lapkas bismilah.doc

31
Case Report Grup 2 2014 1. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. N Umur : 33 tahun Alamat : Ds. Sukamaju Majalengka Pendidikan : SD Pekerjaan : IRT Medrek : xxxx MRS : 19 Januari 2014 Jam 00.55 Wib 2. ANAMNESA (Auto+Alloanamnesa), 19/01/2014 Pukul 02.00 a. Keluhan utama : Keluar darah dari jalan lahir b. Riwayat Penyakit Sekarang : G 4 P 2 A 1 merasa hamil 9 bulan, mengeluh keluar darah dari jalan lahir sejak 1 hari SMRS, darah dirasakan keluar banyak sampai membasahi 4 kain, darah berwarna merah hati tidak disertai gumpalan. Keluhan disertai nyeri perut, mules (+), perut terasa tegang (+), pada saat di IGD ibu masih merasakan gerakan janin. Keluhan ini baru pertama kali dialami pasien, sehari sebelum perdarahan pasien terjatuh dikamar mandi dan saat ditemukan oleh keluarga dalam keadaan terlentang. Keluarga mengatakan pasien mengalami kejang 1 kali dirumah, lamanya kejang ±5 detik dengan bentuk kejang seluruh badan kelojotan, mata melotot, mulut tidak berbusa serta dalam keadaan sadar. Setelah SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 1

Upload: lita-nurhidya-puspita

Post on 20-Oct-2015

9 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Case Report Grup 2 2014

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. N

Umur : 33 tahun

Alamat : Ds. Sukamaju Majalengka

Pendidikan : SD

Pekerjaan : IRT

Medrek : xxxx

MRS : 19 Januari 2014 Jam 00.55 Wib

2. ANAMNESA (Auto+Alloanamnesa), 19/01/2014 Pukul 02.00

a. Keluhan utama : Keluar darah dari jalan lahir

b. Riwayat Penyakit Sekarang :

G4P2A1 merasa hamil 9 bulan, mengeluh keluar darah dari jalan

lahir sejak 1 hari SMRS, darah dirasakan keluar banyak sampai

membasahi 4 kain, darah berwarna merah hati tidak disertai gumpalan.

Keluhan disertai nyeri perut, mules (+), perut terasa tegang (+), pada saat

di IGD ibu masih merasakan gerakan janin. Keluhan ini baru pertama kali

dialami pasien, sehari sebelum perdarahan pasien terjatuh dikamar mandi

dan saat ditemukan oleh keluarga dalam keadaan terlentang.

Keluarga mengatakan pasien mengalami kejang 1 kali dirumah,

lamanya kejang ±5 detik dengan bentuk kejang seluruh badan kelojotan,

mata melotot, mulut tidak berbusa serta dalam keadaan sadar. Setelah

kejang pasien menjadi tidak koperatif dan sulit berkomunikasi. Pasien

hanya menjawab dengan sebatas kata atau hanya menggunakan kode

kepala.

Sejak usia kehamilan 6 bulan, pasien melakukan pemeriksaan

kehamilan ke bidan, dan tekanan darah pasien sedikit tinggi (130/ ...) dan

pernah dilakukan pemeriksaan protein urin +1, tetapi tidak melakukan

pengobatan. Menurut keluarganya pasien tidak memiliki riwayat darah

tinggi sebelum kehamilan ataupun pada kehamilan sebelumnya. Ibu tidak

pernah mengalami gejala pusing, nyeri ulu hati dan penglihatan kabur.

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 1

Case Report Grup 2 2014

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat kejang sejak 8 tahun yang lalu tetapi tidak

pernah melakukan pengobatan. Kejang bisa kambuh 2-3 kali dalam 1

bulan. kejang yang terjadi terjadi secara mendadak tanpa adanya

penyebab yang jelas1 bulan yang lalu pasien baru berobat ke poli saraf

RSUD Majalengka. Keluarga lupa obat kejang yang diberikan dari poli

saraf.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang serupa dengan pasien.

e. Riwayat Alergi

Tidak ada riwayat alergi terhadap makanan maupun obat-obatan

f. Riwayat Pengobatan

- Pasien tidak rutin meminum obat anti kejang

- Pasien baru pertama berobat dengan keluhan sekarang

g. Riwayat Habituasi

Pasien sehari-hari adalah seorang Ibu Rumah Tangga dan menghabiskan

waktunya dirumah.

h. Riwayat Obstetri & Ginekologi

- Menarche : Lupa

- Menstruasi

Siklus + 30 hari, tidak teratur. Banyaknya, sedang (+2x ganti

pembalut/hari). Lamanya 7 hari. Sifat darah, encer kadang

menggumpal, merah.

