bab ii studi kasus nyeri post op

43
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Konsep Luka 2.1.1 Pengertian Luka atau vulnera adalah hilangnya kontinuitas dari jaringan tubuh baik pada kulit, membran mukosa, otot dan saraf. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, sengatan listrik, atau gigitan hewan (Mansjoer, 2005). Penyembuhan luka yang normal memerlukan suatu rangkaian peristiwa yang kompleks yang terjadi secara simultan pada jaringan epidermis, dermis dan subkutis, itu suatu yang mudah membedakan penyembuhan pada epidermis dengan penyembuhan pada dermis dan perlu diingat bahwa peristiwa itu terjadi pada saat yang bersamaan. Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini ialah penyembuhan luka yang dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodelling jaringan yang bertujuan untuk menggabungkan bagian luka dan mengembalikan fungsinya. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul : 4

Upload: keysya-putri-dewi

Post on 26-Jul-2015

386 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Luka

2.1.1 Pengertian

Luka atau vulnera adalah hilangnya kontinuitas dari jaringan tubuh baik pada

kulit, membran mukosa, otot dan saraf. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda

tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, sengatan listrik, atau gigitan hewan

(Mansjoer, 2005).

Penyembuhan luka yang normal memerlukan suatu rangkaian peristiwa yang

kompleks yang terjadi secara simultan pada jaringan epidermis, dermis dan subkutis, itu

suatu yang mudah membedakan penyembuhan pada epidermis dengan penyembuhan

pada dermis dan perlu diingat bahwa peristiwa itu terjadi pada saat yang bersamaan.

Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini ialah penyembuhan luka yang

dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodelling jaringan

yang bertujuan untuk menggabungkan bagian luka dan mengembalikan fungsinya.

Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :

a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ

b. Respon stres simpatis

c. Perdarahan dan pembekuan darah

d. Kontaminasi bakteri

e. Kematian sel

2.1.2 Klasifikasi Luka

Jenis-jenis luka dapat dibagi atas dua bagian, yaitu luka terbuka dan luka tertutup

(Mansjoer, 2005)

4

Page 2: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

5

a.Luka terbuka; terbagi pada luka tajam dan luka tumpul

1. Luka tajam

a. Vulnus scissum adalah luka sayat atau luka iris yang ditandai dengan tepi luka

berupa garis lurus dan beraturan.

b. Vulnus ictum atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang

biasanya kedalaman luka lebih daripada lebarnya.

2. Luka tumpul

a. Luka tusuk tumpul

b. Vulnus sclopetorum atau luka karena peluru (tembakan).

c. Vulnus laceratum atau luka robek adalah luka dengan tepi yang tidak beraturan,

biasanya oleh karena tarikan atau goresan benda tumpul.

d. Vulnus penetratum

e. Vulnus avulsi

f. Fraktur terbuka

g. Vulnus caninum adalah luka karena gigitan binatang.

b. Luka Tertutup

1. Ekskoriasi atau luka lecet atau gores adalah cedera pada permukaan epidermis

akibat bersentuhan dengan benda berpermukaan kasar atau runcing.

2. Vulnus contussum ( luka memar ); di sini kulit tidak apa-apa, pembuluh darah

subkutan dapat rusak, sehingga terjadi hematom. Bila hematom kecil, maka ia

akan diserap oleh jaringan sekitarnya. Bila hematom besar, maka penyembuhan

berjalan lambat.

3. Bulla akibat luka bakar

4. Hematoma

5. Sprain ; kerusakan (laesi) pd ligamen- ligamen / kapsul sendi

Page 3: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

6

6. Dislokasi ; terjadi pada sendi- sendi, hubungan tulang - tulang di sendi lepas /

menjadi tdk normal sebagian

7. Fraktur tertutup

8. Laserasi organ interna/ Vulnus traumaticum; terjadi di dalam tubuh, tetapi tidak

tampak dari luar. Dapat memberikan tanda-tanda dari hematom hingga

gangguan sistem tubuh. Bila melibatkan organ vital, maka penderita dapat

meninggal mendadak (Mansjoer, 2005)..

2.1.3. Jenis-Jenis Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka dapat terjadi secara :

a. Per Primam

Yaitu penyembuhan yang terjadi setelah segera diusahakan bertautnya tepi luka

biasanya dengan jahitan. Luka-luka yang bersih sembuh dengan cara ini, misalnya

luka operasi dan luka kecil yang bersih. Penyembuhannya tanpa komplikasi,

penyembuhan dengan cara ini berjalan cepat dan hasilnya secara kosmetis baik.

Fase-fase penyembuhan luka :

1) fase perlekatan luka, terjadi karena adanya fibrinogen dan limfosit, dan terjadi

dalam 24 jam pertama.

2) fase aseptik peradangan, terjadi kalor, dolor, rubor, tumor dan functio laesa,

pembuluh darah melebar dan leukosit serum melebar, sehingga terjadi edema. Terjadi

setelah 24 jam.

3) fase pembersihan ( initial phase ), karena edema, leukosit banyak keluar untuk

memfagositosis jaringan yang telah mati.

4) fase proliferasi, pada hari ketiga, fibroblas dan kapiler menutup luka bersama

jaringan kolagen dan makrofag. Semua ini membentuk jaringan granulasi. Terjadi

penutupan luka, kemudian terjadi epitelisasi. Pada hari ketujuh penyembuhan luka

Page 4: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

7

telah bagus. Berdasarkan hal ini pada luka bersih, (kecuali pada daerah yang banyak

bergerak) jahitan dibuka minimal pada hari ke-7 (Mansjoer, 2005).

