menggali kearifan di kaki spp pegunungan meratus - home -...

16
1 intip hutan | Februari 2004 E kosistem Meratus merupakan kawasan pegunungan yang membelah Provinsi Kalimantan Selatan menjadi dua, membentang sepanjang ± 600 km² dari arah tenggara dan membelok ke arah utara hingga perbatasan Kalimantan Timur. Secara geografis kawasan Pegunungan Meratus terletak di antara 115°38’00" hingga 115°52’00" Bujur Timur dan 2°28’00" hingga 20°54’00" Lintang Selatan. Pegunungan ini menjadi bagian dari 8 kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan yaitu: Hulu Sungai Tengah (HST), Hulu Sungai Utara (HSU), Hulu Sungai Selatan (HSS), Tabalong, Kotabaru, Tanah Laut, Banjar dan Tapin. Pegunungan Meratus merupakan kawasan berhutan yang bisa dikelompokkan sebagai hutan pegunungan rendah. Kawasan ini memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dengan beberapa vegetasi dominan, antara lain: Meranti Putih (Shorea spp), Meranti Merah (Shorea spp), Agathis (Agathis spp), Kanari ( Canarium dan Diculatum BI ), Nyatoh ( Palaquium spp), Medang ( Litsea sp ), Durian ( Durio sp ) Gerunggang (Crotoxylon arborescen BI ), Kempas ( Koompassia sp ), Belatung (Quercus sp). Kedudukan kawasan hutan yang menjadi hulu sebagian besar Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadikan kawasan ini sangat penting bagi Provinsi Kalimantan Selatan sebagai kawasan resapan air. Di sisi lain kondisi kelerengan lahan yang cukup terjal dan jenis tanah yang peka erosi menjadikannya memiliki nilai kerentanan (fragility) yang tinggi. Dengan berbagai pertimbangan di atas dan juga fungsi kenyamanan lingkungan (amenities) bagi masyarakat di bagian hilir, maka penutupan hutan merupakan satu- satunya pilihan, sehingga kawasan hutan Pegunungan Meratus harus dipertahankan sebagai hutan lindung dan dijauhkan dari perusakan. Berdasarkan tipe penutupan lahan kawasan Pegunungan Meratus dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: Hutan Dataran Tinggi (+ 11.345 ha), Hutan Pegunungan (+ 26.345 ha) dan Lahan Kering tidak Produktif (+ 8.310 ha). Sedangkan berdasarkan pengamatan okuler, sebagian besar tataguna lahan di sekitar hutan lindung Pegunungan Meratus adalah areal perladangan, hutan sekunder hingga semak belukar serta perkebunan rakyat. Pengelolaan SDA Hutan Hutan adalah satu bagian dari lingkaran kehidupan komunitas Dayak Meratus, seperti juga tanah, air, ladang, palawija, dan makhluk hidup di sekitarnya. Membicarakan hutan dan sumberdaya alam lain dalam konteks masyarakat Dayak tidak bisa dipisahkan dari pembicaraan tentang ‘tanah’. ‘Tanah’ dalam adat Dayak Meratus adalah asal mula manusia, sehingga ia mendapatkan peng- hormatan yang sangat tinggi dan merupakan harta kekayaan yang tidak bisa diperlakukan secara sembarangan. Hubungan ini menciptakan tatacara Menggali Kearifan di Kaki Pegunungan Meratus Landsekap hutan di Pegunungan Meratus Foto: LPMA

Upload: vuongnguyet

Post on 02-Mar-2019

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Menggali Kearifan di Kaki spp Pegunungan Meratus - Home - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/02/IntipHutan_Februari04_all.pdf · Meratus terletak di antara 115°38’00" ... terjal

1intip hutan | Februari 2004

Ekosistem Meratus merupakankawasan pegunungan yangmembelah Provinsi Kalimantan

Selatan menjadi dua, membentangsepanjang ± 600 km² dari arah tenggaradan membelok ke arah utara hinggaperbatasan Kalimantan Timur. Secarageografis kawasan PegununganMeratus terletak di antara 115°38’00"hingga 115°52’00" Bujur Timur dan2°28’00" hingga 20°54’00" Lintang

Selatan. Pegunungan ini menjadibagian dari 8 kabupaten di ProvinsiKalimantan Selatan yaitu: Hulu SungaiTengah (HST), Hulu Sungai Utara(HSU), Hulu Sungai Selatan (HSS),Tabalong, Kotabaru, Tanah Laut,Banjar dan Tapin.

Pegunungan Meratus merupakankawasan berhutan yang bisadikelompokkan sebagai hutanpegunungan rendah. Kawasan ini

memiliki keanekaragaman hayati yangtinggi dengan beberapa vegetasidominan, antara lain: Meranti Putih(Shorea spp), Meranti Merah (Shoreaspp), Agathis (Agathis spp), Kanari(Canarium dan Diculatum BI),Nyatoh (Palaquium spp), Medang(Litsea sp), Durian (Durio sp)Gerunggang (Crotoxylon arborescenBI), Kempas (Koompassia sp),Belatung (Quercus sp).

Kedudukan kawasan hutan yangmenjadi hulu sebagian besar DaerahAliran Sungai (DAS) menjadikankawasan ini sangat penting bagiProvinsi Kalimantan Selatan sebagaikawasan resapan air. Di sisi lainkondisi kelerengan lahan yang cukupterjal dan jenis tanah yang peka erosimenjadikannya memiliki nilaikerentanan (fragility) yang tinggi.Dengan berbagai pertimbangan di atasdan juga fungsi kenyamananlingkungan (amenities) bagimasyarakat di bagian hilir, makapenutupan hutan merupakan satu-satunya pilihan, sehingga kawasanhutan Pegunungan Meratus harusdipertahankan sebagai hutan lindungdan dijauhkan dari perusakan.

Berdasarkan tipe penutupanlahan kawasan Pegunungan Meratusdapat dibagi menjadi tiga, yaitu: HutanDataran Tinggi (+ 11.345 ha), HutanPegunungan (+ 26.345 ha) dan LahanKering tidak Produktif (+ 8.310 ha).Sedangkan berdasarkan pengamatanokuler, sebagian besar tataguna lahandi sekitar hutan lindung PegununganMeratus adalah areal perladangan,hutan sekunder hingga semak belukarserta perkebunan rakyat.

Pengelolaan SDA HutanHutan adalah satu bagian dari

lingkaran kehidupan komunitas DayakMeratus, seperti juga tanah, air, ladang,palawija, dan makhluk hidup disekitarnya. Membicarakan hutan dansumberdaya alam lain dalam konteksmasyarakat Dayak tidak bisadipisahkan dari pembicaraan tentang‘tanah’. ‘Tanah’ dalam adat DayakMeratus adalah asal mula manusia,sehingga ia mendapatkan peng-hormatan yang sangat tinggi danmerupakan harta kekayaan yang tidakbisa diperlakukan secara sembarangan.Hubungan ini menciptakan tatacara

Menggali Kearifan di Kaki

Pegunungan Meratus

Landsekap hutan di Pegunungan Meratus

Foto: LPMA

Page 2: Menggali Kearifan di Kaki spp Pegunungan Meratus - Home - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/02/IntipHutan_Februari04_all.pdf · Meratus terletak di antara 115°38’00" ... terjal

2 intip hutan | februari 2004

tertentu untuk mencapai keseimbanganhidup dalam interaksi manusia denganalamnya, yang oleh masyarakat Dayakdisebut sebagai Aruh.

Salah satu komunitas adat Dayakyang berada di kawasan pegununganMeratus adalah Balai Kiyu. Komunitasini menetap di bagian utara kawasanpegunungan Meratus, sepanjangSungai Panghiki dan di kaki Taniti(bukit) Calang, yang secaraadministratif berada dalam wilayahDesa Hinas Kiri, Kecamatan BatangAlai Timur, Kabupaten Hulu SungaiTengah. Kampung Kiyu merupakansatu wilayah adat seluas ±7.632 hektardan terdiri dari dua balai (rumah adat)yaitu Balai Kiyu dan Balai Haraan Huluyang membawahi ±67 umbun(keluarga). Sebagian besar masyarakatKiyu menganut sistem kepercayaanBalian (agama asal).

Memiliki tanah yang luasmerupakan anugerah bagi masyarakatMeratus. Mereka mengandalkansumber daya alam setempat (resourcebased activity) dan mengambilsecukupnya yang mereka butuhkan,karena itu setiap umbun memiliki jatahtanah masing-masing enam payah (± 3ha) tanah dan jika memang perlu danmampu boleh mengelola lebih dari itu.

Sistem kepemilikan tanahmasyarakat Dayak Meratus didasarkanpada kesepakatan dan kepercayaandalam aturan adat, tanpa menggunakanbukti tertulis. Jadi, meskipun tanahtersebut secara turun-temurun dimilikioleh masyarakat Dayak Meratus diBalai Kiyu, namun tidak satu pun darimereka yang memiliki suratkepemilikan tanah. Batas-batas tambit/kepemilikan yang digunakan adalahpenanaman tanaman keras seperti karetatau kayu manis, rumpun bambu ataukayu lurus, batang pinang, dan sungai.Penentuan batas ini merupakankesepakatan antar pemilik-pemiliklahan yang berbatasan langsung,sehingga tidak timbul masalah dikemudian hari.

Di Balai Kiyu, secara garis besarsistem kepemilikan tanah digolongkanberdasarkan pewarisan, perkawinan,jual beli, dan sistem sewa. Berdasarkanpewarisan, pembagian tanah yangdilakukan oleh orang tua kepada anak-anaknya lebih melihat pada seberapabesar kemampuan masing-masing anak

mampu mengelola lahan, tanpamembedakan jenis kelamin.

Melalui perkawinan kepemilikantanah dapat juga diberikan apabila salahsatu warga Balai Kiyu menikah denganorang luar dan memilih untuk tetaptinggal di Kiyu, maka kepadanyadiberikan izin untuk mengelola tanahdi sekitar wilayah Kiyu. Jual beli jugamenjadi salah satu mekanisme yangdikenal oleh warga Kiyu dimana jualbeli tanah bisa dilakukan tetapi sebatashanya antar masyarakat Dayak di BalaiKiyu saja. Sedangkan sewa menyewalahan harus dengan persetujuan KepalaPadang dan hanya boleh ditanamipalawija atau tanaman berjangkapendek lainnya. Syarat pembayaransewa adalah bagi hasil atas panenanyang diperoleh penyewa denganperbandingan 1 bagian untuk pemiliktanah dan 3 bagian untuk penyewa.

Kepemilikan tanah bisa menjadihilang apabila si pemilik tanahmeninggal dunia, tanah dihumai olehorang lain karena si pemilik lamameninggalkan balai dan lahannya tidak

ditanami tanaman keras, dan tentu sajajika tanah tersebut dijual (yang belumpernah terjadi dalam Balai Kiyu).

Masyarakat Balai Kiyu mengenalpembedaan bentuk permukaan bumi,terutama berkaitan dengan pembagianperuntukan pengelolaan lahan.Berdasarkan kesepakatan masyarakatKiyu, wilayah adat Kiyu dibagi menjadibeberapa kelompok penggunaan lahan.Hampir 6.900 hektar dari kawasan adatKiyu merupakan katuan (hutan)larangan yang tidak boleh digunakanuntuk bahuma (bertanam) karenadipercayai sebagai kediaman leluhurmasyarakat Balai. Katuan laranganmerupakan kawasan hutan yang samasekali tidak boleh ditebang, tetapi hasilhutan selain kayu masih bisa diambiloleh masyarakat. Hutan ini letaknyadi gunung-gunung pada ketinggian diatas 700 meter dari permukaan laut,dan merupakan daerah perlindunganselain bagi tumbuhan dan hewan didalamnya juga sebagai daerah penyediasumber air bagi masyarakat Kiyu.