- Kontrasepsi : -

- Riwayat kehamilan sekarang:

HPHT : Lupa TP: Tidak diketahui

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 2

Case Report Grup 2 2014

ANC : Ibu memeriksakan kehamilan sejak usia kehamilan 6 bulan,

Ibu menolak mendapatkan suntikan TT di bidan. Ibu

mendapatkan multivitamin.

Riwayat Kehamilan

No

Tempat TahunHasil

KehamilanPenolong

Kelainan/

Penyakit Ibu

Anak

JK BB H/M

1Rumah 1997 Aterm Paraji Tidak

adaP 2.8 H

2Rumah 1999 Aterm Paraji Tidak

adaP 2,7 H

3 Rumah 2010 Abortus Paraji Epilepsi - - -4 Sekarang 2014

3. PEMERIKSAAN FISIK

a. Vital Sign

- Keadaan Umum : Apatis

- Vital sign

Tekanan Darah : 140/100 mmHg

Nadi : 122 x/mnt

Pernapasan : 22 x/mnt

Suhu : 36,70C

b. Status Generalis

- Mata : CA +/+, Si -/-

- Jantung : BJ murni reguler

- Paru : Sonor, VBS ki = ka

- Abdomen : keras seperti papan, nyeri tekan -, Terlampir di status

obstetri

- Ekstrimitas: Edema +/+, Varices -/-, CRT <3dtk, akral hangat

c. Pemeriksaan Obstetri:

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 3

Case Report Grup 2 2014

- Pemeriksaan Luar

Abdomen

Fundus Uteri : 29 cm

Leopold : i. sulit dinilai (perut tegang)

ii. sulit dinilai (perut tegang)

iii. sulit dinilai (perut tegang)

iv. sulit dinilai(perut tegang)

Bunyi jantung anak : (-) di VK pukul 01.30

His : (+)

Taksiran Berat Janin : 2635 gr (Jonson Tusack)

- Pemeriksaan Dalam dilakukan di VK

Inspekulo : Tidak dilakukan

v/v : t.a.k, tidak telihat perdarahan aktif

Portio : Tebal lunak

: 2-3 cm

Ketuban : (+)

Penurunan : Station -5 (Hodge 1)

Persentasi : Teraba bagian kecil

Promontorium : Tidak teraba

Spina Ischiadica : Tidak menonjol

Arcus Pubis : >90

Handscoon : Darah (+), Lendir (-), sitosol (+)

Kesan : Panggul normal

4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM (19-01-2014)

Hb : 8,7 gr% CT : -

Lekosit : 13.500mm3 BT : -

Ht : 25,7 % K : -

Trombosit : 326.000/mm3 N : -

Gol darah : A Cl : -

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 4

Case Report Grup 2 2014

Ur/Kreat : - mg/dL Proteinuria : +1

- Rencana Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap

USG

EKG

EEG

5. DIAGNOSA

- G4P2A1 Parturien aterm kala I fase laten dengan HAP susp Solusio Plasenta+

susp.Letak Lintang+PEB+ anemia+Epilepsi + IUFD

6. TINDAKAN/PENGOBATAN

- Lapor Konsulen (dr. Rika Kartika, Sp.OG) pukul 02.10

- Advis : - Siapkan darah WB 2 Labu

- IVFD RL

- Amniotomi observasi 6jam bila belum lahir SC

FOLLOW UP RUANGAN di VK

Tanggal/

JamCATATAN INSTRUKSI

19/01/14

03.15

S pasien kejang >5x, ± 5 detik, kejang

seluruh badan kelojotan, mata

melotot, mulut tidak berbusa serta

dalam keadaan sadar (bentuk general

parsial)

O KU : apatis

T : 140/100 mmHg R : 22 x/mnt

N: 121 x/mnt S : Afebris

Mata : CA +/+

Abdomen : Tegang

Co.dr Rika Sp.OG

- O2 2-3 liter

- MgSO4

Loading+Maintenance

Co. Dr. Awaludin Sp.S

- Fenitoin 3 amp dalam 100cc/

20 menit Setelah loading MgSO4

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 5

Case Report Grup 2 2014

Tanggal/

JamCATATAN INSTRUKSI

Ekstremitas edem +/+

Status Obstetri

- Leopold sulit dinilai

- BJA (-)

- PD : Ø 3-4 cm teraba bagian

kecil , ketuban (+), tidak tampak

perdarahan aktif

19/01/14

04.15

S tangan kanan bayi menumbung, ibu

tidak koperatif (gelisah+mengamuk)

O KU : CM (gelisah)

T : 160/100 mmHg R : 22 x/mnt

N: 117 x/mnt S : Afebris

Terpasang darah labu ke 1

Mata : CA +/+

Abdomen : Tegang

Ekstremitas edem +/+

Status Obstetri

- Leopold sulit dinilai

- BJA (-)

- PD : Ø lengkap, ketuban (-),

tampak tangan kanan bayi

menumbung

dr.Rika Sp.OG datang ke VK pukul

04.30

- Direncankan embriotomi

ketebatasan peralatan embriotomi

dan ibu tidak koperatif SC

- Konsul Anastesi

19/01/14

05.00

Pasien dibawa ke OK

O KU : apatis

T : 160/100 mmHg R : 22 x/mnt

N: 119 x/mnt S : Afebris

Mata : CA +/+

Abdomen : Tegang

Ekstremitas edem +/+

Status Obstetri

Jawaban Konsul Anestesi dr.

