laporan kunjungan pabrik gula kebon agung

Upload: nivi-suci-kurnia

Post on 16-Oct-2015

110 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

  • LAPORAN STUDI LAPANG

    PABRIK GULA KEBON AGUNG

    Dosen pembimbing: Angga Dheta S., Ssi., Msi

    Disusun oleh:

    Agil Adham Reka 105100200111035

    Fatma Ridha N 105100200111036

    Niken Lila W 105100201111016

    Ratih Dwi M 105100207111004

    Rizki Yunia C 105100200111005

    Rendi Hadi S 105100200111045

    Tri Priyo U 105100201111005

    Vita Noeravila P 105100200111032

    Fakultas Teknologi Pertanian

    Universitas Brawijaya

    Malang

    2012

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Masalah

    Indonesia merupakan salah satu negara yang menghasilkan polusi terbanyak

    didunia. Sumber polusi yang upaling tama adalah dari kendaraan bermotor dan

    limbah industry. Polusi ini terjadi akibat kurangnya penanganan limbah-limbah

    industry sedangkan semakin hari semakin banyak berdiri pabrik industry.

    Pencemaran yang disebabkan oleh polusi ini menyebabkan perubahan yang

    signifikan terhadap lingkungan. Perubahan yang paling bisadirasakan adalah

    perubahan suhu udara yang semakin panas dan perubahan pada air sungai.

    Permasalahan tentang pencemaran ini terjadi akibat kurangnya pengetahuan

    serta penanganan yang lebih terhadap limbah. Meskipun limah tidak dapat

    dihilangkan secara total tetapi denga penanganan limbah yang baik dapat

    mengurangi seminimal mungkin polutan yang mencemari udara, air maupun

    tanah. Maka dari itu, dilaksanakan kegiatan studi lapang yang bertempat di Pabrik

    Gula Kebon Agung, desa Kebon Agung, Malang, Jawa Timur untuk mengetahui

    lebih dalam dan melihat secara lngsung proses pembuatan gula Kristal serta

    pengolahan limbah pabriknya, serta untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi

    Bersih.

    1.2. Perumusan Masalah

    1. Bagaimana proses pembuatan gula di PG. Kebon Agung?

    2. Bagaimana cara mengelola limbah sisa proses pembuatan gula Kristal di PG.

    Kebon Agung?

    3. Bagaimana proses pengemasangula Kristal di PG. Kebon Agung?

    1.3. Tujuan Penelitian

    1. Untuk mengetahui proses pembuatan gula Kristal putih di PG.Kebon Agung.

    2. Untuk mengetahui cara pengolahan limbah di PG. Kebon Agung.

  • 3. Untuk mengetahui proses pengemasan gula Kristal putih di PG.Kebon

    Agung.

    4. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Bersih.

    1.4. Manfaat Penelitian

    1. Mahasiswa dapat mengetahui dan mengerti proses pembuatan gula

    Kristal putih di PG. Kebon Agung

    2. Mahasiswa dapat mengetahui proses-proses pengolahan limbah di PG.

    Kebon agung yang berupa limbah cair,gas dan padat.

    3. Mahasiswa mampu memahami proses pengemasan gula Kristal putih

    di PG.Kebon Agung.

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Tinjauan Teknologi Proses Industri Tekstil dan Limbahnya

    2.1.1. Tinjauan teknologi proses pabrik gula

    Pada umumnya, pabrik gula tebu di Indonesia merupakan warisan

    belanda pada zaman kolonial. Perjalanan proses pengolahannyapun hampir

    seragam kecuali pada pabrik yang menerapkan proses karbonatasi. Berikut

    ini adalah sekilas proses pengolahan gula tebu dengan prmurnian cara

    sulfitasi. Secara garis besar, pabrik gula bertujuan untuk mengambil

    sukrosa dari tebu semaksimal mungkin dengan menekan kehilangan gula

    seoptimal mungkin.

    Dalam pabrik gula dikenal section-section yang disebut stasiun,

    mulai dari emplasement, stasiun gilingan sampai pengarungan.

    Emplasement (Halaman Pabrik) Halaman pabrik berfungsi untuk

    menimbun tebu yang datang dari kebun. Biasanya di sekitarya terdapat

    pohon-pohon besar yang berfungsi untuk menahan panasnya matahari.

    Suhu halaman pabrik yang panas akan menyebabkan temperatur tebu naik

    dan akan barakibat mempercepat proses tebu menjadi layu (wayu).

    Layunya tebu akan dibarengi dengan inversi sukrosa menjadi glukosa dan

    fruktosa. Hal ini disebabkan karena nira dalam tebu bersifat asam dan

    proses inversi lebih cepat apabila temperatur tinggi.

    Idealnya, halaman pabrik dilengkapi dengan timbangan tebu, baik

    berupa jembatan timbang atau crane yang dilengkapi dengan timbangan.

    Hal ini bertujuan untuk mengetahui bobot tebu yang masuk ke pabrik dan

    selanjutnya digunakan untuk pengawasan proses. Halaman pabrik juga

    harus mempunyai alat untuk bongkar muatan baik dari truk atau dari lori.

    Yang terpenting adalah, persediaan tebu di halaman pabrik harus dapat

    memenuhi kapasitas giling. Sebenernya, sisa tebu kemarin dalam halaman

    pabrih, semakin kecil semakin baik. Untuk menjamin kelancaran giling,

  • sisa tebu yang baik yaitu pada jam 06.00 sampai 18.00 sebanyak 12 dikali

    kapasitas giling perjam, dan pada jam 18.00 06.00 sebenyak 15 dikali

    kapasitas giling perjam. Literature lain juga menyebutkan sisa tebu

    kemarin yang baik adalah sebesat 25-30% dari kapasitas giling perhari

    dihitung pada jam 06.00 pagi. Stasiun gilingan dibagi menjadi dua bagian

    yaitu:

    a. Persiapan

    Tebu yang dibongkar dari truk atau lori diletakkan diatas meja

    tebu. Meja tebu dilengkapi dengan alat yang berfungsi untuk mendorong

    tebu ke krepyak tebu (carrier). Setelah diatas carrier, tebu dibawa melewati

    cutter untuk dipotong menjadi bagian yang lebih kecil. Selanjutnya tebu

    terpotong dihancurkan dengan menggunakan shredder atau unigrator.

    Setelah itu masuk ke gilingan. Proses persiapan mempunyai tujuan untuk

    mempersiapkan tebu yang akan digiling sehingga proses pemerahan bisa

    maksimal. Efektifitas dari alat-alat persiapan ditunjukkan dengan angka

    preparation index yang besarannya berbeda-beda tiap pabrik. Pada

    umumnya angka preparation index lebih kurang sebesar 90

    b. Gilingan

    Gilingan berfungsi untuk mengambil nira dalam tebu. Optimalnya

    gilingan dengan cepat dapat diketahui dengan melihat pol ampas. Semakin

    kecil pol ampas, akan semakin baik. Dalam stasiun gilingan diberikan air

    panas (added water) yang biasa disebut imbibisi (dari bahasa belanda

    imbibitie). Fungsinya untuk membilas ampas gilingan antara agar fungsi

    pemerahan gula bisa maksimal. Umumnya pabrik gula menerapkan sistem

    imbibisi majemuk yaitu menggunakan air panas dan nira gilingan

    berikutnya. Dari stasiun gilingan dihasilkan nira mentah yaitu nira yang

    keluar dari gilingan 1 dan 2.

    b.1 Stasiun Pemurnian

    Fungsi dari stasiun pemurnian adalah untuk menyingkirkan

    kotoran-kotoran bukan gula yang terdapat dalam nira mentah. Proses yang

    dilakukan baik berupa proses fisik ataupun kimia. Proses dalam stasiun

    pemurnian dilakukan sedemikian rupa sehingga kerusakan sukrosa dapat

  • ditekan seoptimal mungkin. Yang pertama dilakukan dalam stasiun

    pemurnian adalah menyaringan dengan menggunakan saringan parabolis

    (DSM). Setelah itu nira mentah dipanasi sampai suhu 75 C. Nira mentah

    yang telah dipanasi ditambahkan Ca(OH)2 sampai pH tertentu. Setelah itu

    pada nira ditambahkan SO2 sampai pH netral. Nira dipanaskan kembali

    sampai suhu 105 C, ditambahkan flokulan dan diendapkan di clarifier.

    Setelah mengendap, nira jernih disaring lagi dan menghasilkan nira encer,

    setelah itu, dipanaskan sampai suhu 115 C dan selanjutnya diproses ke

    tehap evaporasi. Nira kotor yang ada di clarifier selanjutnya disaring

    menggunakan vacuum filter. Proses filtrasi ini menghasilkan filtrat dan

    blotong. Filtrat akan dikembalikan lagi ke awal proses pemurnian dan

    blotong diangkut truk menuju tempat penimbunan.

