laporan pendahuluan all selfi

23
LAPORAN PENDAHULUAN AKUT LIMFOBLASTIK LEUKIMIA di RUANG 7B RUMAH SAKIT dr SAIFUL ANWAR MALANG Oleh : Selfi Safrida NIM 0910720083

Upload: tin89asb

Post on 08-Apr-2016

742 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pendahuluan All Selfi

LAPORAN PENDAHULUANAKUT LIMFOBLASTIK LEUKIMIA

di RUANG 7BRUMAH SAKIT dr SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh :Selfi Safrida

NIM 0910720083

JURUSAN ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG2012

Page 2: Laporan Pendahuluan All Selfi

AKUT LIMFOBLASTIK LEUKIMIA

I. DEFINISI AKUT LIMFOBLASTIK LEUKIMIALeukimia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam

jaringan pembentuk darah (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175). Leukimia adalah

proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-sum tulang

menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare, B.G,

2002 : 248 ). Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah

berupa proliferasio patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya

kegagalan sum-sum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya

infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain (Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495). Leukemia

adalah istilah umum yang digunakan untuk keganasan pada sumsum tulang dan

sistem limpatik (Wong, 1995). Sedangkan menurut Robbins & Kummar (1995),

leukemia adalah neoplasma ganas sel induk hematopoesis yang ditandai oelh

penggantian secara merata sumsum tulang oleh sel neoplasi.

Acute lympobastic leukemia adalah bentuk akut dari leukemia yang

diklasifikasikan menurut cell yang lebih banyak dalam sumsum tulang yaitu

berupa lymphoblasts. Pada keadaan leukemia terjadi proliferasi sel leukosit yang

abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal,

jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, dan

diakhiri dengan kematian (Ngastiyah, 1997). Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)

adalah suatu keganasan sel limfosit, berupa proliferasi patologis sel – sel

hematopoietik mudah ditandai dengan kegagalan sumsum tulang memproduksi

sel darah  (I Hartantyo, 1997).

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel – sel

prekursor limfoid yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi

limfosit T dan limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak – anak yakni 75%,

sedangkan sisanya terjadi pada orang dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA

adalah terjadinya keganasan pada sel T dan sisanya adalah keganasan pada sel

B. Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan didominasi oleh anak – anak usia < 15

tahun dengan insiden tertinggi pada usia 3 – 5 tahun. Insidensi LLA adalah

1/60.000 orang per tahun dengan 75 % berusia £ 15 tahun, insidensi puncaknya

usia 3 – 5 tahun. LLA lebih banyak di temukan pada pria dari pada perempuan.

Saudara kandung dari pasien LLA mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk

Page 3: Laporan Pendahuluan All Selfi

berkembang menjadi, LLA, sedangkan kembar monozigot dari pasien LLA

mempunyai resiko 20% untuk berkembang menjadi LLA.

II. ETIOLOGIPenyebab LLA pada dewasa sebagian besar tidak di ketahui. Faktor

keturunan dan sindroma redisposisi genetik lebih berhubungn dengan LLA yang

terjadi pada anak – anak. Beberapa faktor lingkungan dan kondisi klinis yang

berhubungna dengan LLA adalah :

1. Radiasi Ionik.

2. Paparan dengan benzene kadar tinggi dapat menyebabkan aplasia

sumsum tulang, kerusakan kromosom dan leukemia.

3. Merokok sedikit meningkatkan resiko LLA pada usia 60 tahun.

4. Obat kemoterapi.

5. Infeksi virus Epstein Barr berhubungan kuat dengan LLA L3

6. Pasien dengan sindrom down dan wiskott – Aldrich mempunyai resiko

yang meningkat untuk menjadi LLA.

Penyebab acut limphosityc leukemia sampai saat ini belum jelas, diduga

kemungkinan karena virus (virus onkogenik) dan faktor lain yang mungkin

berperan, yaitu:

1. Faktor eksogen

a. Sinar x, sinar radioaktif.

b. Hormon.

c. Bahan kimia seperti: bensol, arsen, preparat sulfat,

chloramphinecol, anti neoplastic agent).

2. Faktor endogen

a. Ras (orang Yahudi lebih mudah terkena dibanding orang kulit

hitam)

b. Kongenital (kelainan kromosom, terutama pada anak dengan

Sindrom Down).

c. Herediter (kakak beradik atau kembar satu telur).

