laporan fix produktivitas
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber energi primer bagi ekosistem adalah cahaya matahari. Energi cahaya
matahari hanya dapat diserap oleh organisme tumbuhan hijau dan organisme fotosintetik.
Energi cahaya digunakan untuk mensintesis molekul anorganik menjadi molekul organik
yang kaya energi. Molekul tersebut selanjutnya disimpan dalam bentuk makanan dalam
tubuhnya dan menjadi sumber bahan organik bagi organisme lain yang heterotrof.
Organisme yang memiliki kemampuan untuk mengikat energi dari lingkungan disebut
produsen.
Produksi bagi ekosistem merupakan proses pemasukan dan penyimpanan energi
dalam ekosistem. Pemasukan energi dalam ekosistem yang dimaksud adalah pemindahan
energi cahaya menjadi energi kimia oleh produsen. Sedangkan penyimpanan energi yang
dimaksudkan adalah penggunaan energi oleh konsumen dan mikroorganisme. Laju produksi
makhluk hidup dalam ekosistem disebut sebagai produktivitas (Resosoedarmo, 1986).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan produktivitas primer rumput dan produktivitas sekunder marmut ?
1.3 Tujuan
1. Melakukan pengukuran produktivitas ekosistem yang meliputi produktivitas primer dan
produktivitas sekunder.
2. Menganalisis produktivitas suatu tanaman dalam mempengaruhi nilai konsumtif hewan
3. Menaksir luas areal tumbuhan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
hidup/makan hewan
BAB II
PRODUKTIVITAS PRIMER
2.1 PRODUKTIVITAS
Produktivitas adalah laju produksi makhluk hidup dalam ekosistem. Produktivitas
ekosistem merupakan suatu indeks yang mengintegrasikan pengaruh kumulatif dari
banyak proses dan interaksi yang berlangsung simultan di dalam ekosistem. Jika
produktivitas pada suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama
maka hal ini menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika terjadi perubahan
yang dramatis, maka menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau
terjadi perubahan yang penting dalam interaksi di antara organisme-organisme yang
menyusun ekosistem (Jordan, 1985).
Aliran energi di dalam ekosistem berhubungan dengan konsep produktivitas.
Tumbuh-tumbuhan berklorofil mampu menangkap energi cahaya dan mengolah serta
menyimpannya menjadi energi kimia berupa bahan organik. Energi kimia yang disimpan
oleh tumbuh-tumbuhan (produsen) disebut produksi atau lebih khusus lagi produksi
primer. Energi kimia ini merupakan energi pertama dari bentuk penyimpanan energi.
Kecepatan akumulasi energi pada produsen (autotrof) dikenal sebagai produktivitas
primer. Produktivitas primer adalah jumlah total energi kimia berupa bahan organik yang
dibentuk oleh tumbuh-tumbuhan per satuan luas, per satuan waktu, sering ditulis dengan
calori/cm2/tahun atau bahan organik kering dalam gram/m2/tahun .
Jumlah bahan organik pada waktu tertentu persatuan luas disebut hasil bawaan
(standing crop) atau biomassa. Hasil bawaan selalu dituliskan sebagai berat kering dalam
gram/m2 atau kg/m2 atau 106 gram/hektar. Produktivitas primer merupakan hasil
fotosintesis oleh tumbuhan berklorofil termasuk ganggang. Fotosintesis oleh bakteri dan
kemosintesis juga menyokong produktivitas primer walupun hasil keduanya sangat kecil.
Jumlah total yang ditangkap dalam bentuk bahan makanan oleh tumbuhan dengan proses
fotosintesis disebut produktivitas primer kotor.
Sebagian hasil produksi primer digunakan oleh tumbuh-tumbuhan di dalam
proses respirasi. Jumlah total energi kimia berupa bahan organik per satuan luas, per
satuan waktu setelah dikurangi energi untuk resprasi disebut produktivitas primer bersih.
Produktivitas primer bersih inilah yang berguna untuk manusia dan hewan
(Dirdjosoemarto, 1993).
Organisme heterotrof mensintesis kembali energi yang diperolehnya dan
disimpan dalam jaringan heterotrof disebut produktivitas sekunder. Produktivitas
sekunder merupakan produktivitas hewan dan saproba dalam komunitas. Produktivitas
komunitas diartikan sebagai jumlah bahan organik yang tersimpan dan tidak digunakan
oleh heterotrof. Contohnya produksi primer bersih dikurangi konsumen heterotrof.
