lapkas

Upload: rita-septharina

Post on 07-Jan-2016

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

2

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangSpace Occupying Lesions adalah satu kasus gawat darurat yang bersifat progresif yang sering ditemukan dalam praktek sehari-hari. Space-occupying lesion seringkali diakibatkan oleh keganasan tetapi ia dapat disebabkan oleh patologis lain seperti abses atau hematoma. Hampir setengah daripada tumor intraserebral berbentuk primer tetapi selebihnya berasal daripada luar sistem saraf pusat dan daripada metastase. Efek daripada tumor bersifat lokal, karena kerosakan otak yang bersifat fokal dan gambaran klinis yang memberikan indikasi terhadap letak lesi dan bukan etiologi. Dapat terjadi gejala umum yang lebih berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial atau kejang, perubahan perilaku atau tanda lokalisir yang salah. Lesi luas pada beberapa daerah, seperti lobus frontalis, dapat bersifat dia manakala hemisfera dominan lesi kecil yang dapat memperngaruhi berbicara. (1)Lesi desak ruang (space occupying lesion/SOL) merupakan lesi yang meluas atau menempati ruang dalam otak termasuk tumor, hematoma dan abses. Karena cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama kali diakomodasi dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium. Akhirnya vena mengalami kompresi, dan gangguan sirkulasi darah otak dan cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik. Kongesti venosa menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan serebrospinal dan meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-hal seperti diatas. Posisi tumordalam otak dapat mempunyai pengaruh yang dramatis pada tanda-tanda dan gejala. Misalnya suatu tumor dapat menyumbat aliran keluar dari cairan serebrospinal atau yang langsung menekan pada vena-vena besar, meyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial dengan cepat. Tanda-tanda dan gejala memungkinkan dokter untuk melokalisirlesi akan tergantung pada terjadinya gangguan dalam otak serta derajat kerusakan jaringan saraf yang ditimbulkan oleh lesi. Nyeri kepala hebat, kemungkinan akibat peregangan durameter dan muntah-muntah akibat tekanan pada batang otak merupakan keluhan yang umum.Suatu pungsi lumbal tidak boleh dilakukan pada pasien yang diduga tumor intracranial. Pengeluaran cairan serebrospinal akan mengarah pada timbulnya pergeseran mendadak hemispherium cerebri melalui takik tentorium kedalam fossa cranii posterior atau herniasi medulla oblongata dan serebellum melalui foramen magnum. Pada saat ini CT-scan dan MRI digunakan untuk menegakkan diagnose. (2)

BAB IILAPORAN KASUS2.1 Identitas PasienNama: Ny. IUsia: 51 tahunJenis Kelamin : PerempuanAgama : IslamStatus Perkawinan: Belum MenikahAlamat : Neuheun, Aceh BesarSuku: AcehPekerjaan : Juru MasakNo RM : 0-93-98-41Tanggal Periksa: 21 Agustus 2015

2.2 AnamnesisKeluhan Utama:KejangKeluhan Tambahan :Wajah sebelah kanan terasa bergetar-getarRiwayat Penyakit Sekarang:Pasien datang ke Poliklinik saraf RSUDZA dengan keluhan kejang-kejang pada bagian wajah kiri 2 minggu yang lalu. Menurut pasien wajah pasien seperti bergetar-getar tanpa sebab, kemudian bibir pasien dan muka sebelah kiri menjadi tidak simetris semenjak kejadian itu. Kejadian tersebut terjadi pada tanggal 31 agustus tahun 2015. Tangan sebelah kiri sering terasa kebas-kebas dan lemah setelah mengalami kejang tersebut. Tidak ada riwayat sakit kepala dari pasien, demam (-) , Mual-Muntah (-). Setelah itu pasien pergi berobat ke klinik aisya dan di rujuk ke RS meuraxa dan dilakukan pemeriksaan CT-Scan dan didiagnosa dengan SOL Intracranial. Baru setelah itu pasien di rujuk ke RSUD-ZA.

Riwayat Penggunaan Obat-obatan:Pasien mengaku mengkonsumsi obat oral dari RSUD meraxa dan tidak tahu nama obatnya.Riwayat Penyakit Dahulu:Pasien telah mengalami hal ini 2 minggu yang lalu. Tidak ada riwayat kejang sebelumnya dan tidak ada riwayat lumpuh pada anggota gerak.Riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan asma tidak ada.Riwayat Penyakit Keluarga:Tidak ada keluarga pasien yang menderita hal seperti pasien.Riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan asma tidak adaRiwayat Pekerjaan dan Kebiasaan Sosial:Pasien berstatus sebagai juru masak di sebuah institusi.

2.3 Status InternusKeadaan Umum: Sakit ringanKesadaran: E4 M6 V5Tekanan Darah: 120/70 mmHgNadi: 85 kali/ menitPernafasan: 18 kali/menitSuhu: 36,80CKeadaan Gizi: Gizi Normal

2.4 Pemeriksaan Fisika. KulitWarna: coklatTurgor: cepat kembaliSianosis: tidak adaIkterus: tidak adaOedema: tidak adaAnemia: tidak adab. KepalaBentuk : normocephaliWajah : simetris, edema dan deformitas tidak dijumpai Mata: konjungtiva pucat (-/-), ikterik (-/-), pupil bulat isokor 3 mm/3 mm, refleks cahaya langsung (+/+), dan refleks cahaya tidak langsung (+/+)Telinga : serumen (-/-)Hidung : sekret (-/-)Mulut : bibir pucat dan kering tidak dijumpai, sianosis tidak dijumpai, lidah tremor dan hiperemis tidak dijumpai, mukosa pipi licin dijumpai

c. LeherInspeksi: tidak ada pembesaran KGBPalpasi: TVJ (N) R-2 cm H2O.

