laporan lapangan sedimentologi

57
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu disiplin ilmu yang sangat penting dalam ilmu geologi adalah sedimentologi yang mempelajari tentang sedimentasi. Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material yang diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari material-material yang diangkut oleh angin. Proses tersebut terjadi terus menerus, seperti batuan hasil pelapukan secara berangsur diangkut ke tempat lain oleh tenaga air, angin, dan gletser. Air mengalir di permukaan tanah atau sungai membawa batuan halus baik terapung, melayang atau digeser di dasar sungai menuju tempat yang lebih rendah. Hembusan angin juga bisa 1 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Upload: bella-staysie-regina-cristie

Post on 26-Dec-2015

372 views

Category:

Documents


22 download

DESCRIPTION

ok

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Lapangan Sedimentologi

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Salah satu disiplin ilmu yang sangat penting dalam ilmu geologi adalah

sedimentologi yang mempelajari tentang sedimentasi. Sedimentasi adalah suatu

proses pengendapan material yang ditransport oleh media air, angin, es, atau

gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil

dan proses pengendapan material-material yang diangkut oleh air sungai,

sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di gurun dan di tepi pantai

adalah pengendapan dari material-material yang diangkut oleh angin. Proses

tersebut terjadi terus menerus, seperti batuan hasil pelapukan secara berangsur

diangkut ke tempat lain oleh tenaga air, angin, dan gletser. Air mengalir di

permukaan tanah atau sungai membawa batuan halus baik terapung, melayang

atau digeser di dasar sungai menuju tempat yang lebih rendah. Hembusan angin

juga bisa mengangkat debu, pasir, bahkan bahan material yang lebih besar. Makin

kuat hembusan itu, makin besar pula daya angkutnya.pengendapan material

batuan yang telah diangkut oleh tenaga air atau angin tadi membuat terjadinya

sedimentasi. Dari semua proses di atas akan membentuk partikel-partikel yang

berbeda.

Dalam mendiskripsikan bentuk partikel, salah satu sifat harus dibedakan

yaitu spericity dan ukuran butir suatu material sedimen. Maka dari itu

1 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 2: Laporan Lapangan Sedimentologi

diadakannyalah Fieldtrip Sedimentologi agar mahasiswa dapat mengetahui

tentang sphericity serta analisis ukuran butir.

1.2. Tujuan dan Manfaat

1.2.1 Tujuan

Adapun tujuan dari diadakannya praktikum ini diantaranya :

1. Mengetahui bentuk partikel yang dominan pada setiap stasiun

pengamatan.

2. Mengetahui jarak transportasi dari material sedimen.

3. Mengetahui ukuran butir dari tiap perlapisan sedimen

4. Mengetahui fasies berdasarkan analisis ukuran butir sedimen pada

daerah penelitian.Ber

1.2.2 Manfaat

Adapun manfaat dari diadakannya Fieldtrip ini adalah untuk mengetahui

bentuk butir dari setiap material sedimen serta proses pembentukan dan

transportasi dari material sedimen tersebut.

1.3.  Letak dan Kesampaian Daerah

Lokasi penelitian terdiri atas beberapa titik yaitu lokasi pertama terletak di

salah satu titik Sungai Jeneberang tepatnya di daerah Bili-bili, Kabupaten Gowa.

Lokasi penelitian ini ditempuh dengan mengendarai bus dengan jarak kurang

lebih 30 km dari kampus. Perjalanan di tempuh selama kurang lebih 45 menit.

Kemudian penenlitian dilanjutkan didaerah Tanjung Bayang, tepatnya di

Kelurahan Barombong, Kecamatan Tamalate, Makassar, Sulawesi Selatan. Dari

2 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 3: Laporan Lapangan Sedimentologi

Kota Makassar, Tanjung Bayang berjarak kira-kira 4 km ke arah barat, bisa

ditempuh dengan kendaraan motor atau bus. Pada fieltrip kali ini ditempuh

dengan menggunakan bus selama kurang lebih 185 menit dari stasiun pertama

daerah Sungai Jeneberang Kabupaten Gowa dengan jarak tempuh sekitar 70 km.

Gambar 1.3 Peta Tunjuk Lokasi Daerah Penelitian

3 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 4: Laporan Lapangan Sedimentologi

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional

2.1.1 Geomorfologi regional

Bentuk morfologi yang menonjol  di daerah ini adalah kerucut

gunungapi Lompobattang yang menjulang mencapai ketringgian 2876 meter

di atas permukaan Laut. Kerucut gunungapi Lompobattang ini dari kejauhan

masih memperlihatkan bentuka aslinya dan tersusun oleh batuan gunungapi

berumur Pliosen.

Dua bentuk kerucut tererosi lebih sempit sebarannya terdapat disebelah 

Barat dan disebelah Utara gunung Lompobattang. Disebelah Barat terdapat

gunung Baturape mencapai ketinggian 1124 meter, dan disebelah Utara terdapat

gunung Cindako, mencapai ketinggian 1500 meter. Kedua bentuk kerucut tererosi

ini disusun oleh batuan gunungapi berumur Pliosen.

Dibagian Utara terdapat dua daerah yang dicirikan oleh topografi karst

yang dibentuk oleh batugamping formasi Tonasa. Kedua daerah bertopografi

Karst ini dipisahkan oleh pegunungan yang tersusun oleh batuan gunungapi

berumur Miosen Bawah sampai Pliosen

Disebelah Barat gunung Cindako dan sebelah Utara gunung Baturape

merupakan daerah berbukit halus di bagian Barat. Bagian Barat mencapai

ketinggian kira-kira 500 meter diatas permukaan laut dan hampir merupakan suatu

4 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 5: Laporan Lapangan Sedimentologi

dataran. Bentuk morfologi ini tersusun oleh batuan klastik gunungapi berumur

Miosen. Bukit-bukit yang memanjang yang tersebar di daerah ini mengarah ke

gunung Cindako dan gumnung Baturape berupa retas-retas Basalt.

Pesisir Barat merupakan datraan rendah yang sebagian besar terdiri dari

daerah rawa dan daerah pasang surut, beberapa sungai besar membentuk daerah

banjir di dataran ini. Di bagian Timurnya  terdapat bukit-bukit terisolir yang

tersusun oleh batuan klastik gunungapi Miosen Pliosen.

Pesisir Barat ditempati oleh morfologi berbukit  memanjang rendah

dengan arah umumu Baratlaut Tenggara. Pantainya berliku-liku membentuk

beberapa teluk. Daerah ini tersusun oleh batuan Karbonat dari Formasi Tonasa.

Batuan tua yang tersingkap di daerah ini adalah sedimen flysch Formasi

Marada, berumur Kapur Atas. Asosiasi batuannya memberikan petunjuk suatu

endapan lereng bawah laut, ketika kegiatan magma sudah mulai pada waktu itu.

