (turunan penisilin). Bentuk sediaannya berupa kaplet, kapsul, dan sirup kering. Antibiotika turunan -laktam dapat menimbulkan reaksi alergi, oleh karena itu gudang, penimbangan, produksi, dan pengemasan sediaan -laktam dilakukan di gedung dan fasilitas yang secara fisik dipisahkan dari produksi lain (non -laktam). Pemisahan ini dilakukan sebagai tindakan pengamanan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang dengan produk lain.

Arus keluar-masuk menggunakan air locked system untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang. Air locked system mempunyai tekanan udara lebih rendah dari ruangan lainnya, untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Pengendalian udara dilakukan dengan sistem Air Handling Unit (AHU), dimana AHU gedung -laktam terpisah dari gedung non - laktam. Ruangan -laktam terdiri dari dua kelas, yaitu kelas III yang digunakan untuk proses dispensing, mixing, filling, tableting, dan pengemasan primer dan kelas IV untuk pengemasan sekunder sampai obat jadi. Ruangan Kelas III dan Kelas IV dipisahkan berdasarkan perbedaan dimana tekanan udara Kelas IV lebih tinggi daripada tekanan Kelas III sehingga kontaminasi dari laktam dilakukan dengan sistem horizontal. Ruangan produksi -laktam diatur sedemikian rupa sehingga mempunyai tekanan yang lebih negatif. Hal itu untuk mencegah terjadinya pencemaran oleh debu -laktam.

Pengaturan sirkulasi udara untuk ruangan -laktam dilakukan secara khusus dan terpisah. Ruangan produksi sedan -laktam adalah ruang Kelas III dengan tekanan udara yang diatur untuk menghindari kontaminasi. Ruangan -laktam lebih negatif dibanding koridor di luarnya yang bertekanan negatif. Di luar koridor tekanan udara lebih positif daripada didalam koridor. Diharapkan udara di dalam ruang produksi tidak bisa keluar ruangan sehingga tidak mengkontaminasi lingkungan. Udara dari ruang produksi -laktam harus disaring terlebih dahulu agar udara yang keluar tidak mengandung -laktam. Udara dialirkan ke dalam suatu ruang yang di dalamnya ada tetesan-tetesan air yang akan melarutkan -laktam. Udara bersih -laktam dialirkan kembali ke ruang produksi -laktam melalui prefilter (efisiensi 40 %), medium filter (efisiensi 90%), dan heating coil untuk penyesuaian suhu.

37

Proses pengolahan tablet, kapsul, dan sirup kering sama dengan proses pada produksi I dan II, tetapi dilakukan dengan cara horizontal closed system. Bahan penolong yang berasal dari gudang utama hanya boleh masuk ruang penyangga dan selanjutnya diambil oleh orang yang berada di dalam ruang produksi.

Dalam setiap ruang produksi terdapat penghisap debu yang dihubungkan secara sentral dengan dust collector dari gedung -laktam. Limbah cair yang berasal dari gedung -laktam seperti limbah cair yang berasal dari pencucian alat diolah dengan cara ditampung terlebih dahulu, kemudian inti -laktam didestruksi terlebih dahulu dengan Natrium Hidroksida sampai didapat pH 11-12, didiamkan selam 48 jam kemudian dinetralkan dengan Asam Klorida pekat 5 N sebelum disalurkan ke dalam saluran pengolahan limbah. Limbah padat dan partikel debu dibakar dalam incenerator. Pembuatan sediaan sirup kering derivat -laktam. Produksi sirup kering di seksi -laktam meliputi sirup kering ampisillin 125 mg/5 mL dan sirup kering amoksisilin 125 mg/5mL. Proses produksi sirup kering dilakukan in line process , yaitu proses produksi menjadi satu kesatuan dari mulai pengisian sampai pengemasan.