d. ThoraksInspeksiStatis: simetris, bentuk normochestDinamis: simetris, pernafasan abdominothorakal, retraksi suprasternal dan retraksi interkostal tidak dijumpaiParuInspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, tidak ada jejas di dadaKananKiri

PalpasiStem fremitus normal, nyeri tekan tidak ada,Stem fremitus normal, nyeri tekan tidak ada

PerkusiSonorSonor

AuskultasiVesikuler NormalRonki(-) wheezing (-)Vesikuler NormalRonki(-) wheezing (-)

JantungInspeksi: Iktus kordis tidak terlihatPalpasi: Iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra.Perkusi: Atas : ICS III sinistra Kiri : ICS V satu jari di dalam linea midklavikula sinistra. Kanan : ICS IV di linea parasternal dekstraAuskultasi: BJ I > BJ II normal, reguler, murmur tidak dijumpai

e. AbdomenInspeksi: Bentuk tampak simetris dan tidak tampak pembesaran, keadaan di dinding perut: sikatrik, striae alba, kaput medusa, pelebaran vena, kulit kuning, gerakan peristaltik usus, dinding perut tegang, darm steifung, darm kontur, dan pulsasi pada dinding perut tidak dijumpaiAuskultasi: Peristaltik usus normal, bising pembuluh darah tidak dijumpaiPalpasi: Nyeri tekan dan defans muskular tidak dijumpai Hepar: Tidak teraba Lien: Tidak teraba Ginjal: Ballotement tidak di jumpaiPerkusi: Batas paru-hati relatif di ICS V, batas paru-hati absolut di ICS VI, suara timpani di semua lapangan abdomen. Pinggang: nyeri ketok kostovertebrae tidak ada.f. Tulang Belakang: Simetris, nyeri tekan (+)g. Kelenjar Limfe: Pembesaran KGB tidak dijumpaih. Ekstremitas: Akral hangat

SuperiorInferior

KananKiriKananKiri

SianosisTidak adaTidak adaTidak adaTidak ada

OedemaTidak adaTidak adaTidak adaTidak ada

FrakturTidak adaTidak adaTidak adaTidak ada

2.5 Status Neurologisa. G C S GCS : E4 M6 V5 Pupil: Isokor (3 mm/3 mm) Reflek Cahaya Langsung: (+/+) Reflek Cahaya Tidak Langsung: (+/+) Tanda Rangsang Meningeal Kaku kuduk: (-) Laseque: (-) Kernig: (-) Babinski: (-/-) Brudzinski I: (-) Brudzinski II: (-)b. Nervus CranialesNervus III (otonom) :

1. Ukuran pupil 2. Bentuk pupil 3. Refleks cahaya langsung 4. Refleks cahaya tidak langsung 5. Nistagmus 6. Strabismus 7. Eksoftalmus8. Melihat kembarKanan3 mmbulat + + - - - -Kiri3 mmbulat + + - - - -

Nervus III, IV, VI (gerakan okuler)Pergerakan bola mata :1. Lateral2. Atas 3. Bawah 4. Medial 5. Diplopia KananDalam batas normalDalam batas normalDalam batas normalDalam batas normalDalam batas normalKiriDalam batas normalDalam batas normalDalam batas normalDalam batas normalDalam batas normal

Kelompok Motorik

Nervus V (fungsi motorik)1. Membuka mulut2. Menggigit dan mengunyahDalam batas normalDalam batas normal

Nervus VII (fungsi motorik)1. Mengerutkan dahi2. Menutup mata3. Menggembungkan pipi 4. Memperlihatkan gigi5. Sudut bibirKananDalam batas normalDalam batas normalDalam batas normalDalam batas normalDalam batas normalKiriDalam batas normalDalam batas normalDalam batas normal Dalam batas normalDalam batas normal

Nervus IX & X (fungsi motorik)1. Bicara2. MenelanKananDalam batas normal Dalam batas normalKiriDalam batas normal Dalam batas normal

Nervus XI (fungsi motorik)1. Mengangkat bahu2. Memutar kepala Dalam batas normalDalam batas normalDalam batas normalDalam batas normal

Nervus XII (fungsi motorik)1. Artikulasi lingualis2. Menjulurkan lidahDalam batas normalDalam batas normal

Kelompok Sensoris

1. Nervus I (fungsi penciuman)2. Nervus V (fungsi sensasi wajah) 3. Nervus VII (fungsi pengecapan)4. Nervus VIII (fungsi pendengaran) Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal

c. Badan1. Motorika. Gerakan respirasi: Abdomino Thorakalisb. Bentuk columna vertebralis: Simetrisc. Gerakan columna vertebralis: Kesan simetris2. Sensibilitasa. Rasa suhu: Dalam Batas Normal.b. Rasa nyeri: Dalam Batas Normal.c. Rasa raba: Dalam Batas Normal.

d. Anggota Gerak Atas1. Motorika. Pergerakan: (+/+)b. Kekuatan: 5555/5555c. Tonus: N/Nd. Trofi: N/N2. Refleksa. Biceps: (+/+)b. Triceps: (+/+)

e. Anggota Gerak Bawah1. Motorika. Pergerakan: (-/-)b. Kekuatan: 5555/5555c. Trofi: N/N2. Refleksa. Patella: (+/+)b. Achilles: (+/+)c. Babinski: (-/-)d. Chaddok : (-/-)e. Gordon : (-/-)f. Oppenheim: (-/-)

