laporan assessment - fwifwi.or.id/wp-content/uploads/2014/08/laporan_hasil_penilaian_lobar… ·...

17
Laporan Assessment Tata Kelola Kehutanan Di Kabupaten Lombok Barat Provinsi NTB gggggffffddddsssaaae G F I Tim GFIggggggssdsdG

Upload: doankien

Post on 04-Feb-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Assessment - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/08/Laporan_Hasil_Penilaian_LOBAR… · laporan ini merupakan salah satutahapan dari rangkaian proses panjang dalam menggali

1

Laporan Assessment

Tata Kelola Kehutanan Di Kabupaten Lombok Barat Provinsi NTB

gggggffffddddsssaaae

GFIggggggssdsdG

G F I Tim

GFIggggggssdsdG

Page 2: Laporan Assessment - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/08/Laporan_Hasil_Penilaian_LOBAR… · laporan ini merupakan salah satutahapan dari rangkaian proses panjang dalam menggali

2

Laporan Assessment Tata Kelola Kehutanan Di Kabupaten Lombok Barat

Penyusun :

Andi Chairil ichsan Bisrul Khofi

Almuarif Satria Putra Christian Purba

Citra Hartati Giorgio Budi Indrarto

Isnenti Apriani

Editor :

Christian Purba Isnenti Apriani

Sekretariat :

Jl. Sempur Kaler No.26. Bogor 16129, INDONESIA Telp. +62 2518 333-308, Fax. +62 251 317-926

Email : [email protected]; Website: www.fwi.or.id

Page 3: Laporan Assessment - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/08/Laporan_Hasil_Penilaian_LOBAR… · laporan ini merupakan salah satutahapan dari rangkaian proses panjang dalam menggali

3

P E N G A N T A R

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan yang maha esa, karena atas berkat rahmat

dan karunianyalah sehingga laporan ini dapat disusun dengan baik. Proses penyusunan

laporan ini merupakan salah satutahapan dari rangkaian proses panjang dalam menggali fakta

dan informasi seputar potret penerapan tatakelola kehutanan di Kabupaten Lombok Barat.

Penilaian ini didasarkan pada seperangkat indikator penilaian global yang telah

dikontekstualisasikan dengan karakteristik kehutanan di Indonesia. Setelah melalui beberapa

tahapan selama kurang lebih 1,5 tahun, pada akhirnya dihasilkan sebuah dokumen kriteria dan

indikator tata kelola hutan yang sesuai dengan konteks negeri ini.

Berdasarkan pengalaman tersebut, Jaringan Tata Kelola Hutan Indonesia mencoba

membangun kerangka penilaian yang diharapkan dapat lebih spesifik mewakili karakteristik

suatu wilayah studi, dengan menerapkan kerangka kriteria dan indikator penilaian yang telah

dikembangkan, meliputi empat prinsip utama yaitu Transparansi, Partisipasi, Akuntabilitas, dan

Koordinasi dalam pengelolaan sumberdaya hutan.

Kami sangat menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Namun terlepas dari

berbagai kekurangan tersebut, kami berharap laporan ini mampu memberikan informasi yang

jujur terhadap potret kondisi sumberdaya hutan di Kabupaten Lombok Barat dalam mendorong

penerapan tata kelola kehutanan yang lebih baik.

Jakarta, Agustus 2014

Tim Penyusun

Page 4: Laporan Assessment - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/08/Laporan_Hasil_Penilaian_LOBAR… · laporan ini merupakan salah satutahapan dari rangkaian proses panjang dalam menggali

4

DAFTAR ISI

Halaman Sampul Pengantar Daftar Isi 1. Pendahuluan

A. Latar Belakang 5

B..Metode 6

2. Pembahasan C. Gambaran Umum Hasil Assesment 9

a. Temuan Spesifik Tentang Forest Manajemen 11

b. Temuan Spesifik Tentang Forest Tenurial 12

c. Temuan Spesifik Tentang Forest Land Use Planing 13

d. Temuan Spesifik Tentang Forest Revenue 14

3. Penutup D. Rekomendasi 15

E. Referensi 16

Page 5: Laporan Assessment - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/08/Laporan_Hasil_Penilaian_LOBAR… · laporan ini merupakan salah satutahapan dari rangkaian proses panjang dalam menggali

5

Gambar 1. Peta Wilayah kabupaten Lombok Barat

Potret Tata kelola Kehutanan

Di Kabupaten Lombok Barat - NTB

A. Latar Belakang

Lombok Barat sebagai salah satu

kabupaten di provinsi Nusa Tengara

Barat yang memiliki Luas kawasan

hutan mencapai 43,34% dari total

luas wilayahnya, dengan kondisi

tersebut maka sektor kehutanan di

kabupaten Lombok Barat mempunyai

peran dan posisi penting dalam

pembangunan daerah. Peran

strategis dari keberadaan kawasan

hutan tersebut dapat dilihat dari

tingginya suplay sumberdaya air untuk

memenuhi kebutuhan irigasi maupun rumah tangga di wilayah Pulau Lombok. Selain itu,

kawasan hutan juga dimanfaatkan sebagai sumber penghidupan bagi masyarakat terutama

masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan sehingga kelestarian hutan di Kabupaten

