lapkas bismilah.doc
TRANSCRIPT
Case Report Grup 2 2014
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Umur : 33 tahun
Alamat : Ds. Sukamaju Majalengka
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Medrek : xxxx
MRS : 19 Januari 2014 Jam 00.55 Wib
2. ANAMNESA (Auto+Alloanamnesa), 19/01/2014 Pukul 02.00
a. Keluhan utama : Keluar darah dari jalan lahir
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
G4P2A1 merasa hamil 9 bulan, mengeluh keluar darah dari jalan
lahir sejak 1 hari SMRS, darah dirasakan keluar banyak sampai
membasahi 4 kain, darah berwarna merah hati tidak disertai gumpalan.
Keluhan disertai nyeri perut, mules (+), perut terasa tegang (+), pada saat
di IGD ibu masih merasakan gerakan janin. Keluhan ini baru pertama kali
dialami pasien, sehari sebelum perdarahan pasien terjatuh dikamar mandi
dan saat ditemukan oleh keluarga dalam keadaan terlentang.
Keluarga mengatakan pasien mengalami kejang 1 kali dirumah,
lamanya kejang ±5 detik dengan bentuk kejang seluruh badan kelojotan,
mata melotot, mulut tidak berbusa serta dalam keadaan sadar. Setelah
kejang pasien menjadi tidak koperatif dan sulit berkomunikasi. Pasien
hanya menjawab dengan sebatas kata atau hanya menggunakan kode
kepala.
Sejak usia kehamilan 6 bulan, pasien melakukan pemeriksaan
kehamilan ke bidan, dan tekanan darah pasien sedikit tinggi (130/ ...) dan
pernah dilakukan pemeriksaan protein urin +1, tetapi tidak melakukan
pengobatan. Menurut keluarganya pasien tidak memiliki riwayat darah
tinggi sebelum kehamilan ataupun pada kehamilan sebelumnya. Ibu tidak
pernah mengalami gejala pusing, nyeri ulu hati dan penglihatan kabur.
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 1
Case Report Grup 2 2014
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat kejang sejak 8 tahun yang lalu tetapi tidak
pernah melakukan pengobatan. Kejang bisa kambuh 2-3 kali dalam 1
bulan. kejang yang terjadi terjadi secara mendadak tanpa adanya
penyebab yang jelas1 bulan yang lalu pasien baru berobat ke poli saraf
RSUD Majalengka. Keluarga lupa obat kejang yang diberikan dari poli
saraf.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang serupa dengan pasien.
e. Riwayat Alergi
Tidak ada riwayat alergi terhadap makanan maupun obat-obatan
f. Riwayat Pengobatan
- Pasien tidak rutin meminum obat anti kejang
- Pasien baru pertama berobat dengan keluhan sekarang
g. Riwayat Habituasi
Pasien sehari-hari adalah seorang Ibu Rumah Tangga dan menghabiskan
waktunya dirumah.
h. Riwayat Obstetri & Ginekologi
- Menarche : Lupa
- Menstruasi
Siklus + 30 hari, tidak teratur. Banyaknya, sedang (+2x ganti
pembalut/hari). Lamanya 7 hari. Sifat darah, encer kadang
menggumpal, merah.
- Kontrasepsi : -
- Riwayat kehamilan sekarang:
HPHT : Lupa TP: Tidak diketahui
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 2
Case Report Grup 2 2014
ANC : Ibu memeriksakan kehamilan sejak usia kehamilan 6 bulan,
Ibu menolak mendapatkan suntikan TT di bidan. Ibu
mendapatkan multivitamin.