    Fungsi dari stasiun penguapan adalah meningkatkan konsentrasi

    larutan gula dalam nira. Nira encer dari stasuin pemurnian diuapkan

    dengan menggunakan evaporator multi effect. Nira dipanaskan dengan

    menggunakan uap panas yang berasal dari uap bekas penggerak turbin

    gilingan. Nira encer yang mempunyai brix 15 diuapkan airnya sampai

    mencapai brix 60. setelah itu akan dihasilkan material yang dinamakan

    nira pekat. Selanjutnya nira pekat ditambah SO2 sehingga dicapai pH

    tertentu.

    b.2 Stasiun Kristalisasi

    Sistem kristalisasi di pabrik gula tebu menggunakan sistem

    kristalisasi bertingkat, baik berupa A-D, A-C-D, A-B-D, atau A-B-C-D,

    dengan ketentuan A dan B adalah produk (berlaku untuk abrik gula tebu di

    jawa). Nira pekat hasil dari stasiun penguapan diuapkan lagi airnya

    sehingga akan terbentuk kristal dengan sendirinya. Metode lain kristalisasi

    adalah dengan menggunakan bibit gula berupa fondan yang selanjutnya

    kristal bibit itu dibesarkan.

    Proses kristalisasi harus dilakukan sedemikian rupa sehingga

    kristal yang terbentuk mempunyai ukuran yang seragam. Seragamnya

    ukuran kristal gula akan dicapai apabila konsentrasi larutan dalam bejana

    kristalisasi dijaga pada konsentrasi tertentu. Setelah ukuran kristal yang

  • diinginkan tercapai, maka kristal yang masih bercampur dengan larutan

    (masakan /massecuit) diturunkan ke bejana penampung.

    b.3 Stasiun Pemutaran

    Untuk memisahkan kristal dan larutan setelah proses kristalisasi

    dilakukan langkah pemutaran. Dengan gaya centrifugal, kristal akan

    tertahan di saringan (basket) dan larutan akan melewati saringan tersebut.

    Langkah proses pemutaran yang baik akan menghasilkan gula yang putih

    dan mempunyai kadar air yang kecil.

    Di stasiun putaran terdapat 2 jenis alat yaitu batch dan continue.

    Putaran continue disebut low grade centrifugal dan putaran batch biasa

    disebut hi grade centrifugal (putaran untuk produk). Selanjutnya gula

    produk hasil pemutaran di angkut dengan talang goyang (grasshopper)

    menuju pengering.

    b.4 Stasiun Pengeringan dan Pendinginan

    Pengeringan berfungsi untuk mengurangi kadar air dalam gula

    sehingga meningkatkan ketahanan dalam penyimpanan. Cara pengeringan

    dilakukan dengan cara pemanasan menggunakan udara kering dan

    dikontakkan dengan gula. Alat yang digunakan bermacam macam ada

    yang berupa talang getar atau rotary dryer.

    Gula yang dikeringkan dalam keadaan panas, untuk itu perlu

    didinginkan agar tidak terjadi proses kimiawi yaitu browning pada saat

    penyimpanan. Pendinginan dilakukan dengan menghembuskan udara

    dingin baik dari udara sekitar ataupun udara dingin dari alat pendingin

    udara.

    b.5 Stasiun Pengarungan

    Gula yang sudah dingin selanjutnya ditampung di sugar bin.

    Setelah itu dilakukan pengarungan atau pengemasan dengan berat 50 Kg.

    Untuk suplai langsung ke konsumen, pabrik biasanya juga membuat

    kemasan 1 Kg.

    b.6 Gudang Gula

    Gudang gula berfungsi untuk menimbun gula yang telah dikemas.

    selanjutnya gula siap untuk didistribusikan ke penyalur atau konsumen.

  • 2.1.2. Tinjauan limbah cair industri gula

    Untuk mengontrol dan mengawasi kualitas lingkungan, khususnya air sungai

    di Indonesia, pemerintah melalui KEPMENKLH No. 4 Thn 2002 telah

    mengeluarkan keputusan bahwa kualitas air yang boleh dibuang ke badan air

    sungai harus memenuhi standar tertentu. Adapun parameter yang harus diukur

    kadarnya untuk limbah cair pabrik tekstil adalah:

    Zat organik terlarut (yang menyebabkan turunnya harga DO)

    Padatan tersuspensi (TSS/TS)

    Zat organik trace (contoh fenol)

    Logam berat, ( contoh Cr) dan sianida

    Warna dan turbiditas

    Floating material (oil dan grease)

    Polutan yang ada pada limbah cair pabrik tekstil biasanya berupa koloid dan

    zat terlarut. Namun akibat berbagai proses pada produksi tekstil, hampir

    kebanyakan polutan berada dalam bentuk koloid. Cara yang umum digunakan

    untuk mengatasi partikel limbah dalam bentuk koloid adalah proses destabilasi

    koloid, sehingga partikel -partikel tersebut dapat dipisahkan dari badan air. Pada

    dasarnya jenis koloid dapat dikategorikan sebagai koloid hidrofob dan koloid

    hidrofil. Koloid hidrofob berperan dalam penampakan warna pada permukaan air,

    hal ini disebabkan oleh bagian R -NH2 atau R-OH dari partikel koloid tersebut.

    Bagian-bagian yang elektronegatif mengakibatkan terjadinya ikatan hydrogen

    dengan molekul air. Permukaan yang elektronegatif tersebut saling menolak dan

    menghalangi terjadinya pembentukan agregat. Sedangkan koloid hidrofil berasal

    dari adanya partikel -partikel mineral yang terhidrolisis, sehingga pada permukaan

    koloid terkonsentrasi muatan negatif yang saling menolak dan mencegah

    terjadinya agregat. Pada dasarnya koloid tidak pernah 100% hidrofob dan tidak

    pula 100% hidrofil.

    Salah satu cara destabilisasi koloid adalah pentralan muatan listrik melalui

    penambahan suatu koagulan sehingga terjadi penggabungan partikel -partikel

    koloid menjadi agregat-agregat yang lebih besar. Koagulasi merupakan proses

    agregasi yang terjadi akibat adanya gaya elektrostatik antara partikel -partikel

  • koloid yang memiliki muatan yang berlawanan. Adapun tujuan dari proses

    koagulasi adalah untuk memisahkan partikel-partikel koloidal yang melayang-

    layang dalam air sehingga membentuk agregat yang dapat mengendap. Beberapa

    koagulan yang sering digunakan dalam pengolahan limbah cair adalah tawas,

    garam besi dan kapur yang amat efektif untuk mengendapkan partikel koloidal

    yang berasal dari logam berat; Besi(III) klorida yang dapat terhidrolisis menjadi

    Fe(OH)3 dapat mengikat 92% koloidal arsen, seng, nikel, mangan dan raksa

    Proses detabilasisasi partikel koloid dilanjutkan dengan pembentukan agregat

    dengan cara mengumpulkan polimer yang telah destabil dengan suatu polimer.

    Polimer merupakan molekul besar yang dibentuk oleh monomer-monomer.

    Sebenarnya istilah flokulasi digunakan untuk menjelaskan aksi material polimerik

    yang membentuk jembatan-jembatan antar partikel individual koloid. Ada empat

    jenis mekanisme flokulasi yang diakibatkan oleh polimer (Moudgil dan

    Somasundaran, 1985), (i) polymer bridging, (ii) netralisasi, (iii) pembentukan

    polimer kompleks, (iv) flokulasi dengan polimer bebas.

    Proses flokulasi dengan mekanisme bridging biasanya terjadi dengan cara

    menambahkan polimer bermassa molekul tinggi ke dalam suatu dispersi partikel

    koloid. Permukaan polimer tersebut akan mengadsorpsi lebih dari satu partikel

    koloid, sehingga terjadi kelompok koloid yang terhubungkan. Mekanisme ini

    merupakan mekanisme yang dominan. Mekanisme netralisasi muatan terjadi

    apabila jumlah polimer yang diperlukan untuk terjadinya flokulasi sesuai dengan

    jumlah polimer yang dibutuhkan untuk memberikan mobilitas elektroforetik

    koloid menjadi nol. Hal ini dapat terjadi jika spesi polimer memiliki muatan yang

    berlawanan dengan muatan permukaan koloid sehingga muatannya menjadi

    netral.

    Pembentukan polimer kompleks terjadi jika polimer yang ditambahkan

    berinteraksi dengan komponen-komponen yang ada dalam system sekaligus

    dengan bahan kimia lain yang ditambahkan ke dalam system. Mekanisme ini

    paling mungkin terjadi pada dual system polimer atau pada system yang telah

    ditambahkan garam kalsium, besi, atau alumunium. Sedangkan mekanisme

    flokulasi dengan polimer bebas dapat terjadi melalui efek defletion flocculation.

    Pada dasarnya mekanisme ini merupakan efek dengan prinsip tekanan osmotik.