Lombok Barat semestinya harus tetap dijaga dan dipelihara. Disisi lain, gagasan dan berbagai

praktek pengelolaan sumberdaya hutan yang menjadi percontohan bagi Indonesia lahir di

kabupaten ini, seperti praktek pengelolaan jasa lingkungan, Prkatek pengelolaan sumberdaya

hutan berbasis masyarakat (PHBM) maupun inisiasi pengembangan Kesatuan pengelolaan

hutan (KPH).

Meskipun demikan, pengelolaan sumberdaya hutan di kabupaten Lombok Barat tidak lepas dari

berbagai dinamika dan persoalan. Meningkatnya luas lahan kritis antara lain disebabkan oleh

masih berlangsungnya aktivitas perambahan hutan oleh masyarakat di sekitar kawasan hutan.

Data neraca sumberdaya hutan Dinas Kehutanan tahun 2009, memberikan gambaran bahwa

telah terjadi penyusutan luas areal berhutan sebagai akibat dari perusakan hutan melalui aksi

penebangan pohon dan penyerobotan tanah hutan, legal maupun illegal. Aksi illegal logging

hampir merata pada semua tipe ekosistem hutan, semua wilayah konsesi dan semua

peruntukan kawasan hutan. Kondisi ini tidak hanya terjadi di hutan-hutan wilayah Kalimantan,

Page 6: Laporan Assessment - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/08/Laporan_Hasil_Penilaian_LOBAR… · laporan ini merupakan salah satutahapan dari rangkaian proses panjang dalam menggali

6

Sumatera, Sulawesi, Papua tetapi juga dialami oleh hutan-hutan yang ada di Kabupaten

Lombok Barat, luas kawasan hutan Kabupaten Lombok Barat yang telah dirambah ± 10.362,15

hektar (2001) tersebar di kawasan hutan lindung Sesaot, Kumbi, Pusuk, Kawasan hutan

produksi terbatas Sekotong, kawasan hutan produksi Gunung Sasak dan kawasan hutan

produksi Mareje, laju penyusutan tersebut terus berlangsung sampai saat ini dan menimbulkan

kerusakan lingkungan yang ditandai dengan berkurangnya debit air sungai dan hilangnya

beberapa sumber mata air.

Hal ini mendorong Jaringan Tata Kelola Hutan untuk melakukan serangkaian penilaian

terhadap pelaksanan tatakelola kehutanan di wilayah tersebut. Dengan tujuan untuk

mendiagnosis upaya pembenahan tata kelola yang sudah maupun sedang dilakukan, kemudian

hasilnya diharapkan dapat memberikan gambaran atau potret konidisi terkini sekaligus

memberikan rekomendasi perbaikan tata kelola kehutanan di kabupaten Lombok Barat di masa

yang akan datang.

Jaringan Tata Kelola Kehutanan (The Governance of Forest Initiative) sendiri merupakan

koalisi masyarakat sipil tingkat global negara-negara berhutan tropis seperti Brazil, Kamerun

dan Indonesia. Indonesia sendiri sebagai Negara dengan luas tutupan hutan terbesar ketiga di

dunia setelah Brasil dan Republik Kongo, memiliki peran besar dalam kancah global baik dari

segi ekonomis maupun lingkungan sebagai paru-paru dunia.

Penilaian berbasis indikator yang pertama kali diperkenalkan oleh World Resources Initiatives

(WRI) dan telah dipergunakan di Indonesia untuk melakukan penilaian tata kelola bidang

lingkungan hidup pada tahun 2001-2007, juga energy / electricity governance pada 2005,

hingga saat ini diaplikasikan untuk melakukan penilaian pada sektor kehutanan. Indikator

tersebut dijadikan sebagai alat dan panduan dalam menilai perencanaan, pengorganisasian,

implementasi dan evaluasi program kehutanan menuju tata kelola kehutanan yang baik. Inisiatif

ini berusaha membawa prinsip tata kelola yang diterima secara luas untuk menghadapi

tantangan pelestarian hutan di negara berkembang.

