laporan praktikum 2 (produktivitas) (1)
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
MATA KULIAH EKOLOGI TUMBUHAN
PRODUKTIVITAS
OLEH
KELOMPOK 3
FATHAN HADYAN RIZKI (3415106786)
DINA RACHMAWATI (3415106802)
INDAH CAHAYA PRAMESTI (3415106777)
MUTIA NURAMADHAN (3415106769)
WELMY MELATI PUTRI (3415106767)
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber energi primer bagi ekosistem adalah cahaya matahari. Energi cahaya matahari
hanya dapat diserap oleh organisme tumbuhan hijau dan organisme fotosintetik. Energi
cahaya digunakan untuk mensintesis molekul anorganik menjadi molekul organik yang
kaya energi. Molekul tersebut selanjutnya disimpan dalam bentuk makanan dalam
tubuhnya dan menjadi sumber bahan organik bagi organisme lain yang heterotrof.
Organisme yang memiliki kemampuan untuk mengikat energi dari lingkungan disebut
produsen.
Produksi bagi ekosistem merupakan proses pemasukan dan penyimpanan energi
dalam ekosistem. Pemasukan energi dalam ekosistem yang dimaksud adalah pemindahan
energi cahaya menjadi energi kimia oleh produsen. Sedangkan penyimpanan energi yang
dimaksudkan adalah penggunaan energi oleh konsumen dan mikroorganisme. Laju
produksi makhluk hidup dalam ekosistem disebut sebagai produktivitas.
1.2 Tujuan
1. Untuk menentukan perubahan produksi dalam biomasa selama kurun waktu tertentu.
2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi produktivitas.
3. Untuk memahami konsep produktivitas
4. Untuk mengetahui cara mengukur produktivitas primer
5. Untuk mengetahui metode penentuan produktivitas primer
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Produktivitas adalah laju produksi biomassa makhluk hidup dalam ekosistem. Produktivitas
ekosistem merupakan suatu indeks yang mengintegrasikan pengaruh kumulatif dari banyak proses dan
interaksi yang berlangsung simultan di dalam ekosistem.Sumber daya energi yang utama untuk
semua tingkat trofik adalah radiasi matahari. Suatu permukaan di alam yang tidak terlindung
dan mendapat radiasi matahari secara langsung, maka permukaan itu akan menerima energi
dari radiasi matahari dengan kecepatan 1,94 g-kalori/cm2/menit, akan tetapi pada umumnya
radiasi matahari yang dapat mencapai permukaan bumi hanya 46%,hal itu disebabkan adanya
penyerapan dan pemantulan sebagian energi oleh atmosfer, asap, partikel-partikel debu dan
awan (Kendeigh, 1980)
Manfaat utama dari energi matahari yang bisa sampai ke permukaan bumi adalah
untuk kepentingan tetumbuhan hijau yang dalam proses kehidupan dikenal dengan
fotosintesis dan respirasi. Dalam proses fotosintesis, organisme-organisme yang
berfotosintesis (autrotof) hanya memanfaatkan 50% dari radiasi matahari yang diterima dan
efisiensi pemanfaatan energi yang diserap oleh autrotof hingga mencapai produktivitas
primer bersih hanya lebih kurang 1% (Odum, 1993)
Vickery (1984) menyatakan bahwa energi radiasi matahari yang memasuki sebuah
ekosistem hanya sebagian kecil saja yang secara nyata diterima oleh organisme-organisme
autrotof dan diubah menjadi energi kimia. Tumbuh-tumbuhan hijau berfotosintesis selama
lebih kurang 10 jam per hari dalam waktu siang hari. Jika intensitas radiasi matahari yang
dalam kondisi maksimal, maka faktor yang menjadi pembatas efektivitas proses fotosintesis
adalah ketersediaan air, CO2, dan unsur-unsur hara lainnya dari lingkungan. (Ir. Indriyanto,
2006)
Di dalam setiap ekosistem baik daratan maupun perairan, terdapat organisme hidup
dan benda mati (lingkungan abiotik) yang menunjang proses kehidupan. Proses kehidupan di
alam tersebut merupakan kejadian yang mengubah bentuk energi pada berbagai komponen
ekosistem. Proses-proses yang terlibat dalam pengubahan energi dalam ekosistem meliputi
proses metabolisme, aliran energi pada berbagai tingkat trofik, dan siklus biogeokimia
(Odum, 1993). Proses metabolisme merupakan proses fisiologi yang terdapat pada tubuh
organism hidup dan proses ini menjadi ciri yang membedakan antaraorganisme hidup dengan
benda mati. Metabolisme meliputi proses anabolisme dan katabolisme.
