lapkas drug erupsion
DESCRIPTION
qwertyTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS I
DRUG ERUPTION
Disusun oleh :
SYARIFAH NUR AINI2007730119
Pembimbing klinis:
dr.Bowo Wahyudi, Sp.KK
Kepaniteraan KlinikStase Kulit RSUD Banjar
Fakultas Kedokteran dan KesehatanUniversitas Muhammadiyah Jakarta
2013
STATUS MEDICUS
Identitas
– Nama : Ny. D
– Usia : 23 tahun
– Jenis Kelamin : Wanita
– Alamat : Jalan Taruna Ujung Sukapura
– Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
– Agama : Islam
– Status : Menikah
– Dokter yang merawat : dr. Bowo Wahyudi, Sp.KK
– Tanggal berobat : 04 Februari 2013
Anamnesa (4 Februari 2013)
Keluhan utama : Timbul bercak-bercak merah yang terasa gatal di
seluruh tubuh sejak 6 hari yang lalu.
– Keluhan tambahan : Pasien juga mengeluh bercak sangat gatal, dan kulit terasa
panas.
Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang wanita berusia 23 tahun datang ke poli kulit RSUD Banjar dengan keluhan
bercak merah.Pasien mengeluh bercak merah mulai timbul di perut setelah meminum
obat pertama kali siang hari (29 Januari 2013) yang diberikan saat pasien berobat ke poli
bedah RSUD Banjar dengan keluhan sakit dan lecet pada payudara, pasien diberikan obat
minum tablet.
Sejak 4 hari yang lalu pasien mengalami gatal- gatal dan timbul bercak. Bercak merah
semakin bertambah ke seluruh badan (punggung,tangan,paha,kaki,muka)setelah
meminum obat tersebut hari ke 3 dan 4.
Obat yang diberikan adalah Rantin 150 mg (Ranitidin HCL 150 mg ), Oldrox 500 mg
(cefadroxyl 500 mg), Enerplus (ATO 20 mg,Vit B1 100mg,Vit B 6 200mg,Vit B12
200mg,Vit E 20 mg). Setelah mengkonsumsi obat Oldrox pertamakali setengah jam
kemudian kulit tangan, kaki, dan tubuh pasien terasa gatal. Pasien menggaruk kulitnya
dengan kuku jari tangan. Beberapa jam kemudian pasien mengaku timbul bercak.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat gejala yang berulang disangkal.
Riwayat Hipertensi disangkal.
Riwayat Diabetes Melitus disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku di keluarganya tidak ada yang mengalami keluhan yang sama.
Riwayat Hipertensi disangkal.
Riwayat Diabetes Melitus disangkal.
Riwayat Alergi makanan disangkal.
Riwayat Alergi obat-obatan tidak tahu.
Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku untuk keluhan ini belum mendapatkan pengobatan apapun.
Riwayat Alergi
Alergi obat- obatan pasien tidak tahu.
Alergi makanan disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
– Kesadaran : Composmentis
– Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Status Dermatologikus
Distribusi Generalisata
A/R Muka,leher,dada,perut,punggung,kedua tangan,pantat,paha, dan kedua kaki.
Lesi Multipel, diskret, bentuk sebagian bulat, dan sebagian irreguler, permukaan
sebagian menimbul sebagian tidak menimbul, ukuran terkecil 2x2 cm terbesar
4x3 cm, berbatas tegas, sebagian kering sebagian basah.
Efluroesensi Makula eritema.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Tidak dilakukan.
Resume
Seorang wanita Seorang wanita berusia 23 tahun datang ke poli kulit RSUD Banjar
dengan keluhan bercak merah.Pasien mengeluh bercak merah mulai timbul di perut
setelah meminum obat pertama kali (29 Januari 2013) yang diberikan saat pasien berobat
ke poli Bedah dengan diagnosa Mastitis.Bercak merah semakin bertambah ke seluruh
badan (punggung,tangan,paha,kaki,muka)setelah meminum obat tersebut hari ke 3 dan 4.
Pasien juga mengaku demam.
Status generalisata tidak ditemukan adanya kelainan. Status dermatologikus ditemukan
distribusi generalisata. A/R bawah punggung,tangan,paha,kaki,muka. Lesi Multipel,
diskret, bentuk sebagian bulat, dan sebagian irreguler, permukaan sebagian menimbul
sebagian tidak menimbul, berbatas tegas, sebagian kering sebagian basah. Dengan
efluroesensi Makula hiperpigmentasi, ekskoriasi.