Taufik Sp.An

- acc sc

- dengan Narkose umum

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 6

Case Report Grup 2 2014

Tanggal/

JamCATATAN INSTRUKSI

- Leopold sulit dinilai

- BJA (-)

- v/v tampak tangan kanan bayi

menumbung

DIAGNOSA

D/ Prabedah : G4P2A1 Parturient 35-36 minggu kala II +Letak Lintang+

Epilepsi+Impending Ruptur Uteri+Anemia+ PEB + HAP ec

solusio plasenta+ IUFD

D/ Pasca bedah : P3A1 partus prematurus dengan SC ec Letak Lintang+

Epilepsi+Impending Ruptur Uteri+Anemia+ PEB + HAP ec

solusio plasenta+ IUFD

LAPORAN OPERASI

SC dimulai pukul 06.00 (19-01-14)

- Setelah dilakukan tindakan a dan antiseptik di daerah abdomen dan sekitarnya.

- Dilakukan insisi mediana inferior + 10 cm.

- Setelah peritoneum dibuka tampak dinding depan uterus

- Plika vesikouterina diidentifikasi, disayat konkaf di perlebar ke kanan dan kiri

ke arah ligamentum rotundum.

- Kandung kencing disisihkan ke bawah.

- Tampak SBR terlihat rapuh (tipis) disayat melintang, bagian tengahnya

ditembus oleh jari penolong lalu diperlebar ke kanan dan ke kiri secara

tumpul.

- Jam 06.15 Lahir bayi mati o Tampak biru BB : 1810 gr, PB: 38 cm, A/S 0

- Disuntikkan oksitosin 10 IU intramuskular uteri. Kontraksi uterus lemah

- Jam 06.17 Lahir plasenta 400gr ukuran 18x18x2 cm

- Luka operasi di jahit secara jelujur interlocking, lapisan kedua secara jelujur

kontinyu.

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 7

Case Report Grup 2 2014

- Perdarahan dirawat, setelah yakin tidak ada perdarahan dilakukan

reperitonealisasi dengan peritoneum kandung kencing.

- Rongga abdomen dibersihkan dari darah dan bekuan darah.

- Luka operasi dijahit lapis demi lapis.

- Fascia dijahit dengan Nylon No. 1.0

- Kulit dijahit secara subkutikuler.

- Perdarahan selama operasi + 500 cc

- Diuresis selama operasi + 100 cc

FOLLOW UP RUANGAN

Tanggal/

JamCATATAN INSTRUKSI

19/01/14

06.45

Post Operasi di Ruang Resusitasi

S Kejang (-)

O KU : Somnolen

T : 135/90 mmHg R : 22 x/mnt

N: 102 x/mnt S : Afebris

Mata : CA +/+

Status Obstetri

- TFU stinggi pusat, kontraksi baik

Luka operasi tertutup verban

Perdarahan (-), perdarahan jalan

lahir (-)

Dr. Rika Sp.OG

- Observasi vital sign

- Observasi kontraksi uterus

dan perdarahan

- Infus RL+Oksitoksin 20 IU

(20Tpm)

- Cefotaksim 2x1 gr iv

- Ketorolak 2x1 amp iv

- Cek HB post op

19/01/14

11.00

Post Operasi di ICU

S Kejang (-)

O KU : CM (tapi ibu tidak koperatif)

T : 140/100 mmHg R : 22 x/mnt

N: 100 x/mnt S : Afebris

Mata : CA -/-

Status Obstetri

- TFU 1 jari dibawah pusat,

kontraksi baik Luka operasi

- Lanjutkan

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 8

Case Report Grup 2 2014

Tanggal/

JamCATATAN INSTRUKSI

tertutup verban Perdarahan (-),

perdarahan jalan lahir (-)

Selesai darah Labu ke 2, HB 10,33

20/01/14

14.00

Post Operasi di ICU POD 1

S Kejang (-), nyeri luka post op

O KU : CM

T : 137/70 mmHg R : 25 x/mnt

N: 96 x/mnt S : Afebris

Mata : CA -/-

Status Obstetri

- TFU 2jari dibawah pusat,

kontraksi baik, Luka operasi tertutup

verban Perdarahan (-), perdarahan

jalan lahir (-)

