laporan kasus jiwa gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat multipel dan penggunaan zat...

Upload: irzal-rakhmadhani

Post on 30-Oct-2015

1.044 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

postingan terbaru dari dirzaar.blogspot.com. Semoga kesibukkan koas tidak membuat semangat berbagi hilang. Semoga bermanfaat :)untuk kasus lain kunjungi http://dirzaar.blogspot.com/

TRANSCRIPT

  • Laporan Kasus

    Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Multipel

    dan Penggunaan Zat Psikoaktif Lainnya

    Sindrom Ketergantungan Kini Abstinen+ Keadaan Putus Zat

    dengan Konvulsi

    (F19.20 + F19.31)

    Oleh :

    Irzal Rakhmadhani

    NIM I1A009020

    Pembimbing

    Dr. H. Yulizar Darwis, Sp.KJ, MM UPF/Lab Ilmu Kedokteran Jiwa

    FK Unlam-RSUD Ulin

    Banjarmasin

    Mei, 2013

  • 1

    LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKIATRIK

    I. IDENTITAS PASIEN

    Nama : Tn. A

    Usia : 27 tahun

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Alamat : Jalan Pekapuran Raya RT 15 Komplek

    Yatera, Banjarmasin

    Pendidikan : SD (Tidak tamat)

    Pekerjaan : Pengumpul besi tua

    Agama : Islam

    Suku : Banjar

    Bangsa : Indonesia

    Status Perkawinan : Menikah

    Berobat Tanggal : 7 mei 2013

    II. RIWAYAT PSIKIATRIK

    Diperoleh dari alloanamnesa dengan ibu Os pada hari Selasa tanggal 7 mei

    2013, pukul 09.15 WITA dan autoanamnesa pada hari Selasa tanggal 7 mei

    2013, pukul 09.30 WITA. Anamnesa dilakukan di Poli Jiwa RSUD Ulin

    Banjarmasin.

  • 2

    A. KELUHAN UTAMA

    Ingin berhenti menggunakan dekstrometorfan (dekstro)

    B. KELUHAN TAMBAHAN

    Mual dan muntah bila tidak mengonsumsi dekstro

    C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

    Alloanamnesis:

    Menurut ibu Os, ketika berusia 22 tahun Os mulai bekerja sebagai

    pengumpul besi tua. Os biasa pergi ke daerah sungai dalam dan

    bekerja sepanjang hari. Os bekerja pada seorang juragan yang membeli

    besi kumpulan Os setiap hari. Juragan tersebut membawahi beberapa

    orang pengumpul besi tua termasuk Os.

    Os bercerita pada ibunya jika dirinya kemudian diajak

    mengonsumsi dekstro oleh teman kerjanya agar merasa lebih semangat

    selama bekerja. Seluruh teman Os mengonsumsi obat tersebut sebelum

    bekerja. Ibu Os tidak pernah melihat Os mengonsumsi dekstro secara

    langsung. Menurut pengamatan ibu Os, Os menjadi lebih tekun dan

    tidak mudah capek saat bekerja. Ibu Os menyangkal jika Os pernah

    mengamuk atau bersikap kasar di rumah. Os tidak mudah tersinggung

    dan mudah marah. Os juga tidak pernah terlihat berbicara sendiri atau

    mengaku melihat bayangan. Os juga tidak pernah terlihat menyerang

    orang lain atau mencoba untuk bunuh diri.

    Ibu dan istri Os kemudian meminta Os untuk berhenti

    mengonsumsi dekstro karena menurut mereka hal itu tidak bermanfaat

  • 3

    bagi Os. Dua bulan yang lalu (Maret 2013) Os menuruti permintaan

    ibunya dan mencoba berhenti mengonsumsi dekstro. Menurut ibu Os,

    Os kemudian tampak kesakitan dan tidak dapat makan selama

    beberapa hari. Os berkeringat dingin dan tampak gelisah. Ibu Os

    menyangkal jika Os berbicara kacau atau mengamuk. Os tidak dapat

    bekerja saat itu. Setelah beberapa hari tidak mengonsumsi dekstro Os

    mengaku tidak tahan kepada ibunya dan kembali mengonsumsi

    dekstro. Durasi abstinen tidak diingat oleh ibu Os.

    Jumat 3 mei 2013, Ibu Os kembali mencoba membujuk Os. Os

    kemudian mengatakan akan berusaha berhenti mengonsumsi dekstro

    Setelah beberapa hari Os kembali tampak gelisah dan tidak dapat

    makan. Setiap mencoba makan Os akan merasa mual dan muntah.

    Menurut ibu Os, Os tampak berkeringat dingin dan kejang pada malam

    harinya. Os berkata pada ibunya jika tubuhnya sakit dan tulangnya

    seolah-olah patah. Ibu dan istri Os yang khawatir kemudian membawa

    Os ke mantri. Oleh mantri Os disarankan berobat ke Poli Jiwa RSUD

    Ulin Banjarmasin.

    Autoanamnesa

    Os bercerita jika dirinya mengonsumsi dekstro sejak 5 tahun yang

    lalu (2008). Awalnya ia diajak oleh teman bekerjanya dan mencoba

    beberapa buah saja. Os mengaku menjadi lebih bersemangat dan lebih

    mudah dalam bekerja setelah mengonsumsi dektro. Os mengaku tidak

  • 4

    memiki masalah lain sebelumya dan mengonsumsi dekstro semata-

    mata hanya untuk memudahkannya dalam bekerja.

    Awalnya Os meminta tolong temannya untuk mendapatkan

    dekstro. Namun, Os mengaku saat ini ia dapat meperoleh obat itu

    sendiri tanpa bantuan teman-temannya. Os biasa membeli dekstro

    kepada seorang pengedar yang berada di sekitar wilayahnya bekerja.

    Sebelum bekerja Os akan mengonsumsi 2 - 3 butir dekstro. Awalnya

    Os hanya mengonsumsi dekstro 2 - 3 hari sekali. Os juga tidak

    mencampurkan dekstro dengan obat-obatan lainnya.

    Setelah beberapa bulan Os mengaku sering merasakan keinginan

    kuat atau dorongan yang memaksanya untuk menggunakan dekstro

    kembali. Os mengaku kesulitan dalam mengendalikan hal tersebut.

    Saat ini Os mengonsumsi dekstro setiap hari.

