laporan 3 fix upload

21
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK II VOLUME MOLAL PARSIAL Nama : Marena Thalita Rahma NIM : 121810301031 Kelompok : 5 Kelas : A Asisten : Yudha Anggi Pradista LABORATORIUM KIMIA FISIK

Upload: marena-thalita

Post on 16-Jan-2016

17 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kimia fisik

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan 3 Fix Upload

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK IIVOLUME MOLAL PARSIAL

Nama : Marena Thalita RahmaNIM : 121810301031Kelompok : 5Kelas : AAsisten : Yudha Anggi Pradista

LABORATORIUM KIMIA FISIKJURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS JEMBER

2014

Page 2: Laporan 3 Fix Upload

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Molal atau molalitas didefinisikan sebagai jumlah mol solute per kg solven.

Molalitas merupakan perbandingan antara jumlah mol solute dengan massa solven dalam

kilogram. Sifat molal parsial dapat ditentukan oleh volume molal parsial. Sifat molal

parsial yang paling mudah digambarkan adalah volume molal parsial komponen dalam

sampel terhadap volume total (Dogra, 1990).

Volume molal parsial suatu larutan didefinisikan sebagai penambahan volume yang

terjadi bila satu mol komponen I ditambahkan pada larutan. Volume molal parsial dari

komponen-komponen dalam larutan merupakan salah satu sifat termodinamik molal

parsial utama yang dapat ditentukan dengan bantuan metode grafik dengan bantuan

menggunakan fungsi hubungan analitik yang menunjukkan hubungan besaran

termodinamika dan jumlah komponen dengan menggunakan suatu fungsi yang disebut

besaran molal nyata (Dogra, 1990).

Kita tidak lepas dari air  ataupun zat- zat kimia yang lain dalam kehidupan sehari-

hari. Setiap zat tersebut pasti memiliki volume. Volume molal parsial biasanya digunakan

dalam menentukan tekanan uap campuran. Selain itu, dalam mencampurkan suatu zat

tertentu dengan zat lain dalam temperatur tertentu, kita juga harus mengetahui volume

molal parsial dari zat – zat tersebut. Jadi, sangatlah penting untuk mengetahui  volume

molal parsial komponen larutan (Sudjono, 2004).

Percobaan ini tentang volume molal parsial. Usai percobaan ini diharapkan

mahasiswa mampu menentukan volume molal parsial komponen dalam larutan.

1.2 Tujuan

Tujuan percobaan ini adalah menentukan volume molal parsial komponen dalam larutan.

Page 3: Laporan 3 Fix Upload

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Material Safety Data Sheet (MSDS)

2.1.1. Aquades

Aquades memiliki rumus kimia H2O, satu molekul air tersusun atas dua atom

hidrogen yang terikat secara kovalen. Aquades memiliki kemampuan untuk melarutkan

banyak zat kimia lainnya, seperti garam, gula, asam, beberapa jenis gas, dan banyak

macam molekul organik. Aquades merupakan bahan kimia yang berwujud cair yang tidak

berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau pada keadaan standar. Massa molarnya adalah

18,01528 g/mol. Titik didih akuades sebesar 100° C (373,15° C) sedangkan titik lelehnya

0° C ( 273,15° C). Massa jenisnya 1000 kg/m3 dan viskositasnya 0,001 Pa/s (20° C). Sifat

dari bahan ini adalah non-korosif untuk kulit, non-iritasi untuk kulit, tidak berbahaya untuk

kulit, non-permeator oleh kulit, tidak berbahaya dalam kasus konsumsi. Bahan ini juga

tidak berbahaya dalam kasus inhalasi. Identifikasi yang lainnya yaitu non-iritasi untuk

paru-paru dan non-korosif terhadap mata (sciencelab, 2014).

2.1.2. NaCl

Natrium klorida adalah bahan kimia yang berwujud padat pada suhu ruang, tidak

bernau dan tidak berwarna. Natirum klorida memiliki rumus senyawa NaCl. Berat molekul

NaCl sebesar 58,5 g/mol. Titik didih dan titik lelehnya berturut – turut yaitu 1413°C dan

801°C. Zat ini juga mempunyai suhu kritis sebesar 263.33°C (506° F). Massa jenis NaCl

yaitu 1.484 g/cm3 serta tekanan uapnya sebesar 21.1 kPa pada suhu 20°C. NaCl sangat

larut dalam air dingin. Kasus terjadi kontak , segera basuh mata dengan banyak air selama

setidaknya 15 menit. Kasus kontak kulit harus segera siram kulit dengan banyak air

(sciencelab, 2014).

