struma non-toksik pada kasus tiroid

24
Pendahuluan Kelenjar tiroid merupakan salah satu bagian dari system endokrin. Kelenjar tiroid terletak di leher depan, terdiri atas dua lobus yang dihubungkan oleh istmus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pratrakea sehingga pada setiap gerakkan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar tiroid kea rah cranial yang merupakan cirri khas kelenjar tiroid. Hormone tiroid diperlukan oleh hampir semua proses tubuh termasuk proses metabolisme. Kelainan kelenjar tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Salah satu kelainan dari tiroid adalah struma yang merupakan pembesaran dari kelenjar tiroid. KELENJAR TIROID DAN HORMON TIROID Anatomi dan Struktur Pada manusia, kelenjar tiroid terletak di leher bagian anterior dan fungsinya adalah sintesis dan sekresi hormon tiroid tiroksin ( T 4 ) dan tri-iodotironin ( T 3 ). Hormon – normon ini bersifat essensial untuk tumbuh kembang normal dan homeostasis tubuh dengan meregulasi produksi energi. Kelenjar paratiroid yang mensekresi hormon paratiroid tertanam dalam kelenjar tiroid, dan sel parafolikular yang tersebar di antara folikel tiroid memproduksi kalsitonin. Kelenjar tiroid manusia mulai berkembang sekitar 4 minggu setelah konsepsi dan bergerak turun ke leher sejalan dengan pembentukan struktur bilobular yang khas. Proses ini selesai pada trimester ke-3. 1 1

Upload: andre-a-pause

Post on 29-Nov-2015

54 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Pendahuluan

Kelenjar tiroid merupakan salah satu bagian dari system endokrin. Kelenjar tiroid

terletak di leher depan, terdiri atas dua lobus yang dihubungkan oleh istmus yang menutupi

cincin trakea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pratrakea

sehingga pada setiap gerakkan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar tiroid kea

rah cranial yang merupakan cirri khas kelenjar tiroid.

Hormone tiroid diperlukan oleh hampir semua proses tubuh termasuk proses

metabolisme. Kelainan kelenjar tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan

kelenjar dan morfologinya. Salah satu kelainan dari tiroid adalah struma yang merupakan

pembesaran dari kelenjar tiroid.

KELENJAR TIROID DAN HORMON TIROID

Anatomi dan Struktur

Pada manusia, kelenjar tiroid terletak di leher bagian anterior dan fungsinya adalah sintesis

dan sekresi hormon tiroid tiroksin ( T4 ) dan tri-iodotironin ( T3 ). Hormon – normon ini

bersifat essensial untuk tumbuh kembang normal dan homeostasis tubuh dengan meregulasi

produksi energi. Kelenjar paratiroid yang mensekresi hormon paratiroid tertanam dalam

kelenjar tiroid, dan sel parafolikular yang tersebar di antara folikel tiroid memproduksi

kalsitonin. Kelenjar tiroid manusia mulai berkembang sekitar 4 minggu setelah konsepsi dan

bergerak turun ke leher sejalan dengan pembentukan struktur bilobular yang khas. Proses ini

selesai pada trimester ke-3.1

Pada orang dewasa normal, kelenjar ini memiliki 2 lobus, dengan berat sekitar 25 g dan

terletak dekat dengan trakea. Kelenjar ini terdiri dari lebih dari satu juta kelompok sel, atau

folikel. Struktur ini tersusun sferis dan terdiri dari sel-sel yang

mengelilingi rongga sentral yang mengandung zat seperti jeli

yang disebut koloid., yang fungsinya menyimpan hormon

tiroid sebelum disekresi. Setiap sel tiroid memiliki tiga

fungsi : a). Eksokrin, karena mensekresi zat ke dalam koloid;

b). Absortif, karena mengambil zat dari koloid denga

pinositosis; dan c). Endokrin, karena mensekresi hormon

langsung ke dalam aliran darah.1

Gambar 1. Kelenjar Tiroid

1

Hormon Tiroid

Sintesis. Sel folikel memiliki mekanisme penangkap iodida ( iodide-trapping ) pada membran

basalnya yang memompa iodida dari makanan ke dalam sel. Pompa ini sangat kuat dan sel

dapat mengkonsentrasikan iodida sampai 25-50 kali lipat dari konsentrasinya dalam plasma.

Kandungan iodin dalam tiroid pada keadaan normal adalah sekitar 600 µg/g jaringan.

