lapkas hdk
DESCRIPTION
Laporan Kasus Hipertensi Dalam KehamilanTRANSCRIPT
BAB I
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Umur : 33 tahun
Alamat : Jl. Inspeksi Kali Sunter RT 002/004, Kelurahan Kelapa Gading Barat,
Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara
Agama : Islam
Suku bangsa : Betawi
Nama suami : Tn. C
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Tgl MRS : 3 Agustus 2015 pukul 17.37 WIB
No. RM : 210812
ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Pasien G3P2A0 mengatakan perut mulas sejak jam 08:00 WIB.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien G1P0A0 hamil 38 minggu datang ke UGD jam 17:25 WIB dengan keluhan peut mulas
sejak jam 08:00 WIB disertai kaki bengkak sudah 1 minggu.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat penyakit asma, hipertensi dan diabetes mellitus disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat penyakit asma, hipertensi dan diabetes mellitus dalam keluarga disangkal.
Riwayat Alergi:
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat, makanan dan debu.
Riwayat Pengobatan:
1
Tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu.
Riwayat Psikososial:
Kebiasaan merokok dan minum alkohol disangkal.
Riwayat Perkawinan:
Pernikahan pertama, masih menikah, lama pernikahan 15 tahun.
Riwayat Haid:
Haid pertama pada usia 12 tahun, teratur, nyeri saat haid, lamanya 7 hari, siklus 28 hari, hari
pertama haid terakhir (HPHT) 5 November 2014, taksiran persalinan (TP) 12 Agustus 2015.
Riwayat Persalinan:
No.Tempat
BersalinPenolong Tahun Aterm
Jenis
PersalinanPenyulit
Anak
JK BB Keadaan
1. Klinik Bidan 2002 √ Spontan - ♀ 3000 Baik
2. Puskesmas Bidan 2009 √ Spontan - ♂ 3300 Baik
3. Hamil ini
Riwayat Operasi:
Belum pernah operasi sebelumnya.
STATUS PASIEN
Status Generalis
Keadaan Umum: Baik
Tanda Vital :
TD : 170/100 mmHg
Suhu : 36,5°C
RR : 20 x/menit
Nadi : 80 x/menit
Antropometri :
2
BB : 69 kg
TB : 165 cm
Kepala : Bentuk normocephal, rambut warna hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Dada : Pergerakan dinding dada simetris
Paru-paru : Bunyi vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Jantung : Bunyi jantung I & II regular murni, murmur (-), gallop (-)
Payudara : Simetris, puting susu menonjol, ASI (-)
Abdomen : Membesar sesuai kehamilan, TFU 35 cm
Genitalia : Tidak ada pengeluaran pervaginam, darah (-), lendir (-), fluor albus (-)
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema (+/+), CRT ≤ 2 detik
Inspekulo : Tidak dilakukan
Hasil pemeriksaan USG: Tidak dilakukan
Status Obstetrikus
a. Pemeriksaan luar
Tinggi fundus uteri 35 cm, letak anak memanjang, persentase kepala, His tiap 3
menit, lamanya 30 detik, kualitas sedang, denyut jantung janin (DJJ) 148 x/menit,
teratur.
Leopold I : Teraba bagian kepala
Leopold II : Teraba punggung disebelah kanan
Leopold III : Teraba bagian bokong
Leopold IV : Bagian terbawah janin belum masuk PAP, divergen
b. Pemeriksaan dalam:
3
Portio tebal, konsistensi lunak, pembukaan 2 cm, ketuban belum pecah, penurunan
bagian terendah H 1, blood slym ada.
DIAGNOSA
Ibu : G3P2A0 hamil 38 minggu dengan hipertensi dalam kehamilan (HDK)
Anak : Tunggal, hidup, intra uteri
RENCANA TINDAKAN
- Melakukan informed consent
- Cito SC
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
PEMBEKUAN
Masa perdarahan
Masa pembekuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
URINALISA
Protein urine
3’00”
5’00”
10,6
9,900
30,8
252,000
Negatif
Menit
Menit
g/dl
sel/mm3
%
ribu/mm3
1 - 3
2 - 6
11,4 - 15,5
4,3 - 10,4
36,0 - 46,0
132 - 440.000
LAPORAN PEMBEDAHAN
Dokter Ahli Bedah : dr. Riady, Sp.OG
Tanggal Pembedahan : Senin, 3 Agustus 2015
4
Diagnosa Pra Bedah : G3P2A0 Gravid Aterm + HDK
Diagnosa Pasca bedah : P3A0 Gravid Aterm + HDK
Tindakan Pembedahan : SSTP
Lama Pembedahan : 60 menit
Uraian Pembedahan
1. Spinal anastesi
2. Insisi pfanenstiell ±12 cm
3. Insisi segmen bawah rahim (SBR) ± 10 cm
4. Lahirkan kepala, badan, bokong dan kaki. Lahir bayi ♂, BB = 3660 gr PB = 46 cm,
Apgar Score 9/10, lahir hidup.