Riwayat Kehamilan
No
Tempat TahunHasil
KehamilanPenolong
Kelainan/
Penyakit Ibu
Anak
JK BB H/M
1Rumah 1997 Aterm Paraji Tidak
adaP 2.8 H
2Rumah 1999 Aterm Paraji Tidak
adaP 2,7 H
3 Rumah 2010 Abortus Paraji Epilepsi - - -4 Sekarang 2014
3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Vital Sign
- Keadaan Umum : Apatis
- Vital sign
Tekanan Darah : 140/100 mmHg
Nadi : 122 x/mnt
Pernapasan : 22 x/mnt
Suhu : 36,70C
b. Status Generalis
- Mata : CA +/+, Si -/-
- Jantung : BJ murni reguler
- Paru : Sonor, VBS ki = ka
- Abdomen : keras seperti papan, nyeri tekan -, Terlampir di status
obstetri
- Ekstrimitas: Edema +/+, Varices -/-, CRT <3dtk, akral hangat
c. Pemeriksaan Obstetri:
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 3
Case Report Grup 2 2014
- Pemeriksaan Luar
Abdomen
Fundus Uteri : 29 cm
Leopold : i. sulit dinilai (perut tegang)
ii. sulit dinilai (perut tegang)
iii. sulit dinilai (perut tegang)
iv. sulit dinilai(perut tegang)
Bunyi jantung anak : (-) di VK pukul 01.30
His : (+)
Taksiran Berat Janin : 2635 gr (Jonson Tusack)
- Pemeriksaan Dalam dilakukan di VK
Inspekulo : Tidak dilakukan
v/v : t.a.k, tidak telihat perdarahan aktif
Portio : Tebal lunak
: 2-3 cm
Ketuban : (+)
Penurunan : Station -5 (Hodge 1)
Persentasi : Teraba bagian kecil
Promontorium : Tidak teraba
Spina Ischiadica : Tidak menonjol
Arcus Pubis : >90
Handscoon : Darah (+), Lendir (-), sitosol (+)
Kesan : Panggul normal
4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM (19-01-2014)
Hb : 8,7 gr% CT : -
Lekosit : 13.500mm3 BT : -
Ht : 25,7 % K : -
Trombosit : 326.000/mm3 N : -
Gol darah : A Cl : -
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 4
Case Report Grup 2 2014
Ur/Kreat : - mg/dL Proteinuria : +1
- Rencana Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap
USG
EKG
EEG
5. DIAGNOSA
- G4P2A1 Parturien aterm kala I fase laten dengan HAP susp Solusio Plasenta+
susp.Letak Lintang+PEB+ anemia+Epilepsi + IUFD
6. TINDAKAN/PENGOBATAN
- Lapor Konsulen (dr. Rika Kartika, Sp.OG) pukul 02.10
- Advis : - Siapkan darah WB 2 Labu
- IVFD RL
- Amniotomi observasi 6jam bila belum lahir SC
FOLLOW UP RUANGAN di VK
Tanggal/
JamCATATAN INSTRUKSI
19/01/14
03.15
S pasien kejang >5x, ± 5 detik, kejang
seluruh badan kelojotan, mata
melotot, mulut tidak berbusa serta
dalam keadaan sadar (bentuk general
parsial)
O KU : apatis
T : 140/100 mmHg R : 22 x/mnt
N: 121 x/mnt S : Afebris
Mata : CA +/+
Abdomen : Tegang
Co.dr Rika Sp.OG
- O2 2-3 liter
- MgSO4
Loading+Maintenance
Co. Dr. Awaludin Sp.S
- Fenitoin 3 amp dalam 100cc/
20 menit Setelah loading MgSO4
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 5
Case Report Grup 2 2014
Tanggal/
JamCATATAN INSTRUKSI
Ekstremitas edem +/+
Status Obstetri
- Leopold sulit dinilai
- BJA (-)
- PD : Ø 3-4 cm teraba bagian
kecil , ketuban (+), tidak tampak
perdarahan aktif
19/01/14
04.15
S tangan kanan bayi menumbung, ibu
tidak koperatif (gelisah+mengamuk)
O KU : CM (gelisah)
T : 160/100 mmHg R : 22 x/mnt
N: 117 x/mnt S : Afebris
Terpasang darah labu ke 1
Mata : CA +/+
Abdomen : Tegang
Ekstremitas edem +/+
Status Obstetri
- Leopold sulit dinilai
- BJA (-)
- PD : Ø lengkap, ketuban (-),
tampak tangan kanan bayi
menumbung
dr.Rika Sp.OG datang ke VK pukul
04.30
- Direncankan embriotomi
ketebatasan peralatan embriotomi
dan ibu tidak koperatif SC
- Konsul Anastesi
19/01/14
05.00
Pasien dibawa ke OK
O KU : apatis
T : 160/100 mmHg R : 22 x/mnt
N: 119 x/mnt S : Afebris
Mata : CA +/+
Abdomen : Tegang
Ekstremitas edem +/+
Status Obstetri
Jawaban Konsul Anestesi dr.
Taufik Sp.An
- acc sc
- dengan Narkose umum
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 6
Case Report Grup 2 2014
Tanggal/
JamCATATAN INSTRUKSI
- Leopold sulit dinilai
- BJA (-)
- v/v tampak tangan kanan bayi
menumbung
DIAGNOSA
D/ Prabedah : G4P2A1 Parturient 35-36 minggu kala II +Letak Lintang+
Epilepsi+Impending Ruptur Uteri+Anemia+ PEB + HAP ec
solusio plasenta+ IUFD
D/ Pasca bedah : P3A1 partus prematurus dengan SC ec Letak Lintang+
Epilepsi+Impending Ruptur Uteri+Anemia+ PEB + HAP ec
solusio plasenta+ IUFD
LAPORAN OPERASI
SC dimulai pukul 06.00 (19-01-14)
- Setelah dilakukan tindakan a dan antiseptik di daerah abdomen dan sekitarnya.