(Ngastiyah,2005)

Page 4: Laporan Pendahuluan All Selfi

III. KLASIFIKASI AKUT LIMFOBLASTIK LEUKIMIA1. Klasifikasi Imunologi

a. Precursor B – Acute Lymploblastic Leukaemia (ALL) – 70% :

common ALL (50%), null ALL, pre – B ALL.

b. T – ALL (25%).

c. B – ALL (5%).

Definisi subtipe imunologi ini berdasarkan atas ada atau tidak

adanya berbagai antigen permukaan sel. Subtipe imunologi yang paling

sering ditemukan adalah common ALL, Null cell. ALL berasal dari sel

yang sangat primitif dan lebih banyak pada dewasa.B – ALL merupakan

penyakit yang jarang dengan morfologi L3 yang sering berperilaku

sebagai limfoma agresif (varian Burkirtt).

2. Klasifikasi Morfologi [(the French – American – British (FAB)]

a. L1 : sel blas berukuiran kecil seragam dengan sedikit sitoplasma

dan nukleoli yang tidak jelas.

b. L2 : sel blas berukuran besar heterogen dengan nukleoli yang

jelas dan rasio inti sitoplasma yang rendah.

c. L3 : sel blas dengan sitoplasma bervakuola dan basofalik.

Kebanyakan LLA pada dewasa mempunyai morfologi L2,

sedangkan L1 paling sering ditemukan pada anak – anak. Sekitar 95%

dari tipe LLA kecualai sel B mempunyai ekspresi yang meningkat

dari terminal deoxynucleotidyl transferasi (TdT), suatu enzim nukklear

yang terlibat dalam pengaturan kembali gen reseptor sel T dan

immunoglobulin. Peningkatan ini sangat berguna dalam diagnosis. Jika

konsentrasi enzim ini tidak meningkat, diagnosis LLA dicurigai.

IV. PATOFISIOLOGI AKUT LIMFOBLASTIK LEUKIMIAKomponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan

leukosit atau sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel

darah normal diperoleh dari sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh

sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke dalam lymphpoid dan sel batang

darah (myeloid), dimana pada kebalikannya menjadi cikal bakal sel yang terbagi

sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal sebagai hematopoiesis dan

Page 5: Laporan Pendahuluan All Selfi

terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang belakang., panggul, tulang

dada, dan pada proximal epifisis pada tulang-tulang yang panjang.

LLA meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan

lemah dan pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang.

Biasanya dijumpai tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam

sumsum tulang mulai dari yang sangat mentah hingga hampir menjadi sel

normal. Derajat kementahannya merupakan petunjuk untuk menentukan /

meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan sel muda

limfoblas dan biasanya ada leukositosis (60%), kadang-kadang leukopenia

(25%). Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar

hemoglobin dan trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya

menunjukkan sel-sel blas yang dominan. Pematangan limfosit B dimulai dari sel

stem pluripoten, kemudian sel stem limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia,

sel B matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga berasal dari sel

stem pluripoten, berkembang menjadi sel stem limfoid, sel timosit imatur,

cimmom thymosit, timosit matur, dan menjadi sel limfosit T helper dan limfosit T

supresor.

Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat

ekstramedular sehingga anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan

hepatosplenomegali. Sakit tulang juga sering dijumpai. Juga timbul serangan

pada susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala, muntah-muntah, “seizures” dan

gangguan penglihatan (Price Sylvia A, Wilson Lorraine Mc Cart, 1995). Sel

kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang

berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum

tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur

berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu

perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat,

akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit.

Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa,

limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian.

Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit

mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis

dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat

menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami

infeksi. Adanya sel kaNker juga mengganggu metabolisme sehingga sel

Page 6: Laporan Pendahuluan All Selfi

kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita

Yuliani, 2001, Betz & Sowden, 2002).

V. MANIFESTASI KLINIS AKUT LIMFOBLASTIK LEUKIMIAManifestasi klinik dari acut limphosityc leukemia antara lain:

1. Pilek tak sembuh-sembuh

2. Pucat, lesu, mudah terstimulasi

3. Demam, anoreksia, mual, muntah

4. Berat badan menurun

5. Ptechiae, epistaksis, perdarahan gusi, memar tanpa sebab

6. Nyeri tulang dan persendian

7. Nyeri abdomen

8. Hepatosplenomegali, limfadenopati

9. Abnormalitas WBC

10. Nyeri kepala               

(Mansjoer, A, 2000)

VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK AKUT LIMFOBLASTIK LEUKIMIAPemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan pada anak dengan acut

limphosityc leukemia adalah:

1. Pemeriksaan sumsum tulang (BMP / Bone Marrow Punction):

a. Ditemukan sel blast yang berlebihan

b. Peningkatan protein

2. Pemeriksaan darah tepi

a. Pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopneia)

b. Peningkatan asam urat serum

c. Peningkatan tembaga (Cu) serum

d. Penurunan kadar Zink (Zn)

e. Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000 – 200.000 / µl) tetapi

dalam bentuk sel blast / sel primitif

3. Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan / infiltrasi sel

kanker ke organ tersebut

4. Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum

5. Sitogenik:

Page 7: Laporan Pendahuluan All Selfi

50-60% dari pasien ALL dan AML mempunyai kelainan berupa:

a. Kelainan jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2n-a),

hiperploid (2n+a)

b. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)

c. Terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara morfologis

bukan komponen kromosom normal dari bentuk yang sangat

besar sampai yang sangat  kecil (Betz, Sowden. (2002).

ALL dapat didiagnosa pada pemeriksaan :

Anamnesis

1. Anamnesis

Anemia, kelemahan tubuh, berat badan menurun, anoreksia mudah sakit,

sering demam, perdarahan, nyeri tulang, nyeri sendi (Ngastiyah, 2005).

Kemudian menurut Celily, 2002 dilakukan kepemeriksaan.

2. Hitung darah lengkap (CBC), anak dengan CBC kurang dari

10.000/mm3 saat didiagnosa memiliki prognosis paling baik jumlah

leukosit lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang baik pada

anak sembarang umur.

3. Pungsi lumbal – untuk mengkaji keterlibatan SSP.

4. Foto toraks – mendeteksi keterlibatan mediastinum.

5. Aspirasi sumsum tulang – ditemukannya 25% sel blas memperkuat

diagnosis.

6. Pemindahan tulang atau survei kerangka untuk mengkaji keterlibatan

tulang.

7. Pemindahan ginjal, hati dan limpa untuk mengkaji infiltrasi leukemik.

8. Jumlah trombosit – menunjukkan kapasitas pembekuan.

VII. PENATALAKSANAAN AKUT LIMFOBLASTIK LEUKIMIA1. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada

trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan

transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan

heparin.

Page 8: Laporan Pendahuluan All Selfi

2. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya).

Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya

dihentikan.

3. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp,

metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih

poten seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin,

arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin dan

sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi

bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering

terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi

sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih berhziti-hati bila jumiah

leukosit kurang dari 2.000/mm3.

4. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam

kamar yang suci hama).

5. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai

remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105 - 106), imunoterapi

mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian

imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar

terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh.

Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang

telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang

spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan

dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh

sempurna.

6. Cara pengobatan.

Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada

pengalamannya. Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan

kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai

keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan

sebagai berikut:

a. Induksi

Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berba-

gai obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal

sampai sel blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.

b. Konsolidasi

Page 9: Laporan Pendahuluan All Selfi

Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.

c. Rumat (maintenance)

Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa

remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika

separuh dosis biasa.

d. Reinduksi

Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan

setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi

selama 10-14 hari.

e. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat

Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk

mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.400-

2.500 rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia sereb-

ral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.

f. Pengobatan imunologik

Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama

sekali dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh

sempurna.

(Sutarni Nani 2003)

VIII. ASUHAN KEPERAWATAN AKUT LIMFOBLASTIK LEUKIMIAA. Pengkajian keperawatan1.  Identitas

Acute lymphoblastic leukemia sering terdapat pada anak-anak usia di

bawah 15 tahun  (85%) , puncaknya berada pada usia 2 – 4 tahun. Rasio lebih

sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

2. Riwayat Kesehatana. Keluhan Utama : Pada anak keluhan yang sering muncul tiba-tiba adalah

demam, lesudan malas makan atau nafsu makan berkurang, pucat

(anemia) dan kecenderungan terjadi perdarahan.

b. Riwayat kesehatan masa lalu : Pada penderita ALL sering ditemukan

riwayat keluarga yang erpapar oleh chemical toxins (benzene dan arsen),

infeksi virus (epstein barr, HTLV-1), kelainan kromosom dan penggunaan

Page 10: Laporan Pendahuluan All Selfi

obat-obatann seperti phenylbutazone dan khloramphenicol, terapi radiasi

maupun kemoterapi.