Kegiatan magma berkembang menjadi suatu gunung api pada waktu kira-kira 63

juta tahun, dan menghasilkan Btuan gunung api terpropilitkan.

Lembah Walanae di Lembar Pangkajene Bagian Barat sebelah Utaranya

menerus ke Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai melalui sinjai di pesisir

Timur. Lembah ini memisahkan batuan berumur Eosen , yaitu sedimen klastika

Formasi Salo Kalupangdisebelah Timur dari sedimen Karbonat Formasi Tonasa

disebelah Baratnya. Rupanya pada Kala Eosen daerah sebelah Barat Lembah

Walanae merupakan paparan laut dangkal dan sebelah timurnya merupakan suatu

cekungan sedimentasi dekat daratan

5 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 6: Laporan Lapangan Sedimentologi

Paparan Laut dangkal Eosen meluas hampir ke seleruh lembar peta , yang

buktinya ditunjukkan oleh sebaran Formasi Tonasa di sebelah barat Birru, sebelah

Timur Maros dan sekitar Takalar. Endapan paparan berkembang selama Eosen

sampai Miosen Tengah. Sedimentasi klastika sebelah Timur Lembah Walanae

rupanya berhenti pada akhir Oligosen, dan diikuti oleh kegiatan gunungapi yang

menghasilkan Formasi Kalamiseng.

Akhir dari kegiatan gunungapi Miosen Awal yang diikuti oleh

tektonikyang menyebabkan terjadinya permulaan terban Walanae yang kemudian

menjadi cekungan dimana Formasi Walanae terbentuk. Peristiwa ini kemungkinan

besar berlangsung sejak awal Miosen Tengah, dan menurun perlahan selama

sedimentasi sampai kala Pliosen.

Menurunnya cekungan Walanae dibarengi pleh kegiatan gunungapi yang

terjadi secara luas disebelah Baratnya dan mungkin secara lokal di sebelah

timurnya. Peristiwa ini terjadi selama Miosen Tengah sampai Pliosen. Semula

gunungapinya terjadi dibawah muka laut, dan kemungkinan sebagian muncul

dipermukaan pada kala Pliosen. Kegiatan gunung  api selama Miosen

menghasilkan Formasi Camba, dan selama Pliosen menghasilkan Batuan

gunungapi Baturape-Cindako kelompok retas basal berbentuk radier memusat ke

gunung Cindako dan gunung Baturape, terjadinya mungkin berhubungan gerakan

mengkubah pada Kala Pliosen.

Kegiatan gunungapi di daerah ini masih berlangsung sampai dengan Kala

Plistosen, menghasilkan batuan gunungapi Lompobattang. Berhentinya kegiatan

magma pada akhir Plistosen, diikuti oleh suatu tektonik yang menghasilkan sesar-

6 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 7: Laporan Lapangan Sedimentologi

sesar en echelon (merencong) yang melalui gunung Lompobattang berarah Utara

– Selatan. Sesar-sesar en echelon mungkin akibat dari suatu gerakan mendatar

dekstral daripada batuan alas di bawah Lembar Walanae. Sejak Kala Pliosen

pesisir barat ujung Lengan Sulawesi Selatan ini merupakan dataran stabil, yang

pala Kala Holosen hanya terjadi endapan alluvium dan rawa-rawa.

2.1.2 Stratigrafi regional

Satuan batuan tertua yang telah diketahui umurnya adalah batuan sedimen

flysch Kapur Atas yang dipetakan sebagai Formasi Marada (Km). Batuan Malihan

(S) belum diketahui umurnya, apakah lebih tua atau lebih muda  daripada Formasi

Marada ; yang jelas diterobos oleh Granodiorit yang diduga berumur Miosen (19-

2 juta tahun yang lalu). Hubungan  Formasi Marada dengan satuan batuan yang

lebih muda, yaitu formasi Salo Kalupang dan batuan Gunungapi terpropilitkan

tidak begitu jelas, kemungkinan tak selaras.

            Formasi Salo Kalupang (Teos) yang diperkirakan berumur Eosen Awal-

Oligosen Akhir berfasies sedimen laut, dan diperkirakan  setara dalam umur

dengan bagian bawah Formasi Tonasa (Temt). Formasi Salo Kalupang terjadi di

sebelah Timur Lembah Walanae dan formasi Tonasa terjadi disebelah Baratnya.

Satuan batuan yang berumur Eosen akhir sampai Miosen tengah menindih tak

selaras batuan yang lebih tua. Berdasarkan sebaran daerah  singkapannya,

diperkirakan batuan karbonat yang dipetakan sebagai Formasi tonasa (Temt)

terjadi pada daerah yang luas di lembar ini. Formasi Tonasa ini diendapkan sejak

Eosen Akhir berlangsung hingga Miosen Tengah, menghasilkan endapan karbonat

yang tebalnya tidak kurang dari 1750 meter. Pada kala Miosen Awal, rupanya

7 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 8: Laporan Lapangan Sedimentologi

terjadi endapan batuan gunungapi di daerah Timur yang menyusun Batuan

Gunungapi Kalamiseng (Tmkv).

            Satuan batuan yang berumur Miosen Tengan sampai Pliosen menyusun

Formasi Camba (Tmc) yang tebalnya 4250 meter dan menindih tidak selaras

batuan-batuan yang lebih tua. Formasi ini disusun oleh batuan sedimen  laut

berselingan dengan klastika gunungapi, yang menyamping beralih menjadi

dominan batuan gunungapi  (Tmcv). Batuan sedimen laut berasosiasi dengan

karbonat mulai diendapkan sejak Miosen Akhir sampai Pliosen di cekungan

Walanae, daerah Timur, dan menyusun Formasi Walanae (Tmpw) dan anggota

Selayar (Tmps).

          Batuan gunungapi berumur Pliosen terjadi secara setempat, dan menyusun

Batuan Gunungapi Baturape-Cindako (Tpbv). Satuan batuan gunungapi yang

termuda adalah yang menyusun satuan gunungapi Lompobattang (Olv), berumur

Plistosen. Sedimen termuda lainnya adalah endapan aluvium dan pantai (Qac).

2.1.3 Struktur Geologi Regional

            Menurut Sukamto (1982),struktur geologi di daerah pegunungan

Lompobattang dan sekitarnya berupa struktur lipatan dan struktur sesar.

1. Struktur Lipatan

Struktur ini mempunyai arah jurus dan kemiringan perlapisan batuan yang

tidak teratur,sehingga sulit untuk menentukan jenisnya.Adanya pelipatan dicirikan

oleh kemiringan lapisan batuan,baik batuan Tersier maupun batuan

8 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 9: Laporan Lapangan Sedimentologi

Kwarter(Plistosen),telah mengalami perlipatan,sehingga umur lipatan ini

ditafsirkan setelah Plistosen.