- Dilakukan insisi mediana inferior + 10 cm.
- Setelah peritoneum dibuka tampak dinding depan uterus
- Plika vesikouterina diidentifikasi, disayat konkaf di perlebar ke kanan dan kiri
ke arah ligamentum rotundum.
- Kandung kencing disisihkan ke bawah.
- Tampak SBR terlihat rapuh (tipis) disayat melintang, bagian tengahnya
ditembus oleh jari penolong lalu diperlebar ke kanan dan ke kiri secara
tumpul.
- Jam 06.15 Lahir bayi mati o Tampak biru BB : 1810 gr, PB: 38 cm, A/S 0
- Disuntikkan oksitosin 10 IU intramuskular uteri. Kontraksi uterus lemah
- Jam 06.17 Lahir plasenta 400gr ukuran 18x18x2 cm
- Luka operasi di jahit secara jelujur interlocking, lapisan kedua secara jelujur
kontinyu.
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 7
Case Report Grup 2 2014
- Perdarahan dirawat, setelah yakin tidak ada perdarahan dilakukan
reperitonealisasi dengan peritoneum kandung kencing.
- Rongga abdomen dibersihkan dari darah dan bekuan darah.
- Luka operasi dijahit lapis demi lapis.
- Fascia dijahit dengan Nylon No. 1.0
- Kulit dijahit secara subkutikuler.
- Perdarahan selama operasi + 500 cc
- Diuresis selama operasi + 100 cc
FOLLOW UP RUANGAN
Tanggal/
JamCATATAN INSTRUKSI
19/01/14
06.45
Post Operasi di Ruang Resusitasi
S Kejang (-)
O KU : Somnolen
T : 135/90 mmHg R : 22 x/mnt
N: 102 x/mnt S : Afebris
Mata : CA +/+
Status Obstetri
- TFU stinggi pusat, kontraksi baik
Luka operasi tertutup verban
Perdarahan (-), perdarahan jalan
lahir (-)
Dr. Rika Sp.OG
- Observasi vital sign
- Observasi kontraksi uterus
dan perdarahan
- Infus RL+Oksitoksin 20 IU
(20Tpm)
- Cefotaksim 2x1 gr iv
- Ketorolak 2x1 amp iv
- Cek HB post op
19/01/14
11.00
Post Operasi di ICU
S Kejang (-)
O KU : CM (tapi ibu tidak koperatif)
T : 140/100 mmHg R : 22 x/mnt
N: 100 x/mnt S : Afebris
Mata : CA -/-
Status Obstetri
- TFU 1 jari dibawah pusat,
kontraksi baik Luka operasi
- Lanjutkan
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 8
Case Report Grup 2 2014
Tanggal/
JamCATATAN INSTRUKSI
tertutup verban Perdarahan (-),
perdarahan jalan lahir (-)
Selesai darah Labu ke 2, HB 10,33
20/01/14
14.00
Post Operasi di ICU POD 1
S Kejang (-), nyeri luka post op
O KU : CM
T : 137/70 mmHg R : 25 x/mnt
N: 96 x/mnt S : Afebris
Mata : CA -/-
Status Obstetri
- TFU 2jari dibawah pusat,
kontraksi baik, Luka operasi tertutup
verban Perdarahan (-), perdarahan
jalan lahir (-)
- Terapi lanjutkan
- Advice dr. Awaluddin Sp.S
Phenitoin 3x 2gr oral
Bila kejang diazepam 1amp iv
21/01/14
11.00
Pindah ke Nifas (10.45) Post OP POD II
S Kejang (-), nyeri luka post op,
mengeluh perut kembung,
O KU : CM
T : 120/80 mmHg R : 20 x/mnt
N: 98 x/mnt S : Afebris
Mata : CA -/-
Status Obstetri
- TFU 2jari dibawah pusat,
kontraksi baik, Luka operasi
tertutup verban Perdarahan (-),
perdarahan jalan lahir (-)
- Terapi lanjutkan
- Alinamin 2x1 ampul
22/01/14
10.00
POD III
S Kejang (-), nyeri luka post op
O KU : CM
T : 97/70 mmHg R : 21 x/mnt
- Acc pulang
- Cefadroxi 2x1 tab
- Asmef 3x1 tab
- Phenitoin 3x1 cap
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 9
Case Report Grup 2 2014
Tanggal/
JamCATATAN INSTRUKSI
N: 98 x/mnt S : Afebris
Mata : CA -/-
Status Obstetri
- TFU 2 jari dibawah pusat,
kontraksi baik, Luka operasi tertutup
verban Perdarahan (-), perdarahan
jalan lahir (-)
- Perawatan luka di fasilitas
kesehatan terdekat
7. PROGNOSIS
- Quo ad Vitam :
- Quo ad Functionam :
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 10
Case Report Grup 2 2014
PENDAHULUAN
