laporan kasus post date
DESCRIPTION
lapsusTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
S: Pasien kiriman dari poli kandungan GIII P2002 A0 UK 41-42 Post date.
Pasien tidak mengeluh kenceng-kenceng, keluar darah lendir (-).
HPHT: 1-12-2014
TP: 8-9-2015
Riwayat menikah: 1x selama 10 tahun
Riwayat persalinan: I. Aterm/4300g/Spt B/Perempuan/Bidan/10 thun
II. Aterm/3400g/Spt B/Perempuan/Bidan/8 tahun
III. Hamil ini
Riwayat ANC: 9x di Bidan
Riwayat KB: pil KB, terakhir bulan desember 2014.
O: Status umum: Compos mentis
TD: 120/80
N: 88
S: 37
RR: 22
A/I/C/D -/-/-/-
Status Obs: TFU: 36 cm
DJJ: 132x/mnit
His : (-)
VT: pembukaan 2 cm/50%/letkep/SSmel/HI/UPD N/Ket (+)
A: GIII P2002 A0 41-42 minggu+ Letkep+ Obs Inpartu+ Post date+ TBJ 3700g
P: NST
USG
Pro terminasi
POST DATE
DEFINISI
Menurut American College of Obstetrian & Gynaecologyst kehamilan
postterm adalah usia kehamilan genap atau lebih dari 42 minggu (294 hari) dari hari
pertama menstruasi terakhir. Ketetapan usia gestasi sebaiknya mengacu pada hasil
ultrsonografi pada trimester 1. Kesalahan perhitungan dengan rumus Naegele dapat
mencapai 20%.
Insidens kehamilan post-term tergantung pada beberapa faktor : tingkat
pendidikan masyarakat, frekuensi kelahiran pre-term, frekuensi induksi persalinan,
frekuensi seksio sesaria elektif, pemakaian USG untuk menentukan usia kehamilan,
dan definisi kehamilan post-term ( 41 atau 42 minggu lengkap ).
Faktor predisposisi terjadinya kehamilan postterm : anensepali, hipoplasia
adrenal, defisiensi plasental sulfatase. Pada keadaan diatas, tidak terdapat kadar
estrogen tinggi seperti pada kehamilan normal.
ETIOLOGI
Pertanyaan yang patut diajukan ialah mengapa terjadi penundaan partus
melewati aterm. Kini difahami bahwa menjelang partus terjadi penurunan hormon
progesteron, peningkatan oksitosin serta peningkatan reseptor oksitosin, tetapi yang
paling menentukan adalah terjadinya produksi prostaglandin yang menyebabkan his
yang kuat. Prostaglandin telah dibuktikan berperan paling penting dalam
menimbulkan kontraksi uterus. Nwosu dan kawan-kawan menemukan perbedaan
dalam rendahnya kadar kortisol pada darah bayi sehingga menimbulkan kerentanan
akan stress merupakan faktor tidak timbulnya his, selain kurangnya air ketuban dan
insufisiensi plasenta.
DIAGNOSIS
Postterm ialah kondisi bayi yang lahir akibat kehamilan lewat waktu dengan
kelainan fisik akibat kekurangan makanan dan oksigen. Bila kasus telah mengalami
insufisiensi yang berat maka akan lahir bayi dengan kelainan sepeti di atas.
Tanda postterm dapat dibagi dalam 3 stadium :
1. Stadium I
Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa
kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas.
2. Stadium 2
Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit.
3. Stadium 3
Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat.
Diagnosis kehamilan lewat waktu bisanya dari perhitungan rumus
Naegele setelah mempertimbangkan siklus haid dan keadaan klinis. Bila
terdapat keraguan, maka pengukuran tinggi fundus uteri serial dengan
sentimenter akan memberikan informasi mengenai usia gestasi lebih tepat.
Keadaan klinis yang yang mungkin ditemukan ialah 1) air ketuban yang
berkurang; 2) gerakan janin yang jarang.
Bila telah dilakukan pemeriksaan ultrasonografi serial terutama sejak
trimester pertama maka hampir dapat dipastikan usia kehamilan. Sebaliknya
pemeriksaan yang sesaat setelah trimester III sukar untuk memastikan usia
kehamilan.
Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariotokografik > 20%)
mempunyai sensitifitas 75% dan tes tanpa tekanan dengan kardiotokografi
mempunyai spesifisitas 100% dalam menentukan adanya disfungsi janin
plasenta atau postterm. Perlu diingat bahwa kematangan serviks tidak dapat
dipakai untuk menentukan usia gestasi.
PENILAIAN KEADAAN JANIN
Yang terpenting dalam menangani kehamilan lewat waktu ialah
menentukan keadaan janin karena setiap keterlambatan akan menimbulkan
risiko kegawatan. Penentuan keadaan janin ialah dengan cara berikut :
1. Tes tanpa tekanan (non stress test). Bila memperoleh hasil non
reaktif maka dilanjutkan dengan tes tekanan oksitosin. Bila
diperoleh hasil reaktif maka nilai spesifitas 98,8% menunjukkan
kemungkinan besar janin baik. Bila ditemukan hasil tekanan yang
positif, meskipun sensitifitas relatif rendah tetapi telah dibuktikan
berhubungan denagn keadaan postmatur.