2.2 Dasar Teori

Termodinamika terdapat 2 macam larutan yaitu larutan ideal dan larutan tidak

ideal. Larutan ideal jika larutan tersebut mengikuti hukum Roult pada seluruh kisaran

komposisi sistem tersebut. Larutan tidak ideal dibagi menjadi 2 yaitu:

1. besaran molal parsial misalnya volume molal parsial dan entalpi

2. aktivitas dan koefisien aktivitas

(Atkins, 1993).

Page 4: Laporan 3 Fix Upload

Molal atau molalitas didefinisikan sebagai jumlah mol solute per kg solven. Berarti

merupakan perbandingan antara jumlah mol solute dengan massa solven dalam kilogram.

Molal=mol zat terlarutmassa pelarut

Jadi, jika ada larutan 1,00 molal maka larutan tersebut mengandung 1,00 mol zat telarut

dalam 1,00 kg pelarut ( Brady, 1990).

Molalitas suatu zat terlarut adalah jumlah mol tiap kg zat pelarut. Hal ini memiliki

sifat molal parsial untuk menentukan volume molal parsial dan sifat molal parsial yang

paling mudah digambarkan adalah volume molal parsial komponen dalam sampel terhadap

volume total. Volume molal parsial suatu larutan didefenisikan sebagai penambahan

volume yang terjadi bila satu mol komponen I ditambahkan pada larutan. Volume molal

parsial dari komponen-komponen dalam larutan merupakan salah satu sifat termodinamik

molal parsial utama yang dapat ditentukan dengan bantuan metode grafik dengan bantuan

menggunakan fungsi hubungan analitik yang menunjukkan hubungan besaran

termodinamika dan jumlah komponen dengan menggunakan suatu fungsi yang disebut

besaran molal nyata (Bird, 1993).

Secara matematik, volume molal parsial didefinisikan sebagai:

( ∂ V∂ n i

)T , p ,n j

=V i

Dimana V i adalah volume molal parsial dari komponen ke-i. Secara fisik V i berarti

kenaikan dalam besaran termodinamik V yang diamati bila satu mol senyawa i

ditambahkan ke suatu sistem yang besar, sehingga komposisinya tetap konstan. Pada

temperatur dan tekanan konstan, persamaan di atas dapat ditulis sebagai dV =∑i

V i d nidan

dapat diintegrasikan menjadi

V=∑i

V in i

Arti fisik dari integrasi ini adalah bahwa ke suatu larutan yang komposisinya tetap, suatu

komponen n1, n2,..., ni ditambah lebih lanjut, sehingga komposisi relatif dari tiap-tiap jenis

tetap konstan karenanya besaran molal ini tetap sama dan integrasi diambil pada

banyaknya mol (Dogra, 1990).

Sifat molal parsial di definisikan secara matematis sebagai berikut

∅ J 1= J−N 1 J °1N 1

Dimana, J1 adalah sifat molal parsial dari komponen ke-i. Secara fisik J-n1J1 berarti

kenaikan dalam besaran termodinamik J yang di amati bila satu mol senyawa I

Page 5: Laporan 3 Fix Upload

ditambahkan ke suatu sistem yang besar sehingga komposisinya tetap konstan

(Dogra,1990).

Faktor – Faktor yang mempengaruhi perubahan volume molar parsial adalah

1. Perbedaan antara gaya intermolekular pada larutan dan komponen murni penyusun

larutan tersebut

2. Perbedaan antara bentuk dan ukuran molekul suatu larutan dan komponen murni

penyusun larutan tersebut

(Indriani et al., 2013).

Volum molal parsial komponen pada sistim larutan didefinisikan sebagai berikut :

V 1=¿¿…………………………………………………………..( 1 )

di mana :

V = volum n = jumlah mol

T = temperatur p = tekanan

(Tim Penyusun, 2014).