    Os mengaku jika saat ini ia perlu mengonsumsi dektro dalam

    jumlah banyak agar dapat merasa bersemangat. Saat ini Os terbiasa

    mengonsumsi 20-30 buah dekstro sekaligus. Sejak 5 bulan lalu

    (Desember 2012) Os mulai mengonsumsi alkohol. Os mengaku hanya

    minum alkohol saat bersama temannya (1-2 kali sebulan), Os biasa

    minum 2-3 botol alkohol hingga mabuk. Os tidak ingat jenis atau kadar

    alkohol yang diminumnya. Os juga mengaku pernah mengonsumsi

    sabu 1 kali namun tidak melanjutkannya. Tidak ada gejala yang

    muncul saat Os berhenti mengonsumsi sabu hingga saat ini.

  • 5

    Os mengatakan dirinya sadar jika kebiasannya akan merugikan

    kesehatannya. Os tahu jika dirinya harus menghentikan kebiasaan ini

    namun ia tidak berhasil melakukannya.

    Maret 2013 Os mengatakan jika dirinya sempat mencoba berhenti

    mengosumsi dekstro. Ia kemudian merasa sakit pada seluruh tubuhnya.

    Os tidak dapat makan sama sekali karena selalu muntah. Os yang tidak

    dapat bekerja selama beberapa hari kemudian kembali mengonsumsi

    dekstro. Setelah mengonsumi dekstro Os mengaku semua keluhan-

    keluhan tadi menghilang dan ia dapat beraktivitas seperti biasa.

    Setelah dibujuk, Os kembali mencoba berhenti mengonsumsi

    dekstro. Os terakhir mengonsumsi obat-obat tersebut pada hari jumat

    (3 Mei 2013). Beberapa hari kemudian Os kembali merasa mual, sesak

    nafas dan gelisah. Os tidak dapat makan karena selalu muntah dan

    menjadi tidak bertenaga, Os menjadi tidak dapat bekerja sejak saat itu.

    Os juga merasa seluruh tubuhnya sakit dan seolah-olah tulang

    pinggangnya patah. Os mengaku dirinya menjadi gelisah sejak saat itu.

    Os mmenyangkal pernah melihat bayangan atau suara-suara aneh baik

    selama mengonsumsi dekstro/alkohol atau saat berhenti

    menggunakannya.

    D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

    Saat berusia satu tahun Os pernah demam tinggi namun tidak sampai

    kejang. Riwayat trauma kepala disangkal. Riwayat malaria, penyakit

    metabolik dan penyakit hepar disangkal.

  • 6

    E. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI

    1. Riwayat Prenatal

    Menurut Ibu Os, selama Os berada dalam kandungan, ibu Os tidak

    pernah mengalami masalah kesehatan yang serius. Ibu tidak

    mengalami muntah yang berlebihan. Ibu tidak mengonsumsi

    alkohol dan obat-obatan. Os lahir cukup bulan, spontan dan

    langsung menangis, tidak ada cacat bawaan. Os lahir dengan

    bantuan bidan. Setelah melahirkan ibu Os tidak menggunakan KB

    dan melahirkan 5 orang anak lagi.

    2. Riwayat Masa Bayi (0-1.5 Tahun) Basic Trust vs Mistrust

    Menurut ibu Os, tumbuh kembang Os normal seperti bayi

    seusianya. Os diberikan ASI oleh ibunya sampai berumur 1 tahun.

    Setelah itu Os mulai makan makanan keluarga. Os diasuh oleh

    ibunya. Hubungan ayah dan ibu rukun. Saat berusia 1 tahun Os

    pernah mengalami demam tinggi namun Os tidak pernah kejang.

    3. Riwayat usia 1,5- 3 tahun Autonomy vs Shame and Doubt

    Menurut Ibu Os, riwayat tumbuh kembang Os baik seperti anak

    seusianya. Tidak ada keterlambatan dalam tumbuh kembangnya,

    gizi cukup.

    4. Riwayat usia 3 - 6 tahun Initiative vs Guilt

    Ayah Os termasuk tokoh agama yang disegani di daerahnya. Ayah

    Os mengajarkan agama kepada anak-anaknya namun tidak pernah

    bersikap keras. Os suka bermain dengan mainan dan juga dengan

  • 7

    teman sebayanya. Hubungan Os dengan saudara-saudaranya rukun

    dan tidak sering bertengkar.

    5. Riwayat usia 6 12 tahun Industry vs Inferiority

    Os sudah bersekolah di Sekolah Dasar, saat sekolah prestasi Os

    biasa-biasa saja dan tidak pernah tinggal kelas. Pada kelas 6 SD Os

    berhenti bersekolah. Ibu Os tidak mengetahui alasan Os berhenti

    sekolah. Os menolak ketika diminta orang tuannya untuk

    melanjutkan sekolah atau masuk pesantren.

    6. Riwayat usia 12 18 tahun Identity vs Role Diffusion

    Pasien bukan seseorang bukan pencuriga dan pendendam, tidak

    sombong, tidak perfeksionis. Os mengaku hubungannya dengan

    keluarga cukup dekat, tidak ada hal yang disembunyikan oleh Os

    kepada keluarganya. Namun Os mengaku jarang bergaul dengan

    orang-orang sekitarnya. Os lebih banyak berada di rumah saat

    saudara-saudara Os bersekolah.

    7. Riwayat Pendidikan

    Os bersekolah sampai tingkat SD namun tidak tamat (berhenti

    kelas 6 SD). Saat bersekolah prestasi pasien biasa saja, dan tidak

    pernah tinggal kelas. Os juga selalu mengerjakan pekerjaan rumah

    yang diberikan dari sekolah.

    8. Riwayat Pekerjaan

    Os bekerja sebagai pengumpul besi tua sejak tahun 2008.

    Sebelumnya Os hanya berada di rumah dan tidak bekerja. Sejak

  • 8

    mencoba berhenti mengonsumsi dekstro Os mengaku tidak dapat

    bekerja lagi.

    9. Riwayat Perkawinan

    Os menikah 5 tahun yang lalu. Os dikaruniai 2 orang anak

    perempuan. Os mengaku pernah mengalami masalah keluarga. Istri

    Os tidak suka dengan kebiasaan Os mengonsumsi dektro dan

    mengancam melaporkan pengedar yang menjual dektro kepada Os

    ke polisi.

    F. RIWAYAT KELUARGA

    Penderita adalah anak kedua dari tujuh bersaudara. Diketahui terdapat

    satu orang sepupu Os yang juga mengonsumsi obat-obatan terlarang.

    Genogram:

    Keterangan:

    : Laki-laki

    : Perempuan

    : Meninggal

    : Melakukan penyalahgunaan zat

  • 9

    Catatan

    Kakak Os meninggal saat bayi sebelum Os lahir. Tidak diketahui jenis

    & frekuensi penyalahgunaan zat yang dilakukan sepupu Os.