Kegiatan mengikis kulit kayu manis oleh masyarakat Meratus

Foto

: LP

MA

Page 3: Menggali Kearifan di Kaki spp Pegunungan Meratus - Home - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/02/IntipHutan_Februari04_all.pdf · Meratus terletak di antara 115°38’00" ... terjal

3intip hutan | Februari 2004

Disamping hutan larangan,kawasan hutan yang bisa dimanfaatkanoleh masyarakat Dayak di kampungKiyu adalah katuan adat seluas ±290hektar. Hutan ini milik adat yangsebagian bisa dibuka untuk pahumaandan masyarakat boleh memanfaatkankayu di dalamnya untuk memenuhikebutuhan membangun rumah dankayu bakar. Kawasan ini juga bisaditanami tanaman perkebunan ataukayu keras oleh semua wargamasyarakat Kiyu setelah mereka tidakbahuma (berladang) di situ. Bagiankatuan adat yang semacam ini disebutdengan jurungan atau wilayah bekaspahumaan yang ditinggalkan dan suatuwaktu akan dibuka kembali.

Kawasan hutan, selain katuanlarangan dan katuan adat terdapatjuga katuan keramat seluas ±30 hektar.Kawasan ini merupakan tempatpemakaman bagi leluhur dan samasekali tidak bisa dimanfaatkan untukapa pun selain sebagai makam. Katuankeramat ini biasanya terletak di gunungatau munjal

Pembagian lainnya adalah kawasankebun gatah (karet) seluas ±278 hektardan ladang seluas ±156 hektar. Kebungatah adalah kawasan yang khususditanami karet untuk memenuhikebutuhan ekonomi masyarakat Kiyusedangkan ladang adalah kawasan yangditanami dengan tanaman jangkapendek (padi, cabe, mentimun,palawija, dsb). Ladang biasanya dibukadi daerah taniti atau datar.

Hanya sebagian kecil wilayah adatberupa kampung yang merupakandaerah pemukiman, termasuk didalamnya Balai Adat, seluas kurangdari 2 hektar. Kampung biasanyaterletak di datar (lembah) ataupuntaniti (pebukitan) yang merupakandaerah yang relatif landai.

Bagi masyarakat Dayak Meratusmengetahui daerah-daerah yang bolehdan tidak boleh dikelola adalah suatukeharusan agar tidak ada salahpengambilan wilayah kelola dan untukmenghindari kutuk dari leluhur mereka.Dalam wilayah adat Kiyu, pengaturanpemanfaatan lahan ini ditangani olehseorang Kepala Padang yang secarakelembagaan berada di bawah Balian(Kepala Adat). Pemilihan daerahpahumaan tidak dilakukan dengansembarangan tetapi ada perhitungan-perhitungan khusus menurut kearifanmereka, mengingat ladang merupakansumber pangan yang penting bagikehidupan masyarakat Dayak.Pemilihan lahan yang kurang tepat akanmempengaruhi hasil panen. Pertemuanuntuk memilih lahan bisa berlangsungberbulan-bulan denganmemperhitungkan banyak hal secaracermat, misalnya kemiringan lahan,kesuburan tanah dengan indikatorberupa warna atau jenis tumbuhantertentu sebagai penciri (yangsebenarnya berkaitan erat dengantahapan suksesi vegetasi).

Dalam kepercayaanmasyarakat Dayak di Kiyu, manugal(berladang padi) yang baik adalah didaerah yang memiliki ketinggian hingga±700 meter saja (biasa disebut sebagaimunjal), karena di atas ketinggiantersebut adalah gunung-gunungberhutan (katuan larangan dan katuankeramat) yang dihuni oleh nenekmoyang masyarakat Dayak danmenjaga wilayah adat mereka agartetap selamat. Selain itu mereka

biasanya juga memilih daerah dengankelerengan sekitar 45 derajat, untukmenghindari gangguan babi hutan.Manugal memiliki peran sangatpenting dalam adat Dayak karenadiyakini bahwa padi adalah buah pohonlangit sehingga sifatnya suci, dankedudukannya dalam upacara adat atauaruh sebagai sesajen wajib (berbentuklemang, ketan yang dimasak dalamruas bambu) tidak tergantikan. Karenakepercayaan inilah maka secara turuntemurun masyarakat Dayak tetapmenanam padi meskipun di daerah sulityang bergunung-gunung dan tanahnyarelatif tidak subur.

Masyarakat Dayak Meratusmengatasi hambatan alam dalamberladang sekaligus menjaga katuanadat mereka dengan mengembangkanpola perladangan “gilir balik” atau yangbiasa dikenal sebagai perladanganberpindah. Setelah membuka payah(ladang) dengan menebang danmembakar, mereka menanaminyadengan padi dan palawija satu kalihingga tiga kali tanam untuk mengatasiketidaksuburan tanah dan menghindarierosi. Mereka kemudian akanberpindah beberapa kali hingga kembalike payah (ladang) yang dibuka pertamakali untuk memberi waktu pemulihankesuburan dan tumbuhnya pepohonansetelah 10 hingga 15 tahun.

Ikatan yang kuat antara masyarakatDayak Meratus dengan alam yangmemberikan segala kekayaan hidup,diwujudkan dengan Aruh. Secara tidaklangsung, aruh merupakan pesankepada warga balai untuk tetapmenjaga keseimbangan hubunganantara manusia dengan alam dan roh-roh pemeliharanya. Ada sembilan aruhyang dilakukan masyarakat DayakMeratus sejak persiapan membukaladang hingga setelah panen, antaralain: (1) Mamuja Tampa, atau memujaalat-alat pertanian; (2) Aruh mencaridaerah tabasan (ladang baru); (3)Patilah, aruh menebang rumpunbambu bila di bakal ladang ituditumbuhi rumpun bambu; (4) Katuanatau Marandahka Balai DiyangSanyawa, yaitu merobohkan balaiDiyang Sanyawa; (5) Bamula, yaituupacara untuk memulai menanam padi;(6) Basambu Umang, yaitumenyembuhkan atau merawat umang;(7) Menyindat padi, yaitu mengikat

Page 4: Menggali Kearifan di Kaki spp Pegunungan Meratus - Home - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/02/IntipHutan_Februari04_all.pdf · Meratus terletak di antara 115°38’00" ... terjal

4 intip hutan | februari 2004

Taniti Datar

Munjal Gunung

Bentuk-bentuk permukaan bumi menurut masyarakat Kiyu rumput dan tangkai padi danManatapakan Tihang Babuah, yaitumenegakkan tangkai padi yangberbuah; (8) Bawanang, yaitumemperoleh wanang; dan (9) Mamisitpadi, yaitu memasukkan padi ke dalamlumbung. Tiga aruh pertamadilakukan oleh umbun yangbersangkutan, sedangkan aruh-aruhlainnya dilakukan oleh beberapaumbun dalam bubuhan (lingkungan)yang bersangkutan. Saat panen rayaadalah aruh yang paling besar yaituaruh wanang atau sering disebutsebagai aruh ganal (aruh besar).

Ketergantungan masyarakatDayak Meratus terhadap padimenjadikan manugal sebagai matapencaharian utama, sementara itu padipantang untuk diperjualbelikansehingga untuk pemenuhan kebutuhansehari-hari, mereka memanfaatkan hasilhutan. Masyarakat balai Kiyumemanfaatkan hasil hutan non kayuyang berupa damar, rotan, bambu,getah karet, getah jelutung, kemiri,madu dan sebagainya untuk ditukardengan kebutuhan sehari-hari selainpadi.

Kedudukan hutan sebagainapas kehidupan masyarakat DayakMeratus, bertimbal balik dengankesadaran mereka menjaga danmemelihara hutan dengan baik. Hutanmenjadi landasan ideologi, sosial dansekaligus sumber penunjangperekonomian mereka. Merekapercaya bawa Jubata, Duwata (Tuhan)dalam sistem kepercayaan masyarakat

Dayak Meratus akan mengutuk merekayang menghan-curkan hutan, sehinggadalam kehidupan Dayak Meratusmanusia dan hutan adalah satu kesatuanyang saling memberikan perlindungan.

Pemanfaatan hutan dan isinya diaturdalam hukum adat yang merekasepakati, bahkan diberlakukan sanksiadat bagi pelanggarnya yang diputuskanoleh Kepala Adat atau Damang. Aturanini tergambar dalam sanksi adat bagimereka yag menebang pohon dengansembarangan atau melakukanperbuatan yang merugikan orang laindi seluruh wilayah adat Kiyu dipegunungan Meratus, antara lain:Menebang pohon buah-buahan didendaoleh adat dan dibayarkan kepada yangbersangkutan. Menebang pohon madudidenda 10-15 tahil, dituntut oleh hakwaris dan denda diserahkan kepada

adat. (1 tahil = 1 piring kaca, jikadirupiahkan dihitung berdasarkankesepakatan bersama masyarakat).Menebang pohon yang menjadikeramat, bisa dituntut oleh hak waris,dan denda diserahkan ke adat (KepalaAdat). Menebang pohon damar didendaoleh semua masyarakat yang termasukwilayahnya, denda diserahkan ke adat.Menebang pohon lalu menimpa pohonbuah-buahan sendiri/orang laindikenakan denda yang dibayarkansesuai kerugian atas robohnya pohonbuah tersebut. Menebang pohon lalumenimpa rumah/pondok orang lain,diminta ganti rugi jika pohon menimparumah orang lain. Membakar ladang/sawah dan apinya merambat ke kebunorang lain didenda sesuai kerugian ataskebun tersebut.

Terdapat lima prinsip dasarpengelolaan sumber daya alam yangbisa dicermati dalam budaya Dayak,yaitu: keberlanjutan, kebersamaan,keanekaragaman hayati, subsisten, dankepatuhan kepada hukum adat. Bilakelima prinsip ini dilaksanakan secarakonsisten maka akan menghasilkanpembangunan berkelanjutan yangberwawasan lingkungan yangmencakup secara ekonomis bermanfaat,secara ekologis tidak merusak dansecara budaya tidak menghancurkan.

Dengan kelima prinsip ini,masyarakat Dayak menjagakelestarian alamnya, meskipunseringkali mereka dipersalahkandengan kerusakan hutan yang terjadisaat ini.

Penulis: Yasir Al Fatah & Betty TioMinar/LPMABalai Adat Datar Ajab, di desa Hinas Kanan Kec. Hantakan

Foto

: LP

MA

Page 5: Menggali Kearifan di Kaki spp Pegunungan Meratus - Home - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/02/IntipHutan_Februari04_all.pdf · Meratus terletak di antara 115°38’00" ... terjal

5intip hutan | Februari 2004

Sejarah Penjarahan HutanNASIONALPenjarahan Hutan di MasaRejim ORBA

Pemerintahan Rejim Orde Barusejak awal berkuasa telah menunjukkanwataknya yang merupakan perpaduanantara kapitalisme, militerisme danbudaya politik kerajaan dataran rendahpedalaman Jawa yang kemudiandibungkus dalam politik pembangunanuntuk pertumbuhan ekonomi. Untukmelihat bagaimana “politik penjarahanhutan” di masa ini bekerja maka sayaakan memfokuskan pada pengalamanmasyarakat adat sebagai kelompokutama penduduk negeri ini. Kelompokyang secara tekstual dilindungi hak-haknya oleh UUD 1945 dan saat inipopulasinya diperkirakan hanyaberkisar antara 50 – 70 juta orang,paling menderita secara materil danspritual atas penerapan politikpembangunan Rejim Orde Barusebagaimana dialami masyarakat adatdi Jawa pada masa kolonial.

