laporan kasus ca tiroid
DESCRIPTION
system endokrinTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
KARSINOMA TIROID
Oleh Kelompok 9
Aditia (1302002)
Bunga Christy (1302024)
Leodri Papuara (1302075)
Jelsiana esti (1302063)
Elisa Jati Pratiwi (1302040)
Fransiska Yunita R (1302047)
Reni Pradita (1302101)
Irma Pramudyawardani (1302058)
Yan Castika (1302136)
Isa Fanela Pusparingga (1302059)
Yogi Natanael (1302140)
Yonanda Eko (1302141)
Gabriela Dos Santos (1302036)
PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA
2015/2016
KANKER TIROID
A. Definisi
Karsinoma tiroid merupakan penyakit yang jarang ditemukan. Karsinoma
tiroid umumnya tergolong keganasan yang pertumbuhan dan perjalanan
penyakitnya lambat, serta mortaditas dan mortalitas yang rendah, walaupun
sebagian kecil ada yang cukup cepat dan sangat ganas. Karsinoma tiroid
adalah suatu keganasan (pertumbuhan tidak terkontrol dari sel) yang terjadi
pada kelenjar tiroid. (Baxter Jhon D, 1995)
B. Anatomi dan Fisiologi
Kelenjar tiroid dari dua lobus lateral yang dihubungkan oleh sebuah ismus
yang sempit. Organ terletak diatas permukaan anterior kartilago tiroid trakea,
tepat dibawah laring.
1. Pembentukan dan pelepasan
Kelenjar tiroid mensekresi dua hormon, yaitu :
- Tiroksin atau tetraiodotironin (T4), 90% dari seluruh sekresi kelenjar
tiroid.
- Triiodotironin (T3), sekresi dalam jumlah kecil.
2. Efek fisiologis hormon tiroid
- Hormon meningkatkan laju metabolik hampir semua sel tubuh dengan
menstimulasi konsumsi oksigen dan memperbesar pengeluaran
energi, terutama dalam bentuk panas.
- Pertumbuhan dan maturasi normal tulang dan gigi, jaringan ikat serta
jaringan saraf.
(Setiadi, 2007)
C. Etiologi
Etiologi kanker tiroid belum jelas, pada umumnya beranggapan karsinoma
berkaitan dengan banyak faktor, termasuk radiasi ionisasi, perubahan genetik
dan onkogen, jenis kelamin, faktor diet, dll. (Wan Desen, 2011)
D. Klasifikasi
Karsinoma tiroid dengan tipe patologik :
1. Karsinoma Papilar
Paling sering ditemukan, penderita lebih banyak wanita dan berusia
dibawah 40 tahun. Tingkat keganasan relatif rendah, progresi relatif
lambat, interval ditemukan benjolan. Karsinoma papilar memiliki subtipe
histologis yaitu mikrokarsinoma papilar, folikular, sel tinggi, sel torak,
sklerosis, difus, dll. Yang dimaksud dengan mikrokarsinoma papilar
(PMC) adalah karsinoma papilar tiroid berdiameter kurang dari 1,0 cm,
karakteristiknya adalah lesi primer tersembunyi, multifokal, sering
disertai metastasis kelenjar limfe.
2. Karsinoma Folikular
Kedua tersering ditemukan, usia timbul penyakit rata-rata lebih tinggi dari
karsinoma papilar umumnya pada wanita setengah baya. Derajat
keganasan relatif tinggi, mudah metastasis jauh, terutama hematogen,
sering keparu dan tulang.
3. Karsinoma Medular
Relatif jarang ditemukan, umumnya pasien datang dengan keluhan
benjolan tiroid, berasal dari sel parafolikular (sel C), menempati 3-10%
dari karsinoma tiroid, terutama berupa penyakit sporadis, menempati 80-
90% sering ditemukan pada usia sekitar 50 tahun, terutama unilateral.
Karsinoma medular familial merupakan suatu penyakit genetik
kromosomal dominan, menempati 10-20% dari karsinoma medular, dapat
timbul tersendiri atau bersama dengan tumor endokrin lain.
4. Karsinoma Tak Berdiferensiasi
Merupakan tumor, disebut juga karsinoma anaplastik. Usia rata-rata
timbul pada 60 tahun.