3. Pola sehari-haria. Pola Persepsi – mempertahankan kesehatan : Tidak spesifik dan

berhubungan dengan kebiasaan buruk dalam mempertahankan kondisi

kesehatan dan kebersihan diri. Kadang ditemukan laporan tentang

riwayat terpapar bahan-bahan kimia dari orangtua.

b. Pola Latihan dan Aktivitas : Anak penderita ALL sering ditemukan

mengalami penurunan kordinasi dalam pergerakan, keluhan nyeri pada

sendi atau tulang. Anak sering dalam keadaan umum lemah, rewel, dan

ketidakmampuan melaksnakan aktivitas rutin seperti berpakaian, mandi,

makan, toileting secara mandiri. Dari pemeriksaan fisik dedapatkan

penurunan tonus otot,  kesadaran somnolence, keluhan jantung

berdebar-debar (palpitasi), adanya murmur, kulit pucat, membran mukosa

pucat, penurunan fungsi saraf kranial dengan atau disertai tanda-tanda

perdarahan serebral.Anak mudah mengalami kelelahan serta sesak saat

beraktifitas ringan, dapat ditemukan adanya dyspnea, tachipnea, batuk,

crackles, ronchi dan penurunan suara nafas. Penderita ALL mudah

mengalami perdarahan spontan yang tak terkontrol dengan trauma

minimal, gangguan visual akibat perdarahan retina, , demam, lebam,

purpura, perdarahan gusi, epistaksis.

c. Pola Nurisi : Anak sering mengalami penurunan nafsu makan, anorexia,

muntah, perubahan sensasi rasa, penurunan berat badan dan gangguan

menelan, serta pharingitis. Dari pemerksaan fisik ditemukan adanya

distensi abdomen, penurunan bowel sounds, pembesaran limfa,

pembesaran hepar akibat invasi sel-sel darah putih yang berproliferasi

secara abnormal, ikterus, stomatitis, ulserasi oal, dan adanya pmbesaran

gusi  (bisa menjadi indikasi terhadap acute monolytic leukemia)

d. Pola Eliminasi : Anak kadang mengalami diare, penegangan pada

perianal, nyeri abdomen, dan ditemukan darah segar dan faeces

berwarna ter, darah dalam urin, serta penurunan urin output. Pada

inspeksi didapatkan adanya abses perianal, serta adanya hematuria.

Page 11: Laporan Pendahuluan All Selfi

e. Pola Tidur dan Istrahat : Anak memperlihatkan penurunan aktifitas dan

lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk tidur /istrahat karena mudah

mengalami kelelahan.

f. Pola Kognitif dan Persepsi : Anak penderita ALL sering ditemukan

mengalami penurunan kesadaran (somnolence) , iritabilits otot dan

“seizure activity”, adanya keluhan sakit kepala, disorientasi, karena sel

darah putih yang abnormal berinfiltrasi ke susunan saraf pusat.

g. Pola Mekanisme Koping dan Stress : Anak berada dalam kondisi yang

lemah dengan pertahan tubuh yang sangat jelek. Dalam pengkajian dapt

ditemukan adanya depresi, withdrawal, cemas, takut, marah, dan

iritabilitas. Juga ditemukan peerubahan suasana hati, dan bingung.

h. Pola Seksual : Pada pasien anak-anak pola seksual belum dapat dikaji

i. Pola Hubungan Peran : Pasien anak-anak biasanya merasa kehilangan

kesempatan bermain dan berkumpul bersama teman-teman serta belajar.

j. Pola Keyakinan dan Nilai : Anak pra sekolah mengalami kelemahan

umum dan ketidakberdayaan melakukan ibadah.

4. Pemeriksaan Diagnostika. Count Blood Cells : indikasi normocytic, normochromic anemia

b. Hemoglobin : bisa kurang dari 10 gr%

c. Retikulosit : menurun/rendah

d. Platelet count :   sangat rendah (<50.000/mm)

e. White Blood cells : > 50.000/cm dengan peningkatan immatur WBC (“kiri

ke kanan”)