2. Struktur Sesar

Struktur sesar ini mempunyai arah yang bervariasi,seperti pada daerah

Lompobattang ditemukan sesar dengan arah Utara-Selatan, Timur-Barat,

Baratdaya-Timurlaut,sedangkan pada baian Utara mengarah Baratdaya-Timurlaut

dan Baratlaut-Tenggara,dimana jenis sesar ini sulit untuk ditentukan.

Terjadinya pelipatan dan pensesaran berhubungan dengan proses tektonik

daerah setempat,dimana akhir daripada kegiatan gunung api Miosen

Bawah,diikuti oleh tektonik yang menyebabkan terjadinya pemulaan terbentuknya

Walanae.Peristiwa ini kemumngkinan besar berlangsung sejak awal Miosen

Tengah dan menurun perlahan secara sedimentasi berlangsung sampai kala

Pliosen,hal ini diikuti oleh kegiatan gunung api pada daerah sebelah

Baratdaya.Peristiwa ini terjadi selama Miosen Tengah sampai Pliosen dengan

Gunung api bawah laut,dan muncul pada kala Pliosen sebagi gunung api kontinen

yang kemungkinan besar pada kala ini mulai terjadi perlipatan,dimana kegiatan-

kegiatan magma pada kala Plistosen Atas didikuti oleh kegiatan tektonik yang

menyebabkan terjadinya sesar di daerah ini.

2.2 Sphericity

Sphericity adalah pendekatan setiap individu partikel ke bentuk bola,

sepenuhnya tergantung pada bentuk asli partikel, sedanglan abrasi merupakan

faktor minor. Istilah deskriptif paling bagus dipakai untuk partikel pasir atau yang

9 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 10: Laporan Lapangan Sedimentologi

lebih kasar berdasarkan diameter maximum, minimum dan intermedit. Ada empat

bentuk dasar yang dipakai yaitu equant, tabular, prolate, dan bladed. Sedangkan

analisis granulometri (ukuran butir) merupakan suatu analisis tentang ukuran butir

sedimen. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkat resistensi butiran

sedimen terhadap proses-proses eksogenik seperti pelapukan erosi dan abrasi

dari provenance, serta proses transportasi dan deposisinya. Hal-hal tersebut

merupakan variabel penting dalam melakukan suatu interpretasi. Semakin butiran

berbentuk menyerupai bola maka mempunyai nilai sphericity yang semakin

tinggi. Wadell (1932) mendefinisikan sphericity yang sebenarnya (true sphericity)

sebagai luas permukaan butir dibagi dengan luas permukaan sebuah bola yang

keduanya mempunyai volume sama. Lewis & McConchie (1994) mengatakan

bahwa rumusan ini sangat sulit untuk dipraktekkan. Sebagai pendekatan,

perbandingan luas permukaan tersebut dianggap sebanding dengan perbandingan

volume, sehingga rumus sphericity menurut Wadell (1932) adalah :

Vp   : volume butiran yang diukur

Vcs : volume terkecil suatu bola yang melingkupi partikel tersebut     

(circumscribing sphere)

Krumbein (1941) kemudian menyempurnakan persamaan tersebut dengan :

10 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 11: Laporan Lapangan Sedimentologi

Rumus yang diajukan Krumbein (1941) ini disebut dengan intercept

sphericity (WI) yang dapat dihitung dengan mengukur sumbu-sumbu panjang,

menengah dan pendek suatu partikel dan memasukkan pada rumus tersebut. Sneed

& Folk (1958) menganggap bahwa intercept sphericity tidak dapat secara tepat

menggambarkan perilaku butiran ketika diendapkan. Butiran yang dapat

diproyeksikan secara maksimum mestinya diendapkan lebih cepat, misalnya

bentuk prolate seharusnya lebih cepat mengendap dibandingkan oblate, tetapi

dengan rumus W, justru didapatkan nilai yang terbalik. Untuk itu mereka

mengusulkan rumusan tersendiri pada sphericity yang dikenal dengan maximum

projection sphericity (Vp) atau sphericity proyeksi maksimum. Secara matematis

Wp dirumuskan sebagai perbandingan antara area proyeksi maksimum bola

dengan proyeksi maksimum partikel yang mempunyai volume sama, atau secara

ringkas dapat ditulis dengan:

Dalam hal ini L, I dan S adalah sumbu-sumbu panjang, menengah dan

pendek sebagaimana dalam rumus Krumbein (1941). Menurut Boggs (1987), pada

prinsipnya rumus yang diajukan oleh Sneed & Folk (1958) ini tidak lebih valid

dibandingkan dengan intercept sphericity, terutama kalau diaplikasikan pada

sedimen yang diendapkan oleh aliran gravitasi dan es.

Dengan tanpa mempertimbangkan bagaimana sphericity dihitung, Boggs

(1987) menyatakan bahwa hasil perhitungan sphericity yang sama terkadang dapat

diperoleh pada semua bentuk butir. Gambar 2 menunjukkan bahwa partikel

11 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 12: Laporan Lapangan Sedimentologi

dengan bentuk yang berbeda bisa mempunyai nilai sphericity yang sama. Untuk

mendefinisikan sphericity dari hitungan matematis, Folk (1968) mengelaskan

sphericity dalam 7 kelas sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 1.

Bentuk butir ukuran kerakal atau yang lebih besar dipengaruhi oleh bentuk

asalnya dari batuan cumber, namun demikian butiran dengan ukuran ini akan

lebih banyak mengalami perubahan bentuk karena abrasi dan pemecahan selama

transportasi dibandingkan dengan butiran yang berukuran pasir. Untuk butiran

sedimen yang berukuran pasir atau lebih kecil, bentuk butir juga lebih banyak

dipengaruhi oleh bentuk asal mineralnya. Pada prakteknya, analisis bentuk butir

pada sedimen yang berukuran pasir biasanya dilakukan pada mineral kuarsa. Hal

ini disebabkan sifat mineral kuarsa yang keras, tahan terhadap pelapukan, clan

jumlahnya yang melimpah pada batuan sedimen. Namun demikian, untuk

membuat perbandingan bentuk butiran setelah mengalami transportasi,

pengamatan bentuk butir pada mineral lain maupun fragmen batuan (lithic) boleh

juga dilakukan.

Gambar 1. Hubungan antara sphericity matematis dengan bentuk butir klasifikasi

Zingg. Kurva menunjukkan kesamaan nilai sphericity. (Pettijohn, 1975).

12 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 13: Laporan Lapangan Sedimentologi

Hitungan Matematis Kelas

<0.75 Very Elongate

0.60-0.63 Elongate

0.63-0.66 Subelongate

0.66-0.69 Intermediete Shape

0.69-0.72 Subequent

0.72-0.75 Equent

>0.75 Very Equent

Tabel 1. Klasifikasi sphericity menurut Folk (1968).