Pemacu ( enchancer ) ambilan meliputi :

a. TSH

b. Defisiensi iodin

c. Antibodi reseptor TSH

d. Autoregulasi

Penghambat ( inhibitor ) ambilan meliputi :

a. Ion I-

b. Glikosida jantung ( misalnya digoksin )

c. Tiosianat

d. Perklorat ( PclO4-)

Di dalam sel, iodida dioksidasi cepat oleh sistem peroksidase menjadi iodin yang lebih

reaktif, yang cepat bereaksi denga residu tirosin dalam glikoprotein tiroid yang disebut

tiroglobulin, untuk membentuk tiroglobulin mono-iodotirosil ( T1 ) atau di-iodotirosil ( T2 ).

Keduanya lalu bersatu membentuk residu tri-iodotironin ( T3 ) atau tiroksin ( T4 ), masih

berikatan dengan tiroglobulin yang disimpan dalam koloid. Proses ini di stimulasi oleh TSH.

Di bawah stimulasi TSH, droplet koloid diambil kembali ke dalam sitoplasma sel melalui

mikropinositosis, dimana droplet tersebut berfusi dengan lisosom dan diproteolisis sehingga

melepaskan residu dari glikoprotein. T1 dan T2 dideiodinasi cepat oleh halogenase, dan iodin

bebas di daur ulang di dalam sel folikel. Tri-iodotironin dan tiroksin dilepaskan ke dalam

sirkulasi, di mana keduanya terikat dengan protein plasma, termasuk thyroxine-binding

globulin ( TBG ), throxine-binding prealbumin ( TBPA ), dan albumin. Sebagian besar T3 dan

T4 berada dalam keadaan terikat dan tidak aktif secara fisiologis, dan hanya fraksi bebas yang

bersifat aktif.1

Metabolisme. Tiroid mensekresi secara total 80 – 100 µg T3 dan T4 per hari, dengan rasio T4 :

T3 sekitar 20:1. Walaupun T3 dan T4 sama-sama bersirkulasi, namun jaringan mendapatkan

90% dari T3 yang dimilikinya dengan mendeiodinasi T4. Iodida yang dibebaskan dari hormon

2

tiroid dieksresi di urin dan diresirkulasi ke tiroid., tempat iodida ini dokonsentrasikan oleh

mekanisme perangkap ( trapping ). Sekitar sepertiga T4 yang keluar dari plasma di

konjugasikan dengan glukoronida atau sulfat di hati dan dieksresi dalam empedu. Sebagian

kecil dari T4 bebas direabsorpsi melalui sirkulasi enterohepatik. Waktu paruh T4 dalam

plasma sekitar 6-7 hari, sedangkan T3 jauh lebih singkat yaitu sekitar 1 hari. T3 bersifat jauh

lebih poten daripada T4.1

Mekanisme kerja hormon tiroid. Terdapat beberapa lokasi kerja T3 di dalam sel. Pada

membran, hormon ini menstimulasi pompa Na+/K+-ATPase, menimbulkan peningkatan

ambilan asam amino dan glukosa, sehingga menyebabkan kalorigenesis ( produksi panas ). T3

bergabung dengan reseptor spesifik pada mitokondria menghasilkan energi dan dengan

reseptor intranuklear, yang merupakan modulator transkripsi, menyebabkan perubahan

sintesis protein.1

Anamnesis

Auto anamnesia. Data identitas pasien secara lengkap.4

Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit dahulu

Menanyakan riwayat penyakit sebelumnya jika ada : diabetes mellitus, darah tinggi

(hipertensi)

Keluhan penyakit yang dialami.

a. Menanyakan apakah berat badan naik/turun.

b. Menanyakan apakah leher terasa membesar .

c. Menanyakan apakah pembengkakan leher terjadi dengan cepat sekali atau sangat

lambat.

d. Menanyakan apakah bengkakan terasa nyeri atau tidak.

e. Menanyakan apakah ada banyak keringat dan berasa kepanasan.

f. Menanyakan apakah penglihatan kabur/double.

g. Menanyakan apakah terasa cepat lelah.

h. Riwayat pembengkakan kaki di pretibia: sejak kapan, nyeri tekan atau tidak.

Riwayat diet yang diambil

Riwayat makan obat sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga : menanyakan apakah ada anggota keluarga yang

mengidap penyakit yang sama.3

Riwayat Pribadi dan Riwayat Sosial Ekonomi.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan tanda vital

- Suhu tubuh

- Tekanan darah : meninggi akibat efek dari hormon tiroid

- Denyut nadi : takikardi

- Frekuensi nafas

Pengukuran berat badan, tinggi badan / Indeks Massa Tubuh

 Untuk memastikan apakah terdapat ketidakseimbangan antara berat dan tinggi tubuh badan

pasien.