5. Lahirkan plasenta, jahit uterus
6. Kontrol perdarahan
7. Bilas cavum abdomen dengan NaCl 0,9%
8. Jahit dinding abdomen lapis demi lapis
9. Vaginal toilet
10. Operasi selesai
FOLLOW UP
TANGGAL CATATAN
3 Agustus 2015 S = Nyeri pada luka bekas operasi, kepala terasa pusing
O = Keadaan umum: Baik
Kesadaran: Compos mentis
TTV: TD: 181/101 mmHg
N : 64 x/menit
S : 36,5°C
P : 18 x/menit
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sclera ikterik (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran Tiroid (-)
Dada : Pulmo : Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
Cor : BJ I dan II regular murni, Gallop (-), Murmur (-)
Mammae : Simetris (+), penonjolan puting (+), ASI (+)
5
Abdomen: BU (+)
Genitalia : Darah (+), lendir (-), flour albus (-)
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (+), CRT ≤ 2 detik
Otonom : BAB (-), BAK (+), flatus (-)
A = P3A0 Gravid aterm + HDK post SC
P = Awasi keadaan umum dan TTV pasien
IVFD : RL 20 tpm
Injeksi Ceftriaxon 1 gr/12 jam/IV
Pronalges supp 2 dd 1
Nifedipin 3x1 sampai tekanan diastolik ≤ 90 mmHg
4 Agustus 2015 S = Nyeri pada luka bekas operasi, kepala masih terasa pusing
O = Keadaan umum: Baik
Kesadaran : Compos mentis
TTV: TD : 180/100 mmHg
N : 80 x/menit
S : 36,2°C
P : 20 x/menit
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sclera ikterik (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran Tiroid (-)
Dada : Pulmo : Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
Cor : BJ I dan II regular murni, Gallop (-), Murmur (-)
Mammae : Simetris (+), penonjolan puting (+), ASI (+)
Abdomen: BU (+)
Genitalia : Darah (+), lendir (-), flour albus (-)
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-), CRT ≤ 2 detik
Otonom : BAB (-), BAK (+), flatus (-)
A = P3A0 Gravid aterm + HDK post SC hari ke-1
P = Mobilisasi aktif
Boleh makan dan minum
Obat lanjut
Boleh off infus dan kateter malam hari
6
5 Agustus 2015 S = Nyeri pada luka bekas operasi, kepala masih terasa sedikit pusing
O = Keadaan umum: Baik
Kesadaran: Compos mentis
TTV: TD : 140/90 mmHg
N : 80 x/menit
S : 36,3°C
RR : 20 x/menit
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sclera ikterik (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran Tiroid (-)
Dada : Pulmo : Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
Cor : BJ I dan II regular murni, Gallop (-), Murmur (-)
Mammae : Simetris (+), penonjolan puting (+), ASI (+)
Abdomen: BU (+)
Genitalia : Darah (+), lendir (-), flour albus (-)
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-), CRT ≤ 2 detik
Otonom : BAB (-), BAK (+), flatus (+)
A = P3A0 Gravid aterm + HDK post SC hari ke-2
P = GV
Boleh pulang kontrol Rabu, 12 Agustus 2015 jam 14:00 WIB
Pasien pulang tanggal 5 Agustus 2015, pukul 16.00 WIB, diresepkan obat:
Cefadroxil 2x1
Metronidazole 3x1
As. Mefenamat 3x1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN (HDK)
7
Pendahuluan
Hipertensi adalah masalah kesehatan yang paling sering ditemui dalam kehamilan.
Hipertensi merupakan komplikasi kehamilan kira-kira 7-10% dari seluruh kehamilan.
HDK adalah salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu disamping
perdarahan, infeksi dan prematuritas. Pada HDK juga didapati angka mortalitas dan
morbiditas bayi yang cukup tinggi. Di Indonesia, pre-eklamsia dan eklamsia merupakan
penyebab dari 30-40% kematian perinatal, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia
telah menggeser perdarahan sebagai penyebab utama kematian maternal. Selain itu,
hipertensi dalam kehamilan merupakan kontributor utama prematuritas. Pre-eklamsia
diketahui merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular dan metabolik pada perempuan.
Insidens eklamsia adalah 1 - 3 dari 1000 pasien pre-eklamsia. Untuk itu diperlukan perhatian
serta penanganan yang serius tehadap ibu hamil dengan penyakit ini.
Klasifikasi Hipertensi Dalam Kehamilan
Istilah hipertensi gestasional digunakan sekarang ini untuk menjelaskan setiap bentuk
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan. Istilah ini telah dipilih untuk menekankan
hubungan sebab dan akibat antara kehamilan dan hipertensi – pre-eklamsia dan eklamsia.