- Terapi lanjutkan

- Advice dr. Awaluddin Sp.S

Phenitoin 3x 2gr oral

Bila kejang diazepam 1amp iv

21/01/14

11.00

Pindah ke Nifas (10.45) Post OP POD II

S Kejang (-), nyeri luka post op,

mengeluh perut kembung,

O KU : CM

T : 120/80 mmHg R : 20 x/mnt

N: 98 x/mnt S : Afebris

Mata : CA -/-

Status Obstetri

- TFU 2jari dibawah pusat,

kontraksi baik, Luka operasi

tertutup verban Perdarahan (-),

perdarahan jalan lahir (-)

- Terapi lanjutkan

- Alinamin 2x1 ampul

22/01/14

10.00

POD III

S Kejang (-), nyeri luka post op

O KU : CM

T : 97/70 mmHg R : 21 x/mnt

- Acc pulang

- Cefadroxi 2x1 tab

- Asmef 3x1 tab

- Phenitoin 3x1 cap

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 9

Case Report Grup 2 2014

Tanggal/

JamCATATAN INSTRUKSI

N: 98 x/mnt S : Afebris

Mata : CA -/-

Status Obstetri

- TFU 2 jari dibawah pusat,

kontraksi baik, Luka operasi tertutup

verban Perdarahan (-), perdarahan

jalan lahir (-)

- Perawatan luka di fasilitas

kesehatan terdekat

7. PROGNOSIS

- Quo ad Vitam :

- Quo ad Functionam :

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 10

Case Report Grup 2 2014

PENDAHULUAN

Berdasarkan penelitian WHO di seluruh dunia terdapat kematian ibu

sebesar 500.000 jiwa per tahun dan kematian bayi khususnya neonatus sebesar

10.000.000 jiwa per tahun. Kematian maternal dan bayi tersebut terjadi terutama

di negara berkembang sebesar 99%..(Cunningham,2001)

Penyebab kematian ibu dan janin diatas diantaranya karena komplikasi

obstetrik, seperti Perdarahan antepartum atau perdarahan antenatal adalah

perdarahan yang terjadi pada trimester ketiga seperti solusio plasenta. Solusio

plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh plasenta yang normal

implantasinya di atas 22 minggu atau sebelum lahirnya anak. (Sastrawinata,

2005). Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Ducloy di Swedia melaporkan

dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5% terjadi solusio plasenta.

(Cunningham,2001) Beberapa penelit ian juga menyebutkan insidensi solusio

plasenta berkisar 1 diantara 75 sampai 830 persalinan dan menyababkan 20-35%

kematian perinatal. penelitian yang dilakukan Suryani di RSUD. DR. M. Djamil

Padang dalam periode 2002-2004 dilaporkan terjadi 19 kasus solusio plasenta

dalam 4867 persalinan (0,39%) atau 1 dalam 256 persalinan.( Wiknjosastro,2005)

Kehamilan pada wanita penyandang epilepsi sampai saat ini masih

dianggap sebagai kehamilan resiko tinggi, dikarenakan adanya pengaruh yang

kurang baik dari epilepsi terhadap kehamilan dan sebaliknya serta pengaruh obat

anti epilepsi terhadap janin.7 Sekitar 25%-33,3% serangan epilepsi akan

meningkat selama hamil, dengan beberapa kemungkinan komplikasi-komplikasi

pada saat kehamilan, persalinan dan pada janin.8Bayi dari ibu yang menderita

epilepsi memiliki risiko yang lebih tinggi untuk sejumlah outcome kehamilan

yang merugikan. Di antaranya adalah kematian janin, malformasi kongenital,

perdarahan neonatus, berat badan lahir rendah, keterlambatan perkembangan,

kesulitan makan, dan epilepsi masa kanak-kanak11

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 11

Case Report Grup 2 2014

PEMBAHASAN

A. Definisi Epilepsi

Epilepsi merupakan kumpulan gejala dan tanda klinis, ditandai oleh

bangkitan (seizure) berulang akibat gangguan fungsi otak secara intermitten.

Terjadi akibat pelepasan muatan listrik abnormal dan berlebihan dineuron–

neuron secara paroksismal. Diagnosis epilepsi berdasarkan atas gejala dan

tanda klinis yang karakteristik.4

Epilepsi didiagnosa berdasarkan beberapa kondisi di bwah ini:4

1. Minimal terdapat 2 kali kejang dalam kurun waktu 24 jam.

2. Satu kejang yang tidak diprovokasi

3. Terdapat dua episode kejang yang diprovokasi dengan reflek epilepsi

pada kasus ini Pasien memiliki riwayat kejang sejak 8 tahun yang

lalu.kejang dapat terjadi 2-3x/ 1 bulan. Kejang yang dialami pasien terjadi

tiba-tiba tanpa ada penyebabnya

B. Etiologi

Epilepsi sebagai gejala klinis bisa bersumber pada banyak penyakit di

otak. Sekitar 70% kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnyadikelompokkan

sebagai epilepsi idiopatik dan 30% yang diketahui sebabnya dikelompokkan

sebagai epilepsi simptomatik, misalnya trauma kepala, infeksi, kongenital, lesi

desak ruang, gangguan peredaran darah otak,toksik dan metabolik.