(Wan Desen, 2011)
E. Epidemiologi
Menurut data tahun 1988 dari kantor penelitian kanker Shanghai dan data
survey tumor kota Tianjian, insiden kanker tiroid tahunan pada pria adalah
0,8-0,9% dan tumor ganas seluruh tubuh. Penderita wanita lebih banyak
daripada pria, ratio pria terhadap wanita adalah 1 : 2-4, penyakit tersering
terjadi pada usia 20-40 tahun.
(Wan Desen, 2011)
F. Patofisiologi
Meluas dengan metastasis dan invasi kelenjar dan organ hati, paru-paru dan tulang tubuh
Kesusahan
menelan
Nyeri akut
Cedera Pita
suara, serak
Menyebar melalui aliran darah dan saluran getah
bening
Pembengkakan laring
KANKER TIROID
Massa tiroid meningkat, berdiferensiasi
T3, T4, dan Kalsitonin meningkat
Hipofisis anterior akan merangsang
Peningkatan sekresi TSH
Hipotalamus melepas TRH
Timbul neoplasma, pertumbuhan kecil (nodul),
Dikelenjar tiroid
Terapi penyinaran dikepala, leher dan dada,
Riwayat keluarga, endemis, konsumsi
G. Manifestasi Klinis
1. Tumor atau nodul tiroid
Gejala yang sering ditemukan, sejak dini dapat diketahui adanya nodul
keras dalam kelenjar tiroid bergerak naik turun sesuai gerakan menelan.
2. Gejala infiltrasi dan desakan lokal
Ketika tumor membesar sampai batas tertentu, sering mendesak trakea
hingga posisinya berubah, disertai gangguan bernapas yang bervariasi.
Ketika tumor menginfiltrasi trakea, dapat timbul dispnea atau hemoptoe,
bila tumor mendesak esofagus dapat timbul disfagia, bila tumor
menginfiltrasi nervus laringeus rekuren dapat timbul suara serak.
3. Pembesaran kelenjar limfe leher
Ketika tumor mengalami metastasis kelenjar limfe, sering teraba
pembesaran kelenjar limfe leher profunda superior, media dan inferior.
(Wan Desen, 2011)
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Serologi
Mencakup pemriksaan fungsi tiroid, kadar kalsitonin serum dll.
2. Pemeriksaan USG
Mencakup USG biasa dan dopler warna, USG merupakan cara cukup
sensitif untuk memeriksa ukuran dan jumlah tiroid, dapat menunjukan ada
tidaknya tumor, sifatnya padat atau kistik, ada tidaknya kalsifikasi, dll.
3. Pemeriksaan Radiosotop
Sebagian besar karsinoma berdiferensiasi tiroid memiliki fungsi
mengambil iodium, tampak sebagai nodul hangat.
4. Pemeriksaan Sinar X
Termasuk foto trakea anteroposterior dan lateral, foto barium esofagus,
foto toraks, dll. Foto AP dan lateral trakea dapat menunjukan kalsifikasi
dalam tumor tiroid, kondisi desakan, pergeseran posisi dan penyempitan
trakea, serta bayangan jaringan lunak prevential, juga dapat menunjukan
kondisi batas inferior tumor berekskresi keposterior sternum dan
mediastinum.
5. Pemeriksaan CT
Dapat menunjukan lokasi, jumlah tumor, ada tidaknya kalsifikasi, kondisi
struktur internalnya, keteraturan batasnya, dll.
6. Pemeriksaan MRI
Dapat menampilkan potongan koronal,sagital, transversal, dengan lapisan
multipel, sangat baik dalam diagnosis lokalisasi karsinoma tiroid dan
hubungannya dengan organ, vesikular dan jaringan sekitarnya.
7. Pemriksaan PET (Positron Emission Tomography)
Dalam diagnosis lesi tiroid jinak atau ganas memiliki akurasi relatif
tinggi, tapi ini bukan diagnosis pasti, biayanya relatif sangat tinggi,
pemeriksaan ini masih sulit dimasyarakatkan.