Diagnosa klinis
– Diagnosa kerja : Fixed drug eruption
– Diagnosa banding : Steven-johnson syndrome
Eritem Multiformis
Penatalaksanaan– Umum
Penggunaan obat yang diduga menjadi penyebab erupsi kulit harus dihentikan segera
Menjaga kondisi pasien dengan selalu melakukan pengawasan untuk mendeteksi
kemungknan timbulnya erupsi yang lebih parah atau relaps setelah berada pada fase
pemulihan
– Khusus
Pemberian Obat Oral :
Rihest Tab x
S 1 dd 1
Lameson 16 gr xx
S 2 dd 1
Pemberian salep :
Sanmetidin xxx
S 3 dd tb 1
Prognosis
Quo ad vitam :ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
ANALISA KASUS
I.Definisi
Erupsi obat alergi atau allergic drug eruption ialah reaksi alergi pada kulit atau daerah
mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat dengan cara sistemik.1,2
KASUS PASIEN
Terdapat reaksi alergi pada kulit pasien yang timbul pada
wajah,dada,perut,punggung,kedua tangan,kedua kaki setelah mengkonsumsi obat.
Pemberian dengan cara sistemik di sini berarti obat tersebut masuk melalui mulut, hidung,
rektum, vagina, dan dengan suntikan atau infus. Sedangkan reaksi alergi yang disebabkan oleh
penggunaan obat dengan cara topikal, yaitu obat yang digunakan pada permukaan tubuh
mempunyai istilah sendiri yang disebut dermatitis kontak alergi.2,3
KASUS PASIEN
Pasien mengkonsumsi obat dengan cara oral melalui mulut.
II. Epidemiologi
Hasil survei prospektif sistematik yang dilakukan oleh Boston Collaborative Drug
Surveillance Program menunjukkan bahwa reaksi kulit yang timbul terhadap pemberian obat
adalah sekitar 2,7% dari 48.000 pasien yang dirawat pada bagian penyakit dalam dari tahun 1974
sampai 1993. Sekitar 3% seluruh pasien yang dirawat di rumah sakit ternyata mengalami erupsi
kulit setelah mengkonsumsi obat-obatan. Selain itu, data di Amerika Serikat menunjukkan lebih
dari 100.000 jiwa meninggal setiap tahunnya disebabkan erupsi obat yang serius. Beberapa jenis
erupsi obat yang sering timbul adalah: 1,5
• eksantem makulopapuler sebanyak 91,2%,
• urtikaria sebanyak 5,9%, dan
• vaskulitis sebanyak 1,4%
KASUS PASIEN
Alergi obat yang timbul dari pasien berupa makulopapuler dan urtikaria.
III. Faktor – Faktor Resiko:
1. Jenis kelamin1,4
Wanita mempunyai risiko untuk mengalami gangguan ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan
dengan pria. Walaupun demikian, belum ada satupun ahli yang mampu menjelaskan mekanisme
ini.
KASUS PASIEN
Jenis kelamin pasien adalah wanita.
2. Sistem imunitas1,4
3. Usia1,4,6
4. Dosis4,6
Pemberian obat yang intermitten dengan dosis tinggi akan memudahkan timbulnya sensitisasi.
Tetapi jika sudah melalui fase induksi, dosis yang sangat kecil sekalipun sudah dapat
menimbulkan reaksi alergi. Semakin sering obat digunakan, Semakin besar pula kemungkinan
timbulnya reaksi alergi pada penderita yang peka.
KASUS PASIEN.
Pasien mendapat dosis 500 gr untuk Oldrox (Cefadroxcyl).
IV. PATOGENESIS
Ada dua macam mekanisme yang dikenal disini. Pertama adalah mekanisme imunologis
dan kedua adalah mekanisme non imunologis. Umumnya erupsi obat timbul karena reaksi
hipersensitivitas berdasarkan mekanisme imunologis. Obat dan metabolit obat berfungsi sebagai
hapten, yang menginduksi antibodi humoral. Reaksi ini juga dapat terjadi melalui mekanisme
non imunologis yang disebabkan karena toksisitas obat, over dosis, interaksi antar obat dan
perubahan dalam metabolisme. 1
Tabel 1. Reaksi imunologis dan non imunologis
Riedl MA, Casillas AM, Adverse Drug Reactions; Types and Treatment Options. In:
American Family Physician. Volume 68, Number 9. 2003.