Kalau perambahan hutan sebagaikekayaan rakyat di Jawa oleh organisasipedagang swasta VOC dilakukan hanyaatas dasar kekuasaan politik danpenaklukan, sedangkan di masa RejimOrde Baru yang dipimpin oleh militer,perambahan hutan yang juga dilakukanoleh perusahaan-perusahaan swastatelah dilandasi dengan produk hukumyang diterbitkan secara tidakdemokratis, yaitu UU PokokKehutanan No. 5 Tahun 1967. DenganUU ini dimulailah era sistem konsesiHak Pengusahaan Hutan (HPH) diIndonesia kepada perusahaan-perusahaan swasta, baik perusahaanasing yang disinyalir dekat denganpusat kekuasaan di negara asalnyamaupun perusahaan swasta nasionalyang sebagian diantaranya memilikiketerkaitan dengan institusi militer ataupolisi, petinggi atau mantan petinggimiliter (termasuk yang pernah

Penjarahan hutan pinus di Wonosobo, di kawasan hutan negara

memimpin pemberontakan di daerah)dan keluarga serta kerabat PresidenSoeharto yang berkuasa pada masa itu.Para elit penguasa ini kemudianmembangun kerjasama dengan parapedagang untuk mengeksploitasi hutandengan keterlibatan yang sangatterbatas dari para rimbawan (forester).Di sebagian besar perusahaan HPHketerlibatan para rimbawan ini bahkantidak lebih dari sekedar pemenuhansyarat administratif untuk mendapatkanijin atau pengesahan Rencana KaryaTahunan (RKT).

Pemerintah juga merasa perlumengeksploitasi kawasan-kawasanhutan secara langsung denganmembentuk perusahaan negarakehutanan (BUMN) untukmendapatkan areal-areal konsesi HPHdi luar Jawa. Sudah menjadi cerita yangumum bahwa BUMN ini digunakanoleh para elit penguasa untukkepentingan politik pribadi ataukelompoknya, salah satunya denganmenempatkan orang-orang “yangdipercaya” di posisi paling berpengaruhdi BUMN. Pada tahun 1995 palingsedikit ada 586 konsesi HPH denganluas keseluruhan 63 juta ha, atau lebihseparuh dari luas hutan tetap, baik yangdieksploitasi persahaan swasta maupunBUMN.

Sejak semula, penerapan sistemkonsesi HPH telah menjadi bagian dariskenario politik kekuasaan untukmenjamin dominasi militer dalampemerintahan, tentunya disampingtujuan resmi untuk meningkatkanpenerimaan pendapatan bagipemerintah untuk melaksanakanpembangunan ekonomi. Penerapansistem konsesi HPH sejak awal sudahcacat politik dan hukum. Sebagianbesar dari areal konsesi HPH yangdiberikan kepada perusahaanpenebangan hutan berada di kawasan-kawasan hutan yang belumdikukuhkan, yang artinya bahwakawasan-kawasan yang belumdikukuhkan ini tidak memiliki bukti-bukti hukum menyatakan bahwakawasan hutan tersebut adalah hutannegara yang bebas dari atau sama sekalitidak dibebani hak milik pihak lain.Dengan demikian, penerapan sistemkonsesi HPH di masa Rejim Orde Baruadalah bentuk penjarahan hutannasional yang paling umum dandilakukan secara vulgar oleh kelompokkepentingan politik yang dominan padawaktu itu, yaitu militer yang didukungpara politisi sipil di parlemen(khususnya GOLKAR sebagai partaipolitik bentukan militer) dan sebagianpara ahli serta praktisi kehutanan.

Bagian 2

Foto

: AR

uPA

Page 6: Menggali Kearifan di Kaki spp Pegunungan Meratus - Home - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/02/IntipHutan_Februari04_all.pdf · Meratus terletak di antara 115°38’00" ... terjal

6 intip hutan | februari 2004

Bersamaan dengan meningkatnyajumlah konsesi HPH dan pesatnyapertumbuhan volume ekspor kayu,kelompok politik dominan ini juga terusmengkonsolidasikan kekuasaannyadalam bisnis kayu ini. Soeharto, lewatsalah satu kroninya yang palingdipercaya, Bob Hasan, mengintervensiberbagai organisasi yang paling pentingyang sudah ada sebelum masa RejimOrde Baru atau membentuk organisasibaru yang terkait dengan kehutanan.Hasil dari konsolidasi kekuasaan iniadalah terbentuknya APKINDO tahun1976, MPI dan APHI tahun 1983 sertaASMINDO tahun 1988. Lewat orang-orang kepercayaannya, Bob Hasanmampu mengendalikan beberapaorganisasi profesi yang berpengaruh didunia kehutanan. Sampai jatuhnyaSoeharto dari kursi Presiden, BobHasan yang dikenal rajin merekrutmantan aktifis kampus menjadikaryawannya ini, telah menjadiindividu yang paling berkuasa di sektorkehutanan selama puluhan tahun.

Kekuasaan yang demikian besar ditangan segelintir pedagang “kronipenguasa” telah menempatkan sektorkehutanan menjadi sasaran penjarahandana untuk berbagai tujuan, termasuksalah satunya penggunaan danareboisasi untuk memodali pembuatanpesawat oleh IPTN. Praktek-praktekkorupsi, kolusi dan nepotisme di masaini telah menjadi suatu hal yang biasadi masa ini, hampir sama dengankejadian VOC di masa pemerintahkolonial. Dengan posisi politik yangsangat kuat dari para pemilik HPH yangumumnya pedagang itu maka praktek-praktek penebangan hutan di lapanganjuga banyak melanggar aturan-aturanteknis, sedikit diantaranya adalahpenebangan di luar blok tebangan danbahkan di luar areal konsesi HPH yangdiijinkan, “cuci mangkok”, “tebangmatahari”, dibawah diameter pohonyang diijinkan dan sebagainya. Padasaat yang bersamaan, pemerintah jugatidak mampu melakukan pengawasanyang efektif karena kebanyakan diantara pejabat di DepartemenKehutanan justru menggunakan bukti-bukti pelanggaran untuk tujuan korupsidengan memeras perusahaan HPH.Praktek-praktek penebangan “illegal”oleh perusahaan-perusahaan “legal”sudah sangat lazim dan praktek inibukan hanya mengancam keberlanjutan

fungsi ekologis dan sosial hutanproduksi, tetapi juga telah mengancamkelestarian produksi kayu yang justrumenjadi sumber keuntungan bagiperusahaan.

Selain penjarahan secara langsungsumberdaya ekonomi primermasyarakat adat/lokal berupa tanah dansumber daya alam di dalamnya,pemerintah melalui berbagai kebijakanperdagangan hasil bumi secarasistematis mengendalikan kegiatanekonomi masyarakat adat. Pemberianmonopoli kepada asosiasi atauperusahaan kroni dalam perdagangankomoditas yang diproduksi masyarakatadat, seperti rotan dan sarang burungwalet, telah menempatkan pemerintahsebagai “pelayan” bagi para pemilikmodal untuk merampas pendapatanyang sudah semestinya diperolehrakyat.

Kritik, protes dan keluhan darirakyat di kampung-kampung, ORNOP,para intelektual kampus atas praktik-praktik penguasahaan hutan ini tidakmampu mendorong perubahan berartidi sektor ini selama masa Rejim OrdeBaru. Berbagai upaya telah dilakukanoleh ORNOP nasional untukmengkampanyekan kebobrokanpengelolaan hutan di Indonesia sejakakhir tahun 1970-an, termasukmenggalang dukungan di luar negerisehingga ORNOP dalam negeri dicapsebagai antek pemerintah asing yangtidak nasionalis, tidak berdampak padaperubahan kebijakan yang berarti.Pengorganisasian rakyat di daerah-daerah juga sulit dilakukan karenapendekatan keamanan yang represifsudah terintegrasi dalam kelembagaanpemerintahan di desa lewat BABINSAdan kekuasaan nyata di sebagian besarpelosok nusantara sudah berpindah darilembaga adat ke kepala desa.Masyarakat di dalam dan sekitar hutanhanya bisa menyaksikan penjarahanberlangsung. Pada saat-saat yangmemungkinkan sebagian masyarakatjuga melibatkan diri dalam penjarahanini untuk bisa bertahan hidup atau punmenikmati sedikit kemewahan dari hasilhutannya. Para akademisi kampus danpara ilmuwan juga terpecah-pecah olehperilaku politik “almamaterisme” dantidak memiliki kekuatan moral yangcukup untuk mempengaruhi kebijakankehutanan karena keterlibatan merekaterlalu jauh sebagai “konsultan” dalam

berbagai proyek-proyek pesanan daripemerintah, organisasi pengusahakehutanan dan perusahaan kehutanan.

Penjarahan Hutan di MasaReformasi dan Otonomi Daerah

Di tengah pemberlanjutan‘ideologi’ pembangunan eksploitatifdari rejim Orde Baru Soeharto-Habibieke KH. Abdurrahman Wahid dan saatini Megawati Sukarnoputri,reorganisasi Negara Kesatuan RepublikIndonesia melalui otonomi daerah telahmenjadi tema sentral perdebatan hampirdi seluruh lapisan masyarakat. Dalamotonomi daerah ini, yang secara formalditandai dengan keluarnya UU No. 22Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun1999, ada kehendak dari parapembuatnya untuk memperbaharuihubungan antara pemerintah pusatdengan daerah melalui penyerahankewenangan pusat ke daerah ataudesentralisasi, antara eksekutif(PEMDA) dengan legislatif (DPRD)melalui “kemitraan sejajar” diantarakeduanya, dan terakhir mendekatkansecara politik dan geografis antarapenentu kebijakan (yangkewenangannya diserahkan ke DPRDdan PEMDA Kabupaten) denganrakyat sehingga diharapkan kebijakanyang dihasilkan akan lebih sesuaidengan hajat hidup rakyat banyak.

Dalam konteks memberi jalan bagitumbuhnya demokrasi di Indonesia,hal-hal yang dikehendaki tersebut perludikaji dan dipertanyakan secara kritismengingat bahwa UU 22/1999 dan UU25/1999 ini hanya mengatur sistempemerintahan (government system),bukan sistem pengurusan (governancesystem). Ini berarti bahwa kedua UUini baru mengatur hubungan antarapemerintah pusat dan daerah, belummenyentuh pada persoalan mendasartentang hubungan rakyat denganpemerintah yang selama Orde Barujustru merupakan akar dari segalapersoalan yang dihadapi olehmasyarakat adat/lokal, yaitu tidakadanya kejelasan dan ketegasan adanyakebebasan bagi rakyat untuk memasukiarena penentuan kebijakan yangsifatnya kepentingan bersama (publik).Yang muncul sebagai akibat dariketidak-tegasan dan ketidak-jelasan iniadalah tumbuh-suburnya perilakupolitik pengurasan hutan di kalangan

Page 7: Menggali Kearifan di Kaki spp Pegunungan Meratus - Home - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/02/IntipHutan_Februari04_all.pdf · Meratus terletak di antara 115°38’00" ... terjal

7intip hutan | Februari 2004

elit politik, khususnya para bupati yangmendapatkan penambahan wewenangyang cukup besar. Para bupatiberlomba-lomba mengeluarkanPERDA untuk menarik pendapatan aslidaerah (PAD) sebanyak-banyaknya,termasuk dengan pemberian ijin HPHHskala kecil, IPK dan sebagainya tanpaperhitungan ketersediaan sumberdayahutan yang matang. Kalaukecenderungan ini tidak segeradihentikan (atau paling tidakdikendalikan) maka otonomi daerahtidak pernah jadi solusi, bahkan akanmeningkatkan laju pengrusakan hutankarena bentuk-bentuk kegiatanpenjarahan hutan secara legal semakinberagam di banding sebelumnya.