2. Gerakan janin. Gerakan janin dapat ditentukan secara subyektif
(normal rata-rata 7 kali/20 menit) atau secara obyektif dengan
tokografi (normal rata-rata 10 kali/20 menit). Gerakan janin dapat
pula ditentukan pada pemeriksaan ultrasonografi. Dengan
menentukan nilai biofisik maka keadaan janin dapat dipastikan
lebih baik. Penilaian banyaknya air ketuban secara kualitatif
dengan USG (normal > 1 cm/bidang) memberikan gambaran
banyaknya air ketuban; bila ternyata oligohidramnion maka
kemungkinan telah terjadi kehamilan lewat waktu.
3. Amnioskopi. Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih
mungkin keadaan janin masih baik. Sebaliknya air ketuban sedikit
dan mengandung mekonium akan mengalami risiko 33% asfiksia.
Keadaan yang mendukung bahwa janin masih baik kemungkinan untuk
mengambil keputusan :
1. Menunda 1 minggu dengan menilai gerakan janin dan tes tanpa tekanan
3 hari lagi.
2. Melakukan induksi par
PENGELOLAAN ANTEPARTUM
Dalam pengelolan antepartum diperhatikan tentang umur kehamilan.
Menentukan umur kehamilan dapat dengan menghitung dari tanggal menstruasi
terakhir, atau dari hasil pemeriksaan ultrasonografi pada kehamilan 12-20 minggu.
Pemeriksaan ultrasonografi pada kehamilan postterm tidak akurat untuk menentukan
umur kehamilan. Tetapi untuk menentukan volume cairan amnion (AFI), ukuran
janin, malformasi janin dan tingkat kematangan plasenta.
Untuk menilai kesejahteraan janin dimulai dari umur kehamilan 40 minggu dengan
pemeriksaan Non Stess Test (NST). Pemeriksaan ini untuk mendeteksi terjadinya
insufisiensi plasenta tetapi tidak adekuat untuk mendiagnosis oligohidramnion, atau
memprediksi trauma janin.
PENGELOLAAN INTRAPARTUM
Persalinan pada kehamilan postterm mempunyai risiko terjadi bahaya pada
janin. Sebelum menentukan jenis pengelolaan harus dipastikan adakah disporposi
kepala panggul, profil biofisik janin baik. Induksi kehamilan 42 minggu menjadi satu
putusan bila serviks belum matang dengan monitoring janin secara serial. Pilihan
persalinan tergantung dari tanda adanya fetal compromise. Bila tidak ada kelainan
kehamilan 41 minggu atau lebih dilakukan dua pengelolaan. Pengelolaan tersebut
adalah induksi persalinan dan monitoring janin. Dilakukan pemeriksaan pola denyut
jantung janin.
Selama persalinan dapat terjadi fetal distress yang disebabkan kompresi tali
pusat oleh karena oligohidramnion. Fetal distress dimonitor dengan memeriksa pola
denyut jantung janin. Sebaiknya seksio dilakukan bila terdapat deselerasi lambat
berulang, variabilitas yang abnormal (<5 dpm) pewarnaan mekonium, dan gerakan
janin yang abnormal (<5/20 menit). Kelainan obstetri (berat bayi > 4000 gr, kelainan
posisi, partus > 18 jam) perlu diperhatikan untuk indikasi seksio sesarea.
Bila cairan amnion kental dan terdapat mekonium maka kemungkinan terjadi
aspirasi sangat besar. Aspirasi mekonium dapat menyebabkan disfungsi paru berat
dan kematian janin. Keadaan ini dapat dikurangi tetapi tidak dapat menghilangkan
dengan penghisapan yang efektif pada faring setelah kepala lahir dan sebelum dada
lahir. Jika didapatkan mekonium, trakea harus diaspirasi segera mungkin setelah
lahir. Selanjutnya janin memerlukan ventilasi. Bayi dengan tanda postmatur mungkin
mengalami hipovolemia, hipoksia, asidosis, sindrom gawat nafas, hipoglikemia, dan
hipofungsi afrenal. Dalam hal ini perlutindakan yang adekuat sesuai dengan kausa
tersebut.
EVIDENCE BASED
The American College of Obstetricians and Gynecologist
mempertimbangkan bahwa kehamilan postterm (42 minggu) adalah indikasi induksi
persalinan. Penelitian menyarankan induksi persalinan antara umur kehamilan 41-42
minggu menurunkan angka kematian janin dan biaya monitoring janin lebih rendah.
Selain itu The Society of Obstetricians And Gynaecologists of Canada
mempertimbangkan kehamilan 41-42 minggu untuk diinduksi persalinan, sebagai
bukti hal ini mengungkapkan penurunan angka kematian perinatal tanpa peningkatan resiko
operasi caesar.