    G. RIWAYAT SITUASI SEKARANG

    Os tinggal dengan orang tua, istri dan 2 orang anaknya dalam

    sebuah rumah yang terletak di daerah padat penduduk. Rumah Os

    berdekatan satu sama lainnya karena berada di komplek. Os jarang

    bergaul dengan warga lain karena bekerja.

    Pergaulan warga di lingkungan rumah Os termasuk kurang baik.

    Ibu Os pernah melihat anak-anak muda mabuk dan mengonsumsi obat-

    obatan terlarang di lingkungan mereka. Walaupun Os jarang bergaul

    dengan warga sekitar, ibu & istri Os khawatir jika Os terpengaruh

    dengan lingkungan tersebut.

    H.. PERSEPSI PASIEN TENTANG DIRI DAN LINGKUNGANNYA

    Os sadar bahwa dirinya sakit dan ingin segera sembuh, Os sangat ingin

    bisa kembali beraktivitas secara normal. Os mengaku beberapa kali

    ingin berhenti mengonsumsi dekstro namun tidak pernah berhasil.

    Apabila sudah sembuh Os berencana untuk belajar membuat meubel

    di daerah lain agar tidak perlu bergaul kembali dengan teman-

    temannya saat ini.

  • 10

    III. STATUS MENTAL

    A. DESKRIPSI UMUM

    1. Penampilan

    Os merupakan seorang pria, memakai kaos berwarna hitam, celana

    jins hitam dan tampak terawat. Os tampak kurus. Berjalan sedikit

    membungkuk. Tampak kurang bertenaga dan dengan wajah terlihat

    gelisah.

    Os menjabat tangan pemeriksa dengan kuat saat bersalaman. Os

    dapat menyebutkan nama dan usianya dengan tepat. Os menyebutkan

    dirinya datang bersama ibu. Os dapat menyebutkan alamat rumaya

    dengan tepat dan daat meunjukan arah untuk menuju ke sana. Os

    dapat mengenali peran pemeriksa dan dapat melakukan perhitungan

    pengurangan 100 dengan angka 3 sebanyak 5 kali. Os dapat

    menjelaskan pegertian ungkapan tangan panjang dan dapat

    menyebutkan nama presiden Indnesia saat ini dengan tepat. Saat

    diminta mengingat angka 34512 Os dapat mengingat kembali angka

    tersebut 15 menit kemudian.

    Selama diberi pertaanyaan oleh pemeriksa Os kurang dapat

    mempertahankan kontak mata. Os tampak gelisah dan sesekali

    memegang perutnya. Setiap kali diberi pertanyaan Os selalu

    mendengarkan dengan baik, Os bersikap kooperatif.

    Sesekali Os menggerak-gerakan tangan dan kakinyaa saat duduk.

    Pandangan Os berpindah-pindah antara pemeriksa dan objek lain

  • 11

    yang ada di ruang pemeriksaan. Sesekali Os menatap wajah ibunya

    sebelum menjawab pertanyaan pemeriksa.

    2. Kesadaran

    Baik

    3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor

    Hiperaktif

    4. Pembicaraan

    Koheren

    5. Sikap terhadap Pemeriksa

    Kooperatif

    6. Kontak Psikis

    Kontak ada, tidak wajar dan tidak dapat dipertahankan.

    B. MOOD DAN AFEK

    1. Afek (mood) : Hiperthym

    2. Ekspresi afektif : Gelisah

    3. Keserasian : Serasi

    4. Empati : Dapat dirabarasakan.

    5. Stabilitas : Stabil

    6. Pengendalian : Cukup

    7. Arus Emosi : Cukup

    8. Sungguh/tidak : Sungguh

    9. Skala diferensiasi : Luas

  • 12

    C. FUNGSI KOGNITIF

    1. Kesadaran : Baik

    2. Orientasi

    - Waktu : Baik

    - Tempat : Baik

    - Orang : Baik

    - Situasional : Baik

    3. Konsentrasi : Baik

    4. Daya Ingat

    Jangka pendek : Baik

    Jangka panjang : Baik

    Segera : Baik

    5. Intelegensi dan Pengetahuan Umum : sesuai tingkat pendidikan

    6. Pikiran abstrak : Baik

    D. GANGGUAN PERSEPSI

    1. Halusinasi :

    - Auditorik : Tidak ada

    - Visual : Tidak ada

    - Olfaktorik : Tidak ada

    - Gustatorik : Tidak ada

    2. Ilusi : Tidak ada

    3. Depersonalisasi dan derealisasi : Tidak ada

  • 13

    E. PROSES PIKIR

    1. Arus pikir

    a. Produktivitas : Spontan

    b. Kontinuitas : Jawaban sesuai pertanyaan

    c. Hendaya berbahasa : Tidak ada

    Flight of idea : tidak ada

    Circumstantialy : tidak ada

    Inkoherensi : tidak ada

    Asosiasi longgar : tidak ada

    Jawaban irrelevant : tidak ada

    Blocking : tidak ada

    Retardasi : tidak ada

    Perseverasi : tidak ada

    Verbigerasi : tidak ada

    2. Isi Pikir

    a. Preokupasi : Tidak ada

    b. Gangguan pikiran : Tidak ada

    Over valued idea : tidak ada

    Fobia : tidak ada

    Obsesi : tidak ada

    Waham : tidak ada

    Konfabulasi : tidak ada

    Rasa bermusuhan : tidak ada

  • 14

    Rasa rendah diri : tidak ada

    Hipokondri : tidak ada

    Kemiskinan isi pikir : tidak ada

    F. PENGENDALIAN IMPULS

    Terkendali

    G. DAYA NILAI

    1. Daya nilai sosial : Baik

    2. Uji Daya nilai : Baik

    3. Penilaian Realita : Baik

    H. TILIKAN

    Derajat 5,

    1. Penyangkalan penuh dirinya sakit

    2. Agak menyadari dirinya sakit dan membutuhkan bantuan tapi di

    saat yang sama menyangkal penyakitnya.