  • Untuk terjadinya mekanisme ini diperlukan konsentrasi polimer yang cukup

    tinggi. Pada dasarnya sangat sulit mengkategorikan proses flokulasi hanya sesuai

    untuk mekanisme tertentu saja. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa proses

    flokulasi merupakan fungsi dari konsentrasi polimer, massa dan muatan molekul,

    muatan dan konsentrasi partikel, kondisi s aat proses pencampuran, serta waktu

    yang diperlukan agar polimer berelaksasi terhadap permukaan koloid.

    2.1.2.1. Sumber dan karakteristik limbah Cair serta pengaruhnya terhadap

    lingkungan

    Pada pemrosesan gula dari tebu menghasilkan limbah atau hasil samping,

    antara lain ampas, blotong dan tetes. Ampas berasal dari tebu yang digiling dan

    digunakan sebagai bahan bakar ketel uap. Blotong atau filter cake adalah endapan

    dari nira kotor yang di tapis di rotary vacuum filter, sedangkan tetes merupakan

    sisa sirup terakhir dari masakan yang telah dipisahkan gulanya melalui kristalisasi

    berulangkali sehingga tak mungkin lagi menghasilkan kristal.

    a. Limbah Bagasse

    Satu diantara energi alternatif yang relatif murah ditinjau aspek produksinya

    dan relatif ramah lingkungan adalah pengembangan bioetanol dari limbah-limbah

    pertanian (biomassa) yang mengandung banyak lignocellulose seperti bagas

    (limbah padat industri gula). Indonesia memiliki potensi limbah biomassa yang

    sangat melimpah seperti bagas. Industri gula khususnya di luar jawa

    menghasilkan bagas yang cukup melimpah.

    Potensi bagasse di Indonesia menurut Pusat Penelitian Perkebunan Gula

    Indonesia (P3GI) tahun 2008, cukup besar dengan komposisi rata-rata hasil

    samping industri gula di Indonesia terdiri dari limbah cair 52,9 persen, blotong 3,5

    persen, ampas (bagasse) 32,0 persen, tetes 4,5 persen dan gula 7,05 persen serta

    abu 0,1 persen.

    Bagasse tebu (Saccharum officinarum L.) semula banyak dimanfaatkan oleh

    pabrik kertas, namun karena tuntutan dari kualitas kertas dan sudah banyak

    tersedia bahan baku kertas lain yang lebih berkualitas, sehingga pabrik kertas

    mulai jarang menggunakannya. Material bahan organik yang dimiliki pabrik gula

    cukup banyak, sebagai contoh adalah limbah hasil proses pasca panen di

  • lapangan, yaitu klaras dan daun tebu, serta limbah proses pabrik gula, antara lain

    blotong dan ampas tebu yang kadar bahan organiknya dapat mencapai di atas 50%

    (Unus, 2002). Limbah padat pabrik gula (PG) berpotensi besar sebagai sumber

    bahan organik yang berguna untuk kesuburan tanah. Menurut Budiono (2008),

    ampas (bagasse) tebu mengandung 52,67% kadar air; 55,89% C-organik; N-total

    0,25%; 0,16% P2O5: dan 0,38% K2O.

    Kompos adalah hasil dekomposisi biologi dari bahan organik yang dapat

    dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba (bakteria,

    actinomycetes dan fungi) dalam kondisi lingkungan aerobik atau anaerobic. Hasil

    pengomposan campuran blotong, ampas (bagasse) dan abu ketel diinkubasi

    dengan bioaktivator mikroba selulolitik selama 1 dan 2 minggu, kemudian

    diaplikasikan ke lahan tebu. Pemberian kompos 10 ton/ha mampu meningkatkan

    bobot tebu sebanyak 16,8 ton/ha. Bioaktivator adalah inokulum campuran

    berbagai jenis mikroorganisme (mikroba lignolitik, selulolitik, proteolitik,

    lipolitik, amilolitik, dan mikroba fiksasi nitrogen non simbiotik) untuk

    mempercepat laju pengomposan bahan organik . Bibit perombak

    Katalek merupakan bioaktivator pembuatan kompos yang diteliti selama

    beberapa tahun akan keefektifan mikrobanya dalam mempercepat perombakan

    bahan-bahan organik menjadi unsur hara yang berguna bagi tanah. Bibit

    perombak Katalek mengandung 13 macam mikroba (diantaranya Bacillus,

    Lactobacillus, Pseudomonas, Streptomyces, Clostridium, Aspergillus) yang

    berperan dalam penguraian atau dekomposisi limbah oirganik sampai berubah

    menjadi kompos. Sedangkan penggunaan bibit pengaya Katalek yang terdiri dari

    beberapa mikroba diantaranya Azotobacter, Trichoderma, Aspergillus,

    Pseudomonas) akan menghasilkan kompos yang lebih kaya akan unsur hara (N, P

    dan K) sehingga dapat mempengaruhi produktivitas tanaman.

    Pengembangan teknologi bioproses etanol dengan menggunakan enzim pada

    proses hidrolisisnya diyakini sebagai suatu proses yang lebih ramah lingkungan.

    Pemanfaatan enzim sebagai zat penghidrolisis tergantung pada substrat yang

    menjadi prioritas, penelitian telah dilakukan untuk mengantikan asam yaitu

    menggunakan jamur pelapuk putih untuk perlakuan awal kemudian dengan

    menggunakan enzim selulase untuk menghidrolisis selulosa menjadi glukosa,

  • kemudian melakukan fermentasi dengan menggunakan S. cerivisiae untuk

    mengkonversi menjadi etanol. Namun, pemanfaatan enzim selulase dan yeast S.

    cerivisiae tidak mampu mengkonversi kandungan hemiselulosa pada bagas.

    Padahal sekitar 20-25% komposisi karbohidrat bagas adalah hemiselulosa. Jika

    kita mampu mengkonversi hemiselulosa berarti akan meningkatkan konversi

    bagas menjadi etanol. Material berbasis lignoselulosa (lignocellulosic material)

    memiliki substrat yang cukup kompleks karena didalamnya terkadung lignin,

    polisakarida, zat ekstraktif, dan senyawa organik lainnya. Bagian terpenting dan

    yang terbanyak dalam lignocellulosic material adalah polisakarida khususnya

    selulosa yang terbungkus oleh lignin dengan ikatan yang cukup kuat. Dalam

    kaitan konversi biomassa seperti bagas menjadi etanol, bagian yang terpenting

    adalah polisakarida. Karena polisakarida tersebut yang akan dihidrolisis menjadi

    monosakarida seperti glukosa, sukrosa, xilosa, arabinosa dan lain-lain sebelum

    dikonversi menjadi etanol. Proses hidrolisis umumnya digunakan pada industry

    etanol adalah menggunakan hidrolisis dengan asam (acid hydrolysis) dengan

    menggunakan asam sulfat (H2SO4) atau dengan menggunakan asam klorida

    (HCl). Proses hidrolisis dapat dilakukan dengan menggunakan enzim yang sering

    disebut dengan enzymatic hydrolysis yaitu hidrolisis dengan menggunakan enzim

    jenis selulase atau jenis yang lain. Keuntungan dari hidrolisis dengan enzim dapat

    mengurangi penggunaan asam sehingga dapat mengurangi efek negatif terhadap

    lingkungan. Kemudian setelah proses hidrolisis dilakukan fermentasi

    menggunakan yeast seperti S. cerevisiae untuk mengkonversi menjadi etanol.

    Proses hidrolisis dan fermentasi ini akan sangat efisien dan efektif jika

    dilaksanakan secara berkelanjutan tanpa melalui tenggang waktu yang lama, hal

    ini yang sering dikenal dengan istilah Simultaneous Sacharificatian dan

    Fermentation (SSF). Keuntungan dari proses ini adalah polisakarida yang

    terkonversi menjadi monosakarida tidak kembali menjadi poliskarida karena

    monosakarida langsung difermentasi menjadi etanol. Selain itu dengan

    menggunakan satu reaktor dalam prosesnya akan mengurangi biaya peralatan

    yang digunakan.

    Seperti halnya pakan ternak dari limbah yang mengandung serat pada

    umumnya, bagas tebu mempunyai faktor pembatas, yaitu kandungan nutrisi dan

  • kecernaannya yang sangat rendah. Bagas tebu mempunyai kadar serat kasar dan

    kadar lignin sangat tinggi, yaitu masing-masing sebesar 46,5% dan 14%.

    Pendekatan bioproses dalam rumen melalui suplementasi amonium sulfat dan

    defaunasi yang dilakukan pada kambing yang mendapat ransum berbahan dasar

    limbah tebu belum berhasil meningkatkan produktivitas kambing. Pendekatan

    melalui teknik pengolahan pakan sebelum pakan dikonsumsi akan dapat

    meningkatkan daya guna bagas tebu. Rekayasa teknologi pengolahan pakan yang

    dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas nutrisi bagas tebu adalah teknik

    amoniasi dan fermentasi. Proses amoniasi akan melemahkan ikatan lignoselulosa

    bagas tebu serta fermentasi telah terbukti dapat menurunkan kadar serat kasar dan

    meningkatkan kadar protein kasar. Mikroba yang sering digunakan sebagai agen

    fermentasi limbah yang mengandung serat kasar tinggi adalah

    kapang Trichoderma viride. Kapang tersebut akan menghasilkan enzim untuk

    mencerna serat kasar sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan.