Hewan adalah organisme yang tidak dapat membuat makanan sendiri (heterotrof), oleh
sebab itu kebutuhannya akan energi tergantung pada produksi primer bersih.
Menurut Jordan (1985) Jika produktivitas suatu ekosistem hanya berubah sedikit
dalam jangka waktu yang lama maka hal itu menandakan kondisi lingkungan yang stabil,
tetapi jika perubahan yang dramatis maka menunjukkan telah terjadi perubahan
lingkungan yang nyata atau terjadi perubahan yang penting dalam interaksi di antara
organisme penyusun eksosistem. Menurut Campbell (2004), terjadinya perbedaan
produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya faktor
pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam pembatasan
produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim dalam lingkungan.
Produktivitas pada ekosistem dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a. Suhu
Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan, maka produktivitas akan
meningkat dari wilayah kutub ke ekuator. Namun pada hutan hujan tropis, suhu
bukanlah menjadi faktor dominan yang menentukan produktivitas, tapi lamanya
musim tumbuh. Adanya suhu yang tinggi dan konstan hampir sepanjang tahun
dapat bermakna musim tumbuh bagi tumbuhan akan berlangsung lama, yang
pada gilirannya meningkatkan produktivitas.
b. Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi primer bagi ekosistem. Cahaya
memiliki peran yang sangat vital dalam produktivitas primer, oleh karena hanya
dengan energi cahaya tumbuhan dan fitoplankton dapat menggerakkan mesin
fotosintesis dalam tubuhnya. Hal ini berarti bahwa wilayah yang menerima lebih
banyak dan lebih lama penyinaran cahaya matahari tahunan akan memiliki
kesempatan berfotosintesis yang lebih panjang sehingga mendukung peningkatan
produktivitas primer.
c. Air, curah hujan dan kelembaban
Air merupakan bahan dasar dalam proses fotosintesis, sehingga
ketersediaan air merupakan faktor pembatas terhadap aktivitas fotosintetik.
Secara kimiwi air berperan sebagai pelarut universal, keberadaan air
memungkinkan membawa serta nutrient yang dibutuhkan oleh tumbuhan.
Air memiliki siklus dalam ekosistem. Keberadaan air dalam ekosistem dalam
bentuk air tanah, air sungai/perairan, dan air di atmosfer dalam bentuk uap. Uap
di atmosfer dapat mengalami kondensasi lalu jatuh sebagai air hujan. Interaksi
antara suhu dan air hujan yang banyak yang berlangsung sepanjang tahun
menghasilkan kondisi kelembaban yang sangat ideal tumbuhan terutama pada
hutan hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas.
d. Nutrien
Tumbuhan membutuhkan berbagai ragam nutrient anorganik, beberapa
dalam jumlah yang relatif besar dan yang lainnya dalam jumlah sedikit, akan
tetapi semuanya penting. Pada beberapa ekosistem terrestrial, nutrient organic
merupakan faktor pembatas yang penting bagi produktivitas. Produktivitas dapat
menurun bahkan berhenti jika suatu nutrient spesifik atau nutrient tunggal tidak
lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi. Nutrient spesifik yang demikian
disebut nutrient pembatas (limiting nutrient). Pada banyakekosistem nitrogen dan
fosfor merupakan nutrient pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan
bahwa CO2 kadang-kadang membatasi produktivitas.
e. Tanah
Potensi ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah
tropis disebabkan oleh diproduksinya asam organik secara kontinu melalui
respirasi yang dilangsungkan oleh mikroorganisme tanah dan akar (respirasi
tanah). Jika tanah dalam keadaan basah, maka karbon dioksida (CO2) dari
respirasi tanah beserta air (H2O) akan membentuk asam karbonat (H2CO3 ) yang
kemudian akan mengalami disosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-) dan sebuah ion
hidrogen bermuatan positif (H+). Ion hidrogen selanjutnya dapat menggantikan
kation hara yang ada pada koloid tanah, kemudian bikarbonat bereaksi dengan
kation yang dilepaskan oleh koloid, dan hasil reaksi ini dapat tercuci ke bawah
melalui profil tanah (Jordan, 1985)
f. Herbivora
Menurut Barbour at al.(1987), sekitar 10 % dari produktivitas vegetasi
darat dunia dikonsumsi oleh herbivora biofag. Persentase ini bervariasi menurut
tipe ekosistem darat. Namun demikian, menurut McNaughton dan Wolf (1998)
bahwa akibat yang ditimbulkan oleh herbivore pada produktivitas primer sangat
sedikit sekali diketahui. Bahkan hubunga antar herbivore dan produktivitas
primer bersih kemungkinan bersifat kompleks, di mana konsumsi sering
menstimulasi produktivitas tumbuhan sehingga meningkat mencapai tingkat
tertentu yang kemudian dapat menurun jika intensitasnya optimum.