Beberapa jenis hormon dapat mempengaruhi serangan epilepsi seperti

hormon estrogen, hormon tiroid (hipotiroid dan hipertiroid) meningkatkan

kepekaan terjadinya serangan epilepsi, sebaliknya hormon progesteron, ACTH,

kortikosteroid dan testosteron dapat menurunkan kepekaan terjadinya serangan

epilepsi.

C. Klasifikasi

International League Against Epilepsy (ILAE) menetapkan klasifikasi

epilepsi berdasarkan jenis bangkitan (tipe seranganepilepsi):

1. Serangan parsial

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 12

Case Report Grup 2 2014

a. Serangan parsial sederhana (kesadaran baik)

>Dengan gejala motorik

>Dengan gejala sensorik

> Dengan gejala otonom

>Dengan gejala psikis

b. Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu)

>Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan

kesadaran

>Gangguan kesadaran saat awal serangan

c. Serangan umum sederhana

>Parsial sederhana menjadi tonik-klonik

>Parsial kompleks menjadi tonik-klonik

>Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik-

klonik

2. Serangan umum

a. Absans (Lena)

b. Mioklonik

c. Klonik

d. Tonik

e. Atonik (Astatik)

f. Tonik-klonik

3. Serangan yang tidak terklasifikasi (sehubungan dengan data yang

kurang lengkap).

Pada kasus ini bentuk kejang yang terjadi berupa kejang umum tonik –

klonik / grand mal.

D. Patofisiologi

Otak terdiri dari sekian biliun sel neuron yang satu dengan lainnya

saling berhubungan. Hubungan antar neuron tersebut terjalin melalui perantara

neurotransmiter. Normalnya , lalu-lintas impuls antar neuron berlangsung

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 13

Case Report Grup 2 2014

dengan baik dan lancar. Apabila mekanisme yang mengatur lalu-lintas antar

neuron menjadi kacau dikarenakan breaking systempada otak terganggu maka

neuron-neuron akan bereaksi secara abnormal. Neurotransmiter yang berperan

dalam mekanisme pengaturan ini seperti Glutamat, yang merupakan brain’s

excitatory neurotransmitter dan GABA (Gamma Aminobutyric Acid), yang

bersifat sebagai brain’s inhibitory neurotransmitter.

Kejang ditimbulkan karena tiga mekanisme yang saling terkait yaitu :

Perlu adanya “pacemaker cells” yaitu kemampuan intrinsic dari sel

untuk menimbulkan bangkitan.

Hilangnya “postsynaptic inhibitory controle” sel neuron.

Perlunya sinkronisasi dari “epileptic discharge” yang timbul.

Serangan epilepsi dimulai dengan meluasnya depolarisasi impuls

dari fokus epileptogenesis, mula-mula ke neuron sekitarnya lalu ke hemisfer

sebelahnya, subkortek, thalamus, batang otak dan seterusnya. Kemudian untuk

bersama-sama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang.

Setelah meluasnya eksitasi selesai dimulailah proses inhibisi di korteks serebri,

thalamus dan ganglia basalis yang secara intermiten menghambat

dischargeepileptiknya.Pada keadaan tertentu (hipoglikemia otak, hipoksia

otak, asidosis metabolik) depolarisasi impuls dapat berlanjut terus sehingga

menimbulkan aktivitas serangan yang berkepanjangan disebut status

epileptikus

E. Pengaruh epilepsi pada kehamilan

Banyak wanita hamil dengan penyakit saraf kronik yang telah

didiagnosis sebelum kehamilan. Sehingga hartus dibedakan penyakit saraf

karena komplikasi dari kehamilan dan penyakit saraf yang telah didiagnosis

sebelum kehamilan.1

Data di Amerika Serikat menunjukan angka kejadian kehamilan

dengan epilepsi sekitar 0,5% - 2% dari seluruh kehamilan.2 Studi Resnikk

mempelajari 2385 kehamilan dengan kejang dan menunjukan 35% pasien

mengalami peningkatan kejang, 15% mengalami penurunan, dan 50 % tetap.