    3. Sadar merasa sakit namun menyalahkan orang lain atau faktor

    eksternal

    4. Sadar penyakitnya namun tidak mengetahui penyebabnya

    5. Mengetahui penyakitnya dan faktor-faktor yang

    berhubungan dengan penyakitnya namun tidak menerapkan

    dalam perilaku praktisnya (tilikan intelektual)

  • 15

    6. Sadar tentang motif dan perasaan dalam dirinya dan hal yang

    perlu dilakukan yang dapat menyebabkan perubahan dasar

    perilakunya (tilikan emosional)

    I. TARAF DAPAT DIPERCAYA

    Dapat dipercaya

    IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT

    1. STATUS INTERNUS

    Keadaan umum : Tampak baik

    Gizi : Baik

    Tanda vital :

    TD = 110/80 mmHg

    N = 84 kali/menit

    RR = 18 kali/menit

    T = 36,3 oC

    Kepala :

    Mata : Palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis,

    sklera tidak ikterik, pupil isokor, refleks cahaya (+/+)

    Telinga : Bentuk normal, sekret tidak ada, serumen minimal

    Hidung : Bentuk normal, tidak ada epistaksis, tidak ada tumor,

    kotoran hidung minimal

  • 16

    Mulut : Bentuk normal dan simetris, mukosa bibir tidak

    kering dan tidak pucat, pembengkakan gusi tidak ada

    dan tidak mudah berdarah, lidah tidak tremor. Gigi

    geligi baik.

    Leher :

    Pulsasi vena jugularis tidak tampak, tekanan tidak meningkat,

    tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

    Thoraks :

    Inspeksi : Bentuk dan gerak simetris

    Palpasi : Fremitus raba simetris

    Perkusi

    - Pulmo : Sonor

    - Cor : Batas jantung normal

    Auskultasi

    - Pulmo : Suara napas vesikuler

    - Cor : S1~ S2 tunggal

    Abdomen

    Inspeksi : cembung

    Palpasi : Tidak nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba

    Perkusi : Timpani

    Auskultasi : Bising usus (+) normal

    Ekstemitas : Pergerakan bebas, tonus baik, tidak ada edema dan

    atropi, tremor (-).

  • 17

    2. STATUS NEUROLOGIKUS

    N I XII : Tidak ada kelainan

    Gejala rangsang meningeal : Tidak ada

    Gejala TIK meningkat : Tidak ada

    Refleks fisiologis : Normal

    Refleks patologis : Tidak ada

    V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA (FORMULASI

    DIAGNOSTIK)

    Anamnesis :

    Os mengonsumsi dekstrometorfan sejak pertengahan tahun 2008. Os

    mengonsumsi zat tersebut agar merasa bersemangat dalam bekerja.

    Os mengonsumsi alkohol sejak Desember 2012. Os mengaku sempat

    mencoba sabu satu kali namun berhenti menggunakannya. Tidak ada

    gejala yang muncul saat Os tidak menggunakan sabu hingga saat ini.

    Os sempat abstinen 2 bulan yang lalu namun kembali mengonsumsi zat

    tersebut karena mengeluh mual, muntah dan sakit pada seluruh badan.

    Gejala menghilang ketika konsumsi dekstro dilanjutkan.

    Penggunaan dekstro terakhir pada hari Jumat, 3 Mei 2013. Os kemudian

    merasa mual, sesak nafas, muntah, tidak dapat makan dan sakit pada

    seluruh tubuhnya. Os sempat berkeringat dingin dan kejang.

    Os pernah mengalami demam tinggi saat berusia 1 tahun namun tidak

    sampai kejang.

  • 18

    Os berhenti sekolah saat duduk di kelas 6 SD. Orang tua Os tidak

    mengetahui alasan Os berhenti sekolah. Os tidak mau menuruti

    permintaan orang tua untuk melanjutkan sekolah atau masuk ke pondok

    pesantren. Os kurang bergaul dengan masyarakat di sekitarnya dan

    lebih banyak berada di rumah sejak saat itu.

    Jenis Zat Awal Penggunaan Cara Penggunaan

    Frekuensi Jumlah konsumsi

    Terakhir menggunakan

    dekstrometorphan 5 tahun lalu (pertengahan 2008)

    Ditelan Setiap hari

    20-30 butir

    3 mei 2013

    Sabu 5 bulan lalu (desember 2012)

    Dihisap 1x - -

    Alkohol 5 bulan lalu (desember 2012)

    Diminum 1-2x / bulan

    2-3 botol 3 mei 2013

    Pemeriksaan Psikiatri :

    Perilaku dan aktifitas psikomotor :hiperaktif

    Kontak: ada, tidak wajar, tidak dapat dipertahankan

    Pembicaraan : koheren

    Afek : euthym

    Ekspresi afektif : gelisah

    Penilaian realita : baik

    Tilikan : 5

    Taraf dapat dipercaya : dapat dipercaya

    Aksis I : dari anamnesis dan pemeriksaan fisik diketahui Os memiliki

    riwayat penggunaan alkohol, dekstrometorphan dan sabu sejak lama. Jumlah

    dan frekuensi penggunaan bermakna sehingga gangguan akibat penggunaan

  • 19

    zat dapat ditegakkan. Terdapat beberapa gejala yang mengarah pada

    diagnostik sindrom ketergantungan yaitu:

    Adanya keinginan yang kuat serta dorongan untuk menggunakan zat

    Kesulitan untuk menghentikan penggunaan zat

    Terdapat toleransi penggunaan zat setelah penggunaan jangka panjang

    Menyadari kerugian yang ditimbulkan bagi kesehatan namun tetap

    menggunakan zat

    Selain itu timbul gejala-gejala fisik (mual, muntah, sesak nafas, nyeri badan,

    berkeringat dingin dan kejang) yang menghilang saat konsumsi zat

    dilanjutkan. Hal ini menandakan diagnosis keadaan putus zat dapat

    ditegakkan. F19.2 + F 19.31 (Gangguan Mental dan Perilaku Akibat

    Penggunaan Zat, Sindrom Ketergantungan + Keadaan Putus Zat dengan

    Konvulsi)

    Aksis II : Berdasarkan anamnesis diketahui jika Os berhenti bersekolah

    saat duduk di kelas 6 SD. Os tidak mau menuruti perintah orang tua untuk

    melanjutkan sekolah atau melanjutkan pendidikan di pondok pesantren. Hal

    ini menunjukkan jika Os kurang memperdulikan perasaan orang lain dan

    cenderung tidak perduli terhadap kewajiban sosialnya sebagai anak.

    Penggunaan obat-obat terlarang juga menandakan ketidak pedulian Os

    terhadap norma sosial. Hal ini mengarah kepada tipe kepribadian disosial.