Jordan (1985) menyatakan, bahwa walaupun defoliasi pada individu
pohon secara menyeluruh sering sekali terjadi, hal ini disebabkan oleh tingginya
keanekaragaman di daerah hutan hujan tropis. Selain itu, banyak pohon
mengembangkan alat pelindung terhadap herbivora melalui produksi bahan kimia
tertentu yang jika dikonsumsi oleh herbivora memberi efek yang kurang baik
bagi herbivora.
2.2 MARMUT (Cavia porcellus)
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Class : Mammalia
Ordo : Rodentia
Familia : Cavidae
Genus : Cavia
Spesies : Cavia porcellus.
Marmut digolongkan sebagai hewan pengerat yang memakan tumbuh-tumbuhan
dan memiliki gigi pemotong seperti pahat yang berguna untuk memotong dan mengerat.
Membrana nictitans terdapat pada sudut mata. Lubang telinga luar dilengkapi dengan
daun telinga. Struktur kelenjar susu terletak di lipatan paha, alat-alat kelamin luar dan
tungkai terdapat pada badannya. Tungkai depan berjari tiga dan tungkai belakang berjari
empat. (Pratigno, 1982).
Cavia cobaya termasuk ordo Rodentia yang merupakan anggota mamalia yang
bagian caecumnya berkembang lebih baik dari semua mamalia yang ada dalam satu
spesies, jumlahnya kira-kira mencapai tiga ribu jenis. (Jasin, 1989).
Marmut termasuk mamalia, yaitu hewan yang memiliki kelenjar mamae untuk
menyusui anaknya sebagai makanan pertama setelah mereka dilahirkan. Ciri lain yang
khas dari mamalia adalah tubuhnya dilindungi oleh rambut, kulit mengandung
bermacam-macam kelenjar, jari kaki mempunyai cakar, kuku, dan telapak. Kaki
beradaptasi untuk berjalan, memanjat, menggali tanah, loncat. Marmut merupakan
hewan berdarah panas. (Brotowidjoyo, 1993).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Pengamatan
Tanggal : 2 November 2013 – 23 November 2013
Waktu : 12.00 - selesai
Tempat : Kebun Botani FPMIPA UPI
3.2 Alat dan Bahan
Tabel 3.1 Alat dan Bahan
No. Alat atau Bahan Jumlah
1. Tali rapia 5 meter
2. Arit 3 buah
3. Rumput Secukupya
4. Marmut 1 ekor
5. Kandang marmut 1 buah
6. Botol minum 1 buah
7. Air Secukupnya
8. Timbangan 1 set
9. Kamera 1 set
3.3 Cara Kerja
a. Produktivitas Rumput
Ditentukan lokasi pengamatan yaitu di kebun botani FPMIPA UPI. Tempat
pengamatan seluas 3 x 3 m2 diberi batas dengan tali rapia. Rumput digunting dengan
arit dan dikumpulkan. Rumput ditimbang untuk mengetahui berat basah, selain itu
rumput dikeringkan dan ditimbang kembali untuk mengetahui berat kering.
b. Produktivitas Hewan
Hewan disimpan dikandang dan ditimbang lalu diberi makan dengan rumput
setiap harinya. Selain itu diberi minum dari botol minum. Berat hewan ditimbang
selama 4 kali sehari.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada praktikum ini kami akan membahas hubungan produktivitas primer dan sekunder.
Untuk produktivitas primer didapatkan hasil seperti berikut:
Tabel 4.1 Produktifitas primer rumput
Berat basah (gram) Berat kering (gram)
1098.2 552.6
Dari berat kering rumput yang telah diamati pertumbuhannya selama tiga minggu dapat
dihitung produktivitas primernya, yaitu dengan membagi jumlah berat kering rumput dengan
waktu pengamatan (hari) selama tiga minggu yag berarti 21 hari dengan luas area pengamatan 9
m2. Bila berat kering (netto) yang kami dapatkan sebesar 552.6 gram maka produktivitasnya
26.31 gram/hari/9 m2. Sedangkan untuk produktivitas primer bila diukur dari berat basah (bruto)
dengan nilai berat basah rumput sebesar 1098.2, maka nilai produktivitas primernya 52.30
gram/hari/9 m2.