Wanita hamil dengan hipertensi secara luas dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu
hipertensi kronis, hipertensi non-proteinuria (kadang dikenal sebagai pregnancy-induced
hypertension), dan pre-eklamsia. Menurut The International Society for the Study of
Hypertension in Pregnancy (ISSHP) klasifikasi hipertensi pada wanita hamil dibagi menjadi:
1. Hipertensi gestasional dan/atau proteinuria selama kehamilan, persalinan, atau pada
wanita hamil yang sebelumnya normotensi dan non-proteinuri.
- Hipertensi gestasional (tanpa proteinuria)
- Proteinuria gestasional (tanpa hipertensi)
- Hipertensi gestasional dengan proteinuria (pre-eklamsi)
2. Chronic hypertension (sebelum kehamilan 20 minggu) dan penyakit ginjal kronis
(proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu)
- Hipertensi kronis (tanpa proteinuria)
- Penyakit ginjal kronis (proteinuria dengan atau tanpa hipertensi)
- Hipertensi kronis dengan superimposed
- Pre-eklamsia (proteinuria)
8
3. Unclassified hypertension dan/atau proteinuria
4. Eklamsia.
Klasifikasi hipertensi pada kehamilan oleh Working Group of the NHBPEP (2000) dibagi menjadi 5 tipe, yaitu :
1. Hipertensi gestasional
2. Pre-eklamsia
3. Eklamsia
4. Pre-eklamsia superimposed pada hipertensi kronis
5. Hipertensi kronis
Patofisiologi Hipertensi Dalam Kehamilan
Penyebab HDK hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah
dikemukakan tentang terjadinya HDK, namun tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap
mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah (Sibai) :
1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
Pada HDK tidak terjadi invasi sel-sel trophoblast pada lapisan otot arteri
spiralis dan jaringan sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan
keras, sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan
vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi
kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta
menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Diameter rata-rata arteri
spiralis pada hamil normal: 500 mikron, sedang pada pre-eklamsia rata-rata 200
mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10
kali aliran darah ke uteroplasenta
2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas dan Disfungsi Endothel
A. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi throphoblast, pada HDK terjadi
kegagalan “remodeling arteri spiralis“, dengan akibat plasenta mengalami iskemia.
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidant (disebut
juga radikal bebas). Oksidant atau radikal bebas adalah: senyawa penerima elektron
atau atom/molekul yang mempuinyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu
oksidant penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang
sangat toksis, khususnya terhadap membrane sel endothel pembuluh darah.
Sebenarnya produksi oksidant pada manusia adalah proses normal, karena dibutuhkan
9
untuk perlindungan tubuh. Adanya bahan toxin yang beredar dalam darah, maka dulu
hipertensi dalam kehamilan disebut “toxaemia”. Radikal hidroksil akan merusak
membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida
lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel, juga akan merusak
nucleus dan protein sel endothel. Produksi oksidant (Radikal bebas) dalam tubuh yang
bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi antioksidant. Anti oksidant dibagi
menjadi:
1) Antioksidant pencegah terbentuknya oksidant atau antioksidant enzymatic
misalnya: transferin, seruloplasmin, katalase, peroksidase glutation.
2) Antioksidant pemutus rantai oksidant atau antioksidant non enzymatic
misalnya: vitamin E, vitamin C, dan b (beta) karotin.
B. Peroksida lemak sebagai oksidant pada HDK
Pada hipertensi dalam kehmilan telah terbukti, bahwa kadar oksidant,
khususnya peroksdia lemak meningkat, sedang antioksidant: vitamin E pada HDK
menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidant peroksada lemak yag relative
tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidant/radikal bebas yang sangat toksis ini, akan
beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah, dan akan merusak membran sel
endothel. Membrane sel endothel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida
lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap
oksidant radikal hodidroksil, yang akan merubah menjadi peroksida lemak.
C. Disfungsi sel endothel
Akibat sel endothel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan
sel endothel, yang kerusakannya dimulai dari membrane sel endothel. Kerusakan
membrane sel endothel mengakibatkan terganggunya fungsi endothel, bahkan
rusaknya seluruh struktur sel endothel. Keadaan ini disebut “disfungsi endothel”
(endothelial dysfunction). Pada waktu terjadi kerusakan sel endothel yang
mengakibatkan disfungsi sel endothel, maka akan terjadi:
1) Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel
endothel, adalah memproduksi prostaglandin, yaitu: menurunnya produksi
prostacycline (PGE2), suatu vasodilatator kuat.
2) Agregasi sel-sel thrombosit pada daerah endothel yang mengalami kerusakan.