B. Metode

Penilaian yang dilakukan oleh Jaringan Tata Kelola Hutan menggunakan instrument penilaian

dalam bentuk kriteria dan indikaor yang disebut dengan GFI 2.0. Penilaian ini tidak

dimaksudkan untuk memberikan sebuah perbandingan index “baik” dan “buruk”, namun lebih

menekankan pada analisa mendalam dari aspek kebijakan/peraturan, kesiapan aktor dan

Page 7: Laporan Assessment - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/08/Laporan_Hasil_Penilaian_LOBAR… · laporan ini merupakan salah satutahapan dari rangkaian proses panjang dalam menggali

7

efektifitas/praktek dalam tata kelola kehutanan di wilayah Lombok Barat. Semua aspek tersebut

dilihat dengan perspektif good governance (transparansi, partisipasi, akuntabilitas dan

koordinasi).1

Gambar 2. Kerangka Indikator GFI

a. Transparansi

Transparansi dalam penilaian ini merupakan proses keterbukaan untuk menyampaikan aktivitas

yang dilakukan, sehingga pihak luar dapat mengawasi dan memperhatikan aktivitas tersebut.

Lahirnya Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik pada tahun 2008

dilatarbelakangi oleh bergulirya reformasi informasi yang menjadi kebutuhan masyarakat untuk

mewujudkan tata pemerintahanyang baik dan menjadikannya sebagai sarana untuk

mengoptimalkan pengawasan publik. Dengan demikian, peran aktif masyarakat dalam

pengambilan kebijakan dapat mewujudkan penyelenggaraan negara yang lebih transparan,

efektif, efisien dan akuntabel.

b. Partisipasi

Dalam penilaian ini,partisipasi merupakan bagian dari relasi kuasa yang sedapat mungkin

berjalan seimbang untuk menghasilkan keputusan yang proporsional dan mengakomodir

kepentingan masing-masing pihak. Tanpa daya tawar yang memadai, keterlibatan tidak

memiliki pengaruh yang memadai dalam keputusan akhir. Gaventa (2006) menekankan

perlunya memeriksa ruang, tempat dan bentuk-bentuk kuasa dalam partisipasi. Ruang

merupakan peluang, momen dan saluran dimana warga negara dapat secara potensial

mempengaruhi kebijakan, wacana, keputusan dan relasi yang mempengaruhi kehidupan dan

kepentingan mereka. Namun ruang tidak hadir dengan sendirinya karena ia merupakan

pertarungan berbagai kepentingan. Tempat partisipasi tidak hanya terkait dengan konteks lokal

tetapi juga dipengaruhi oleh dan berhubungan dengan konteks nasional dan global. Karena itu,

1Buku potret tata kelola hutan : studi kasus kalimatan tengah dan nusa tenggara barat

Page 8: Laporan Assessment - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/08/Laporan_Hasil_Penilaian_LOBAR… · laporan ini merupakan salah satutahapan dari rangkaian proses panjang dalam menggali

8

partisipasi hanya mungkin dilakukan secara terukur jika berbasis pada pemahaman atas

konteks lokal, nasional dan global.

Studi CIFOR (2006) mengenai partisipasi publik dalam kebijakan merekomendasikan

dibutuhkannya kebijakan baru yang secara tegas mengatur bagaimana partisipasi masyarakat

terakomodir di segala tahapan, dari proses perancangan hingga pelaksanaan kebijakan

sebagai jaminan hukum bagi berbagai pihak untuk sebanyak mungkin memberikan masukan

tentang berbagai isu dan memberikan tanggung jawab pada pemerintah daerah untuk

pelaksanaannya.2

c. Akuntabilitas

Akuntabilitas, menurut UNDP, merupakan pengambilan keputusan dalam organisasi sektor

pelayanan dan warga negara madani yang memiliki pertanggungjawaban kepada publik

sebagaimana halnya kepada para pemilik. Pertanggungjawaban tersebut berbeda-beda,

bergantung pada semua tingkatan yang harus memahami bahwa mereka harus

mempertanggungjawabkan hasil pekerjaannya kepada masyarakat. Untuk mengukur kinerja

mereka secara objektif, diperlukan indikator yang jelas, sistem pengawasan perlu diperkuat dan

hasil audit harus dipublikasikan, serta apabila terdapat kesalahan harus diberi sanksi.

d. Koordinasi

Koordinasi merupakan titik krusial yang harus diperbaiki.Hal ini karena permasalahan

koordinasi pada sistem birokrasi di Indonesia sangat kompleks. Hubungan antara pemerintah

pusat dan pemerintah daerah, terdapat permasalahan pokok yaitu bagaimana mensinkronkan

hubungan kewenangan dalam menyelenggarakan urusan antara pemerintah pusat dan

pemerintah daerah, baik urusan yang diatur dalam UU Pemerintahan daerah maupun urusan-

urusan yang diatur dalam berbagai UU sektoral.

Agenda reformasi birokrasi dalam mengakomodasi prinsip-prinsip tata kelola yang baik, mulai

dari tingkat pusat hingga daerah (good governance), tercermin dalam semangat UU No.39

Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Dengan mengimplemetasikan UU No.39 Tahun 2008

tersebut maka diharapkan dapat mewujudkan reformasi birokrasi dari tingkat pusat hingga

daerah, sehingga terjadi efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan.

