multipel nodul tiroid[1]

48
BAB I PENDAHULUAN Kelenjar tiroid memiliki fungsi utama untuk memproduksi hormon tiroksin yang berperan dalam pertumbuhan dan metabolisme 1 . Kelenjar tiroid ini pun dapat mengalami gangguan anatomis maupun fungsional, yang salah satunya berupa nodul tiroid. Nodul tiroid merupakan pembengkakan atau massa yang teraba pada kelenjar tiroid. Ada yang bersifat jinak dan ganas. Penegakan diagnosis nodul tiroid meliputi beberapa modalitas, yaitu: anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. 2 Penatalaksanaan nodul tiroid meliputi penggunaan obat- obatan, pembedahan, maupun dengan radioterapi. Guna menentukan modalitas terapi yang digunakan adalah sangat perlu untuk mengetahui diagnosis penyakit secara klinis dan histopatologis. 1 Apabila pembedahan dipilih dalam penatalaksanaan nodul tiroid, terdapat banyak penyulit yang berkaitan dengan banyaknya struktur penting yang berjalan di dekat tiroid, serta kelainan endokrin yang mungkin timbul. Dalam pelaksanaan pembedahan tersebut, tentu saja peranan anestesi sangat penting, mengingat operasi dilakukan dekat dengan jalan nafas yang sewaktu-waktu dapat menyebabkan tersumbatnya jalan nafas tersebut 3 . Oleh karenanya yang menjadi perhatian dalam pelaksanaan anestesi adalah membuat dan menjaga jalan nafas agar tetap aman selama pembedahan - 1 -

Upload: konstantin-balabala

Post on 02-Jan-2016

564 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Multipel Nodul Tiroid[1]

TRANSCRIPT

Page 1: Multipel Nodul Tiroid[1]

BAB I

PENDAHULUAN

Kelenjar tiroid memiliki fungsi utama untuk memproduksi hormon tiroksin yang

berperan dalam pertumbuhan dan metabolisme1. Kelenjar tiroid ini pun dapat

mengalami gangguan anatomis maupun fungsional, yang salah satunya berupa nodul

tiroid. Nodul tiroid merupakan pembengkakan atau massa yang teraba pada kelenjar

tiroid. Ada yang bersifat jinak dan ganas. Penegakan diagnosis nodul tiroid meliputi

beberapa modalitas, yaitu: anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.2

Penatalaksanaan nodul tiroid meliputi penggunaan obat-obatan, pembedahan,

maupun dengan radioterapi. Guna menentukan modalitas terapi yang digunakan adalah

sangat perlu untuk mengetahui diagnosis penyakit secara klinis dan histopatologis.1

Apabila pembedahan dipilih dalam penatalaksanaan nodul tiroid, terdapat banyak

penyulit yang berkaitan dengan banyaknya struktur penting yang berjalan di dekat

tiroid, serta kelainan endokrin yang mungkin timbul. Dalam pelaksanaan pembedahan

tersebut, tentu saja peranan anestesi sangat penting, mengingat operasi dilakukan dekat

dengan jalan nafas yang sewaktu-waktu dapat menyebabkan tersumbatnya jalan nafas

tersebut3. Oleh karenanya yang menjadi perhatian dalam pelaksanaan anestesi adalah

membuat dan menjaga jalan nafas agar tetap aman selama pembedahan berlangsung.

Yang tidak kalah penting adalah gangguan fungsi tiroid, baik itu hipotiroid ataupun

hipertiroid, akan memberikan dampak pada banyak sistem organ dan hal ini

kemungkinan akan mengakibatkan gangguan-gangguan selama pengelolaan anestesia,

mulai dari sebelum operasi, durante operasi, hingga pasca operasi. Dengan demikian,

pengelolaan anestesia yang tepat dan efektif merupakan hal yang terpenting agar

terciptanya keamanan dan kenyamanan pasien dalam menjalani terapi pembedahan.

- 1 -

Page 2: Multipel Nodul Tiroid[1]

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi, Histologi dan Fisiologi Tiroid

2.1.1 Struktur anatomi dan histologi kelenjar tiroid

Tiroid terletak di bagian dalam dari otot sternotyhroid dan sternohyoid setinggi vertebra

C5 sampai T1. Pada orang dewasa beratnya adalah 15-20 gram, terdiri dari dua lobus

laterali, ukuran 4 cm x 2 cm, menempel pada sisi lateral kartilago tiroid dengan batas

atas ismus sedikit di bawah kartilago krikoid dan bawahnya sampai ring trakea ke-4.

Ismus merupakan bagian yang menyatukan kedua lobus tiroid sepanjang trakea,

biasanya di anterior dari cincin trakea kedua dan ketiga. Kelenjar tiroid ini dibungkus

kapsul jaringan fibrous tipis, pada sisi posterior melekat erat pada trakea dan laring

(ligemen suspensorium dari Berry) sehingga akan ikut bergerak sewaktu menelan.

Kapsul ini juga penetrasi ke dalam kelenjar sehingga terbentuk pseudolobulus yang

berisi beberapa folikel.1,4

Aliran darah dalam kelenjar tiroid berkisar 4-6 ml/gr/menit, kira-kira 50 kali lebih

banyak dibanding aliran darah di bagian tubuh lainnya. Arteri dan vena yang melayani

tiroid adalah: Arteri tiroidea superior yang merupakan cabang dari arteri karotis

eksterna dan memberi darah sebesar 15-20%. Sebelum mencapai kelenjar tiroid, arteri

ini bercabang dua menjadi ramus anterior dan ramus posterior, yang akan

beranastomosis dengan cabang arteri tiroidea inferior. Kemudian terdapat Arteri tiroidea

inferior yang merupakan lanjutan dari trunkus tiroservikalis yang berasal dari Arteri

subklavia, dan memberikan darah paling banyak, yaitu sekitar 76-78%. Perdarahan

tiroid juga dilayani oleh Arteri tiroidea ima, yakni arteri yang berjalan ke arah ismus

kelenjar tiroid, yang merupakan percabangan dari arkus aorta (atau Arteri

brakiosefalika) dan memberi darah 1-2 %. Namun Arteri tiroidea ima ini tidak selalu

ada, namun jika ada cukup besar sehingga dapat membahayakan ketika dilakukan

trakeostomi.1

Tiga pasang vena biasanya mengalirkan vena dari pleksus tiroid pada permukaan

anterior kelenjar tiroid dan trakea. Vena tiroid superior mengalirkan darah dari kutub

superior kelenjar, vena tiroid tengah mengalirkan darah dari pertengahan lobus dan vena

tiroid inferior mengalirkan darah dari kutub inferior dan atau ismus. Vena tiroid

- 2 -

Page 3: Multipel Nodul Tiroid[1]

superior dan tengah mengalirkan darah ke Vena jugularis interna dan Vena tiroid

inferior mengalirkan darah ke Vena brakiosefalika (kebanyakan yang kiri).1

Tiroid mempunyai jaringan saluran getah bening yang menuju ke kelenjar getah

bening di daerah laring di atas ismus (Delphian Node), kelenjar getah bening para

trakeal dekat n. Rekuren, dan kelenjar getah bening bagian depan trakea. Dari kelenjar-

kelenjar tersebut akhirnya bergabung, kemudian alirannya diteruskan ke kelenjar getah

bening rantai jugular. 1,4

Kelenjar tiroid mendapatkan inervasi saraf simpatik yang berasal dari ganglion

servikalis yang berjalan bersama arteri. Saraf ini berperan dalam mengatur aliran darah

sesuai dengan kebutuhan produksi hormon. 1,4

Secara makroskopik, jaringan tiroid terutama terdiri dari folikel-folikel yang

berbentuk bulat. Setiap folikel terdiri dari sel folikel kuboid satu lapis dan mengelilingi

lumen yang mengandung koloid. Jika dirangsang sel folikel menjadi bentuk kolumnar

dan sel akan mengeluarkan koloid. Sedangkan bila tertekan, sel akan menjadi pipih dan

koloid terkumpul di dalamnya.5

Gambar 2.1 Struktur Anatomi Tiroid

Sumber: Saunders B. Evaluation of The Thyroid Nodule. (Diperbaharui 2004)