    Tipe Kepribadian Disosial

  • 20

    Aksis III : Dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan neurologis tidak

    ditemukan kelainan sehingga aksis III tidak ada diagnosis

    Aksis IV : Dari anamnesa diketahui jika alasan utama Os mengonsumsi

    obat-obatan dan alkohol adalah ajakan teman-teman dan agar dapat bekerja

    dengan semangat. Masalah Pekerjaan

    Aksis V : Pada skala penilaian fungsi secara global, ditemukan hendaya

    sementara pada fungsi sosial dan pekerjaan OS. GAF 80-71

    VI. DIAGNOSTIK MULTIAKSIAL (7 Mei 2013)

    Menurut PPDGJ III

    Aksis I : F19.2 + F 19.31 (Gangguan Mental dan Perilaku Akibat

    Penggunaan Zat, Sindrom Ketergantungan + Keadaan Putus

    Zat dengan Konvulsi)

    Aksis II : Tipe Kepribadian Disosial

    Aksis III : None

    Aksis IV ; Masalah Pekerjaan

    Aksis V : GAF 80-71

    VII. DAFTAR MASALAH

    1. ORGANOBIOLOGIK

    -

  • 21

    2. PSIKOLOGIK

    Afek hipethym, ekspresi gelisah, kontak mata tidak dapat

    dipertahankan, tilikan derajat 5. Os sadar harus berhenti namun

    tidak dapat melawan keinginan kuat untuk kembali

    mengonsumsi dekstro.

    3. SOSIAL/KELUARGA

    Os sempat bertengkar dengan istrinya karena istri Os

    mengancam akan melaporkan orang yang menjual dekstro

    kepada Os ke polisi. Os tinggal di lingkungan dimana konsumsi

    alkohol dan dekstrometorfan merupakan hal yang biasa.

    VIII. PROGNOSIS

    Diagnosa penyakit : Bonam

    Perjalanan penyakit : Malam

    Ciri kepribadian : Malam

    Stressor psikososial : Bonam

    Usia saat menderita : Malam

    Pola keluarga : Dubia at malam

    Aktivitas pekerjaan : Malam

    Perkawinan : Bonam

    Ekonomi : Malam

    Lingkungan sosial : Malam

  • 22

    Organobiologik : Bonam

    Pengobatan psikiatrik : Bonam

    Ketaatan berobat : Bonam

    Kesimpulan : Dubia ad bonam

    IX. RENCANA TERAPI

    Medikamentosa

    Po. Kalxetin 10 mg 2 x 1 caps

    Clozaril 20 mg 2 x 1 tab

    B Comp 1 x 1 tab

    Psikoterapi : Support terhadap penderita dan keluarga, meminta pasien

    berbicara pada orang terdekat apabila merasa gelisah. Keluarga diminta

    mendampingi dan menjaga Os agar tidak mengonsumsi dekstro dan alkohol

    lagi. Os diminta menjauhi pergaulan dengan teman kerjanya sekarang yang

    mengajak Os mengonsumsi dekstro dan alkohol. Os juga diminta sadar akan

    kesehatannya karena kebiasaannya ini dapat mengakibatkan dirinya sakit

    atau meninggal.

    Rehabilitasi : Sesuai bakat dan minat Os

    Usul pemeriksaan penunjang : Laboratorium darah dan urine (pemeriksaan

    NAPZA)

  • 23

    X. DISKUSI

    Berdasarkan hasil anamnesa serta pemeriksaan status mental, dan

    merujuk pada kriteria diagnostik dari PPDGJ III, penderita dalam kasus ini

    dapat didiagnosa sebagai gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan

    zat dengan sindrom ketergantungan + keadaan putus zat dengan konvulsi

    (F19.2 + F19.31).

    Penyalahgunaan zat adalah suatu perilaku mengonsumsi atau

    menggunakan zat-zat tertentu yang dapat mengakibatkan bahaya pada diri

    sendiri maupun orang lain. Menurut DSM, peyalahgunaan zat melibatkan

    pola penggunaan berulang yang menghasilkan konsekuensi yang merusak.

    Konsekuensi yang merusak bisa termasuk kegagalan untuk memenuhi

    tanggung jawab utama seseorang (misalnya: sebagai pelajar, sebagai

    pekerja, atau sebagai orang tua), menempatkan diri dalam situasi di mana

    penggunaan zat secara fisik berbahaya (contoh mencampur minuman dan

    penggunaan obat), berhadapan dengan masalah hukum berulang kali yang

    meningkat karena penggunaan obat. Memiliki masalah sosial atau

    interpersonal yang kerap muncul karena pengunaan zat (contoh: berkelahi

    karena mabuk) (1).

    Dalam DSM-IV-TR ketergantungan dan penyalahgunaan merupakan

    manifestasi fisik dan psikologis dari penyakit akibat penggunaan obat-

    obatan yang menyebabkan ketergantungan atau disalahgunakan. Kedua hal

    tersebut merupakan masalah perilaku. Dengan kata lain, masalahnya bukan

  • 24

    terletak pada obat-obatan tersebut, tapi pada cara orang yang memakai obat-

    obatan tersebut.

    Bahan-bahan yang digunakan dapat disalahgunakan atau menyebabkan

    ketergantungan, jika bahan tersebut menjadi masalah dalam hidupnya.

    Seseorang dapat dikategorikan mengalami substance dependence /

    ketergantungan obat-obatan jika memenuhi 3 kriteria dari 7 kriteria berikut

    ini (2):

    Suatu pola pengguanaan zat yang maladaptif mengarah pada gangguan atau

    penderitaan yang bermakna klinis, bermanifestasi sebagai 3 (tiga) atau lebih hal-

    hal berikut yang terjadi pada tiap saat dalam periode 12 bulan:

    1. Toleransi yang didefinisikan sebagai berikut:

    a. peningkatan nyata jumlah kebutuhan zat untuk mendapatkan efek yang

    didamba atau mencapai intoksikasi.

    b. Penurunan efek yang nyata dengan penggunaan kontinyu jumlah yang

    sama dari zat.

    2. Withdrawal, bermanifestasi sebagai salah satu dari:

    a. sindroma withdarwal khas untuk zat penyebab ( kriteria A dan B dari

    gejala withdrawal zat).

    b. Zat yang sama atau sejenis digunakan untuk menghilangkan atau

    menghindari gejala-gejala withdrawal.

    3. Zat yang dimaksud sering digunakan dalam jumlah yang besar atau melewati

    batas pemakaiannya.

    4. Adanya hasrat menetap atau ketidakberhasilan mengurangi atau

    mengendalikan pemakaian zat.

    5. Adanya aktifitas yang menyita waktu untuk mendapatkan zat (mis. mendatangi

    berbagai dokter atau sampai melakukan perjalan jauh), untuk menggunakan zat

    (merokok tiada sela) atau untuk pulih dari efek-efeknya.