3. Klonusa. Paha : (-/-)b. Kaki : (-/-)c. Tanda Laseque: -d. Tanda Kernig: -

4. SensibilitasSensibilitasKananKiri

Rasa suhuDalam batas normalDalam batas normal

Rasa nyeri Dalam batas normalDalam batas normal

Rasa rabaDalam batas normalDalam batas normal

f. Gerakan Abnormal : Tidak ditemukang. Fungsi Vegetatif1. Miksi: dalam batas normal2. Defekasi: dalam batas normalh. Koordinasi Keseimbangan1. Cara Berjalan: tidak terganggu2. Romberg Test: negatif2.6 DiagnosisDiagnosa klinis : Tension Type HeadacheDiagnosa Topis: M. Splenius kapitis, M.temporalis, M.maseter, M.sternokledomastoideus,M.trapezius, M.Servikalis posterior dan M.Levator skapulaDiagnosa etiologi : spasme ototDiagnosa patologi : -

2.7 Terapia. Terapi Medikamentosa- IFVD NaCl 0,9% 16 gtt/i- Dexamethasone 1 amp / 8 jam Ranitidin 1 amp / 12 jam Citicolin 1000mg / 12 jam

2.8 Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan LaboratoriumJenis Pemeriksaan HasilNilai Rujukan

HematologiHemoglobinHematokritEritrositLeukositTrombositE/B/NB/NS/L/MCTBT

11,5 gr/dl34 %4,6 .106/mm36,4 . 103/mm3254. 103/mm33/0/0/69/20/89312,0 15,0 gr/dl37 47 %4,2 5,4 .106/mm34,5 10,5 103/mm3150 450 103/mm3%5-151-7

Kimia KlinikUreumKreatinin20 mg/dL0,63 mg/dL13 43 mg/dL0,51 0,95 mg/dL

b. Ct-Scan Kepala Non-Kontras

Kesimpulan : SOL intracranial a/r temporo parietal dextra

c. Foto Thorak

Kesimpulan : Cor dan Pulmo Normal2.9 PrognosisQou ad vitam: dubia ad bonamQuo ad functionam: dubia ad bonamQuo ad sanactionam: dubia ad bonam