Volume larutan adalah fungsi temperature, tekanan, dan jumlah mol komponen, yang

dituliskan sebagai berikut :

V  = V ( T, p, n)…………………………………………………………………..( 2 )

maka :

dV  = ( ∂V / ∂T)dT + ( ∂V / ∂p)dP + ( ∂V / ∂n1)dn1 + ( ∂V / ∂n2) ∂n2 + …….…..( 3 )

Pada temperature dan tekanan tetap, dengan menggunakan persamaan ( 1 ) dan ( 3 )

menjadi :

dV  =  V1 dn1  +  V2 dn2  +……………………………………………………….( 4 )

Volume molal parsial adalah tetap pada kondisi komposisi temperature, dan tekanan tetap.

Integrasi persamaan ( 5 ) pada kondisi tersebut memberikan persamaan sebagai berikut :

V  = n1V1  +  n2V2  + ….  + ( tetapan)……………………………………………..( 5 )

Oleh karena n1 = n2 = …. = 0, maka volume V adalah nol, sehingga tetapan = 0, maka

persamaan ( 6 ) menjadi :

            V  = n1V1  +  n2V2  +… ………………………………………………………..( 6 )

Deferensiasi dari persamaan ( 6 ) menghasilkan :

            dV= ( n1dV1  +  n2dV2 ) + ( V1 dn1  +  V2 dn2 +..)

Jika digabung dengan persamaan ( 4 ) memberikan hasil pada temperature dan tekanan

tetap :

Page 6: Laporan 3 Fix Upload

            n1dV1  +  n2dV2 + ……. = 0 …...………………………………………………( 7)

Persamaan ( 7 ) adalah persamaan Gibbs – duhem untuk volume. Untuk system larutan

biner, volume molal semu untuk zarut didefinisikan sebagai :

Ǿ = ( V - n1 V10 ) / n2 .…….……………………………………………………….( 8 )

V10 adalah volum molal pelarut murni (Tim penyusun ,2014).

Page 7: Laporan 3 Fix Upload

BAB 3. METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Piknometer

Erlenmeyer

Labu ukur

Gelas beaker

Gelas ukur

3.1.2 Bahan

NaCl 3,0 M

Akuades

3.2 Cara Kerja

- diencerkan menjadi konsentrasi ½, ¼, 1/8, 1/16 dari konsentrasi semula

- ditimbang piknometer kosong sebagai We

- diisi aquades hingga penuh sebagai Wθ

- dihitung massa dan dicatat temperatur di dalam piknometer

- dilakukan triplo

- dihitung densitasnya

- diulangi langkah 3-6 dengan larutan NaCl dan dinyatakan sebagai W

Hasil

50 mL larutan NaCl 3,0 M

Page 8: Laporan 3 Fix Upload

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Konsentrasi

(M)

d

(g/mL)

m

(molal)

(mL/mol)

V1

(mL/mol)

V2

(mL/mol)

0,1875 0,8446 0,2250 -725 -510,8 -82,49

0,375 0,8999 0,4273 -182 111,8 707,7

0,75 1,015 0,7728 79,4 476,3 1270

1,5 1,020 1,609 70,8 643,7 1788

4.2 Pembahasan

Percobaan ini mengenai volume molal parsial. Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk

menentukan volume molal parsial komponen dalam larutan. Volume molal parsial

merupakan volume dimana terdapat perbandingan antara pelarut dengan zat terlarut, yang

ditentukan oleh banyaknya zat mol zat terlarut yang terdapat dalam 1000 gram pelarut.

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah NaCl dan akuades, NaCl berfungsi

sebagai zat terlarut dan akuades sebagai pelarut. NaCl digunakan karena merupakan

larutan elekrolit kuat yang akan terurai menjadi ion Na+ dan Cl- di dalam air dan mampu

menyerap air tanpa adanya penambahan volume suatu larutan, sehingga disebut dengan

volume molal parsial semu. Reaksi yang terjadi pada langkah ini adalah:

NaCl(aq)   →  Na+(aq) + Cl-(aq)

Langkah pertama yang dilakukan adalah membuat larutan dengan konsentrasi 1,50

M; 0,750 M; 0,375 M; dan 0,1875 M. Larutan tersebut dibuat dengan proses pengenceran

dari larutan induk yaitu NaCl dengan konsentrasi 3 M. Pembuatan larutan secara berbeda-

beda ini untuk menunjukkan trendnya terhadap densitas, molalitas, dan volume molal

parsial. Larutan dengan variasi konsentrasi tersebut kemudian diukur massanya

menggunakan piknometer dan dilakukan triplo. Proses penimbangan piknometer yang

berisi larutan dimulai dari konsentrasi larutan rendah ke konsentrasi tinggi, sehingga saat

selesai ditimbang piknometer tidak perlu dicuci terlebih dahulu hingga benar-benar bersih.