- 3 -

Page 4: Multipel Nodul Tiroid[1]

2.1.2 Fisiologi kelenjar tiroid

Fungsi kelenjar tiroid yang utama adalah memproduksi hormon tiroksin yang berperan

dalam pertumbuhan dan metabolisme. Hormon tiroid yang disintesis oleh kelenjar tiroid

sangat tergantung pada jumlah dari iodium yang masuk kedalam tubuh kita. 1

Iodium yang dibutuhkan untuk sintesis hormon tiroid diperoleh dari makanan dan

juga minuman dalam bentuk iodida atau ion iodat. Ion iodat tersebut nantinya akan

dikonversi menjadi iodida di dalam lambung. Iodida tersebut nantinya akan diabsorpi

dari saluran cerna ke dalam darah. Biasanya sebagian besar dari iodida tersebut dengan

cepat dikeluarkan oleh ginjal, setelah seperlima dari asupan iodium tersebut diserap oleh

sel-sel tiroid untuk sintesis hormon tiroid. 1,5

Sintesis dari hormon tiroid dalam kelenjar tiroid meliputi 5 tahapan utama yaitu: 5

a. Transport aktif ion iodida melewati membran basal menuju ke dalam sel tiroid

(iodide trapping)

b. Oksidasi dari iodida dan iodinasi dari residu tirosil pada tiroglobulin.

c. Coupling dari molekul iodotirosin dalam tiroglobulin untuk membentuk hormon

tiroid

d. Proteolisis dari tiroglobulin, yang nantinya akan menyebabkan pelepasan dari

iodotironin dan iodotirosin

e. Deiodinasi dari iodotirosin dalam sel tiroid oleh enzim deiodinase intratiroid.

Sekitar 90% hormon tiroid yang dilepaskan ke dalam sirkulasi berupa tiroksin (T4).

Sedangkan 10% sisanya dalam bentuk triiodotironin (T3) yang merupakan bentuk aktif

dari hormon tiroid. Walaupun demikian sebagian besar T4 di jaringan perifer akan

dirubah menjadi T3 ataupun bentuk metabolit inaktif yakni reverse T3. Di dalam sistem

sirkulasi, sebagian besar T4 dan T3 berikatan dengan protein plasma, dimana 80%

berikatan dengan T4-binding globulin, 10% - 15% berikatan dengan T4-binding

prealbumin, dan sisanya berikatan dengan albumin. 4,5

Hormon tiroid memiliki efek di tingkat selular, organ dan sistemik. Di tingkat

seluler hormon tiroid menyebabkan transkripsi inti dari sejumlah besar gen. Oleh karena

itu, sejumlah besar enzim protein, protein transport, protein struktural, dan zat lainnya

akan meningkat. Di tingkat organ, hormon tiroid memiliki beberapa efek antara lain

meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitasnya sehingga akan meningkatkan juga

curah jantung, meningkatkan konsumsi O2 dan produksi CO2 yang akan dikompensasi

- 4 -

Page 5: Multipel Nodul Tiroid[1]

dengan peningkatan pernapasan pasien dan juga volume tidal, juga meningkatkan

pembentukan tulang. Sedangkan efek hormon tiroid di tingkat sistemik adalah

meningkatkan metabolisme selular dan produk akhir metabolisme dimana akan

mengakibatkan terjadinya vasodilatasi dan peningkatan dari aliran darah ke dalam

jaringan. 4,5

Untuk menjaga agar tingkat metabolisme dalam tubuh tetap normal, maka setiap

saat harus disekresikan hormon tiroid dalam jumlah yang tepat. Agar hal ini dapat

tercapai, terdapat beberapa mekanisme pengaturan hormon tiroid, antara lain: 5

a. Hypothalamic-pituitary-thyroid axis, dimana thyrotropin-releasing hormone (TRH)

dari hipotalamus menstimulasi dan melepaskan thyroid-stimulating hormone (TSH)

kelenjar pituitari anterior, dimana nantinya akan merangsang sekresi dari hormon

tiroid.

b. Enzim deiodinase di kelenjar pituitari dan jaringan perifer yang memodifikasi efek

dari T4 dan T3

c. Autoregulasi sintesis hormon tiroid oleh kelenjar tiroid itu sendiri dalam

hubungannya dengan suplai iodium

d. Stimulasi atau inhibisi dari fungsi tiroid oleh TSH receptor autoantibodies.

Berikut ini disajikan secara skematis produksi hormon tiroid:

Gambar 2.2 Produksi Hormon Tiroid

Sumber: Bruner J. Hormones (Diperbaharui: 12 September 2003).

- 5 -

Page 6: Multipel Nodul Tiroid[1]

2.2 Nodul Tiroid

2.2.1 Definisi dan klasifikasi

Yang dimaksud dengan nodul tiroid adalah pembengkakan atau massa yang teraba pada

kelenjar tiroid. Nodul tiroid dapat teraba pada salah satu atau kedua lobus dari kelenjar

tiroid. Nodul tiroid tersebut dapat bersifat jinak ataupun bersifat ganas. Oleh sebab itu,

sebagai dokter harus mampu menggunakan metode yang efektif untuk mampu

membedakan apakah nodul tesebut bersifat jinak atau akan bersifat ganas. 2

Adapun jenis-jenis dari nodul tiroid dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Klasifikasi Nodul Tiroid

Adenoma

Macrofollicular adenoma

(simple colloid)

Microfollicular adenoma

(fetal)

Embryonal adenoma

(trabecular)

Hürthle cell adenoma

(oxyphilic, oncocytic)

Atypical adenoma

Adenoma with papillae

Signet-ring adenoma

Carcinoma

Papillary (75 percent)

Follicular (10 percent)

Medullary (5 to 10 percent)

Anaplastic (5 percent)

Other

Thyroid lymphoma (5

percent)

Cyst

Simple cyst

Cystic/solid tumors

(hemorrhagic, necrotic)

Colloid nodule

Dominant nodule in a

multinodular goiter

Other

Inflammatory thyroid

disorders

Subacute thyroiditis

Chronic lymphocytic

thyroiditis

Granulomatous disease

Developmental

abnormalities

Dermoid

Rare unilateral lobe

agenesis

Sumber: Welker M J, Orlov D. Thyroid Nodules. (Diperbaharui: 1 Februari 2003).

2.2 Epidemiologi

Nodul tiroid yang terdeteksi melalui palpasi didapatkan sebanyak 4% - 7% dari seluruh

populasi. Namun melalui pemeriksaan ultrasonografi angka prevalensi nodul tiroid

meningkat yakni sebanyak 19% - 67%. Sekitar 5% - 10% dari nodul tiroid yang

terdeteksi bersifat ganas. 2

- 6 -

Page 7: Multipel Nodul Tiroid[1]

Kejadian nodul tiroid pada wanita adalah empat kali lebih tinggi dibandingkan

dengan laki-laki. Nodul tiroid juga lebih sering ditemui pada masyarakat yang tinggal di

daerah yang miskin akan iodium, misalnya di pegunungan. Angka kejadian nodul tiroid

juga meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Nodul tiroid juga sering dijumpai

pada seseorang yang memiliki riwayat terkena radiasi. 2

2.2.2 Etiologi

Terdapat beberapa penyebab dari terjadinya nodul tiroid, yaitu:

Tabel 2.2 Etiologi Nodul Tiroid

JINAK GANAS

Multinodular goiter

Hashimoto’s thyroiditis

Simple or hemorrhagic cysts

Follicular adenomas

Subacute thyroiditis

Papillary carcinoma

Follicular carcinoma

Hürthle cell carcinoma

Medullary carcinoma

Anaplastic carcinoma

Primary thyroid lymphoma

Metastatic malignant lesion

Sumber: Gharib H, et al. American Asssociation of Clinical Endocrinologists and

Associazione Medici Endocrinologi Medical Guidelines for Clinical Practice

for The Diagnosis and Management of Thyroid Nodules.