8. Pemeriksaan Sitologi Aspirasi Jarum Halus (FNAC)
Merupakan cara diagnosis sifat yang tersering dipakai pra-operasi untuk
nodul tiroid, pemeriksaan ini kelebihannya adalah aman, praktis, murah
dan akurasinya relatif tinggi.
(Wan Desen. 2011)
I. Komplikasi
Komplikasi yang sering muncul pada kanker tiroid adalah :
1. Perdarahan
Resiko ini minimum, namun hati-hati dalam mengamankan hemostatis
dan penggunaan drain pada pasien setelah operasi.
2. Masalah terbukanya vena besar (Vena Tiroidea Superior) dan
menyebabkan embolisme udara.
3. Trauma Paru Nervus Laringeus Rekurens
Ini dapat menimbulkan paralisis sebagian atau total pada laring.
4. Sepsis yang meluas ke mediastinum
Seharusnya ini tidak boleh terjadi pada operasi bedah sekarang ini,
sehingga antibiotik tidak diperlukan sebagai profilaksis lagi.
(Sutjahjo, 2006)
J. Prognosis
Prognosis karsinoma tiroid bervariasi besar, ada yang tumbuh lambat
sangat sedikit membawa kematian, ada yang tumbuh cepat, angka
kematian tinggi. Faktor yang berpengaruh menonjol terhadap prognosis
karsinoma tiroid terutama mencakup, jenis patologik, stadium dan
metastasis jauh. Menurut data dari RS Kanker Universitas Kedokteran
Zhongshan, pada karsinoma tiroid berdiferensiasi, angka survival 5 tahun
dan 10 tahun, masing-masing adalah 93,6% dan 87,5%. Karsinoma
medular dan karsinoma tak berdiferensiasi memiliki survival 5 tahun
masing-masing 68,75% dan 16,81%, survival 5 tahun karsinoma tiroid
stadium I, stadium II, stadium III, dan stadium IV masing-masing adalah
98,98%, 88,92%, 79,50%, dan 41,51%. Selain itu, usia, jenis kelamin,
ukuran lesi dan stadium T juga berpengaruh pada prognosis karsinoma
tiroid.
(Wan Desen, 2011)
K. Penatalaksanaan
Terapi kanker tiroid terutama dibagi menjadi cara operasi dan non-operasi.
1. Terapi operatif
Menurut jenis dan patologik dan lingkup infiltrasi yang berbeda,
dipilih model operasi berbeda. Berdasarkan ukuran tumor primer, jenis
patologik, lingkup infiltrasi ke jaringan sekitar, ada tidaknya
metastasis, ditetapkan model operasinya.
a. Penanganan terhadap kanker primer
1) Lobektomi unilateral plus ismektomi
Bila tumor terbatas pada satu sisi tiroid (bila hasil pemeriksaan
praoperasi adalah satu lesi disatu lobus, eksplorasi intraoperasi
menemukan lesi lobus bilateral, maka ditangani menurut lesi
bilateral), semua lesi yang tidak lebih dari T2 dapat dilakukan
lobektomi unilateral dan ismektomi.
2) Tiroidektomi total atau subtotal
Tiroid mengenai dua lobus, atau kanker tiroid sudah memiliki
metastasis jauh, memerlukan terapi dengan isotop pasca operasi
harus terlebih dahulu dilakukan tiroidektomi.
3) Reseksi diperluas lobus residual unilateral
Terhadap tumor tiroid dengan sifat tak jelas dilakukan eksisi
lokal tumor, pasca operasi secara patologik ternyata ganas,
dilakukan operasilagi untuk mengangkat lobus residual, angka
kanker residual adalah 29,2 – 60%. Operasi ulangan harus
mengangkat keseluruhan lobus tiroid residual ipsilateral berikut
jaringan parut dan otot anterior leher, mengeksplorasi regio
pretrakea dan para-nervus rekuren laringeus apakah ada
pembesaran kelenjar limfe, bila ada harus sekaligus.
b. Penanganan terhadap kelenjar limfe regional
Metastasis kelenjar limfe regional dari kanker tiroid mencakup
kelenjar limfe regio leher dan mediastinum superior, secara klinis
lebih sering ditemukan metastasis kelenjar limfe leher. Umumnya
literatur menunjukan metastasis kelenjar limfe leher tidak
berpengaruh jelas terhadap prognosis kanker tiroid, oleh karena itu
terhadap kasus dengan kelenjar limfe leher negatif, umumnya tidak
dianjurkan unutk operasi pembersihan selektif kelenjar limfe leher.