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 14

Case Report Grup 2 2014

Peningkatan frekuensi kejang dihubungkan dengan terapi antikejang, ambang

kejang rendah atau kedua faktor tersebut.1

Beberapa peneliti mengatakan bahwa bangkitan epilepsi lebih

sering terjadi pada kehamilan, terutama pada trimester I dan hanya sedikit

meningkat trimester III. Meningkatnya frekwensi serangan kejang pada wanita

penyandang epilepsi selama kehamilan ini disebabkan oleh beberapapenyebab

yang dideteksi memicu kenaikan frekuensi bangkitan adalah: 3

1. Faktor Hormonal

Kadar estrogen dan progesteron dalam plasma darah akan

meningkat secara bertahap selama kehamilan dan mencapai puncaknya pada

trimester ketiga. Sedangkan kadar hormon khorionik gonadotropin

mencapai puncak pada kehamilan trimester pertama yang kemudian

menurun terus sampai akhir kehamilan. Seperti diketahui bahwa serangan

kejang pada epilepsi berkaitan erat dengan rasio estrogen-progesteron,

sehingga wanita penyandang epilepsi dengan rasio estrogen-progesteron

yang meningkat akan lebih sering mengalami kejang dibandingkan dengan

yang rasionya menurun. Kerja hormon estrogen adalahmenghambat

transmisi GABA (dengan merusak enzim glutamat dekarboksilase).

Sedangkan kita ketahui bahwa GABA merupakan neurotransmiter

inhibitorik, sehingga nilai ambang kejang makin rendah dengan akibat

peningkatan kepekaan untuk terjadinya serangan epilepsi. Sebaliknya kerja

hormon progesteron adalah menekan pengaruh glutamat sehingga

menurunkan kepekaan untuk terjadinyaserangan epilepsi.

2. Faktor Metabolik

Adanya kenaikan berat badan pada wanita hamil yang disebabkan

retensi air dan garam serta perubahan metabolik seperti terjadinya

perubahan metabolisme di hepar yang dapat mengganggu metabolisme obat

anti epilepsi (terutama proses eliminasi), terjadinya alkalosis respiratorik

dan hipomagnesemia. Keadaan ini dapat menimbulkan kejang, meskipun

masih selalu diperdebatkan.

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 15

Case Report Grup 2 2014

3. Faktor devrivasi tidur

Wanita hamil sering mengalamikurang tidur yang disebabkan

beberapa keadaan seperti rasa mual muntah, nyeri pinggang, gerakan janin

dalam kandungan, nokturia akibat tekanan pada kandung kencing dan stress

psikis. Semuanya ini dapat meningkatkan serangan kejang. Mual muntah

yang sering pada kehamilan trimester pertama dapat mengganggu

pencernaan dan absorbsi obat anti epilepsi. Tonus lambung dan

pergerakannya menurun pada kehamilan sehingga menghambat

pengosongan lambung.

4. Faktor Psikologik dan emosional

kecemasan atau ketegangan yang cenderung meningkat serta

gangguan tidur. Stres dan ansietas sering berhubungan dengan peningkatan

jumlah terjadinya serangan kejang. Keadaan ini sering disertai dengan

gangguan tidur, hiperventilasi, gangguan nutrisi dan gangguan psikologik

sekunder.

5. Faktor Perubahan farmakokinetik pada obat anti epilepsi

Penurunan kadar obat anti epilepsi ini disebabkan oleh beberapa

keadaan antara lain berkurangnya absorbsi (jarang), meningkatnya volume

distribusi, penurunan protein bindingplasma, berkurangnya kadar albumin

dan meningkatnya kecepatan drug clearancepada trimester terakhir.

Penurunan serum albumin sesuai dengan bertambahnya usia gestasi

mempengaruhi kadar plasma obat anti epilepsi, sehingga obat anti epilepsi

yang terikat dengan protein berkurang dan menyebabkan peningkatan obat

anti epilepsi bebas. Namun obat anti epilepsi ini akan cepat dikeluarkan

sesuai dengan meningkatnya drug clearanceyang disebabkan oleh induksi

enzim mikrosom hati akibat peningkatan hormon steroid (estrogen dan

progesteron). Pada umumnya dalam beberapa hari-minggu setelah partus

kadar obat anti epilepsi akan kembali normal.

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 16

Case Report Grup 2 2014

6. Faktor Suplementasi asam folat

Penurunan asam folat (37%) dalam serum darah dapat ditemukan

pada penderita yang telah lama mendapat obat anti epilepsi, pada kehamilan

trimester ketiga menjelang partus dan pada masa puerperium bagi ibu hamil

yang sebelumnya tidak pernah mendapat suplemen asam folat. Wanita

hamil dengan epilepsi lebih mungkin menjadi anemia 11% (anemia

mikrositer), karena sebagian besar obat anti epilepsi yang dikonsumsi

berperan sebagai antagonis terhadap asam folat dan juga didapatkan

thrombositopenia.