3. Fase remodelling

a. Kolagen

Fase terakhir dan terlama dalam penyembuhan luka yaitu remodeling. Dapat

berlangsung berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang. Proses

utama yang terjadi yaitu remodelling kolagen yang dinamis dan pematangan jaringan

parut. Penyimpanan kolagen pada hampir semua jaringan, termasuk luka merupakan

keseimbangan antara aktivitas dan sintesis kolagen, dimana produksi dan degradasi

ini berjalan terus menerus.

Remodelling kolagen selama fase ini bergantung pada berlangsungnya sintesis

kolagen, dan adanya destruksi kolagen. Kolagenase dan matriks metalloproteinase

(MMPs) terdapat pada luka untuk membantu pembuangan kolagen berlebihan pada

sintesis kolagen baru yang berlangsung lama. Penghambat jaringan metalloproteinase

membatasi enzim kolagenase ini sehingga terdapat keseimbangan antara pembentukan

kolagen baru dan pembuangan kolagen lama.

Selama remodelling, fibronektin secara bertahap dan asam hyaluronat dan

glikosaminoglikan akan digantikan proteoglikan. Kolagen tipe III digantikan oleh

kolagen tipe I. Cairan diabsorbsi dari jaringan parut.

Fase remodelling atau fase resorbsi dapat berlangsung berbulan-bulan.

Dikatakan berakhir bila tanda-tanda radang sudah menghilang. Parut dan sekitarnya

berwarna pucat, tipis, lemas dan tidak ada rasa sakit maupun gatal. Di sini proses

kontraksi parut kelihatan dominan.

Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali

jaringan yang lebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi dan akhirnya perupaan

Page 5: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

8

kembali jaringan yang baru terbentuk. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua

yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan. Udem dan sel-sel radang

diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali,

kolagen yang berlebihan diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan kira-

kira 80% kemampuan kulit normal Hal ini kira-kira terjadi 3 - 6 bulan setelah

penyembuhan.

b. Sitokin

Sitokin memungkinkan berjalannya seluruh komunikasi untuk interaksi antar

sel. Mereka mungkin juga berperan penting dalam jalur farmakologis klinis

diberbagai tempat penatalaksanaan penyembuhan luka. Misalnya, sitokin tampaknya

mengatur peranan dan pengaturan fibrosis, penyembuhan luka kronik, cangkokan

kulit, vaskularisasi, peningkatan kekuatan tendon dan barangkali juga mengendalikan

proses keganasan. Sitokin merupakan protein non antibodi yang dilepaskan dari

beberapa sel dan berfungsi sebagai mediator intraseluler. Sitokin terdiri dari limfokin

dan interleukin.

FGF dasar (faktor pertumbuhan fibroblast) merupakan sitokin lain yang terikat

pada heparin dan glikosaminoglikan yang mirip heparin. Sitokin ini merupakan suatu

factor angiogenik yang kuat, menyebabkan migrasi sel epitel yang makin banyak, dan

mempercepat kontraksi luka.

EGF (faktor pertumbuhan epidermis) adalah sitokin yang merangsang migrasi

dan mitosis epitel. Sitokin ini dilaporkan dapat mempercepat reepitelisasi lokasi donor

luka bakar.

b. Per Secundam

Proses penyembuhan ini terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini

biasanya tetap terbuka. Dapat dijumpai pada luka-luka dengan kehilangan jaringan,

Page 6: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

9

terkontaminasi/terinfeksi. Penyembuhan dimulai dari lapisan dalam dengan

pembentukan jaringan granulasi. Tujuan ini diperoleh dengan pembentukan jaringan

granulasi dan kontraksi luka.

c. Per tertiam atau per primam tertunda

Disebut pula delayed primary closure. Terjadi pada luka yang dibiarkan

terbuka karena adanya kontaminasi, kemudian setelah tidak ada tanda-tanda infeksi

dan granulasi telah baik, baru dilakukan jahitan sekunder (secondary suture), setelah

tindakan debridemen, dan diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4 - 7 hari)

(Mansjoer, 2005).

2.1.3.1 Penyembuhan Luka Abnormal

Keloid dan jaringan parut hipertropi.

Keloid adalah pertumbuhan yang berlebihan dari jaringan fibrosa padat yang biasanya

terbentuk setelah penyembuhan luka pada kulit. Jaringan ini meluas melewati batas luka

sebelumnya dan tidak mengalami regresi spontan dan cenderung tumbuh kembali setelah

dilakukan eksisi. Keloid sulit dibedakan dengan scar hipertrofi, tetapi pada scar

hipertrofik jaringan parut tidak meluas melampaui batas luka sebelumnya dan mengalami

regresi spontan.

Beberapa faktor yang berpengaruh pada timbulnya keloid sebagai berikut:

1. Herediter dan ras: pada bangsa negro lebih sering terjadi dibanding bangsa berkulit

putih

2. Umur dan faktor endokrin : keloid sering timbul pada usia muda, perempuan dan

kehamilan.

3. Jenis luka : keloid sering terjadi setelah adanya luka trauma karena bahan kimia,

misalnya luka bakar, juga oleh proses peradangan yang lama sembuh.

Page 7: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

10

4. Lokasi trauma : luka dan peradangan yang terjadi di daerah presterna, kepala, leher,

bahu dan tungkai bawah lebih mudah terjadi keloid (Mansjoer, 2005).