Hal menarik dan penting dicatatdari perjalanan otonomi daerah selamasetahun terakhir ini adalah bahwabertambahnya kekuasaan/wewenang ditangan para Bupati dan DPRD bukanberarti dengan sendirinya mengurangikekuasaan/wewenang pemerintahpusat di daerah atas sumber daya alam.Sementara para bupati sudah memilikikewenangan yang besar sesuai denganUU No. 22/1999 untuk mengeluarkanijin IHPH dan IPK, di sisi lain DEPHUT–sebagai instansi teknis pemerintahpusat– masih tetap menggunakan UUNo. 41 Tahun 1999 dan peraturanturunannya, khususnya PP No. 34Tahun 2002 –peraturan terbaru yangkontroversial– untuk mempertahankankepengurusannya yang mutlak(“kekuasaannya”) atas kawasan hutan,termasuk untuk memberi dan mencabutijin HPH dan HPHTI, serta pelepasankawasan hutan untuk penggunaan lain.

Pada kondisi ini kepentingan parapemilik HPH yang berjaya selamaRejim Orde Baru menjadi sangatterganggu dengan posisi hukum antarawewenang pemerintah pusat danpemerintah daerah. Di satu sisikekuasaan atas ijin HPH yang merekapegang masih tetap berada di tanganMenteri Kehutanan, sementara di sisiyang lain Pemerintah Daerah memilikiwewenang yang besar untukmemberikan ijin-ijin penebangan hutanskala kecil di daerah masing-masing.Posisi politik kedua pemerintahantersebut saat ini menjadi persoalanpaling penting bagi para pemilik HPHuntuk bisa mempertahankan usahanya.Dengan posisinya yang secara langsungberinteraksi dengan masyarakatinternasional dan juga para aktivis

gerakan masyarakat sipil yang menguatdi Jakarta, maka tekanan politikterhadap Menteri Kehutanan akan lebihbesar dari kedua komponen tersebutyang secara terus-menerus mendesakuntuk menghentikan penjarahan hutandan memfokuskan kebijakannnya untukmelakukan rehabilitasi terhadapkawasan-kawasan hutan tetap yangsudah rusak berat dan bahkan sebagiansudah menjadi lahan-lahan kritis.

Sebaliknya, Bupati justru men-dapatkan tekanan yang sangat kuat dariDPRD yang memilihnya untukmeningkatkan Pendapatan Asli Daerah(PAD) –yang penggunaannya salahsatunya adalah untuk membiaya gajidan biaya operasional DPRD– yangbersumber dari eksploitasi hutandengan cara sebanyak-banyaknyapemberian ijin penebangan hutan skalakecil sebagaimana terjadi di banyakkabupaten saat ini. Dengan orientasipolitik demikian maka kepentinganpengusaha kehutanan, baik perusahaanpenebangan hutan maupun industripengolahan kayu, akan lebih dekatdengan kepentingan Bupati untuk tetapmeproduksi kayu sebanyak-banyaknya.Aliansi strategis inilah yang saat iniberkembang dengan pesat, khususnyayang dijalin oleh MPI/APHI sebagaiorganisasi para pengusaha kehutanandengan APKASI sebagai organisasipara bupati. Kalau kepentingankeduanya kemudian terlembagakandalam berbagai kebijakan daerah makakita akan menyaksikan meningkatkanoperasi “penjarahan” hutan secararesmi.

Bertambahnya wewenangPemerintah Daerah dalam pemberianijin-ijin baru untuk mengeksploitasihutan, sementara kapasitas pemerintahsendiri untuk mengendalikannyapenggunaan ijin-ijin sebelumnya sajatidak mampu, maka beberapa tahunterakhir semakin tumbuh suburnyapraktek-praktek penebangan hutanyang melanggar hukum nasional danjuga hukum adat (keduanya sama-samabisa dikategorikan “illegal logging”) diseluruh pelosok nusantara, termasukjuga di kawasan-kawasan konservasi.Penjarahan hutan secara illegal ini jauhlebih berbahaya, baik terhadapkerusakan hutan maupun keselamatanmasyarakat adat/lokal yang berada didalam dan sekitar hutan. Bentukpenjarahan hutan seperti ini umumnyadilakukan oleh perusahaan-perusahaan

dan perorangan tidak memiliki ijinpenebangan hutan tetapi mengenda-likan operasi penebangan danperdagangan kayu. Operasi pene-bangan liar seperti ini hampirseluruhnya melibatkan pengusahadaerah yang disebut dengan “cukong”.Mereka umumnya memiliki industripengolahan kayu atau sawmill yangresmi (ada ijin), tetapi tidak memilikiijin atas konsesi wilayah tebangan.Operasi penebangan seperti iniberpindah-pindah (mobile), terorganisirdengan baik dengan melibatkanorganisasi preman dan mendapatkandukungan kuat dari militer dan/ataupolisi, pejabat pemerintah dan politisidi daerah operasi dan juga di Jakarta.

Bagi masyarakat adat/lokal,penebangan dengan modus seperti inisangat berbahaya untuk menegakkanhukum adat, khususnya jika di dalambisnis ini terlibat para tokoh-tokohadat, atau jika kebanyakan dari anggotakomunitas terlibat. Dalam berbagaikasus penjarahan hutan seperti ini,anggota-anggota komunitas adat dansegelintir pengurus masyarakat adatjuga ada yang terlibat. Keterlibatanmereka umumnya karena desakan pasardan juga sekedar memfaatkan peluangberusaha yang difasilitasi oleh mafiapenebangan kayu liar. Apa punalasannya, anggota atau pemimpinkomunitas masyarakat adat yangmenebang pohon di hutan adatnyatanpa memenuhi prosedur danmekanisme hukum adat yang berlaku,sudah semestinya dikategorikansebagai penjarah hutan.

Di sisi lain, “reformasi” yangditandai dengan mulai tumbuhnyakesadaran politik rakyat disertai denganmelemahkanya institusi negara jugatelah mendorong dinamika politik lokalyang memberi ruang partisipasi politikbagi masyarakat adat, baik melaluimekanisme politik yang formal maupunyang informal. Organisasi-organisasirakyat yang berbasis komunitasmerupakan tanda-tanda baik kalaudidukung secara bersama oleh ORNOPdan ilmuwan-ilmuwan yang lebihprogresif untuk membangun agenda-agenda politik kehutanan yang dimulaidari bawah. Dinamika ini tentuberdampak pada konflik itu sendiri.Berbagai konflik hutan dan kehutananyang tadinya bersifat laten(tersembunyi) menjadi terbuka (berakardan nyata) dan menjadi keharusan

Page 8: Menggali Kearifan di Kaki spp Pegunungan Meratus - Home - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/02/IntipHutan_Februari04_all.pdf · Meratus terletak di antara 115°38’00" ... terjal

8 intip hutan | februari 2004

Kemiskinan di Negeri Nan KayaRaya

Sulit memungkiri bahwa negeriserambi Mekkah – Nanggroe AcehDarussalam – yang membentang diujung utara pulau Sumatera adalahdaerah yang teramat kaya.

Kelimpahan sumberdaya alamnyasungguh menjanjikan kemakmuran dankesejahteraan merata bagi anak negerisampai ke pelosok-pelosoknya.Beragam jenis sumberdaya alam –baikyang tampak di permukaan bumi sepertihutan dengan manfaat ekonomi maupunjasa ekologisnya, atau yang tersimpandi dalam perut bumi berupa bahantambang berbagai jenis– terserak dimana-mana. Ini semua tersedia dan siapuntuk dikelola, tentu bagi sebesar-besarnya kemakmuran “rakyat” dalamjangka panjang.

Namun, kekayaan hasil bumi initernyata tidak serta merta menjaminperolehan kemakmuran dan kesejah-teraan merata bagi anak negeri.Kelimpahan sumberdaya alam justeruberbanding terbalik dengan kenyataanhidup yang dialami masyarakatsetempat.

Di wilayah-wilayah yang mudahdiamati –semisal di sekitar proyek-proyek industri vital seperti di dekatkilang-kilang gas dan minyak, pabrik

semen, pupuk dan kertas, atau di sekitarindustri-industri perkayuan– terpaparkeadaan memprihatinkan tentangkehidupan masyarakatnya. Sementarakehidupan lingkungan usaha inigemerlap dengan guyuran berbagaifasilitas modern, masyarakat sekitarnyakebanyakan hidup serba sederhanadengan rumah berlantai tanah atausemen retak-retak, berdinding papankeropos atau bata tak berplester, sertaberatapkan rumbia atau seng berkarat.Hanya sebagian kecil dari masyarakatsekitarnya yang sedikit mampuberkehidupan sebaliknya.

Sementara itu pula, nun jauh dariimbas gemerlap guyuran fasilitasmodern dan sering luput dari amatan,keadaan yang lebih parah dihadapimasyarakat yang memukimi wilayah-wilayah pedalaman yang masihberhutan dan hanya sesekali dapatterkunjungi oleh “orang luar”.Kunjungan ini hanya dapat di-mungkinkan dengan menumpang jeepgardan empat yang sarat penumpanghingga ke atapnya, berbaur pula denganhasil bumi dan ternak, yang berjalanterseok-seok menyusuri jalan-jalansempit tanpa aspal yang berlobang-lobang dari satu kampung ke kampunglain, lalu mesti dilanjutkan denganberjalan kaki melipir gigir jurang dansesekali melompati bebatuan licin di

sungai-sungai. Namun demikian, sangatgampang pula menemukan pengalamanmengharukan ketika harus menerimakeramahan masyarakat sederhana –yang mendiami gubuk-gubuk kecil ditengan hutan– dalam bentuk suguhanmakanan yang mereka ambil daricadangan terakhir yang masih ada.

Menguras Hutan Dengan BeragamCara

Sumberdaya alam yang melimpahmemang semestinya dimanfaatkanuntuk kesejahteraan rakyat. Salah satusumberdaya alam yang dimanfaatkanbesar-besaran untuk maksud tersebutadalah hasil hutan, terutama kayu.Agaknya, untuk maksud itulah sejakawal 70-an telah diberikan konsesipengusahaan hutan kepada lebih daridua-puluh perusahaan HPH/HTI sertacukup banyak perkebunan yangmengkonversi hutan di seanteroNanggroe Aceh Darussalam.

Guna kelancaran usaha produksikehutanan dan perkebunan berskalabesar itu, para pemegang konsesimembuka wilayah hutan danmembangun berbagai saranatransportasi yang menjangkau hutan-hutan pedalaman Aceh. Jalan-jalanutama, jalan cabang dan jalan saradberikut sarana pendukung lainnya

untuk mengatasi penyebab dandampaknya. Adalah suatu kenyataanbahwa ternyata konflik-konflik terbukaini tidak mampu diselesaikan olehtatanan hukum dan kelembagaannegara yang ada saat ini (karena pilar-pilar utama masih warisan dari RejimOrde Baru).