2 Sudirman, 2006, Melegalkan Partisipasi Masyarakat dalam Kebijakan, Governance Brief, Juni 2006 No 32. Bogor: CIFOR

Page 9: Laporan Assessment - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/08/Laporan_Hasil_Penilaian_LOBAR… · laporan ini merupakan salah satutahapan dari rangkaian proses panjang dalam menggali

9

Gambar 3. Hasil Penilaian Tatakelola Kehutanan kabupaten Lombok Barat

Pendekatan yang digunakan dalam penilaian ini adalah pendekatan kualitatif seperti kajian

dokumen, wawancara dan Focus Group Discussion (FGD). Semua sumber informasi untuk

penilaian aspek-aspek tersebut diperoleh dari berbagai hasil analisa yang secara detail dapat

dilihat pada uraian dibawah ini :

a. Pengumpulan data dan wawancara

Pengumpulan data dimulai dengan memeriksa apakah dokumen yang diperlukan sudah

tersedia atau belum. Termasuk produk hukum dan kebijakan di Lombok Barat apakah

dapat diakses dan dikumpulkan tanpa mengalami kesulitan dengan mengajukan surat

permohonan data kepada lembaga-lembaga pemerintah daerah. Sedangkan metode

pengumpulan data dengan wawancara semi terstruktur dipergunakan untuk

mendapatkan informasi, data dan pandangan dari sejumlah narasumber.

b. Diskusi Kelompok Terfokus (Focus Group Discussion/FGD)

Metode diskusi kelompok terfokus (FGD), merupakan salah satu pendekatan kualitatif

yang dipilih untuk mendapatkan data lebih mendalam, sekaligus sebagai triangulasi data

yang bersumber dari hasil wawancara. Metode ini jugadiharapkan dapatmemverifikasi

data dan informasi antara satu peserta dengan peserta lain sehingga dapat memperkuat

kualitas data yang dihasilkan.

C. Gambaran Umum Hasil

Penilaian terhadap kondisi

tatakelola kehutanan di kabupaten

Lombok Barat mengidentifikasi

berbagai konteks persoalan

pengelolaan sumberdaya hutan,

baik dari aspek partisipasi,

akuntabilitas, transparansi dan

koordinasinya, beberapa persoalan

tersebut mengindikasikan bahwa

sistem pengelolaan yang dijalankan

selama ini masih harus diperkuat.

1,84 1,84 1,75 1,73

3

0,000,501,001,502,002,503,003,50

Potret Tata Kelola Kehutanan di Kabupaten Lombok Barat Dalam Penerapan Prinsip

Katakelola Yang Baik

Page 10: Laporan Assessment - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/08/Laporan_Hasil_Penilaian_LOBAR… · laporan ini merupakan salah satutahapan dari rangkaian proses panjang dalam menggali

10

Konsistensi dalam penerapan tatakelola kehutanan yang baik menjadi keniscayaan yang

diharapkan parapihak, termasuk masyarakat untuk mendorong pengelolaan sumberdaya hutan

yang adil dan lestari. Temuan dalam penilaian ini juga mengidentifikasi beberapa peluang yang

memungkinkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas penerapan prinsip-prinsip tata kelola

kehutanan yang lebih baik, meskipun masih dalam skala yang cukup luas. Beberapa peluang

intervensi tersebut diyakini dapat memperbaiki kondisi tata kelola kehutanan serta dapat

menginspirasi pembangunan kehutanan di tingkat daerah seperti:

1) Kebutuhan atas sebuah transparansi informasi disektor kehutanan telah direspon

oleh Kementrian Kehutanan dengan menerbitkan Permenhut No.2/2010 tentang

Sistem Informasi Kehutanan dan Permenhut No. 7 / 2011 tentang Pelayanan

Informasi Publik di Lingkungan Kementrian Kehutanan. Sarana dan prasarana

yang dipersiapkan pada tingkat pusat terkait dengan transparansi informasi

dapat terlihat progresifitasnya. Namun demikian, kondisi tersebut juga

seharusnya terjadi pada tingkat daerah.

2) Keterlibatan publik dalam pengambilan keputusan terkait dengan pengelolaan

sumberdaya hutan telah menjadi bagian dari Undang undang Kehutanan (Bab

X). Bahkan secara prinsip, Undang undang Kehutanan didasarkan pada asas

partisipatif dan berkeadilan (pasal 3 huruf d). Dasar hukum ini walaupun masih

bisa dikategorikan sangat umum dan tidak memperjelas bagaimana partisipasi

masyarakat dapat dilaksanakan dalam pengelolaan hutan. Namun jaminan yang

bersifat sangat umum dan mendasar tersebut sudah melekatkan hak masyarakat

untuk dapat berpartisipasi dalam pengelolaan hutan termasuk pengambilan

kebijakan kehutanan. Masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan

memiliki hak dasar untuk dilibatkan dalam setiap proses pengambilan kebijakan

kehutanan.