Berdasarkan penelitian WHO di seluruh dunia terdapat kematian ibu
sebesar 500.000 jiwa per tahun dan kematian bayi khususnya neonatus sebesar
10.000.000 jiwa per tahun. Kematian maternal dan bayi tersebut terjadi terutama
di negara berkembang sebesar 99%..(Cunningham,2001)
Penyebab kematian ibu dan janin diatas diantaranya karena komplikasi
obstetrik, seperti Perdarahan antepartum atau perdarahan antenatal adalah
perdarahan yang terjadi pada trimester ketiga seperti solusio plasenta. Solusio
plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh plasenta yang normal
implantasinya di atas 22 minggu atau sebelum lahirnya anak. (Sastrawinata,
2005). Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Ducloy di Swedia melaporkan
dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5% terjadi solusio plasenta.
(Cunningham,2001) Beberapa penelit ian juga menyebutkan insidensi solusio
plasenta berkisar 1 diantara 75 sampai 830 persalinan dan menyababkan 20-35%
kematian perinatal. penelitian yang dilakukan Suryani di RSUD. DR. M. Djamil
Padang dalam periode 2002-2004 dilaporkan terjadi 19 kasus solusio plasenta
dalam 4867 persalinan (0,39%) atau 1 dalam 256 persalinan.( Wiknjosastro,2005)
Kehamilan pada wanita penyandang epilepsi sampai saat ini masih
dianggap sebagai kehamilan resiko tinggi, dikarenakan adanya pengaruh yang
kurang baik dari epilepsi terhadap kehamilan dan sebaliknya serta pengaruh obat
anti epilepsi terhadap janin.7 Sekitar 25%-33,3% serangan epilepsi akan
meningkat selama hamil, dengan beberapa kemungkinan komplikasi-komplikasi
pada saat kehamilan, persalinan dan pada janin.8Bayi dari ibu yang menderita
epilepsi memiliki risiko yang lebih tinggi untuk sejumlah outcome kehamilan
yang merugikan. Di antaranya adalah kematian janin, malformasi kongenital,
perdarahan neonatus, berat badan lahir rendah, keterlambatan perkembangan,
kesulitan makan, dan epilepsi masa kanak-kanak11
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 11
Case Report Grup 2 2014
PEMBAHASAN
A. Definisi Epilepsi
Epilepsi merupakan kumpulan gejala dan tanda klinis, ditandai oleh
bangkitan (seizure) berulang akibat gangguan fungsi otak secara intermitten.
Terjadi akibat pelepasan muatan listrik abnormal dan berlebihan dineuron–
neuron secara paroksismal. Diagnosis epilepsi berdasarkan atas gejala dan
tanda klinis yang karakteristik.4
Epilepsi didiagnosa berdasarkan beberapa kondisi di bwah ini:4
1. Minimal terdapat 2 kali kejang dalam kurun waktu 24 jam.
2. Satu kejang yang tidak diprovokasi
3. Terdapat dua episode kejang yang diprovokasi dengan reflek epilepsi
pada kasus ini Pasien memiliki riwayat kejang sejak 8 tahun yang
lalu.kejang dapat terjadi 2-3x/ 1 bulan. Kejang yang dialami pasien terjadi
tiba-tiba tanpa ada penyebabnya
B. Etiologi
Epilepsi sebagai gejala klinis bisa bersumber pada banyak penyakit di
otak. Sekitar 70% kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnyadikelompokkan
sebagai epilepsi idiopatik dan 30% yang diketahui sebabnya dikelompokkan
sebagai epilepsi simptomatik, misalnya trauma kepala, infeksi, kongenital, lesi
desak ruang, gangguan peredaran darah otak,toksik dan metabolik.
Beberapa jenis hormon dapat mempengaruhi serangan epilepsi seperti
hormon estrogen, hormon tiroid (hipotiroid dan hipertiroid) meningkatkan
kepekaan terjadinya serangan epilepsi, sebaliknya hormon progesteron, ACTH,
kortikosteroid dan testosteron dapat menurunkan kepekaan terjadinya serangan
epilepsi.