Hasil dari kegiatan metabolisme adalah pertumbuhan dan penambahan biomassa, dan
penimbunan biomassa itu disebut produksi (Odum, 1993). Produksi selama periode waktu
tertentu disebut produktivitas. Baik produksi maupun produktivitas kedua-duanya secara
umum berhubungan dengan biomassa pada tingkat trofik tertentu (Kendeigh, 1980)
Menurut Resosoedarmo dkk. (1986) bahwa setiap ekosistem atau komunitas atau
bagian-bagian lain dalam organisasi makhluk hidup oleh tetumbuhan hijau menjadi energi
kimia dikenal sebagai produktivitas primer. Odum (1993) menyatakan bahwa produktivitas
primer merupakan kecepatan energy radiasi matahari yang disimpan melalui aktivitas
fotosintesis dan kemosintesis oleh oraganisme produsen dlam bentuk bahan organic yang
dapat digunkan sebagai bahan pangan.
Produktivitas dapat diukur selama beberpa periode waktu tertentu. Salah satu metode
yang digunakan untuk mengukur produktivitas yaitu dengan metode panen. Metode panen
merupakan cara mengukur produktivitas dengan memanen seluruh organ vegetasi secara
periodic menurut periode waktu yang dipilih. Hasil panen kemudian di oven pada suhu 80oC
sampai pada suatu saat bobotnya konstan, dan bobot ini dinyatakan sebagai bobot kering
oven (Ir. Indriyanto, 2006)
2.1 Produktivitas Primer
Produktivitas primer merupakan laju penambatan energy yang dilakukan oleh
produsen. Menurut Campbell (2002), Produktivitas primer menunjukkan Jumlah energy
cahaya yang diubah menjadi energy kimia oleh autotrof suatu ekosistem selama suatu periode
waktu tertentu. Total produktivitas primer dikenal sebagai produktivitas primer kotor (gross
primary productivity, GPP). Tidak semua hasil produktivitas ini disimpan sebagai bahan
organik pada tubuh organisme produsen atau pada tumbuhan yang sedang tumbuh, karena
organisme tersebut menggunakan sebagian molekul tersebut sebagai bahan bakar organic
dalam respirasinya. Dengan demikian, Produktivitas primer bersih (net primary productivity,
NPP) sama dengan produktivitas primer kotor dikurangi energy yang digunakan oleh
produsen untuk respirasi (Rs):
NPP = GPP – Rs
Dalam sebuah ekosistem, produktivitas primer menunjukkan simpanan energy kimia
yang tersedia bagi konsumen. Pada sebagian besar produsen primer, produktivitas primer
bersih dapat mencapai 50% – 90% dari produktivitas primer kotor. Menurut Campbell et al
(2002), Rasio NPP terhadap GPP umumnya lebih kecil bagi produsen besar dengan struktur
nonfotosintetik yang rumit, seperti pohon yang mendukung sistem batang dan akar yang
besar dan secara metabolik aktif.
Produktivitas primer dapat dinyatakan dalam energy persatuan luas persatuan waktu
(J/m2/tahun), atau sebagai biomassa (berat kering organik) vegetasi yang ditambahkan ke
ekosistem persatuan luasan per satuan waktu (g/m2/tahun). Namun demikian, produktivitas
primer suatu ekosistem hendaknya tidak dikelirukan dengan total biomassa dari autotrof
fotosintetik yang terdapat pada suatu waktu tertentu, yang disebut biomassa tanaman tegakan
(standing crop biomass). Produktivitas primer menunjukkan laju di mana organisme-
organisme mensintesis biomassa baru. Meskipun sebuah hutan memiliki biomassa tanaman
tegakan yang sangat besar, produktivitas primernya mungkin sesungguhnya kurang dari
produktivitas primer beberapa padang rumput yang tidak mengakumulasi vegetasi (Campbell
et al., 2002).