2.2.3 Manifestasi klinis

Sebagian besar nodul tiroid bersifat asimptomatis dan sebagian besar nodul tiroid

bersifat eutiroid, hanya 1 % saja yang mengalami hipertiroid atau tirotoksikosis. Pasien

mungkin hanya akan mengeluhkan muncul massa pada daerah lehernya, penekanan

pada daerah leher atau nyeri jika terjadi perdarahan spontan pada nodul tersebut. Di

samping itu, pada beberapa pasien juga mengeluh seperti terasa tercekik, nyeri pada

daerah servikal, disfagia, dan suara yang serak.1,5,6

Pada saat melakukan anamnesis, perlu ditanyakan beberapa hal berhubungan dengan

kelainan endokrin yang mungkin terjadi, yakni gejala-gejala dari hipotiroid (berat badan

bertambah, intoleransi suhu dingin, konstipasi, refleks hipoaktif, myalgia, dan depresi)

atau hipertiroid (penurunan berat badan, intoleransi terhadap panas, diare, refleks - 7 -

Page 8: Multipel Nodul Tiroid[1]

hiperaktif, dan gugup). Selain itu perlu juga ditanyakan riwayat dari keluarga yang

pernah menderita nodul tiroid, karena terdapat beberapa tipe nodul tiroid yang

diturunkan secara genetik walaupun angka kejadiannya sangat kecil seperti Familial

Medullary Thyroid Cacinoma (MTC), Multiple Endocrine Neoplasia Type 2(MEN 2),

Familial Papillary Thyroid Tumors, Familial Polyposis Coli, Gardner’s syndrome, atau

Cowden disease.7,8

Setelah melaksanakan anamnesis, akan diperoleh informasi apakah pembesaran

tiroid tersebut bersifat jinak ataupun menjurus ke arah ganas. Adapun tanda-tanda agar

kita waspada (red flag) yang menunjukkan bahwa nodul tiroid tersebut bersifat ganas

dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini.2

Tabel 2.3 “Red Flag” Karsinoma Tiroid

Male gender

Extremes in age (younger than 20 years and older than 65 years)

Rapid growth of nodule

Symptoms of local invasion (dysphagia, neck pain, hoarseness)

History of radiation to the head or neck

Family history of thyroid cancer or polyposis (Gardner's syndrome)

Sumber: Welker M J, Orlov D. Thyroid Nodules. (Diperbaharui: 1 Februari 2003).

2.2.4 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan yang dlakukan adalah dengan melakukan palpasi pada kedua lobus

kelenjar tiroid, dan keakuratannya sangat tergantung pada pemeriksa. Pada pemeriksaan

penderita, nodul tiroid yang kita dapatkan mungkin saja bersifat nodular atau halus,

lokal ataupun difus, keras atau lembut, dapat dimobilisasi atau terfiksir, dan terasa nyeri

saat dipegang ataupun tidak. Nodul yang berukuran kurang dari 1 cm mungkin saja

tidak dapat terpalpasi kecuali nodul tersebut terletak pada bagian anterior dari lobus

tiroid.2

Selain palpasi dari nodul tiroid tersebut, kita juga perlu memeriksa apakah ada

pembesaran dari kelenjar getah bening pada daerah kepala dan leher. Karena salah satu

tanda dari keganasan tiroid adalah terdapatnya limpadenopati pada daerah servikal

- 8 -

Page 9: Multipel Nodul Tiroid[1]

disamping dari ditemukannya nodul yang lebih dari 4 cm, keras dan terfiksir, atau suara

serak. 2

2.2.5 Pemeriksaan penunjang

Pemerikaan penunjang yang dilakukan pada penderita nodul tiroid dapat berupa

pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan patologi anatomi dengan Fine-Needle

Aspiration (FNA), dan pemeriksaan ultrasonografi. Pada pemeriksaan TSH serum, jika

didapatkan kadar rendah maka dapat ditegakkan diagnosis hipertiroid, sedangkan bila

kadar TSH dalam serum meningkat, pasien mungkin saja mengalami hipotiroid.2,8

Pada pasien dengan kadar TSH serum dalam batas normal, maka pemeriksaan yang

dilakukan adalah dengan Fine-Needle Aspiration (FNA). FNA dipercaya sebagai

metode yang paling akurat untuk membedakan apakah nodul tiroid tersebut bersifat

ganas atau jinak. Metode ini memiliki akurasi yang tinggi, yakni sebesar 95 %. Metode

ini juga sangat tergantung pada keterampilan dari petugas yang melakukan aspirasi dan

ahli sitopatologi yang menginterpretasi hapusan sel tiroid. Jika spesimen yang

digunakan masih belum cukup untuk menegakkan diagnosis maka dapat dilakukan FNA

ulangan. 2,8

Pemeriksaan ultrasonografi pada nodul tiroid merupakan pemeriksaan yang paling

sensitif, dimana dengan pemeriksaan ini akan mampu diketahui ukuran yang

sebenarnya, struktur, dan mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada kelenjar

tiroid. Ultrasonografi juga disarankan pada pasien dengan riwayat keluarga yang pernah

atau menderita tiroid karsinoma. 2,8

Pemeriksaan penunjang lain yang mungkin dilakukan adalah dengan

menggunakan pemeriksaan nuklear yakni “thyroid scan”. Pemeriksaan ini dilakukan

pada pasien yang mengalami penurunan pada TSH serum. Pemeriksaan ini mengukur

jumlah iodium radioaktif yang terperangkap pada nodul. Normalnya, pengambilan

iodium pada kedua lobus tiroid adalah sama. Nodul diklasifikasikan menjadi “cold” jika

terjadi penurunan ambilan iodium, dan “hot” jika terjadi peningkatan ambilan iodium.

Nodul yang bersifat “hot” tidak pernah menunjukkan keganasan, sedangkan nodul yang

bersifat “cold” mungkin saja menunjukkan keganasan. 8

- 9 -

Page 10: Multipel Nodul Tiroid[1]

2.2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan nodul tiroid adalah pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk

menentukan apakah nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek beningna. Bila

nodul tersebut suspek maligna, dibedakan atas apakah kasus tersebut operabel atau

inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi insisi

dengan pemeriksaan histopatologi secara blok parafin. Dilanjutkan dengan tindakan

debulking dan radiasi eksterna atau kemo-radioterapi. Bila nodul tiroid suspek maligna

tersebut operabel dilakukan tindakan isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku.

Dari 5 kemungkinan hasil yang didapat, tindakan tiroidektomi total dikerjakan jika

hasilnya adalah karsinoma folikulare, karsinoma medulare, dan karsinoma anaplastik.9

Selanjutnya bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna, dilakukan tindakan

FNAB (Biopsi Aspirasi Jarum Halus). Terdapat 2 kelompok hasil yang mungkin

didapat, yaitu: hasil FNAB suspek maligna (foliculare pattern atau hurthl cell) maka

dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku. Sedangkan jika

hasil FNAB benigna pemberian tiroksin (T4) selama 6 bulan, kemudian dievaluasi. Jika

nodul telah mengalami regresi, pemberian tiroksin (T4) tetap dilanjutkan dengan dosis

yang cukup untuk menekan TSH serum. Namun jika tidak ada perubahan atau

bertambah besar, sebaiknya dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan

potong beku.9

Pembedahan yang dilakukan adalah thyroid lobectomy, meliputi total lobectomy

atau near-total lobectomy baik itu disertai atau tanpa isthmectomy. Dalam melakukan

pembedahan harus dihindari terangkatnya kelenjar paratiroid dan rusaknya nervus

laryngeal rekurens yang berjalan di belakang kelenjar tiroid. Jika kelenjar paratiroid ikut

terangkat, maka pasien akan mengalami kejang tetani, akibat dari turunnya kadar

kalsium dalam darah. Sedangkan jika terjadi kerusakan pada nervus laryngeal rekurens

maka akan terjadi paralisis pita suara, dan pasien akan mengalami kesulitan dalam

berbicara pasca operasi. Oleh sebab itu disarankan untuk memeriksa secara teliti dari

keberadaan keempat kelenjar paratiroid dan nervus laryngeal rekurens selama

melakukan operasi.8,10

- 10 -

Page 11: Multipel Nodul Tiroid[1]

2.3 Anestesia dan Manajemen Perioperatif pada Tiroidektomi

2.3.1 Persiapan pra-operatif

Persiapan yang dilakukan sebelum operasi tiroidektomi antara lain melakukan

anamnesis kepada pasien baik itu anamnesis umum ataupun anamnesis khusus.