10
Agregasi sel thrombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan
endothel yang mengalami kerusakan. Agregrasi thrombocit memproduksi
thromboxane (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal
perbandingan kadar prostacycline/thromboxane lebih tinggi kadar prostacycline
(lebih tinggi vasodialtator) Pada pre-eklamsia kadar thromboxane lebih tinggi dari
kadar prostacycline sehinga terjadi vasokonstriksi, dengan terjadi kenaikan
tekanan darah.
3) Perubahan khas pada sel endothel kapiler glomerulus (Glomerular endotheliosis).
4) Meningkatnya permeabilitas kapiler.
5) Meningkatnya produksi bahan-bahan vassopresor, yaitu endothelin.
Kadar NO (vasodilatator) menurun sedangkan endhotelin (vasokonstriktor)
Meningkat.
6) Rangsangan faktor koagulasi
3. Teori Intoleransi Imunologik Antara Ibu dan Janin
Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya HDK terbukti
dengan fakta sebagai berikut:
a. Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya HDK dibanding dengan
multigravida.
b. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi, mempunyai risiko lebih besar
terjadinya HDK dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.
c. Seks oral mempunyai resiko lebih rendah terjadinya HDK. Lamanya periode
hubungan seks sampai saat kehamilan: makin lama periode ini, makin kecil
terjadinya HDK.
Pada wanita hamil normal, respon imune tidak menolak adanya ”hasil
konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya “human leukocyte antigen
protein G ” (HLA), yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga si
ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Pada plasenta HDK terjadi penurunan
“human leukocyte antigen protein G ”, atau placenta memproduksi “human leukocyte
antigen protein G ” dalam bentuk lain, sehingga terjadi intoleransi ibu terhadap
plasenta.
Pada HDK didapatkan kadar Cytokines dalam plasenta maupun sirkulasi darah
yang meningkat. Demikian juga didapatkan “natural killer cells” dan aktivasi
neutrophil yang meningkat. Kemungkinan terjadi “Immune-Maladaptation” pada pre-
11
eklamsia. Pada awal trimester kedua kehamilan: wanita yang mempunyai
kecenderungan terjadi pre-eklamsia, ternyata mempunyai proporsi helper cells yang
lebih rendah dibanding pada normotensiv.
4. Teori Adaptasi Kardiovaskuler
Pada HDK kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor. Pada
HDK ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopressor.
artinya daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang, sehingga
pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopressor. Banyak peneliti
telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopressor
pada HDK sudah terjadi pada trimester I (pertama). Peningkatan kepekaan pada
kehamilan yang akan menjadi HDK sudah dapat ditemukan pada usia kehamilan 20
minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya HDK.
5. Teori Defisiensi Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gene-single. Genotype ibu
lebih menentukan terjadinya HDK secara familial dibanding dengan genotype janin.
Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami pre-eklamsia, 26% anak wanitanya
akan mengalami pre-eklamsia pula, sedangkankan hanya 8% anak menantu
mengalami pre-eklamsia.
6. Teori Defisiensi Gizi
Dalam beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi
gizi berperan dalam terjadinya HDK. Penelitian yang penting yang pernah dilakukan
di Inggris ialah penelitian tentang pengaruh diet pada pre-eklamsia beberapa waktu
sebelum pecahnya perang dunia ke II. Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup
dalam persiapan perang, menimbulkan kenaikan insiden HDK. Penelitian terakhir
membuktikan, bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati halibut dapat
mengurangi risiko pre-eklamsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak
jenuh yang:
- menghambat produksi thromboxane
- menghambat aktivasi thrombocyte
- mencegah vasokonstriksi pembuluh darah
Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi
minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah pre-
12
eklamsia. Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan
mungkin dapat dipakai sebagai alternative pemberian aspirin.
Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet wanita
hamil mengakibatkan resiko terjadinya pre-eklamsia/eklamsia. Penelitian di negara
Equador Andes dengan metode uji klinik, ganda tersamar, dengan membandingkan
pemberian kalsium dan placebo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil
yang diberi suplemen kalsium cukup, kasus yang mengalami pre-eklamsia adalah 14%
sedang yang diberi glukosa 17%.
7. Teori Inflamasi
Redman (1999), menyatakan bahwa disfungsi endothel pada pre-eklamsia
disebabkan “kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskuler pada kehamilan”
yang biasanya berlangsung normal dan menyeluruh. Keadaan ini disebabkan: oleh
“akivitas leukosit yang sangat tinggi” pada sirkulasi ibu.