Bentuk butir akan berpengaruh pada kecepatan pengendapan (settling

velocity). Secara umum batuan yang bentuknya tidak spheris (tidak menyerupai

bola) mempunyai kecepatan pengendapan yang lebih rendah. Dengan demikian

bentuk butir akan mempengaruhi tingkat transportasinya pads sistem suspensi

(Boggs, 1987). Butiran yang tidak spheris cenderung tertahan iebih lama pads

media suspensi dibandingkan yang spheris. Bentuk jugs berpengaruh pads

transportasi sedimen secara bedlood (traksi). Secara umum butiran yang spheris

clan prolate lebih mudah tertransport dibandingKan bentuk blade clan disc

(oblate). Lebih jauh analisis sedimen berdasarkan butiran saja sulit untuk

dilakukan. Sebagai contoh, Boggs (1987) menyatakan bahwa dari pengamatan

bentuk butir saja tidak dapat digunakan untuk menafsirkan suatu lingkungan

pengendapan.

2.3 Analisa Ukuran Butir

13 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 14: Laporan Lapangan Sedimentologi

2.3.1 Definisi umum analisis ukuran butir (granulometri)

Analisis granulometri merupakan suatu analisis tentang ukuran butir

sedimen. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkat resistensi butiran

sedimen terhadap proses-proses eksogenik seperti pelapukan erosi dan abrasi

dari provenance, serta proses transportasi dan deposisinya. Hal-hal tersebut

merupakan variabel penting dalam melakukan suatu interpretasi.

Tingkat resistensi suatu batuan dapat dilihat dari ukuran butirnya. Proses-

proses eksogenik akan mengubah bentuk dan ukuran suatu partikel sedimen. Nah,

yang mungkin awalnya runcing-runcing, atau ukuran butirnya masih gede-gede,

lama kelamaan kan seiring waktu akan berubah karena proses eksogenik itu.

Sedangkan proses transportasi dan deposisi memperlihatkan proses bagaimana

agen utama seperti air menggerakkan dan mengendapkan butiran sedimen. Dalam

analisa ini tercakup beberapa hal yang biasa dilakukan seperti pengukuran rata-

rata, pengukuran sorting atau standar deviasi, pengukuran skewness dan kurtosis.

Masing-masing pengukuran tersebut mempunyai rumus-rumus yang berbeda dan

mempunyai batasan-batasan untuk menggambarkan keadaan dari butiran yang

diamati atau dianalisa. Batasan-batasan tersebut biasa disebut dengan verbal limit.

Analisa granulometri dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan metode

grafis dan metode statistik, dimana metode grafis memuat berbagai macam grafik

yang mencerminkan penyebaran besar butir, hubungan dinamika aliran dan cara

transportasi sedimen klastik, sedangkan metode statistik menghasilkan nilai rata-

rata, deviasi standar, kepencengan dan kemancungan kurva.

14 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 15: Laporan Lapangan Sedimentologi

Pilihan atau Sortasi dapat menunjukkan batas ukuran butir atau

keanekaragaman ukuran butir, tipe dan karakteristik serta lamanya waktu

sedimentasi dari suatu populasi sedimen (Folk, 1968). Menurut Friedman dan

Sanders (1978), sortasi atau pemilahan adalah penyebaran ukuran butir terhadap

ukuran butir rata-rata. Sortasi dikatakan baik jika batuan sedimen mempunyai

penyebaran ukuran butir terhadap ukuran butir rata-rata pendek. Sebaliknya

apabila sedimen mempunyai penyebaran ukuran butir terhadap rata-rata ukuran

butir panjang disebut sortasi jelek.

Ada hubungan antara ukuran butir dan sortasi dalam batuan sedimen.

Hubungan ini terutama terjadi pada batuan sedimen berupa pasir kasar sampai

pasir sangat halus. Pasir dari berbagai macam lingkungan air menunjuk bahwa

pasir halus mempunyai sortasi yang lebih baik daripada pasir sangat halus.

Sedangkan pasir yang diendapkan oleh angin sortasi terbaik terjadi pada ukuran

pasir sangat halus ( Blatt,dkk dalam Kusumadinata, 1980).

Kepencengan (SKEWNESS) adalah penyimpangan distribusi ukuran butir

terhadap distribusi normal. Distribusi normal adalah suatu distribusi ukuran butir

dimana pada bagian tengah dari sampel mempunyai jumlah butiran paling banyak.

Butiran yang lebih kasar serta lebih halus tersebar disisi kanan dan kiri dalam

jumlah yang sama. Apabila dalam suatu distribusi ukuran butir berlebihan partikel

kasar, maka kepencengannya bernilai negatif (Folk, 1974).

Besar butir rata-rata merupakan fungsi ukuran butir dari suatu populasi

sedimen (missal pasir kasar, pasir sedang, dan pasir halus). Besar butir rata-rata

15 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 16: Laporan Lapangan Sedimentologi

dapat juga menunjukkan kecepatan turbulen/ sedimentasi dari suatu populasi

sedimen.

Adapun partikel-partikel sedimen oleh Friedman dan Sanders (1978) dapat

dibedakan menjadi 2 kelompok :

1. Hasil rombakan atau hancuran padat dari endapan tua.

2. material yang bukan merupakan hasil rombakan atau hancuran padat yang

terdiri dari material yang dikeluarkan lewat semburan gunung berapi dan material

terlarut di air yang ditransportasikan dan diendapkan pada tempat akumulasi

pengendapan oleh sekresi biologis atau proses pengendapan secara kimia.

Sumber sedimen dapat berasal dari berbagai tempat. Drake (1978) menerangkan

bahwa terdapat 3 sumber dari material sedimen yang ditemukan pada permukaan

dasar laut yaitu sumber dari daratan yang menyuplai material hancuran dan

material terlarut sumber asli dari laut dan material angkasa luar. Setelah proses

pelapukan terjadi selanjutnya sedimen asal mengalami proses transportasi dan

lithifikasi. Drake (1978) pada proses transportasi, dibawah kondisi normal, erosi

menghasilkan nilai (rate) yang sama dengan pelapukan batuan. Faktor yang

mempengaruhinya adalah:

a.Kecepatan pengendapan

b.Arus aliran fluida

c.Gelombang

16 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 17: Laporan Lapangan Sedimentologi

Hasil sedimentasi yang telah berlangsung lama akan mengalami

konsolidasi atau lithifikasi (pembatuan). Sedimen yang terlithifikasi disebut

batuan sedimen. Faktor yang mempengaruhi terhadap proses lithifikasi antara lain

proses fisika, proses kimiawi dan proses biologi. Ukuran butiran berpengaruh

terhadap sifat-sifat dari butiran tersebut. Krumbreindan Sloss (1963) menyatakan

bahwa pada butiran sedimen , ukuran sedimen berhubungan dengan dinamika

transportasi dan deposisi. Ukuran butiran akan mencerminkan resistensi butiran

terhadap proses pelapukan, erosi dan abrasi, Pada proses transportasi berpengaruh

terhadap bentuk, ukuran butir, kebolaan maupun sifat-sifat dari kumpulan butiran

seperti sortasi, kepencengan dan kepuncakan akibat dari gesekan antara butiran

dengan butiran maupun dengan batuan dasar. Besar kecilnya partikel penyusun

tanah tersebut akan menentukan kemampuan dalam hal menahan air, mengurung

tanah, dan produksi bahan organic (Dwijoseputro,1987).