Inspeksi & Palpasi

 - Mengukur lingkar pembesaran pada leher

 - Melakukan perabaan pada bagian leher yang membengkak apakah teraba rata (diffusa) atau

bergelombang (nodul keras/berbenjol-benjol)

- Meperhatikan apakah ada eksoftalmus dan tanda-tanda pada mata seperti :

tanda Moebius : pasien tidak dapat melakukan konvergensi.

tanda von Grave : jika melihat ke bawah, palpebra superior tidak dapat mengikuti bulbus

okuli, sehingga anatar palpebra superior dan terlihat jelas sclera bagian atas.

tanda von stelwag : mata pasien jarang berkedip.

tanda Joffroy : pasien tidak dapat mengerutkan dahi

tanda Pemberton : kemerahan pada muka setelah mengangkat kedua tangan ke atas

tanda Rosenbach : tremor palpebra saat menutup mata

ditemukan adanya miksedema pretibia (hanya ditemukan pada penderita hipertiroidisme)

Auskultasi. Terdengar bunyi sistolik jantung di apeks jantung akibat palpitasi (rasa yang

tidak nyaman yangdiakibatkan denyut jantung yang tidak teratur/lebih keras).2

4

Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal :

1. Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel).

2. Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras.

3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada

4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.

5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.

Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multipel namun pada umumnya pada

keganasan nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya keras  sampai sangat keras. Yang

multipel biasanya tidak ganas kecuali apabila salah satu dari nodul   tersebut lebih menonjol

dan lebih keras daripada yang lainnya.

Apabila suatu nodul nyeri pada penekanan dan mudah digerakkan, kemungkinannya ialah

suatu perdarahan ke dalam kista, suatu adenoma atau tiroiditis tetapi kalau nyeri dan sukar

digerakkan kemungkinan besar suatu karsinoma.

Nodul yang tidak nyeri apabila multipel dan bebas digerakkan mungkin ini merupakan

komponen struma difus atau hiperplasia tiroid. Namun apabila nodul multipel tidak nyeri

tetapi tidak mudah digerakkan ada kemungkinan itu suatu keganasan. Adanya limfadenopati

mencurigakan suatu keganasan dengan anak sebar.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Sidik Tiroid

Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama

ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi NaCl per oral dan

setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap

oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk seperti telah disinggung diatas:

1. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya.

Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.

2. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini

memperlihatkan aktivitas yang berlebih.

5

3. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi

nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.

Dari hasil pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dibedakan apakah yang kita hadapi itu suatu

keganasan atau sesuatu yang jinak. Keganasan biasanya terekam sebagai nodul dingin dan

soliter tetapi tidak berarti bahwa semua nodul dingin adalah keganasan. Liecthy mendapatkan

bahwa 90% dari nodul dingin adalah jinak dan 70 % dari semua nodul jinak adalah juga

nodul dingin.

Nodul yang hangat biasanya bukan keganasan. Namun Alves dkk pada penelitiannya

mendapatkan 2 keganasan di antara 24 nodul hangat. Apabila ditemukan nodul yang panas ini

hampir pasti bukan suatu keganasan.

Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Dengan pemeriksaan USG  dapat dibedakan abtara yang padat dan cair. Selain itu dengan

berbagai penyempurnaan sekaran USG dapat membedakan beberapa bentuk kelainan tetapi

belum dapat membedakan dengan pasti apakah suatu nodul itu ganas atau jinak. Pemeriksaan

ini mudah dilakukan tetapi interpretasinya agak lebih sukar dari sidik tiroid.

Gambran USG yang didapat dibedakan atas dasar kelainan yang difus atau fokal yang

kemudian juga dibedakan atas dasar derajat ekonya yaitu hipoekoik, isoekoik atau campuran.

Kelainan- kelainan yang dapat didiagnosis secar USG ialah:

Kista; kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dindingnya tipis.

Adenoma/ nodul padat; iso atau hiperekoik, kadang-kadang disertai hal yaitu suatu

lingkaran hipoekoik disekelilingnya.

Kemungkinan karsinoma; nodul padat, biasanya tanpa halo.

Tiroditis; hipoekoik, difus, meliputi seluruh kelenjar.

Adanya halo dikaitkan dengan sesuatu yang jinak (adenoma) tetapi sekarang ternyata bahwa

halo dapat pula ditemukan keganasan.