Kemudian dilakukan juga pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Semua ini

dilakukan untuk mengetahui adanya abnormalitas dari fungsi kelenjar tiroid, karena

akan mempengaruhi pada pilihan jenis dan obat-obatan anestesia yang akan diberikan.

Kondisi medis lainnya yang perlu diperhatikan adalah kelainan pada jantung, fungsi

respirasi, serta kelainan endokrin yang menyertai.7,11

Sebagai seorang ahli anestesi yang menjadi perhatian utama pada pasien dengan

nodul tiroid adalah tentang bagaimana penanganan jalan nafas saat operasi berlangsung.

Pasien sebelumnya harus ditanyakan tentang riwayat dari gangguan pernapasan,

misalnya saja positional dyspnea, dimana keadaan ini mungkin dihubungkan dengan

adanya disfagia pada pasien. Pemeriksaan jalan nafas lainnya yang mungkin dilakukan

antara lain, pengukuran jarak gigi seri bagian atas dan bawah, thyromental distance,

derajat protrusi gigi bawah, mobilitas kepala dan leher, serta pengamatan pada struktur

faring 11. Kemudian dilihat pula ada tidaknya gejala – gejala hipertiroid atau hipotiroid,

seperti:12

Respirasi : ada tidaknya kompresi pada trakea.

Kardiovaskular : pemeriksaan nadi normal dalam keadaan istirahat sangat

membantu apakah pasien siap operasi atau tidak. Di mana pada pasien hipertiroid

bisa terjadi takikardia, atrial fibrilasi, palpitasi, CHF. Sedangkan pada hipotiroid

dapat terjadi bradikardia, pericardial efusi, voltage ECG menurun.

Neurologis : pada hipertiroid dijumpai kulit lembab dan hangat, kecemasan, dan

gugup. Sedangkan pada hipotiroid dijumpai pergerakan lambat, susah

berkonsentrasi, dan intoleran terhadap dingin.

Muskuloskeletal : pada hipertiroid didapatkan kelemahan pada otot, kehilangan

berat badan. Sedangkan pada hipotiroid dijumpai atralgia dan mialgia.

Gastrointestinal : pada hipertiroid ditemukan diare dan kehilangan berat badan.

Sedangkan pada hipotiroid ditemukan konstipasi dan ileus.

Pemeriksaan rutin yang harus dilakukan pada pasien nodul tiroid sebelum

dioperasi meliputi tes fungsi tiroid, pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan kadar

- 11 -

Page 12: Multipel Nodul Tiroid[1]

elektrolit dalam darah terutama kalsium, foto thorak dan laringoskopi indirek11.

Pemeriksaan foto rontgen thorak dibutuhkan untuk melihat apakah terdapat gambaran

deviasi atau kompresi trakea. Sedangkan laringoskopi indirek dilakukan untuk

mengetahui apakah terdapat disfungsi dari pita suara. Jika laringiskopi indirek tersebut

gagal untuk dilakukan maka perlu dikhawatirkan kemungkinan kesulitan intubasi saat

operasi akan dimulai.11

Kondisi optimal untuk dilakukan operasi adalah pasien dalam kondisi eutiroid.

Namun bila pasien dalam kondisi hipertiroid maka perlu diberikan terapi medis terlebih

dahulu agar didapatkan hasil test fungsi tiroid dalam batas normal serta denyut jantung

saat istirahat < 85 kali/menit. Sedatif yang diberikan sebagai premedikasi yang

diberikan adalah golongan benzodiazepine seperti misalnya midazolam atau diazepam.

Sedangkan pada pasien yang mengalami hipotiroid pemberian sedatif tidak boleh terlalu

banyak karena pasien tersebut sangat rentan mengalami drug-induced respiratory

depression, dan akibatnya terjadi kegagalan dalam merespon hipoksia. Pasien ini juga

perlu diberikan premedikasi berupa histamine H2 antagonist dan metoclopramide karena

terjadi penurunan waktu pengosongan lambung pada pasien tersebut. Pemberian terapi

medis berupa obat-obatan untuk mengkoreksi keadaan hipertiroid atau hipotiroid tetap

dilanjutkan pada pagi hari sebelum dilakukan operasi.7

2.3.2 Manajemen intra-operatif

Jenis anestesia yang dipilih dapat berupa anestesia umum atau dengan menggunakan

anestesia regional yang dikombinasi dengan monitored anesthesia care (MAC). Jenis

anestesia regional yang dipilih dapat berupa blok pleksus servikalis setinggi C2-C4 yang

dikombinasikan dengan anterior field block atau cukup dengan anterior field block.

Adapun keuntungan dan kerugian dari anestesia lokal dan umum dapat dilihat pada

tabel 2.4 berikut ini.11

- 12 -

Page 13: Multipel Nodul Tiroid[1]

Tabel 2.4 Anestesia Umum Dibandingkan Dengan Anestesia Lokal

Anestesia umum Anestesia lokal dengan MAC

Keuntungan- Pasien tidak sadar- Jalan nafas yang teratur

Kerugian- Pemulihan postanastesia yang lama- Efek samping obat

Keuntungan- Pemulihan postanastesia yang cepat- Efek samping obat minimal- Tidak ada iritasi tenggorokan dan pita

suaraKerugian- Sensasi tertekan pada daerah operasi- Operator teganggu (pasien menelan,

batuk, bergerak)

Sumber : Farling P A. Thyroid Disease. British Journal of Anesthesia. 2000

Anestesi umum dengan pemasangan pipa endotrakea dan penggunaan pelumpuh

otot merupakan teknik anestesi yang paling sering digunakan untuk operasi

thiroidectomy. Pemberian pelumpuh otot akan memudahkan dan mengurangi cidera

tindakan laringoskopi dan intubasi trakea serta memberi relaksasi otot yang dibutuhkan

selama pembedahan dan ventilasi kendali 13. Obat yang digunakan untuk induksi dapat

berupa thiopental (pada hipertiroid) atau ketamin (pada hipotiroid). Pada pasien dengan

hipertiroid, obat-obat yang menstimulasi sistem saraf simpatis seperti misalnya ketamin,

pancuronium harus dihindari karena dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut

jantung. Sedangkan pada pasien dengan hipotiroid sangat rentan dengan efek hipotensi

dari obat-obat anestesi.11

Intubasi endotrakea sangat penting dalam proses pembedahan tiroid. Intubasi trakea

biasanya menggunakan teknik laringoskopi konvensional. Pipa endotrakeal yang

digunakan biasanya non-kinking, dan harus cukup panjang sampai melewati kelenjar

tiroid. Nasal tracheal tube juga dapat digunakan, tetapi perlu diwaspadai resiko

terjadinya epistaksis. Sedangkan jika didapatkan terjadinya kompresi trakea maka

“reinforced tracheal tube” yang lebih kecil dapat digunakan.11

Setelah dilakukan intubasi, posisi pipa endotrakeal harus diperiksa dan difiksasi,

kemudian kedua mata pasien diberikan perlindungan. Pasien kemudian diposisikan

telentang dengan bantalan di bawah bahu dan kepala diposisikan dengan posisi “horse

shoe” atau “Whitlock Headrest”. Kedua tangan pasien kemudian diletakkan lurus pada

- 13 -

Page 14: Multipel Nodul Tiroid[1]

kedua sisi pasien, dan kepala dimiringkan keatas sebesar 25º untuk menjamin drainage

vena dan juga memudahkan operator dalam bekerja. 11

Selama operasi, pemilihan agen anestesi yang tepat sangat dibutuhkan dalam

menangani pasien dengan nodul tiroid. Pada hipertiroid anestesi harus cukup dalam

untuk menghindari terjadinya takikardia, hipertensi, dan aritmia saat dilakukan

pembedahan. Agen-agen anestesia yang meningkatkan tekanan darah juga harus

dihindari. Sedangkan pada pasien hipotiroid kita harus waspada terhadap kemungkinan

terjadinya hipoglikemi, hiponatremia, dan hipotermi akibat dari rendahnya tingkat

metabolisme basal. Baik hipotiroid maupun hipertiroid tidak menyebabkan perubahan

pada minimum alveolar concentration (MAC) dari agen-agen anestesia inhalasi. 7

2.3.3 Pengelolaan pasca-operasi

Setelah operasi selesai, residu dari blok neuromuskular dipulihkan, dan pasien

dibebaskan dari pengaruh anestesia. Saat pasien telah bernapas spontan dengan baik dan

reflek laring telah muncul kembali, maka pasien dapat diekstubasi dan kemudian pasien

dipindahkan ke ruang pulih. Masalah yang mungkin muncul pada saat ekstubasi adalah

pasien terbatuk-batuk, desaturasi oksigen, laringospasme, dan obstruksi jalan napas.