Sedangkan terhadap kasus kelenjar limfe leher positif, harus
dulakukan operasi pembersihan kelenjar limfe leher kuratif.
2. Terapi Non-Operatif
a. Radioterapi
1) Radioterapi eksternal
Kanker tiroid berdiferensiasi tidak peka terhadap radioterapi
rutin, selain itu organ sekitarnya seperti kartilago tiroidea,
trakea, medula spinal kurang tahan dengan radiasi, sehingga
pada umumnya tidak dianjurkan radioterapi eksternal murni
atau radioterapi adjuvan rutin pasca operasi. Indikasi
radioterapi umumnya dianggap mencakup karsinoma tak
berdiferensiasi, karsinoma tiroid berdiferensiasi pasca operasi
dengan remnan lokal, lesi yang tidak mengambil I-131,
metastasis otak.
2) Radioterapi internal
Radiasi I-131 berefek destruktif terhadap jaringan tiroid,
sedangkan sebagian besar karsinoma tiroid berdiferensiasi
bersifat mengambil I-131. Maka secara klinis I-131 dipakai
untuk terapi karsinoma tiroid berdiferensiasi, khususnya kasus
dengan metastasis jauh dan berdifat mengambil I-131.
b. Terapi Hormonal
Pasca operasi karsinoma tiroid berdiferensiasi pasien pada
dasarnya secara rutin siberikan tiroksin. Dasar teorinya adalah
tiroksin dapat menghambat sekresi TSH sehingga mengurangi
rekurensi dan metastasis.
c. Kemoterapi
Terahadap pasien karsinoma tiroid berdiferensiasi, masih belum
ada kemoterapi yang efektif, maka secara klinis kemoterapi hanya
dipakai secara selektif untuk pasien stadium lanjut yang tidak dapat
dioperasi atau metastasis jauh. Secara relatif karsinoma tiroid tak
berdiferensiasi lebih peka terhadap kemoterapi, secara klinis
umumnya dipakai kemoterapi kombinasi.
(Wan Desen, 2011)
L. Pencegahan
Pencegahan kanker tiroid dapat dilakukan dengan cara mengatur pola hidup
dan pola makan. Berikut 5 langkah mencegah kanker tiroid :
1. Mendapat kecukupan garam
2. Batasi radiasi
3. Konsumsi makanan anti kanker (contoh : daging sapi)
4. Antioksidan
5. Deteksi diri.
M. Legal Etik
1. Prinsip moral
a. Autonomy (hak pasien memilih)
Hak pasien untuk memilih treatment terbaik untuk dirinya
b. Beneficence (Bertindak untuk keuntungan orang lain/pasien)
Kewajiban untuk melakukan hal tidak membahayakan pasien/ orang
lain dan secara aktif berkontribusi bagi kesehatan dan kesejahteraan
pasiennya
c. Non-Maleficence (utamakan-tidak mencederai orang lain)
Kewajiban perawat untuk tidak dengan sengaja menimbulkan
kerugian atau cidera
d. Confidentiality (hak kerahasiaan)
Menghargai kerahasiaan terhadap semua informasi tentang
pasien/klien yang dipercayakan pasien kepada perawat.
e. Justice (keadilan)
Kewajiban untuk berlaku adil kepada semua orang. Perkataan adil
sendiri berarti tidak memihak atau tidak berat sebelah.
f. Fidelity (loyalty/ketaatan)
Kewajiban untuk setia terhadap kesepakatan dan bertanggungjawab
terhadap kesepakatan yang telah diambil.
g. Veracity (Truthfullness & honesty)
Kewajiban untuk mengatakan kebenaran, Terkait erat dengan prinsip
otonomi, khususnya terkait informed-consen. Prinsip veracity
mengikat pasien dan perawat untuk selalu mengutarakan kebenaran.