Oleh sebab itu, proses-prosesdialog muti-pihak sudah semestinyamenjadi pilihan terbaik untuk mulaimembangun saling percaya satu samalain dan saling mempengaruhi satusama lain secara terbuka dan lebihrendah hati. Hanya dengan proses-proses yang demikian inilah kita bisa

membuka kebenaran lembar demilembar masa lalu politik hukumkehutanan kita memang sangat suramselama masa kekuasaan Orde Baru.Hanya dengan pelajaran-pelajaran darilembaran-lembaran kebenaran masalalu itulah bangsa ini bisa memetikpelajaran untuk melangkah ke depan.

Penulis: Abdon Nababan

MASYARAKAT DITENGAH JEPITANKONTROVERSI EKOSISTEM LEUSER DAN

LADIA GALASKA(oleh: : Fachrurrazi “rajidt” Ch. Malley)

Page 9: Menggali Kearifan di Kaki spp Pegunungan Meratus - Home - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/02/IntipHutan_Februari04_all.pdf · Meratus terletak di antara 115°38’00" ... terjal

9intip hutan | Februari 2004

dibangun untuk mempermudahmengangkuti kayu-kayu hutan hasiltebangan. Sejalan dengan itu,berlangsung pula proses penyusutanluasan hutan yang cepat di daerah ini.

Proses penyusutan luasan hutandengan cepat terjadi karena eksploitasiresmi oleh para pemegang HPH/HTIatau konversi hutan untuk perkebunanberskala besar itu, ternyata diimbuhipula oleh praktek-praktek menyalahdan melanggar ketentuan yangseharusnya. Akses jalan yang dibangunoleh perusahaan-perusahaan perkayuandan perkebunan kemudian diman-faatkan pula oleh banyak pihak untukikut menguras hasil hutan. Apa yangdisebut dengan penebangan liar ataupembalakan haram justru berlangsungsemakin marak dengan memanfaatkanjalan-jalan yang dibangun olehperusahaan-perusahaan ini.

Sesungguhnya, tak sulit bagi siapapun untuk mengamati belasan trukpengangkut kayu gelondongan ataukayu olahan yang diperoleh daripembalakan haram (penebangan liar)berseliweran menggunakan jalan yangdibangun perusahaan perkayuankemudian melintasi perkampungansederhana sebelum ke luar dari hutan.Dengan pengamatan seksama akandiketahui pula bahwa pengemudi truk-truk ini senantiasa berhenti pada pos-pos tak resmi di pinggir jalan untukmenyetor sejumlah uang pada oknum-oknum yang seyogyanya mempunyaikewenangan jabatan untuk ikutmengamankan kawasan hutan daripraktek-praktek penebangan hutanyang melanggar hukum. Persekong-kolan penjarah hutan ini berlangsungsangat rapi, meluas dan berlanjut. Itumungkin sebabnya maka jarang sekalipelaku utama atas kasus kejahatan dibidang kehutanan yang sampai diadilidi ruang pengadilan. Kalau pun ada –satu dua kasus - maka yang menjaditerdakwa dan duduk di kursi pesakitanadalah warga kampung setempat!

Menjadi Orang Upahan di NegeriSendiri

Akses jalan menuju sumber-sumber kayu di dalam hutan banyakterdapat di mana-mana. Jaringan jalanini juga dimanfaatkan oleh masyarakatyang memukimi daerah terpencil untukmengangkut hasil panen usaha budidayamereka atau hasil hutan dan sungai yang

dipungut langsung karena ketersediaanyang melimpah.

Untuk memasarkan hasil usahanyapada hari-hari pasar di kota kecamatan,warga kampung kadangkaladiperbolehkan menumpang truklogging perusahaan atau trukpengangkut kayu hasil tebangan haram.Pada tempat lainnya di beberapapenggal jalan, masyarakat meng-gunakan alat transportasi umum yangdengan tertatih-tatih mencoba mampumenjangkau lokasi-lokasi tertentu.Selebihnya, ditempuh dengan berjalankaki belasan kilometer ke pasar-pasarterdekat. Dengan kondisi seperti ini,pada beberapa kasus ditemukankenyataan ada juga warga kampungyang sakit dan menemui ajalnyasebelum sempat sampai di rumah sakitterdekat guna memperoleh usahapengobatan yang memadai.

Kenyataan ini sungguhbertolak-belakang dari maksud“luhur” memanfaatkankelimpahan sumberdaya alamuntuk meningkatkankesejahteraan atau kemakmuranmasyarakat setempat.

Kehidupan pahit ini padagilirannya mendorong keberanianmasyarakat sekitar hutan untuk ikutterlibat dalam usaha menjarah hasilhutan. Sayangnya, mereka hanyaberperan sebagai orang suruhan atauupahan dari para pemilik modal yangdilindungi aparat keamanan. Kaumlelaki dari desa-desa setempat seringdiupah –dengan dipinjamkan senso ataudikreditkan pembeliannya– untukmelakukan penebangan pohon danmembelahnya di dalam hutan, lalumenyaradnya dengan kerbau ataumemanggulnya keluar hutan sampai dipinggir jalan cabang. Mereka jugadiupah untuk membongkar-muat dikilang-kilang kayu yang tak jelas pulaizinnya. Sementara, kaum perempuanmengambil upah mengupas kulit-kulitkayu gelondongan di base-camp HPH.

Pekerjaan penuh resiko inisesungguhnya hanya mendapat upahyang kecil pula berdasarkankemampuan jumlah hasil tebangan.Untuk 2 minggu di dalam hutan –setelah dipotong biaya keperluankonsumsi sederhana, rokok murahandan minyak senso, yang dipasok olehpengupah– mereka kemudian hanya

membawa pulang ke rumah sejumlahuang untuk bisa membeli berbagaikeperluan rutin sehari-hari gunamemenuhi keperluan keluarga selamaseminggu berikutnya.Dwi Megaproyek yangMembingungkan

Menyusutnya luasan hutan dengancepat dan tak kunjung meningkatnyakesejahteraan masyarakat setempat(…kabarnya, lebih 60% rakyat Acehmasih miskin sementara lebih 80%pendapatan Aceh diperoleh darihutan), merisaukan banyak pihak pula.Pada tahun 1995 muncul gagasan duamegaproyek, yakni ProgramPengembangan Leuser dan ProgramLadia Galaska (semula disebut dengan16 ruas jalan tembus jaring laba-laba).

Program PengembanganLeuser merupakan megaproyekseluas sekitar 1,79 juta hektardengan beragam status kawasanhutan di dalamnya. Megaproyekyang ingin memadukan pelestarianhutan dengan pembangunan untukmenyejahterakan rakyat inidirencanakan berlangsung 30tahun dan yang semula hanyaberdasarkan keputusan menterikehutanan lalu ditingkatkanmenjadi sebuah keputusanpresiden.

Gagasan dengan iktikad “luhur”ini sudah diimplementasikan selama 7tahun dengan rencana anggaran selamakurun waktu tersebut sebesar 50 jutamata uang Eropa.

Melalui publikasi media yangdilansir oleh pemrakarsa proyek ini,kecuali keberhasilan programnya dapatdikatakan hampir tidak diketahuipublik berbagai kegagalan ataupenyimpangan dari proyek ini. Namun,kebingungan publik mulai meruakketika banyak pula media massa yangmengungkapkan bahwa TamanNasional Gunung Leuser yang menjadikawasan inti proyek ini ternyata terusdirambah selama proyek ini membiayaiberbagai kegiatannya, sedang luaskawasan yang dikelola pemrakarsamenggelembung menjadi lebih dari 2,5juta hektar dengan beberapa kegiatanberulang seperti penghijauan danpematokan tapal batas (..tak jelasapakah tanaman penghjauan initerbakar alami atau sengaja dibakar,sedang patok-patok ini tak jelas

Page 10: Menggali Kearifan di Kaki spp Pegunungan Meratus - Home - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/02/IntipHutan_Februari04_all.pdf · Meratus terletak di antara 115°38’00" ... terjal

10 intip hutan | februari 2004

apakah sengaja dicabut kembali ataupematokannya fiktif belaka?).

Kenyataan membingungkan inimenunjukkan bahwa tak ada hubungansignifikan antara besarnyasumberdaya yang dikeluarkan untukmembiayai proyek ini dengan upayamengamankan kawasan darigencarnya perambahan, serta tak adapula kepastian luas kawasan ekosistemLeuser ini. Menarik juga mengamatibahwa meski di tahun 2001 telahdikeluarkan sebuah intruksi presidenkepada 8 pejabat tinggi setingkatmenteri untuk memberantaspenebangan liar di Taman NasionalGunung Leuser, namun kegiatanmemorakporandakan hutan di kawasanmegaproyek ini tidak juga berhenti.(……apakah sedang berlangsung“pembangkangan struktural” yangmengiringi megaproyek ini?).

Sementara itu, megaproyekpembangunan jejaring jalan yangdisebut dengan Ladia Galaska didugaakan dimulai pada tahun 2003 ini danditengarai telah pula mendapatrekomendasi presiden.

Proyek ini juga dimaksudkanuntuk menyejahterakan masyarakatpedalaman Aceh dengan membukadaerah-daerah yang terisolir denganmembangun ruas-ruas jalan sepanjanglebih dari 1.200 kilometer (…kemudianmemanjang lagi menjadi lebih dari1.600 kilometer?) dan jembatan-jembatan dengan panjang total sekitar2.650 meter.

Pembangunan jalan dengandaerah milik jalan selebar 30 meter inidirencanakan tuntas dalam waktu 5tahun dengan biaya lebih dari 1,18trilyun rupiah. Informasi tentangrencana pembangunan yang dilansirpihak terkait mengungkapkan bahwasebagian ruas jalan memangmerupakan jalan-jalan lama yanghendak ditingkatkan mutunya, sedangsebagian lagi merupakan ruas jalanbaru yang mesti membuka kawasanhutan alam –termasuk yang akanmembelah Taman Nasional GunungLeuser.

Kebingungan banyak kalanganserta merta muncul karena ditengahbelum redanya konflik politik yangmenimbulkan korban jiwa dari hari kehari dan ribuan pengungsi masih hidupterlunta-lunta, kehendak “luhur” untuk

membangun jalan ini sangat gencardikumandangkan. Kehendak yangterkesan dipaksakan ini segera sajamemunculkan reaksi penolakanterutama dari kalangan organisasi non-pemerintah yang berkantor di Jakartayang kemudian diketahui merupakanbagian dari skenario penolakan yangdimobilisasi oleh pemrakarsa megaproyek pertama.

Promosi dua itikad “luhur” di atasberlangsung gegap-gempita di kota-kota besar jauh dari pedalaman hutanAceh. Informasi terbatas tentangkeduanya benar-benar membingungkanbanyak kalangan, terutama rakyatsetempat yang diterpa kehidupan sangatmenyulitkan. Di saat-saat mereka masihharus tertatih memikul hasil buminyauntuk dijual ke kota dengan berjalankaki menempuh belasan bahkanpuluhan kilometer jalanan kampung,sebagian dari keluarga mereka ada yangtak jelas kuburnya atau tak tentunasibnya di pengungsian, serta hutanyang dipasangi plang himbauan untukdilestarikan ternyata digerus habis-habisan di depan mata, ternyata hanyasayup-sayup mereka mendengar adaproyek-proyek besar untuk kepentinganmereka. Yang satu proyek melestarikansumber-sumber daya alam untukkesejahteraan hidup dalam jangkapanjang namun tak begitu merekapahami manfaat langsungnya, sedangyang lain proyek membuka isolasidaerah mereka dengan membangunsarana jalan padahal jalan-jalan yangsudah ada nyatanya digunakan pulauntuk merambahi sumber-sumberkehidupan mereka.