Diagnosis dan Gejala Klinis Hipertensi Dalam Kehamilan
13
Hipertensi Gestasional
Hipertensi gestasional didiagnosis pada wanita dengan tekanan darah mencapai
140/90 mmHg atau lebih besar, untuk pertama kalinya selama kehamilan tetapi tidak
terdapat proteinuria. Hipertensi gestasional disebut juga transient hypertension jika pre-
eklamsia tidak berkembang dan tekanan darah telah kembali normal pada 12 minggu post
partum. Apabila tekanan darah naik cukup tinggi selama setengah kehamilan terakhir, hal
ini berbahaya terutama untuk janin, walaupun proteinuria tidak pernah ditemukan. Seperti
yang ditegaskan oleh Chesley (1985), 10% eklamsi berkembang sebelum proteinuria
yang nyata diidentifikasi. Dengan demikian, jelas bahwa apabila tekanan darah mulai
naik, ibu dan janin menghadapi risiko yang meningkat. Proteinuria adalah suatu tanda
dari penyakit hipertensi yang memburuk, terutama pre-eklamsia. Proteinuria yang nyata
dan terus-menerus meningkatkan risiko ibu dan janin.
Kriteria diagnosis pada hipertensi gestasional, yaitu:
- TD 140/90 mmHg yang timbul pertama kali selama kehamilan.
- Tidak ada proteinuria.
- TD kembali normal < 12 minggu postpartum.
- Diagnosis akhir baru bisa ditegakkan postpartum.
- Mungkin ada gejala pre-eklamsia lain yang timbul, contohnya nyeri epigastrium,
nyeri kepala atau trombositopenia.
Menurut Prof. DR. H. Mohammad Anwar, M.med Sc, Sp.OG, hipertensi yang
tidak diobati dapat memberikan efek buruk pada ibu maupun janin (komplikasi), yaitu:
1. Efek kerusakan yang terjadi pada pembuluh darah wanita hamil akan merusak sistem
vaskularisasi darah sehingga mengganggu pertukaran oksigen dan nutrisi melalui
plasenta dari ibu ke janin. Hal ini bisa menyebabkan prematuritas plasental dengan
akibat pertumbuhan janin yang lambat dalam rahim.
2. Hipertensi yang terjadi pada ibu hamil dapat mengganggu pertukaran nutrisi pada
janin dan dapat membahayakan ginjal janin.
3. Hipertensi bisa menurunkan produksi jumlah air seni janin sebelum lahir. Padahal,air
seni janin merupakan cairan penting untuk pembentukan amnion, sehingga dapat
terjadi oligohidromnion (sedikitnya jumlah air ketuban).
Penatalaksanaan Hipertensi Gestasional
14
Penatalaksanaan hipertensi gestasional perlu dilakukan dengan tujuan untuk
mencegah jangan sampai berlanjut menjadi eklamsia yang akan menimbulkan kelainan serius
pada ibu dan mengganggu kehidupan serta kesehatan janin dalam rahim.
Bila didapatkan hipertensi dalam kehamilan sebaiknya segera dipondokkan saja dirumah
sakit dan diberikan istirahat total. Istirahat total akan menyebabkan peningkatan aliran darah
renal dan utero placental. Peningkatan aliran darah renal akan meningkatkan diuresis
(keluarnya air seni), menurunkan berat badan dan mengurangnya oedema. Pada prinsipnya
penatalaksanaan hipertensi ditujukan untuk mencegah terjadinya eklamsia, monitoring unit
feto-placental, mengobati hipertensi dan melahirkan janin dengan baik.
Kiat Menurunkan Tekanan Darah
A. Turunkan Kelebihan Berat Badan
Diantara semua faktor resiko yang dapat dikendalikan, berat badan adalah
salah satu yang paling erat kaitannya dengan hipertensi. Dibandingkan dengan orang
yang kurus, orang yang gemuk (kelebihan berat badan) lebih besar peluangnya
terkena hipertensi (Edward Price, M.D).
B. Olahraga
Olahraga sangat bermanfaat bagi kesehatan kardiovaskuler. Gerak fisik hingga
taraf tertentu dibutuhkan tubuh untuk menjaga mekanisme pengatur tekanan darah
agar tetap bekerja sebagaimana mestinya. Olahraga yang disarankan untuk ibu hamil
seperti senam hamil, renang, atau gerakan statis (seperti berjalan kaki).
C. Diet
1. Mengurangi asupan garam
Seperti kasus hipertensi pada umumnya, pada penderita hipertensi gestasional
pengurangan asupan garam dapat menurunkan tekanan darah secara nyata.
Umumnya kita mengkonsumsi garam lebih banyak garam daripada yang
dibutuhkan oleh tubuh. Idealnya, kita cukup menggunakan sekitar satu sendok teh
saja atau sekitar 5 gram garam per hari.
2. Memperbanyak serat
Mengkonsumsi lebih banyak serat atau makanan rumahan yang mengandung
banyak serat akan memperlancar buang air besar dan menahan sebagian natrium.
Sebaiknya ibu hamil yang mengalami hipertensi menghindari makanan kalengan
dan makanan siap saji dari restoran, yang dikuatirkan mengandung banyak
15
pengawet dan kurang serat. Dari penelitian ditemukan bahwa dengan
mengkonsumsi 7 gram serat per hari dapat membantu menurunkan tekanan darah
sistolik sebanyak 5 poin. Serat pun mudah didapat dalam makanan, misalnya
semangkuk sereal mengandung sekitar 7 gram serat.