C. Klasifikasi
International League Against Epilepsy (ILAE) menetapkan klasifikasi
epilepsi berdasarkan jenis bangkitan (tipe seranganepilepsi):
1. Serangan parsial
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 12
Case Report Grup 2 2014
a. Serangan parsial sederhana (kesadaran baik)
>Dengan gejala motorik
>Dengan gejala sensorik
> Dengan gejala otonom
>Dengan gejala psikis
b. Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu)
>Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan
kesadaran
>Gangguan kesadaran saat awal serangan
c. Serangan umum sederhana
>Parsial sederhana menjadi tonik-klonik
>Parsial kompleks menjadi tonik-klonik
>Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik-
klonik
2. Serangan umum
a. Absans (Lena)
b. Mioklonik
c. Klonik
d. Tonik
e. Atonik (Astatik)
f. Tonik-klonik
3. Serangan yang tidak terklasifikasi (sehubungan dengan data yang
kurang lengkap).
Pada kasus ini bentuk kejang yang terjadi berupa kejang umum tonik –
klonik / grand mal.
D. Patofisiologi
Otak terdiri dari sekian biliun sel neuron yang satu dengan lainnya
saling berhubungan. Hubungan antar neuron tersebut terjalin melalui perantara
neurotransmiter. Normalnya , lalu-lintas impuls antar neuron berlangsung
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 13
Case Report Grup 2 2014
dengan baik dan lancar. Apabila mekanisme yang mengatur lalu-lintas antar
neuron menjadi kacau dikarenakan breaking systempada otak terganggu maka
neuron-neuron akan bereaksi secara abnormal. Neurotransmiter yang berperan
dalam mekanisme pengaturan ini seperti Glutamat, yang merupakan brain’s
excitatory neurotransmitter dan GABA (Gamma Aminobutyric Acid), yang
bersifat sebagai brain’s inhibitory neurotransmitter.
Kejang ditimbulkan karena tiga mekanisme yang saling terkait yaitu :
Perlu adanya “pacemaker cells” yaitu kemampuan intrinsic dari sel
untuk menimbulkan bangkitan.
Hilangnya “postsynaptic inhibitory controle” sel neuron.
Perlunya sinkronisasi dari “epileptic discharge” yang timbul.
Serangan epilepsi dimulai dengan meluasnya depolarisasi impuls
dari fokus epileptogenesis, mula-mula ke neuron sekitarnya lalu ke hemisfer
sebelahnya, subkortek, thalamus, batang otak dan seterusnya. Kemudian untuk
bersama-sama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang.
Setelah meluasnya eksitasi selesai dimulailah proses inhibisi di korteks serebri,
thalamus dan ganglia basalis yang secara intermiten menghambat
dischargeepileptiknya.Pada keadaan tertentu (hipoglikemia otak, hipoksia
otak, asidosis metabolik) depolarisasi impuls dapat berlanjut terus sehingga
menimbulkan aktivitas serangan yang berkepanjangan disebut status
epileptikus
E. Pengaruh epilepsi pada kehamilan
Banyak wanita hamil dengan penyakit saraf kronik yang telah
didiagnosis sebelum kehamilan. Sehingga hartus dibedakan penyakit saraf
karena komplikasi dari kehamilan dan penyakit saraf yang telah didiagnosis
sebelum kehamilan.1
Data di Amerika Serikat menunjukan angka kejadian kehamilan
dengan epilepsi sekitar 0,5% - 2% dari seluruh kehamilan.2 Studi Resnikk
mempelajari 2385 kehamilan dengan kejang dan menunjukan 35% pasien
mengalami peningkatan kejang, 15% mengalami penurunan, dan 50 % tetap.
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 14
Case Report Grup 2 2014
Peningkatan frekuensi kejang dihubungkan dengan terapi antikejang, ambang
kejang rendah atau kedua faktor tersebut.1
Beberapa peneliti mengatakan bahwa bangkitan epilepsi lebih
sering terjadi pada kehamilan, terutama pada trimester I dan hanya sedikit
meningkat trimester III. Meningkatnya frekwensi serangan kejang pada wanita
penyandang epilepsi selama kehamilan ini disebabkan oleh beberapapenyebab
yang dideteksi memicu kenaikan frekuensi bangkitan adalah: 3
1. Faktor Hormonal
Kadar estrogen dan progesteron dalam plasma darah akan
meningkat secara bertahap selama kehamilan dan mencapai puncaknya pada
trimester ketiga. Sedangkan kadar hormon khorionik gonadotropin
mencapai puncak pada kehamilan trimester pertama yang kemudian
menurun terus sampai akhir kehamilan. Seperti diketahui bahwa serangan
kejang pada epilepsi berkaitan erat dengan rasio estrogen-progesteron,
sehingga wanita penyandang epilepsi dengan rasio estrogen-progesteron
yang meningkat akan lebih sering mengalami kejang dibandingkan dengan
yang rasionya menurun. Kerja hormon estrogen adalahmenghambat
transmisi GABA (dengan merusak enzim glutamat dekarboksilase).