2.3.2 Klasifikasi ukuran butir

Sortasi

       Sortasi adalah nilai standar deviasi distribusi ukuran butir (sebaran nilai di

sekitar mean). Parameter ini menunjukkan tingkat keseragaman butir.

Nilai Standard Deviasi Klasifikasi

< 0,35 Very well sorted

17 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 18: Laporan Lapangan Sedimentologi

0,35 – 0,50 Well sorted

0,50 – 0,71 Moderately well sorted

0,71 – 1,00 Moderately sorted

1,00 – 2,00 Poorly sorted

2,00 – 4,00 Very poorly sorted

> 4,00 Extremely poorly sorted

Tabel 2. Klasifikasi Sortasi

Gambar 2.3.2.1 Standar Deviation Material Sedimen

18 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 19: Laporan Lapangan Sedimentologi

Skewness (Sk)

Skewness menyatakan derajat ketidaksimetrian suatu kurva. Bila Sk

berharga positif maka sedimen yang bersangkutan mempunyai jumlah butir kasar

lebih banyak dari jumlah butir yang halus dan sebaliknya jika berharga negatif

maka sedimen tersebut mempunyai jumlah butir halus lebih banyak dari jumlah

butir yang kasar.

Nilai Skewness Klasifikasi

+1.0 sd +0,3 Very fine skewness

+0,3 sd +0,1 Fine skewness

+0,1 sd -0,1 Near symmetrical

-0,1 sd -0,3 Coarse skewness

-0,3 sd -1,0 Very coarse skewness

Tabel 3. Klasifikasi Skweness

Kurtosis

Kurtosis dapat menunjukan harga perbandingan antara pemilahan bagian

tengah terhadap bagian tepi dari suatu kurva. Untuk menentukan harga K

digunakan rumus yang diajukan oleh Folk (1968)

Nilai Kurtosis Klasifikasi

<0,67 Very platycurtic

19 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 20: Laporan Lapangan Sedimentologi

0,67 – 0,90 Platycurtic

0,90 – 1,11 Mesokurtic

1,11 – 1,50 Leptokurtic

1,50 – 3,00 Very leptokurtic

>3,00 Extremely leptokurtic

Tabel 4. Klasifikasi Kurtosis

2.3.3 Fasies Sedimen

Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi

karakteristik yang khas dilihat dari litologi, struktur sedimen dan struktur biologi

memperlihatkan aspek fasies yang berbeda dari tubuh batuan yang yang ada di

bawah, atas dan di sekelilingnya.

Fasies umumnya dikelompokkan ke dalam facies association dimana

fasies-fasies tersebut berhubungan secara genetis sehingga asosiasi fasies ini

memiliki arti lingkungan. Dalam skala lebih luas asosiasi fasies bisa disebut atau

dipandang sebagai basic architectural element dari suatu lingkungan pengendapan

yang khas sehingga akan memberikan makna bentuk tiga dimensi tubuhnya

(Walker dan James, 1992).

Menurut Slley (1985), fasies sedimen adalah suatu satuan batuan yang

dapat dikenali dan dibedakan dengan satuan batuan yang lain atas dasar geometri,

litologi, struktur sedimen, fosil, dan pola arus purbanya. Fasies sedimen

merupakan produk dari proses pengendapan batuan sedimen di dalam suatu jenis

20 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 21: Laporan Lapangan Sedimentologi

lingkungan pengendapannya. Diagnosa lingkungan pengendapan tersebut dapat

dilakukan berdasarkan analisa faises sedimen, yang merangkum hasil interpretasi

dari berbagai data, diantaranya :

1.      Geometri :

regional dan lokal dari seismik (misal : progradasi, regresi, reef dan

chanel)

intra-reservoir dari wireline log (ketebalan dan distribusi reservoir)

2.      Litologi : dari cutting, dan core (glaukonit, carboneous detritus) dikombinasi

dengan log sumur (GR dan SP)

3.      Paleontologi : dari fosil yang diamati dari cutting, core, atau side wall core

4.      Struktur sedimen : dari core

Model Fasies (Facies Model)

Model fasies adalah miniatur umum dari sedimen yang spesifik. Model

fasies adalah suatu model umum dari suatu sistem pengendapan yang khusus

( Walker , 1992).

Model fasies dapat diiterpretasikan sebagai urutan ideal dari fasies dengan

diagram blok atau grafik dan kesamaan. Ringkasan model ini menunjukkan

sebagaio ukuran yang bertujuan untuk membandingkan framework dan sebagai

penunjuk observasi masa depan. model fasies memberikan prediksi dari situasi

geologi yang baru dan bentuk dasar dari interpretasi lingkungan. pada kondisi

akhir hidrodinamik. Model fasies merupakan suatu cara untuk menyederhanakan,

21 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 22: Laporan Lapangan Sedimentologi

menyajikan, mengelompokkan, dan menginterpretasikan data yang diperoleh

secara acak.

Ada bermacam-macam tipe fasies model, diantaranya adalah :

a) Model Geometrik berupa peta topografi, cross section, diagram blok tiga dimensi,

dan bentuk lain ilustrasi grafik dasar pengendapan framework

b) Model Geometrik empat dimensi adalah perubahan portray dalam erosi dan

deposisi oleh waktu .

c) Model statistik digunakan oleh pekerja teknik, seperti regresi linear multiple,

analisis trend permukaaan dan analisis faktor. Statistika model berfungsi untuk

mengetahui beberapa parameter lingkungan pengendapan atau memprediksi

respon dari suatu elemen dengan elemen lain dalam sebuah proses-respon model.

Facies Sequence

Suatu unit yang secara relatif conform dan sekuen tersusun oleh fasies

yang secara geneik berhubungan. Fasies ini disebut parasequence. Suatu sekuen

ditentikan oleh sifat fisik lapisan itu sendiri bukan oleh waktu dan bukan oleh

eustacy serta bukan ketebalan atau lamanya pengendapan dan tidak dari

interpretasi global atau asalnya regional (sea level change). Sekuen analog dengan

lithostratigrafy, hanya ada perbedaan sudut pandang. Sekuen berdasarkan

genetically unit.