Dibandingkan sidik tiroid dengan radioisotop,USG dalam beberapa hal lebih menguntungkan

karena dapat dilakukan tanpa persiapan dan kapan saja. Pemeriksaan ini lebih aman dapat

dilakukan pada orang hamil atau anak-anak dan lebih dapat membedakan antar yang jinak

dan ganas.3

6

Biopsi aspirasi jarum halus

Pada masa sekarang dilakukan dengan jarum halus biasa yitu Biopsi Aspirasi Jarum Halus

(BAJAH)  atau Fine Needle Aspiration (FNA) mempergunakan jarum suntik no.22-27. Cara

ini mudah aman dapat dilakukan dengan berobat jalan. Dibandingkan dengan biopsi cara

lama (jarum besar) , biopsi jarum halus tidak nyeri tidak menyebabkan dan hampir tidak ada

bahaya penyebaran sel-sel ganas. Ada beberapa kerugian pada biopsi, jarum ini yaitu dapat

memberikan hasil negatif palsu atau positif  palsu. Negatif palsu biasanya karena lokasi

biopsi yang kurang tepat , teknik biopsi yang kurang benar atau preparat  yang kurang baik

dibuatnya. Hasil positif palsu dapat terjadi karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.3

Working Diagnosis

Struma Non-toksik

Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel-

folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun- tahun sebagian folikel tumbuh

semakin besar dan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler. Struma nodosa

non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih

tanpa disertai tanda- tanda hipertiroidisme.

Struma nontoksik biasanya menujukkan pembesaran kelenjar tiroid dari stimulasi

TSH, yang mana merupakan akibat dari sintesis hormone tiroid yang tidak adekuat. Tabel

dibawah ini memberikan daftar beberapa penyebab goiter nontoksik.4

Tabel 1. Etiologi struma nontoksik4

1. Defisiensi iodine

2. Goitrogenik dalam makanan

3. Tiroiditis hashimoto

4. Tiroiditis subakut

5. Sintesis hormone tidak adekuat akibat cacat bawaan

pada enzim- enzim tiroid yang dibutuhkan untuk

biosintesa T3 dan T4

6. Defisiensi bawaan pada reseptor T4 pada

membrane sel (jarang)

7. Neoplasma, jinak atau ganas

7

Diffential Diagnosis

Ca Tyroid

Karsinoma tiroid relatif jarang ditemukan di Amerika Serikat dan mewakili sekitar 1,5%

dari semua penyakit kanker. Sebagian besar kasus terjadi pada orang dewasa dengan

predominasi wanita. Sebagian besar ( 90-95% ) merupakan lesi yang terdifferensiasi dengan

baik dan karena itu relatif tidak agresif. Subtipe utama karsinoma tiroid dan frekuensi

relatifnya meliputi :5

a. Karsinoma papilaris : 75% hingga 85%

b. Karsinoma folikularis : 10% hingga 20%

c. Karsinoma medularis : 5%

d. Karsinoma anaplastik : <5%

Gambaran klinis Papilaris. Sebagian besar karsinoma papilaris ditemukan sebagai nodul-

nodul tiroid tanpa gejala ( asimptomatik ), tetapi karena intensitas invasinya ke limfatik

sangat besar, manifestasi pertamanya dapat berupa massa pada limfonodi servikal. Tumor

tersebut mengenai limfonodi regional pada 50% kasus saat diagnosis ditegakkan, kendati

metastatis jauh jarang terdapat pada saat tumor ditemukan ( 5% ). Karsinoma yang secara

khas berupa nodul tunggal dapat bergerak dengan bebas ketika pasien menelan dan tidak bisa

dibedakan dengan nodul jinak. Suara parau, disfagia, batuk-batuk, atau dispnea menunjukkan

penyakit yang sudah lanjut. Prognosis umumnya sangat baik ( angka kelangsungan hidup 10

tahun > 95% ); faktor-faktor yang tidak menguntungkan meliputi usia di atas 40 tahun,

adanya perluasan ekstratiroid, dan metastatis jauh.5

Gambaran klinis Folikularis. Sebagian besar metastasis bersifat hematogen ( tulang, paru-

paru, hati ). Prognosis terutama bergantung pada luasnya invasi saat tumor ditemukan, dan

lebih kurang 75% hingga 80% pasien karsinoma folikularis dengan invasi yang luas akan

mengalami metastasis; hampir separuhnya akan meninggal dunia karena penyakitnya dalam

waktu 10 tahun. Hal ini sangat berbeda dengan karsinoma folikularis yang invasinya minimal

dan memiliki angka kelangsungan hidup 10 tahun lebih dari 90%. Lesi dengan differensiasi

yang lebih baik dapat mengambil zat radioaktif iodium yang dapat digunakan untuk

mengenali lesi metastatik dan dipakai sebagai terapi paliatif.