2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

a. Faktor lokal:

1. Besar/lebar luka

Luka lebar atau besar biasanya sembuh lebih lambat dari luka kecil

2. Lokalisasi luka

Luka-luka yang terdapat di daerah dengan vaskularisasi baik (kepala dan

wajah) sembuh lebih cepat daripada luka yang berada di daerah dengan

vaskularisasi sedikit/buruk. Luka-luka di daerah banyak pergerakan (sendi

sendi) sembuh lebih lambat daripada di daerah yang sedikit/tidak bergerak

3. Kebersihan luka

Luka bersih sembuh lebih cepat dari luka kotor

4. Bentuk luka

Luka dengan bentuk sederhana sembuh lebih cepat. Misalnya vulnus

ekskorisio atau vulnus scissum sembuh lebih cepat dari vulnus laceratum.

5. Infeksi

Luka terinfeksi sembuh lebih sulit dan lama.

6. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi

Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya

sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh

darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan

lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah

dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan

pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan

Page 8: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

11

menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada

perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan

menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.

7. Hematoma

Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara

bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan

yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga

menghambat proses penyembuhan luka.

8. Benda asing

Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan

terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari

serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu

cairan yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”).

9. Iskemia

Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah

pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat

dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu

adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.

10. Obat

Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik

mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat

seseorang rentan terhadap infeksi luka.

a) Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera.

b) Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan.

Page 9: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

12

c) Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab

kontaminasi yang spesifik.

d) Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat

koagulasi intravaskular (Mansjoer, 2005).

b. Faktor umum:

1. Usia pasien

Pada anak-anak dan orang muda luka sembuh lebih cepat dibandingkan pada

orangtua.

2. Keadaan gizi

Pada penderita dengan gangguan gizi misalnya malnutrisi, defisiensi dan

avitaminosis vitamin tertentu, anemia, kaheksia, dan sebagainya, luka sembuh

lebih lambat.

3. Penyakit penderita

Pada penderita dengan penyakit tertentu misalnya diabetes militus, terutama yang

tak terkendali, luka sukar dan lambat sembuhnya (Mansjoer, 2005).

2.1.5 Komplikasi Penyembuhan Luka

Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, perdarahan, dehiscence dan

eviscerasi, dan tromboplebitis (Harnawati,2008).

a. Infeksi

Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan

atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah

pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan

drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan

peningkatan jumlah sel darah putih.

b. Perdarahan

Page 10: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

13

Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada

garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain).

Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah

balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan

dan tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan

balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan

mungkin diperlukan.

c. Dehiscence dan Eviscerasi

Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius.

Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah

keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan,

kurang nutrisi, multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah,

dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence

luka dapat terjadi 4–5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka.

Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan

steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera

dilakukan perbaikan pada daerah luka.

d. Tromboplebitis

Tromboplebitis post-op biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi. Bahaya

besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah

vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan

tromboplebitis yaitu latihan kaki post-operasi, ambulasi dini dan kaos kaki TED yang

dipakai klien sebelum mencoba ambulasi.

2.1.6 Intervensi Untuk Meningkatkan Penyembuhan :

a. Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin C

Page 11: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

14

b. Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid

c. Pencegahan infeksi

d. Tanda dari penyembuhan luka bedah insisi :

e. Tidak ada perdarahan dan munculnya tepi bekuan di tepi luka.

f. Tepi luka akan didekatkan dan dijepit oleh fibrin dalam bekuan selama satu

atau beberapa jam setelah pembedahan ditutup.

g. Inflamasi (kemerahan dan bengkak) pada tepi luka selama 1 – 3 hari.

h. Penurunan inflamasi ketika bekuan mengecil.

i. Jaringan granulasi mulai mempertemukan daerah luka. Luka bertemu dan

menutup selama 7 – 10 hari. Peningkatan inflamasi digabungkan dengan panas

dan drainase mengindikasikan infeksi luka. Tepi luka tampak meradang dan

bengkak.

j. Pembentukan bekas luka.

k. Pembentukan kollagen mulai 4 hari setelah perlukan dan berlanjut sampai 6

bulan atau lebih.

l. Pengecilan ukuran bekas luka lebih satu periode atau setahun. Peningkatan

ukuran bekas luka menunjukkan pembentukan kelloid (Harnawati,2008).

2.1.7 Vulnus Scissum (Luka Sayat)

Perlukaan yang terjadi berupa suatu luka yang berbentuk garis. Sebagai penyebabnya

adalah suatu trauma tajam.

Luka post-op terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam akibat pembedahan.

Bedah adalah suatu tindakan penyembuhan penyakit dengan cara memotong atau mengiris

bagian tubuh yang sakit, yang biasa disebut operasi (Harnawati,2008).

Page 12: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

15

Bedah atau pembedahan adalah spesialisasi dalam kedokteran yang mengobati

penyakit atau luka dengan operasi manual dan instrumen. Ahli bedah dapat merupakan

dokter, dokter gigi, atau dokter hewan yang memiliki spesialisasi dalam bidang ilmu bedah.

Penamaan pembedahan pada tubuh sesuai dengan lokasi bagian tubuh yang dilakukan

pembadahan (Harnawati, 2008) seperti :

a. Laparotomi

Adalah tindakan operasi pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah

digestif dan kandungan.

b. Mastektomi

Adalah pembedahan pada daerah mammae untuk pengangkatan Ca mammae maupun

fibro adenoma mammae dan gangguan payudara lain.

c. Appendiktomi

Adalah pengangkatan appendik yang mengalami peradangan.

d. Craniotomi

Adalah suatu jenis tindakan bedah dengan cara membuka batok kepala.