Ciri-ciri sequence boundary :

1.      membatasi lapisan dari atas dan bawahnya.

2.      terbentuk secara relatif sangat cepat (<10.000 tahun).

22 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 23: Laporan Lapangan Sedimentologi

3.      mempunyai suatu nilai dalam chronostratigrafi.

4.      selaras yang berurutan dalam chronostratigrafi.

5.      batas sekuen dapat ditentukan dengan ciri coarsening up ward.

Asosiasi Fasies

Mutti dan Ricci Luchi (1972), mengatakan bahwa fasies adalah suatu

lapisan atau kumpulan lapisan yang memperlihatkan karakteristik litologi,

geometri dan sedimentologi tertentu yang berbeda dengan batuan di sekitarnya.

Suatu mekanisme yang bekerja serentak pada saat yang sama. Asosiasi fasies

didefinisikan sebagai suatu kombinasi dua atau lebih fasies yang membentuk

suatu tubuh batuan dalam berbagai skala dan kombinasi. Asosiasi fasies ini

mencerminkan lingkungan pengendapan atau proses dimana fasies-fasies itu

terbentuk.

Sekelompok asosiasi fasies endapan fasies digunakan untuk

mendefinisikan lingkungan sedimen tertentu. Sebagai contoh, semua fasies

ditemukan di sebuah fluviatile lingkungan dapat dikelompokkan bersama-sama

untuk menentukan fasies fluvial asosiasi.

Pembentukan dibagi menjadi empat fasies asosiasi (FAS), yaitu dari

bawah ke atas. Litologi sedimen  ini menggambarkan lingkungan yang didominasi

oleh braided stream berenergi tinggi.

a.       Asosiasi fasies 1

23 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 24: Laporan Lapangan Sedimentologi

Asosiasi fasies terendah di unit didominasi oleh palung lintas-stratifikasi, 

tinggi energi braided stream yang membentuk dataran outwash sebuah sistem

aluvial.  Trace fosil yang hampir tidak ada, karena energi yang tinggi berarti

depositional menggali organisme tidak dapat bertahan. 

b.      Asosiasi fasies 2

Fasies ini mencerminkan lingkungan yang lebih tenang, unit ini kadang-

kadang terganggu oleh lensa dari FA1 sedimen.  Bed berada di seluruh tipis,

planar dan disortir dengan baik.  Bed sekitar 5 cm (2 in) bentuk tebal 2 meter (7

ft) unit "bedded sandsheets"- lapisan batu pasit yang membentuk lithology

dominan fasies ini.

Sudut rendah (<20 °), lintas-bentuk batu pasir berlapis unit hingga 50 cm

(19,7 inci) tebal, kadang-kadang mencapai ketebalan sebanyak 2 meter (7 kaki).

Arah arus di sini adalah ke arah selatan timur - hingga lereng - dan memperkuat

interpretasi mereka sebagai Aeolian bukit pasir. Sebuah suite lebih lanjut lapisan

padat berisi fosil jejak perkumpulan; lapisan lain beruang riak saat ini tanda, yang

mungkin terbentuk di sungai yang dangkal, dengan membanjiri cekungan hosting

mungkin pencipta jejak fosil. Cyclicity tidak hadir, menunjukkan bahwa, alih-alih

acara musiman, kadang-kadang innundation didasarkan pada peristiwa-peristiwa

tak terduga seperti badai, air yang berbeda-beda tabel, dan mengubah aliran

kursus.

c.       Asosiasi fasies 3

Fasies ini sangat mirip FA1, dengan peningkatan pasokan bahan clastic

terwakili dalam rekor sedimen tdk halus, diurutkan buruk, atas-fining (yaitu padi-

24 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 25: Laporan Lapangan Sedimentologi

padian terbesar di bagian bawah unit, menjadi semakin halus ke arah atas),

berkerikil palung lintas-unit tempat tidur hingga empat meter tebal. Jejak fosil

langka. Sheet-seperti sungai dikepang disimpulkan sebagai kontrol dominan pada

sedimentasi di fasies ini.

d.      Asosiasi fasies 4

Asosiasi fasies paling atas muncul untuk mencerminkan sebuah

lingkungan di pinggiran laut. Fining-up yang diamati pada 0,5 meter (2 kaki)

hingga 2 meter (7 kaki) skala, dengan salib melalui seperai pada unit dasar arus

overlain oleh riak. Baik shales batu pasir dan hijau juga ada. Unit atas sangat

bioturbated, dengan kelimpahan Skolithos - sebuah fosil biasanya ditemukan di

lingkungan laut.

Hubungan Antara Fasies, Proses Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

Lingkungan pada semua tempat di darat atau di bawah laut dipengaruhi

oleh proses fisika dan kimia yang berlaku dan organisme yang hidup di bawah

kondisi itu pada waktu itu. Oleh karena itu suatu lingkungan pengendapan dapat

mencirikan proses-proses ini. Sebagai contoh, lingkungan fluvial (sungai)

termasuk saluran (channel) yang membawa dan mengendapkan material pasiran

atau kerikilan di atas bar di dalam channel.

Ketika sungai banjir, air menyebarkan sedimen yang relatif halus melewati

daerah limpah banjir (floodplain) dimana sedimen ini diendapkan dalam bentuk

lapis-lapis tipis. Terbentuklah tanah dan vegetasi tumbuh di daerah floodplain.

Dalam satu rangkaian batuan sedimen channel dapat diwakili oleh lensa batupasir

25 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 26: Laporan Lapangan Sedimentologi

atau konglomerat yang menunjukkan struktur internal yang terbentuk oleh

pengendapan pada bar channel. Setting floodplain akan diwakili oleh lapisan tipis

batulumpur dan batupasir dengan akar-akar dan bukti-bukti lain berupa

pembentukan tanah.

Dalam deskripsi batuan sedimen ke dalam lingkungan pengendapan,

istilah fasies sering digunakan. Satu fasies batuan adalah tubuh batuan yang

berciri khusus yang mencerminkan kondisi terbentuknya (Reading & Levell

1996). Mendeskripsi fasies suatu sedimen melibatkan dokumentasi semua

karakteristik litologi, tekstur, struktur sedimen dan kandungan fosil yang dapat

membantu dalam menentukan proses pembentukan. Jika cukup tersedia informasi

fasies, suatu interpretasi lingkungan pengendapan dapat dibuat. Lensa batupasir

mungkin menunjukkan channel sungai jika endapan floodplain ditemukan

berasosiasi dengannya. Namun bagaimanapun, channel yang terisi dengan pasir

terdapat juga di dalam setting lain, termasuk delta, lingkungan tidal dan lantai laut

dalam. Pengenalan channel yang terbentuk bukanlah dasar yang cukup untuk

menentukan lingkungan pengendapan.