    Teknologi pembuatan papan partikel dari ampas tebu PSUH 94-3 merupakan

    komponen teknologi pemanfaatan hasil samping tebu. Kompo-sisi bahan dan

    teknologi pembuatan papan partikel telah memenuhi Standar Industri Indonesia

    (SII) seperti terlihat pada tabel hasil uji coba. Papan partikel dari ampas tebu

    dibuat dengan cara pengeringan, penggilingan, dan pe-nyaringan ampas,

    pencampuran ampas dengan perekat, resin dan parafin wax serta pencetakan

    dengan tekanan hidrolik pada kondisi tekanan 10 kg per cm2, suhu 150?C selama

    15 menit. Perekat terdiri dari urea formaldehide, hardener, ammonia, dan air.

    b. Limbah Blotong

    Salah satu limbah yang dihasilkan PG dalam proses pembuatan gula adalah

    blotong, limbah ini keluar dari proses dalam bentuk padat mengandung air dan

    masih ber temperatur cukup tinggi < panas >, berbentuk seperti tanah, sebenarnya

    adalah serat tebu yang bercampur kotoran yang dipisahkan dari nira. Komposisi

    blotong terdiri dari sabut, wax dan fat kasar, protein kasar,gula, total abu,SiO2,

    CaO, P2O5 dan MgO. Komposisi ini berbeda prosentasenya dari satu PG dengan

    PG lainnya, bergantung pada pola prodkasi dan asal tebu.

    Selama ini pemanfaatan blotong umumnya adalah sebagai pupuk organik,

    dibeberapa PG daur ulang blotong menjadi pupuk yang kemudian digunakan

  • untuk produksi tebu di wilayah-wilayah tanam para petani tebu. Proses

    penggunaan pupuk organik ini tidak rumit, setelah dijemur selama beberapa

    minggu / bulan untuk diaerasi di tempat terbuka, dimaksudkan untuk mengurangi

    temperatur dan kandungan Nitrogen yang berlebihan. Dengan tetap menggunakan

    pupuk anorganik sebagai starter, maka penggunaan pupuk organik blotong ini

    masih bisa diterima oleh masyarakat. Pada perkembangan selanjutnya, upaya

    pemanfaatan blotong sebagai pengganti kayu bakar mulai dilirik setelah

    kampanye penggunaan energi alternaif didengungkan. Pemanfaatan blotong

    sebagai kayu bakar, sebenarnya sudah lama dijalankan oleh masyarakat di sekitar

    PG, hal ini diawali dari pengalaman mereka setelah melihat bahwa blotong bisa

    terbakar, dan timbulah pemikiran untuk memanfaatkan blotong sebagai pengganti

    kayu bakar dengan cara menghilangkan kadar air yang terkandung didalamnya.

    untuk memudahkan dalam penggunaanya sebagai kayu bakar, mereka mencetak

    dalam ukuran yang mudah diangkut dan sesuai dengan ukuran mulut kompor

    didapur mereka.

    Proses pembuatan blotong pengganti kayu bakar sangat sederhana, limbah

    blotong dari pabrik yang masih panas, diangkut dengan dump truk menuju lokasi

    pengrajin/pembuat blotong kayu bakar, blotong ini kemudian dijemur di terik

    matahari selama 2 3 minggu dengan intensitas matahari penuh. Sebelum total

    kering, lapisan blotong ini dipadatkan dengan tujuan untuk mempersempit pori

    dan membuang sisa kandungan air, kemudian dipotong seukuran batu bata untuk

    memudahkan pengangkutan. Setelah dirasa cukup kering pada satu permukaan,

    bata blothong ini dibalik, supaya sisi lainnya juga kering. Hasil yang diperoleh

    dari proses ini adalah blothong seukuran batu bata yang bobotnya ringan karena

    kandungan airnya sudah hilang. Penggunaan, untuk keperluan memasak di

    kompor tanah mereka, blothong kering tersebut masih harus dipotong menjadi

    ukuran yang lebih kecil menyesuaikan lubang pemasukan kompor. Dari satu rit

    blothong tersebut, setelah diolah dan kering, kemudian dipindahkan ke dapur

    sebagai cadangan kayu bakar. Cadangan blothong / kayu bakar ini cukup untuk

    memenuhi kebutuhan memasak sampai dengan musim giling tahun depan.

  • Blotong dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein. Kandungan protein dari

    nira sekitar 0.5 % berat zat padat terlarut. Dari kandungan tersebut telah dicoba

    untuk melakukan ekstraksi protein dari blotong dan ditemukan bahwa kandungan

    protein dari blotong yang dipress sebesar 7.4 %. Protein hanya dapat diekstrak

    menggunakan zat alkali yang kuat seperti sodium dodecyl sulfate. Kandungan dari

    protein yang dapat diekstrak antara lain albumin 91.5 %; globulin 1 %; etanol

    terlarut 3 % dan protein terlarut 4 %. Dengan demikian blotong dapat juga

    digunakan sebagai pakan ternak dengan cara dikeringkan dan dipisahkan partikel

    tanah yang terdapat didalamnya. Untuk menghindari kerusakan oleh jamur dan

    bakteri blotong yang dikeringkan harus langsung digunakan dalam bentuk pellet

    Pada saat ini pemanfaatan blotong antara lain sebagai bahan bakar alternative

    dalam bentuk briket. Untuk pembuatan briket blotong dipadatkan lalu

    dikeringkan. Keuntungan menggunakan briket blotong adalah harganyayang lebih

    murah daripada kayu bakar dan bahan bakar lain. Akan tetapi untuk membuat

    briket ini diperlukan waktu cukup lama antara 4 sampai 7 hari pengeringan, selain

    itu juga tergantung dari kondisi cuaca. Pada saat ini semakin banyak masyarakat

    yang memanfaatkan blotong sebagai bahan bakar rumah tangga pengganti

    MITAN dan kayu bakar. Kedepannya perlu ada kajian apakah briket blotong ini

    juga bisa digunakan sebagai bahan bakar ketel sehingga dapat mengurangi

    konsumsi bahan bakar minyak PG.

    Blotong dapat digunakan langsung sebagai pupuk, karena mengandung unsur

    hara yang dibutuhkan tanah. Untuk memperkaya unsur N blotong dikompos

    dengan ampas tebu dan abu ketel (KABAK). Pemberian ke tanaman tebu

    sebanyak 100 ton blotong atau komposnya per hektar dapat meningkatkan bobot

    dan rendemen tebu secara signifikan. Kandungan hara kompos ampas tebu

    (KAT), blotong dan komposdari ampas tebu, blotong dan abu ketel (KABAK)

    disajikan pada Tabel

  • Tabel Hasil Analisis Kimia KAT, Blotong dan KABAK

    c. Limbah Tetes

    Tetes atau molasses merupakan produk sisa (by product) pada proses

    pembuatan gula. Tetes diperoleh dari hasil pemisahan sirop low grade dimana

    gula dalam sirop tersebut tidak dapat dikristalkan lagi. Pada pemrosesan gula tetes

    yang dihasilkan sekitar 5 6 % tebu, sehingga untuk pabrik dengan kapasitas

    6000 ton tebu per hari menghasilkan tetes sekitar 300 ton sampai 360 ton tetes per

    hari. Walaupun masih mengandung gula, tetes sangat tidak layak untuk

    dikonsumsi karena mengandung kotoran-kotoran bukan gula yang membahayakan

    kesehatan. Penggunaan tetes sebagian besar untuk industri fermentasi seperti

    alcohol, pabrik MSG, pabrik pakan ternak dll.

    Secara umum tetes yang keluar dari sentrifugal mempunyai brix 85 92

    dengan zat kering 77 84 %. Sukrosa yang terdapat dalam tetes bervariasi antara

    25 40 %, dan kadar gula reduksi nya 12 35 %. Untuk tebu yang belum masak

    biasanya kadar gula reduksi tetes lebih besar daripada tebu yang sudah masak.

    Komposisi yang penting dalam tetes adalah TSAI ( Total Sugar as Inverti ) yaitu

    gabungan dari sukrosa dan gula reduksi. Kadar TSAI dalam tetes berkisar antara

    50 65 %. Angka TSAI ini sangat penting bagi industri fermentasi karena

    semakinbesar TSAI akan semakin menguntungkan, sedangkan bagi pabrik gula

    kadar sukrosa menunjukkan banyaknya kehilangan gula dalam tetes.