Sedangkan kita ketahui bahwa GABA merupakan neurotransmiter
inhibitorik, sehingga nilai ambang kejang makin rendah dengan akibat
peningkatan kepekaan untuk terjadinya serangan epilepsi. Sebaliknya kerja
hormon progesteron adalah menekan pengaruh glutamat sehingga
menurunkan kepekaan untuk terjadinyaserangan epilepsi.
2. Faktor Metabolik
Adanya kenaikan berat badan pada wanita hamil yang disebabkan
retensi air dan garam serta perubahan metabolik seperti terjadinya
perubahan metabolisme di hepar yang dapat mengganggu metabolisme obat
anti epilepsi (terutama proses eliminasi), terjadinya alkalosis respiratorik
dan hipomagnesemia. Keadaan ini dapat menimbulkan kejang, meskipun
masih selalu diperdebatkan.
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 15
Case Report Grup 2 2014
3. Faktor devrivasi tidur
Wanita hamil sering mengalamikurang tidur yang disebabkan
beberapa keadaan seperti rasa mual muntah, nyeri pinggang, gerakan janin
dalam kandungan, nokturia akibat tekanan pada kandung kencing dan stress
psikis. Semuanya ini dapat meningkatkan serangan kejang. Mual muntah
yang sering pada kehamilan trimester pertama dapat mengganggu
pencernaan dan absorbsi obat anti epilepsi. Tonus lambung dan
pergerakannya menurun pada kehamilan sehingga menghambat
pengosongan lambung.
4. Faktor Psikologik dan emosional
kecemasan atau ketegangan yang cenderung meningkat serta
gangguan tidur. Stres dan ansietas sering berhubungan dengan peningkatan
jumlah terjadinya serangan kejang. Keadaan ini sering disertai dengan
gangguan tidur, hiperventilasi, gangguan nutrisi dan gangguan psikologik
sekunder.
5. Faktor Perubahan farmakokinetik pada obat anti epilepsi
Penurunan kadar obat anti epilepsi ini disebabkan oleh beberapa
keadaan antara lain berkurangnya absorbsi (jarang), meningkatnya volume
distribusi, penurunan protein bindingplasma, berkurangnya kadar albumin
dan meningkatnya kecepatan drug clearancepada trimester terakhir.
Penurunan serum albumin sesuai dengan bertambahnya usia gestasi
mempengaruhi kadar plasma obat anti epilepsi, sehingga obat anti epilepsi
yang terikat dengan protein berkurang dan menyebabkan peningkatan obat
anti epilepsi bebas. Namun obat anti epilepsi ini akan cepat dikeluarkan
sesuai dengan meningkatnya drug clearanceyang disebabkan oleh induksi
enzim mikrosom hati akibat peningkatan hormon steroid (estrogen dan
progesteron). Pada umumnya dalam beberapa hari-minggu setelah partus
kadar obat anti epilepsi akan kembali normal.
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 16
Case Report Grup 2 2014
6. Faktor Suplementasi asam folat
Penurunan asam folat (37%) dalam serum darah dapat ditemukan
pada penderita yang telah lama mendapat obat anti epilepsi, pada kehamilan
trimester ketiga menjelang partus dan pada masa puerperium bagi ibu hamil
yang sebelumnya tidak pernah mendapat suplemen asam folat. Wanita
hamil dengan epilepsi lebih mungkin menjadi anemia 11% (anemia
mikrositer), karena sebagian besar obat anti epilepsi yang dikonsumsi
berperan sebagai antagonis terhadap asam folat dan juga didapatkan
thrombositopenia.
Suplementasi asam folat dapat mengganggu metabolisme obat
anti epilepsi (phenytoin dan phenobarbital)sehingga mempengaruhi
kadarnya dalam plasma. Namun dapat dikatakan tidak sampai meningkatkan
jumlah serangan kejang.Rendahnya asam folat selama kehamilan
mempunyai risiko terjadinya insiden abortus spontan dan anomali
neonatal, gangguan perkembangan pada bayi yang dilahirkan. Anak dengan
kelainan neural tube defect terjadi terutama wanita yang mendapat obat anti
epilepsi asam valproat dan karbamazepin.