Fasies pengendapan batuan sedimen dapat digunakan untuk menentukan

kondisi lingkungan ketika sedimen terakumulasi.

            Lingkungan sedimen telah digambarkan dalam beberapa variasi yaitu :

1.   Tempat pengendapan dan kondisi fisika, kimia, dan biologi yang menunjukkan

sifat khas dari setting pengendapan [Gould, 1972].

2.   Kompleks dari kondisi fisika, kimia, dan biologi yang tertimbun [Krumbein dan

Sloss, 1963].

26 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 27: Laporan Lapangan Sedimentologi

3.   Bagian dari permukaan bumi dimana menerangkan kondisi fisika, kimia, dan

biologi dari daerah yang berdekatan [Selley, 1978].

4.   Unit spasial pada kondisi fisika, kimia, dan biologi scara eksternal dan

mempengaruhi pertumbuhan sedimen secara konstan untuk membentuk

pengendapan yang khas [Shepard dan Moore, 1955].

Tiap lingkungan sedimen memiliki karakteristik akibat parameter fisika,

kimia, dan biologi dalam fungsinya untuk menghasilkan suatu badan karakteristik

sedimen oleh tekstur khusus, struktur, dan sifat komposisi. Hal tersebut biasa

disebut sebagai fasies. Istilah fasies sendiri akan mengarah kepada perbedaan unit

stratigrafi akibat pengaruh litologi, struktur, dan karakteristik organik yang

terdeteksi di lapangan. Fasies sedimen merupakan suatu unit batuan yang

memperlihatkan suatu pengendapan pada lingkungan.

27 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 28: Laporan Lapangan Sedimentologi

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Adapun metode yang digunakan dalam fieldtrip kali ini yaitu terdiri metode

lapangan dan metode laboratorium. Adapun uraiannya sebagai berikut:

3.1.1 Metode Lapangan

Metode pengambilan data terdiri atas dua yaitu untuk sphericity dan ukuran

butir. Metode yang digunakan untuk sphericity ialah mensketsa material-material

sedimen pada kalkir berukuran 1x1 meter dan kemudian material-material

sedimen yang berada pada lokasi 1x1 meter tersebut diambil secara acak dan

diukur panjang, lebar, dan diameternya. Metode yang digunakan untuk ukuran

butir ialah dengan pengambilan sampel (sampling) yaitu dengan melakukan tes

spit berukuran 2x2 m, yang kemudian di lakukan pengambilan data-data seperti

pengukuran tebal lapisan, deskripsi litologi, sketsa dan pengambil sampel.

3.1.2 Metode Laboratorium

Metode yang digunakan dalam laboratorium yaitu metode pengolahan

sampel berupa pengeringan sampai pengayakan dan terakhir penimbangan. Di

mana pengeringan untuk memudahkan pengayakan, dan pengayakan untuk

memisahkan ukuran butir yang sama dimana untuk mengetahui berat. Metode ini

dilakukan untuk analisa ukuran butir

28 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 29: Laporan Lapangan Sedimentologi

3.1.3 Pengolahan Data

Data ukuran butir yang telah didapatkan di laboratorium selanjutnya diolah

untuk menentukan mean, modus, median, kemudian menggunakan kurva semilog

dan perhitungan-perhitungan lainnya. Dari hasil pengolahan data-data inilah

kemudian dapat diketahui rata-rata ukuran butir dan persentase tiap lapisan. Dari

semua data yang diolah tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan yang berkaitan

dengan ukuran butir, kaitannya dengan prosesnya sampai fasiesnya.

3.2 Alat dan Bahan

Adapun daftar alat dan bahan yang digunakan selama Fieldtrip ini

berlangsung diantaranya :

a. Peralatan Kelompok

Palu geologi

Kompas geologi

Camera digital

b. Peralatan Individu

Kantung sample

Papan clipboard

Buku lapangan

Kertas A4

Kertas kalkir

Spidol

Alat tulis

29 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 30: Laporan Lapangan Sedimentologi

Pita meter

3.3 Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja pada Fieldtrip Sedimentologi ini yaitu :

Pertama dalam mengukur sphericity yaitu dengan mensketsa material-

material sedimen pada kalkir berukuran 1x1 meter dan kemudian material-

material sedimen yang berada pada lokasi 1x1 meter tersebut diambil secara acak

dan diukur panjang, lebar, dan diameternya.

Kedua pada analisis ukuran butir teknik sampling yang digunakan ialah

dengan menggunakan tespit ukuran 2x2 meter dan analisis penyaringan dengan

saringan sedimen bertingkat dengan diameter yang berbeda-beda (2 mm, 1 mm,

0,5 mm, 0,25 mm, 0,63 mm, 0,125 mm).

30 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 31: Laporan Lapangan Sedimentologi

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Sphericity (kebulatan)

Pada daerah penelitian pertama yang terletak di Sungai Jeneberang

tepatnya

di daerah Bili-Bili, Kabupaten Gowa menurut perhitungan panjang, lebar serta

diameternya memiliki tingkat sphericity yaitu pada stasiun pertama bentuk rata-

rata dari material sedimennya yaitu rounded (Waddel, 1932) yaitu bentuk yang

relatif membundar, berdasarkan klasifikasi Zingg, 1938 yang menngklasifikasikan

bentuk butir berdasarkan perbandingan antar sumbu maka bentuk butir yang

dominan dari stasiun ini ialah oblate (sangat bundar), berdasarkan klasifikasi

Folk&Sneed 1953 maka bentuk butir yang dominan dari stasiun ini ialah elongate

(bundar).

31 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 32: Laporan Lapangan Sedimentologi

Foto 3.1.1 Stasiun pertama pengukuran sphericity terletak di Sungai Jeneberang,

Kecamatan Bili-Bili Kabupaten Gowa

Sphericity pada stasiun kedua berdasarkan perhitungan yang telah

dilakukan maka bentuk rata-rata dari material sedimennya yaitu rounded (Waddel,

1932) dimana bentuk materialnya yang relative membundar, berdasarkan

klasifikasi Zingg, 1938 yang menngklasifikasikan bentuk butir berdasarkan

perbandingan antar sumbu maka bentuk butir yang dominan dari stasiun ini ialah

oblate (sangat bundar), berdasarkan klasifikasi Folk&Sneed 1953 maka bentuk

butir yang dominan dari stasiun ini ialah subelongate (relative bundar).

Foto 3.1.2 Stasiun kedua pengukuran sphericity di daerah Bili-Bili

32 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 33: Laporan Lapangan Sedimentologi

Berdasarkan data diatas maka proses transportasi material-material

sedimen pada stasiun pertama dan kedua proses transportasinya berlangsung

lambat dan memiliki jarak transportasi yang jauh hal ini dapat diinterpretasikan

dari bentuk material sedimen yang relative membundar.