f. Serum/urin uric acid : meningkat

g. Serum zinc : menurun

h. Bone marrow biopsy : indikasi 60 – 90 % adalah blast sel dengan

erythroid prekursor, sel matur dan penurunan megakaryosit

i. Rongent dada dan biopsi kelenjar limfa : menunjukkan tingkat kesulitan

tertentu

5. Diagnosa Keperawatana. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan perubahan maturitas

sel darah merah, peningkatan jumlah limfosit imatur, imunosupresi

Page 12: Laporan Pendahuluan All Selfi

b. Resiko terhadap penurunan volume cairan berhubungan dengan

pengeluaran berlebihan seperti muntah, perdarahan, diare, penurunan

intake cairan

c. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan  pembesaran

kelenjar limfe, efek sekunder pemberian anti leukemic agents

d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sumber

energi, peningkatan laju metabolik akibat produksi lekosit yang

berlebihan, ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan

6. Rencana KeperawatanResiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan perubahan maturitas sel darah merah, peningkatan jumlah limfosit imatur, imunosupresiTujuan : setelah dilakukan tindakana keperawatan diharapkan tdak terjadi infeksi.

Kriteria Hasil :

Mengidentifikasi faktor resiko yang dapat dikurangi

Menyebutkan tanda dan gejala dini infeksi

Tidak ada tanda infeksi

Intervensi Rasional

1. Lakukan tindakan untuk mencegah

pemajanan pada sumber yang diketahui

atau potensial terhadap infeksi :

a. Pertahankan isolasi protektif sesuai

kebijakan institusional

b. Pertahankan teknik mencuci tangan

dengan cermat

c. Beri hygiene yang baik

d. Batasi pengunjung yang sedang

demam, flu atau infeksi

e. Berikan hygiene perianal 2 x sehari

dan setiap BAB

f. Batasi bunga segar dan sayur segar

g. Gunakan protokol rawat mulut

h. Rawat klien dengan neutropenik

terlebih dahulu

1. Kewaspadaan

meminimalkan pemajanan

klien terhadap bakteri,

virus, dan patogen jamur

baik endogen maupun

eksogen

2. Perubahan tanda-tanda

vital merupakan tanda din

terjadinya sepsis, utamanya

bila terjadi peningkatan

suhu tubuh

3. Kultur dapat

mengkonfirmasikan infeksi

dan mengidentifikasi

organisme penyebab

4. Pengertian klien dapat

memperbaiki kepatuhan

Page 13: Laporan Pendahuluan All Selfi

2. Laporkan bila ada perubahan tanda vital

3. Dapatkan kultur sputum, urine, diare,

darah dan sekresi tubuh abnormal

sesuai anjuran

4. Jelaskan alasan kewaspadaan dan

pantangan

5. Yakinkan klien dan keluarganya bahwa

peningkatan kerentanan pada infeksi

hanya sementara

6. Minimalkan prosedur invasif

dan mengurangi faktor

resiko

5. Granulositopeniaa dapat

menetap 6-12 minggu.

Pengetian tentang sifat

sementara granulositopenia

dapat membantu

mencegah kecemasan klien

dan keluarganya

6. Prosedur tertentu dapat

menyebabkan trauma

jaringan, menngkatkan

kerentanan infeksi

Resiko terhadap penurunan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran berlebihan seperti muntah, perdarahan, diare, penurunan intake cairanBatasan karakteristik :

-          Tidak muntah

-          Perdarahan masif tidak ada

-          Tidak mengalami diare

-          Intake < output

Kriteria Hasil :

-          Memperlihatkan keadaaan volume cairan yang adekuat

-          Memperlihatkan tanda-tanda vital dalam bataas normal

-          Memperlihatkan urine output, PH dalam batas normal

Intervensi Rasional

1.   Monitor intake dan

output . Catat penurunan

urin, dan besarnya PH

2.   Hitung berat badan setiap

hari

3.   Motivasi klien untuk

minum 3 – 4 l/hari jika

1.   Penurunan sirkulasi sekunder dapat

menyebabkan berkurangnya sirkulasi ke

ginjal atau berkembang menjadi batu ginjal

sehingga menyebabkan retensi cairan atau

gagal ginjal

2.   Sebagai ukuran keadekuatan volume

cairan. Intake yang lebih besar dari output

Page 14: Laporan Pendahuluan All Selfi

tanpa kontra indikasi

4.   Kaji adanya petechie

pada kulit dan membran

mukosa, perdarahan gusi

5.   Gunakan alat-alat yang

tidak menyebakan resiko

perdarahan

6.   Berikan diet makanan

lunak

7.   Kolaborasi :

a. Pemberian cairan

sesuai indikasi

b. Monitor pemeriksaan

diagnostik : Platelet,

Hb/Hct, bekuan darah

dapat diindikasikan menjadi renal obstruksi.