Hal ini dikarenakan konsentrasi yang kecil tidak akan mempengaruhi banyaknya zat atau

pengaruhnya diabaikan karena terlalu kecil. Konsentrasi larutan yang besar dapat

mempengaruhi konsentrasi yang kecil dimana dimungkinkan akan menambah konsentrasi

menjadi lebih besar walaupun tidak terlalu besar. Pegulangan sebanyak tiga kali ini

Page 9: Laporan 3 Fix Upload

bertujuan untuk mendapatkan beberapa nilai dan hasilnya akan didapatkan data yang lebih

akurat. Pengukuran massa NaCl ini sebagai w. Sebelum dilakukan pengukuran larutan

NaCl, massa piknometer kosong dan massa aquades diukur massanya. Massa piknometer

kosong sebagai We dan massa aquades sebagai Wo. Massa ketiga komponen yang

didapatkan ini akan digunakan di dalam perhitungan.

Penimbangan dilakukan triplo sehingga menghasilkan nilai massa rata-rata massa

larutan NaCl pada tiap-tiap suhu. Massa yang didapatkan ini kemudian digunakan untuk

menghitung massa jenis larutan NaCl. Massa jenis larutan NaCl pada konsentrasi 1,5 M ;

0,75 M; 0,375 M dan 0,1875 M masing-masing adalah 1,020 g/mL, 1,015 g/mL, 0,8997

g/mL, dan 0,8446 g/mL. Dari data yang diperoleh tersebut menunjukkan trend massa jenis

yang semakin meningkat seiring semakin besarnya konsentrasi. Hal ini dapat terjadi

karena penyusun dari larutan NaCl yang memiliki konsentrasi besar lebih banyak

mengandung zat NaCl daripada air sehingga beratnya menjadi lebih besar dan massa

jenisnya juga besar.

Langkah selanjutnya yaitu menghitung molalitas larutan. Hasil dari pehitungan

molalitas larutan NaCl dengan variasi konsentrasi 0,188 M ; 0,375 M ; 0,75 M dan 1,5 M

adalah 0,2250 mol.g-1; 0,4732 mol.g-1; 0,7728 mol.g-1 dan 1,609 mol.g-1. Hasil yang

diperoleh menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi maka molalitasnya juga

semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin besarnya konsentrasi maka mol zat

terlarut yang terdapat dalam larutan semakin banyak, jumlah mol zat pelarutnya semakin

sedikit sehingga berpengaruh pada kenaikan molalitasnya.

Perhitungan berikutnya yaitu perhitungan nolume molal semu (Φ). Volume molal

semu adalah volume yang digunakan untuk menentukan volume molal komponen larutan.

Volume molal semu yang didapatkan dari konsentrasi besar hingga kecil berturut – turut

70,8 cm-3/mol; 79,4 cm-3/mol; -182 cm-3/mol; dan -724 cm-3/mol. Hal ini menunjukkan

semakin besar suatu larutan, maka semakin banyak partikel zat terlarut di dalamnya

sehingga semakin besar volume molal semunya. Namun, ada penyimpangan hasil pada

konsentrasi 1,5 M yang nilainya lebih kecil dibandingkan konsentrasi 0,750 M. Hal ini

disebabkan karena kesalahan praktikan dalam pengukuran dan perhitungan. Nilai volume

molal semu kemudian diplotkan terhadap √m, seperti nampak pada grafik di bawah ini,

Page 10: Laporan 3 Fix Upload

0.3 0.8 1.3

-800

-700

-600

-500

-400

-300

-200

-100

0

100

200f(x) = 903.141025829488 x − 929.369227718557R² = 0.669412865508506

Grafik hubungan antara Æ dan Öm

Series2Linear (Series2)