1.MEKANISME IMUNOLOGIS
Tipe I (Reaksi anafilaksis) :
Mekanisme ini paling banyak ditemukan. Yang berperan ialah Ig E yang mempunyai afinitas
yang tinggi terhadap mastosit dan basofil. Pajanan pertama dari obat tidak menimbulkan reaksi.
Tetapi bila dilakukan pemberian kembali obat yang sama, maka obat tersebut akan dianggap
sebagai antigen yang akan merangsang pelepasan bermacam-macam mediator seperti histamin,
serotonin, bradikinin, heparin dan SRSA. Mediator yang dilepaskan ini akan menimbulkan
bermacam-macam efek, seperti urtikaria. Reaksi anafilaksis yang paling ditakutkan adalah
timbulnya syok. 2,4
KASUS PASIEN
Pada pasien terdapat reaksi pajanan pertama dari obat dan konsumsi obat yang berulang
menimbulkan efek pada kulit seperti urtikaria.
Tipe II (Reaksi Autotoksis)
Adanya ikatan antara Ig G dan Ig M dengan antigen yang melekat pada sel. Aktivasi sistem
komplemen ini akan memacu sejumlah reaksi yang berakhir dengan lisis. 2,4
Tipe III (Reaksi Kompleks Imun)
Antibodi yang berikatan dengan antigen akan membentuk kompleks antigen antibodi. Kompleks
antigen antibodi ini mengendap pada salah satu tempat dalam jaringan tubuh mengakibatkan
reaksi radang. Aktivasi sistem komplemen merangsang pelepasan berbagai mediator oleh
mastosit. Sebagai akibatnya, akan terjadi kerusakan jaringan. 2,4
Tipe IV (Reaksi Alergi Seluler Tipe Lambat)
Reaksi ini melibatkan limfosit. Limfosit T yang tersensitasi mengadakan reaksi dengan antigen.
Reaksi ini disebut reaksi tipe lambat karena baru timbul 12-48 jam setelah pajanan terhadap
antigen. 2,
2. Mekanisme Non Imunologis
Reaksi "Pseudo-allergic" menstimulasi reaksi alergi yang bersifat antibody-dependent. 3
Manifestasi Klinik
1. Morfologi dan Distribusi
Perlu diketahui bahwa erupsi alergi obat yang timbul akan mempunyai kemiripan dengan
gangguan kulit lain pada umumnya, gangguan itu diantaranya;
a. Urtikaria
Kelainan kulit terdiri atas urtika yang tampak eritem disertai edema akibat tertimbunnya serum
dan disertai rasa gatal. Bila dermis bagian dalam dan jaringan subkutan mengalami edema,
maka timbul reaksi yang disebut angioedema.Reaksi ini dapat bertahan selama dua sampai
lima hari. Pelepasan mediator inflamasi dari suatu aktifasi yang bersifat non imunologis juga
dapat menimbulkan reaksi urtikaria. Urtikaria dan angioedema sangat berhubungan dengan Ig-
E sebagai suatu respon cepat terhadap berbagai antibiotik. 2,7
KASUS PASIEN
Pasien timbul kelainan kulit berupa urtika yang tampak seperti eritema dan edema yang
disertai rasa gatal.Reaksi pada kulit pasien bertahan dan bertambah banyak dalam jangka
waktu 3 sampai 4 hari.
Pasien mengkonsumsi obat yang salah satunya adalah obat antibiotik.Cefadroxcyl adalah
antibiotik semisintetik golongan sefalosforin untuk pemakaian oral,yang bersifat bakteriasid
dengan jalan menghambatt sintesa dinding sel bakteri.
b. Eritema
Kemerahan pada kulit akibat melebarnya pembuluh darah. Warna merah akan hilang pada
penekanan. Ukuran eritema dapat bermacam-macam. Jika besarnya lentikuler maka disebut
eritema morbiliformis, dan bila besarnya numular disebut eritema skarlatiniformis. 2
KASUS PASIEN
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pada kasus ini pasien mengalami eritema dengan
ukuran lentikuler dan numular.