3. Memperbanyak asupan kalium
Penelitian menunjukkan bahwa dengan mengkonsumsi 3500 miligram kalium
dapat membantu mengatasi kelebihan natrium, sehingga dengan volume darah
yang ideal dapat dicapai kembali tekanan yang normal. Kalium bekerja mengusir
natrium dan senyawanya. Sehingga lebih mudah dikeluarkan.
Sumber kalium mudah didapatkan dari asupan makanan sehari-hari. Misalnya,
sebutir kentang rebus mengandung 838 miligram sehingga 4 butir kentang (3352
miligram) akan mendekati kebutuhan tersebut. Atau dengan semangkuk bayam
yang mengandung 800 miligram kalium cukup ditambahkan tiga butir kentang.
Banyak jenis buah yang juga dapat menurunkan tekanan darah salah satunya
pisang merupakan sumber zat potasium yang dapat membantu menurunkan
tekanan darah dan mengurangi pembekuan cairan dalam tubuh. Selain pada buah
pisang potasium juga bisa ditemui pada kismis, yogurt, bit, Brussels sprout (sejenis
kubis), alpukat, dan jeruk.
4. Penuhi kebutuhan magnesium
Ditemukan antara rendahnya asupan magnesium dengan hipertensi. Tetapi
belum dapat dipastikan berapa banyak magnesium yang dibutuhkan untuk
mengatasi hipertensi. Kebutuhan magnesium menurut kecukupan gizi yang
dianjurkan atau RDA (Recommended Dietary Allowance) adalah sekitar 350
miligram. Kekurangan asupan magnesium terjadi dengan semakin banyaknya
makanan olahan yang dikonsumsi. Sumber makanan yang kaya magnesium antara
lain kacang tanah, kacang polong, dan makanan laut. Kandungan asam lemak
omega 3 dalam ikan dapat membantu melancarkan aliran darah dan melindungi
dari efek tekanan darah tinggi serta mengurangi peradangan. Saat mengkonsumsi
ikan hindari jenis ikan yang mengandung kadar merkuri tinggi seperti tuna,
swordfish (ikan cucut), makarel, ikan halibut, serta kakap putih. Sebaliknya
pilihlah ikan yang mengandung kadar mercuri rendah seperti ikan anchovies, ikan
char, ikan flounder, ikan harring, ikan gindara, ikan salmon, dan ikan sturgeon.
5. Lengkapi kebutuhan kalsium
16
800 miligram kasium per hari (setara dengan tiga gelas susu) sudah lebih dari
cukup untuk memberikan pengaruh terhadap penurunan tekanan darah.
D. Relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau teknik yang bertujuan untuk mrngurangi
ketegangan, kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat
rilek otot-otot di dalam tubuh. Teknik relaksasi dapat dilakukan dalam hipnobirting,
dimana dalam relaksasi ibu hamil duduk dengan tenang, pikiran fokus, tidak menatap
cahaya langsung kemudian ibu hamil dibimbing untuk melakukan relaksasi pada
kelompok otot-otot secara bertahap sampai keseluruh bagian tubuh.
Pre-eklamsia
Proteinuria adalah tanda penting dari pre-eklamsia, dan Chesley (1985)
menyimpulkan secara tepat bahwa diagnosis diragukan dengan tidak adanya proteinuria.
Proteinuria yaitu protein dalam urin 24 jam melebihi 300 mg per 24 jam, atau pada sampel
urin secara acak menunjukkan 30 mg/dL (1+ dipstick) secara persisten. Tingkat proteinuria
dapat berubah-ubah secara luas selama setiap periode 24 jam, bahkan pada kasus yang berat.
Oleh karena itu, satu sampel acak bisa saja tidak membuktikan adanya proteinuria yang
berarti.
Dengan demikian, kriteria minimum untuk diagnosis pre-eklamsia adalah hipertensi
dengan proteinuria yang minimal. Temuan laboratorium yang abnormal dalam pemeriksaan
ginjal, hepar, dan fungsi hematologi meningkatkan kepastian diagnosis pre-eklamsi. Selain
itu, pemantauan secara terus-menerus gejala eklamsia, seperti sakit kepala dan nyeri
epigastrium, juga meningkatkan kepastian tersebut.
Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas merupakan akibat nekrosis
hepatocellular, iskemia, dan oedem yang merentangkan kapsul Glissoni. Nyeri ini sering
disertai dengan peningkatan serum hepatik transaminase yang tinggi dan biasanya merupakan
tanda untuk mengakhiri kehamilan.