Masyarakat pedalaman yangturun-temurun sangat akrab denganpotensi sumberdaya alam asli daerah inisesungguhnya tak tahu persis bahwanama mereka teramat sering disebut-sebut dalam presentasi dwimegaproyek itu di ibukota propinsi danibukota negara ini, bahkan dalamforum-forum internasional di luarnegeri. Mereka juga tak tahu bahwakedua megaproyek di daerah mereka inisaling bertentangan satu sama lain.

Beberapa di antara mereka –terutama yang merasa memperolehsedikit keuntungan dari proyek, karenapendekatan “cerdik” dari pemrakarsaproyek– kemudian merasa pula menjadibagian salah satu diantaranya untukmenentang dan mencerca yang lain.

Seperti inilah agaknya penyikapanmasyarakat pedalaman terhadap keduamegaproyek ini. Dan, ini tentu sangatrawan untuk menyulut konflikhorizontal dan vertikal!

Aneka Kesamaan Dwi-MegaproyekDwi-megaproyek ini –

pengembangan Kawasan EkosistemLeuser dan jejaring jalan Ladia Galaska– kecuali berbeda dalam menempuhcara untuk menyejahterakan rakyat,sesungguhnya mempunyai banyakkesamaan. Jika dirunut makasetidaknya akan diperoleh senaraikesamaan itu, antara lain: proyeksama-sama di daerah Aceh, sama-sama mendapat restu presiden danpersetujuan gubernur, sama-samaterkesan punya niat luhur dankehendak yang kuat, sumberdanasama-sama berasal dari luar negeri(hibah dan hutang), sama-samamelibatkan perantau Aceh, sama-samamemobilisasi dukungan ornop luarAceh untuk lebih risau dari orang Acehdi daerah, pelibatan masyarakat sama-sama dilakukan dari atas (top-down),sama-sama ditengarai rawan perilakukorupsi oleh banyak pihak, dan banyakaneka kesamaan lainnya.

Dalam perspektif seperti ini,keberatan dari masing-masing pihaksebagai implikasi perbedaan pilihan caratak semestinya harus “dipertarungkan”dengan mengatasnamakan masyarakat.Kompromi tentu jauh lebih baik bagimasyarakat setempat. Karena,kompromi dalam hal ini tentudimaksudkan untuk mengurangi,meredam, bahkan menghilangkanberbagai ragam kekhawatiran yangditengarai oleh yang lain apabila dwi-megaproyek ini mesti dilanjutkan juga.

Untuk sampai pada maksud ini,keterbukaan tentang banyak halmenjadi keharusan. Sikap menutupdiri yang cenderung eksklusif dan anti-dialog dengan maksud hanyamelindungi “kepentingannya semata”lalu menyerang pihak lainnya denganmemobilasi dukungan semu hanyaakan menyuburkan prasangka yangdapat berkembang menjadi tuduhanmembabi-buta, yang berujung padafitnah.

Keterbukaan akan banyak haltentang kedua proyek besar ini memangakan menuai banyak kritik. Namun,kritikan ini tentu dapat pula digunakan

Page 11: Menggali Kearifan di Kaki spp Pegunungan Meratus - Home - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/02/IntipHutan_Februari04_all.pdf · Meratus terletak di antara 115°38’00" ... terjal

11intip hutan | Februari 2004

untuk menyempurnakan gagasan danmemperbaiki kekeliruan, jika ada. Inijuga akan membantu memperolehberbagai tawaran pilihan untukmengantisipasi hal-hal buruk dari ke-dua proyek.

Lazim dalam pelaksanaan proyekdi era reformasi ini, akan dituai pulatuntutan banyak kalangan –terutamapara pemangku kepentingan utama/pendukung– agar pemrakarsa proyeksenantiasa menganut prinsip-prinsipatau nilai-nilai tertentu sepertiberkeadilan, pelestarian, berkelanjutan,transparansi, akuntabilitas, kontributif-partisipatif, dan lain sebagainya.

Untuk itu, seyogyanya masing-masing pemrakarsa beserta parapemangku kepentingan lainnyamenghindari perbedaan tafsir tentangpemaknaan prinsip-prinsip ini dalampengerjaan proyek. Perbedaan tafsiryang dibiarkan, akan membuka peluanguntuk mengelak dari tanggung-jawabketika penyimpangan-penyimpanganterjadi, meski disengaja mau pun karenalalai atau ceroboh.

Lalu, bila sekedar hanyamenyimak paparan proyek –yang

dikemas menjadi produk media nanrancak– agaknya tak ada yang dapatdibantah dari argumen yang dibangunkeduanya. Namun, cukup mudah untukdapat menemukan bahwa sering sekaliapa yang dipaparkan di tahapperencanaan jarang sekali persissungguh dengan kenyataan kejadiandan peristiwa yang kemudianberlangsung. Kadangkala diketahuipula kemudian bahwa apa yangdilaporkan resmi atau dipublikasikanmeluas ternyata berbeda dengan apayang ada.

Pada situasi seperti ini, biasanyaupaya pembenaran agar mendapatkemakluman dilakukan dengan cara-cara yang kurang pantas. Karena itu,bagaimana kegiatan-kegiatan proyekdapat dipantau perkembangannya sertabagaimana hasil-hasilnya dapat dinilaibaik-buruk atau benar-salahnya olehbanyak pihak, menjadi sangat pentinguntuk selalu dibicarakan. Denganbegini, umpan balik yang konstruktifakan lebih mudah diperoleh.

Dalam kaitan itu semua,masyarakat luas –terutamamasyarakat setempat– semestinya

mengetahui sepenuhnya tentangrencana, persiapan, pelaksanaan,pengawasan dan hasil-hasil yang akandan telah diperoleh. Dengan kata lain,masyarakat mesti berperan dalamsetiap tahapan proses proyek danpelibatan ini harus terinternalisasipula dalam anggaran proyek.

Berperannya masyarakat setempatdalam setiap tahapan selayaknyamenjadi keniscayaan, karena atas namamerekalah dwi-megaproyek inimendapat dukungan dan bantuan darimana-mana. Karena itu, sudahsemestinya menjadi jelas bagimasyarakat pedalaman Aceh apamanfaat dan kerugiannya bagi merekakalau dwi mega proyek ini dilanjutkan,serta bagaimana pula kalau bagianproyek yang sedang berjalandihentikan dan yang belum dikerjakan,ditunda dulu atau dibatalkan saja.

Berikan dengan tulus danseutuhnya pilihan itu pada pada merekaagar apa yang disebut dengankedaulatan rakyat bukan sekedarretorika dan rekayasa manipulatif!

Pembangunan Jalan LADIA GALASKA

Foto

: FW

I

Page 12: Menggali Kearifan di Kaki spp Pegunungan Meratus - Home - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/02/IntipHutan_Februari04_all.pdf · Meratus terletak di antara 115°38’00" ... terjal

12 intip hutan | februari 2004

Otonomi daerah yang diimplementasikan 3 tahunterakhir, secara umum berdampak negatif terhadapsumber daya alam yang ada di daerah. Kebijakan

pengelolaan yang tidak mengacu pada prinsip kelestarian/sustainable dan hanya memegang prinsip profit orientedbelaka, lebih banyak lahir dan menjadi ancaman baru diDaerah otonom yang berpotensi sumber daya alam. Sumberdaya hutan (SDH), merupakan kekayaan alam terbesar yangterkena dampak keserakahan dari kebijakan yang salah didaerah. Dengan gamblang, izin-izin baru pengusahaan hutandikeluarkan. Sasarannya adalah kawasan lindung dankonservasi. Ini yang juga terjadi di Bengkulu.

Pengrusakan hutan seperti praktek illegal logging,perambahan liar, dan bentuk lainnya sudah terjadi di TamanNasional Bukit Barisan Selatan (TN BBS) sejak lama. Sejakdimulainya kebijakan Pemerintah untuk mengkomersilkansumber daya hutan (kayu) dalam bentuk pengusahaan hutan(HPH), TN BBS pun tidak luput dari bencana perusakanbesar-besaran tersebut. Keberadaan HPH PT. BengkuluRaya Timber (BRT), yang selanjutnya diteruskan oleh PT.Inhutani V yang konsesinya berbatasan langsung dengan TNBBS, secara signifikan turut menyumbang lebih dari 1.000hektar hutan yang sudah gundul di kawasan ini.

Seperti halnya yang terjadi di banyak taman nasionaldi Indonesia, saat ini TN BBS justru menjadi sumber utamabagi para pencari kayu, baik yang dilakukan oleh perusahaan(IUPHHK/IPKTM) maupun masyarakat/pendatang, untukmendapatkan kayu-kayu dengan kualitas baik, minimal untukkelas standar jual. Ini disebabkan karena di wilayah tersebut

tidak ada lagi kawasan hutan yang memiliki potensi kayutinggi selain di TNBBS.

TNBBS sendiri memiliki luas total 356.800 Ha, dansecara administratif terbagi di tiga provinsi, masing-masingLampung (280.300 Ha), Bengkulu (64.711 Ha) danSumatera Selatan (11.789 Ha). Secara Geografis kawasanini terletak antara 4029‘ - 5057‘ LS dan 103024‘ - 104044‘BT, dengan dataran rendah (0-600 mdpl) dan dataran tinggi(600-1000 mdpl) di bagian selatan, serta berupa daerahpegunungan di bagian tengah dan utara (1000-2000 mdpl).TN BBS merupakan hutan hujan dataran rendah terluas yangtersisa di Pulau Sumatera yang karena alasan ekologis, fauna,flora, geomorfologi, atau asosiasi zoologinya, penting untukdilindungi dan dilestarikan. Disamping fungsinya sebagaitempat hidup bagi flora dan fauna yang dilindungi, berfungsijuga bagi masyarakat di sekitarnya seperti Provinsi Lampung,Bengkulu, Sumatera Selatan dan lain-lain, sebagai sumberoksigen terbesar di daerah mereka. Begitu pun beberapahulu sungai besar di dalam kawasan yang mengalirkan airsepanjang tahun, sebagai sumber air minum, pertanian danlain-lain. Di Bengkulu, TN BBS terletak di Kabupaten Kaur(dulunya Kab. Bengkulu Selatan) dengan luas 64.711 ha,meliputi Kecamatan-kecamatan Linau, Maje, dan AirNasal.uli 2003

Hutan TN BBS yang terdapat di wilayah Bengkuludikelilingi oleh hutan produksi baik hutan produksi terbatasmaupun tetap, dan berdasarkan wilayah pembagian kawasantermasuk Register-83 untuk hutan produksi terbatas (HPT)Kaur Tengah (13.932,27 Ha), Register-85 HPT Bukit

Ketika BUMD meng-Eksploitasi Taman Nasional di Wilayahnya.Kasus PT. Semaku Jaya Sakti, sebuah BUMD milik pemerintah Kabupaten Bengkulu

Selatan, membabat TNBBS di Bengkulu Selatan. Out of Control dari pemberlakuan OtonomiDaerah?