BAB IIITINJAUAN PUSTAKASpace-occupying lesion seringkali disebakan oleh keganasan tetapi ia dapat disebabkan oleh patologis lain seperti abses atau hematoma. Hampir setengah daripada tumor intraserebral berbentuk primer tetapi selebihnya berasal daripada luar sistem saraf pusat dan daripada metastase. Efek daripada tumor bersifat lokal, karena kerosakan otak yang bersifat fokal dan gambaran klinis yang memberikan indikasi terhadap letak lesi dan bukan etiologi. Dapat terjadi gejala umum yang lebih berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial atau kejang, perubahan perilaku atau tanda lokalisir yang salah. Lesi luas pada beberapa daerah, seperti lobus frontalis, dapat bersifat dia manakala hemisfera dominan lesi kecil yang dapat memperngaruhi berbicara. Tumor dapat menginfiltrasi dan merosakkan struktur penting, ia dapat mengobstruksi aliran serebrospinal dan mengakibatkan hidrosefalus atau dapat mengakibatkan angiogenesis dan memecahkan blood-brain barrier, mengakibatkan edema.3Epidemiologi1. KeganasanMetastase, glioma, menigioma, pituitary adenoma, dan acoustic neuroma (merupakan 95% dari seluruh tumor otak). Pada orang dewasa, 2/3 dari tumor otak primer bersifat supratentorial, sedangkan pada anak-anak 2/3 tumor otak adalah jenis infratentorial. Tumor primer meliputi astrositoma, glioblastoma, multifore, oligodendroglioma, dan ependyoma. Hampir kesemuanya mempunyai 5 years survival rate yang kurang dari 50%. Cerebellar hemangioblastoma memiliki tingkat survival rate 20 tahun sebesar 40%. Meningioma memiliki recovery total apabila dibuang. 30% tumor otak merupakan metastase dan 50% daripadanya adalah multiple tumor. Primer tersering adalah kanker paru, diikuti oleh kanker payudara, karsinoma kolon dan melanoma maligna.32. Penyebab lainHematoma akibat trauma, faktor resikonya termasuk usia tua dan antikoagulasi. Abses cerebri cukup jarang, yang termasuk resikonya adalah COPD yang dapat menjadi sumber infeksi terhadap sirkulasi sistemik. Abses cerebri bersifat multiple pada 25% kasus. Amoebiasis dan sistiserkosis cerebral jarang terjadi. Infeksi dan limfoma CNS lebih sering terjadi dengan infeksi HIV. Granuloma dan tuberkuloma dapat terjadi.3Jenis Space Occupying LesionsA. Primary Intracranial TumorsPendahuluanSeparuh daripada neoplasma intrakranial primer adalah glioma dan sisanya adalah meningioma, adenoma pituitari, neurofibroma dan tumor lainnya. Beberapa tumor, terutama neurofibroma, hemangioblastomas, dan retinoblastomas, dapat memiliki dasar yang sama, dan faktor kongenital mendasari perkembangan kraniofaringioma. Tumor dapat terjadi pada mana-mana usia, tetapi beberapa jenis glioma menunjukkan predileksi usia yang tertentu.4Gejala dan Tanda KlinisTumor intrakranial dapat mengarah kepada gangguan fungsi serebral secara umum dan mempamerkan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Karena itu, dapat terjadi perubahan personalitas, penurunan intelektual, labilitas emosi, kejang, sakit kepala, mual dan malaise. Jika tekanan meningkat di dalam ruangan kranial tertentu, jaringan otak dapat mengalami herniasi ke dalam riangan dengan tekanan rendah. Sindroma yang paling sering ditemukan adalah herniasi lobus temporalis ke dalam hiatus tentorii secara uncal, sehingga mengakibatkan kompresi saraf kranial III, batang otak dan arteri cerebralis posterior. Tanda paling awal untuk sindroma ini adalah dilatasi pupil ipsilateral, diikuti dengan stupor, komaposturasi deserebrasi dan kesukaran bernafas. Satu lagi sindroma herniasi penting terdiri daripada penurunan tonsilar cerebelli melewati foramen magnum, sehingga mengakibatkan kompresi medullaris yang mengarah kepada apnea, circulatory collapse dan kematian. Sindroma herniasi lain adalah lebih jarang dan kepentingan klinis yang kurang jelas. Tumor intrakranial dapat mengarah kepada defisit fokal terganting pada lokasinya.4 Lesi lobus frontalTumor pada lobus frontalis seringkali mengarah kepada penurunan progresif intelektual, perlambatan aktivitas mental, gangguan personaliti dan refleks grasping kontralateral. Mereka mungkin mengarah kepada afasia ekspresif jika melibatkan bahagian posterior daripada gyrus frontalis inferior sinistra. Anosmia dapat terjadi karena tekanan pada saraf olfaktorius. Lesi presentral dapat mengakibatkan kejang motorik fokal atau defisit piramidalis kontralateral.4 Lesi lobus TemporalisTumor pada daerah ini dapat mengakibatkan kejang dengan halusinasi deria bau dan gustatori, fenomena motorik dan gangguan kesadaran eksternal tanpa penurunan kesadaran yang benar. Lesi lobus temporalis dapat mengarah kepada depersonalisasi, gangguan emosi, gangguan sikap, sensasi deja vu atau jamais vu, mikropsia atau makropsia (objek kelihatan lebih kecil atau lebih besar daripada seharusnya), gangguan lapang pandang (crossed upper quadrantanopia) dan ilusi auditorik atau halusinasi auditorik. Lesi bahagian kiri dapat mengakibatkan dysnomia dan receptive aphasia, manakala lesi pada bahagian kanan menganggu persepsi pada nada dan melodi.4 Lesi lobus parietalisTumor pada lokasi ini dapat mengakibatkan gangguan sensasi kontralateral dan dapat mengakibatkan kejang sensorik, penurunan sensorik atau kombinasi keduanya. Penurunan sensorik bersifat kortikal dan mengakibatkan sensibilitas dan diskriminasi taktil, sehingga mengarah kepada gangguan sensorik tekstur, saiz, berat dan bentuk. Objek yang diletakkan kepada tangan tidak dapat dikenali (astereognosis) lesi lobus parietalis yang luas dapat menghasilkan hyperpathia kontralateral dan sindroma thalamus. Penglibatan radiasi optik dapat mengarah kepada gangguan lapang homonim kontralateral yang kadang terdiri hanya lower quadrantanopia. Lesi pada girus angularis sinistra mengakibatkan sindroma Gerstmann (kombinasi aleksia, agrafia, akalkulia, konfusi kanan-kiri, dan agnosia jari), manakala penglibatan girus submarginalis sinistra mengakibatkan apraksia ideational. Anosognosia (denial, neglect or rejection of a paralyzed limb) sering terlihat pada pasien dengan hemisfera lesi non dominan (kanan). Constructional apraxia dan dressing apraxia dapat juga terjadi pada lesi bahagian kanan.4 Lesi lobus oksipitalisTumor pada lobus oksipital secara karakteristiknya menghasilkan crossed homonymous hemianopia atau gangguan lapang pandang parsial. Dengan lesi sisi kiri atau bilateral, dapat terjadi agnosia visual untuk objek dan warna, manakala lesi iritatif pada kedua sisi dapat mengakibatkan halusinasi visual yang tidak berbentuk. Penglibatan lobus oksipitalis bilateral mengakibatkan kebutaan kortikal di mana masih terdapat respons pupil. Dapat juga terjadi penurunan persepsi warna, prosopagnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi wajah), simultagnosia (ketidakmampuan untuk mentafsir dan mengintergrasi suasana komposit) dan Balint syndrome (gangguan untuk melirik mata kepada satu titik, walaupun tidak terjadi gangguan pergerakan dan refleks mata). Tidak adanya gangguan kebutaan atau gangguan lapang pandang mengarah kepada Anton syndrome.4 Lesi pada batang otak dan serebellumLesi batang otak membawa kepada paresis saraf kranial, ataksia, inkoordinasi, nistagmus, dan defisit piramidalis dan sensoris pada tungkai di satu atau kedua sisi. Tumor batang otak intrinsik, seperti glioma, cenderung untuk menghasilkan peningkatan tekanan intrakranial pada perjalanan penyakit lanjut. Tumor serebellar menghasilkan ataksia yang jelas pada tungkai jika vermis cerebelli terlibat dan gangguan appendikular ipsilateral (ataxia, incoordination dan hypotonia tungkai jika hemisfera cerebellum terlibat.4 Tanda lokalisir palsuTumor dapat mengarah kepada tanda neurologis selain daripada tekanan direk atau infiltrasi, selanjutnya mengrah kepada lokalisir klinis yang salah. Tanda lokalisir ini termasuk paresis saraf kranial III dan VI dan respons plantar ekstensor bilateral yang dihasilkan oleh sindroma herniasi dan respons plantar ekstensor yang terjadi ipsilateral terhadap tumor hemisfera sebagai hasil daripada tekanan di pedunkulus cerebri bertentangan dengan tentorium4

TumorGambaran Klinis

Glioblastoma multiformisMengambarkan keluhan nonspesifik dan peningkatan tekanan intrakranial. Dengan perkembangan akan menghasilkan defisit fokal.

AstrocytomaGambaran mirip glioblastoma multiformis tetapi lebih lambat, sering setelah beberapa tahun. Cerebellar astrocytoma dapat memiliki gambaran yang lebih jinak

MedulloblastomaSering terlihat pada anak. Seringkali timbul daripada dasar ventrikel keempat dan mengarah kepada peningkatan intrakranial selanjutnya menghasilkan tanda cerebellar dan batang otak.