2.1.7.1 Komplikasi

Komplikasi pembedahan (Harnawati, 2008) :

a. Ventilasi paru tidak adekuat

b. Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung

c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

d. Gangguan rasa nyaman

2.1.7.2 Tujuan perawatan luka post-op

a. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan

b. Mempercepat penyembuhan

c. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi

Page 13: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

16

d. Mempertahankan konsep diri pasien

e. Mempersiapkan pasien pulang

2.2 Konsep Dasar Nyeri

2.2.1 Pengertian

Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan dengan

kerusakan jaringan actual atau potensial (Corwin J.E. dikutip Harnawati, 2008).

Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan lepasnya

bahan-bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamine, ion kalium,

bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier

dkk dikutip Harnawati, 2008).

2.2.2 Fisiologi Nyeri

Bagaimana nyeri merambat dan dipersepsikan oleh individu masih sepenuhnya belum

dimengerti. Tetapi, bisa tidaknya nyeri dirasakan dan hingga derajat mana nyeri tersenbut

mengganggu dipengaruhi oleh interaksi antara system algesia tubuh dan transmisi system

saraf serta interpretasi stimulus (Asmadi, 2008). Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima

oleh saraf-saraf perifer. Zta kimia (substansi P, bradikinin, prostaglandin) dilepaskan,

kemudian menstimulasi saraf perifer, membantu mengantarkan pesan nyeri dari daerah yang

terluka ke otak. Sinyal nyeri dari daerah yang terluka berjalan sebagai implus elektro kimia

disepanjang nervus ke bagian dorsal spinal cord (daerah pada spinal yang merima sinyal dari

seluruh tubuh). Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus, pusat sensoris di otak dimana

sensasi seperti panas, dingin, nyeri, dan sentuhan pertama kali dipersepsikan. Pesan lalu

dihantarkan ke kortek, dimana intensitan dan lokasi nyeri dipersepsikan. Penyembuhan nyeri

dimulai sebagai tanda dari otak kemudian turun ke spinal cord. Dibagian dorsal, zat kimia

Page 14: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

17

seperti endorphin dilepaskan untuk mengurangi nyeri di daerah yang terluka (Taylor & LE

Mone, dikutip Harnawati, 2008).

Perjalanan nyeri (Nocicetive Pathway). Antara kerusakan jaringan (sebagai sumber

stimuli nyeri) sampai dirakan sebagai persepsi nyeri terdapat suatu rangkaian proses

elektrofisiologik yang secara kolektif disebut sebagai nonsepsi (nociception).

2.2.3 Nosisepsi nyeri

Ada empat proses yang jelas yang terjadi pada suatu nosisepsi, yakni transduksi,

transmisi, modulasi dan persepsi. (IASP Binhasyim 2008).

a. Transduksi

Merupakan proses dimana suatu stimuli nyeri (noxious stimuli) dirubah

menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf (nerve ending).

Stimuli ini dapat berupa stimuli fisik (tekanan), suhu (panas) atau kimia (substansi

nyeri).

b. Transmisi

Dalam proses ini terlihat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer yang

meneruskan implus ke medulla spinalis,kemudian jaringan saraf yang meneruskan

implus yang menuju ke atas (ascendens), dari medulla spinalis ke batang otak dan

thalamus. Yang terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan kortek.

Dimaksudkan sebsgai penyaluran implus melalui saraf sensorik menyusul proses

transduksi. Implus akan disalurkan oleh serabut saraf A delta dan serabut C sebagai

neuron pertama, dari perifer ke medulla spinalisdimana implus tersebut mengalami

modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh traktus sphinotalamikus sebagai

neuron kedua. Dari thalamus selanjutnya implus disalurkan ke daerah somatosensoris

Page 15: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

18

di korteks serebri melalui neuron ketiga, dimana implus tersebut diterjemahkan dan

dirasakan sebagai persepsi nyeri.

c. Modulasi

Adalah proses dimana terjadi interaksi antara system analgesic endogen yang

dihasilkan oleh tubuh kita dengan imput nyeri yang masuk ke kornum posterior

medulla spinalis. Jadi merupakan proses acendern yang dikontrol oleh otak. System

analgesic endogen ini meliputi enkefalin, endorphin, serotonin, dan noradrenalin

memiliki efek yang dapat menekan implus pada kornum posterior medulla spinalis.

Kornum posterior ini dapat diibaratkan sebagai pintu yang dapat tertutup atau

terbukanya pintu nyeri tersebut diperankan oleh system analgesic endogen tersebut di

atas. Proses modulasio inilah yang dapat menyebabkan persepsi nyeri menjadi sangat

subjektif orang per orang.

d. Persepsi

Adalah hasil akhir dari proses interaksi yang komplek dan unik yang dimulai

dari proses transduksi, tranmisi, dan modulasi yang pada gilirannya menghasilkan

suatu perasaan yang subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri. Proses implus

nyeri yang ditransmisikan hingga menimbulkan perasaan subjektif dari nyeri sama

sekali belum jelas. Sangat disayangkan karena nyeri secara mendasar merupakan

pengalaman subjektif sehingga tidak terhindarkan keterbatasan untuk memahaminya

(Dewanto dikutip Harnawati, 2008).