    6. Kegiatan-kegiatan sosial yang penting, pekerjaan atau rekreasi dilalaikan atau

  • 25

    dikurangi karena penggunaan zat.

    7. Penggunaan zat tetap berlanjut meskipun mengetahui bahwa problem-problem

    fisik dan fisiologis menetap atau berulang disebabkan oleh penggunaan zat

    tersebut.

    Santrock (1999) menyebutkan jenis ketergantungan menjadi 2 jenis,

    meliputi (3):

    a. Ketergantungan psikologis adalah kondisi ketergantungan yang ditandai

    dengan stimulasi kognitif dan afektif yang mendorong konatif (perilaku).

    Stimulasi kognitif tampak pada individu yang selalu membanyangkan,

    memikirkan dan merencanakan untuk dapat menikmati zat tertentu. Stimulasi

    afektif adalah rangsangan emosi yang mengarahkan individu untuk

    merasakan kepuasan yang pernah dialami sebelumnya. Kondisi konatif

    merupakan hasil kombinasi dari stimulasi kognitif dan afektif. Dengan

    demikian ketergantungan psikologis ditandai dengan ketergantungan pada

    aspek-aspek kognitif dan afektif.

    b. Katergantungan fisiologis adalah kondisi ketergantungan yang ditandai

    dengan kecenderungan putus zat. Kondisi ini seringkali tidak mampu

    dihambat atau dihalangi pecandu mau tidak mau harus memenuhinya.

    Dengan demikian orang yang mengalami ketergantungan secara fisiologis

    akan sulit dihentikan atau dilarang untuk mengkonsumsinya. Os termasuk

    dalam tipe ketergantungan ini, saat tidak mengonsumsi dekstro Os akan

    merasa mual, muntah dan gejala putus zat lainnya.

  • 26

    Penyalahgunaan zat terbagi menjadi coba-coba, rekreasional, situasional dan

    ketergantungan. Pada awalnya Os masuk ke dalam kategori coba-coba saat

    dirinya diajak oleh teman kerjanya. Kemudian Os masuk ke dalam tingkatan

    situasional, Os hanya menggunakan deksto pada saat akan bekerja.

    Penggunaannya pun tidak dilakukan setiap hari. Setelah beberapa lama akhirnya

    Os masuk ke dalam tingkatan ketergantungan. Kriteria DSM-IV TR dan

    PPDSGJ III yang terpenuhi untuk menegakkan diagnosis ketergantungan adalah:

    1. Adanya toleransi (dari 2-3 butir menjadi 20 butir per pemakaian)

    2. Adanya gejala withdrawal/putus zat (mual, muntah, keringat dingin, sakit

    seluruh badan, kejang) yang menghilang setelah penggunaan zat

    dilanjutkan.

    3. Adanya keinginan kuat menggunakan zat walaupun Os sadar dampaknya

    bagi kesehatan.

    Perjalanan penyakit dari Os dapat dilihat pada diagram Longitudinal

    History berikut :

    Mulai konsumsi DXM (2-3

    butir)

    konsumsi DXM + konsumsi sabu

    +konsumsi alkohol abstinen

    konsumsi DXM 20-30 butir

    +konsumsi alkohol

    Abstinen Gejala

    Withdrawal

    Aktif

    2008 12-2012 3-2013 5-2013

  • 27

    Dekstrometorfan adalah kandungan aktif yang biasa ditemukan pada

    obat-obat batuk. Obat ini sering disalahgunakan karena efek disosiatif yang

    dimilikinya. Obat ini hampir tidak memiliki efek psikoaktif pada dosis yang

    direkomendasikan. Saat digunakan melewati dosis terapeutiknya zat ini akan

    memiliki efek disosiatif yang kuat (4). Dekstrometorfan biasa diformulasikan

    dengan parasetamol untuk menghilangkan nyeri dan mencegah

    penyalahgunaannya di pasaran. Namun dosis maksimal parasetamol (4000 mg)

    sering dilewati oleh para pecandu semata-mata untuk mendapatkan efek

    disosiatif dekstrometorfan. Hal ini berpotensi mengakibatkan kerusakan hepar

    akut atau kronis sehingga penyalahgunaan produk yang mengandung

    dektrometorfan dan parasetamol dapat berakibat fatal (5).

    Pada dosis tinggi dekstrometorfan diklasifikasikan ke dalam agen

    anestetik disosiatif dan halusinogen seperti ketamin dan pensiklidin (6).

    Dekstrometorfan termasuk ke dalam antagonis reseptor NMDA (N metil D

    aspartat). Pada dosis tinggi dekstrometorfan akan mengakibatkan efek euforia,

    peningkkatan mood, disosiasi pikiran dari tubuh dan peningkatan sensasi taktil

    (7,8). Umumnya dekstrometorfan tidak menimbulkan gejala putus zat, tetapi

    penurunan mendadak dosis dekstrometorfan pada kasus ketergantungan akan

    menimbulkan gejala fisiologis dan psikologis. Efek yang ditimbulkan serupa

    dengan efek withdrawal SSRI yaitu depresi, iritabilitas, sakit pada otot, perasaan

    tidak nyaman di perut serta kejang (9,10).

    Ketika digunakan pada dosis rendah (100-200 mg) dekstrometorfan

    menimbulkan efek euforia. Jika dosis ditingkatkan (sekitar 400 mg) euforia akan

  • 28

    semakin meningkat disertai halusinasi. Pada dosis tinggi (600 mg) penurunan

    kesadaran dapat muncul disertai gejala psikotik sementara dan penurunan respon

    sensoris (11,12).

    William E White dalam The DXM FAQ menglasifikasikan efek dosis

    tinggi dektrometorfan ke dalam 4 atau 5 plateu. Setiap plateu memiliki kisaran

    dosis (mg/kgbb) tertentu. Pembagian efeknya adalah sebagai berikut (13):

    Plateu pertama : 1,5-2,5 mg/kgBB menimbulkan efek tidak mudah capek,

    meningkatnya detak jantung, suhu tubuh, emosi, euforia dan hilangnya

    keseimbangan tubuh.

    Plateu kedua : 2,5-7,5 mg/kgBB menimbulkan efek yang sama dengan plateu

    pertama namun disertai intoksikasi, penurunan kesadaran, perasaan terlepas dari

    dunia dan halusinasi.