EpendymomaGlioma yang timbul daripada ependyma ventrikel, terutama pada ventrikel IV, membawa kepada gejala awal peningkatan tekanan intrakranial.

OligodendroglimaBerkembang lambat. Seringkali timbul daripada hemisfera serebral pada dewasa. Kalsifikasi dapat terlihat

Brainste gliomaTimbul saat usia muda dengan palsy saraf krania dan kemudian gejala tract sign pada tungkai. Tanda peningkatan tekanan timbul lambat

Cerebellar hemangioblastomaDatang dengan dysequilibrium, ataksia tungkai, dan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Dapat berhubungan dengan lesi vaskular spinal dan retinal, polyctythemia, dan renal cell carcinoma

Pineal tumorDigambarkan dengan peningkatan tekanan intrakranial, kadang dengan impaired upward gaze (Parinaud syndrome) dan gangguan lesi batang otak

CraniopharyngiomaBerasal daripada sisa Rathke pouch di atas sella, menekan optic chiasm. Dapat hadir pada semua usia tetapi seringkali pada usia muda dengan disfungsi endokrin dan gangguan lapang bitemporal

Acoustic neurinomaGangguan pendengaran ipsilateral. Dapat melibatkan tinnitus, sakit kepala, vertigo, kelemahan/kesemutan wajah dan long tract sign.

MeningiomaBerasal daripada dura mater atau araknoid, menekan dibandingkan menguasai struktur neural berdekatan. Meningkat dengan berlanjutnya usia. Saiz berbagai. Gejala tergantung daerah tumor. Seringkali jinak dan dapat tereteksi dengan CT-Scan, dapat membawa kepada kalsifikasi dan erosi tulang

Primary cerebral lymphomaBerhubungan dengan AIDS dan gangguan immunidefisiensi. Gambaran termasuk gangguan defisit fokal atau dengan gangguan kognitif dan kesadaran. Mungkin tidak dapat dibezakan dengan cerebral toxoplasmosis

ImagingMRI dengan gadolinium enhancement adalah metode yang sering dipakai untuk mendeteksi lesi dan mendefinisikan lokasi saiz dan bentuk; perkembangan sehingga terjadi penyimpangan anatomi yang normal; dan derajat edema serebral atau kelainan massa yang berhubungan. CT-Scanning dengan penggunaan radiokontras dapat dilakukan namun kurang membantu daripada MRI untuk lesi yang kecil atau tumor pada posterior fossa. Tanda atau gambaran meningiomas pada MRI atau CT-Scan secara virtual berbentuk diagnostik, seperti ada lesi pada daerah tertentu (Regio Parasagittal dan Sylvii, Gyrus Olfaktorius, Sphenoidal Ridge dan Tuberculum Sellae) yang kelihatan seperti daerah homogenous dengan peningkatan densitas pada scan non kontras dan meningkat secara seragam dengan kontras.4Ateriography dapat menunjukkan peregangan dan salah letak pembuluh darah serebral normal dengan tumor dan kehadiran vaskularitas tumor. Kehadiran massa avaskular adalah penemuan nonspesifik yang dapat disebabkan oleh tumor, hematoma, abses, atau space-occupying lesion lainnya. Dalam pasien dengan tahap hormon normal dan massa intrasellar, angiography diperlukan untuk membedakan antara adenoma pituitary dan aneurism arterial.4Laboratorium dan Pemeriksaan LainnyaElectroencephalogram membekalkan maklumat penunjang melibatkan fungsi serebral dan dapat menunjukkan samda gangguan fokal akibat neoplasm atau kelainan difus lain yang mengambarkan status mental. Lumbar puncture jarang diperlukan; penemuan tidak bersifat diagnostik; dan prosedur membawa kepada resiko sindroma herniasi.4PengobatanPengobatan tergantung pada tipe dan tempat tumor dan kondisi pasien. Beberapa tumor jinak, terutama meningiomas ditemukan secara kebetulan sewaktu brain imaging untuk tujuan lain. Untuk tumor simptomatik, pembuangan bedah secara lengkap dapat dilakukan jika tumor bersifat ekstra-aksial atau ia tidak berada di daerah otak yang kritis. Pembedahan juga dapat menunjang diagnosis dan dapat membantu dalam menurunkan tekanan intrakranial dan melegakan simptom walaupun neoplasm tidak dikeluarkan selengkapnya. Defisit kliniskadang disebabkan oleh hidrosefalus obstruktif, di mana prosedur simple surgical shunting memberikan pembaikan dramatis. Pada pasien dengan glioma ganas, terapi radiasi meningkatkan kadar survival tidak mengira prosedur dan kombinasi dengan kemoterapi memberikan tambahan. Indikasi untuk irradiasi dalam pengobatan pasien dengan neoplasma intrakranial primer lain tergantung kepada tipe dan aksesibilitas tumor. Temozolomide adalah obat chemotherapy oral dan intravenous untuk glioma, dan terdapat peningkatan kegunaan antibodi monoklonal sebagai komponen terapi. Kortikosteroid dapat membantu dalam menurunkan edema serebral dan seringkali bermula sebelum pembedahan. Herniasi diobati dengan deksametason intravena (10-20mg bolus diikuti 4 mg setiap jam) dan manitol intravena (20% diberikan dalam dosis 1.5g/kgBB dalam 30 menit). Antikonvulsan seringkali diberikan dalam dosis standar tetapi tidak diindikasikan untuk profilaksis dalam pasien tanpa riwayat kejang. Gangguan neurokognitif jangka lama dapat memberikan komplikas pada terapi radiasi. Untk pasien dengan penyakit yang memburuk dengan berjalannya pengobatan, terapi paliatif adalah penting. 4Pasien Yang Perlu Dirawat Pasien dnegan peningkatan tekanan intrakranial. Pasien yang memerlukan biopsi, pengobatan bedah atau prosedur shunting