2.2.4 Teori Nyeri Gate Control

Teori gate control, teori yang diajukan MELZACK & WALL teori pengontrolan pintu

(Teori gate control). Teori ini lebih komprehensif dalam menjelaskan transmisi dan persepsi

nyeri. Dalam teori ini dijelaskan bahwa subtansi gelatinosa (SG) yaitu suatu area dari sel-sel

Page 16: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

19

khusus pada bagian ujung dorsal serabut saraf sumsum tulang belakang yang mempunyai

peran sebagai mekanisme pintu gerbang. Mekanisme pintu gerbang ini dapat memodifikasi

dan merubah sensasi nyeri yang datang sebelum mereka sampai dikorteks serebri dan

menimbulkan persepsi nyeri. Untuk dapat memahami gate control harus dimengerti dahulu

tiga factor utama yang berinteraksi pada pintu gerbang (gate):

a) Reseptor nyeri dan serabut nyeri dan interaksinya dipintu gerbang.

b) Efek pada pintu gerbang elemen kognitif dan emosional yang juga disebutsebagai

system saraf pusat yang lebih tinggi.

c) Input neuron desendent dari batang otak.

Dua jenis serabut nyeri yang utama dalam mempelajari nyeri adalah serabut reseptor

dengan diameter kecil dan serabut reseptor nyeri dengan diameter besar. Serabut diameter

nyeri mentransmisikan semsasi nyeri yang keras yang mempunyai reseptor berupa ujung-

ujung saraf bebas dikulit dan struktur dalam seperti tendon, otot dan alat-alat dalam,

sedangkan serabut nyeri besar menstransmisikan sensasi sentuhan, getaran, suhu hangat dan

tekanan halus. Serabut-serabut diameter besar dan kecil di pintu gerbang merupakan

penyebab perubahan modulasi sensasi nyeri (Nugroho, 2008).

Ada tiga gambaran yang membantu untuk mendeterminasi seberapa banyak nyeri yang

diterima seseorang :

a. Input emosianal dan kognitif yang terus menerus berkaitan dengan stimulus nyeri.

b. Intensitas stimulus nyeri dalam arti jumlah serabut yang terstimulasi dan frekuensi

impuls.

c. Keseimbangan relative aktivitas serabut besar terhadap serabut kecil.

Gate control teori tergantung sel pada akar dorsal ganglia serabut besar secara dasar

mempunyai efek inhibitorterhadap persepsi nyeri. Serabut kecil secara dasar mempunyai efek

fasiliatif. Serabut besar bereaksi terhadap substansi gelatinosa dan strimulasionya. Stimulasi

Page 17: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

20

ini mencegah transmisi dari sel T yang diperlukan terhadap persepsi nyeri. Serabut kecil

dapat mengatasi atau memodifikasi pengaruh serabut besar pada gelatinosa atau dapat secara

langsung menstimulasi sel T. Serabut besar dapat juga bereaksi secara langsung terhadap

mekanisme pemprosesan pusat otak. Sinyal-sinyal yang bersifat inhibitor atau fasiliatif. Bila

fasiliatif maka sebagai hasilnya adalah firing dari sel T yang menghasilkan persepsi nyeri dan

respon otot dan endokrin.

2.2.6 Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi nyeri menurut ( Harnawati, 2008):

a. Menurut Long C.B (1996, dikutip Harnawati, 2008) mengklasifikasikan nyeri

berdasarkan jenisnya, meliputi:

1. Nyeri akut

Nyeri yang berlansung tidak melebihi enam bulan, seserangan mendadak dari

sebab yang sudah diketahui dan daerah yang biasanya sudah diketahui, nyeri akut

ditandai dengan ketegangan otot, cemas yang keduanya akan meningkatkan persepsi

nyeri. Dengan awitan yang mendadak, intensitas ringan sampai berat, durasi singkat,

respon otonom frekuensi jantung meningkat, tekanan darah meningkat, dilatasi pupil

meningkat, aliran saliva menurun (mulut kering) komponen psikologis cemas

(Smeltzer & Bare, 2002).

2. Nyeri kronis

Nyeri yang berlangsung enam bulan atau lebih, suber nyeri tidak diketahui dan

tidak bisa ditentukan lokasinya. Sifat nyeri hilang dan timbul pada periode tertentu

nyeri menetap. Durasi lama, tidak terdapat respon otonom, komponen psikologis

mudah marah, menarik diri, tidur terganggu,nafsu makan menurun, libido menurun.

Seperti nyeri pada kanker, arthritis, neuralgia trigeminal.

Page 18: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

21

b. Corwin J.E (1997, dikutip dari Harnawati, 2008) mengklasifikasikan nyeri

berdasarkan sumbernya meliputi :

1. Nyeri kulit

adalah nyeri yang dirasakan dikulit atau jaringan subkutis, misalnya nyeri

ketika tertusuk jarum atau lutut lecet, lokalisasi nyeri jelas disuatu dermatum.

2. Nyeri somatic

adalah nyeri dalam yang berasal dari tulang dan sendi, tendon, otot rangka dan

pembuluh darah dan tekanan saraf dalam, sifat nyeri lambat.

3. Nyeri Viseral

adalah nyeri dirongga abdomen atau thorak terlokalisasi jelas disuatu titik tapi

bisa dirujuk kebagian-bagian tubuh lain dan biasanya parah.

4. Nyeri Psikogenik

adalah nyeri yang timbul dari pikiran tanpa diketahui adanya temuan pada

fisik (Long, 1989 ; 229, dikutip dari Harnawati, 2008).

5. Nyeri Phatom Limb Pain

adalah nyeri yang dirasakan oleh individu pada salah satu ekstremitas yang

telah di amputasi (Long, 1989 ; 229, dikutip dari Harnawati, 2008).