Gambaran klinis Medularis. Gambaran klinisnya bervariasi bergantung pada kasusnya

sporadik atau familial.

8

o Kasus sporadik : biasanya ditemukan sebagai sebuah massa tiroid, kadang disertai

dengan disfagia, suara yang parau, atau gejala batuk-batuk, kadang-kadang terdapat

kasus dengan manifestasi yang berkaitan dengan sekresi produk peptida ( misalnya ;

diare yang terjadi karena kalsitonin atau polipeptida intestinal yang vasoaktif ).

o Kasus familial : biasanya terdeteksi lewat skrining terhadap sanak keluarga pasien yang

asimptomatik untuk menemukan kadar kalsitonin serum yang abnormal.

o Dalam spektrum virulensi biologi, karsinoma tiroid medularis familial merupakan

karsinoma medularis sporadik dengan lesi yang cukup indolen dan karsinoma yang

berkaitan dengan MEN-2A memiliki sifat agresif yang sedang sementara tumor MEN-2B

menunjukkan prognosis yang bururk dengan kecenderungan bermetastasis secar dini leat

aliran darah.

Gambaran klinis Anaplastik. Tumor undifferentiated termasuk karsinoma sel kecil, sel

raksasa dan sel kumparan. Biasanya terjadi pada pasien-pasien tua dengan riwayat goiter

yang lama di mana kelenjar tiba-tiba dalam waktu beberapa minggu atau bulan mulai

membesar dan menghasilkan gejala-gejala penekanan, disfagia atau kelumpuhan pita suara,

kematian akibat perluasan lokal yang masif biasanya terjadi dalam 6-36 bulan. Tumor-tumor

ini sangat resisten terhadap pengobatan.6

Tiroiditis

Istilah tiroiditis mencakup segolongan kelainan yang ditandai dengan adanya

inflamasi tiroid. Termasuk didalamnya keadaan yang timbul mendadak dengan disertai rasa

sakit yang hebat pada tiroid, dan keadaan dimana secara klinis tidak ada inflamasi dan

manifestasi penyakitnya terutama dengan adanya disfungsi tiroid atau pembesaran kelenjar

tiroid dan tiroiditis fibrosa.7

Pada golongan tiroiditis subakut pola perubahan fungsi tiroid biasanya dimulai

dengan hipertiroid, diikuti dengan hipotiroid dan akhirnya kembali eutiroid. Hipertiroid

terjadi karena kerusakan sel- sel folikel tiroid dan pemecahan timbunan tiroglobulin,

menimbulkan pelepasan yang tidak terkendali dari hormone T3 dan T4. Hipertiroid ini

berlangsung sampai timbunan T3 dan T4 habis. Sintesis hormone yang baru terhenti tidak

hanya karena kerusakan sel- sel folikel tiroid tetapi juga karena penurunan TSH akibat

kenaikan dari T3 dan T4. Hipotiroid yang terjadi biasanya sementara. Bila inflamasinya

mereda, sel- sel folikel tiroid akan regenerasi, sintesis dan sekresi hormone akan pulih

kembali.7

9

Tiroiditis dapat dibagi berdasar atas etiologi, patologi atau penampilan klinisnya.

Penampilan klinis dapat berupa perjalanan penyakit dan ada tidaknya rasa sakit pada tiroid.

Ada tidaknya sakit ini penting karena merupakan pertimbangan utama untuk menegakkan

diagnosis.7

Berdasarkan perjalanan penyakit dan ada tidaknya rasa sakit tiroiditis dapat di bagi atas

Tiroiditis akut disertai rasa sakit: 1). Tiroiditis infeksiosa akut = tiroiditis supurativa,

2). Tiroiditis oleh karena radiasi, 3). Tiroiditis traumatika

Tiroiditis subakut

a. Yang disertai rasa sakit: tiroiditis granulamatosa = tiroiditis non supurativa =

tiroiditis de Quervain

b. Yang tidak disertai rasa sakit: 1). Tiroiditis limfositik subakut; 2). Tiroiditis post

partum; 3). Tiroiditis karena obat- obatan

Tiroiditis kronis: 1). Tiroiditis hashimoto; 2). Tiroiditis riedel; 3). Tiroiditis infeksiosa

kronis oleh karena mikobacteri, jamur dan sebagainya.7

Tiroiditis akut

Penyebab tiroiditis tidak jelas,bisa akibat infeksi virus. Pada beberapa kasus akibat infeksi

bacterial (jarang terjadi).