  • Komposisi Tetes

    Tetes merupakan bahan yang kaya akan karbohidrat yang mudah larut (48-

    68)%, kandungan mineral yaqng cukup dan disukai ternak karena baunya manis.

    Selain itu tetes juga mengandung vitamin B komplek yang sangat berguna untuk

    sapi yang masih pedet. Tetes mengandung mineral kalium yang sangat tinggi

    sehingga pemakaiannya pada sapi harus dibatasi maksimal 1,5-2 Kg/ekor/hari.

    Penggunaan tetes sebagai pakan ternak sebagai sumber energi dan meningkatkan

    nafsu makan, selain itu juga untuk meningkatkan kualitas bahan pakan dengan

    peningkatan daya cernanya. Apabila takaran melebihi batas atau sapi belum

    terbiasa maka menyebabkan kotoran menjadi lembek dan tidak pernah dilaporkan

    terjadi kematian karena keracunan tetes.

    Pembuatan bioethanol molase melalui tahap pengenceran karena kadar

    gula dalam tetes tebu terlalu tinggi untuk proses fermentasi, oleh karena itu perlu

    diencerkan terlebih dahulu. Kadar gula yang diinginkan kurang lebih adalah 14 %.

    Kemudian dilakukan penambahan ragi, urea dan NPK kemudian dilakukan proses

    fermentasi. Proses fermentasi berjalan kurang lebih selama 66 jam atau kira-kira

    2.5 hari. Salah satu tanda bahwa fermentasi sudah selesai adalah tidak terlihat lagi

    adanya gelembung-gelembung udara. Kadar etanol di dalam cairan fermentasi

    kurang lebih 7% 10 %. Setelah proses fermentasi selesai, masukkan cairan

    fermentasi ke dalam evaporator atau boiler dan suhunya dipertahankan antara 79

  • 81oC. Pada suhu ini etanol sudah menguap, tetapi air tidak menguap. Uap etanol

    dialirkan ke distilator. Bioetanol akan keluar dari pipa pengeluaran distilator.

    Distilasi pertama, biasanya kadar etanol masih di bawah 95%. Apabila kadar

    etanol masih di bawah 95%, distilasi perlu diulangi lagi hingga kadar etanolnya

    95%. Apabila kadar etanolnya sudah 95% dilakukan dehidrasi atau penghilangan

    air. Untuk menghilangkan air bisa menggunakan kapur tohor atau zeolit sintetis.

    Setelah itu didistilasi lagi hingga kadar airnya kurang lebih 99.5%.

    2.1.2.2. Baku mutu limbah cair industri gula

    Dalam Keputusan menteri NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995

    TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI

    pasal 1 menyebutkan:

    1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan

    baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai

    yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun

    dan perekayasaan industri;

    2. baku Mutu Limbah Cair Industri adalah batas maksimum limbah cair yang

    diperbolehkan dibuang ke lingkungan;

    3. Limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh kegiatan

    industri yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas

    lingkungan;

    4. Mutu Limbah Cair adalah keadaan limbah cair yang dinyatakan

    dengan debit, kadar dan beban pencemaran;

    5. Debit Maksimum adalah debit tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang

    ke lingkungan;

    6. Kadar Maksimum adalah kadar tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke

    lingkungan;

    7. Beban Pencemaran Maksimum adalah beban tertinggi yang masih

    diperbolehkan dibuang ke lingkungan;

    8. Menteri adalah Menteri yang ditugaskan mengelola lingkungan hidup;

    9. Bapedal adalah Badan Pengendalian Dampak Lingkungan;

  • 10. Gubernur adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Gubernur

    kepala Daerah Khusus Ibukota atau Gubernur Kepala Daerah Istimewa.

    Baku mutu Limbah cair untuk industri gula dapat dilihat pada tabel :

    Catatan :

    1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam

    miligram

    parameter per Liter air limbah.

    2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas

    dinyatakan dalam

    kg per ton produk gula

    (KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, LAMPIRAN A.

    VII)

    2.2. Tinjauan Produksi Bersih dan Penerapannya di Industri Gula

    2.2.1. Pengertian produksi bersih

    Produksi Bersih merupakan tindakan efisiensi pemakaian bahan

    baku, air dan energi, dan pencegahan pencemaran, dengan sasaran

    peningkatan produktivitas dan minimisasi timbulan limbah. Istilah

    Pencegahan Pencemaran seringkali digunakan untuk maksud yang sama

    dengan istilah Produksi Bersih. Demikian pula halnya dengan Eco-

  • efficiency yang menekankan pendekatan bisnis yang memberikan

    peningkatan efisiensi secara ekonomi dan lingkungan.

    Pola pendekatan produksi bersih bersifat preventif atau pencegahan

    timbulnya pencemar, dengan melihat bagaimana suatu proses produksi

    dijalankan dan bagaimana daur hidup suatu produk. Pengelolaan

    pencemaran dimulai dengan melihat sumber timbulan limbah mulai dari

    bahan baku, proses produksi, produk dan transportasi sampai ke konsumen

    dan produk menjadi limbah. Pendekatan pengelolaan lingkungan dengan

    penerapan konsep produksi bersih melalui peningkatan efisiensi

    merupakan pola pendekatan yang dapat diterapkan untuk meningkatkan

    daya saing.

    Menurut UNEP, Produksi Bersih adalah strategi pencegahan

    dampak lingkungan terpadu yang diterapkan secara terus menerus pada

    proses, produk, jasa untuk meningkatkan efisiensi secara keseluruhan dan

    mengurangi resiko terhadap manusia maupun lingkungan (UNEP, 1994).

    Produksi Bersih, menurut Kementerian Lingkungan Hidup,

    didefinisikan sebagai : Strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat

    preventif, terpadu dan diterapkan secara terus-menerus pada setiap

    kegiatan mulai dari hulu ke hilir yang terkait dengan proses produksi,

    produk dan jasa untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya

    alam, mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan mengurangi

    terbentuknya limbah pada sumbernya sehingga dapat meminimisasi resiko

    terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta kerusakan lingkungan

    (KLH,2003).

    Dari pengertian mengenai Produksi Bersih maka terdapat kata

    kunci yang dipakai untuk pengelolaan lingkungan yaitu : pencegahan

    pencemaran, proses, produk, jasa, peningkatan efisiensi, minimisasi

    resiko. Dengan demikian maka perlu perubahan sikap, manajemen yang

    bertanggung-jawab pada lingkungan dan evalusi teknologi yang dipilih.

    Pada proses industri, produksi bersih berarti meningkatkan

    efisiensi pemakaian bahan baku, energi, mencegah atau mengganti

  • penggunaan bahan-bahan berbahaya dan beracun, mengurangi jumlah dan

    tingkat racun semua emisi dan limbah sebelum meninggalkan proses.

    Pada produk, produksi bersih bertujuan untuk mengurangi dampak

    lingkungan selama daur hidup produk, mulai dari pengambilan bahan baku

    sampai ke pembuangan akhir setelah produk tersebut tidak digunakan.

    Produksi bersih pada sektor jasa adalah memadukan pertimbangan

    lingkungan ke dalam perancangan dan layanan jasa.

    Penerapan Produksi Bersih sangat luas mulai dari kegiatan

    pengambilan bahan termasuk pertambangan, proses produksi, pertanian,

    perikanan, pariwisata, perhubungan, konservasi energi, rumah sakit, rumah

    makan, perhotelan, sampai pada sistem informasi.

    Pola pendekatan produksi bersih dalam melakukan pencegahan dan

    pengurangan limbah yaitu dengan strategi 1E4R (Elimination, Reduce,

    Reuse, Recycle, Recovery/Reclaim) (UNEP, 1999).

    2.2.2. Prinsip-prinsip pokok produksi bersih

    Prinsip-prinsip pokok dalam strategi produksi bersih dalam

    Kebijakan Nasional Produksi Bersih (KLH, 2003) dituangkan dalam 5R

    (Re-think, Re-use, Reduction, Recovery and Recycle). Elimination

    (pencegahan) adalah upaya untuk mencegah timbulan limbah langsung

    dari sumbernya, mulai dari bahan baku, proses produksi sampai produk.

    Re-think (berpikir ulang), adalah suatu konsep pemikiaran yang harus

    dimiliki pada saat awal kegiatan akan beroperasi, dengan implikasi :

    o Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi berlaku baik pada

    proses maupun produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami betul

    analisis daur hidup produk

    o Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa

    adanya perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua

    pihak terkait pemerintah, masyarakat maupun kalangan usaha

    Reduce (pengurangan) adalah upaya untuk menurunkan atau mengurangi

    timbulan limbah pada sumbernya.

  • Reuse (pakai ulang/penggunaan kembali) adalah upaya yang

    memungkinkan suatu limbah dapat digunakan kembali tanpa perlakuan

    fisika, kimia atau biologi.