2.2.7 Nyeri Pasca Bedah

Pembedahan merupakan suatu kekerasan atau trauma bagi penderita. Anastesi

maupun tindakan pembedahan menyebabkan kelainan yang dapat menimbulkan berbagai

keluhan dan gejala. Keluhan dan gejala yang sering dikemukakan adalah nyeri, demam,

takikardia, sesak nafas, mual, muntah dan memburuknya keadaan umum (Samsuhidajat,

dikutip dari Harnawati, 2008).

Para dokter dalam pengalamannya sering kali terkejut akan beratnya nyeri yang

dialami oleh pasien setelah pembedahan. Kendati pun tersedia obat-obat yang efektif, namun

Page 19: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

22

nyeri pasca bedah tidak dapat diatasi dengan baik. Sekitar 50% pasien tetap mengalami nyeri

(Walsh, dikutip Harnawati, 2008).

Menurut Benedetti (1990 yang dikutip dari Harnawati, 2008) nyeri yang hebat

menstimulasi reaksi stress yang secara merugikan mempengaruhi system jantung dan imun.

Ketika impuls nyeri ditransmisikan, tegangan otot meningkat, seperti halnya pada

vasokontriksi local. Iskemia pada tempat yang sakit menyebabkan stimulasi lebih jauh dari

reseptor nyeri. Bila impuls yang menyakitkan ini menjalar secara sentral, aktivitas simpatis

diperberat, yang meningkatkan kebutuhan miokardium dan konsumsi oksigen. Penelitian

telah menunjukkan bahwa insufisiensi kardiovaskuler terjadi tiga kali lebih sering dan insiden

infeksi lima kali lebih besar pada individu dengan control nyeri yang buruk (Smeltzer &

Bare, 2002).

Pada luka operasi, analgesic sebaiknya diberikan dengan rencana sesuai dengan letak

dan sifat luka, bukan “diberikan kalau perlu”. Dosis yang diberikan pun bergantung pada

reaksi penderita (Samsuhidajat, dikutip dari Harnawati, 2008). Peredaan nyeri komplit pada

daerah dari insisi bedah dapat tidak terjadi selama beberapa minggu, tergantung pada ltak dan

sifat pembedahan. Namun demikian, perubahan posisi pasien, penggunaan distraksi,

pemasangan wash cloths dingin pada wajah, dan pemijatan pada punggung dengan lation

yang menyegarkan dapat sangat membantu dalam menghilangkan ketidak nyamanan

temporer dan meningkatkan medikasi lebih efektif ketika diberikan (Smeltzer & Bare, 2002).

2.2.8 Skala Nyeri

Menurut Smeltzer & Bare (2002) dikatakan bahwa tingkat intensitas nyeri dikaji

dengan skala intensitas yaitu :

Page 20: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

23

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Keterangan :

0 : tidak ada nyeri 4-6 : nyeri sedang

1-3 : nyeri ringan 7-10 : nyeri berat

2.2.9 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri

Saat seseorang mengalami nyeri, banyak faktor yang dapat mempengaruhi nyeri yang

dirasakan dan cara mereka bereaksi terhadapnya. Faktor-faktor ini dapat meningkatkan

atau menurunkan persepsi nyeri pasien, toleransi terhadap nyeri dan mempengaruhi reaksi

terhadap nyeri (Le Mone & Burke dikutip Harnawati, 2008).

2.2.9.1 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi reaksi nyeri tersebut antara lain :

a) Pengalaman nyeri masa lalu

Skala intensitas nyeri deskriptif sederhana

Nyeri paling hebat

Nyeri sangat hebat

Nyeri hebatNyeri sedang

Nyeri ringan

Tidak ada nyeri

Skala intensitas nyeri numeric 0-10

Tidak ada nyeri

Nyeri ringan

Nyeri sedang

Nyeri berat

Page 21: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

24

Lebih berpengalaman individu dengan nyeri yang dialami, makin takut individu

tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan oleh nyeri tersebut.

Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri akibatnya, ia ingin nyerinya

segera reda dan sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah reaksi ini hampir pasti terjadi

jika individu tersebut menerima peredaan nyeri yang tidak adekuat di masa lalu. Individu

dengan pengalaman nyeri berulang dapat mengetahui ketakutan peningkatan nyeri dan

pengobatannya tidak adekuat (Smeltzer & Bare, 2002).

b) Kecemasan

Hampir selalu ketika ada nyeri diantisipasi atau dialami secara langsung. Ia cenderung

meningkatkan intensitas nyeri yang dialami. Ancaman dari sesuatu yang tidak diketahui

lebih mengganggu dan menghasilkan kecemasan daripada ancaman dari sesuatu yang

telah dipersiapkan. Umumnya diyakini bahwa kecemasan akan meningkatkan nyeri,

mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaan. Namun, kecemasan yang relevan

atau berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri

(Smeltzer & Bare, 2002).

b) Umur

Umumnya lansia menganggap nyeri sebagai komponen alamiah dari proses penuaan

dan dapat diabaikan atau tidak ditangani oleh petugas kesehatan. Dilain pihak, normalnya

kondisi nyeri hebat pada dewasa muda dapat dirasakan sebagai keluhan ringan pada

dewasa tua. Orang dewasa tua mengalami perubahan neuro-fisiologi dan mungkin

mengalami penurunan persepsi sensori stimulus serta peningkatan ambang nyeri. Selain

itu, proses penyakit kronis yang lebih umum terjadi pada dewasa tua seperti penyakit

gangguan kardiovaskuler atau diabetes mellitus dapat mengganggu transmis impuls saraf

normal (Le Mone & Burke dikutip Harnawati, 2008).