7. Faktor Ketaatan minum obat
Kurangnya ketaatan pasien selama kehamilan terhadap terapi
yang disebabkan karena malas, bosan atau adanya mual-muntah selama
kehamilan maupun kekawatiran terhadap efek samping obat.
pada kasus ini meningkatnya frekwensi serangan kejang (>5x dalam sehari)
pada trimester III ( 35 – 36 minggu ) disebabkan oleh perubahan hormonal
( kadar estrogen dan progesteron dalam plasma darah yang meningkat dan
mencapai puncak nya pada kehamilan akhir )
F. Pengaruh epilepsi dan obat anti epilepsi terhadap kehamilan dan janin
1. Pengaruh terhadap Kehamilan
Komplikasi serangan epilepsi pada kehamilan terjadi 1,5
sampai 4 kali, yaitu perdarahan pervaginam sekitar 7%-10% pada
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 17
Case Report Grup 2 2014
trimester I dan III, hiperemesis gravidarum sebagian besar akibat
dosis tinggi obat anti epilepsi, herpes maternal ditemukan 6 kali lebih
sering dan resiko timbulnya preeklampsia 50%-250%.
Komplikasi maternal & janin Epilepsi Bukan epilepsi
Total kehamilan 371 125,423
Hiperemesis gravidarum 1%-3% 0,8%
Perdarahan pervaginam 5,1% 2,2%
Preeclampsia 7,5% 4,7%
Lahir dengan – SC/EV&EF 3,2% /6,3% 1,1 %/2,4%
Usia gestasi < 37 minggu 8,9% 5,0%
Berat lahir < 2500 g 7,4% 3,7%
Hipoksia 1,9% 0,7%
Malformasi kongenital 4,5% 2,2%
Cleft lip or palate 1,1%
Angka Mortalitas Janin (per 1000
kelahiran)
Stillbirth 5,3 7,8
Perinatanal 31,8* 14,6
Kematian neonatal 29,3* 8,0
Kematian postnatal 5,3 3,4
Dikutip dari Yerby Ms dkk dan Cartlidge
* P value <0,01
pada kasus ini terjadi perdarahan pervaginam pada trimester III(usia
35-36 minggu), preeklamsi dan IUFD. Perdarahan pervaginam yang
terjadi disertai rasa nyeri dan rasa tegang pada perut. Solusiso
plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh plasenta yang normal
diatas 22 minggu atau sebelum lahirnya anak. Faktor predisposisi
terjadinya solusio plasenta pada kasus ini yaitu adanya faktor paritas
ibu (ibu hamil ke -4), faktor usia ibu (33 tahun), serta trauma langsung
berupa terjatuh di kamar mandi disebabkan oleh serangan epilepsi
sehingga terlepasnya plasenta yang menimbulkan hipoksia pada janin
lalu mengakibatkan kematian janin.
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 18
Case Report Grup 2 2014
Pada pemeriksaan leopold sulit dinilai dan perut terasa tegang
diakibatkan perdarahan yang berlangsung terus-menerus karena otot
uterus yang telah meregang tidak dapat berkontraksi untuk menghentikan
perdarahan tersebut. Dinding uterus teraba tegang dan nyeri tekan
sehingga bagian-bagian janin sulit diraba. Darah yang keluar pada kasus
ini juga berwarna merah hati merupakan Salah satu tanda yang
menimbulkan kecurigaan akan kemungkinan solusio plasenta ringan ialah
perdarahan per vagina yang berwarna kehitaman.
2. Pengaruh terhadap Janin
Kematian pada janin lebih sering disebabkan saat serangan ibu
hamil mengalami kecelakaan seperti terjatuh, luka bakar dan tenggelam.
Sedangkan trauma dapat menyebabkan pecahnya selaput ketuban,
perdarahan antepartum, persalinan prematur, infeksi.
Kejang umum tonik klonik sekalisaja atau tunggal akan
mempengaruhi denyut jantung janin menjadi lambat (transient fetal
bradycardiaselama 20 menit), sedangkan bila kejang berulang dan
berlangsung lama komplikasi terhadap jantung menjadi lebih berat serta
dapat mengganggu sirkulasi sistemik janin sehingga bisa timbul hipoksia.
Pengaruh lainnya yang dapat dijumpai akibat kejang pada wanita
hamil yaitu keguguran 3-4 kali dari kehamilan normal, kemampuan untuk
hidup janin menurun seperti Apgar skor yang rendah, lahir mati dan
kematian perinatal , gangguan perkembangan janin (berat badan lahir
rendah dan kelahiran prematur) menjadi 2 kali lipat serta terjadi perdarahan
intra kranial, dimana setelah dilakukan induksi persalinan ternyata bayi
yang meninggal sudah mengalami maserasi.