c. Dermatitis medikamentosa
Gambaran klinisnya memberikan gambaran serupa dermatitis akut, yaitu efloresensi yang
polimorf, membasah, berbatas tegas. Kelainan kulit menyeluruh dan simetris. 2
KASUS PASIEN
Pasien mebgalami kelainan kulit berbatas tegas,menyeluruh,dan simetris.
d. Purpura
Purpura ialah perdarahan di dalam kulit berupa kemerahan pada kulit yang tidak hilang bila
ditekan. Purpura dapat timbul bersama-sama dengan eritem dan biasanya disebabkan oleh
permeabilitas kapiler yang meningkat. 2
KASUS PASIEN
Pada pemeriksaan fisik pasien terdapat kelainan kulit berupa kemerahan pada kulit yang tidak
hilang bila dilakukan penekanan.
e. Erupsi eksantematosa
Lebih dari 90% erupsi obat yang ditemukan berbentuk erupsi eksantematosa. Erupsi yang
muncul dapat berbentuk morbiliformis atau makulopapuler. Pada mulanya akan terjadi
perubahan yang bersifat eksantematosa pada kulit tanpa didahului blister ataupun pustulasi.
Erupsi bermula pada daerah leher dan menyebar ke bagian perifer tubuh secara simetris dan
hampir selalu disertai pruritus. 2,7
KASUS PASIEN
Pada pasien terdapat erupsi yang berbentuk makulopapuler,yang menyebar diseluruh tubuh
yang selalu disertai pruritus.
Obat yang dapat menimbulkan erupsi.
Gambar 3. Sejumlah papul berwarna pink pada daerah dada disebabkan oleh
penggunaan obat golongan sefalosporin.
KASUS PASIEN
Pasien mendapatkan obat cefadroxcyl yang merupakan golongnan obat
cephalosporins.
f. Eritema nodosum
Kelainan kulit berupa eritema dan nodus-nodus yang nyeri disertai gejala umum berupa demam,
dan malaise.
g. Eritroderma
h. Erupsi pustuler
i. Erupsi Akneiformis.7 ,11,12
2. Perjalanan Penyakit
Penggolongan alergi obat dapat didasarkan pada selang waktu timbulnya gejala-gejala alergik
sesudah pemberian obat sebagai berikut:
Tabel 3. Pengelompokan erupsi yang timbul berdasarkan waktu
a. Reaksi alergik yang segera (immediate), terjadi dalam beberapa menit dan ditandai dengan
urtikaria, hipotensi dan shok. Bila reaksi itu membahayakan jiwa maka disebut syok
anafilaksis.
KASUS PASIEN
Terdapat reaksi segera(immediate) setelah meminum obat pasien timbul gejala urtikaria.
b. Reaksi yang cepat (accelerated) timbul dari 1 sampai 72 jam sesudah pernberian obat dan
kebanyakan bermanifestasi sebagai urtikaria. Kadang-kadang berupa rash morbilliform atau
edema laring.
c. Reaksi yang lambat (late) timbul lebih dari 3 hari. Diperkirakan reaksi jenis cepat dan lambat
ini ditimbulkan oleh antibodi IgG, tetapi beberapa reaksi hemolitik dan exanthem dihubungkan
dengan antibodi IgM.4,6
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilaksanakan untuk memastikan penyebab erupsi obat alergi
adalah: 9
1. Pemeriksaan in vivo
o Uji tempel (patch test)
o Uji tusuk (prick/scratch test)
o Uji provokasi (exposure test)
2. Pemeriksaan in vitro
a. Yang diperantarai antibodi:
o Hemaglutinasi pasif
o Radio immunoassay
o Degranulasi basofil
o Tes fiksasi komplemen
b. Yang diperantarai sel:
o Tes transformasi limfosit
o Leucocyte migration inhibition test
KASUS PASIEN
Pada pasien belum dilakukan pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan laboratorium.
VI. DIAGNOSIS
Dasar diagnosis erupsi obat alergi adalah: 2
1. Anamnesis yang teliti mengenai:
a. Obat-obatan yang dipakai
KASUS PASIEN
Obat yang memberikan reaksi alergi pada pasien adalah cefadroxciyl
b. Kelainan kulit yang timbul akut atau dapat juga beberapa hari sesudah masuknya obat.