Öm

Æ

Grafik 1. Hubungan antara Φ dengan √m

Perhitungan selanjutnya adalah pengukuran v1 (volume molal parsial pelarut) dan v2

(volume molal parsial zat terlarut. Nilai volume molal parsial pelarut yang dihasilkan

terjadi peningkatan terhadap molalitas. Nilai volume parsial zat terlarut juga menunjukkan

terjadinya peningkatan terhadap molalitas. Hal ini dapat diamati pada grafik di bawah ini,

0 0.5 1 1.5 2

-600

-400

-200

0

200

400

600

800f(x) = 706.471461783079 x − 355.62626554901R² = 0.711042106555002

Grafik hubungan V1 dengan molalitas

Series2Linear (Series2)

molalitas

V1

Grafik 3. Hubungan antara volume molal pelarut dengan molaritas

Page 11: Laporan 3 Fix Upload

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8

-500

0

500

1000

1500

2000f(x) = 1206.20517510738 x + 5.86571955167403R² = 0.844466282895697

Grafik Hubungan V2 terhadap Molalitas

Series2Linear (Series2)

molalitas

V2

Grafik 3. Hubungan antara volume molal pelarut dengan molalitas

Grafik 2 dan 3 menunjukkan trend volume molal parsial pelarut dan zat terlarut

terhadap molalitas. Kedua grafik tersebut menunjukkan peningkatan volume molal kedua

komponen terhadap molalitas. Volume molal parsial berbanding lurus dangan molalitas.

Data lain yang didapatkan adalah suhu. Data yang ada menunjukkan suhu tidak

banyak berubah pada peningkatan konsentrasi. Praktikan tidak mengukur perubahan suhu

terhadap molalitas sebab pengukuran molalitas tidak dipengaruhi oleh perubahan suhu.

Page 12: Laporan 3 Fix Upload

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan pada percobaan ini menunjukkan bahwa volume molal

parsial pelarut dan zat terlarut meningkat terhadap bertambah besarnya molalitas.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan pada percobaan ini adalah

1. Pengukuran massa piknometer kosong harus dalam keadaan kering agar massa

piknometer tersebut tidak berubah-ubah.

2. Praktikan harus hati-hati dan teliti dalam proses pengukuran.

Page 13: Laporan 3 Fix Upload

DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P.W. 1993. Kimia Fisika Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga. 

Bird, T. 1993. Kimia Fisik untuk Universitas. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Brady, J.E. 1990. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta: Binarupa Aksara

Dogra,SK.1990.Kimia Fisik dan soal – soal.Jakarta:Universitas Indonesia.

Indriani, Yuwita, dan Coniyati. 2013. Volume Molal Pelarut. Bandung : ITB.

Sciencelab. 2014. MSDS akuades [serial online]. www.sciencelab.com. [diakses tanggal 28

Oktober 2014].

Sciencelab. 2014. MSDS NaCl [serial online]. www.sciencelab.com. [diakses tanggal 28

Oktober 2014].

Tim Kimia Fisik. Penuntun Praktikum Kimia Fisik II. Jember : Universitas Jember.

Page 14: Laporan 3 Fix Upload

LAMPIRAN

Pengenceran

-Konsentrasi 1,5

M1V1 = M2V2

= 1,5 M .50 mL

3,0 M

= 25 mL

-Konsentrasi 0,75

M1V1 = M2V2

= 0,750 M .50,0 mL

3,00 M

= 12,5 mL

-Konsentrasi 0,375

M1V1 = M2V2

= 0,375 M .50,0 mL

3,00 M

= 6,65 mL

-Konsentrasi 0,1875

M1V1 = M2V2

= 0,1875 M .50,00 mL

3,000 M

= 3,125 mL

2. Massa Jenis NaCl

- Konsentrasi 1,5

d = d 0(w−we)(wo−we)

= 0,9968 .9,601

9,382 = 1,020

- Konsentrasi 0,75

d = d 0(w−we)(wo−we)

= 0,9968 .9,550

9,382 = 1,015

- Konsentrasi 0,375

d = d 0(w−we)(wo−we)

= 0,9968 .8,468

9,382 = 0,8997

- Konsentrasi 0,1875

d = d 0(w−we)(wo−we)

= 0,9968 .7,950

9,382 = 0,8446

3. Molalitas

- Konsentrasi 1,5

m = 1

(dm

−Mr

1000)