Suplementasi asam folat dapat mengganggu metabolisme obat

anti epilepsi (phenytoin dan phenobarbital)sehingga mempengaruhi

kadarnya dalam plasma. Namun dapat dikatakan tidak sampai meningkatkan

jumlah serangan kejang.Rendahnya asam folat selama kehamilan

mempunyai risiko terjadinya insiden abortus spontan dan anomali

neonatal, gangguan perkembangan pada bayi yang dilahirkan. Anak dengan

kelainan neural tube defect terjadi terutama wanita yang mendapat obat anti

epilepsi asam valproat dan karbamazepin.

7. Faktor Ketaatan minum obat

Kurangnya ketaatan pasien selama kehamilan terhadap terapi

yang disebabkan karena malas, bosan atau adanya mual-muntah selama

kehamilan maupun kekawatiran terhadap efek samping obat.

pada kasus ini meningkatnya frekwensi serangan kejang (>5x dalam sehari)

pada trimester III ( 35 – 36 minggu ) disebabkan oleh perubahan hormonal

( kadar estrogen dan progesteron dalam plasma darah yang meningkat dan

mencapai puncak nya pada kehamilan akhir )

F. Pengaruh epilepsi dan obat anti epilepsi terhadap kehamilan dan janin

1. Pengaruh terhadap Kehamilan

Komplikasi serangan epilepsi pada kehamilan terjadi 1,5

sampai 4 kali, yaitu perdarahan pervaginam sekitar 7%-10% pada

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 17

Case Report Grup 2 2014

trimester I dan III, hiperemesis gravidarum sebagian besar akibat

dosis tinggi obat anti epilepsi, herpes maternal ditemukan 6 kali lebih

sering dan resiko timbulnya preeklampsia 50%-250%.

Komplikasi maternal & janin Epilepsi Bukan epilepsi

Total kehamilan 371 125,423

Hiperemesis gravidarum 1%-3% 0,8%

Perdarahan pervaginam 5,1% 2,2%

Preeclampsia 7,5% 4,7%

Lahir dengan – SC/EV&EF 3,2% /6,3% 1,1 %/2,4%

Usia gestasi < 37 minggu 8,9% 5,0%

Berat lahir < 2500 g 7,4% 3,7%

Hipoksia 1,9% 0,7%

Malformasi kongenital 4,5% 2,2%

Cleft lip or palate 1,1%

Angka Mortalitas Janin (per 1000

kelahiran)

Stillbirth 5,3 7,8

Perinatanal 31,8* 14,6

Kematian neonatal 29,3* 8,0

Kematian postnatal 5,3 3,4

Dikutip dari Yerby Ms dkk dan Cartlidge

* P value <0,01

pada kasus ini terjadi perdarahan pervaginam pada trimester III(usia

35-36 minggu), preeklamsi dan IUFD. Perdarahan pervaginam yang

terjadi disertai rasa nyeri dan rasa tegang pada perut. Solusiso

plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh plasenta yang normal

diatas 22 minggu atau sebelum lahirnya anak. Faktor predisposisi

terjadinya solusio plasenta pada kasus ini yaitu adanya faktor paritas

ibu (ibu hamil ke -4), faktor usia ibu (33 tahun), serta trauma langsung

berupa terjatuh di kamar mandi disebabkan oleh serangan epilepsi

sehingga terlepasnya plasenta yang menimbulkan hipoksia pada janin

lalu mengakibatkan kematian janin.

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 18

Case Report Grup 2 2014

Pada pemeriksaan leopold sulit dinilai dan perut terasa tegang

diakibatkan perdarahan yang berlangsung terus-menerus karena otot

uterus yang telah meregang tidak dapat berkontraksi untuk menghentikan

perdarahan tersebut. Dinding uterus teraba tegang dan nyeri tekan

sehingga bagian-bagian janin sulit diraba. Darah yang keluar pada kasus

ini juga berwarna merah hati merupakan Salah satu tanda yang

menimbulkan kecurigaan akan kemungkinan solusio plasenta ringan ialah

perdarahan per vagina yang berwarna kehitaman.

2. Pengaruh terhadap Janin

Kematian pada janin lebih sering disebabkan saat serangan ibu

hamil mengalami kecelakaan seperti terjatuh, luka bakar dan tenggelam.

Sedangkan trauma dapat menyebabkan pecahnya selaput ketuban,

perdarahan antepartum, persalinan prematur, infeksi.

Kejang umum tonik klonik sekalisaja atau tunggal akan

mempengaruhi denyut jantung janin menjadi lambat (transient fetal

bradycardiaselama 20 menit), sedangkan bila kejang berulang dan

berlangsung lama komplikasi terhadap jantung menjadi lebih berat serta

dapat mengganggu sirkulasi sistemik janin sehingga bisa timbul hipoksia.