KASUS PASIEN
Kelainan kulit yang timbul seperti bintik-bintik merah sebesar uang logam yang berbatas
tegas segera setalah meminum obat tersebut.
c. Rasa gatal yang dapat pula disertai demam yang biasanya subfebris.
KASUS PASIEN
Timbul rasa gatal pada seluruh badan dan terdapat demam naik turun pada hari ke 2.
2. Kelainan kulit yang ditemukan:
a. Distribusi : menyeluruh dan simetris
KASUS PASIEN
Distribusi : menyeluruh dan simetris.
b. Bentuk kelainan yang timbul
KASUS PASIEN
Bentuk kelainan yang timbul
Tabel 4. Rangkuman penilaian yang harus dilakukan
Karakteristik klinis Tipe lesi primer
Distribusi dan jumlah lesi
Keterlibatan membran mukosa
Tanda dan gejala yang timbul: demam, pruritus, perbesaran limfonodus
Faktor kronologis Catat semua obat yang dipakai pasien dan waktu pertama pemakaiannya
Waktu ketika timbulnya erupsi
Interval waktu saat pemberian obat dengan munculnya erupsi kulit
Respon terhadap penghentian agen yang dicurigai menjadi penyebab
Respon saat dilakukan pemaparan kembali
Literatur Data yang dikumpulkan oleh perusahaan obat
Daftar pemakaian obat dengan peringatan
Bibliografi obat
Sumber: Revus J, Allanore AV. Drugs Reaction. In: Bolognia Dermatology. Volume One. 2nd
edition. Elserve limited, Philadelphia. United States of America. 2003. p: 333-352
VII. PENATALAKSANAAN
Seperti pada penyakit immunologis lainnya, pengobatan alergi obat adalah dengan
menetralkan atau mengeluarkan obat tersebut dari dalam tubuh., epinephrine adalah drug of
choice pada reaksi anafilaksis. Untuk alergi obat jenis lainnya, dapat digunakan pengobatan
simptomatik dengan antihistamin dan kortikosteroid. Penghentian obat yang dicurigai menjadi
penyebab harus dihentikan secepat mungkin. Tetapi, pada beberapa kasus adakalanya pemeriksa
dihadapkan dua pilihan antara risiko erupsi obat dengan manfaat dari obat tersebut. 1,6
1. Penatalaksanaan Umum
• Melindungi kulit. Pemberian obat yang diduga menjadi penyebab erupsi kulit harus dihentikan
segera.1,4
• Menjaga kondisi pasien dengan selalu melakukan pengawasan untuk mendeteksi kemungkinan
timbulnya erupsi yang lebih parah atau relaps setelah berada pada fase pemulihan. 1,4
2. Penatalaksanaan Khusus
1. Sistemik
a. Kortikosteroid. Pemberian kortikosteroid sangat penting pada alergi obat
sistemik. Obat kortikosteroid yang sering digunakan adalah prednison. Pada
kelainan urtikaria, eritema, dermatitis medikamentosa, purpura, eritema
nodosum, eksantema fikstum, dan PEGA karena erupsi obat alergi. Dosis
standar untuk orang dewasa adalah 3 x 10 mg sampai 4 x 10 mg sehari. 2,7
2. Topikal
• Pengobatan topikal tergantung pada keadaan kelainan kulit, apakah kering atau basah.
Jika dalam keadaan kering dapat diberikan bedak salisilat 2% ditambah dengan obat
antipruritus seperti mentol ½-1% untuk mengurangi rasa gatal. Jika dalam keadaan
basah perlu digunakan kompres, misalnya larutan asam salisilat 1%.2,9
VIII. PROGNOSIS
Pada dasarnya erupsi kulit karena obat akan menyembuh bila obat penyebabnya dapat diketahui
dan segera disingkirkan. 2,4,9
KASUS PASIEN
Quo ad vitam :ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
KESIMPULAN
• Erupsi obat alergi atau allergic drug eruption ialah reaksi alergi pada kulit atau daerah
mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat dengan cara sistemik.
• Belum didapatkan angka kejadian yang tepat dari erupsi alergi obat.
• Faktor-faktor yang memperbesar risiko timbulnya erupsi obat adalah jenis kelamin, orang
dengan sistem imunitas, usia, dosis obat, infeksi dan keganasan.