Produktivitas primer digolongkan menjadi dua, yaitu produktivitas primer kotor dan
produktivitas primer bersih.
1. Produktivitas primer kotor, yaitu kecepatan total fotosintesis, mencakup banyaknya bahan
organic yang digunakan dalam respirasi atau pernafasan selama periode pengukuran.
Produktivitas primer kotor disebut juga fotosintesis total atau asimilasi total.
2. Produktivitas primer bersih, yaitu kecepatan penyimpanan bahan organik dalam jaringan
tumbuhan sebagai kelebihan bahan oraganik yang sebagia telah dipakai untuk respirasi
tumbuhan selama periode pengukuran. Produktivitas primer bersih disebut juga
fotosintesis yang kelihatan atau asimilasi bersih.
2.2. Estimasi Fotosintesis
Estimasi potensi produktivitas primer maksimum dapat diperoleh dari efisiensi
potensial fotosintetis. Energi cahaya yang dipancarkan matahari ke bumi ± 7.000 kkal/m2/hari
pada musim panas atau daerah tropis dalam keadaan tidak mendung. Dari jumlah tersebut,
sebanyak ± 2.735 kkal dapat dimanfaatkan secara potensial untuk fotosintetis bagi tumbuhan.
Sekitar 70% energy yang tersedia berperan dalam perantara pembentukan pemindahan energy
secara fotokhemis ke fotosintesis. Dari total energy tersebut, hanya sekitar 28% diabsorbsi ke
dalam bentuk yang menjadi bagian dari pemasukan energy ke dalam ekosistem. Prinsipnya
dibutuhkan minimum 8 Einstein (mol quanta) cahaya untuk menggerakkan 1 mol
karbohidrat.
Secara teoritis produktivitas primer bruto ekosistem dapat dihasilkan 635 kkal/m2/hari
dan sebanyak 165 g/m2/hari berubah ke massa bahan organik. Untuk keperluan respirasi
harian, tumbuhan menggunakan ± 25% dari produk organik. Dengan demikian produksi netto
yang diperoleh ekosistem ± 124 g/m2/hari. Estimasi hasil itu dapat diperoleh jika cahaya
maksimal, efisiensi maksimal dalam perubahan cahaya menjadi karbohidrat dan respirasi
minimum. Salah satu bukti catatan produktivitas bersih harian adalah sebesar 54 g/m2/hari
pada ekosistem padang rumput tropis dengan radiasi cahaya yang tinggi.
2.3. Pengukuran Produktivitas
Pengukuran produktivitas dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti metode
biomassa, metode penandaan dan metode metabolisme. Penelitian produktivitas di Indonesia
umumnya menggunakan metode penandaan. Produktivitas yang diperoleh dari hasil
pengukuran ini bisa lebih kecil dari produktivitas yang sebenarnya karena tidak
memperhitungkan kehilangan seresah, pengaruh grazing hewan-hewan herbivore yang
memakan tumbuhan. Beberapa peneliti membagi biomassa atau produktivitas menurut
letaknya terhadap substrat yaitu biomassa di atas substrat (meliputi batang, helaian dan
pelepah daun) dan biomassa di bawah substrat meliputi akar, dan rhizome (Dedi, 2009).
Tunas-tunas fotosintetik pada tumbuhan merupakan organ penting untuk berproduksi.
Namun banyak hasil fotosintesis ditranslokasikan ke bawah tanah, di mana hasil fotosintesis
tersebut mendukung pertumbuhan akan dan disimpan. Menurut Mcnaughton dan Wolf
(1998), siklus tahunan biomassa tumbuhan di atas dan di bawah tanah mengarah kepada
hubungan terbalik. Selama musim pertumbuhan, ketika biomassa di atas tanah meningkat
cepat, biomas di bawah tanah umumnya cenderung menurun. Sedangkan pada akhir musim,
biomassa di bawah tanah umumnya meningkat kembali karena kelebihan produksi yang
dihasilkan tunas-tunas kemudian dipindahkan ke bawah.