Hasil akhir dari tata kelola pemerintahan yang baik dengan mengedepankan transparansi

informasi, partisipasi dan koordinasi adalah sebuah keputusan penyelenggara negara yang

dapat dipertanggung jawabkan. Artinya publik dapat mempertanyakan setiap keputusan yang

dihasilkan apabila dirasakan bahwa keputusan tersebut tidak sesuai dengan aspirasinya.

Kondisi ini pada dasarnya sudah menjadi sebuah konsekuensi logis dari negara hukum.

Page 11: Laporan Assessment - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/08/Laporan_Hasil_Penilaian_LOBAR… · laporan ini merupakan salah satutahapan dari rangkaian proses panjang dalam menggali

11

0,00 1,00 2,00 3,00

Transparansi

Partisipasi

Koordinasi

Akuntabilitas

Transparansi Partisipasi Koordinasi Akuntabilitas

Series1 2,08 1,96 1,00 1,58

Forest Management

Gambar 4. Hasil Penilaian Tatakelola Aspek Forest Manajemen kabupaten Lombok Barat

Demikian juga halnya dengan Indonesia yang pada konstitusi sudah menyatakan secara tegas

bahwa setiap orang sama kedudukannya di muka hukum (pasal 27 ayat (1)). Jaminan

konstitusional ini menjadi sebuah landasan mendasar bagi publik untuk dapat mengambil posisi

yang sejajar di depan hukum dan berhak untuk meminta pertanggung jawaban di depan hukum.

a) Temuan Spesifik Terkait Forest Manajemen

Pengelolaan kawasan hutan dikabupaten

Lombok barat dijalankan dengan

menggunakan instrumen peraturan

daerah dan peraturan kementrian

sebagai pedoman. Meskipun demikan,

dalam perjalanan prakteknya tersebut

masih menemui berbagai persoalan baik

dari aspek regulasi, kesiapan aktor dan

implementasinya. Disisi lain, dorongan

keterlibatan parapihak khususnya yang

memilki kepentingan terhadap kawasan

hutan cukup tinggi. Lahirnya undang-

undang tentang keterbukaan informasi publik seharusnya bisa menjadi motor penggerak bagi

pemerintah untuk mencapai derajat tatakelola yang lebih baik. Hasil studi ini memberikan

gambaran mengenai dengan praktek pengelolaan sumberdaya hutan di kabupaten Lombok

Barat melalui penerapan beberapa prinsip tata pemerintahan yang baik, meliputi prinsip

partisipasi, transparansi, akuntabilitas dan koordinasi. Secara detail mengenai gambaran

temuan ini dapat dilihat pada uraian di bawah sebagai berikut :

1) Terdapat Aturan hukum yang memberikan pengaturan mengenai keterbukaan infromasi

public termasuk pejabat pengelola informasi dan data (PPID) di lingkup instansi kehutanan.

Namun keberadaan regulasi tersebut belum ditunjang dengan perangkat sistem informasi

yang memadai, seperti ; belum adanya pooling informasi dan data, belum adanya DIP dan

belum adanya sistem informasi yang beragam dan memudahkan masyarakat luas dapat

mengakses informasi yang berada di dinas kehutanan.

2) Belum ditemukan Aturan hukum ditingkat daerah yang memberikan persyaratan bahwa

dalam proses penyusunan peraturan kebijakan kehutanan harus dilakukan rapat konsultasi

Page 12: Laporan Assessment - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/08/Laporan_Hasil_Penilaian_LOBAR… · laporan ini merupakan salah satutahapan dari rangkaian proses panjang dalam menggali

12

0,00 1,00 2,00 3,00

Transparansi

Partisipasi

Koordinasi

Akuntabilitas

Transparansi Partisipasi Koordinasi Akuntabilitas

Series1 1,69 2,00 2,58 1,46

Forest Tenurial

Gambar 5. Hasil Penilaian Tatakelola Aspek Forest Tenurial kabupaten Lombok Barat

(rapat dengar pendapat umum) dengan masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar

hutan.

3) Belum terdapat Aturan hukum yang mensyaratkan adanya lembaga audit internal di lingkup

instansi kehutanan yang dapat melaksanakan tugas pokoknya secara independen.