B. Tumor metastatik Intrakraniala. Metastase SerebralMetastase tumor otak hadir dalam cara yang sama seperti neoplasma serebral, seperti dengan peningkatan tekanan intrakranial, dengan gangguan fungsi serebri fokal atau difus atau keduanya. Dalam pasien dengan satu lesi serebral, keadaan metastase lesi tersebut hanya dapat terlihat pada pemeriksaan histopatologis. Dalam pasien lain, terdapat bukti penyakit metastase yang menyebar, atau metastase serebral yang berkembang sewaktu pengobatan neoplasm primer.4Sumber metastase intrakranial yang paling umum adalah karsinoma paru; daerah lain termasuk payu dara, ginjal, kulit dan traktus gastrointestinal. Kebanyakan metastase serebral terletak supratentorial. Pemeriksaan laboratorium dan radiologis digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan metastase adalah pasien yang digambarkan dengan neoplasm primer. Ini termasuk MRI dan CT-Scan yang dilakukan dengan atau tanpa kontras. Punksi lumbal diperlukan hanya pada pasien dengan suspek meningitis karsinomatosa dalam pasien dengan metastase serebral dengan neoplasm primer yang tidak diketahui, pemeriksaan dilakukan berdasarkan gejala dan tanda klinis. Pada wanita, mammography diindikasikan; pada lelaki bawah 50 tahun, germ cell origin perlu diketahui karena keduanya memberikan implikasi terapi.4Pada pasien yang hanya mempunyai metastase serebral yang boleh dibedah, dengan tiada atau gangguan fungsi yang minimal, dapat dilakukan pengangkatan lesi dan kemudian diobati dengan irradiasi; pada pasien dengan metastase ganda atau penyakit sistemik yang menyebar, prognosis dapat memburuk; stereotactic radiosurgery, whole-brain radiotherapy atau keduanya, dapat membantu tetapi terapi lain hanya bersifat paliatif.4b. Leptomeningeal metastasesNeoplasma yang bermetastase kepada leptomeninges adalah karsinoma payu dara, limfoma dan leukimia. Metastase leptomeningeal mengarah kepada defisit neurologis multifokal, di mana ia dapat berhubungan dengan infiltrasi ke arah kranial dan akar saraf spinal, invasif direk kepada otak dan medulla spinalis, hidrosefalus obstruktif atau kombinasinya. Diagnosis ini ditegakkan dengan pemeriksaan daripada cairan serebrospinal. Penemuan termasuk peningkatan tekanan cairan serebrospinal, pleositosis, peningkatan protein dan penurunan glukosa. Penemuan sitologis dapat menunjukkan kehadiran sel ganas, jika tidak, punksi lumbal perlu diulang sekurangnya 2 kali untuk mendapatkan sampel lanjut untuk analisis.4CT Scan menunjukkan peningkatan kontras di dalam basal ganglia atau adanya hidrosefalus tanpa sebarang tanda lesi massa untuk menegakkan diagnosis. Gadolinium-enhanced MRI sering kali menunjukkan peningkatan fokus di dalam leptomeninges. Myelografi dapat menunjukkan deposit pada akar saraf multipel. Pengobatan adalah dengan irradiasi pada area simptomatis, termasuk methotrexate intrathekal. Prognosis jangka lama adalah buruk hanya sekitar 10% pasien hidup untuk 1 tahun dan tindakan paliatif adalah penting untuk memperbaiki gaya hidup.4C. Lesi Massa Intrakranial Dalam Pasien AIDSLimfoma serebral primer adalah komlikasi umum pada pasien dengan AIDS. Ini mengarah kepada gangguan di dalam kognitif atau kesadaran, defisit fokal motorik atau sensorik, aphasia, kejang dan neuropati kranial. Gangguan klinis yang sama dapat dihasilkan daripada cerebral toxoplasmosis, yang juga komplikasi yang sering ditemukan pada pasien dengan AIDS. MRI atau CT-Scan tidak dapat membezakan kedua kelainan ini, dan tes serologis untuk toksoplasmosis seringkali tidak dapat dipercayai pada pasien AIDS. Secara susunannya, untuk pasien dengan stabil dalam neurologinya, terapi untuk toksoplasmosis dengan sulfadiazine (100 mg/kg/d sehingga 8 g/d dalam 4 bagian dosis secara oral per hari) dan pyrimethamine (75 mg secara oral per hari untuk 3 hari, kemudian 25 mg secara oral per hari). Penelitian radiologis kemudian diulang, dan sekiranya terjadi pembaikan, regimen ini akan dilanjutkan. Sekiranya lesi tidak membaik, biopsi otak diperlukan. Limfoma serebral primer diobati dengan whole brain irradiation. 4Cryptococcal meningitis adalah infeksi opurtunistik yang sering terjadi pada pasien AIDS. Secara klinis, ia menyerupai toksoplasmosis serebral atau limfoma, tetapi CT-Scan kranial seringkali normal. Diagnosis kemudian dibuat dengan dasar pemeriksaan cairan serebrospinal dengan india ink staining positif dalam 75% - 80% dan antigen kriptokokkal dalam 95% kasus. Pengobatan adalah dengan amphotericin B dan flucytosine. 4D. Tumor Spinal Primer dan MetastaseSekitar 10% daripada tumor spinal bersifat intramedullary. Ependymoma dalah tipe tumor intrameduler yang paling sering; selebihnya adalah tipe lain glioma. Tumor ekstrameduler dapat bersifat ekstra atau intra dural di dalam lokasinya. Di antara tumor ekstrameduler primer, neurofibroma dan meningioma secara relatif bersifat sering, jinak dan dapat bersifat intra atau ekstradural. Metastase karsinomatosa, limfomatosa atau deposit leukemik dan myeloma sering bersifat ekstradural; dalam kasus metastase, prostat, payudara, paru, dan ginjal adalah daerah primer yang sering terjadi. 4Tumor dapat mengarah kepada disfungsi medula spinalis dengan kompresi langsung, dengan iskemi sekunder akibat obstruksi arterial atau vena dan, dalam kasus lesi intrameduler, dengan infiltrasi invasif. 4a. Gejala dan Tanda KlinisGejala seringkali berkembang dengan lambat. Nyeri seringkali terjadi pada lesi ekstradural; diperparah dengan batuk atau mengejan: dapat bersifat radikuler; lokalisir di belakang atau terasa difus ke arah ekstremitas; dan dapat diiringi dengan defisit motorik, parestesi atau rasa baal, terutama pada daerah kaki. Kandung kemih, usus dan disfungsi seksual dapat terjadi. Apabila terjadi gangguan spinkter, dapat terjadi inkontinensia alvi et uri. Nyeri seringkali mempamerkan gejala neurologis spesifik daripada metastase epidural. Pemeriksaan dapat menunjukkan rasa nyeri spinal yang terlokalisir. Gangguan segmental lower motor neuron atau perubahan sensorik dermatomal kadang ditemukan pada tahap lesi tersebut di medulla spinalis. 4b. RadiologisCT myelography atau MRI dengan kontras digunakan untuk mengenalpasti dan melokalisir lesi tersebut. Gabungan daripada tumor di anggota lain, nyeri punggung dan samada kelainan foto polos spinal atau tanda neurologis daripada kompresi saraf adalah indikasi untuk melakukan pemeriksaan ini dalam kadar segera. Beberapa ahli dokter melanjut ke MRI dan CT myelography berdasarkan hanya nyeri punggung yang baru pada pasien kanker. 4c. Pemeriksaan LaboratoriumPemeriksaan cairan serebrospinal sering bersifat xanthochromic dan mempunyai konsentrasi protein yang tinggi dengan konsentrasi glukosa dan kandungan sel yang normal. 4d. TatalaksanaTumor intrameduler diobati dengan dekompresi dan eksisi bedah (jika memungkinkan) dan dengan irradiasi. Prognosis tergantung penyebab dan keparahan kompresi spinal sebelum tindakan dilakukan. 4Terapi untuk metastase spinal epidural terdiri daripada irradiasi, tidak tergantung tipe sel. Dexamethasone juga diberikan dalam dosis tinggi (25 mg sebanyak 4 kali per hari untuk 3 hari secara oral atau iv, diikuti tapering dosage, tergantung respons) untuk menurunkan pembengkakan spinal dan mengurangi nyeri. Dekompresi bedah dilakukan untuk pasien dengan tumor yang tidak memberikan respons pada terapi radiasi atau yang tidak pasti dengan diagnosisnya. Prognosis jangka panjang adalah buruk, tetapi terapi radiasi dapat melambatkan onset disabilitas major. 4E. Brain AbscessAbses otak digambarkan dengan lesi space-occupying lesions secara intrakranial dan timbul sebagai sekuale penyakit daripada telinga atau hidung. Komplikasi daripada infeksi di bahgaian tubuh lain, atau dapat terjadi daripada infeksi yang didedahkan secara intrakranial daripada trauma atau prosedur bedah. Infeksi yang sering terjadi adalah streptococci, staphylococci, dan bakteri anaerob; infeksi bercampur tidak sering terjadi. 5Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika saat ini telah mengalami kemajuan, namun kadar kematian penyakit abses otak tetap masih tinggi (sekitar 10-60% atau rata-rata 40%). Penyakit ini sudah jarang dijumpai di negara-negara maju, namun karena resiko kematiannya tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi yang mengancam kehidupan masyarakat. Penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu sekita 20-50 tahun. 5Faktor etiologi dan presdisposisiSebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaris). Abses dapat timbul akibat dari penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektasis, pneumonia), endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogy of Fallot (abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan otak). Abses otak yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran darah yang terdistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau cerebellum dan batang otak. 5Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. 20-37% penyebab abses otak tidak diketahui. Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustula kulit, luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala, septikemia. Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses dilobus otak. 5Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograd thrombophlebitis melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya biasanya tunggal, terletak superfisial di otak, dekat dengan sumber infeksinya:- 5 Sinusitis frontal dapat menyebabkan abses di bagian anterior dan inferior lobus frontalis. Sinusitis sphenoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis atau temporalis. Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus temporalis Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis. Infeksi pada telinga tengah dapat menyebar ke lobus temporalis Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan bawaan seperti kerusakan tegmentum timpani, atau kerusakan tulang temporal oleh kolesteoma dapat menyebar ke dalam cerebellum. Infeksi parasit (schistosomiasis, amoeba, fungus(Actinonmycosis, Candida albicans) dapat menimbulkan abses, tetapi hal ini jarang terjadi.Proses pembentukan abses otak oleh bakteri Streptococcus alpha haemolyticus secara histologis dibagi dalam 4 fase dan waktu 2 minggu untuk terbentuknya kapsul abses. 51. Early cerebritisTerjadi reaksi radang lokal dengan infiltrasi polymorphonuclear leukosit, limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi yang dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema disekitar otak dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses. 5Gambaran CT Scan : Pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens dengan sebagian gambaran seperti cincin. Pada hari ketiga gambaran cincin lebih jelas sesuai diameter serebritisnya. Didapati mengelilingi pusat nekrosis. 52. Late CerebritisSaat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Ditepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi retikulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar. 5Gambaran CT Scan : gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah pemberian kontras perinfus. Kontras masuk ke daerah sentral dengan gambaran lesi homogen (menunjukkan adanya cerebritis) 53. Early capsule formationPusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman retikulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansia putih dibanding substansia abu. Pembentukan kapsul yang terlambat dipermukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansia putih. Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman retikulum yang tersebar membentuk kapsul kollagen. Reaksi astrosit disekitar otak mulai meningkat. 5Gambaran CT Scan : hampir sama dengan fase cerebritis, tetapi pusat nekrosis lebih kecil dan kapsul terlihat lebih tebal.4. Late capsule formationTerjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis sebagai berikut : bentuk pusat nekrosis diisi oleh accelular debris dan sel-sel radang. Daerah tepi dari sel radang, makrofag dan fibroblast. Kapsul kolagen yang tebal. Lapisan neovaskular sehubungan dengan cerebritis yang berlanjut. Reaksi astrosit, gliosis dan edema otak diluar kapsul. 5Gambaran CT Scan : Gambaran kapsul dari abses terlihat jelas, sedangkan daerah nekrosis tidak diisi oleh kontras.