Alur proses pembuatan sediaan sirup kering adalah sebagai berikut: a. Timbang bahan-bahan yang tercantum dalam formula di ruang timbang. b. Persiapan pembuatan massa. c. Pencampuran awal d. Pencampuran akhir dengan mixer e. Penimbangan akhir sirup siap isi f. Pengisian massa sirup kering dalam botol dengan menggunakan mesin. g. Botol yang digunakan telah siap dipakai tanpa pencucian hanya dilakukan blow untuk menghilangkan debu. Ruang tempat pengisian massa sirup kering perlu kelembaban udara tertentu, yaitu tidak boleh > 50%, untuk menjaga kadar air massa serbuk kering agar mempunyai aliran yang baik, menjaga kestabilan zat aktif, dan mengendalikan keseragaman bobot. Operator mesin mengontrol bobot sirup kering dalam setiap 15 menit dan dibuat peta kendali dalam Catatan Pengolahan Bets. 38

Setelah pengisian dilanjutkan penutupan botol (sealing), penempelan etiket, pengepakan.Selama penutupan (sealing), dilakukan uji kekedapan tutup yang dilakukan pada awal, tengah dan akhir proses (sejumlah 6 botol). h. Petugas IPC mengambil sampel untuk diuji i. Pengemasan.

3.8.1.4 Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Produk Bidang ini dipimpin oleh seorang Manajer (Apoteker). Bagian Penelitian dan Pengembangan Produk bertugas meneliti dan mengembangkan produk serta mengoptimasi proses sesuai dengan CPOB.

Tugas bagian Litbang produk meliputi: 1. Penelitian produk baru 2. Optimasi produk yang meliputi optimasi formula termasuk optimasi proses dan substitusi bahan. 3. Pengembangan metode analisis. 4. Penyiapan dokumen registrasi lokal dan eksport 5. Desain kemasan 6. Mengorganisasi uji klinis obat dan penelitian ketersediaan hayati yang bekerja sama dengan instansi lain. 7. Mengadakan kerja sama di bidang penelitian dengan instansi lain seperti LIPI, BPPT dan Perguruan Tinggi. 8. Menyusun dan merevisi spesifikasi. 9. Menyiapkan metode analisa. 10. Menetapkan tanggal kadaluarsa dan batas waktu pengggunaan bahan awal dan obat jadi berdasarkan data stabilitas dan kondisi penyimpanan. Kegiatan lainnya adalah membuat publikasi ilmiah dengan mengelola perpustakaan. Dalam melaksanakan tugasnya, bagian ini dibagi menjadi empat seksi, yaitu:

1. Seksi Formulasi Seksi ini bertugas menyiapkan formula dan proses pembuatan obat baru, mendesain formula, merancang metode pembuatan, pengembangan bahan substitusi dan reformulasi atau reproses. Bidang pengembangan produk harus mengembangkan produk-produk baru, sehingga dapat dipertimbangkan oleh Direksi. 39

Proses pengembangan formula tersebut meliputi studi pustaka, penetapan spesifikasi produk, seleksi bahan baku aktif dan penolong, trial dan error, scalling up ke skala produksi dan uji stabilitas.

Penelitian formulasi meliputi: a. Penelitian spesifikasi produk b. Penentuan bahan yang akan dipakai c. Penelitian formula d. Pembuatan master formula e. Pembuatan alur proses f. Merencanakan dan mengusahakan proses produksi yang pendek g. Persyaratan obat yang sama dan lebih ketat dari farmakope h. Mendesain formula yang mudah dianalisis i. Produk yang dihasilkan mempunyai stabilitas yang baik j. Efek farmakologi yang baik dan efek samping yang minimal k. Validasi formula dengan melakukan validasi prospektif 3 batch pertama divalidasi l. Melakukan efisiensi formula

2. Seksi Metode Analisis Tugas-tugas seksi ini adalah memilih dan mempersiapkan metode analisis untuk bahan aktif, bahan baku penolong, produk ruahan dan IPC, yang prosedurnya mengacu pada CPOB. Metode tersebut harus mempunyai ketepatan, ketelitian yang tinggi, sama atau lebih ketat persyaratannya dari farmakope, serta menggunakan peralatan dan reagensia yang efisiensinya lebih tinggi.