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas
Menurut Jordan (1985) dalam Wiharto (2007), Jika produktivitas suatu ekosistem
hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama maka hal itu menandakan kondisi
lingkungan yang stabil, tetapi jika perubahan yang dramatis maka menunjukkan telah terjadi
perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi perubahan yang penting dalam interaksi di
antara organisme penyusun eksosistem. Menurut Campbell (2002), terjadinya perbedaan
produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya faktor pembatas
dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam pembatasan produktivitas
bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim dalam lingkungan.
Produktivitas pada ekosistem dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
Suhu
Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan, maka produktivitas akan meningkat dari
wilayah kutub ke ekuator. Namun pada hutan hujan tropis, suhu bukanlah menjadi faktor
dominan yang menentukan produktivitas, tapi lamanya musim tumbuh. Adanya suhu yang
tinggi dan konstan hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi tumbuhan
akan berlangsung lama, yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas.
Suhu secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada produktivitas. Secara
langsung suhu berperan dalam mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintetis,
sehingga tingginya suhu dapat meningkatkan laju maksimum fotosintesis. Sedangkan secara
tidak langsung, misalnya suhu berperan dalam membentuk stratifikasi kolom perairan yang
akibatnya dapat mempengaruhi distribusi vertikal fitoplankton.
Cahaya
Cahaya merupakan sumber energy primer bagi ekosistem. Cahaya memiliki peran
yang sangat vital dalam produktivitas primer, oleh karena hanya dengan energy cahaya
tumbuhan dan fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya. Hal ini
berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama penyinaran cahaya
matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis yang lebih panjang sehingga
mendukung peningkatan produktivitas primer.
Pada ekosistem terrestrial seperti hutan hujan tropis memilik produktivitas primer
yang paling tinggi karena wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari
tahunan yang tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan iklim sedang (Wiharto, 2007).
Sedangkan pada eksosistem perairan, laju pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung pada
ketersediaan cahaya dalam perairan. Laju pertumbuhan maksimum fitoplankton akan
mengalami penurunan jika perairan berada pada kondisi ketersediaan cahaya yang rendah.
Air, curah hujan dan kelembaban
Produktivitas pada ekosistem terrestrial berkorelasi dengan ketersediaan air. Air
merupakan bahan dasar dalam proses fotosintesis, sehingga ketersediaan air merupakan
faktor pembatas terhadap aktivitas fotosintetik. Secara kimiwi air berperan sebagai pelarut
universal, keberadaan air memungkinkan membawa serta nutrient yang dibutuhkan oleh
tumbuhan.
Air memiliki siklus dalam ekosistem. Keberadaan air dalam ekosistem dalam bentuk
air tanah, air sungai/perairan, dan air di atmosfer dalam bentuk uap. Uap di atmosfer dapat
mengalami kondensasi lalu jatuh sebagai air hujan. Interaksi antara suhu dan air hujan yang
banyak yang berlangsung sepanjang tahun menghasilkan kondisi kelembaban yang sangat
ideal tumbuhan terutama pada hutan hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas.
Menurut Jordan (1995) dalam Wiharto (2007), tingginya kelembaban pada gilirannya
akan meningkatkan produktivitas mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang sangat
dipengaruhi proses ini adalah pelapukan tanah yang berlangsung cepat yang menyebabkan
lepasnya unsure hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Terjadinya petir dan badai selama
hujan menyebabkan banyaknya nitrogen yang terfiksasi di udara, dan turun ke bumi bersama
air hujan.
Namun demikian, air yang jatuh sebagai hujan akan menyebabkan tanah-tanah yang
tidak tertutupi vegetasi rentan mengalami pencucian yang akan mengurangi kesuburan tanah.
Pencucian adalah penyebab utama hilangnya zat hara dalam ekosistem.
Nutrien
Tumbuhan membutuhkan berbagai ragam nutrient anorganik, beberapa dalam jumlah
yang relatif besar dan yang lainnya dalam jumlah sedikit, akan tetapi semuanya penting. Pada
beberapa ekosistem terrestrial, nutrient organic merupakan faktor pembatas yang penting bagi
produktivitas. Produktivitas dapat menurun bahkan berhenti jika suatu nutrient spesifik atau
nutrient tunggal tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi. Nutrient spesifik yang
demikian disebut nutrient pembatas (limiting nutrient). Pada banyak ekosistem nitrogen dan
fosfor merupakan nutrient pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan bahwa CO2
kadang-kadang membatasi produktivitas.