d) Jenis kelamin

Page 22: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

25

Pada tahun 1995, vallerand meninjau peneltian tentang nyeri pada wanita dan

mengusulkan implikasi untuk praktek klinik. Meskipun penelitian tidak menemukan

perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam mengekspresikan nyerinya, pengobatan

ditemukan lebih sedikit pada perempuan. Perempuan lebih suka mengkomunikasikan rasa

sakitnya, sedangkan laki-laki menerima analgesic opioid lebih sering sebagai pengobatan

nyeri. (Taylor & Le Mone dikutip Harnawati, 2008).

e) Social budaya

Karena norma budaya mempengaruhi sebagian besar sikap, perilaku, dan nilai

keseharian kita, wajar jika dikatakan budaya mempengaruhi reaksi inidividu terhadap

nyeri. Bentuk ekspresi nyeri yang dihindari oleh satu budaya mungkin ditunjukkan oleh

f) Nilai agama

Pada beberapa agama, individu menganggap nyeri dan penderitaan sebagai cara

unutuk membersihkan dosa. Pemahaman ini membantu individu menghadapi nyeri dan

menjadi sumber kekuatan. Pasien dengan kepercayaan ini mungkin menolak analgesic

dan metode penyembuhan lainnya, karena akan mengurangi persembahan mereka (Taylor

& Le Mone dikutip Harnawati, 2008)

Pada beberapa pasien, kehadiaran keluarga yang dicintai atau teman bias

mengurangi8 rasa nyeri mereka, namun ada juga yang lebih suka menyendiri ketika

merasakan nyeri. Beberapa pasien menggunakan nyerinya untuk memperoleh perhatian

khusus dan pelayanan dari keluarganya (Taylor & Le Mone, dikutip Harnawati, 2008).

g) Lingkungan dan Dukungan Orang Terdekat

Lingkungan dan kegadiran dukungan keluarga juga dapat mempengaruhi nyeri

seseorang. Banyaknya orang yang merasa lingkungan pelayanan kesehatan yang asing,

Page 23: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

26

khususnya cahaya, kebisingan, aktivitas yang sama di ruang keperawatan intensif, dapat

menambah nyeri yang dirasakan.

2.3 Konsep Dasar Distraksi Relaksasi

Distraksi relaksasi merupakan terapi non-farmakologis untuk membantu menurunkan

tingkat nyeri tanpa menggunakan obat-obatan. Selain itu distraksi-relaksasi merupakan terapi

yang efektif tanpa mebutuhkan biaya namun hanya membutuhkan konsentrasi pasien

merilekskan otot-otot yang tegang.

Memberikan terapi selain obat-obatan analgesic (Harnawati, 2008). Umumnya teknik

non-infasif yang merupakan peran independent perawat untuk menurunkan nyeri. Metode

pereda nyeri non-farmakologis biasanya mempunyai resiko yang sangat rendah. Meskipun

tindakan tersebut bukan merupakan pengganti untuk obat-obatan, tindakan tersebut mungkin

diperlukan atau sesuai untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa

detik atau menit. Dalam hal ini, terutama saat nyeri hebat yang berlangsung berjam-jam atau

berhari-hari, mengkombinasikan teknik non-farmakologis dengan obat-obatan mungkin cara

yang paling efektif untuk menghilangkan nyeri. (Smeltzer & Bare, 2002)

2.3.1 Distraksi

Distraksi, yang mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada

nyeri, dapat menjadi strategi yang sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang

bertanggung jawab pada teknik kognitif efektif lainnya (Arntz dkk, 1991; Devine dkk, 1990

dikutip dari Smeltzer & Bare, 2002). Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri

dengan menstimulasi system control desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli

nyeri yang ditrasnmisikan ke otak. Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien

untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri. Peredaan nyeri secara umum

meningkat dalam hubungan langsung dengan partisipasi aktif dengan individu, banyaknya

Page 24: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

27

modalitas sensori yang dipakai dan minat individu dalam stimuli. Karenanya, stimuli

penglihatan, pendengaran, dan sentuhan mungkin akan efektif dalam menurunkan nyeri

dibanding stimuli satu indera saja. Distraksi dapat berkisar dari hanya pencegahan monoton

sampai menggunakan aktivitas fisik dan mental yang sangat kompleks. Tidak semua pasien

mencapai peredaan melalui distraksi, terutama mereka yang dalam nyeri hebat, pasien

mungkin tidak dapat berkonsentrasi cukup baik untuk ikut serta dalam aktivitas fisik atau

mental yang kompleks.

Dengan distraksibernafas lambat dan berirama secara teratur dapat mengalihkan

respon nyeri yang dialami pasien stimuli nyeri yang disampaikan ke otak berkurang, dan

respon nyeri juga berkurang.

2.3.2 Relaksasi

Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan

merilekskanketegangan otot yang menunjang nyeri (Smeltzer & bare, 2002). Beberapa

penelitian, bagaimanapun telah menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan

nyeri pasca operasi (Lorenti, 1991; Miller & perry, 1990 dikutip dari Smeltzer & Bare, 2002).

Ini mungkin karena relative kecilnya otot-otot skeletal dalam nyeri pasca operatif atau

kebutuhan pasien untuk melakukan teknik relaksasi tersebut agar efektif.