Bakteri pathogen biasanya adalah staphylococcus dan pneumococcus dan jarang

salmonella atau bacteroide

Gejala yang karesteristik

Panas badan

Kelemahan yang ekstrim (malaise)

Nyeri pada tiroid yang membesar

Struma yang terjadi biasanya tidak simetris membesarnya kadang- kadang sampai 2-3

ukuran normal

Kadang menimbulkan refered pain ke persendian mandibula atau ke telinga atau kelenjar

getah bening dekat tiroid

Disfagia

Pemeriksaan uptake I131 yang rendah dan protein Bound Iodine (PBI) yang sedikit meningkat

atau normal menunjukkan adanya tiroiditis

10

Pengobatan yang dianjurkan adalah dengan antibiotic. Bila sudah terjadi abses maka

terapinya sama dengan abses ditempat lain yaitu dengan dilakukan drainage.

Tiroiditis Subakut

Sering timbul sebagai self limited disease. Etiolagi pasti tidak jelas. Perbandingan laki :

wanita = 1 : 5

Klinis : timbul rasa nyeri pada daerah tiroid dan kadang nyeri juga menjalar pada pensendian,

rahang bawah, serta telinga, nyeri menelan.

Penatalaksanaan :

Kortikosteroid

Analgetik, untuk mengantisipasi gejalanya

Tiroiditis Kronik

a. Hashimoto Tryroiditis

Pertama kali dilaporkan oleh Hawkin Hashimoto dari Jepang pada tahun 1912, sebagai

penyakit tiroid akibat gangguan imunologis sering menyebabkan hipotiroid pada anak-

anak dan dewasa. Pembagian Laki- laki : wanita = 1 : 5, sering terjadi pada usia 30 – 50

tahun. Klinis yang didapat biasanya struma multinodosa dengan batas nodul tidak jelas .

Benjolan yang terjadi biasanya pada pole bawah, tidak nyeri, tidak febris, dan ada

penurunan berat badan. Pada struma besar sering menimbulkan penekan pada vena cava

superior. Diagnose Hashimoto disease dimula dengan ditemukannya hipotiroid. Fungsi

pemeriksaan tiroid ditemukan TSH normal dan sedikit penurunan T3 dan T4. Tidak ada

pengobatan yang spesifik untuk Hashimoto disease. Medikamentosa dengan memberikan

hormone Croksin sebagai replacement serta simptomatis lain. Kadang diperlukan

pembedahan yang sifatnya adalah untuk mengurangi jeratan atau penekanan yang

diakibatkan. Biopsi atau FNA di lakukan untuk membedakan dengan proses keganasan

b. Riedel Disease

Kebanyaan pada usia 30- 60 tahun. Wanita lebih sering di bandingkan pria. Etiologi

terjadi fibrosis tidak jelas tetapi sering dihubungkan sebagai kelanjutan dari subakut

Gejala klinis

Adanya pembesaran yang cepat pada kelenjar tiroid disertai dengan gangguan pada

trachea atau esophagus

Konsistensinya mengeras seperti kayu, bentuknya irregular, tanpa rasa nyeri

Pada pemeriksaan laboratorium hampir tidak didapat kelainan hanya bila pada fase akhir

akan didapat hipotiroid. Diagnose dapat dilakukan dengan biopsy Pengobatan ditujukan 11

pada suplemen hormonal bila dalam kondisi hipotiroid Pembedahan diindikasikan atas

adanya penekanan atau jeratan pada trachea atau eosophagus

Etiologi

Defisiensi iodine adalah penyebab tersering dari goiter non toksik atau goiter

“endemic”, dengan penggunaan yang meluas dari garam beriodin dan pemberian iodide pada

pupuk, makanan binatang dan pengawet makanan, defisiensi iodide dinegara- Negara maju

relative jarang.

Zat zat goitrogenik dalam makanan jarang menyebabkan goiter dan dari ini yang

paling sering adalah iodide sendiri. Dosis iodida besar seperti pada amiodaron atau tablet

kelp, pada pasien yang rentan dapat menimbulkan goiter dan hipotiroidisme.