Illegal Logging TN BBS:PT SEMAKU JAYA SAKTIIllegal Logging TN BBS:PT SEMAKU JAYA SAKTI

Foto: ULAYATTumpukan Log di TN Bukit Barisan Selatan

Page 13: Menggali Kearifan di Kaki spp Pegunungan Meratus - Home - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/02/IntipHutan_Februari04_all.pdf · Meratus terletak di antara 115°38’00" ... terjal

13intip hutan | Februari 2004

Kumbang (10.772,91 Ha), serta Register-84 hutan produksiAir Sambat (1.938 Ha).

Ulayat telah melakukan monitoring dan investigasi illegallogging di TN BBS dan sekitarnya di wilayah Bengkulusejak awal 2002. Dan hingga saat ini, Ulayat masih terusmelakukan monitoring dan investigasi di wilayah yang sama,sekaligus melakukan pendampingan dan pengorganisasianmasyarakatnya yang tinggal di sekitar TN BBS dalam rangkamenguatkan posisi penolakan masyarakat terhadap illegallogging di TN BBS dan sekitarnya.

Kasus Illegal Logging oleh BUMD PT. Semaku JayaSakti

Februari 2002, dalam sebuah investigasi yang dilakukanUlayat di TN BBS dan sekitarnya, ditemukan beberapa buktidan fakta lapangan tentang pelanggaran yang dilakukan olehsebuah perusahaan, yang jelas - jelas melakukan penebangandi dalam kawasan TN BBS, berdasarkan bukti foto-fotodan rekaman video saat itu.

Belakangan dari investigasi meja , diketahui perusahaantersebut adalah PT. Semaku Jaya Sakti, sebuah BUMD milikpemerintah Kabupaten Bengkulu Selatan yang beroperasiatas izin IPKTM. Di dalam izinnya, disebutkan bahwaSemaku kerjasama operasi (KSO) dengan Koperasi RahmatWana Desa (Izin IPK Khusus No.291 th 2001 atas namaPT. BUMD. Semaku Jaya Sakti KSO Koperasi RahmatWana Desa) dengan target produksi 11.084,44 m3 (selama8 bulan), dengan lokasi konsesi di Eks PT. HPH BRT- lokasiPerambah, seluas 1.250 Ha.

Berdasarkan hasil investigasi lapangan dan meja tersebut,jelas bahwa Semaku dan mitra kerjanya terbukti melakukanpenebangan di dalam TN BBS, sekaligus menyalahi izinkonsesi, karena ketika itu mereka sama sekali tidakmelakukan penebangan dan pemungutan kayu di konsesiyang sudah ditetapkan dalam izin yang dikantongi.Berdasarkan pengamatan Ulayat langsung di lapangan waktuitu, memang wilayah konsesi PT. Semaku yang seharusnya,tidaklah lagi memiliki potensi kayu yang baik atau standarjual, karena hanya menyisakan tegakan muda, tegakan takberkelas, dan rebahan kayu yang terbakar hasil pembukaanlahan untuk perkebunan oleh masyarakat setempat/pendatang. Ini ironis, ketika kegiatan ilegal menebang didalam kawasan konservasi, dilakukan oleh sebuah BUMDsecara terang-terangan, dan berjalan lancar dengan tanpapengawasan sama sekali. Padahal, sebuah pos aparat yangberada tepat di sisi pintu gerbang jalan logging utama PT.Semaku, setiap harinya selalu penuh dengan polisi-polisiyang berjaga. Kondisi tersebut semakin menguatkan bahwakegiatan illegal PT. Semaku dan mitranya, di bekingi penuholeh aparat setempat.

Sampai pada sebuah konferensi pers yang dilakukanUlayat untuk sebuah koran nasional terbesar, yang akhirnyamemberitakan kasus tersebut dalam laporan khusus duahalaman, berdasarkan informasi dan bukti yang Ulayatberikan. Dan media lokal pun menjadi proaktif dalampemberitaan perkembangan kasus tersebut. Semakin besardan ramai dibicarakan, menjadikan kasus ini sebagai kasusillegal logging terbesar di Bengkulu.

Gencarnya pemberitaan di media lokal dan nasional, danbesarnya tekanan yang dilakukan Ulayat dan mitra terhadapkasus tersebut, akhirnya mendapatkan respon serius dariDirjen Kehutanan di Jakarta. Agustus 2002, perintah DirjenKehutanan kepada Kapolda Bengkulu untuk segeramelakukan penyelidikan lapangan pun dikeluarkan. Kapoldadan jajarannya segera melakukan operasi lapangansehubungan dengan laporan illegal logging oleh PT. Semakudi TN BBS. Dalam operasi tersebut, Polda menahan 6 orangyang dijadikan tersangka dan bertanggung jawab ataskegiatan ilegal tersebut. Di antaranya adalah Idrus Sanusisebagai Direktur Utama PT. Semaku Jaya Sakti dan Alfonsosebagai Ketua Koperasi Rahmad Wana Desa. Arogansi PoldaBengkulu untuk menangani langsung kasus tersebut,didasarkan atas bukti keterlibatan aparat dan melempemnyafungsi pengawasan yang dilakukan Polres dan Polseksetempat. Sekda Kab. Bengkulu Selatan pun dituduh ikutbertanggung jawab atas terjadinya penebangan di TN BBSoleh PT. Semaku tersebut.

Kasus illegal logging PT. Semaku di TN BBS semakinberkembang. Monitoring dan investigasi di lapangan punmasih terus dilakukan, untuk melihat situasi, kondisi danperkembangan terbaru dari kasus di lapangan, agar tidakkecolongan. Setelah beberapa waktu, akhirnya prosesperadilan terhadap pelaku illegal logging di TN BBS mulaidilakukan. Polda pun masih terus melakukan penyidikanmendalam terhadap siapa saja yang terlibat dalam kasustersebut.

Perjalanan proses PT. Semaku dan orang-orangnyamenuju ke persidangan, masih menjadi topik dalampemberitaan media-media lokal dan nasional. Koran, Televisidan Radio, semakin sering mengangkat kasus Semakusebagai berita lokal. Situasi tersebut menjadi salah satu yangmenguntungkan bagi Ulayat, dalam hal studi kliping danmonitoring kasus PR. Semaku di media.

Walaupun status tersangka terhadap PT. Semaku JayaSakti sudah ditetapkan, dan berkas perkara beberapatersangka mulai diproses untuk diajukan ke pengadilan,namun dalam kasus ini beberapa kejanggalan mulai terbacadan menjadi catatan sejarah penting dalam penanganansebuah kasus illegal logging di Bengkulu. Mungkin ini sudahmenjadi tabiat pihak yang berwenang dalam menangani kasusillegal logging. Dalam kasus PT. Semaku, dari 6 tersangkahanya 2 tersangka yang berkasnya diajukan ke PengadianNegeri Bengkulu untuk disidangkan. Sisa berkas lainnyadikembalikan Polda, karena menurut tim penyidik Polda,tidak cukup bukti untuk mengajukan berkas tersebut kepengadilan. Salah satu tersangka yang luput dari itu adalahIdrus Sanusi, aktor intelektual PT. Semaku.

Walaupun sempat ditahan beberapa hari, akhirnya Idruspun dibebaskan. Keanehan sudah terjadi sewaktu Idrus masihdalam tahanan Polda. Saat itupun proses pengajuan Amdaldi Bapeda Propinsi tetap berjalan (Izin Pengajuan Amdaldilakukan di propinsi karena belum ada Bapedalda TK II diKab. Bengkulu Selatan), tanpa ada perlakuan hukum khususterhadap BUMD tersebut, berkenaan dengan status hukumdan tahanan yang sedang dijalani oleh direktur utamanya.Amdal yang diajukan adalah Amdal untuk Izin UsahaPemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) No.496. th 2001

Page 14: Menggali Kearifan di Kaki spp Pegunungan Meratus - Home - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/02/IntipHutan_Februari04_all.pdf · Meratus terletak di antara 115°38’00" ... terjal

14 intip hutan | februari 2004

menggunakan izin IPKTM berdasarkan SK Bupati No 787s/d 790 tgl 29 Oktober 2002; No. 816 s/d 820 tgl. 1Nopember 2002; No. 109 s/d 113 tgl. 18 Maret 2003; danNo. 218 s/d 224 tgl. 24 April 2003. Namun Kegiatan inimengalami perubahan rencana dan bahkan terhenti karenaadanya permasalahan pembukaan lahan tanpa seizinmasyarakat setempat. Dengan terhentinya aktivitaspenebangan di lahan konsesi Koprasi Tani Famili maka PT.Indo Bangun Jaya pun menggalang kerjasama dengan PT.Semaku Jaya Sakti. Dari jalan yang telah dibuat di wilayahini terlihat penimbunan anak sungai dan pembongkaran tanahuntuk meratakan jalan. Lebar jalan tersebut (jalan poros)mencapai 8 – 12 M, dan pembuatan jembatan yang akanmenyeberangi Sungai Nasal dengan badan jalan di sekitarjembatan, melalui kebun masyarakat (tanaman durian dandamar). Semua kegiatan tersebut sama sekali tanpaperundingan dengan pemilik tanah (masyarakat AdatSemende), yang akhirnya memunculkan konflik baru.

Sejak Kaur resmi menjadi kabupaten baru, danmemisahkan diri dari Kabupaten Bengkulu Selatan, padadasarnya semua gerak PT. Semaku semakin sulit untukmelakukan eksploitasi dengan bebas seperti sebelumnya.Walaupun demikian, Pemda Bengkulu Selatan tetapmempertahankan BUMD tersebut meneruskan izin PT.Semaku di wilayah Kaur. Pihak Pemda Bengkulu Selatansendiri menilai PT. Semaku Jaya Sakti tidak melakukankesalahan. Menurut mereka, semua proses pelaksanaan dilapangan sepenuhnya dilakukan mitra PT. Semaku, dan harusbertanggung jawab langsung sebagai perusahaan yangmelakukan kegiatan penebangan. Dan itu di luar tanggungjawab perusahaan induk, dalam hal ini PT. Semaku Jaya Sakti.Karena alasan-alasan tersebut, maka pemerintah KabupatenBengkulu Selatan mengeluarkan kebijakan untukmemberlakukan kembali izin PT. Semaku Jaya untukpemanfaatan sisa tebangan. Situasi lapangan terakhir, PTSemaku Jaya Sakti masih melakukan penebangan danpengeluaran log di pelabuhan Linau. Bahkan telahmengapalkan 4.000 M3 log yang siap diangkut ke MedanSumatera Utara, walau pada bulan September 2003 kapaltersebut kandas di pelabuhan, sebelum sempat berangkat,karena perizinan yang belum lengkap.

Aktivitas pembukaan jalan di TN BBS

Foto

: ULA

YAT

atas nama PT. BUMD Semaku Jaya Sakti –dengan luas arealkonsesi 21.000 Ha di wilayah HPT Bukit Kumbang dan HPAir Sambat, Kaur, Bengkulu Selatan– yang sudah lebih dulukeluar tanpa dilengkapi dengan dokumen Amdalnya. Ini jugamenjadi sesuatu yang sangat buruk yang ditunjukkan pemdaBengkulu Selatan dalam memberikan izin tersebut. Untukizin yang ini, PT. Sirlando Reksa Utama, kontraktor lapanganSemaku, sudah membangun infrastruktur jalan logging dansudah masuk ke TN BBS lebih dari 1 km.