a. Gejala dan tanda klinisPusing, sakit kepala, susah konsentrasi, bingung dan kejang adalah gejala awal, diikuti dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial dan kemudian berlanjut kepada gangguan defisit neurologis fokal. Dapat terjadi gejala sistemik akibat daripada infeksi yang ada. 4b. Radiologi dan Pemeriksaan LainnyaCT-Scan kepala akan menunjukkan daerah peningkatan kontras yang dikelilingi oleh kantung yang berdensitas rendah. Kelainan yang sama dapat ditemukan pada pasien dengan neoplasma metastatik. Penemuan MRI seringkali menunjukkan gambaran serebritis fokal atau suatu abses. Arteriography akan memberikan gambaran space occupying lesions, di mana akan muncul secagai suatu massa avaskular dengan gangguan letak pembuluh darah serebral yang normal. Aspirasi jarum stereostatik dapat menentukan etiologi spesifik organism untuk dikenalpasti. Pemeriksaan pada cairan serebrospinal tidak membantu dalam menegakkan diagnosis dan dapat mengakibakan sindroma herniasi. Leukositosis perifer kadang timbul pada pasien sebegini. 4c. PengobatanPengobatan terdiri daripada antibiotik intravena, termasuk drainase menggunakan prosedur bedah (aspirasi atau eksisi) sekiranya perlu untuk menurunkan efek massa, atau kadang untuk menentukan diagnosis. Abses kurang daripada 2 mm kadang dapat diobati secara medis. Antibiotik spektrum luas, ditentukan berdasarkan faktor resiko dan organism yang tersangka, diunakan jikan organisme tersebut masih belum diketahui. Regimen antibiotik empiris yang awal seringkali melibatkan ceftriaxone (2g iv. Setiap 12 jam), metronidazole (15 mg/kgBB iv bolus, diikuti dengan 7.5 mg/kgBB iv setiap 6 jam) dan vancomycin (1 g iv setiap 12 jam). Regimen ini diubah setelah kultur dan sensitivitas obat telah ada. Pengobatan antimikroba seringkali dilanjutkan secara parenteral selama 6-8 minggu, diikuti dengan oral setiap 2-3 bulan. Pasien perlu diobservasi dengan CT-Scan ulan atau MRI ulang setiap 2 minggu dan pada deteriorasi. Dexamethasone (4-25 mg 4 kali per hari iv atau oral, tergantung pada keparahan, dilanjutkan dengan tapering off, tergantung pada respons) dapat menurunkan edema yang berhubungan, tetapi mannitol intravena kadang diperlukan. 4