Pengaruh lainnya yang dapat dijumpai akibat kejang pada wanita

hamil yaitu keguguran 3-4 kali dari kehamilan normal, kemampuan untuk

hidup janin menurun seperti Apgar skor yang rendah, lahir mati dan

kematian perinatal , gangguan perkembangan janin (berat badan lahir

rendah dan kelahiran prematur) menjadi 2 kali lipat serta terjadi perdarahan

intra kranial, dimana setelah dilakukan induksi persalinan ternyata bayi

yang meninggal sudah mengalami maserasi.

3. Pengaruh terhadap Neonatus

Defisiensi vitamin K disebabkan oleh obat anti epilepsi secara

kompetitif menghambat transpostasi vitamin K melalui plasenta dan

ditambah dengan kadar vitamin K yang rendah pada kehamilan. Keadaan

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 19

Case Report Grup 2 2014

ini dapat dicegah dengan memberikan vitamin K dosis tinggi pada minggu

terakhir kehamilan.

Bayi dari ibu yang menderita epilepsi memiliki risiko yang

lebih tinggiuntuk sejumlah outcome kehamilan yangmerugikan. Di

antaranya adalah kematian janin, malformasi kongenital, perdarahan

neonatus, berat badan lahir rendah, keterlambatan perkembangan,

kesulitanmakan, dan epilepsi masa kanak-kanak. Sejumlah data

epidemiologi menunjukkan, anak dari perempuan penderita epilepsi

mengalami cacat lahir sekitar 2–3 kali lebih tinggi dari populasi

umum2 Di seluruh dunia, sekitar 40.000 bayi setiap tahun terpajan

OAE di dalam kandungan. Diperkirakan sekitar 1.500-2.000 dari bayi

tersebut mengalami cacatlahir sebagai dampak OAE tersebut. Bangkitan

selama kehamilan meningkatkan risiko outcome kehamilan yang

merugikan. Bangkitan pada trimester pertama diketahui meningkatkan

risiko malformasi kongenital pada keturunan 12,3% berbanding 4%

dengan anak yang terpapar dengan bangkitan maternal pada waktu

yang lain. Bangkitan umum tonik-klonik meningkatkan risiko hipoksia

dan asidosis dan juga cedera karena trauma benda tumpul. Peneliti

dari Kanada menemukan bahwa bangkitan maternal selama kehamilan

meningkatkan risiko keterlambatan perkembangan. Meski jarang

terjadi,status epileptikus dapat menyebabkan tingkat mortalias yang

tinggi bagi ibu dananak. Di dalam sebuah penelitian terhadap 29 kasus

yang dilaporkan, 9 ibudan 14 anak meninggal selama atau sesaat

setelah episode status epileptikus. Anak dari seorang perempuan yang

memiliki tiga kalibangkitan tonik klonik umum selama kehamilannya,

dapat menyebabkan perdarahan intraserebral.3.

G. Penanganan Kehamilan Dengan Epilepsi

Tujuan utama adalah mencegah timbulnya serangan pada penderita epilepsi

yang sedang hamil.

Penanganan kehamilan dengan epilepsi meliputi :

1. Pemeriksaan kadar obat anti epilepsi.

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 20

Case Report Grup 2 2014

2. Penyuluhan pada wanita penyandang epilepsi usia remaja sebelum konsepi,

masa pra konsepsi, masa post konsepsi dan masa post partum

Pada kasus ini ibu mengalami epilepsi dengan perdarahan antepartum dan

kehamilan letak lintang serta bayi yang IUFD.

Dilakukan amniotomi pada saat pembukaaan 3-4 cm dan ketuban (+)

bertujuan untuk mengurangi regangan dinding rahim dengan

demikian diharapkan dapat mempercepat persalinan sekurang-

kurangnya 6 jam. Namun 2 jam kemudian tangan bayi menumbung

sesuai dengan teori letak lintang bahwa pada tahap lanjut persalinan,

bahu akan terjepit erat di rongga panggul dan salah satu tangan atau lengan

sering mengalami prolaps ke vagina dan melewati vulva. tidak lama

kemudian kemajuan bagian depan terhenti.. Jika keadaan ini dibiarkan, bahu

masuk kedalam rongga panggul, Rahim menambah kekuatan kontraksi

untuk mengatasi rintangan dan SBR menjadi tipis karena lingkaran retraksi

naik, berangsur terjadilah lingkaran retraksi yang patologis terjadilah

gambaran ancaman robekan rahim atau his menjadi lemah karena otot rahim

kecapean. Pada kasus ini sudah terdapat tanda impending rupture uteri

dilihat dari his ibu semakin kuat, pasien gelisah dan nadi cepat dan dari

adanya hematuri. Maka pada kasus ini segera dilakukan tindakan operatif

sectio caesaria setelah sebelumnya gagal direncanakan embriotomi (keadaan

IUFD dengan letak lintang yang belum kasep dan belum ada tanda-tanda

impending ruptur uteri).

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 21