Tabel 4.2 Produktifitas sekunder dilihat dari berat marmut
No. Hari penimbangan Berat marmot (gram)
1. Hari ke-1 206
2. Hari ke-4 226
3. Hari ke-8 219
4. Hari ke-12 231
5. Hari ke-16 239
6. Hari ke-20 247
7. Hari ke-24 255
8. Hari ke-28 268
Marmut yang dipelihara selama tiga minggu ini diberi makanan rata-rata 96.67
gram/hari, maka selisih yang didapatkan dari berat marmut tersebut adalah 60 gram. Untuk
menghitung produktivitas sekundernya adalah:
Produktivitas sekunder = Selisih berat/waktu pengamatan
= 60 gram/21 hari
= 2.86 gram/hari
Menurut Valentine et al. (2011), produksi sekunder merupakan ukuran komposit sebuah
kepadatan populasi biota, biomassa dan pertumbuhan selama kurun waktu tertentu. Hewan-
hewan herbivora merupakan pemakan bahan-bahan organik yang berasal dari tumbuhan, hal ini
menempatkan hewan herbivora konsumen pertama dalam sistem rantai makan. Perpindahan
energi dari tropik satu ke tropik yang lainnya pun tidak efisien.
Bila dihubungkan antara produktivitas primer dan sekunder, maka marmut yang
mengkonsumsi sebanyak 96.67 gram/hari dengan produktivitas sekunder sebesar 2.86 gram/hari
membutuhkan area yang lebih luas dari luas area yang diamati untuk mendapatkan makanannya.
Hal ini disebabkan dari area yang diamati produktivitas primer kotornya sebesar 52.30
gram/hari, maka diasumsikan areal untuk memelihara satu ekor marmut harus dua kali lipat
dibandingkan luas area pengamatan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa untuk
memelihari satu ekor marmut betina diasumsikan dibutuhkan areal yang lebih luas dibandingkan
dengan luas area pengamatan. Sebab nilai produktivitas primer bersihnya (berat kering
rumput/netto) adalah sebesar 26.31 gram/hari/9 m2, sedangkan untuk produktivitas primer
kotornya (berat basah rumput/bruto) adalah sebesar 52.30 gram/hari/9 m2.
Dari nilai produktivitas primer tersebut diasumsikan bahwa luas area yang hanya 9 m2
tersebut tidak akan cukup memberikan kesediaan makan bagi marmut yang membutuhkan
makanan kurang lebih 96.67 gram/hari dengan nilai produktivitas sekundernya sebesar 2.86
gram/hari.
DAFTAR PUSTAKA
Barbour, M. G., J.H. Burk., and W.P. Pitts. 1987. Terrestrial Plant Ecology. The
Benjamin/Cumming Publishing Company Ins, California.
Brotowidjoyo, D.M. 1993. Zoologi Dasar. Erlangga, Jakarta.
Campbell, dkk. 2004. Biologi. Jakarta: Erlangga
Dirdjosoemarto, Soendjojo. 1993. Ekologi. Jakarta: Depdikbud\
Jasin, Maskoeri. 1989. Sistematika Hewan Vertebrata dan Invertebrata. Sinar Jaya, Surabaya.
Jordan, CF. 1985. Nutrient Cycling in Tropical Ecosystems. John Wiley & Sons, New
York, Toronto, Singapore.
McNaughton SJ, Wolf LL. 1990. Ekologi Umum. Pringgoseputro S, B Srigandono, penerjemah.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: General Ecology.
Pratigno, S. 1982. Makhluk Hidup II. Intan Pariwara, Jakarta.
Resosoedarmo, Soedjiran. 1993. Pengantar Ekologi. PT Remaja Rosdakarya:Bandung.
Valentine, R. L., Andrew, R., Craig, L. (2011). Community secondary production as a measure
of ecosystem function: a case study with aquatic ecosystem fragmentation. Bulletin of
Marine Science. 87 (4): 913-937.
PRODUKTIVITAS
Laporan Praktikum
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekologi Hewan
Disusun oleh:
Kelompok 7
Adyla Wahyuni M. 1000624
Dea Putri Pradita 1002447
Seila Arumwardana 1005363
Trisnawati Ajeng 1000037
Biologi C 2010
PROGRAM STUDI BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2013