Untuk mencegah hal ini terjadi, pemberian narkotik seperti alfentanil atau lidokain

secara intravena dapat dilakukan saat pasien masih dalam pengaruh anestesi. Lidokain

selain diberikan secara intravena juga dapat diberikan secara topikal. 11

Komplikasi yang perlu diperhatikan dan mungkin terjadi pada pasien pasca operasi

tiroidektomi adalah gangguan pada pita suara akibat dari rusaknya nervus laryngeal

rekurens saat operasi. Mekanismenya dapat berupa iskemi, kontusi, traksi, dan

transeksi. Suara pasien akan menjadi serak jika yang terkena saraf pada salah satu sisi

(unilateral) atau terjadi aphonia dan stridor jika yang terkena adalah saraf pada kedua

sisi kelenjar tiroid (bilateral). Resiko dari kerusakan saraf selama pembedahan akan

meningkat pada operasi keganasan tiroid dan operasi untuk kedua kalinya serta variasi

dari anatomi pasien. Pengobatan dari paralisis pita suara tersebut dapat berupa injeksi

intrachorda, pembedahan laring, thyroplasty, dan reinervasi laring. 11

Hipokalsemia akut juga dapat terjadi dalam 12-72 jam jika kelenjar paratiroid ikut

terangkat saat operasi. Jika terdapat tanda-tanda hipokalsemia, seperti: spasme capo

pedal, tetani, laringospasme, perubahan status mental, kejang, maka dapat diberikan

- 14 -

Page 15: Multipel Nodul Tiroid[1]

suplemen kalsium berupa kalsium klorida dan kalsium glukonas. Selain itu pada

umumnya pasca operasi pasien diberikan tiroksin sebanyak 100 µg perharinya. 7

Trakeomalasia atau kolaps trakea juga mungkin terjadi pada pasien pasca operasi

tiroidektomi. Biasanya terjadi akibat kompresi trakea yang lama pada nodul tiroid yang

besar. Kondisi ini dapat membahayakan nyawa pasien dan harus diketahui sebelum

dilakukan ekstubasi serta harus segera ditangani. Tidak adanya kebocoran udara saat

cuff dikempiskan atau berkurangnya volume udara saat dikembangkan dibandingkan

dengan saat cuff dikempiskan merupakan tanda-tanda yang menunjukkan kemungkinan

terjadinya trakeomalasia. Penanganan yang dapat dilakukan meliputi reintubasi segera,

trakeostomi, atau pemasangan “ceramic rings” untuk menjaga struktur anatomis trakea.

Komplikasi lain yang mungkin terjadi tetapi sangat jarang seperti hematom, oedem

laring, dan mati rasa pada tempat irisan saat operasi. Di samping itu dapat pula terjadi

perdarahan post operasi yang potensial menyebabkan obstruksi jalan nafas yang

mengancam nyawa. Adanya stridor atau hipoksia, bengkak pada leher depan,

bendungan vena leher merupakan tanda adanya perdarahan aktif. 11

Pada pasien dengan kondisi khusus misalnya pada hipertiroid mungkin saja terjadi

keadaan yang mengancam setelah operasi yang dikenal dengan istilah “thyroid storm”.

Adapun manifestasi klinis dari “thyroid storm” berupa peningkatan metabolisme tubuh

yang nyata dan peningkatan respon adrenergik. Teori terdahulu menyebutkan bahwa

“thyroid storm” terjadi akibat pelepasan yang mendadak dari simpanan hormon tiroksin

dan triiodotironin. Namun studi terkini menyebutkan bahwa pada “thyroid storm”

terjadi peningkatan jumlah reseptor katekolamin, sehingga terjadi peningkatan

sensitifitas terhadap katekolamin pada jantung dan jaringan saraf. Selain itu juga terjadi

peningkatan dari T3 dan T4 dalam bentuk bebas. Semua kondisi ini yang disertai

dengan stress akibat pembedahan akan menyebabkan munculnya manifestasi akut dari

“thyroid storm”. 7,11

Pasien dengan “thyroid storm” biasanya akan mengalami demam dengan suhu

tubuh mencapai 38 - 41º celcius dan juga berkeringat serta wajahnya kemerahan. Pada

pasien juga akan mengalami peningkatan denyut jantung (takikardia) yang nyata, sering

disertai dengan atrial fibrillation, tekanan darah yang tinggi dan bahkan gagal jantung.

Keluhan yang biasanya muncul pada sistem saraf pusat berupa agitasi, delirium dan

koma. Keluhan pada sistem gastrointestinal berupa mual, muntah, dan ikterus. Keadaan

- 15 -

Page 16: Multipel Nodul Tiroid[1]

yang fatal pada pasien dengan “thyroid storm” dihubungkan dengan gagal jantung dan

syok. 7,11

Terapi yang dapat diberikan berupa rehidrasi dan pendinginan, infuse esmolol atau

propanolol IV (0,5 mg yang dapat dinaikkan sampai dicapai denyut jantung kurang dari

100 kali/menit), propylthiouracil (250-500 mg tiap 6 jam per oral atau NGT) yang

diikuti dengan pemberian natrium iodide (1 gr IV dalam 12 jam) dan koreksi faktor

penyebab lain (misalnya infeksi).

Pasca operasi pasien dengan hipotiroid ekstubasi mungkin dilakukan setelah pasien

bangun dan normotermi, karena biasanya pasien mengalami pemulihan pasca-anestesi

yang lebih lama. Hal ini diakibatkan hipotermi, depresi pernapasan, atau

biotransformasi obat yang melambat. Karena pada hipotiroid mudah terjadi depresi

pernapasan maka analgetik non-opioid seperti ketorolac merupakan pilihan yang tepat

dalam penanganan nyeri pascaoperatif. 7,11

Pada pasien-pasien yang menjalani operasi tiroidektomi pada umumnya dapat

mentoleransi nyeri pasca operasi dengan baik dan analgetik yang dibutuhkan dalam

jumlah minimal. Biasanya pasien lebih sering mengeluhkan kaku pada leher akibat dari

posisi saat pembedahan dibandingkan dengan nyeri pada tempat insisi. 7,11

  

- 16 -

Page 17: Multipel Nodul Tiroid[1]

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 EVALUASI PRA-ANESTESIA

A. IDENTITAS

Nama : Kd Sri Ayu Ardeni

Umur : 45 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku : Hindu

Agama : Bali

Bangsa : Indonesia

Alamat : Jl. Pelawa III No. 6 Denpasar

Status : Sudah menikah

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

No CM : 01.21.48.60

Diagnosis Bedah : Multiple Nodul Tiroid (MNT)

Tindakan : Total Tiroidektomi

Tanggal Operasi : Senin, 11 Agustus 2008

B. ANAMNESIS

Anamnesis Khusus

Pasien mengeluhkan tumbuh benjolan pada leher bagian depan sejak ± 5 tahun yang

lalu. Benjolan tersebut pada awalnya kecil dan kemudian benjolan tersebut dirasakan

semakin membesar. Pasien juga mengeluhkan rasa nyeri di daerah benjolan, namun

bersifat hilang timbul. Kadang-kadang pasien mengeluhkan gangguan pada saat

menelan, sesak, dada berdebar-debar, dan berkeringat. Sebelumnya pasien sempat

berobat di rumah sakit Singaraja, namun keluhan tidak berkurang. Riwayat penyakit

yang sama dalam keluarga disangkal.