28 Mei 2003 Pengadilan Negeri Bengkulumengeluarkan keputusan No. 08/put.pit/2003. tentanghukuman terdakwa Syabiin dalam kasus TN BBSdengan penjara 1 tahun dan denda satu juta rupiah sertaputusan No. 09/put.pit/2003 tanggal 28 Mei 2003.tentang hukuman terdakwa Alfonso dalam kasus TNBBS dengan penjara 1,5 tahun dan denda satu jutarupiah.

Oktober 2003, sebuah formalitas hukum digelarPengadilan Negeri. Setelah sebelumnya dikabarkan Poldabahwa tidak cukup bukti untuk mengajukan Idrus Sanusi kemeja hijau, akhirnya Pengadilan Negeri Bengkulu melakukanpersidangan dan memutuskan Idrus Sanusi bersalah dandiganjar tahanan 4 bulan penjara, dipotong masa tahanan.

Monitoring dan investigasi Ulayat Agustus 2003–18bulan paska terangkatnya kasus PT. Semaku di permukaan–juga membuktikan bahwa kegiatan logging di lapangan,termasuk log pond di pelabuhan Linau Kec. Maje Kab. Kaur,masih terus dilakukan PT. Semaku. Pembangunan jalanlogging baru, juga dilakukan PT. Sirlando, kontraktorlapangan PT. Semaku yang sudah bekerja sama sejak awalkasus. Kasus lain yang teridentifikasi dalam investigasi iniadalah bahwa PT. Semaku Jaya Sakti melanjutkan aktivitaspenebangan yang bekerjasama dengan PT. Indo Bangun Jaya(perusahaan dari Jambi). PT. Indo Bangun Jaya merupakanmitra Koperasi Tani Famili yang mengantongi izin lokasidibidang perkebunan sawit berdasarkan SK Bupati No. 672Tahun 2001 tanggal 27 Desember 2001, dengan lokasiperkebunan pada kawasan Areal Peruntukan lainnya (APL)di Kec. Kaur Selatan dan Kec. Maje dengan luas areal 4.615ha. Dalam kegiatan landclearing, Koptan Famili

Page 15: Menggali Kearifan di Kaki spp Pegunungan Meratus - Home - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/02/IntipHutan_Februari04_all.pdf · Meratus terletak di antara 115°38’00" ... terjal

15intip hutan | Februari 2004

PERHUTANI VSMasyarakat sekitar Hutan:Sudah 12 Nyawa Melayang

Yogyakarta-Sejak 1998-2003, Setidaknya dua belasorang telah menemui ajalnya akibat penembakan danpenganiayaan aparat keamanan hutan negara di seluruhkawasan hutan yang dikelola Perhutani. Setidaknya tigapuluh enam orang terluka, juga akibat penembakan danpenganiayaan petugas keamanan. Keluarga korban yangtewas tidak pernah mendapatkan penjelasan yangmemuaskan. Berikut kilas balik peristiwa bersejarah dalampengelolaan hutan Jawa yang telah menyia-nyiakan nyawamanusia.

28 Juni 1998. Angin reformasi bertiup kencang diRandublatung, Blora. Jatuhnya Soeharto membongkarsemua rasa marah masyarakat yang selama ini direpresi.Ratusan, bahkan ribuan orang, berangkat ke hutan untukmelakukan panen raya di hutan negara tanpa menghiraukanapa yang selama ini dibakukan: hutan negara adalah milikPerhutani dan masyarakat dilarang menebang di sana. Hariitu, dan bulan-bulan sesudahnya, hutan menjadi milikmasyarakat. Hutan diklaim sepihak, dan aparat keamanantidak berdaya menjaga hutan, kalau tidak malah ikutberkecimpung dalam bisnis kayu gelap ini.

Darsit, Rebo, dan Kasmin adalah tiga dari ribuan massaitu. Melihat adanya prospek menambah penghasilan, merekameninggalkan pekerjaan menyiangi sawah dan pergi ke hutandengan berbekal sebuah kapak. Belum satu pohon merekatebang, pasukan Brimob dan Polhut menyerbu danmemberikan tembakan peringatan.

Berondongan itu menakutkan mereka. Bertiga merekalari tunggang-langgang meninggalkan hutan. Beristirahatsebentar di pinggir hutan, di dekat sawah. Mereka mengirapasukan tersebut tidak akan mengejar sampai ke desa; keluar kawasan hutan; ke luar dari tempat yang dianggap‘wilayah kewenangan’ mereka. Tiba-tiba tembakan terdengarlagi. Bertiga mereka kembali lari, menembus sawah DesaMendenrejo.

Berondongan peluru mengikuti mereka. Darsit terkenatembakan. Sebuah peluru menembus punggung kirinyamembekaskan lubang menganga di dada kirinya. Reboterjungkal setelah sebuah peluru merobek ususnya. Kasminroboh ditembak di bokongnya.

Mereka bertiga ditembak dari belakang. Darsit tewasseketika. Rebo meninggal 11 hari kemudian. Kasmin takpernah menginjakkan kakinya lagi di hutan sejak saat itu.

Tiga laki-laki paling dicintai Sawi, istri Darsit dan kakakkandung Rebo dan Kasmin, ditembak hari itu. Sawikehilangan dua di antaranya.

4 November 2000. Pagi itu Jani, seorang petani tanpalahan asal Desa Cabak, Kecamatan Jiken, Blora, sedangberjalan menuju ladangnya. Ia membawa sebuah cangkul danbukan kapak. Ia berjalan melewati kawasan hutan negarayang dikelola oleh Perum Perhutani KPH Cepu.

Sebuah pohon yang sudah tumbang sejak semalamtergeletak di jalan. Jani sempat menghentikan langkahnya.Pada saat yang sama, secara tiba-tiba, pasukan Brimob danpolisi hutan memuntahkan tembakan. Jani terkejut dan laritunggang-langgang. Malang, langkahnya kembali terhenti.Bukan pohon tumbang kali ini, sebuah peluru menembustubuhnya dari punggung, tembus melalui perut.

Jani ditembak dari belakang. Ia tumbang dan tewas saatitu juga.

Musim kemarau, 2002. Supadi dan Pasir pergimenjaring burung di hutan jati KPH Randublatung. Burungbisa menjadi tambahan sumber protein bagi petani yangkehidupannya tak bisa dipenuhi tanah pertanian yang taksampai seperempat hektar itu. Tak jauh dari tempat merekamenjaring burung, kebakaran alang-alang di hutan sedangterjadi. Beberapa aparat Perum Perhutani yakin bahwakebakaran itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkandibakar dengan sengaja oleh penduduk sekitar. Entahmengapa? Dan, persisnya, oleh siapa?

Aksi KAkaPP menentang kekerasan oleh Perhutani di Yogyakarta

Foto

: AR

uPA

Page 16: Menggali Kearifan di Kaki spp Pegunungan Meratus - Home - FWIfwi.or.id/wp-content/uploads/2014/02/IntipHutan_Februari04_all.pdf · Meratus terletak di antara 115°38’00" ... terjal

16 intip hutan | februari 2004

Supadi dan Pasir yang hendakmenjaring burung, ketika melintas takjauh dari hutan yang menyala, menjaditersangka, tertuduh, terdakwa,tervonis, dan terhukum. Seketika itujuga. Pengadilan dilakukan di tempat.Barang bukti berupa tangan merekaberdua yang hitam seperti kenagosongan dianggap cukup untukmendakwa Supadi dan Pasir. Hukumanyang dijalani mereka adalah pukulanbertubi-tubi oleh sekelompok aparatPerhutani. Sebuah jenis hukuman yangtak pernah disebut dalam kitab undang-undang mana pun. Tak ada perlawanandari dua petani kurus itu.

Tangan Supadi dan Pasir hitamkarena melumuri jaring burung denganisi batu baterai dicampur getah pohonpisang. Cara tradisional menggelapkanbenang nilon jaring burung ini takdiketahui oleh para waker Perhutani.Seandainya saja para waker itu sempatbertanya.

Mereka berdua pulang denganwajah kuyu, penuh lebam, bonyok, danberdarah. Dengan tubuh ringkih danlunglai.

13 November 2002. Widji, seorangpetani yang juga pedagang kayu,membeli beberapa balok kecil kayu dariDesa Payaman dan mengangkutnyadengan sepeda. Ia sering melakukanperjalanan ini, sungguh seperti rutinitassaja, setiap saat ia membutuhkantambahan penghasilan karena hasilpertanian tidak mencukupi; tanahnyatidak cukup luas. Tapi perjalanan ini

adalah yang terakhir. Widji tidak tahuhal itu ketika berangkat. Jugakeluarganya. Dan teman-teman lainnyayang beriringan bersepeda bersama.

Di tengah perjalanan Widjidihadang pasukan patroli gabunganBrimob dan Polhut KPH Cepu.Tembakan peringatan diberikan aparat.Semua teman Widji kaburmenyelamatkan diri. Tak ada yang tahupersis apa yang terjadi dengan Widjiyang tertinggal sendirian. Di tengahhutan. Dekat Desa Payaman.

Di rumah Widji, istrinya menunggusampai malam hari dengan hati was-was. Pukul 11 tengah malam, Ningwatimemutuskan untuk mencari suaminyake hutan Payaman. Baru keesokanharinya, Ningwati mengetahui bahwaWidji terbaring di rumah sakit. Dalamkeadaan koma. Dengan tubuh danwajah babak belur hingga sukardikenali. Telinga Widji mengeluarkandarah. Widji koma selama 10 hari,sampai ia dinyatakan meninggal, 18Oktober 2002.

16 Desember 2003. Musri danempat temannya membelah pohon kayujati di Petak 26 RPH Sugih BKPHSugih KPH Randublatung. Di kawasanhutan negara itu juga Musri ditembakdi kakinya oleh pasukan patroligabungan Brimob dan Polhut. Kabarmenyebar dan akhirnya sampai padakeluarga, “Musri tertembak!” Empatjam kemudian.

Keluarganya menyusul ke rumahsakit. Musri telah meninggal dunia,

meninggalkan seorang istri yang tengahmengandung tiga bulan.

Pada saat otopsi jenazah, merekamenyaksikan jenazah Musri dengan dualuka tembak di betisnya. Dan sebuahlebam menghitam di kepala bagianbelakangnya. Apa yang menyebabkanMusri tewas? Kehabisan darah akibatluka tembak? Sebuah pukulan yangtelak di otak kecil? Musri tergulungmasuk ke dalam jurang? Musritertembak dan jatuh sehingga bagianbelakang kepalanya terantuk bendakeras? Dua bulan berlalu sudah. Tak adahasil otopsi. Keluarga tak tahu harusberbuat apa.

Di Seluruh Jawa, 1998-2003.Setidaknya dua belas orang telahmenemui ajalnya akibat penembakandan penganiayaan aparat keamananhutan negara di seluruh kawasan hutanyang dikelola Perhutani. Setidaknyatiga puluh enam orang terluka, jugaakibat penembakan dan penganiayaanpetugas keamanan. Keluarga korbanyang tewas tidak pernah mendapatkanpenjelasan yang memuaskan.Penyelesaian tuntas terhadap kasus-kasus di atas sampai saat ini tak kunjungterlihat. Akar persoalan dari kejadianinipun tak kunjung diselesaikan olehpemerintah. Jikalau pendekatan sepertiini terus dilakukan oleh Perhutani, makatak diragukan lagi korban-korbanberikutnya akan muncul dalam jumlahyang lebih besar lagi.Sumber: Koalisi Advokasi Anti Penembakandan Penganiayaan oleh Perum Perhutani

AktivisKAkaPPmembawasimbolnisankorbanpenganiayaanPerhutaniFo

to: A

RuP

A