4) Masyarakat sipil belum sepenuhnya dapat mengklasifikasi informasi-informasi mengenai

manajemen kehutanan (dibuktikan dengan belum adanya database informasi kehutanan

yang sudah terklasifikasi)

5) Adanya keterbatasan Kapasitas dan peran media massa dalam memonitoring kegiatan

manajemen kehutanan untuk menyampaikan informasi terkait dengan pengambilan

keputusan, pengawasan dan penegakan hukum terkait manajemen kehutanan

6) Masukan publik yang terkumpul pada proses konsultasi ataupun yang diperoleh dari surat

belum dapat terdokumentasikan dengan terstruktur dan sistematis

7) Tidak terdapat pedoman evaluasi dalam pelaksanaan pengamanan sumberdaya hutan

b) Temuan Spesifik Terkait Forest Tenurial

Dalam praktek tenurial di kawasan hutan,

pemerintah kabupaten Lombok Barat telah

melahirkan beberpara terobosan dalam

bentuk fasilitasi berbagai kegiatan

pengelolaan hutan berbasis masyarakat

termasuk Hutan kemasyarakatan dan

lainnya. Disisi lain pemerintah juga

menjamin keterlibataan masyarakat dalam

penyusunan rencana dan kebijakan melalui

rapat koordinasi PHBM dan Proses

Pengawalanya. Namun dalam

perlajalanannya praktek tersebut belum

berjalan dengan maksimal, beberapa temuan lain dalam konteks tenurial juga menunjukan

masih terdapat bebragai persoalan yang ditemui dari berbagai aspek baik dalam konteks

pratisipasi, transparansi, koordinasi dan akuntabilitas. Secara detail mengenai ulasan terhadap

beberapa temuan tersebut dapat di lihat pada uraian sebagai berikut :

1) Belum terdapat aturan hukum yang memberikan pengaturan terkait prosedur yang mudah,

cepat, biaya ringan dan jelas dalam mengajukan hak memanfaatkan kawasan hutan.

Page 13: Laporan Assessment - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/08/Laporan_Hasil_Penilaian_LOBAR… · laporan ini merupakan salah satutahapan dari rangkaian proses panjang dalam menggali

13

0,00 1,00 2,00 3,00

Transparansi

Partisipasi

Koordinasi

Akuntabilitas

Transparansi Partisipasi Koordinasi Akuntabilitas

Series1 1,63 1,96 2,42 1,56

Land Use Planning

Gambar 6. Hasil Penilaian Tatakelola Aspek Forest Land Use Planing kabupaten Lombok Barat

2) Belum Terdapat peraturan yang mengakui dan menjamin tersedianya mekanisme

penyelesaian sengketa alternatif (di luar pengadilan)

3) Terdapat aturan hukum secara yang tegas menjelaskan mengenai apa yang dapat dan

tidak dapat dilakukan terhadap hutan negara

4) Belum terdapat upaya instansi kehutanan untuk menyediakan informasi yang beragam baik

dalam hal bentuk maupun jenis informasi yang dapat dipahami dengan mudah

5) Belum Terdapat Adanya upaya sistematis pemerintah untuk memastikan partisipasi publik

dalam penyusunan kebijakan tenurial atas hutan

6) Belum Terdapat mediator atau arbiter yang independen untuk menyelesaikan konflik

tenurial hutan.

c) Temuan Spesifik Terkait Land Use and Planing

Dalam konteks perencanaan ruang,

pemerintah kabupaten Lombok Barat

sampai saat ini masih dalam proses

penyusunan rencana detail tataruang

wilayah kabupatennya. lambannya

proses penyusunan tersebut tidak

lepas dari kompleksitas persoalan

yang ditemui dalam setiap tahapan

proses tersebut. Untuk menjamin

pengawalan proses penyusunan

rencana tataruang, secara

kelembagaan pemerintah kabupaten

Lombok Barat sudah membentuk badan koordinasi pentaan ruang daerah (BKPRD), namun

sampai saat ini perjalanannya belum optimal. Disisi lain berbagai keterbatasan dan persoalan

dalam perencanaan tataruang ini juga ditemui dari berbagai aspek, baik dari aspek

transparansi, partisipasi, koordinasi dan akuntabilitas. Secara detail mengenai temuan terhadap

aspek-aspek tersebut dapat di analisa melalui uraian sebagai berikut :

1) Belum teradapat aturan Hukum ditingkat daerah memberikan pengaturan secara jelas dan

terperinci terkait mekanisme/prosedur(termasuk mekanisme desiminasi informasi penataan

ruang tanpa diminta dan proses keberatan) bagi masyarakat untuk memperoleh informasi

terkait penataan ruang/lahan.

Page 14: Laporan Assessment - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/08/Laporan_Hasil_Penilaian_LOBAR… · laporan ini merupakan salah satutahapan dari rangkaian proses panjang dalam menggali

14

Gambar 7. Hasil Penilaian Tatakelola Aspek Forest Revenue kabupaten Lombok Barat

2) Terdapat jaminan Hukum yang memberikan definisi dan ruang yang jelas terkait dengan

apa yang dimaksud dengan masyarakat yang dapat berpartisipasi. Namun tidak

menjelaskan dengan detail bagaimana prosedur partisipasinya.