Anamnesis Umum

Riwayat penyakit sistemik : disangkal oleh pasien

Riwayat operasi/anestesi sebelumnya: tidak ada

- 17 -

Page 18: Multipel Nodul Tiroid[1]

Riwayat alergi obat : tidak ada

Riwayat merokok/minum alkohol : tidak ada

C. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

Kesadaran : Compos mentis (E4 V5 M6)

Tekanan darah : 130/75 mmHg

Nadi : 86 x/menit

Respirasi : 16 x/menit

Suhu aksilla : 36,7 º C

Berat badan : 50 kg

Tinggi badan : 158 cm

BMI : 20,03 kg/m2 (Normal)

Status Lokalis

Regio colli anterior

Inspeksi : tampak benjolan ikut bergerak saat menelan.

Palpasi : benjolan teraba padat kenyal, batas tegas, mobile, diameter ± 7 cm.

Pemeriksaan Fisik Umum

Sistem saraf pusat : normal

Respirasi : normal

Sirkulasi : normal

Hematologi : normal

Ginjal : normal

Gastrointestinal : normal

Hepatobilier : normal

Metabolik : normal

Muskuloskeletal : normal

Pemeriksaan Fisik Khusus

Keadaan gigi geligi : normal, gigi palsu (-)

Kemampuan membuka mulut : Mallampati I

- 18 -

Page 19: Multipel Nodul Tiroid[1]

Fleksi & defleksi leher : normal

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Rutin

Darah Lengkap (21 Juli 2008)

- WBC : 5,26 103/uL (4,5 - 11,0. 103/uL)

- HGB : 12,1 g/dL (12,0 - 16,0 g/dL)

- HCT : 35,9 % (38,0 - 48,0 %)

- PLT : 205. 103/uL (150 - 440 103/uL)

- BT : 1’30” (1’ - 3’)

- CT : 9’30” (5’ - 15’)

Kimia Darah (21 Juli 2008)

- Albumin : 4,0

- BUN : 10,2

- Crea : 1,04

- Ureum : 21,8

- Glu : 82

- AST : 24

- ALT : 12

- Ca : 9,41

- Na : 139

- K : 3,79

- Cl : 108,5

Pemeriksaan Khusus

Imunologi (21 Juli 2008)

- FT4 : 16,20 pmol/L(9 - 20 pmol/L)

- TSH : < 0,05 UIu/ml (0,25 - 5 UIu/ml)

Foto Thorax PA (24 Juli 2008)

Cor : besar & bentuk normal

Pulmo : infiltrat (-), nodul (-), corakan bronkovaskuler normal

Sinus pleura kanan dan kiri tajam

- 19 -

Page 20: Multipel Nodul Tiroid[1]

Diafragma kanan kiri normal

Tulang tidak tampak kelainan

Kesan : Thorax normal

USG Tiroid (24 Juli 2008)

Tiroid kanan : ukuran membesar, parenkim hilang diganti oleh nodule solid

lobulated, kalsifikasi (-), vaskularisasi penuh di dalam massa,

ukuran 2,5 x 2,3 cm

Tiroid kiri : ukuran normal, parenkim homogen normal, tampak nodul solid

ukuran 1,3 x 1,2 cm, hipoechoic, kalsifikasi (-)

Isthmus tiroid : normal, parenkim homogen, nodul/kista/kalsifikasi (-)

Kesan : Thyroid nodule solid kanan – kiri.

Pemeriksaan Patologi Anatomi (25 Juli 2008)

Dilakukan 2 x puncture pada nodul colli anterior ukuran 5 x 4 cm.

Mikros: tampak sebaran sel-sel epitel folikel, epitel atrofi, cyst makrofag, dan

eritrosit.

Dx: tiroid, FNA

Colloid Nodule

Elektrokardiogram (26 Juli 2008)

SR: HR = 77 kali/menit

Axis normal

ST-T change (-)

Kesimpulan : Status fisik ASA I

3.2 PERSIAPAN PRA-ANESTESIA

A. Persiapan Rutin Sehari Sebelum Operasi

1. Persiapan psikis : memberi penjelasan kepada pasien dan keluarganya

mengenai tindakan anesthesia dan pembedahan yang akan

dilakukan.

2. Persiapan fisik : puasa 8 jam sebelum operasi, minum air putih non partikel

diperbolehkan sampai 2 jam sebelum operasi dan

melepaskan segala macam perhiasan dan aksesoris. Minum

- 20 -

Page 21: Multipel Nodul Tiroid[1]

diazepam 5 mg (malam pukul 22.00 dan pagi pukul 06.00

WITA).

3. Membuat surat persetujuan tindakan medis.

B. Persiapan di Ruang Persiapan Instalasi Bedah Sentral

1. Memeriksa kembali identitas pasien dan surat persetujuan tindakan medis.

2. Pemasangan IV line di tangan kiri

3. Evaluasi ulang status present pasien :

a. Tekanan darah : 110/80 mmHg

b. Nadi : 82 x/menit

c. Respirasi : 18 x/menit

4. Pemberian premedikasi IV pukul 08.30 wita

Ondansetron 4mg

Midazolam 2,5 mg

C. Persiapan di Kamar Operasi

1. Persiapan mesin anestesi dan sistem aliran gas dan cadangan volatile agent

2. Persiapan obat dan alat anestesi yang digunakan

3. Persiapan alat-alat dan obat resusitasi

4. Menyiapkan penderita di meja operasi, memasang alat pantau tekanan darah,

EKG, tiang infus, pulse oxymetri.

5. Evaluasi ulang status present pasien :

a. Tekanan darah : 110/80 mmHg

b. Nadi : 84 x/menit

c. Respirasi : 18 x/menit

3.3 PENGELOLAAN ANESTESIA

1. Jenis anestesia : Anestesia umum

2. Teknik anesthesia : Anestesia umum inhalasi dengan pemasangan pipa

endotrakeal (PET) dengan nafas kendali

- Pasien posisi telentang, pasang monitor

- Preoksigenasi dengan O2 100 % 8 lpm selama 5 menit

- Prekurarisasi dengan ecron 1 mg

- 21 -

Page 22: Multipel Nodul Tiroid[1]

- Induksi dengan propofol 200 mg

- Relaksasi dengan succynil choline 50 mg

- Laringoskopi, intubasi dengan PET no 7 Cuff (+), non kinking.

- Maintenance dengan O2 2 lpm, gas N2O 2 lpm, dan gas Sevoflurane.

3. Respirasi : kendali

4. Posisi operasi : telentang

5. Infus : kristaloid (ringer laktat) di tangan kiri

6. Kronologis Anestesia

a. Pukul 08.20 : pasien datang di ruang persiapan

b. Pukul 08.30 : premedikasi

c. Pukul 08.40 : pasien masuk ke ruang operasi

d. Pukul 08.45 : prekurarisasi

e. Pukul 08.50 : induksi

f. Pukul 08.55 : intubasi

g. Pukul 09.15 : operasi mulai

h. Pukul 13.30 : operasi selesai

i. Pukul 13.35 : ekstubasi

j. Pukul 13.45 : pasien pindah ke ruang pemulihan

k. Pukul 14.15 : pasien pindah ke ruang perawatan

7. Komplikasi selama anestesia : tidak ada

8. Lama Operasi : 4 jam 15 menit

9. Lama Anestesia : 4 jam 45 menit

10. Keadaan akhir pembedahan :

- Tekanan darah : 100/68 mmHg

- Nadi : 72 x/menit

11. Rekapitulasi cairan (Puasa 8 jam, berat badan 50 Kg)

- Kebutuhan cairan basal : 40 ml x 50 kg/24 jam = 83,33ml/jam

- Defisit puasa : 83,33 ml/jam x 8 jam = 666,7 ml

- Sekuester : 4 x 50 kg = 200 ml

- EBV : 65 x 50 kg = 3250 ml

- ABL : 20 % x 3250 ml = 650 ml

- Kebutuhan cairan jam I :(50% x 666,7) + 83,33+ 200 = 616,68 ml

- 22 -

Page 23: Multipel Nodul Tiroid[1]