Produktivitas di laut umumnya terdapat paling besar diperairan dangkal dekat benua
dan disepanjang terumbu karang, di mana cahaya dan nutrient melimpah. Produktivitas
primer persatuan luas laut terbuka relative rendah karena nutrient anorganic khusunya
nitrogen dan fosfor terbatas ketersediaannya dipermukaan. Di tempat yang dalam di mana
nutrient melimpah, namun cahaya tidak mencukupi untuk fotosintesis. Sehingga fitoplankton,
berada pada kondisi paling produktif ketika arus yang naik ke atas membawa nitrogen dan
fosfor kepermukaan.
Tanah
Potensi ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah tropis disebabkan oleh
diproduksinya asam organik secara kontinu melalui respirasi yang dilangsungkan oleh
mikroorganisme tanah dan akar (respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan basah, maka
karbon dioksida (CO2) dari respirasi tanah beserta air (H2O) akan membentuk asam karbonat
(H2CO3 ) yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-) dan sebuah
ion hidrogen bermuatan positif (H+). Ion hidrogen selanjutnya dapat menggantikan kation
hara yang ada pada koloid tanah, kemudian bikarbonat bereaksi dengan kation yang
dilepaskan oleh koloid, dan hasil reaksi ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah
(Wiharto, 2007).
Hidrogen yang dibebaskan ke tanah sebagai hasil aktivitas biologi, akan bereaksi
dengan liat silikat dan membebaskan aluminium. Karena aluminium merupakan unsur yang
terdapat dimana-mana di daerah hutan hujan tropis, maka alminiumlah yang lebih dominan
berasosiasi dengan tanah asam di daerah ini. Sulfat juga dapat menjadi sumber pembentuk
asam di tanah. Sulfat ini dapat masuk ke ekosistem melalui hujan maupun jatuhan kering,
juga melalui aktivitas organisme mikro yang melepaskan senyawa gas sulfur. Asam organik
juga dapat dilepaskan dari aktivitas penguraian serasah (Jordan, 1985 dalam Wiharto, 2007 ).
Herbivor
Menurut Barbour at al. (1987) dalam Wiharto (2007), sekitar 10 % dari produktivitas
vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh herbivora biofag. Persentase ini bervariasi menurut tipe
ekosistem darat. Namun demikian, menurut McNaughton dan Wolf (1998) bahwa akibat
yang ditimbulkan oleh herbivore pada produktivitas primer sangat sedikit sekali diketahui.
Bahkan hubunga antar herbivore dan produktivitas primer bersih kemungkinan bersifat
kompleks, di mana konsumsi sering menstimulasi produktivitas tumbuhan sehingga
meningkat mencapai tingkat tertentu yang kemudian dapat menurun jika intensitasnya
optimum.
Jordan (1985) dalam Wiharto (2007) menyatakan, bahwa walaupun defoliasi pada
individu pohon secara menyeluruh sering sekali terjadi, hal ini disebabkan oleh tingginya
keanekaragaman di daerah hutan hujan tropis. Selain itu, banyak pohon mengembangkan alat
pelindung terhadap herbivora melalui produksi bahan kimia tertentu yang jika dikonsumsi
oleh herbivora memberi efek yang kurang baik bagi herbivora.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
Hari/Tanggal: Senin, 1 Okt 2012 Waktu Pengamatan : 14.00s.d. 15.00
Hari/Tanggal: Senin, 22 Okt 2012 Waktu Pengamatan : 14.00 s.d. 14.30
Hari/Tanggal: Senin, 12 Nov 2012 Waktu Pengamatan : 13.30 s.d. 14.00
Cuaca : Mendung Luas Lokasi Pengamatan : 2 plot x 0,25 m2
Lokasi : Padang rumput di veldrome
Pengamat : 1. Dina R. 2. Indah Cahaya P. 3. Welmy Melati P.