BAB IV KESIMPULANSpace occupying lesions merupakan suatu penyakit yang sukar untuk ditegakkan penyebabnya secara dini. Secara klinis, setiap penyebab SOL memberikan gejala yang hampir sama tergantung kepada tempat lesi, kecepatan lesi yang timbul, saiz lesi dan kecepatan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial sehingga mengasilkan tanda klinis yang hampir sama. Untuk itu, pemikiran seorang dokter dalam memahami setiap penyebab SOL adalah penting untuk mencari dan mengenalpasti secara benar selanjutnya memberikan terapi yang benar untuk mengurangi tekanan intrakranial di samping mengobati secara tuntas penyebab yang terjadi. Difikirkan timbulnya kejadian space occupying lesions apabila didapatkan gangguan serebral secara umum yang progresif, adanya gejala tekanan tinggi intrakranial dan adanya gejala sindroma otak yang spesifik. Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini, CT-Scan dan MRI sangat berperan dalam mendiagnosa SOL di samping menggunakan punksi lumbal dalam menegakkan diagnosis.

BAB VDAFTAR PUSTAKA

1.Harsono. 1999. Tumor otak dalam Buku Ajar Neurologi Klinis edisi I. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. hlm 201-2017.2. Stephen H. 2012. Brain neoplasma. Access on www.emedicine.com. March, 9th 2014.3. Mardjono M. 2008. Proses neoplasmatik di susunan saraf. Dalam neurologi klinis dasar. Jakarta: PT. Dian Rakyat. Hlm 390-402.4.Price SA, LM Wilson. 2005. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit volume 1 edisi 6. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hlm. 1183-1189.5. Travis WD, Brambilla E, Noguchi M, Nicholson AG, Geisinger KR. 2011. International 6. Association for the Study of Lung Cancer/American Thoracic Society/European 7.Mardjono M. 2000. Proses neoplasmatik di susunan saraf dalam neurologis klinis dasar edisi 5. Jakarta: Dian Rakyat. Hlm 390-402.8.Harsono. 2008. Buku ajar neurologi klinis. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 9. Mardjono M. 2006. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat. Hlm 390-396. Greenberg, Harry S, Chandler, William F, Sandler, Howard M. 1999. Brain tumors. New York: Oxford University Press. Hlm 201-205.