    Recycle (daur ulang) adalah upaya mendaur ulang limbah untuk

    memanfaatkan limbah dengan memrosesnya kembali ke proses semula

    melalui perlakuakn fisika, kimia dan biologi.

    Recovery/ Reclaim (pungut ulang, ambil ulang) adalah upaya mengambil

    bahan-bahan yang masih mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu

    limbah, kemudian dikembalikan ke dalam proses produksi dengan atau

    tanpa perlakuakn fisika, kimia dan biologi.

    Meskipun prinsip produksi bersih dengan strategi 1E4R atau 5R, namun

    perlu ditekankan bahwa strategi utama perlu ditekankan pada Pencegahan dan

    Pengurangan (1E1R) atau 2R pertama. Bila strategi 1E1R atau 2R pertama masih

    menimbulkan pencemar atau limbah, baru kemudian melakukan strategi 3R

    berikutnya (reuse, recycle, dan recovery) sebagai suatu strategi tingkatan

    pengelolaan limbah.

    Tingkatan terakhir dalam pengelolaan lingkungan adalah pengolahan dan

    pembuangan limbah apabila upaya produksi bersih sudah tidak dapat dilakukan :

    Treatment (pengolahan) dilakukan apabila seluruh tingkatan produksi

    bersih telah dikerjakan, sehingga limbah yang masih ditimbulkan perlu

    untuk dilakukan pengolahan agar buanagn memenuhi baku mutu

    lingkungan.

    Disposal (pembuangan) limbah bagi limbah yang telah diolah. Beberapa

    limbah yang termasuk dalam ketegori berbahaya dan beracun perlu

    dilakukan penanganan khusus.

    Tingkatan pengelolaan limbah dapat dilakukan berdasarkan konsep

    produksi bersih dan pengolahan limbah sampai dengan pembuangan (Weston dan

    Stuckey, 1994).

    Penekanan dlakukan pada pencegahan atau minimisasi timbulan limbah,

    dan pengolahan maupun penimbunan merupakan upaya terakhir yang dilakukan

    bila upaya dengan pendekatan produksi bersih tidak mungkin untuk diterapkan.

  • 2.2.3. Good Housekeeping

    Pengelolaan lingkungan yang selama ini dilakukan selalu dianggap

    sebagai suatu pengelolaan yang memerlukan pengoperasian dan biaya yang

    mahal. Persepsi ini terkadang menyebabkan keengganan suatu kegiatan usaha

    untuk melakukan pengelolaan lingkungan, baik pada kegiatan usaha skala besar,

    menengah maupun kecil.

    Para pakar telah membuat suatu konsep pengelolaan lingkungan yang

    dilakukan secara bertahap, dimulai dari tahap yang paling sederhana dan murah.

    Tahap awal dalam pengelolaan lingkungan adalah melalui Good House Keeping

    (GHK) atau pengelolaan internal yang baik.

    GHK merupakan serangkaian kegiatan yang pada prinsipnya ditujukan

    untuk mengamati hal-hal yang sederhana namun dalam pelaksanaannya tidak

    hanya didasarkan pada cara membersihkan lingkungan kerja Anda. Selain itu

    GHK juga memerlukan komitmen dari setiap bagian perusahaan untuk mengatur

    penggunaan bahan baku, energi dan air secara optimal, yang pada akhirnya akan

    meningkatkan produktifitas kerja dan upaya pencegahan pencemaran lingkungan.

    GHK mengutamakan penyelesaian masalah lingkungan melalui tata kerja yang

    baik (manajemen) yang baik, bukan melalui penyelesaian secara teknis yang

    mahal. Dengan kata lain GHK bertumpu pada pemberdayaan sumberdaya yang

    telah ada dalam kegiatan usaha Anda. Anda juga dapat menerapkan GHK sebagai

    langkah awal/dasar untuk pengelolaan lingkungan kerja Anda.

    Melalui GHK Anda dapat menemukan adanya suatu permasalahan yang

    selama ini mungkin tidak Anda dan karyawan Anda sadari. Dalam menemukan

    permasalahan tersebut Anda tidak memerlukan pendidikan khusus dan

    keterlibatan dari pihak luar. Setelah Anda menemukan dan memahami

    permasalahan, maka Anda selanjutnya mencari sumber-sumber

    permasalahantersebut dan mencari upaya penyelesaiannya.

    Manfaat yang Anda dapat peroleh dari penerapan GHK adalah :

    Keuntungan ekonomi melalui penghematan biaya. Keuntungan ini dapat

    diambil karena praktek GHK dapat mengefisienkan pemakaian bahan baku,

    air dan energi.

  • Mengurangi dan menghindari terjadinya pencemaran lingkungan. Bila

    penggunaan bahan baku (terutama bahan kimia), air dan energi dapat

    digunakan seefisien mungkin, maka volume dan kadar toksisitas limbah

    yang dihasilkan dapat dikurangi secara langsung.

    Memperbaiki tata kerja dan hubungan kerja antar personil di lingkungan

    kegiatan usaha Anda. Hal ini terkait dengan perubahan perilaku dan

    penciptaan budaya kebersamaan yang melibatkan motivasi dan komitmen

    seluruh personil.

    Penerapan GHK dipandu oleh seperangkat daftar periksa yang memuat

    pertanyaan-pertanyaan untuk menemukan masalah yang mungkin adanya dan

    penyebabnya. Bila Anda dapat menemukan suatu masalah dan penyebabnya,

    maka Anda dapat menemukan langkah perbaikan yang perlu dilakukan.

    2.2.4. Penerapan produksi bersih pada industri

    Penerapan Produksi Bersih pada industri secara individual merupakan salah

    satu langkah

    dalam mewujudkan Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan. Tahapan

    penerapan meliputi : perencanaan dan organisasi, kajian produksi bersih,

    penentuan prioritas dan analisis kelayakan, implementasi, monitoring dan

    evaluasi, dilanjutkan dengan keberlanjutan.

    Langkah 1 : Perencanaan dan Organisasi

    Pada langkah ini industri menyiapkan perencanaan, visi, misi, dan strategi

    produksi bersih. Sasaran peluang Produksi Bersih yang dikaitkan dengan bisnis

    dan adanya komitmen dari manajemen puncak. Pihak industri juga melakukan

    identifikasi hambatan dan penyelesaiannya, identifikasi sumber daya luar yang

    menyediakan informasi dan ahli Produksi Bersih. Program yang kaan dijalankan

    dikomunikasikan ke semua karyawan dilanjutkan dengan pembentukan im yang

    menangani produksi bersih.

    Langkah 2 : Kajian dan Identifikasi Peluang

    Melakukan pemetaan proses atau membuat diagram alir proses sebagai alat untuk

    memahami aliran bahan, energi dan sumber timbulan limbah. Identifikasi peluang

  • peluang Produksi Bersih didasarkan pada temuan hasil kajian dan tinjauan

    lapangan berupa kemungkinan peningkatan efisiensi dan produktivitas,

    pencegahan dan pengurangan timbulan limbah langsung dari sumbernya. Akar

    permasalahan yang menyebabkan tidak efisien dan adanya timbulan limbah dicari

    penyebabnya sehingga dapat memilih tindakan dan teknik untuk memecahkan

    masalah dengan mengembangkan kreativitas untuk menghasilkan ide sebanyak

    mungkin.

    Langkah 3 : Analisis Kelayakan dan Penentuan Prioritas

    Menentukan pilihan Produksi Bersih, berdasarkan keuntungan (biaya yang

    dikeluarkan dan pendapatan / penghematan yang diperoleh), resiko yang dihadapi,

    tingkat komitmen. Melakukan analisis kelayakan lingkungan, teknologi, dan

    ekonomi. Analisis kelayakan ekonomi dilakukan secara rinci bagi peluang yang

    memerlukan investasi besar. Agar industri tertarik untuk mengimplementasikan

    Produksi Bersih, dicari peluang berdasarkan urutan kebutuhan biaya yaitu tanpa

    biaya (no cost), biaya rendah (low cost) dan biaya tingi (high cost)

    Langkah 4 : Implementasi

    Membuat perencanaan waktu pelaksanaan secara konket dan rencana tindakan

    yang dilakukan. Menentukan penanggung jawab program pelaksanaan dan

    mengalokasikan sumberdaya yang diperlukan. Selanjutnya melaksanakan program

    dan menekankan pada para karyawan bahwa Produksi Bersih sebagai bagian dari

    pekerjaan, mendorong inisiatif dari mereka sebagai umpan balik pelaksanaan.

    Agar implemetasi dapat dipantau kemajuannnya maka perlu dikembangkan

    indikator kinerja efisiensi, lingkungan, dan kesehatan dan keselamatan kerja.