3) Belum terdapat jaminan hukum terhadap monitoring dan evaluasi (monev) kegiatan

penataan ruang/lahan yang diakukan oleh masyarakat.

4) Belum Terdapat prosedur/SOP yang dimiliki oleh instansi perencana untuk berkomunikasi

dengan masyarakat akar rumput

5) Belum terdapat komposisi masyarakat dalam proses perencanaan ruang / lahan yang

disediakan oleh institusi perencana.

6) Belum Terdapat sistem informasi didukung kriteria dan batasan yang jelas terhadap

informasi yang bisa diberikan atau yang dirahasiakan.

7) Instansi perencana belum menyediakan desk pengaduan yang efektif (dilengkapi dengan

SDM dan infrastruktur) untuk menerima dan menindaklanjuti keberatan/pengaduan yang

diajukan masyarakat

d) Temuan Spesifik Terkait Forest Revenues And Economic Incentive

Sektor pendapatan kehutanan di wilayah

kabupaten Lombok Barat merupakan salah

satu sektor yang memiliki peranan penting

dalam mendorong pencapaian kinerja

pemerintah dalam bidang kehutanan. Sistem

penggaran pemerintah daerah dijalankan

dengan mengikuti standar akuntansi

pemerintah daerah yang di tuangkan dalam

bentuk Peraturan daerah. Berdasarkan

beberapa temuan terkait dengan sistem

penganggaran dalam sektor kehutanan,

masih ditemukan beberapa perosalan terkait

dengan partisipasi parapihak dalam proses penganggaran, begitu pula dengan aspek lainnya

meliputi transparansi, koordinasi dan akuntabilitas dalam sistem penganggaran tersebut.

Beberapa temuan menarik mengenai penerapan prinsip tersebut dapat dilihat pada uraian

berikut ini :

0,00 1,00 2,00 3,00

Transparansi

Partisipasi

Koordinasi

Akuntabilitas

Transparansi Partisipasi Koordinasi Akuntabilitas

Series1 1,95 1,43 1,00 2,34

Forest Revenue

Page 15: Laporan Assessment - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/08/Laporan_Hasil_Penilaian_LOBAR… · laporan ini merupakan salah satutahapan dari rangkaian proses panjang dalam menggali

15

1) Aturan yang jelas mengenai dana bagi hasil disektor kehutanan hanya terdapat pada

beberapa aturan seperti pengelolaan jasa lingkungan, sementara untuk dana bagi hasil

disektor kehutanan lainnya belum diatur secara spesifik pada tingkat daerah (PSDH, DR,

dll)

2) Sudah terdapat aturan yang mewajibkan adanya SOP dalam mekanisme penggunaan

anggaran kehutanan

3) Belum terdapat Jaminan hukum yang mengatur dengan tegas megenai kewajiban

perusahaan-perusahaan di sektor kehutanan untuk membuat dan mempublikasikan laporan

keuangan/kegiatan berdasarkan standar akuntansi dan audit yang berlaku

4) Belum terdapat Aturan hukum yang mensyaratkan adanya partisipasi publik dalam proses

penyusunan RKA dan pengawasan penggunaannya

5) Belum Terdapat sistem online yang mencatat data pendapatan sektor kehutanan

6) Belum Terdapat sistem informasi terkait dengan pendapatan sektor kehutanan dan

distribusinya yang dapat diakses oleh public secara luas

D. Rekomendasi :

1. Diperlukan kriteria dan indikator yang jelas dalam penentuan skala prioritas program

pembangunan daerah yang dijaring melalui proses MUSRENBANG mulai dari tingkat desa

hingga tingkat kabupaten.

2. Perlunya pengawasan dan pembinaan yang intensif terhadap penyelenggaraan sistem

pemerintahaan di semua level untuk menjamin akuntabilitas pemerintahan .

3. Untuk menjamin transparansi atas informasi sektor kehutanan diperlukan penataan sistem

kelembagaan melalui peningkatan kapasitas badan publik, pengembangan Sistem informasi

dan penyusunan DIP.

4. Diperlukan peningkatan kapasitas bagi masyarakat sipil dalam hal sistem peganggaran

pemerintah dan keterbukaan informasi publik.

5. Diperlukan peningkatan koordinasi antar parapihak untuk mengoptimalkan pengelolaan

sumber daya hutan diwilayah kabupaten Lombok barat.