Penyebab pembesaran tiroid yang paling umum pada Negara- Negara berkembang

iolah tiroiditis kronis. Tiroiditis subakut menyebabkan pembesaran tiroid dengan nyeri tekan

yang halus.5

Klasifikasi

Pada struma gondok endemic, Perez membagi klasifikasi menjadi:

1. Derajat 0: tidak teraba pada pemeriksaan

2. Derajat I: teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditegakkan

3. Derajat II: mudah terlihat pada posisi kepala normal

4. Derajat III: terlihat pada jarak jauh

Pada keadaan tertentu derajat 0 dibagi menjadi:

a. Derajat 0a: tidak terlihat atau teraba tidak besar dari ukuran normal

b. Derajat 0b: jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak terlihat bila kepala

ditegakkan

Epidemiologi

Jarang ditemukan dinegara- negara maju, namun banyak pada daerah seperti afrika

tengah, pegunungan Asia tengah, pegunungan Amerika selatan dan Indonesia yang dimana

asupan iodine kurang.5

Patofisiologi

12

Perkembangan goiter non toksik pada pasien dengan dishormongenesis atau defisiensi

iodine berat dan, kemudian peningkatan sekresi TSH. TSH menginduksi hiperplasi tiroid

difus, yang diikuti oleh hyperplasia fokaldengan nekrosis dan perdarahan dan akhirnya terjadi

didaerah- daerah hyperplasia fokal baru. Hyperplasia fokal atau nodular biasanya melibatkan

suatu klon sel yang mungkin mampu atau tidak untuk mengambil iodine atau mensintesa

tiroglobulin. Jadi, nodul- nodul ini akan bervariasi dari nodul “panas” yang dapat

mengkonsentasikan iodine sampai nodul “dingin” yang tidak dapat, dan dari nodul koloid

yang dapat mensintesis tiroglobulin sampai mikrofolikular yang tidak dapat. Mula- mula

hyperplasia ini TSH dependent, tapi kemudian nodul menjadi TSH independent atau

autonomous. Jadi goiter TSH dependent non toksik difus terus berjalan dalam jangka waktu

tertentu dan akhirnya jadi goiter toksik multinodular atau nontoksik TSH independent.

Mekanisme untuk perkembangan dan pertumbuhan otonom dan fungsi nodul tiroid

mungkin melibatkan mutasi yang terjadi pada pembelahan sel yang diinduksi TSH dalam

suatu onkogen yang mengaktifkan protein Gs dalam membrane sel. Mutasi dari onkogen ini

yang disebut onkogen gsp telah ditemukan dalam proporsi yang tinggi pada nodul- nodul

yang berasal dari penderita goiter multinodular. Aktivasi kronikpada protein Gs akan

menghasilkan proliferasi dan hiperfungsi sel tiroid bahkan bila TSH tersupresi.5

Manifestasi Klinis

Penderita goiter nontoksik biasanya mempunyai pembesaran tiroid, seperti disebutkan diatas,

yang dapat difus atau multinodular. Kelenjar dapat relative keras tetapi sering kali lunak.

Setelah jangka waktu tertentu, kelenjar ini jadi lebih membesar, sehingga pada goiter

multinodular yang sudah lama, dapat terjadi goiter yang sama besar dan meluas kebawah

menjadi goiter substernal. Penderita dapat mengeluh gejala- gejala penekanan pada leher,

terutama bila menggerakan kepala keatas atau ke bawah dan juga mengeluh kesulitan

menelan. Kelumpuhan pita suara akibat keterlibatan nervus laringeus rekuren jarang terdapat.

Bisa didapkan gejala hipotiroidisme ringan, tetapi kebanyakan pada penderita- penderita ini

adalah eutiroid. Pembesaran tiroid menandakan adanya hipotiroidisme kompensata.5

Penatalaksanaan

Pilihan terapi Nodul Tiroid

1. Terapi supresi dengan hormone levotiroksin

2. Bedah

13

3. Iodium radio aktif

4. Suntikan ethanol (perkutaneous ethanol injection)

5. Terapi laser dengan tuntunan unltrasonografi (USG guided laser terapi)

6. Observasi, bila yakin nodul tidak ganas

Dengan pengecualian terhadap yang disebabkan oleh neoplasma, penanganan struma

nontoksik muktahir hanya terdiri dari pemberian hormone tiroid sampai TSH sempurna

tertekan. Levotiroksin dalam dosis 0,1-0,2 mg/hari (kira-kira 2,2 µg/kg atau 1 µg/pon) akan

menekan TSH hipofisis dan berakibat regresi lambat struma dan juga perbaikan

hipotiroidisme. Struma lama bisa mempunyai daerah- daerah nekrosis, perdarahan dan

pembentukan jaringan parut yang tidak akan regresi dengan terapi tiroksin. Namun, lesi ini

tidak akan bertambah sementara penderita minum tiroksin. Pada pasien lebih tua, pemberian

levotiroksin harus dilakukan dengan sangat hati- hati karena nodul panas biasanya

autonomous dan kombinasi hormone eksogen dan endogen akan dengan cepat menimbulkan

gejala- gejala toksik.