Teknik dapat dilakukan dengan kepala ditopang dalam posisi berbaring ataun duduk.

Hal utama yang paling dibutuhkan dalam pelaksanaan teknik relaksasi adalah klien dengan

posisi nyaman, klien dengan pikiran yang beristirahat dan lingkungan yang tenang (Asmadi,

2008). Teknik relaksasi banyak jenisnya salah satunya adalah teknik autogenic. Relaksasi ini

mudah dilakukan dan tidak beresiko. Prinsipnya klien harus mampu berkonsentrasi sambil

membaca mantra, doa, dzikir dalam hati, seiring dengan ekspirasi udara dalam paru (Asmadi,

2008).

Page 25: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

28

2.3.2.1 Langkah-langkah melakukan relaksasi autogenic (Asmadi, 2008)

1. Persiapan sebelum latihan

a. Tubuh berbaring, kepala disanggah dengan bantal danmata terpejam.

b. Atur nafas, hingga nafas menjadi teratur.

c. Tarik nafas sekuat-kuatnya lalu buang secara perlahan-lahan sambil katakana

dalam hati “saya damai dan tenang”.

2. Langkah pertama memastikan berat

a. Fokuskan perhatian pada lengan dan bayangkan kedua lengan terasa berat,

selanjutnya bayangkan perlahan-lahan bayangkan kedua tangan terasa lentur dan

kendur, ringan sehingga terasa sangat ringan sekali sambil katakana “saya merasa

damai dan tenang sepenuhnya”.

b. Ulangi sebanyak 6 kali

c. Katakan dalam hati “saya merasa damai dan tenang”.

3. Langkah kedua merasakan kehangatan

a. Bayangkan darah mengalir keseluruh tubuh dan rasakan bahwa hangatnya aliran

darah seperti merasakan minuman yang hangat sambil mengatakan dalam diri

“saya merasa senang dan hangat”.

b. Ulangi sebanyak 6 kali.

c. Katakana dalam hati “saya merasa damai dan tenang”.

4. Langkah ketiga merasakan denyut jantung

a. Tempelkan tangan kanan pada dada kiri dan tangan kiri pada perut.

b. Bayangkan anda merasakan jantung berdenyut dengan teratur dan tenang sambil

katakan “jantung berdenyut teratur dan tenang”.

c. Ulangi sebanyak 6 kali.

d. Katakan dalam hati “saya merasa damai dan tenang”.

Page 26: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

29

5. Langkah keempat latihan pernafasan

a. Posisi kedua tangan tidak berubah.

b. Katakan dalam hati “nafasku longgar dan tenang”.

c. Ulangi sebanyak 6 kali.

d. Katakan dalam hati “saya merasa damai dan tenang”.

6. Langkah kelima latihan abdomen

a. Posisi kedua tangan tidak berubah, rasakan pembuluh darah dalam perut mengalir

dengan teratur dan terasa hangat.

b. Katakana dalam hati “darah yang mengalir dalam perutku terasa hangat”.

c. Ulangi sebanyak 6 kali.

d. Katakana dalam hati “saya merasa damai dan tenang”.

7. Langkah keenam latihan kepala

a. Kedua tangan kembali pada posisi awal.

b. Katakana dalam hati “kepala saya terasa benar-benar dingin”.

c. Ulangi sebanyak 6 kali.

d. Katakana dalam hati “saya merasa damai dan tenang”.

8. Langkah ketujuh akhir latihan

Mengakhiri latihan relaksasi autogenic denganmelekatkan (mengepalkan) lengan

bersama dengan nafas dalam. Lalu buang nafas pelan-pelan ambil membuka mata.

Teknik relaksasi sederhana terdiri atas nafas abdomen dengan frekuensi lambat,

berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dengan bernafas perlahan dan nyaman.

Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat

bersama setiap inhalasi dan ekshalasi. Nafas yang lambat berirama juga dapat

digunakan sabagai teknik distraksi. Hampir semua orang dengan nyeri kronis

mendapatkan manfaat dari metode-metode relaksasi.

Page 27: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

KETERANGAN

: Diteliti

: Tidak diteliti

: Penghubung

30

2.4 Kerangka Konsep

Kerangka konseptual adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat dikomunikasikan

dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antara variable. Adapun kerangka

konseptual dalam penelitian ini adalah :

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Efektivitas Teknik Distraksi Dan RelaksasiTerhadap Penurunan Nyeri Pada Perawatan Luka Post-Op

Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri

Pengalaman nyeri

Kecemasan Umur Jenis kelamin Sosial budaya Nilai agama lingkungan

Teknik Distraksi

Manajemen nyeri

nyeri

Discontinuitas jaringan

Teknik Relaksasi

Rawat Luka

tubuh melepaskan mediator histamin, bradikinin, prostaglandin

pituitary

hipotalamus

Stimulus nyeri ke otak menurun

Menstimulasi system control

desendentenang

Frekuensi ritme α otak meningkat

Cerebral otak

Endorphin meningkat

Penurunan nyeri

Meredakan ketegangan

otot dan menenangkan system saraf

simpatik

Konsentrasi teralihkan

Pasien post operasi

Page 28: BAB II Studi Kasus Nyeri Post Op

31

2.5 Hipotesa

Hipotesa adalah jawaban sementara penelitian yang kebenarannya akan

dibuktikan dalam penelitian tersebut (Noto Atmojo,2002)

Ha : Ada pengaruh efektifitas teknik distraksi dan relaksasi pada perubahan intensitas

nyeri pada pasien post-op.