Page 16: Laporan Assessment - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/08/Laporan_Hasil_Penilaian_LOBAR… · laporan ini merupakan salah satutahapan dari rangkaian proses panjang dalam menggali

16

E. Referensi :

1. Dokumen Rencana pembangunan jangka panjang Lombok Barat 2005-2025 2. Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Lombok Barat 2010-2014 3. Dokumen Rencana Strategis Dinas Kehutanan Lombok Barat 2010-2014 4. Dokumen Rencana Pengelolaan DAS Dodokan Terpadu 5. Dokumen Konsep Note Pengelolaan Jasa Lingkungan 6. Dokumen Rencana Strategis Pengelolaan Jasa Lingkungan 7. Dokumen SOP Pengelolaan Jasa Lingkungan 8. Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) Tahun Anggaran 2013 9. Dokumen Laporan Akuntabilitas Konerja Instansi Pemerintah Dinas Kehutanan 2013 10. Dokumen RP-RHL DISHUT Kab. Lombok Barat Tahun 2012 11. GFI Indonesia , 2013. Potret pelaksanaan tata kelola hutan : sebuah studi mendalam di

provinsi Kalimantan Tengah dan Nusa Tenggara Barat. Bogor: Forest Watch Indonesia

12. GFI Indonesia , 2011. Indikator Tata Kelola Kehutanan dan Panduan Penggunaan . Versi 2.0. Bogor: Forest Watch Indonesia

13. Keputusan kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Lombok Barat Nomor : 188.46/15/Dishut- Prog/II/2014 tentang Penetapan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Pada Dinas Kehutanan Kabupaten Lombok Barat Tahun Anggaran 2014.

14. Keputusan Sekretaris Daerah Kabupaten Lombok Barat Nomor:33/1651/Dishubkominfo/ 2013 Tentang Standar Operasional Prosedur Pelayanan Informasi Publik Pejabat Pengelola Informasi Dan Dokumentasi Di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat

15. Keputusan Bupati Lombok Barat Nomor : 789/ 45/ DISHUT/ 2011 tentang Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) seluas 226 (Dua Ratus Dua Puluh Enam) Hektar Kepada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Merte Sari Desa Senggigi Kecamatan Batu Layar.

16. Keputusan Bupati Lombok Barat Nomor : 538/278/DISHUT/2014 tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Tanaman Kepada Koperasi Produsen Sukma Mulya Desa Sekotong Barat Kecamatan Sekotong di Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat

17. Keputusan Bupati Lombok Barat Nomor : 1829/60/DISHUT/2011 tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Tanaman Kepada Koperasi Serba Usaha Dharma Lestari Desa Kedaro Kecamatan Sekotong Seluas ± 492,27 Hektar di Kabupaten Lombok Barat Propinsi Nusa Tenggara Barat

18. Laporan Penyusunan Neraca Sumberdaya hutan, Statistik dan Kondisi Hutan Bidang RHL Kabupaten Lombok Barat 2009

19. Laporan Akhir Pelaksanaan Kegiatan (Laporan Tahunan) Dinas Kehutanan Kabupaten Lombok Barat Tahun Anggaran 2013

20. Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Organisasi P erangkat Daerah

21. Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat Nomor 03 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

22. Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan

23. Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat Nomor 4 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan

24. Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kerja Sama Daerah

Page 17: Laporan Assessment - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/08/Laporan_Hasil_Penilaian_LOBAR… · laporan ini merupakan salah satutahapan dari rangkaian proses panjang dalam menggali

17

25. Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat Nomor 4 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan

26. Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Barat Tahun 2011-2031 Nomor 11 Tahun 2011

27. Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara

28. Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 02 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pengelolaan Informasi Dan Dokumentasi Di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat

29. Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 37 Tahun 2011 Tentang Rincian Tugas, Fungsi Dan Tata Kerja Inspektorat Kabupaten Lombok Barat

30. Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 38 Tahun Tentang Rincian Tugas, Fungsi Dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lombok Barat

31. Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 44 Tahun Tentang Rincian Tugas, Fungsi Dan Tata Kerja Badan Penanaman Modal Dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Lombok Barat

32. Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Rincian Tugas, Fungsi Dan Tata Kerja Dinas Kehutanan Kabupaten Lombok Barat

33. Peraturan Bupati Lombok Barat No 8B tahun 2013 tentang rencana kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Lombok Barat tahun 2014

34. Peraturan Bupati Lombok Barat No.42 Tahun 2008 tentang penetapan obyek, tariff, tatacara pembayaran jasa lingkungan dan sanksi administrative

35. Peraturan Bupati Lombok Barat No. 7 Tahun 2009 tentang susunan organisasi, tatakerja, tugas dan wewenang institusi multipihak

36. Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Lembaran Negara RI Tahun 1999 No. 167. Jakarta: Sekretariat Kabinet

37. Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Jakarta: Sekretariat Kabinet.

38. Surat Pengakuan Tempat Penampungan Terdaftar (Tpt) Kayu Bulat/Olahan Yang Berasal Dari Hutan Hak NOMOR : 522/221/Dishut-Pus/V/2013 kepada pemiliki yang bernama Yurnapit Dollu