3.   Meningkatkan aliran urin, mencegah asam

urat, dan membersihkan sisa-sisa obat

neoplastik

4.   Supresi bone marrow dan prosuduksi

platelet menyebabkan klien beresiko

mengalami perdarahan

5.   Jaringan yang mudah robek dan

mekanisme pembekuan dapat

menyebabkan perdarahan meskipun

karena trauma ringan

6.   Mencegah iritasi gusi

7.   Mempertahankan cairan dan elektrolit yang

tidak bisa dilakukan per oral, menurunkan

komplikasi renal. Bila platelet

<20.000/mm( akibat pengaruh sekunder

obat neoplastik ) , klien cenderung

mengalami perdarahan. Penurunan Hb/Hct

berindikasi terhadap perdarahan.

Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan  pembesaran kelenjar limfe, efek sekunder pemberian anti leukemic agentsBatasan karakteristik :

-    Keluhan nyeri (tulang,sarf, sakit kepala, dll)

-    Distraksi menahan, ekspresi meringis, menangis, perubahan tonus otot

-    Respon-respons autonomik

Kriteria hasil :

-    Melaporkan nyeri berkurang atau hilang

-    Memperlihatkan perilaku positif dalam mengatasi nyeri

Intervensi Rasional

Page 15: Laporan Pendahuluan All Selfi

1.   Kaji tingkat nyeri,

gunakan skala 1 – 10

2.  Monitor vital signs, catat

reaksi non verbal

3.  Ciptakan lingkungan yang

tenang dan kurangi

stimulus

4.   Berikan posisi yang

nyaman

5.  Latih ROM exercise

6.  Evaluasi mekanisme

koping klien

7. Kolaborasi :

a. Analgetik

b. Narkotik

c. Tranguilizer

1.   Berguna mengkaji kebutuhan intervensi,

bisa berindikasi perkembangan komplikasi

2.   Berguna dalam validasi verbal dan

mengevaluasi keefektifan intervensi

3.   Meningkatkan kemampuan istrahat dan

memperkuat kemampuan koping

4.   Menurunkan gangguan pada tulang dan

sendi

5.   Meningkatkan sirkulasi jaringan dan

mobilitas sendi

6.   Penggunaan persepsi pribadi untuk

mengatasi nyeri dapat membantu klien

memiliki koping yang lebih efektif

7a. Diberikan untuk nyeri ringan

Cat : jangan menggunakan aspirin karena

bisa menyebabkan perdarahan

7b. Diberikan untuk nyeri sedang-berat

7c. Memperkkuat kerja analgetik/narkotik

Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sumber energi, peningkatan laju metabolik akibat produksi lekosit yang berlebihan, ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhanBatasan karakteristik :

-    Keluhan lemah, anak memperlihatkan penurunan kemampuan beraktifitas

-    Anak rewel, dyspnea

-    Abnormal HR atau respon perubahan TD

Kriteria hasil :

-    Klien akan menunjukkan partisipasi dalam ADL sesuai kemampuan

Intervensi Rasional

1.  Evaluasi keluhan lemah, rewel,

ketidakberdayaan dalam ADL

2.   Ciptakan lingkungan yang tenang

dan istrahat yang tidak terganggu

3.  Bantu dalam setiap pemenuhan

1.   Efek leukemia, anemia dan

kemoterapi dapat menjadi satu

sehingga memerlukan bantuan

dalam pemenuhan aktifitas ADL

2.   Mengumpulkan energi untuk

Page 16: Laporan Pendahuluan All Selfi

rawat diri/ADL

4.   Jadwalkan pemberian makan

sebelum kemoterapi. Beri oral

hidrasi sebelum makan dan anti

emetik sesuai indikasi

5.   Kolaborasi :

Pemberian suplemen O2 sesuai

anjuran

beraktifitas dan untuk regenerasi sel

3.   Memaksimalkan kemampuan untuk

rawat diri

4.   Meningkatkan intake sebelum

terjadi mual akibat efek samping

kemoterapi

5.  Memaksimalkan kemampuan

oksigenasi untuk uptake seluler

DAFTAR PUSTAKA1. Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta :

EGC

2. Sudoyo, Aru W dkk. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Volume 2 Edisi 5. Jakarta

: EGC

3. Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1.

Jakarta : Media Aesculapius

4. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed.

8. Jakarta : EGC; 2001

5. Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko

Setyono. Ed. I. Jakarta : Salemba Medika; 2001

6. Sudoyo, Aru W dkk. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Volume 2 Edisi 5. Jakarta

: EGC