4. Fathan H. R. 5. Mutia Nuramadhan
Tabel 1. Data Pengamatan Metode Pemanenan untuk Pengukuran Produktivitas
Waktu
PanenIndikator Perhitungan
Plot Jumlah
(gram)
Rata-rata
(gram)I II
IBerat Basah (gram) 145, 2 143,4
211 105,5Berat Kering (gram) 39,1 38.5
IIBerat Basah (gram) 74,6 23,1
72,2 36,1Berat Kering (gram) 18,6 6,9
IIIBerat Basah (gram) 17,9 27,3
31,5 15,75Berat Kering (gram) 4,75 8,95
Perhitungan
Waktu Panen I
Plot I = Berat Basah – Berat Kering
= 145,2 – 39,1
= 106,1 gram
Plot II = Berat Basah – Berat Kering
= 143,4 – 38,5
= 104,9 gram
Rata−rata=106,1+104,92
¿ 2112
=105,5 gram
Waktu Panen II
Plot I = Berat Basah – Berat Kering
= 74,6– 18,6
= 56 gram
Plot II = Berat Basah – Berat Kering
= 23,1 – 6,9
= 16,2 gram
Rata−rata=56+16,22
¿ 72,22
=36,1 gram
Waktu Panen III
Plot I = Berat Basah – Berat Kering
= 17,9– 4,75
= 13,15 gram
Plot II = Berat Basah – Berat Kering
= 27,3– 8,95
= 18,35 gram
Rata−rata=13,15+18,352
=31,52
=15,75 gram
Menentukan Total Jumlah Rata-rata Berat Rumput Selama Tiga Kali Panen
∑ Rata−rata=105,5+36,1+15,753
¿ 157,353
=52,45 gram
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini tentang produktifitas. Produktivitas adalah laju produksi
biomassa makhluk hidup dalam ekosistem. Produktivitas dapat diukur selama beberapa
periode waktu tertentu. Pada praktikum ini dilaksanakan dalam waktu 6 minggu dengan
menggunakan metode panen. Metode panen merupakan cara mengukur produktivitas dengan
memanen seluruh organ vegetasi secara periodic menurut periode waktu yang dipilih. Hasil
panen kemudian di oven pada suhu 80oC sampai pada suatu saat bobotnya konstan, dan bobot
ini dinyatakan sebagai bobot kering oven (Ir. Indriyanto, 2006). Namun pada praktikum ini
tidak menggunakan oven , tetapi menggunakan cahaya matahari langsung (dijemur) untuk
mengetahui bobot keringnya.
Hasil perhitungan didapatkan bahwa waktu panen I baik dari plot 1 maupun plot 2
memiliki jumlah 211 gram sehingga rata-rata produktivitas untuk waktu panen 1 sebesar
105,5 gram. Sedangkan untuk waktu panen 2 memiliki jumlah produktivitas sebesar 72,2
gram dan rata-rata sebesar36,1 gram. Terakhir untuk waktu panen 3 baik plot 1 maupun 2
didapatkan jumlah produktifitas sebesar 31,5 gram dan rata-rata sebesar 15,75 gram. Maka
total jumlah rata-rata berat rumput selama 3 kali panen sebesar 52,45 gram.
Bedasarkan hasil tersebut terlihat bahwa produktivitas terbesar adalah saat waktu panen
pertama, selanjutnya pada waktu panen kedua, dan terakhir pada waktu panen ketiga. Selain
itu, pada hasil perhitungan terlihat bahwa terjadi penurunan berat produktivitas dari pemanen
yang telah dilakukan. Selain itu terjadi pula pengurangan hasil produksi setiap
minggunya.Hal ini menandakan bahwa telah terjadi perubahan yang tidak terlalu signifikan
karena hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama yaitu 2 minggu maka hal ini
menandikan bahwa kondisi lingkungan yang stabil (Jordan, 1985 dalam Wiharto, 2007).
Sedangkan , jika perubahannya terjadi secara signifikan terdapat perubahan lingkungan yang
nyata atau terjadi perubahan yang penting dalam interaksi di antara organisme-organisme
yang menyusun ekosistem karena terdapat perubuhan yang dramatis. (Jordan, 1985 dalam
Wiharto, 2007).