    Plateu ketiga : 7,5-15,0 mg/kgBB menimbulkan penurunan fungsi sensoris,

    kesulitan mengenali orang atau objek, kebutaan sementara, kesulitan memahami

    bahasa, halusinasi abstrak, penurunan waktu reaksi, kehilangan koordinasi

    motorik, gangguan memori jangka pendek dan perasaan terlahir kembali.

    Plateu keempat : 15,0 mg/kgBB atau lebih menimbulkan hilangnya kontrol

    terhadap tubuh, delusi, peningkatan denyut jantung, kebutaan total dan gejala

    plateu ketiga yang lebih berat

  • 29

    Plateau Sigma: 2.5-7.5 mg/kgBB setiap 3 jam selama 9-12 jam. Gejala psikotik

    disertai halusinasi visual dan akustik. Halusinasi biasanya bersifat tidak

    menyenangkan dan memaksa pecandu mengikuti perintah halusinasi tersebut.

    Penyalahgunaan alkohol merupakan gangguan terkait zat yang paling

    umum terjadi (14). Penyalahgunaan alkohol (alkoholisme) mengakibatkan

    berbagai manifestasi klinis, psikiatrik dan sosial. Manifestasi psikiatrik yang

    biasa timbul adalah (15):

    Depresi : semua bentuk depresi dapat dicetuskan oleh alkohol. Sebaliknya

    depresi juga dapat memicu seseorang untuk mengonsumsi alkohol untuk

    mengurangi gejala-gejala depresi.

    Ansietas : ansietas merupakan gejala mengonsumsi alkohol berlebihan

    sebagai usaha mengurangi gejala.

    Perubahan kepribadian : penurunan standar kepekaan sosial dan perawatan

    diri.

    Disfungsi seksual : impotensi dan masalah ejakulasi.

    Halusinasi : dapat berupa auditorik maupun visual, umumnya terjadi pada

    keadaaan putus zat.

    Menurut Jellinek progresifitas alkoholisme terbagi dalam 3 fase (16):

    1. Fase dini ditandai dengan bertambahnya toleransi terhadap alkohol, amnesia,

    timbulnya rasa bersalah karena mengonsumsi alkohol dan terhadap perilaku

    yang diakibatkannya.

  • 30

    2. Fase krusial ditandai dengan hilangnya kendali terhadap kebiasaan

    mengonsumsi alkohol, perubahan kepribadian, kehilangan teman dan

    pekerjaan.

    3. Fase kronis ditandai kebiasaan mengonsumsi alkohol di pagi hari, tremor

    serta halusinasi.

    Berbagai kondisi yang mandasari gangguan penggunaan NAPZA akan

    mempengaruhi jenis pengobatan yang akan diberikan kepada pasien, kebijakan

    untuk merawat dan memulangkan pasien, hasil yang diharapkan, sumber daya

    manusia yang akan memberikan pelayanan, dan sikap terhadap perilaku pasien.

    Dibawah ini akan diuraikan beberapa model yang popular dilaksanakan pada

    masalah Gangguan penggunaan NAPZA (17):

    1. Therapeutic Community -TC Model, model ini merujuk pada keyakinan

    bahwa Gangguan penggunaan NAPZA adalah gangguan pada seseorang

    secara menyeluruh. Dalam hal ini norma-norma perilaku diterapkan secara

    nyata dan ketat yang diyakinkan dan diperkuat dengan memberikan reward

    dan sangsi yang spesifik secara langsung untuk mengembangkan

    kemampuan mengontrol diri dan sosial/komunitas. Pendekatan yang

    dilakukan meliputi terapi individual dan kelompok, sesi encounter yang

    intensif dengan kelompok sebaya dan partisipasi dari lingkungan terapeutik

    dengan peran yang hirarki, diberikan juga keistimewaan (privileges) dan

    tanggung jawab. Pendekatan lain dalam program termasuk tutorial,

    pendidikan formal dan pekerjaan sehari-hari. TC model biasanya merupakan

  • 31

    perawatan inap dengan periode perawatan dari dua belas sampai delapan

    belas bulan yang diikuti dengan program aftercare jangka pendek.

    2. Model Medik, model ini berbasis pada biologik dan genetik atau fisiologik

    sebagai penyebab adiksi yang membutuhkan pengobatan dokter dan

    memerlukan farmakoterapi untuk menurunkan gejala-gejala serta perubahan

    perilaku. Program ini dirancang berbasis rumah sakit dengan program rawat

    inap sampai kondisi bebas dari rawat inap atau kembali ke fasilitas di

    masyarakat.

    3. Model Minnesota, model ini dikembangkan dari Hazelden Foundation dan

    Johnson Institute. Model ini fokus pada abstinen atau bebas NAPZA sebagai

    tujuan utama pengobatan. Model Minessota menggunakan program spesifik

    yang berlangsung selama tiga sampai enam minggu rawat inap dengan

    lanjutan aftercare, termasuk mengikuti program self help group (Alcohol

    Anonymous atau Narcotics Anonymous) serta layanan lain sesuai dengan

    kebutuhan pasien secara individu. Fase perawatan rawat inap termasuk ;

    terapi kelompok, terapi keluarga untuk kebaikan pasien dan anggota

    keluarga lain, pendidikan adiksi, pemulihan dan program 12 langkah.

    Diperlukan pula staf profesional seperti dokter, psikolog, pekerja sosial,

    mantan pengguna sebagai addict counselor

    4. Model Eklektik, model ini menerapkan pendekatan secara holistik dalam

    program rehabilitasi. Pendekatan spiritual dan kognitif melalui penerapan

    program 12 langkah merupakan pelengkap program TC yang menggunakan

  • 32

    pendekatan perilaku, hal ini sesuai dengan jumlah dan variasi masalah yang

    ada pada setiap pasien adiksi.

    5. Model Multi Disiplin, program ini merupakan pendekatan yang lebih

    komprehensif dengan menggunakan komponen disiplin yang terkait

    termasuk reintegrasi dan kolaborasi dengan keluarga dan pasien

    6. Model Tradisional, tergantung pada kondisi setempat dan terinpirasi dari

    hal-hal praktis dan keyakinan yang selama ini sudah dijalankan. Program

    bersifat jangka pendek dengan aftercare singkat atau tidak sama sekali.

    Komponen dasar terdiri dari : medikasi, pengobatan alternatif, ritual dan

    keyakinan yang dimiliki oleh sistem lokal contoh : pondok pesantren,

    pengobatan tradisional atau herbal.