- Kebutuhan cairan jam II :(25% x 666,7) + 83,33 + 200 = 503,99 ml

- Kebutuhan cairan jam III :(25% x 666,7)+83,33+200+100 = 553,99 ml

- Kebutuhan cairan jam IV : 83,33 + 200 + 100 = 383,33

- Kebutuhan cairan jam V : 83,33 + 200 + 50 = 333,33

- Perdarahan : ± 250 ml

- Jumlah cairan masuk : kristaloid 3000 ml

12. Jumlah medikasi

- Propofol 200 mg

- Ecron 11 mg

- Succinylcholine 50 mg

- Tramadol 50 mg

- Ketorolac 30 mg

3.4 PENGELOLAAN PASCA BEDAH

1. Pasien dipindahkan ke ruang pemulihan pada pukul 13.45 wita

- Tekanan darah : 100/68 mmHg

- Nadi : 72 x/menit

2. Di ruang pemulihan kesadaran pasien diawasi setiap saat sampai pasien sadar

baik.

a. Tekanan darah : 110/70 mmHg

b. Nadi : 84 x/menit

c. Suhu tubuh normal

d. Mual, muntah tidak ada

e. Nyeri tidak ada

f. ALDRETE SCORE

Dari OK ke RR (Pkl 13.45) Dari RR ke Ruangan (Pkl 14.15)

TANDA NILAI TANDA NILAI

Aktivitas 1 Aktivitas 2

Respirasi 2 Respirasi 2

Sirkulasi 2 Sirkulasi 2

Kesadaran 2 Kesadaran 2

- 23 -

Page 24: Multipel Nodul Tiroid[1]

Warna Kulit 2 Warna Kulit 2

JUMLAH 9 JUMLAH 10

3. Instruksi di ruangan

a. Analgesia post-operasi : drip tramadol 250 mg dan ketorolac 60 mg dalam

dextrose 5 % 500 cc ~ 20 tetes mikro/menit

b. Bila mual muntah berikan ondansetron 4 mg IV

c. Anti biotika dan obat-obatan lain sesuai intruksi dari sejawat bedah

d. Minum sedikit-sedikit bila telah sadar baik

e. Infus RL balance (aff jika KU baik)

f. Kontrol kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi setiap saat selama masih

dalam pengaruh obat anestesi.

- 24 -

Page 25: Multipel Nodul Tiroid[1]

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien wanita, 45 tahun datang dengan keluhan tumbuh benjolan pada leher bagian

depan sejak ± 5 tahun yang lalu. Benjolan tersebut pada awalnya kecil dan kemudian

benjolan tersebut dirasakan semakin membesar. Pasien juga mengeluhkan rasa nyeri di

daerah benjolan, namun bersifat hilang timbul. Kadang-kadang pasien mengeluhkan

gangguan pada saat menelan, sesak, dada berdebar-debar, dan berkeringat. Sebelumnya

pasien sempat berobat di Rumah Sakit Singaraja, namun keluhan tidak berkurang.

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal. Riwayat operasi dan alergi juga

disangkal.

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik saat pasien datang ke poli bedah RS Sanglah

didapatkan bahwa kesadaran pasien compos mentis, tekanan darah 130/75 mmHg, nadi

86 x/menit, respirasi 16 x/ menit. Pada status lokalis di region colli anterior sinistra

didapatkan benjolan yang teraba padat kenyal dengan diameter 7 cm. Dari pemeriksaan

laboratorium berupa hematologi lengkap dan kimia darah didapatkan semua variabel

dalam batas normal. Pada pemeriksaan PA didapatkan colloid nodule. Pada foto thorak

kesan thorak dalam batas normal. Dan pada USG tiroid kesan adanya thyroid nodule

solid kanan-kiri. Dari bagian bedah pasien didiagnosis dengan multiple nodul tiroid dan

akan dilakukan tindakan total tiroidektomi. Indikasi untuk melakukan pembedahan

berdasarkan hasil biopsi yang mengarah kepada adanya tanda keganasan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, pasien disimpulkan dengan Status Fisik

ASA I. Teknik anestesi yang digunakan adalah anestesia umum dengan pemasangan

PET dan mempergunakan nafas kendali. Dipilihnya teknik anestesi ini disebabkan

karena manipulasi di daerah leher akan menyebabkan terganggunya kelapangan jalan

nafas, durasi operasi yang cukup lama, serta untuk mencapai relaksasi lapangan operasi.

Manajemen periopertaif pada pasien ini meliputi:

1. Manajemen Preoperatif

Evaluasi praanestesi yang dikerjakan pada pasien ini mencakup anamnesis,

pemeriksaan fisik umum didapatkan tekanan darah 130/75 mmHg dan status

lokalis pada region colli anterior sinistra didapatkan benjolan padat kenyal

dengan diameter 7 cm.

- 25 -

Page 26: Multipel Nodul Tiroid[1]

Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium mencakup hematologi

rutin, kimia darah, imunologi. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan

pemeriksaan rutin yang harus dilakukan pada pasien nodul tiroid sebelum

operasi meliputi tes fungsi tiroid, pemeriksaan darah lengkap, dan kadar

elektrolit darah.

Pemeriksaan foto thorak (24 Juli 2008) diketahui bahwa kesan thorak dalam

batas normal. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan pemeriksaan

foto thorak dibutuhkan untuk melihat apakah terdapat gambaran deviasi atau

kompresi trakea. Dalam literatur juga disebutkan untuk penting dilakukan

laringoskopi indirek untuk mengetahui apakah terdapat disfungsi pita suara, bila

gagal kemungkinan kesulitan intubasi saat operasi akan dimulai, tapi pada

pasien ini tidak dilakukan laringoskopi indirek.

Pada medikasi prabedah diberikan premedikasi dengan diazepam 5 mg. Hal ini

sesuai dengan yang disebutkan dalam literatur yaitu: sedatif yang diberikan

sebagai premedikasi adalah golongan benzodiazepine, seperti misalnya

diazepam.

2. Manajemen Intraoperatif

Pemberian premedikasi, yaitu: midazolam 2,5 mg dan ondansetron 4 mg.

Pemberian midazolam dimaksudkan sebagai anti cemas, memberikan efek

sedasi, dan amnesia pada pasien. Di samping itu juga berefek pada

kardiovaskular yaitu dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga

menurunkan tekanan darah. Ondansetron diberikan untuk mengurangi mual dan

muntah, mengingat pembedahan dilakukan di daerah leher maka penting untuk

dicegah terjadinya regurgitasi.

Preoksigenasi dilakukan pada pasien selama 5 menit dengan O2 100% untuk

mencukupi kebutuhan O2 pasien selama dilakukan intubasi.

Kemudian dilanjutkan dengan pemberian ecron 1 mg. Ecron sendiri berisi

vecuronium yang merupakan golongan pelumpuh otot non depolarisasi dengan

masa kerja menengah (intermediate acting) sebagai prekurarisasi. Tujuan

prekurarisasi adalah untuk mengurangi fasikulasi karena pemberian suksinil

kholine.

- 26 -

Page 27: Multipel Nodul Tiroid[1]

Induksi pada pasien ini dengan Profofol 200 mg yang disuntikkan secara

perlahan-lahan melalui intravena. Pertimbangan pemberian propofol adalah

dapat menurunkan tekanan darah dan nadi permenit sehingga dapat

meminimalkan perdarahan durante operasi, dapat menekan reflek-reflek pada

saluran nafas bagian atas sehingga memudahkan dalam intubasi, dan propofol

sedikit memberikan efek mual dan muntah pada pasien.

Setelah induksi dilanjutkan dengan pemberian suksinil kolin 50 mg. Suksinil

kholin merupakan obat pelumpuh otot golongan depolarisasi, di mana obat ini

memblok depolarisasi membran post sinap. Suksinil kolin memiliki onset kerja

yang cepat (30-60 detik) dan durasi kerja yang singkat (5-10 menit). Dengan

alasan inilah suksinil kholin dipergunakan untuk fasilitasi intubasi, karena

apabila terjadi kegagalan dalam intubasi pasien dapat langsung bernafas

spontan.