Produktivitas sangat erat kaitannya dengan proses fotosintesis yang dilakukan
tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan berklorofil mampu menangkap energi cahaya dan mengolah
serta menyimpannya menjadi energi kimia berupa bahan organik yang disebut produktivitas
primer. Produktivitas primer menunjukkan Jumlah energy cahaya yang diubah menjadi
energy kimia oleh autotrof suatu ekosistem selama suatu periode waktu tertentu (Campbell,
2010). Produktivitas primer dapat dinyatakan dalam energy persatuan luas persatuan waktu
(J/m2/tahun), atau sebagai biomassa (berat kering organik) vegetasi yang ditambahkan ke
ekosistem persatuan luasan per satuan waktu (g/m2/tahun). Jumlah total yang ditangkap
dalam bentuk bahan makanan oleh tumbuhan dengan proses fotosintesis disebut produktivitas
primer kotor (Thyni, 2012)
Pada praktikum ini kelompok kami memiliki produktifitas terbesar dibandingkan
dengan kelompok-kelompok lainnya. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor
yaitu ...............................
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
1. Produktivitas primer merupakan laju penambatan energy yang dilakukan oleh
produsen.
2. Produktivitas primer menunjukkan Jumlah energy cahaya yang diubah menjadi energi
kimia oleh autotrof suatu ekosistem selama suatu periode waktu tertentu.
3. Tidak semua hasil produktivitas ini disimpan sebagai bahan organik pada tubuh
organisme produsen atau pada tumbuhan yang sedang tumbuh, karena organisme
tersebut menggunakan sebagian molekul tersebut sebagai bahan bakar organik dalam
respirasinya.
4. Pengukuran produktivitas dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti metode
biomassa, metode penandaan dan metode metabolisme. Penelitian produktivitas di
Indonesia umumnya menggunakan metode penandaan.
5. Bedasarkan hasil praktikum terlihat bahwa produktivitas terbesar adalah saat waktu
panen pertama sebesar 105,5 gr, selanjutnya pada waktu panen kedua 36,1 gr, dan
terakhir pada waktu panen ketiga 15,75 gr.
6. Jika produktivitas suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang
lama maka hal itu menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika perubahan
yang dramatis maka menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau
terjadi perubahan yang penting dalam interaksi di antara organisme penyusun
eksosistem.
7. Produktivitas sangat erat kaitannya dengan proses fotosintesis yang dilakukan
tumbuhan.
8. Faktor yang paling penting dalam pembatasan produktivitas bergantung pada jenis
ekosistem dan perubahan musim dalam lingkungan.
9. Faktor yang mempengaruhi produktivitas adalah suhu, cahaya, air, curah hujan,
kelembaban, nutrien, tanah dan herbivor.
10. ...
Saran
- Untuk mencari berat kering suatu tumbuhan lebih baik menggunakan oven untuk
mengeringkannya, karena tidak bisa menggunakan cahaya matahari pada cuaca
musim hujan seperti ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ir. Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Kendeigh, S. C. 1980. Ecology with Special Refence to Animal and Man. Department of
Zoology University of Illinois at Urbana-Champaign. New York: Prentice-Hall pf India
Private Limited.
Odum, E. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan oleh Tjahjono Samingan dari buku
Fundamental of Ecology. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Resosoedarmo, S., K. Kartawinata, dan A. Soegiarto. 1986. Pengantar Ekologi. Bandung:
Remadja Rosda karya.
Vickery, M. L. 1984. Ecology of Tropical Plants. John Wiley and Sons. New York: Penerbit
Yayasan Obor Indonesia.
Anonim. 2007. Produktivitas Primer_Tinjauan Pustaka.(pdf_file).
Campbell, N. A., J. B. Reece, L. G. Mitchell. 2002. Biologi (terjemahan), Edisi kelima Jilid 3. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Mcnaughton, S.J., L. L. Wolf. 1998. Ekologi Umum (terjemahan), Edisi kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Wiharto, M. 2007. Produktivitas Vegetasi Hutan Hujan Tropis. (pdf_file).
Thyni. 2012. Produktivitas. http://thyni-littlestar.blogspot.com/2012/04/laporan-produktivitas.html diunduh tanggal 25 November 2012.
Dedi, S. 2009. Pertumbuhan, Produktivitas dan Biomassa, Fungsi dan Peranan. Dari http://web.ipb.ac.id/Dedi_s download tanggal 30 Juni 2009.