4.2 Analisis Ukuran Butir

Setelah dilakukan perthitungan terhadap tujuh data lapisan yang diperoleh

dari tes spit pada stasiun kedua yaitu di daerah Tanjung Bayang, Kecamatan

Takalar Kabupaten Gowa dapat diketahui bahwa:

Pada lapisan pertama memiliki tipe sampel bimodal yang ditunjukkan

dengan adanya dua puncak pada kurva frekuensi, kurtosis yaitu platykurtik yang

menunjukkan perubahan kecepatan besar dan jauh dari sumber. Skewness yaitu

Negative skewwnes yang berarti ukurannya kasar, atau material yang berukuran

besar dan kasara labih banyak daripada yang berukuranhalus. Sortasinya yaitu

Poorly sorted artinya memiliki sortasi atau pemilahan ukuran yang jelek sehingga

ukurannya tidak seragam dan memiliki ukuran butir fine-very fine sand

(klasifikasi wenworth).

Lapisan kedua, memiliki tipe sampel unimodal yang ditunjukkan dengan

adanya satu puncak pada kurva frekuensi, kurtosis yaitu platykurtik yang

menunjukkan perubahan kecepatan besar dan jauh dari sumber. Merupakan jenis

skewness

Negative skewness yang berarti ukurannya kasar, atau material yang berukuran

besar dan kasara labih banyak daripada yang berukuran halus, dengan sortasi

33 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 34: Laporan Lapangan Sedimentologi

moderately sorted yaitu memiliki sortasi yang kurang seragam. Serta ukuran

butirnya fine-very fine sand (klasifikasi wenworth).

Lapisan ketiga memiliki tipe sampel unimodal yang ditunjukkan dengan

adanya satu puncak pada kurva frekuensi dengan jenis kurtosis mesokurtik yaitu

dicirikan dengan ukuran butirnya relatif sama, arus turbelensi kecil dengan

perubahan arus yang kecil, dengan negative skewness, serta sortasi moderately

sorted yaitu memiliki sortasi yang kurang seragam. Serta ukuran butirnya fine-

very fine sand (klasifikasi wenworth).

Foto 3.2 Lapisan Analisa Ukuran Butir terletak di Tanjung Bayang, Kecamatan

Takalar, Kabupaten Gowa.

Lapisan keempat memiliki tipe sampel bimodal yang ditunjukkan dengan

adanya dua puncak pada kurva frekuensi, dengan kurtosis yaitu platykurtik yang

menunjukkan perubahan kecepatan besar dan jauh dari sumber, tipe skewness

yaitu negative skewness yang berarti ukurannya kasar, atau material yang

berukuran besar dan kasara labih banyak daripada yang berukuran halus,

Sortasinya yaitu Poorly sorted artinya memiliki sortasi atau pemilahan ukuran

34 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 35: Laporan Lapangan Sedimentologi

yang jelek sehingga ukurannya tidak seragam. Memiliki ukuran butir coarse sand-

mediumsand.

Lapisan kelima memiliki memiliki tipe sampel bimodal yang ditunjukkan

dengan adanya dua puncak pada kurva frekuensi, dengan kurtosis yaitu

platykurtik yang menunjukkan perubahan kecepatan besar dan jauh dari sumber,

tipe skewness near simmitrycal, dengan sortasi Poorly sorted artinya memiliki

sortasi atau pemilahan ukuran yang jelek sehingga ukurannya tidak seragam.

Memiliki ukuran butir fine- very fine sand.

Lapisan keenam memiliki tipe sampel unimodal yang ditunjukkan dengan

adanya satu puncak pada kurva frekuensi, dengan kurtosis leptokurtik dicirikan

dengan ukuran butirnya relatif sama, arus turbelensi kecil dengan perubahan arus

yang kecil, dengan tipe skewness negative skewness yang berarti ukurannya

kasar, atau material yang berukuran besar dan kasara labih banyak daripada yang

berukuran halus, dengan sortasi moderately sorted yaitu memiliki sortasi yang

kurang seragam. Serta ukuran butirnya fine-very fine sand (klasifikasi wenworth).

Lapisan ketujuh memiliki tipe sampel unimodal yang ditunjukkan dengan

adanya satu puncak pada kurva frekuensi dengan jenis kurtosis mesokurtik yaitu

dicirikan dengan ukuran butirnya relatif sama, arus turbelensi kecil dengan

perubahan arus yang kecil, dengan tipe skewness near semitrical serta sortasi

moderately sorted yaitu memiliki sortasi yang kurang seragam. Serta ukuran

butirnya fine-very fine sand (klasifikasi wenworth).

Berdasarkan analisa ukuran butir diatas maka ukuran butir yang dominan

ialah fine- very fine sand. Maka jarak transportasinya lambat.

35 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 36: Laporan Lapangan Sedimentologi

4.3 Fasies

Fasies dalam sandi statigrafi Indonesia diartikan sebagai aspek fisika,

kimia, biologi suatu endapan dalam kesamaan waktu. Adapun fasies pada stasiun

ketiga berdasarkan aspek fisikanya maka fasies pada stasiun ini terbagi dua yaitu

pasir kasar dan pasir halus.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa:

Nilai kuantitatif ukuran butir pada material sedimen yang paling besar

menunjukkan bentuk yang lebih membulat atau menyerupai bola hal ini

dapat disebabkan oleh kecepatan pengendapan (settling velocity). Secara

umum batuan yang bentuknya tidak spheris (tidak menyerupai bola)

mempunyai kecepatan pengendapan yang lebih rendah. Dengan demikian

bentuk butir akan mempengaruhi tingkat transportasi pada sistem

suspensi.Bentuk butir ukuran kerakal atau yang lebih besar dipengaruhi

oleh benuk asal dari batuan sumber, namun demikian butiran dengan

ukuran ini akan lebih banyak mengalami perubahan bentuk karena abrasi

dan pemecahan selama transportasi dibandingkan dengan butiran yang

berukuran pasir. Untuk butiran sedimen yang berukuran pasir atau lebih

36 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 37: Laporan Lapangan Sedimentologi

kecil, bentuk butir juga lebih banyak dipengaruhi oleh bentuk asal

mineralnya.

Proses transportasinya berlangsung lambat dan memiliki jarak transportasi

yang jauh hal ini dapat diinterpretasikan dari bentuk material sedimen

yang relative membundar

Berdasarkan analisa ukuran butir yang telah dilakukan maka ukuran butir

yang dominan ialah fine- very fine sand.

Adapun fasies pada stasiun ketiga berdasarkan sifat fisiknya maka fasies

pada stasiun ini terbagi dua yaitu pasir kasar dan pasir halus.

37 |Laporan Lapangan Sedimentologi

Page 38: Laporan Lapangan Sedimentologi

38 |Laporan Lapangan Sedimentologi