3. Pengaruh terhadap Neonatus
Defisiensi vitamin K disebabkan oleh obat anti epilepsi secara
kompetitif menghambat transpostasi vitamin K melalui plasenta dan
ditambah dengan kadar vitamin K yang rendah pada kehamilan. Keadaan
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 19
Case Report Grup 2 2014
ini dapat dicegah dengan memberikan vitamin K dosis tinggi pada minggu
terakhir kehamilan.
Bayi dari ibu yang menderita epilepsi memiliki risiko yang
lebih tinggiuntuk sejumlah outcome kehamilan yangmerugikan. Di
antaranya adalah kematian janin, malformasi kongenital, perdarahan
neonatus, berat badan lahir rendah, keterlambatan perkembangan,
kesulitanmakan, dan epilepsi masa kanak-kanak. Sejumlah data
epidemiologi menunjukkan, anak dari perempuan penderita epilepsi
mengalami cacat lahir sekitar 2–3 kali lebih tinggi dari populasi
umum2 Di seluruh dunia, sekitar 40.000 bayi setiap tahun terpajan
OAE di dalam kandungan. Diperkirakan sekitar 1.500-2.000 dari bayi
tersebut mengalami cacatlahir sebagai dampak OAE tersebut. Bangkitan
selama kehamilan meningkatkan risiko outcome kehamilan yang
merugikan. Bangkitan pada trimester pertama diketahui meningkatkan
risiko malformasi kongenital pada keturunan 12,3% berbanding 4%
dengan anak yang terpapar dengan bangkitan maternal pada waktu
yang lain. Bangkitan umum tonik-klonik meningkatkan risiko hipoksia
dan asidosis dan juga cedera karena trauma benda tumpul. Peneliti
dari Kanada menemukan bahwa bangkitan maternal selama kehamilan
meningkatkan risiko keterlambatan perkembangan. Meski jarang
terjadi,status epileptikus dapat menyebabkan tingkat mortalias yang
tinggi bagi ibu dananak. Di dalam sebuah penelitian terhadap 29 kasus
yang dilaporkan, 9 ibudan 14 anak meninggal selama atau sesaat
setelah episode status epileptikus. Anak dari seorang perempuan yang
memiliki tiga kalibangkitan tonik klonik umum selama kehamilannya,
dapat menyebabkan perdarahan intraserebral.3.
G. Penanganan Kehamilan Dengan Epilepsi
Tujuan utama adalah mencegah timbulnya serangan pada penderita epilepsi
yang sedang hamil.
Penanganan kehamilan dengan epilepsi meliputi :
1. Pemeriksaan kadar obat anti epilepsi.
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 20
Case Report Grup 2 2014
2. Penyuluhan pada wanita penyandang epilepsi usia remaja sebelum konsepi,
masa pra konsepsi, masa post konsepsi dan masa post partum
Pada kasus ini ibu mengalami epilepsi dengan perdarahan antepartum dan
kehamilan letak lintang serta bayi yang IUFD.
Dilakukan amniotomi pada saat pembukaaan 3-4 cm dan ketuban (+)
bertujuan untuk mengurangi regangan dinding rahim dengan
demikian diharapkan dapat mempercepat persalinan sekurang-
kurangnya 6 jam. Namun 2 jam kemudian tangan bayi menumbung
sesuai dengan teori letak lintang bahwa pada tahap lanjut persalinan,
bahu akan terjepit erat di rongga panggul dan salah satu tangan atau lengan
sering mengalami prolaps ke vagina dan melewati vulva. tidak lama
kemudian kemajuan bagian depan terhenti.. Jika keadaan ini dibiarkan, bahu
masuk kedalam rongga panggul, Rahim menambah kekuatan kontraksi
untuk mengatasi rintangan dan SBR menjadi tipis karena lingkaran retraksi
naik, berangsur terjadilah lingkaran retraksi yang patologis terjadilah
gambaran ancaman robekan rahim atau his menjadi lemah karena otot rahim
kecapean. Pada kasus ini sudah terdapat tanda impending rupture uteri
dilihat dari his ibu semakin kuat, pasien gelisah dan nadi cepat dan dari
adanya hematuri. Maka pada kasus ini segera dilakukan tindakan operatif
sectio caesaria setelah sebelumnya gagal direncanakan embriotomi (keadaan
IUFD dengan letak lintang yang belum kasep dan belum ada tanda-tanda
impending ruptur uteri).
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD 45 KUNINGAN 21