Penelitian stabilitas produk terutama dilakukan untuk produk baru dan produk reformulasi. Uji stabilitas produk dapat dilakukan pada suhu kamar maupun pada suhu yang ditingkatkan. Untuk melakukan uji stabilitas produk dapat dilakukan dengan cara: a. Accelerated Stability Test atau uji stabilitas dipercepat dengan menggunakan alat Climate Chamber yang dilakukan pada tiga macam suhu berbeda yaitu 31oC, 41oC, atau 51oC. Tiap produk harus dianalisa (dievaluasi) setiap minggu. Produk yang pengujiannya sudah sesuai waktunya baik secara kimia maupun organoleptis.

40

b. On Going Stability dilakukan dengan memantau 3 batch pertama pada suhu kamar selama beberapa tahun sampai produk tersebut kadaluarsa. Pada tahun pertama diperiksa setiap tiga bulan dan tahun selanjutnya diperiksa setiap setahun sekali.

3. Seksi Registrasi Seluruh bagian pengembangan produk bekerja sama menyiapkan data registrasi obat ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Bentuk aplikasinya meliputi: a) Komposisi produk baru b) Proses pembuatan c) Metode Analisa d) Artwork dari desain kemasan e) Data stabilitas f) Referensi (pustaka/literatur) g) Hasil uji klinis h) Data farmakologi

4. Pengembangan Kemasan Seksi ini bertugas untuk melakukan design kemasan untuk produk baru maupun melakukan evaluasi untuk efisiensi dan optimalisasi kemasan produk yang existing. Tugasnya antara lain adalah: a) Membuat desain/art work kemasan untuk keperluan registrasi produk baru maupun perubahan desain untuk produk existing. b) Melakukan ujitrial dan stabilitas setiap kemasan baru bahan setiap ada penggantian spesifikasi kemasan primer maupun kemasan dari alternatif produsen. c) Menyusun spesifikasi bahan kemas primer, sekunder, dan tersier.

Tujuan dilakukan perubahan kemasan adalah : a) Untuk memberikan proteksi obat yang lebih baik b) Untuk memberikan image (kesan) baru c) Membedakan produk tersebut dari produk lainnya d) Promosi e) Sumber informasi

41

3.8.1.5 Bidang Pengawasan Mutu/ Quality Control (QC) Bidang Quality Control (QC) di PT. Indofarma (Persero) Tbk mempunyai 3 seksi yaitu seksi Pengujian Bahan Awal dan Bahan Pengemas, seksi Pengujian Mikrobiologi, IPC dan Pengujian Produk.

1. Seksi Pengujian Bahan Awal Pemeriksaan bahan awal dimulai dari gudang, yaitu bahan masuk digudang dikarantina, disampling, dan diuji oleh Quality Control untuk menentukan bahan tersebut memenuhi syarat (diterima) atau tidak memenuhi syarat (ditolak). Seksi pengujian Bahan Awal melakukan pengujian bahan baku, air dan bahan pengemas.

a) Bahan baku Pengujian bahan baku dimulai dari kegiatan sampling sampai dengan pengujiannya. Di cek label dari pabrik yang meliputi berat bersih, nomor lot, tanggal pembuatan, expired date (ED). Dicek label karantina digudang meliputi nama barang, nomor kode, nomor batch, tanggal dibuat, jumlah, tanggal sampling, dan paraf. Sampel diidentifikasi secara fisika atau organoleptis meliputi bau, rasa, dan warna. Sampel diidentifikasi secara kimia seperti pengujian kadar dan porensi. Uji lain, antara lain meliputi tes kemurnian, pH, dan kadar air. b) Air Pengujiannya meliputi pH, kandungan mineral, dan cemaran mikroorganisme.

c) Bahan pengemas Pengemas berhubungan dengan stabilitas obat yang berfungsi melindungi obat terhadap kelembaban, iklim dan benturan. Selain itu kemasan juga mempengaruhi daya tarik konsumen terhadap produk.

Produk ruahan yang akan dikemas dan bahan kemas yang diterima dari gudang pengemas semuanya sudah diluluskan oleh bidang Quality Control (QC). Proses pengemasan dapat berupa pengisian ke botol, stripping dan sachet. Jenis pengemas yang digunakan disesuaikan dengan sifat produk ruahan dan permintaan pasar.