• Ada dua macam mekanisme yang dikenal disini. Pertama adalah mekanisme imunologis dan
kedua adalah mekanisme non imunologis.
• Mekanisme imunologis sesuai dengan konsep imunologis yang dikemukakan oleh Commbs
dan Gell yaitu; Tipe I (Reaksi anafilaksis), Tipe II (Reaksi Autotoksis), Tipe III (Reaksi
Kompleks Imun), Tipe IV (Reaksi Alergi Seluler Tipe Lambat).
• Mekanisme Non Imunologis dapat disebabkan pelepasan mediator sel mast secara langsung,
aktivasi langsung dari sistem komplemen, atau pengaruh langsung pada metabolisme enzim
asam arachidonat sel. Penggunaan obat-obatan tertentu yang secara progresif ditimbun di
bawah kulit, dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan hiperpigmentasi
generalisata diffuse.
• Morfologi erupsi obat mempunyai kemiripan dengan gangguan kulit lain pada umumnya,
gangguan itu diantaranya; urtikaria, eritema, dermatitis medikamentosa, purpura, erupsi
eksantematosa, eritroderma, erupsi pustuler, dan erupsi bulosa.
• Pemeriksaan penunjang erupsi obat ini dapat dilakukan dengan teknik in vivo. Belum
ditemukan uji fisik maupun laboratorium maupun teknik in-vitro yang cukup reliabel untuk
digunakan secara rutin.
• Penatalaksanaan penyakit ini terdiri dari penatalaksanaan umum dan penatalaksanaan khusus.
Penatalaksanaan umum dilakukan pemberian terapi yang bersifat suportif sedangkan
penatalaksanaan khusus diberikan terapi sesuai gejala yang timbul terutama pemberian obat
golongan kortikosteroid dan antihistamin.
• Prognosis erupsi alergi obat sangat tergantung pada luas kulit yang terkena.
DAFTAR PUSTAKA
1. Revus J, Allanore AV. Drugs Reaction. In: Bolognia Dermatology. Volume One. 2nd
edition. Elserve limited, Philadelphia. United States of America. 2003. p: 333-352
2. Hamzah M. Erupsi Obat Alergik. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 3rd edition.
Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2002. p:139-142
3. Andrew J.M, Sun. Cutaneous Drugs Eruption.In: Hong Kong Practitioner. Volume 15.
Department of Dermatology University of Wales College of Medicine. Cardiff CF4
4XN. U.K.. 1993. Access on: June 3, 2007. Available at:
http://sunzi1.lib.hku.hk/hkjo/view/23/2301319.pdf
4. Lee A, Thomson J. Drug-induced skin. In: Adverse Drug Reactions, 2nd ed.
Pharmaceutical Press. 2006. Access on: June 3, 2007. Available at:
http://drugsafety.adisonline.com/pt/re/drs/pdf
5. Riedl MA, Casillas AM, Adverse Drug Reactions; Types and Treatment Options. In:
American Family Physician. Volume 68, Number 9. 2003. Access on: June 3, 2007.
Available at: www.aafp.org/afp
6. Purwanto SL. Alergi Obat. In: Cermin Dunia Kedokteran. Volume 6. 1976. Accessed
on: June 3, 2007. Available from: www-portalkalbe-files-cdk-files-
07AlergiObat006_pdf-07AlergiObat006.mht
7. Shear NH, Knowles SR, Sullivan JR, Shapiro L. Cutaneus Reactions to Drugs. In:
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 6th ed. USA: The Mc Graw Hill
Companies, Inc. 2003. p: 1330-1337
8. Docrat ME. Fixed Drug Eruption.In: Current Allergy & Clinical Immunology. No.1.
Volume 18. Wale Street Chambers. Cape Town. 2005. Access on : June 3, 2007.
Available at: www.allergysa.org/journals/2005/march/skin_focus.pdf
9. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Erupsi Alergi Obat. In: Kapita
Selekta Kedokteran. Volume 2. 3rd edition. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Media Aesculapius. Jakarta. 2002. p:133-139
10. Adithan C. Stevens-Johnson Syndrome. In: Drug Alert. Volume 2. Issue 1.
Departement of Pharmacology. JIPMER. India. 2006. Access on: June 3, 2007.
Available at: www.jipmer.edu