Trombositopeni adalah karakteristik dari preeklamsi yang memburuk, dan hal tersebut
mungkin disebabkan oleh aktivasi dan agregasi platelet serta hemolisis mikroangiopati yang
disebabkan oleh vasospasme yang berat. Bukti adanya hemolisis yang luas dengan
ditemukannya hemoglobinemia, hemoglobinuria, atau hiperbilirubinemi dan merupakan
indikasi penyakit yang berat.
17
Faktor lain yang menunjukkan hipertensi berat meliputi gangguan fungsi jantung
dengan oedem pulmonal dan juga pembatasan pertumbuhan janin yang nyata.
Kriteria diagnosis pada pre-eklamsia terdiri dari:
Kriteria minimal, yaitu:
- TD 140/90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu.
- Proteinuria 300 mg/24 jam atau 1+ dipstick.
Kemungkinan terjadinya preeklamsi:
- TD 160/110 mmHg.
- Proteinuria 2.0 g/24 jam atau 2+ dipstick.
- Kreatinin serum > 1.2 mg/dL kecuali sebelumnya diketahui sudah meningkat.
- Trombosit < 100.000/mm.
- Hemolisis mikroangiopati (peningkatan LDH).
- peningkatan ALT atau AST.
- Nyeri kepala persisten atau gangguan penglihatan atau cerebral lain.
- Nyeri epigastrium persisten.
Beratnya preeklamsi dinilai dari frekuensi dan intensitas abnormalitas yang dapat
dilihat pada Tabel 1. Semakin banyak ditemukan penyimpangan tersebut, semakin besar
kemungkinan harus dilakukan terminasi kehamilan. Perbedaan antara pre-eklamsia ringan
dan berat dapat sulit dibedakan karena pre-eklamsia yang tampak ringan dapat berkembang
dengan cepat menjadi berat.
Meskipun hipertensi merupakan syarat mutlak dalam mendiagnosis pre-eklamsia,
tetapi tekanan darah bukan merupakan penentu absolut tingkat keparahan hipertensi dalam
kehamilan. Contohnya, pada wanita dewasa muda mungkin terdapat proteinuria +3 dan
kejang dengan tekanan darah 135/85 mmHg, sedangkan kebanyakan wanita dengan tekanan
darah mencapai 180/120 mmHg tidak mengalami kejang. Peningkatan tekanan darah yang
cepat dan diikuti dengan kejang biasanya didahului nyeri kepala berat yang persisten atau
gangguan visual.
Abnormalitas < 100 mmHg ≥ 110 mmHg
Tekanan darah diastolik Trace ≤ 1+ Persisten ≥ 2+
Proteinuria Tidak ada Ada
18
Sakit kepala Tidak ada Ada
Nyeri perut bagian atas Tidak ada Ada
Oliguria Tidak ada Ada
Kejang (eklamsi) Tidak ada Ada
Serum Kreatinin Normal Meningkat
Trombositopeni Tidak ada Ada
Peningkatan enzim hati Minimal Nyata
Hambatan pertumbuhan janin Tidak ada Nyata
Oedem paru Tidak ada Ada
Tabel 1 Gejala Beratnya Hipertensi Selama Kehamilan
Eklamsia
Serangan konvulsi pada wanita dengan pre-eklamsia yang tidak dapat dihubungkan
dengan sebab lainnya disebut eklamsia. Konvulsi terjadi secara general dan dapat terlihat
sebelum, selama, atau setelah melahirkan. Pada studi terdahulu, sekitar 10% wanita eklamsia,
terutama nulipara, serangan tidak muncul hingga 48 jam setelah post partum. Setelah
perawatan prenatal bertambah baik, banyak kasus antepartum dan intrapartum sekarang dapat
dicegah, dan studi yang lebih baru melaporkan bahwa seperempat serangan eklamsia terjadi
di luar 48 jam post partum (Chames dan kawan-kawan, 2002).
Superimposed Preeclampsia
Kriteria diagnosis Superimposed Preeclampsia adalah:
- Proteinuria 300 mg/24 jam pada wanita dengan hipertensi yang belum ada sebelum
kehamilan 20 minggu.
- Peningkatan tiba-tiba proteinuria atau tekanan darah atau jumlah trombosit
<100.000/mm3 pada wanita dengan hipertensi atau proteinuria sebelum kehamilan
20 minggu.
Hipertensi Kronis
Diagnosis hipertensi kronis yang mendasari dilakukan apabila:
- Hipertensi (≥ 140/90 mmHg) terbukti mendahului kehamilan.
- Hipertensi (≥ 140/90 mmHg) diketahui sebelum 20 minggu, kecuali bila ada
penyakit trofoblastik.
19
- Hipertensi berlangsung lama setelah kelahiran.
Hipertensi kronis dalam kehamilan sulit didiagnosis apalagi wanita hamil tidak
mengetahui tekanan darahnya sebelum kehamilan. Pada beberapa kasus, hipertensi kronis
didiagnosis sebelum kehamilan usia 20 minggu, tetapi pada beberapa wanita hamil, tekanan
darah yang meningkat sebelum usia kehamilan 20 minggu mungkin merupakan tanda awal
terjadinya pre-eklamsia.