Untuk pemeliharaan dilakukan dengan N2O 2 lpm dan harus dikombinasikan

dengan O2. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya

hipoksia difusi. O2 diberikan dengan jumlah 2 lpm. Obat anestesi inhalasi yang

digunakan adalah sevofluran dengan pertimbangan sebagai berikut: tidak

menyebabkan iritasi pada mukosa jalan nafas, tidak menyebabkan sensitisasi

jantung karena pengeluaran katekolamin, serta waktu pulih dari pengaruh

anestesia cepat.

Posisi pembedahan pada pasien ini adalah terlentang sesuai dengan literatur

bahwa pasien diposisikan telentang dengan bantalan di bawah bahu dan kepala

diposisikan dengan posisi “horse shoe” atau “Whitlock Headrest”. Kedua tangan

pasien kemudian diletakkan lurus pada kedua sisi pasien, dan kepala

dimiringkan keatas sebesar 25º untuk menjamin drainage vena dan juga

memudahkan operator dalam bekerja.

Jumlah medikasi yang diberikan selama pembedahan meliputi Ecron 11 mg,

Propofol 200 mg, Suksinil Kholin 50 mg, Tramadol 50 mg, Ketorolac 30 mg.

3. Manajemen Postoperatif

Operasi berlangsung selama 4 jam 15 menit.

Pada pasien ini setelah mulai bernafas spontan dilakukan ekstubasi dan pasien

dipindahkan ke ruang pemulihan. Hal ini sesuai dengan literatur yang

- 27 -

Page 28: Multipel Nodul Tiroid[1]

menyebutkan bahwa saat pasien telah bernapas spontan dengan baik dan reflek

laring telah muncul kembali, maka pasien dapat diekstubasi dan kemudian

pasien dipindahkan ke ruang pulih. Masalah yang mungkin muncul pada saat

ekstubasi adalah pasien terbatuk-batuk, desaturasi oksigen, laringospasme, dan

obstruksi jalan napas. Pada pasien ini tidak terdapat masalah saat ekstubasi.

Penilaian Skor Aldrete pasien setelah operasi (sebelum dipindahkan ke ruang

pemulihan) di dapatkan sebagai berikut:

TANDA NILAI

Aktivitas 1

Respirasi 2

Sirkulasi 2

Kesadaran 2

Warna Kulit 2

JUMLAH 9

Penilaian dilakukan pada pukul 13.45 WITA.

Dilakukan observasi di ruang pemulihan dimana pada pemeriksaan didapatkan

tekanan darah: 110/70 mmHg, nadi: 84 x/menit, suhu tubuh normal, mual dan

muntah tidak ada, nyeri tidak ada. Pasien dapat pindah dari ruang pemulihan ke

ruangan jika Skor Aldrete-nya 9 atau 10. Pada pasien ini didapatkan nilai

sebagai berikut:

TANDA NILAI

Aktivitas 2

Respirasi 2

Sirkulasi 2

Kesadaran 2

Warna Kulit 2

JUMLAH 10

Penilaian dilakukan pukul 14.15 WITA

Oleh karena Skor Aldrete pasien 10 maka pasien dipindahkan ke ruangan

dengan instruksi kepada perawat ruangan sebagai berikut:

- 28 -

Page 29: Multipel Nodul Tiroid[1]

a. Analgesia post-operasi : drip tramadol 250 mg dan ketorolac 60 mg dalam

dextrose 5 % 500 cc ~ 20 tetes mikro/menit

b. Bila mual muntah berikan ondansetron 4 mg IV

c. Anti biotika dan obat-obatan lain sesuai intruksi dari sejawat bedah

d. Minum sedikit-sedikit bila telah sadar baik

e. Infus RL balance (aff jika KU baik)

f. Kontrol kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi setiap saat selama masih

dalam pengaruh obat anestesi.

- 29 -

Page 30: Multipel Nodul Tiroid[1]

BAB V

KESIMPULAN

1. Terdapat dua macam teknik anestesia yang dapat digunakan pada tiroidektomi total,

yaitu: anestesia umum dengan pemasangan pipa endotrakeal dan anestesi regional.

2. Pasien yang menjalani operasi tiroid harus dalam keadaan eutiroid dan

hemodinamik yang stabil.

3. Pada pemantauan pre-operatif yang diperhatikan adalah gejala subyektif mapun

obyektif dari keadaan hipertiroid ataupun hipotiroid.

4. Pada pasien dengan hipertiroid harus dilakukan anestesi yang dalam serta

menghindari obat anestesi yang dapat merangsang sistem saraf simpatis.

5. Penanganan pasca operasi pada pasien meliputi manajemen nyeri pasca operasi

dengan analgetik dan pemberian anti emetik jika mual atau muntah

    

 

 

- 30 -

Page 31: Multipel Nodul Tiroid[1]

DAFTAR PUSTAKA

1. Wijayahadi R Y, Marmowinoto R M, Reksoprawiro S, Murtedjo U. Embriologi,

Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Tiroid. Dalam: Kelenjar Tiroid, Kelainan,

Diagnosis, dan Penatalaksanaan, Edisi ke-1, Desember 2000. h. 5-17.

2. Welker M J, Orlov D. Thyroid Nodules. American Academy of Family Physician.

Diperbaharui: 1 Februari 2003. Diunduh dari:

http://www.aafp.org/afp/20030201/559.html. Diakses tanggal: 14 Agustus 2008.

3. Hill et al. Clinical Anesthesia Procedure. Diperbaharui: 2000. Diunduh dari:

http://www.hurford.com. Diakses tanggal: 14 Agustus 2008.

4. Sjamsuhidajat R, Jong W D. Sistem Endokrin. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi

ke-2. EGC: Jakarta, 2005. h. 683-695.

5. Suastika K, Sutanegara N D. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Tiroid. Dalam:

Hartanto H, penyunting; Penyakit Kelenjar Tiroid, Edisi ke-1, 1995. h. 1-4.

6. Singer P A, et al. Treatment Guidelines for Patients with Thyroid Nodules and Well-

Differentiated Thyroid Cancer. Arch Intern Med. 1996;156;2165-2172.

7. Morgan, G E et al. Anesthesia for Patients with Endocrine Disease. Dalam: Clinical

Anesthesiology. Edisi ke-4. Lange Medical Book: New York, 2006. h. 806-809.

8. Gharib H, et al. American Asssociation of Clinical Endocrinologists and

Associazione Medici Endocrinologi Medical Guidelines for Clinical Practice for

The Diagnosis and Management of Thyroid Nodules. Endocrine Practice.

2006;12;63-94.

9. Lukito P, dkk. Protokol Penatalaksanaan Tumor/Kanker Tiroid. Dalam: Albar Z A,

penyunting; Protokol Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia, Edisi ke-1,

2003. h. 17-29.

10. American Thyroid Association. Thyroid Nodules. Nodule Brochure. 2005;1-2.

11. Farling P A. Thyroid Disease. British Journal of Anesthesia. 2000;85;15-26.

12. Stoelting, Dierdorf. Anesthesia and Co-Existing Disease, Edisi ke-4, 2002.

13. Rachmat L, Sunatrio S. Obat Pelumpuh Otot. Dalam: Muhiman M, penyunting.

Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif: Jakarta, 1989. h. 81-86.

- 31 -

Page 32: Multipel Nodul Tiroid[1]

14. Bruner J. Hormones. Diperbaharui: 12 September 2003. Diunduh dari:

http://depts.washington.edu/bonebio/ASBMRed/hor/thyroid.jpg&imgrefurl.

Diakses tanggal: 14 Agustus 2008.

15. Saunders B. Evaluation of The Thyroid Nodule. University of Michigan Medical

Center. Diperbaharui: 2004. Diunduh dari: http://www.cancernews.com/thyroid

cancer.htm. Diakses tanggal: 14 Agustus 2008.

- 32 -