2. Advokasi
Memberikan gambaran pasien tentang penyakit yang dialami dan
meminta dokter untuk menjelaskan tentang perjalanan penyakit.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Pasien
b. Keluarga/Penanggung jawab
c. Kesehatan Pasien
1) Keluhan utama : adanya benjolan dileher
2) Keluhan tambahan : tremor, diaphoresis, exophtalmus,
suara serak, keringa berlebihan dan mudah lelah
3) Alasan masuk RS : adanya benjolan pada leher
4) Riwayat penyakit sekarang : karsinoma tiroid
5) Riwayat penyakit lalu : -
6) Alergi : tidak ada
2. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Nutrisi Metabolik
b. Pola Eliminasi
c. Pola Aktifitas Istirahat Tidur
d. Pola Kebersihan Diri
e. Pola Pemeliharaan Kesehatan
f. Pola Reproduktif
g. Pola Kognitif
h. Pola Konsep Diri
i. Pola Koping
j. Pola Peran
k. Pola Nilai Keyakinan
3. Pemeriksaan Fisik
1. Terdapat benjolan pada leher bagian bawah disebelah anterior trakea.
B. Diagnosa
1. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
2. Defisiensi pengetahuan (aspirasi jarum halus) berhubungan dengan
keterbatasan kognitif
3. Intoleran aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
C. Intervensi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
DX 1 Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1x24
jam diharapkan ansietas
hilang atau berkurang
dengan kriteria hasil :
- Klien melaporkan
cemas berkurang
- Klien menunjukan
postur rileks
1. Kaji dan
dokumentasikan
tingkat kecemasan
pasien
2. Menentukan
kemampuan
mengambil
keputusan pasien
3. Ajarkan keluarga
bagaimana
membedakan panik
dan gejala penyakit
fisik
4. Kolaborasikan
1. Untuk mengetahui
apakah tingkat
kecemasan pasien
berkurang atau
bertambah.
2. Agar pasien tidak
bimbang dan ragu
dalam mengambil
keputusan
3. Agar keluarga bisa
membedakan
serangan panik dan
gejala penyakit
fisik
dengan dokter,
untuk memberikan
obat ansietas, bila
perlu.
4. Diberikan bila
ansietas tidak
berkurang.
DX 2 Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1x24
jam diharapkan pasien
memperlihatkan
pengetahuan dengan
kriteria hasil :
- Klien paham akan
penyakit yang
dialaminya
1. Bina hubungan
saling percaya
2. Tetapkan tujuan
pembelajaran
bersama yang
realistis dengan
klien
3. Beri kesempatan
klien untuk
menanyakan hal
yang tidak diketahui
pasien
4. Ikut sertakan
keluarga
1. Agar pasien
percaya dengan
penjelasan perawat
2. Agar pasien
mengetahui tujuan
pembelajaran
3. Untuk memberi
kesempatan
kepada klien
mengenai hal-hal
yang tidak
diketahui atau
tidak dimengerti
4. Agar keluarga juga
mengetahui
tentang penyakit
yang dialami klien
DX 3 Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x24
jam diharapkan pasien
memperlihatkan
menoleransikan aktifitas
dengan kriteria hasil :
- Klien bisa
menunjukan
pergerakan aktifitas
sehari-hari
1. Pantau respons
aktifitas
2. Bantu pasien untuk
mengubah posisi
secara berkala
3. Ajarkan teknik
relaksasi saat
beraktifitas
4. Kolaborasikan
dengan ahli terapi
1. Untuk mengetahui
respons klien
2. Untuk
memudahkan
pasien berpindah
atau bergerak
3. Agar tenang saat
melakukan
aktifitas
4. Dilakukan bila
okupasi untuk
memudahkan
aktifitas klien
perlu dan bila
klien tidak
menunjukan
toleransi aktifitas
sehari-hari
DAFTAR PUSTAKA
Wilkinson, Judith M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. (Edisi 9). EGC: Jakarta
Setiadi. (2007). Anatomi & Fisiologi Manusia. (Edisi I). Graha Ilmu: Yogyakarta
Wan Desen. (2011). Buku Ajar Onkologi Klinis. (Edisi 2). FKUI: Jakarta
https://ml.scribd.com/doc/Endokrin-CA-Tiroid, diakses jam 20:27, tanggal 23-09-
2015