    Langkah 5 : Pemantauan, Umpan Balik, Modifikasi

    Mengumpulkan dan membandingkan data sebelum dan sesudah tindakan Produksi

    Bersih digunakan untuk mengukur kinerja yang telah dicapai, apakah sesuai

    dengan rancangan ataukah tidak. Kelemahan pencatatan data yang kurang

    seringkali menghambat pengukuran kinerja, sehingga pelaporan peningkatan

    efisiensi dan penurunan timbulan limbah tidak dapat dihitung dengan tepat. Pada

    saat pemantauan dilakukan pendokumentasian program. Melakukan tinjauan

    ulang secara periodik pelaksanaan Produksi Bersih, dan kaitkan dengan sasaran

    bisnis.

  • Langkah 6 : Perbaikan Berkelanjutan

    Hal yang tak kalah penting adalah merayakan keberhasilan, mempertahankan

    target telah dicapai, dan selanjutnya mengimplementasikan untuk peluang lainnya.

    Produksi Bersih pada dasarnya adalah bagian dari pekerjaan dan bukan suatu

    program sehingga industri akan melakukan perbaikan berkelanjutan. Keberhasilan

    penerapan Produksi Bersih pada industri sudah cukup banyak, baik pada industri

    skala kecil, menengah maupun besar untuk berbagai jenis produk industri.

    Sebagai contoh keberhasilan penerapan produksi bersih dapat disampaikan

    sebagai berikut :

    1. Industri elektroplating di Sidoarjo :

    - menata ulang peralatan proses dapat menghemat pemakaian energi listrik sampai

    25 persen

    - penggantian bahan baku beracun senyawa sianida dengan senyawa asam

    menurunkan biaya produksi sebesar 10 persen

    2. Industri cor besi di Ceper Klaten

    - Penggantian dapur tungkik menjadi dapur kupola mengurangi pemakaian cokes

    dari 1/7 menjadi 1/12 (bag cokes/bag besi scrap)

    - Pemakaian dapur induksi meningkatkan kualitas produk, penurunan biaya

    produksi, dan pengurangan emisi gas serta limbah padat

    - Daur ulang pasir cetakan mengurangi pemakaian bahan baku pasir

    BAB III. METODE PENELITIAN

    3.1. Rancangan penelitian

    Membuat surat pengantar dari fakultas untuk kesediaannya memberi

    ijin di Pabrik Gula Kebon Agung

    Menunggu persetujuan dari pihak PG Kebon Agung untuk masalah

    jadwal kunjungan

    Melakukan studi langsung sesuai dengan jadwal yang ditentukan oleh

    PG Kebon Agung

    Pengumpulan data dari berbagai sumber data yang ada dengan cara

    observasi, wawancara, hand out dari pabrik.

    Melakukan sesi tanya jawab dengan staff lab PG Kebon Agung

  • 3.2. Ruang lingkup penelitian

    Dalam studi lapang di PG Kebon Agung ini hanya membahas mengenai

    system prosesing pembuatan gula, mengaanalisa macam-macam limbah dan

    pengolahaannya serta mengetahui dan memahami proses pengemasan gula.

    3.3. Lokasi penelitian

    Studi lapang dilaksanakan di Pabrik Gula Kebon Agung, Desa Kebon Agung,

    Malang.

    3.4. Jenis dan sumber data

    Studi pustaka

    Studi yang didapatkan dari sumber internet, buku, dsb

    Wawancara

    Melakukan tanya jawab langsung kepada staff di PG Kebon Agung

    Studi lapang

    Yaitu dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan langsung ke objek

    penelitian, terutama data yang berkaitan dengan sanitasi industri di PG. Kebon

    Agung

    Dokumentasi

    Pengumpulan data dengan cara mempelajari dokumen-dokumen perusahaan

    dengan melakukan pencatatan dokumen tentang proses produksi pupuk dan layout

    perusahaan PG. Kebon Agung

    3.5. Instrumen penelitian

  • 3.6. Teknik pengumpulan data

    - Penjelasan langsung dari staff laboratorium PG.Kebon Agung

    - Pemberian skema atau hank out proses produksi gula di PG Kebon Agung

    - Peninjauan secara langsung proses pengolahan gula dan limbah pabrik.

    3.7. Waktu penelitian

    Studi lapang tentang proses penolahan gula dan limbah pabrik di PG

    Kebon Agung ini dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 17 September 2012

    pukul 09.00 WIB sampai pukul 12.00 WIB.

  • BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    4.1. Data umum perusahaan

    Pabrik Gula Kebon Agung merupakan industri swasta yang bergerak pada

    bidang pengolahan tebu menjadi gula kristal. PG. Kebon Agung terletak di jl.

    Kebonagung, Malang. Wilayah pabrik meluputi 20 kecamatan. Waktu produksi

    pabrik 24 jam selama 180 hari. Setiap harinya PG. Kebon Agung dapat

    menggiling sampai 1100 truk tebu/ hari.

    4.2. Proses produksi dan limbah

    4.2.1. Proses produksi

    STASIUN GILINGAN

    Merupakan proses awal dari kegiatan produksi gula. Di stasiun gilingan ini

    tebu diperah/digiling untuk mendapatkan nira mentah. Dalam pemerahan ini perlu

    ditambahkan air imbibisi agar kandungan gula yang masih berada dalam ampas

    akan larut, sehingga ampas akhir diharapkan mengandung kadar gula serendah

    mungkin. Selain diperoleh nira mentah, di dalam proses ini juga diperoleh juga

    ampas akhir 100% dimanfaatkan sebagai bahan bakar di stasiun ketel untuk

    menghasilkan uap.

    Peralatan yang digunakan:

    1. Cane Cutter dan Unigrator yang berfungsi sebagai pencacah tebu menjadi

    serpihan sebelum diperoleh di penggilingan.

    2. Unit gilingan yang berfungsi sebagai memerah tebu supaya dihasilkan nira

    mentah sebanyak-banyaknya. Di PG Kebon Agung ada 5 buah.

    STASIUN PEMURNIAN

    Tujuan proses di stasiun pemurnian nira adalah memisahkan kotoran-

    kotoran bukan gula yang terkandung dalam nira mentah, sehingga diperoleh nira

  • bersih yang dinamakan nira encer atau nira jernih. Di dalam proses ini selain

    didapatkan blotong yang dapat dimanfaatkan untuk pupuk.

    Di PG Kebon Agung proses pemurnian nira yang dipakai adalah sistem

    sulfitasi sehingga bahan kimia yang dipakai adalah larutan kapur tohor serta gas

    SO2 yang berasal dari pembakaran belerang padat.

    Peralatan yang digunakan:

    1. Pemanas pendahuluan, berfungsi untuk memanaskan nira mentah pada

    suhu tertentu.

    2. Reaktor defikasi dan sufitasi, berfungsi mereaksikan nira mentah dengan

    kapur dan gas SO2.

    3. Peti pengendapan, berfungsi mengendapkan nira mentah setelah

    direaksikan dengan kapur dan SO2 yang akan menghasilkan nira encer dan

    nira kotor.

    4. Rotari vacuum filter, berfungsi sebagai penyaring nira kotor yang berasal

    dari proses pengendapan kemudian akan menghasilkan nira tapis dan

    blotong.

    5. Tobong belerang, berfungsi membakar belerang sehingga menghasilkan

    gas SO2.

    STASIUN PENGUAPAN

    Nira encer hasil proses pemurnian masih banyak mengandung air sehingga

    dilakukan proses penguapan air agar diperoleh nira kental dngan kekentalan

    tertentu. Hasil samping proses penguapan ini adalah air (kondensat) yang

    dimanfaatkan sebagai air umpan di stasiun ketel.

    Peralatan yang digunakan:

    1. Pemanas pendahuluan, berfungsi memanaskan nira encer pada suhu

    tertentu.

  • 2. Bejana penguapan, berfungsi menguapkan iar yang terkandung dalam nira

    encer.

    STASIUN MASAKAN

    Di stasiun masakan dilakukan proses kristalisasi untuk mengambil dalam

    nira kental sebanyak mungkin untuk dijadikan kristal dengan ukuran yang

    diinginkan. Dalam prose kristalisasi diperoleh larutan kristal gula yang disebut

    masecuite serta diperoleh hasil samping berupa air kondensat yang dimanfaatkan

    sebagai air umpan di stasiun ketel.

    Peralatan yang digunakan:

    Pan masakan yang berfungsi mengolah nira kental dari stasiun penguapan menjadi

    kristal-kristal gula.

    STASIUN PUTERAN

    Di stasiun puteran dilakukan proses pemutaran masecuite yang bertujuan

    memisahkan kristal gula dari larutan (sirupnya). Pada proses ini akan diperoleh

    gula produk SHS dan hasil samping tetes.

    Peralatan yang digunakan:

    1. Alat pemutaran, berfungsi memisahkan kristal gula dari larutannya (tetes).

    2. Saringan gula, berfungsi menyeleksi ukuran-ukuran kristal yang

    dikehendaki.

    STASIUN PEMBUNGKUSAN

    Di stasiun ini dilakukan pembungkusan gula produk SHS dengan karung

    plastik yang akan mempunyai berat masing-masing 50 kg.