Sebagian dari banyak penyebab hipertensi yang mendasari dan dialami selama
kehamilan dicatat pada Tabel 2. Hipertensi esensial merupakan penyebab dari penyakit
vaskular pada > 90% wanita hamil. Selain itu, obesitas dan diabetes adalah sebab umum
lainnya. Pada beberapa wanita, hipertensi berkembang sebagai konsekuensi dari penyakit
parenkim ginjal yang mendasari.
Hipertensi esensial
Obesitas
Kelainan arterial: Hipertensi renovaskular Koartasi aorta
Gangguan-gangguan endokrin: Diabetes mellitus Sindrom cushing Aldosteronism primer Pheochromocytoma Thyrotoxicosis
Glomerulonephritis (akut dan kronis)
Hipertensi renoprival : Glomerulonephritis kronis Ketidakcukupan ginjal kronis Diabetic nephropathy
Penyakit jaringan konektif: Lupus erythematosus Systemic sclerosis Periarteritis nodosa
Penyakit ginjal polikistik
Gagal ginjal akut
Tabel 2 Penyebab yang mendasari hipertensi kronis
Sedangkan klasifikasi hipertensi kronis berdasarkan JNC VII dapat dilihat pada tabel 3.
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)Normal < 120 < 80
20
Pre – hipertensi 120 – 139 80 – 89Hipertensi stadium I 140 – 159 90 – 99Hipertensi stadium II ≥ 160 ≥ 100
Tabel 3 Klasifikasi Hipertensi Kronis
Pada beberapa wanita dengan hipertensi kronis, tekanan darah dapat
meningkat sampai tingkat abnormal, khususnya setelah 24 minggu. Jika disertai oleh
proteinuria, maka pre-eklamsia yang mendasarinya dapat didiagnosis. Pre-eklamsia
yang mendasari hipertensi kronis ini sering berkembang lebih awal pada kehamilan
daripada pre-eklamsia murni, dan hal ini cenderung akan menjadi lebih berat dan
sering menyebabkan hambatan dalam pertumbuhan janin. Indikator tentang beratnya
hipertensi sudah diperlihatkan pada Tabel 1 dan digunakan juga untuk
menggolongkan pre-eklamsia yang mendasari hipertensi kronis tersebut.
Pilihan Obat Anti Hipertensi
OBAT REKOMENDASI
Hydralazin Dimulai dengan dosis 5 mg IV atau 10 mg IM. Jika tekanan darah tidak terkontrol, diulangi setiap interval 20 menit. Jika tekanan darah sudah terkontrol, ulangi bila perlu (biasanya tiap 3 jam). Dosis maksimal 20 mg IV atau 30 mg IM
Labetalol Dimulai dengan dosis 20 mg IV secara bolus atau 2 x 100 mg. Jika tidak optimal, beri 40 mg setelah 10 menit dan 80 mg setiap 10 menit. Gunakan dosis maksimal 220 mg. Hindari pemberian labetalol pada wanita dengan asma atau gagal jantung kongestif
Nifedipine Dimulai dengan 10 mg oral dan ulangi setiap 30 menit bila perlu. Tidak diperbolehkan penggunaan nifedipine kerja singkat dalam terapi hipertensi
Sodium nitroprussid
Hanya digunakan pada kasus hipertensi yang tidak berespon terhadap obat yang terdaftar disini. Dimulai dengan dosis 0.25 µg/kg/menit sampai dosis maksimal 5µg/kg/menit. Fetal sianida terjadi jika digunakan lebih dari 4 jam.
DAFTAR PUSTAKA
21
1. American College of Obstetrician and Gynecologists: Diagnosis dan management of
preeclampsia and eclampsia. Practice bulletin No.33, January of 2002
2. Audibert F, Benchimol Y, Benattar C et al: Prediction of preeclampsia or intrauterine
growth restrcition by second trimester serum screening and uterine Doppler velocimetry.
Fetal Diagn Ther 20:48,2005
3. Chames MC, Livingstone JC, Ivester TS et al: Late postpartum eclampsia: A preventable
disease? Am J Obstet Gyncol 186:1174,2002
4. Chappell LC, Seed OT,Briley A, et al: A longitudinal study of biochemical variables in
women at risk of preeclampsia. Am J Obstet Gynecol 187,127,2002
5. Roberts JM, August PA, Bakris G, Barton JR, Bernstein IM, Druzin M, dkk.
Hypertension in pregnancy. Washington: American College of Obstetricians and
Gynecologist; 2013.
6. Blog dr. Bambang Widjanarko, Sp.OG
http://reproduksiumj.blogspot.com/search?q=hipertensi+dalam+kehamilan
22