= 1

(10201,500

−58,501000

)

= 1,609

- Konsentrasi 0,75

m = 1

(dm

−Mr

1000)

= 1

(1050

0,7500−

58,501000

)

= 0,7728

- Konsentrasi 0,375

m = 1

(dm

−Mr

1000)

= 1

(0,89970,3750

−58,501000

)

= 0,4273

Page 15: Laporan 3 Fix Upload

- Konsentrasi 0,1875

m = 1

(dm

−Mr

1000)

= 1

(0,84460,1875

−58,501000

)

= 0,2250

4. Volume Molal Semu

- Konsentrasi 1,5

Φ = Mr−(Mr−1000

m )( w−wowo−we

)

d =

58,5−(58,5− 10001,609 )( 41,565−41,337

41,337 – 31,955)

1020 = 70,8

- Konsentrasi 0,75

Φ = Mr−(Mr−1000

m )( w−wowo−we

)

d =

58,50−(58,50− 10000,7728 )( 41,505−41,337

41,337 – 31,955)

1,105 = 79,4

- Konsentrasi 0,375

Φ = Mr−(Mr−1000

m )( w−wowo−we

)

d =

58,50−(58,50− 10000,4273 )( 40,423−41,337

41,337 – 31,955)

0,8997 = -182

- Konsentrasi 0,1875

Φ = Mr−(Mr−1000

m )( w−wowo−we

)

d =

58,5−(58,5− 10000,2250 )(39,905−41,337

41,337 –31,955)

0,8446 = -725

5. Grafikm √m Φ

1,609 1,268 70,80,7728 0,8791 79,40,4273 0,6568 -1820,2250 0,4743 -725

y = mx + c = 903,1 x-929,3R = 0,82

dΦd √m

= 903,1

6. V1 Zat Pelarut dan V2 Zat Terlarut

A. V1

-Konsentrasi 1,5

V1 = Φ + ( m

2√m) (

d Φ

d √m)

= 70,80 + ( 1,609

2. 1,268) (903,1)

= 643,7

-Konsentrasi 0,75

V = Φ + ( m

2√m) (

d Φ

d √m)

= 79,40 + ( 0,7728

2. 0,8791) (903,1)

= 476,3

-Konsentrasi 0,375

V = Φ + ( m

2√m) (

d Φ

d √m)

= -182 + ( 0,4273

2. 0,6568) (903,1)

= 111,8-Konsentrasi 0, 1 875

Page 16: Laporan 3 Fix Upload

V = Φ + ( m

2√m) (

d Φd √m

)

= -725,0 + ( 0,2250

2. 0,4743) (903,1)

= -510,8

B. V2

-Konsentrasi 1,5

V = Φ + ( 3√m

2) (

d Φd √m

)

= 70,80 + ( 3 x 1,268

2) (903,1)

= 1788

-Konsentrasi 0,75

V = Φ + ( 3√m

2) (

d Φd √m

)

= 79,40 + ( 3 x 0,8791

2) (903,1)

= 1270

-Konsentrasi 0,375

V = Φ + ( 3√m

2) (

d Φ

d √m)

= -182,0 + ( 3 x 0,6568

2) (903,1)

= 707,7

-Konsentrasi 0,1875

V = Φ + ( 3√m

2) (

d Φ

d √m)

= -725,0 + ( 3 x 0,4743

2) (903,1)

= -82,49

0.3 0.8 1.3

-800-700-600-500-400-300-200-100

0100200

f(x) = 903.141025829488 x − 929.369227718557R² = 0.669412865508506

Grafik Hubungan Antara Æ dan Öm

Series2Linear (Series2)

Öm

Æ

0 0.5 1 1.5 2

-600

-400

-200

0

200

400

600

800f(x) = 706.471461783079 x − 355.62626554901R² = 0.711042106555002

Grafik Hubungan V1 dengan Molalitas

Series2Linear (Series2)

molalitas

V1

Page 17: Laporan 3 Fix Upload

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8-500

0

500

1000

1500

2000f(x) = 1206.20517510738 x + 5.86571955167403R² = 0.844466282895697

Grafik Hubungan V2 dengan Molalitas

Series2Linear (Series2)

molalitas

V2