Pembedahan diindikasikan untuk struma yang terus tumbuh disamping supresi TSH

dengan T4 atau yang menimbulkan gejala- gejala penekanan. Pembesaran struma substernal

biasanya merupakan indikasi bedah pengangkatan.4

Pencegahan

1. Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah endemik

sedang dan berat.

2. Edukasi

Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan

memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.

3. Penyuntikan lipidol

Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi

suntikan 40 % tigatahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam

tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc – 0,8 cc.

Komplikasi14

Beberapa komplikasi struma non- toksik :

• Pendarahan. Resiko ini minimum tetapi harus hati-hati dalam mengamankan

hemostasis dengan penggunaan diam yang bijaksana.  Perdarahan selau mungkin

terjadi setelah tiroidektomi. Bila ia timbul biasanya ia suatu kedaruratan bedah,

tempat diperlu secepat mungkin dekompresi leher segera dan mengembalikan pasien

ke kamar operasi

• Paralise N. rekurens laringeus. Ini menimbulkan paralisis sebagian atau total (jika

bilateral) laring. Pengetahuan anatomi bedah yang adekuat dan kehati-hatian pada

operasi seharusnya mencegah cedera pada saraf ini atau pada nervus laryngeus

superior.

• Trakeomalasia

• Infeksi

• Keloid

• Hipotiroid

• Hipertiroid yang kambuh

Prognosis

Prognosis struma biasanya baik. Semua struma harus diamati dengan uji dan biopsy.

Penderita goiter nontoksik biasanya harus minum levotiroksin seumur hidup. Mereka harus

menghindari iodida yang dapat menginduksi hipertiroidisme atau, bila tidak ada pemberian

tiroksin maka hipotiroidisme. Kadang- kadang adenoma tunggal atau beberapa adenoma akan

menjadi hiperplastik dan mengakibatkan goiter nodular toksik. Goiter nontoksik sering

familial dan anggota keluarga yang lain harus diperiksa dan diawasi untuk kemungkinan

timbulnya goiter.4

Kesimpulan

Tiroid merupakan salah satu bagian dari kelenjar endokrin yang berperan penting dalam

kehidupan manusia, terutama sekresi hormone oleh kelenjar tiroid itu sendiri. Struma adalah

salah satu gangguan yang disebabkan oleh gangguan pada hormone tiroid sehingga

menimbulkan manifestasi seperti perbesaran pada kelenjar tiroid.

15

Daftar Pustaka

1. Ben Greenstein, Diana F Wood. At a glance, Sistem endokrin. Edisi kedua. Jakarta :

Erlangga, 2010 : 30 – 4.

2. Jonathan Gleadle. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik ; alih bahasa, Annisa

Rahmalia ; editor bahasa Indonesia, Amalia Safitri. Jakarta: Erlangga, 2007.

3. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi: konsep klinis proses- proses penyakit. Edisi 6.

Jakarta: EGC, 2005, hal 1232

4. Endrokrinologi dasar dan klinik / diedit oleh Francis S. Greenspan, John D. Baxter; alih

bahasa, Caroline Wijaya, R.F. Maulany, Sonny Samsudin; editor, Agnes Kartini, Lydia I.

Mandera, Vivi Sadikin. Ed 4. Jakarta: EGC, 2000, hal 269- 272.

5. Kasper DL, Braunwald E, Fauci S et all, penyunting. Harisson’s principles of internal

medicine, edisi ke-16. New york: McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2005

6. Robbins. Buku ajar patologi. editor, Vinay Kumar, Ramzi S.Cotran, Stanley L. Robbins ;

alih bahasa, Brahm U. Pendit ; editor edisi bahasa Indonesia, Huriawati Hartanto,

Nurwany Darmaniah, Nanda Wulandari. –Ed. 7, vol. 2 – Jakarta : EGC,2007:811 – 24.

7. Editor Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, Macellus Simadibrata K. Jilid III.

Edisi V. Jakarta : Interna Publishing, 2009; hal 2016 – 21.

16