42

Untuk printed material, sebelum bahan pengemas tersebut dibuat oleh produsen, terlebih dahulu dilakukan approval terhadap artwork dan proof print yang dibuat oleh produsen.

Bahan pengemas dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: 1) Bahan pengemas primer Merupakan bahan pengemas yang langsung berhubungan dengan produk seperti tube, botol, ampul, stripping dan blister. Uji yang dilakukan meliputi: Alumunium foil, tes terhadap elastisitas (kekuatan tekanan), sealing, strenght, bonding strenght (suhu 150o C), lebar, penandaan, nomor register, tulisan dan nama. Tube, meliputi uji kebocoran, warna atau cat, berat, ukuran tebal badan, dan uji kebocoran membran. Ampul, meliputi diameter, kebocoran, tinggi pemotongan ampul, tinggi badan, keretakan, dan ketebalan kaca. Botol, yaitu diameter, tinggi, ketebalan dinding botol, kesetaraan volume, keseragaman bobot dan kebocoran. 2) Bahan pengemas sekunder Merupakan bahan pengemas yang tidak berhubungan langsung dengan produk obat, tapi berhubungan dengan pengemas primer seperti dus ampul dan kotak botol. Uji yang dilakukan terhadap kotak atau dus meliputi ukuran, panjang, lebar, tinggi, tulisan, bobot, dan daya rekat. 3) Bahan pengemas tersier Merupakan bahan pengemas yang berhubungan langsung dengan pengemas sekunder misalnya karton. Uji yang dilakukan terhadap karton meliputi panjang, lebar, tinggi, dan tulisan.

2. Seksi Pengujian Mikrobologi Pemeriksaan mikrobiologi adalah pengujian yang menggunakan jasad renik (virus, bakteri, jamur, ragi, alga, dan protozoa). Uji mikrobiologi bertujuan mengetahui sejauh mana suatu produk atau penunjang produksi (bahan awal, peralatan, operator, ruangan) memenuhi syarat mikrobiologi.

43

Sumber kontaminasi mikrobiologi ada tiga yaitu: Air dari erosi tanah, air hujan, dan tanaman yang membusuk Peralatan karena pembersihan yang tidak sempurna, pencucian dengan air yang tidak memenuhi persyaratan, debu yang melekat. Operator yang bisa berasal dari keringat, hidung (nafas) dan air ludah.

Uji yang dilakukan oleh Seksi Pengujian Mikrobiologi meliputi: a) Uji potensi Uji potensi dilakukan untuk membandingkan dosis sediaan uji terhadap dosis sediaan pembanding yang masing-masing menghasilkan derajat hambatan pertumbuhan yang sama pada biakan jasad renik yang peka dan sesuai. Uji dilakukan dengan lempeng silinder. b) Uji sterilitas Tujuan dari uji sterilitas untuk menentukan adanya kemungkinan jasad renik (mikroba) hidup atau mempunyai daya hidup dalam produk steril baik terhadap produk yang dihasilkan menggunakan teknik aseptis atau sterilisasi akhir (pada produk akhir dilakukan sterilitas dengan autoklaf). Cara uji sterilitas ada dua cara, yaitu: Cara langsung: sampel langsung dimasukkan dalam media pembenihan. Cara tidak langsung: sampel disaring melalui membran, kemudian membran dimasukkan dalam media pembenihan. Uji sterilitas dilakukan didalam LAF kabinet, sebelum digunakan LAF kabinet disinari lampu UV selama 10 menit, kemudian disemprot dengan desinfektan. c) Uji kontaminasi (uji batas cemaran) Bertujuan mengetahui sejauh mana suatu sampel serta sarana pendukung baik ruangan, peralatan, operator telah terkontaminasi oleh jasad renik. d) Pengujian endotoksin (tes LAL) Bertujuan menguji adanya endotoksin dalam sampel atau dipermukaan sampel dengan LAL. Endotoksin adalah toksin yang dihasilkan ole