  • Peralatan yang digunakan:

    1. Packer gula, berfungsi memasukkan gula ke karung dengan berat 50 kg.

    2. Mesin jahit, berfungsi menjahit karung yang telah diisi gula 50 kg.

    3. Conveyor gula, berfungsi sebagai alat akomodasi gula yang telah dijahit.

    GUDANG

    Gula produk SHS yang dikemas akan disimpan di gudang gula.

    Peralatan yang digunakan:

    Conveyor gula, berfungsi sebagai alat akomodasi gula yang telah dijahit.

    STASIUN PLTU

    Di stasiun PLTU dilakukan proses perubahan tenaga uap dari stasiun ketel

    menjadi tenaga listrik.

    Peralatan yang digunakan:

    Turbin PLTU (3 buah), berfungsi menghasilkan listrik dari tenaga uap.

    STASIUN KETEL

    Di stasiun ketel dilakukan proses pemanasan air kondensat sampai

    mendidih (menguap) yang bertujuan menghasilkan uap pada tekanan tertentu.

    Peralatan yang digunakan:

    1. Ketel, berfungsi menghasilkan uap pada tekanan tertentu.

    2. Conveyor ampas, berfungsi sebagai alat akomodasi ampas dari stasiun

    gilingan yang digunakan untuk bahan bakar ketel.

  • 3. Dust Collector, berfungsi menangkap debu-debu hasil pembakaran ampas

    di dalam dapur ketel.

    Tebu 100%

    Air ambibisi 19-27% Ampas 32-

    33%

    Nira mentah 87-94%

    Larutan kapur 0,18-0,21% Blotong 3-4%

    Belerang 0,008-0,09%

    Nira encer 84-90%

    Air kondensat 62-

    64%

    Nira kental 22-26%

    Air kondensat 13-16%

    BAGAN PROSES PEMBUATAN GULA

    PG KEBON AGUNG

    MALANG

    STASIUN GILINGAN

    STASIUN PEMURNIAN

    NIRA

    STASIUN PENGUAPAN

    STASIUN MASAKAN

    STASIUN

    KETEL

  • Masecuite 40-44%

    Sirup 31-35%

    Tetes 4-5%

    Gula produk SHS 6-8%

    4.2.2. Tinjauan limbah

    Dari hasil proses prosuksi gula kebon agung

    limbah cair (air sisa produksi)

    limbah padat (ampas)

    limbah gas (asap-asap mesin)

    Pemurnian nira adalah memisahkan kotoran-kotoran bukan gula yang terkandung

    dalam nira mentah, sehingga diperoleh nira bersih yang dinamakan nira encer atau

    nira jernih.

    4.3. Produksi bersih

    4.3.1. Upaya produksi bersih yang sudah Dilakukan perusahaan

    Pabrik gula kebon agung menjaga kebersihan mengenai produksinya yaitu diruang

    pengepakan. Sebelum masuk didalamnya pegawai harus mencuci tangan

    menggunakan masker serta sandal khusus yang disediakan perusahaan.

    Pada kolam limbah terdapat proses pemurnian air limbah untuk membuang

    limbah cair tersebut ke sungai agar tidak mencemari air sungai

    STASIUN PUTERAN

    STASIUN PEMBUNGKUSAN

    GUDANG

  • 4.3.2. Hambatan dalam penerapan produksi

    Dalam musim kemarau jumlah tebu yang dibutuhkan tidak memadai

    4.3.3. Peluang-peluang Produksi Bersih

    Penyaringan asap pabrik dengan sistem pengikatan elektron. Karbon akan terikat

    oleh alat penyaring dan jatuh ke bawah. Karbon tersebut dapat dibuat sebagai

    bahan campuran aspal, dan lain sebagainya.

  • BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1. KESIMPULAN

    Dalam studi lapang yang kami lakukan di Pabrik Gula Kebon Agung dapat

    disimpulkan bahwa PG Kebon Agung telah menerapkan teknologi bersih

    semaksimal mungkin dalam produksi gula kristal beserta penangananan limbah

    limbah yang dihasilkan. Terdapat tiga jenis limbah yang dihasilkan dalam proses

    produksi, diantaranya : limbah padat, cair dan gas.

    Mengenai limbah yang dihasilkan PG Kebon Agung telah diteliti bahwa hasil

    limbah berada di bawah standar yang telah ditentukan oleh dinas yang telah

    bekerja sama dengan PG Kebon Agung sendiri. Sehingga hasil limbah PG Kebon

    Agung tidak berbahaya bagi penduduk sekitar.

    5.2. SARAN

    Diharapkan PG Kebon Agung ini dapat mempertahankan sistem produksi

    bersih yang diterapkan saat ini dan dapat mengembangkan teknologi untuk

    menghasilkan emisi yang seminim mungkin.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Anonymous. 2009. Penelitian Gula.

    http://www.ipard.com/%20penelitian%20/penelitian_gula.asp. Diakses 2

    Oktober 2012

    Arifin. 2009. Pengaplikasian Bioaktivator. http://arifinbits.wordpress.com.

    Diakses 2 Oktober 2012 Pukul 08.31 WIB

    Fadjari. 2009. Memanfaatkan Blotong, Limbah Pabrik Gula.

    http://kulinet.com/baca/%20memanfaatkan-blotong-limbah-pabrik-

    gula/536. Diakses 2 Oktober 2012

    Dwi, 2011. Pengolahan Limbah Industri Tekstil.

    http://dwioktavia.wordpress.com/2011/04/14/pengolahan-limbah-industri-

    tekstil/. (Diakses 10 Oktober 2012 Pukul 10.44 WIB)

    Kebijakan Nasional. http://ppbn.or.id/site/index.php?modul=detail&catID=17.

    (Diakses 10 Oktober 2012 Pukul 09.49 WIB)

    Kementrian Lingkungan Hidup, 2003. PANDUAN PRODUKSI BERSIH DAN

    SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN UNTUK

    USAHA/INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH.

    http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=PANDUAN++PRODUKSI+B

    ERSIH+DAN+SISTEM+MANAJEMEN+LINGKUNGAN+UNTUK+US

    AHA%2FINDUSTRI+KECIL+DAN+MENENGAH.+++&source=web&c

    d=1&cad=rja&ved=0CB0QFjAA&url=http%3A%2F%2Fstaff.ui.ac.id%2

    Finternal%2F130220443%2Fmaterial%2FPRODUKSIBERSIHDANSIST

    EMMANAJEMENLINGKUNGAN.pdf&ei=JBlpUP_aJMvwrQf7r4DgA

    w&usg=AFQjCNGSWyPzD0kPl1qjw-qZrMS-

    pyk8pQ&sig2=IWqFyWf815WvhFTZSoMciQ. (Diakses 10 Oktober

    2012 Pukul 11.17 WIB)

  • KLH, 2003. KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

    NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU

    LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI. (Diakses 10 Oktober

    2012 Pukul 09.19 WIB)

    KLH, 2003. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

    NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH

    BAGI INDUSTRI GULA. (Diakses 10 Oktober 2012 Pukul 09.19 WIB)

    Mucharomah. 2007. Pemanfaatan Bagasse.

    http://ejournal.unud.ac.id/abstrak%20/mucharomah%20%20pra.%20%201

    00102007.pdf. Diakses 2 Oktober 2012

    Moudgil. B.M. & Somasundaran, P. (ed) (1985). Flocculation, sedimentation

    and Consolidation, Proceeding of theEngineering Foundation

    Conference Held at the Cloister, Sea Island, Georgia, USA, January 27

    February 1.

    Panji, 2010. SEKILAS PERJALANAN PROSES PENGOLAHAN GULA

    TEBU. http://teknologigula.blogspot.com/2010/09/sekilas-perjalanan-

    proses-pengolahan.html. (Diakses 1 Oktober 2012 Pukul 18.14 WIB)

    Purwani. 2008. Fermentasi Etanol dari Tetes (molasse).

    http://bioindustri.blogspot.com/%20fermentasi-etanol-dari-tetes-

    molasse.html. Diakses 2 Oktober 2012

    Riswan. 2009. Blotong Filter Cake. http://www.risvank.com/?p=307.

    UNEP, United Nations Environmental Program, 2004. www.unep.org

    Wahyu. 2009. Membuat Bioetanol dari Tetes. http://www.bioethanol/

    yolasite.com/index/ membuat-bioetanol-dari-tetes-tebu. Diakses 2 Oktober 2012

    Wirhyanto O, Endro S, & Ulfatul F, 2009. Pengolahan Limbah Cair Industri

  • Tekstil Menggunakan Bioflokulan dengan Metode Sistem Flow Skala

    Jurnal Presipitasi. Vol. 6 No. 1.

    Weston, N.C., & Stuckey, D.C., 1994. Cleaners Technologies and the UK

    Chemical Industry, Trans IchemE, Vol 72, Part B, May 1994