    7. Faith Based Model, sama dengan model tradisional hanya pengobatan tidak

    menggunakan farmakoterapi

    Berdasarkan Kepmenkes RI No 420 tentang Pedoman Layanan Terapi

    dan Rehabilitasi Komprehensif pada Gangguan Penggunaan NAPZA Berbasis

    Rumah Sakit, tindakan penanganan pada pasien dengan penyalahgunaan zat

    meliputi Gawat darurat NAPZA Detoksifikasi Rehabilitasi Rawat

    jalan/Rumatan. Apabila kondisi pasien memungkinkan, pasien penyalahgunaan

    NAPZA dapat langsung menjalani rawat jalan/rumatan (17).

    Pada fase gawat darurat NAPZA, hal yang umumnya dilakukan adalah

    penanganan intoksikasi opioid, benzodiazepin dan amfetamin. Terkadang pasien

    datang dengan gejala intoksikasi alkohol dan halusinogen. Pada fase ini

  • 33

    diberikan terapi suportif pada pasien hingga keadaanya stabil. Untuk intoksikasi

    NAPZA lain seperti dekstrometorfan, fase gawat darurat NAPZA bertujuan

    untuk menangani kondisi akut termasuk gaduh gelisah.

    Pasien yang telah menunjukkan perbaikan setelah ditangani di unit gawat

    darurat dapat dilanjutkan dengan parawatan rawat inap atau detoksifikasi untuk

    kasus putus NAPZA atau berobat jalan untuk kondisi yang sudah

    memungkinkan untuk pulang.

    Pada fase rawat jalan, terapi yang digunakan umumnya berfungsi untuk

    penanganan simptomatis. Pada fase detoksifikasi, terapi simptomatis dilakukan

    di rumah sakit rawat inap. Detoksifikasi bertujuan untuk menghilangkan gejala

    putus zat. Lama fase ini berkisar 1-3 minggu tergantung jenis zat dan gejala

    pasien. Khusus untuk detoksifikasi heroin (opioida) selain simtomatis juga ada

    yang mempunyai pengalaman tapering off dengan metadon dan buprenorfin.

    Pada kasus ini Os mendapatkan terapi kalxetin (fluoxetin) 10 mg 2x1

    cap. Kalxetin termasuk dalam antidepresan golongan SSRI. Pemberian SSRI

    akan meningkatkan kadar serotonin dalam otak sehingga dapat menurunkan

    kecemasan dan kegelisahan Os. Selain itu penggunaan SSRI dapat mengurangi

    gejala putus zat pada Os karena diduga dekstrometorfan memiliki efek seperti

    SSRI di otak. Penghentian dekstrometorfan mendadak akan menimbulkan gejala

    seperti mual, muntah, rasa tersengat listrik dan rasa sakit di otot yang serupa

    dengan gejala putus zat SSRI.

  • 34

    Clozaril (clozapin) termasuk dalam golongan antipsikotik atipikal. Obat

    ini diberikan karena pada penggunaan dekstrometorfan jangka panjang dapat

    muncul gejala psikotik seperti halusinasi akustik dan visual.

    Pada fase rehabilitasi dilakukan penyesuaian perilaku pasien agar tidak

    kembali menggunakan NAPZA. Fase rehabilitasi diawali dengan program

    jangka pendek (1-3bulan) dengan fokus penanganan masalah medis, psikologis

    dan perubahan perilaku. Apabila program ini sukses, fase rehabilitasi dilanjutkan

    dengan program jangka panjang (6 bulan-lebih) yang dilanjutkan dengan

    aftercare dengan terapi berbasis komunitas (17).

  • 35

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Nevid, Jeffreys, Rhatus, Sphencer dan Greene, 2002. Psikologi Abnormal,

    Jakarta: penerbit Erlangga.

    2. American Association, 2000. Diagnostic and statistical manual of mental

    disorders DSM-IV-TR. New York: American Psychiatric Pub

    3. John W. Santrock, 1999. Psychology: Paperback, Student Edition of

    Textbook. Philadelphia: Mc Graw Hill

    4. DEA, Drugs and Chemicals of Concern: Dextromethorphan. Retrieved

    May 9, 2013, at http://www.deadiversion.usdoj.gov/drugs_concern/

    dextro_m/summary.htm

    5. Cigna, acetaminophen and dextromethorphan. Retrieved May 9, 2013 at

    http://www.cigna.com/individualandfamilies/health-and-well-being/hw/

    medications/acetaminophen-and-dextromethorphan-d03378a1.html

    6. Anonymous. Dextromethorphan. Retrieved May 9, 2013. At

    http://www.deadiversion.usdoj.gov/drugs_concern/dextro_m/dextro_m.ht

    m

    7. Wrigley, H. 2006. Former Minot Man And Internet Chemical Company

    Sentenced For Selling Designer And Misbranded Drugs And Violating

    Federal Customs Laws. Dakota : US Attorney

    8. Erowld. DXM Effect. Retrieved May 9, 2013. At

    http://www.erowid.org/chemicals/dxm/dxm_effects.shtml

    9. Anonymous. DXM addiction, abuse and treatment. Retrieved May 9,

    2013. At http://www.drugabusehelp.com/drugs/dxm/

    10. Anonymous. DXM abuse and addiction. Retrieved may 9, 2013. At

    http://www.info-drug-rehab.com/dxm.html

    11. Bornstein, S; Czermak, M; Postel, J., (1968). "Apropos of a case of

    voluntary medicinal intoxication with dextromethorphan hydrobromide".

    Annales Medico-Psychologiques 1 (3): 447451. PMID 5670018.

  • 36

    12. Dodds A, Revai E (1967). "Toxic psychosis due to dextromethorphan".

    Med J Aust 2: 231. Bornstein, S; Czermak, M; Postel, J., (1968). "Apropos

    of a case of voluntary medicinal intoxication with dextromethorphan

    hydrobromide". Annales Medico-Psychologiques 1 (3): 447451. PMID

    5670018.

    13. White E.W. DXM FAQ. Retreived may 9, 2013 at http://www.erowid.org/

    chemicals/dxm/faq/dxm_experience.shtml

    14. Sadock BJ, 2007. Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry 10th ed..

    Philadelpia: Lippincott Williams and Wilkins

    15. Daives T dan Craig TKJ. 2009. ABC of Mental Health. Jakarta: EGC.

    16. Joewana, Satya. 2005. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan

    Zat Psikoaktif. Jakarta: EGC.

    17. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan

    Republik Indonesia, 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik.

    Indonesia Nomor 420/Menkes/Sk/Iii/2010 Tentang Pedoman Layanan

    Terapi dan Rehabilitasi Komprehensif pada Gangguan Penggunaan

    NAPZA Berbasis Rumah Sakit.